Anda di halaman 1dari 4

Obat-obat gagal Jantung

VASODILATOR LAIN
Vaso dilator lain dari penghambat ACE dan antagonis All yang digunakan untuk pengobatan gagal jantung adalah (a) hidralazin-isosorbid dinitrat, (b) Na nitroprusid I.V., (c) nitrogliserin I.V., dan (d) nesiritid I.V. HIDRALAZIN-ISOSORBID DINITRAT. Diantara vasodilator lain, hanya kombinasi ini yang telah terbukti dapat mengurangi mortalitas pada pasien gagal jantung akibat disfungsi sistolik. Karena itu kombinasi ini dapat diberikan pada pasien gagal jantung sistolik yang tidak dapat mentoleransi penghambat ACE dan antagonis All, untuk mengurangi mortalitas dan morbiditas dan memperbaiki kualitas hidup. Hidralazin merupakan vasodilator arteri sehingga menurunkan afterload, sedangkan isosorbid dinitrat merupakan venodilator sehingga menurunkan preload jantung. NA NITROPRUSID I.V. Merupakan prodrug dari nitric oxide (NO), suatu vasodilator kuat, erjanya di arteri maupun vena, $sehingga menurunkan after-load maupun preload jantung. Mula kerjanya cepat (2-5 menit) karena cepat dimetabolisme membentuk No yang aktif. Masa kerjanya singkat sehingga dosisnya dapat dititrasi dengan cepat untuk mencapi efek hemodinamik yang diinginkan. Karena itu obat ini bisa dipakai untuk mengatasi gagal jantung akut di IGD. NITROGLISERIN I.V. Obat ini juga prodrug dari NO. Pada kecepatan infus yang rendah, obat ini hanya mendilatasi vena dan dengan demikian hanya menurunkan preload jantung. Pada pasien gagal jantung, obat ini digunakan untuk pengobatan gagal jantung kiri akibat iskemi miokard akut, gagal jantung kiri noniskemik yang memerlukan penurunan preload dengan cepat, dan pada pasien dengan overload cairan yang simpomatik dan belum mencapai diuresis yang cukup. Pada kecepatan infus yang lebih tinggi, obat ini juga mendlatasi arteri sehingga menurunkan afterload jantung. Obat ini menimbulkan efek samping sakit kepala. Jika terjadi toleransi, dapat diatasi dengan meningkatkan dosisnya. NESIRITID I.V. Merupakan rekombinan dari peptida natriuretik otak (BNP) manusia, dan diindikasikan untuk gagal jantung akut dengan sesak napas saat istirahat atau dengan aktivitas minimal. Pada pasien ini, nesritid yang diberikan sebagain infus selama 24-48 jam menurunkan tekanan kapiler baru (PCWP) dan mengurangi sesak napas. Mekanisme kerjanya melalui peningkatan siklik GMP menyebbakan dilatasi vena dan arteri. Pada pasien gagal jantung, nesiritid mengantagonisasi efek angiotensin dan norepinefrin dengan menimbulkan vasodilatasi, natriuresis dan diuresis.

GLIKOSIDA JANTUNG
Saat ini hanya digoksin yang digunakan untuk terapi gagal jantung, sedangkan digitoksin dan folia digitalis tidak digunakan lagi. Efek digoksin pada pengobatan gagal jantung: (a) inotropik positif, (b) kronotropik negatif (mengurangi frekuensi denyut ventrikel pada takikardia atau fibrilasi atrium), dan (c) mengurangi aktivasi saraf simpatis.

Mekanisme (a) inotropik positif: digoksin menghambat pompa Na-K-ATPase pada membran sel otot jantung sehingga meningkatkan kadar Na+ intrasel, dan ini menyebabkan berkurangnyapertukaran Na+ - Ca++ selama repolarisasi dan relaksasi otot jantung sehingga Ca2+ tertaham dalam sel, kadar Ca2+intrasel meningkat, dan ambilan Ca2+ ke dalam retikulum sarkoplasmik (SR) meningkat. Dengan demikian, Ca2+ yang terseia dalam SR untuk dilepaskan ke dalam sistol untuk kontraksi meningkat, sehingga kontraktilitas sel otot jantung meningkat. Mekanisme (b) dan (c): pada kadar terapi (1-2ng/mL), digoksin meningkatkan tonus vagal dan mengurangi aktivitas simpatis di nodus SA maupun AV, sehingga dapat menimbulkan bradikardia sinus sampai henti jantung dan/atau perpanjangan konduksi AV sampai meningkatnya blok AV. Efek pada nodus AV inilah yang mendasari penggunaan digoksin pada pengobatan fibrilasi atrium. Digoksin sekarang ini hanya diindikasikan untuk (1) pasien gagal jantung dengan fibrilasi atrium, (2) pasien gagal jantung dengan ritme sinus yang masih simpomatik, terutama yang disertai takikardia, mekipun telah mendapat terapi maksimal denagn menghambat ACE dan -bloker. Hal ini disebabkan karema pada (1) digoksin dapat memperlambat kecepatan ventrikel (akibat hambatan pada nodus AV), sedangkan pada (2) digoksin tidak mengurangi mortalitas sehingga tidak lagi dipakai sebagai obat lini pertama, tetapi dapat memperbaiki gejala-gejala dan mengurangi hospitalisasi, terutama hospitalisasi karena memburuknya gagal jantung. Sebaiknya kadar digoksin dipertahankan <1ng/mL karena pada kadar yang lebih tinggi, resiko kematian meningkat. Bioavailabilitas digokisn tablet sekitar 70-80%. Kira-kira 10% populasi mempunyai bakteri usus Eubacterium lentum yang akan memecah digoksin menjadi metabolit tidak aktif, sehingga pada mereka ini diperlukan peningkatan dosis karena dosis standar digoksin tidak efektif. Waktu paruhnya berkisar antara 36-48 jam, sehingga diberikan sehari sekali, dan kadar mantap dicapai setelah 1 minggu. Digoksin dieliminasi melalui ginjal, sehingga waktu paruhnya akan memanjang pada gangguan fungsi ginjal (sp 3,5-5 hari pada gangguan fungsi ginjal lanjut). Volume distribusi 4-7L/kg, akumulasi obat terutama di otot skelet, dan dosis tidak perlu diganti setelah hemodialis. Volume distribusi dan klirens obat menurun pada usia lanjut. Karena itu dosis digoksin harus diturunkan pada gangguan fungsi ginjal dan pada usia lanjut. Beberapa interaksi yang penting adalah : a) Kuinidin, verapamil, amiodaron akan menghambat P-glikoprotein, yakni transporter di usus dan di tubulus ginjal, sehingga terjadi peningkatan absorpsi dan penurunan sekresi digoksin, akibatnya kadar plasma digoksin meningkat 70-100%. b) Rifampisin menginduksi transporter P-glikoprotein di usus sehingga terjadi penurunan kadar plasma digoksin. c) Aminoglikosida, siklosporin, amfoterisin B menyebabkan gangguan fungsi ginjal, sehingga ekskresi digoksin melalui ginjal terganggu, akibatnya terjadi peningkatan kadar plasma digoksin. d) Kolestiramin, kaolin-pektin, antasida akan mengabsorpsi digoksin, sehingga abrorpsi digoksin menurun. e) Diuretik tiazid, furosemid menyebabkan hipokalemia sehingga meningkatkan toksisitas digoksin. f) -bloker, verapamil, diltiazem: aditif dengan digoksin dalam memperlambat konduksi AV; dan mengurangi efek inotropik digoksin.

Efek toksik digoksin berupa : a) efek proaritmik, yakni (1) penurunan potensial istirahat (akibat hambatan pompa Na), menyebabkan afterpotensial yang mencapai ambang rangsang, dan penurunan konduksi AV; dan (2) peningkatan automatisitas. b) Efek samping gastrointestinal : anoreksia, mual, muntah, nyeri lambung. c) Efek samping visual: penglihatan berwarna kuning. d) Lain-lain: delirium, rasa lelah, malaise, bingung, mimpi buruk. Kontraindikasi penggunaan digoksin meliputi bradikardia, blok AV derajat 2 dan 3, sindroma sick sinus, sindroma wolff-Parkinson-White, kardiomiopati obstruktif hipertrofik, hipokalemia. Dosis digoksin biasanya 0,125-0,25 mg sehari jika fungsi ginjal normal (pada lansia 0,0625-0,125 mg, kadang-kadang 0,25 mg). Digoksin tersedia dalam bentuk tablet 0,25 mg.

INOTROPIK LAIN
Inotropil lain yang digunakan untuk pengobatan gagal jantung adalah (a) dopamin dan dobutamin I.V dan (b) penghambat fosfodiesterase I.V. DOPAMIN DAN DOBUTAMIN I.V. merupakan obat inotropik yang paling sering digunakan untuk menunjang sirkulasi dalam jangka pendek pada gagal jantung yang parah. Kerjanya melalui stimulasi reseptor Dopamin D1 dan reseptor adrenergik di sel otot jantung. Dopamin mempunyai penggunaan yang terbatas pada pengobatan pasien dengan kegagalan sirkulasi kardiogenik. Dobutamin merupakan agonis yang terpilih untuk pasien gagal jantung dengan disfungsi sistolik. Doubutamin merupakan campuran rasemik yang menstimulasi reseptor 1 dan 2. Disamping itu emansiomer (-) adalah suatu agonis. Pada kecepatan infus yang menghasilkan efek inotropik positif pada manusia, efek adrenergik 1 di miokard dominan, dan menghasilkan peningkatan curah jantung dengan hanya sedikit peningkatan denyut jantung. Pada pembuluh darah efek agonis (vasokontriksi) dari emansiomer (-) diantagonisasi oleh efek 2 agonis (vasodilatasi) dari rasemat, sehingga resistensi sistemik biasanya sedikit menurun. Dobutamin tidak menstimulasi reseptor dopamin. Dobutamin diberikan sebagai infus sampai beberapa hari, dengan dosis awal 2-3 g/kg/menit, dan ditingkatkan sampai efek hemodinamik yang diinginkan. Efek samping utama adalah takikardia berlebihan dan aritmia, yang memerlukan penurunan dosis. Pada pasien yang mendapat -bloker, respon awal terhadap dobutamin mungkin lebih kecil. Penggunaan jangka panjang dapat menimbulkan toleransi, sehingga memerlukan substitusi dengan obat alternatif, misalnya penghambat fosfodiesterase kelas III. PENGHAMBAT FOSFODIESTERASE I.V. inamrinon (dulu disebut amrinon) dan milrinon merupakan penghambat fosfodiesterase kelas III (PDE3) yang digunakan sebagai penunjang sirkulasi jangka pendek pada gagal jantung yang parah. Akan tetapi, pada penggunaan jangka panjang obat-obat ini meningkatkan mortalitas (mempercepat kematian). Karena itu indikasinya hanya untuk pengguanan jangka pendek pada gagal jantung tahap akhir dengan gejala-gejala yang refrakter terhadap obatobat lain.

ANTITROMBOLITIK
Warfarin (antikoagulan oral) diindikasikan pada gagal jantung dengan fibrilasi atrial, riwayat kejadian tromboembolik sebelumnya, atau adanya trombus di ventrikel kiri, untuk mencegah stroke atau tromboembolisme. Selain infark miokard, aspirin atau warfarin direkomendasikan sebagai profilaksis sekunder.

Anda mungkin juga menyukai