Anda di halaman 1dari 8

1

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Thaharah
Thaharah secara bahasa adalah bersih atau suci dari kotoran seperti najis kencing, dan
lain sebagainya, atau secara maknawi bersih dari aib dan maksiat. Adapun menurut syariat
thaharah adalah bersih dari najis dan hadas.
Kesucian dalam ajaran Islam dijadikan syarat sahnya sebuah ibadah, seperti shalat,
thawaf, dan sebagainya. Bahkan manusia sejak lahir hingga wafatnya juga tidak bisa lepas
dari masalah kesucian. Oleh karena itu para ulama bersepakat bahwa berthaharah adalah
sebuah kewajiban. Sehingga Allah sangat menyukai orang yang mensucikan diri
sebagaimana firman berikut ini:
...

Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang
bersuci (QS. al-Baqarah: 222)
Dalam sebuah hadis dijelaskan pula:

Kesucian itu sebagian dari iman.


1

Secara umum ruang lingkup thaharah ada dua; yakni membersihkan najis (istinja)
dan membersihkan hadas. Dari masing-masing ruang lingkup akan diperinci lagi. Dalam
istinja akan dibahas mengenai benda najis, bahan untuk membersihkan najis, dan cara
membersihkan najis. Sementara pada sub bab membersihkan hadas akan dibahas mengenai
hadas, cara membersihkan hadas, yang diantaranya adalah mandi, wudhu dan tayamum.
Namun, yang menjadi pokok pembahasan kita adalah Wudhu dan Tayammul.






1
HR. Muslim (Fadlul Wudlu: 556)
2


B. QS. An-Nisa: 43
Og^4C 4g~-.- W-ON44`-47
W-O+4O^> E_OUO- +^4
O4Oc _/4EO W-OUu> 4` 4pO7O>
4 lN4N_ ) O@O)4N O):Ec _/4EO
W-OUO4^> _ p)4 7+47 -/E@OO u
_O>4N OEEc u 47.E_ /4 74g)`
=}g)` Oj*.4^- u N7+OE
47.=Og)4- U W-_` w7.4`
W-OO4O4 -4Og= 4lj1C
W-O=O^` 7g-ON_+O) 7CguC4
Ep) -.- 4p~E -CO4N -OOEN ^j@
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu salat, sedang kamu dalam keadaan
mabuk, sehingga kalian mengerti apa yang kalian ucapkan, (jangan pula hampiri masjid)
sedang kalian dalam keadaan junub, kecuali sekedar berlalu saja, hingga kalian mandi. Dan
jika kalian sakit atau sedang dalam mufassir atau seseorang diantara kalian daang dari tempat
buang air atau kalian telah menyentuh perempuan. Kemudian kalian tidak mendapat air,
maka bertayammumlah kalian dengan tanah baik (suci); sapulah muka kalian dan tangan
kalian. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.
Allah Swt. melarang orang mukmin melakukan shalat dalam keadaan mabuk yang
membuat seseorang tidak menyadari apa yang dikatakannya. Dan Allah melarang pula
mendekati tempat shalat (yaitu masjid-masjid) bagi orang yang mempunyai jinabah hadits
besar), kecuali jika ia hanya sekedar melewati dari suatu pintu ke pintu yang lain tanpa diam
di dalamnya.
2

Berkaitan dengan asbabun nuzul ayat ini sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu
Abu Hatim. Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ammar,
telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Abdullah Ad-Dusytuki, telah
menceritakan kepada kami Abu Ja'far, dari Ata ibnus Saib, dari Abu Abdur Rahman As
Sulami, dari Ali ibnu Abu Talib yang menceritakan, "Abdur Rahman ibnu Auf membuat

2
Abul Fida Ismail Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, juz 5, terj. Bahrun Abu Bakar (Bandung: Sinar Baru
Algensindo, 2000), hal. 161
3

suatu jamuan makanan buat kami, lalu ia mengundang kami dan memberi kami minuman
khamr. Lalu khamr mulai bereaksi di kalangan sebagian dari kami, dan waktu salat pun tiba."
Kemudian mereka mengajukan si Fulan sebagai imam. Maka si Fulan membaca surat
Al-Kafinin dengan bacaan seperti berikut, "Katakanlah, hai orang-orang kafir, aku tidak akan
menyembah apa yang kalian sembah, dan kami menyembah apa yang kalian sembah"
(dengan bacaan yang keliai sehingga mengubah aninya secara fatal). Maka Allah
menurunkan firman-Nya:
Og^4C 4g~-.- W-ON44`-47
W-O+4O^> E_OUO- +^4
O4Oc _/4EO W-OUu> 4` 4pO7O>
Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim. Imam Turmuzi telah meriwayatkan
melalui Abdu ibnu Humaid, dari Abdur Rahman Ad-Dusytuki dengan lafaz yang sama. Imam
Turmuzi selanjutnya mengatakan bahwa hadis ini h asan sahih.

_/4EO W-OUu> 4` 4pO7O>
sehingga kalian mengerti apa yang kalian ucapkan. (An-Nisa: 43)
Hal ini merupakan pendapat terbaik yang dikatakan sehubungan dengan definisi
mabuk, yaitu orang yang bersangkutan tidak mengerti apa yang diucapkannya, sebab orang
yang sedang mabuk itu bacaan Al-Qur'annya pasti akan ngawur dan tidak direnungi serta
tidak ada kekhusyukan dalam bacaannya. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Abdus Sammad, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan
kepada kami Ayyub, dari Abu jilabah, dari Anas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw.
pernah bersabda:

Apabila seseorang di antara kalian mengantuk, sedangkan ia da- lam salat, hendaklah ia
bersalam, lalu tidur hingga ia mengerti (menyadari) apa yang diucapkannya.
3


3
Abul Fida Ismail Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, juz 5..., hal. 167
4

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Musanna, telah
menceritakan kepada kami Abu Saleh, telah menceritakan kepadaku Al-Lais, telah
menceritakan kepada kami Yazid ibnu Abu Habib mengenai firman Allah Swt.:
dan (jangan pula hampiri masjid) sedang kalian dalam keadaan junub kecuali sekadar berlalu
saja. (An-Nisa: 43)
4 lN4N_ ) O@O)4N O):Ec _/4EO
W-OUO4^>
Sesungguhnya banyak kaum laki-laki dari kalangan Ansar pintu rumah-rumah mereka
menghadap ke masjid. Apabila mereka menga- lami jinabah, sedangkan mereka tidak
mempunyai air, maka terpaksa- lah mereka harus mencari air, dan jalan yang paling dekat
menuju tempat air tiada lain harus melalui masjid. Maka Allah Swt. menurunkan firman-
Nya.
4

Dari Amr bin Yahya Al-Maziniyyi dari bapaknya berkata : "Aku telah menyaksikan
'Amr bin Abil Hasan bertanya kepada Abdullah bin Zaid tentang wudhunya Nabi Shallallahu
alaihi wa Salam, maka Abdullah bin Zaid Radhiyallahu anhu meminta tempayan kecil yang
berisikaan air lalu dia berwdlu sebagaimana wudhunya Nabi Shallallahu alaihi wa Salam.
Maka beliau pun memiringkan tempayan tersebut dan mengalirkan air kepada kedua
tangannya lalu mencuci kedua tangannya itu tiga kali. Kemudian beliau memasukkan (satu)
tangannya kedalam tempayan lalu berkumur- kumur dan beristinsyaq (memasukkan air
kedalam lubang hidung dengan menghirupnya-pent) dan beristintsar (menghembuskan air
yang ada dalam lubang hidung) tiga kali dengan tiga kali cidukan tangan. Kemudian beliau
memasukkan (satu) tangannya dalam tempayan lalu mencuci wajahnya tiga kali, kemudian
memasukkan kedua tangannya lalu mencuci kedua tangannya tersebut dua kali hingga kedua
sikunya. Kemudian beliau memasukkan kedua tangannya dan mengusap kepalanya dengan
kedua tangannya itu (yaitu) membawa kedua tangannya itu ke depan dan kebelakang satu
kali. Kemudian mencuci kedua kakinya. Dalam riwayat yang lain : Beliau memulai dengan
(mengusap) bagian depan kepalanya hingga kebagian tengkuk lalu mengembalikan kedua
tangannya tersebut hingga kembali ke tempat dimana beliau mulai (mengusap).
5



4
Abul Fida Ismail Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, juz 5..., hal. 169
5
Abu Abdil Muhsin, Kemudahan di Dalam Sifat Wudhu Nabi, (Ummu Salma Al- Atsariyah, 2007),
hlm. 9
5





C. QS. Al-Maidah: 6
Og^4C -g~-.- W-EON44`-47 -O)
+;~ O) jE_OUO- W-OUO^N
7E-ON_N 74CguC4 O)
-g-4OE^- W-O=O^`-4
7c+7NO) :UN_O4 O)
u-4:u^- _ p)4 +-L7 4:NLN_
W-NOO_-C _ p)4 +-47 -/E@OO u
_O>4N OEEc u 47.~E} /4 74g)` =}g)`
Oj*.4^- u Ne+-OE
47.=Og)4- U W-_` w7.4`
W-OO4O4 -4Og= 4:j1C
W-O=O^` :g-ON_+O) 7CguC4
+Ou4g)` _ 4` C@ONC +.- E;41g
:^OU4 ;}g)` 4OEO }4 C@ONC
74O)-_CN1g g-N1g4 +O4-Eug^
7^OU4 :^UE ]NO7;= ^g
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka
basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh)
kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub Maka mandilah, dan jika kamu
sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh
perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, Maka bertayammumlah dengan tanah yang baik
(bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan
kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu,
supaya kamu bersyukur.
Maksudnya, ketika kalian sedang dalam keadaan berhadas. Sedangkan ulama lainnya
mengatakan, apabila kalian bangun dari tidur hendak mengerjakan salat. Kedua makna
6

tersebut berdekatan. Ulama lainnya lagi mengatakan bahwa bahkan makna yang dimaksud
lebih umum daripada semua itu. Ayat ini memerintahkan berwudu di saat hendak
mengerjakan salat, tetapi bagi orang yang berhadas hukumnya wajib, sedangkan bagi orang
yang masih suci hukumnya sunat.
6



Ayat ini memerintahkan kita Umat Islam bahwa sebelum melakukan shalat
diwajibkan bersuci dahulu, yaitu berwudhu. Baik dengan air atau tayammum sekalipun
apabila ada sebab. Dan perintah wajib wudhu ini bersamaan dengan perintah wajib shalat
lima waktu, yaitu satu tahun setengan sebelum tahun hijriyah.
7

Makna Tayammum ialah suatu cara lain untuk bersuci dengan menggunakan debu
yang bersih. Tayammum dimaksudkan untuk menghilangkan hadats kecil, karena dua hal:
a. Karena sakit yang tidak boleh kena air, seperti demam, sakit gatal pada kulit, dan
penyakit lain yang jika terkena air akan berbahaya atau bertambah parah.
b. Kerena sukar memperoleh air ketika akan shalat, misalnya ketika bepergian dengan
kendaraan atau musim kemarau panjang.
Untuk bertayammum debu yang suci dapat diperoleh dimana saja, dari tanah, dari
dinding, atau tempat lain yang mudah dijamah.
Tayammum pada hakikatnya adalah pengganti wudhu, dan ini merupakan rukhshah
(keringanan/kemurahan) Allah SWT. kepada hambanya yang Muslim. Oleh karena itu,
hukum tayammum sama dengan hukum wudhu. Bedanya, tayammum hanya untuk satu kali
shalat wajib. Artinya, jika akan shalat lagi berikutnya, kita mesti mengulangi bertayammum
kembali. Tetapi, semua yang membatalkan wudhu juga membatalkan tayammum.
8





6
Abul Fida Ismail Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, juz 6..., hal. 286
7
Munir & Sudarsono, Dasar-Dasar Agama Islam, cet. kedua (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2001), hal. 150
8
Munir & Sudarsono, Dasar-Dasar Agama Islam..., hal. 165
7








BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dengan mempelajari dan mengetahui tentang materi thaharah ini, kita tentunya
berusaha dan berupaya untuk menjadi seorang pribadi yang bersih, baik dalam membersihkan
diri untuk melaksanakan ibadah atau dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Kita sebagai
ummat Islam sudah sepatutnya membudidayakan nilai-nilai kebersihan, kita akan merasa
malu apabila kita sebagai ummat Islam yang mana di dalam Islam diajarkan akan pentingnya
kebersihan akan tetapi kita tidak mengaplikasikannya dalm kehidupan kita.
Tayammum dan wudhu merupakan cara kita bersuci yang juga merupakan syarat
untuk melakukan ibadah shalat, sehingga tentu tidak akan sah ibadah shalat seseorang yang
tiada dalam keadaan tidak suci, dan juga dilarang atas seseorang melakukan shalat sedangkan
ianya dalam keadaan mabuk sampai kondisinya normal kembali.
Demikianlah segelintir pembahasan singkat yang berkaitan dengan ajaran tentang
thaharah atau bersuci. Semoga dengan berbagai kekurangan dari makalah kami ini, tetap
dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Amin



8






DAFTAR PUSTAKA

Abul Fida Ismail Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, juz 5, terj. Bahrun Abu Bakar,
Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2000
Abu Abdil Muhsin, Kemudahan di Dalam Sifat Wudhu Nabi, Ummu Salma Al-
Atsariyah, 2007
HR. Muslim, Fadlul Wudlu: 556
Munir & Sudarsono, Dasar-Dasar Agama Islam, cet. Kedua, Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 2001

Anda mungkin juga menyukai