Oleh : Dewi Mustika Kanchana Jayagandan Nur Farahin Suid 0610710030 0810714013 0810714028
Penjelasan Definisi KD
Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan 5 tahun Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam.
Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam.
Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam.
EPIDEMIOLOGI
2-4% dari populasi anak 6 bulan - 4 tahun 80 90% merupakan kejang demam sederhana 20% kasus kejang demam kompleks 8% berlangsung > 15 16% berulang dalam waktu 24 jam 2 4% berkembang menjadi epilepsi Lebih sering terjadi pada anak laki-laki
Patogenesis
K L A S I F I K A S I KD
Penjelasan KDK
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam.
Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang didahului kejang parsial.
Penjelasan KDK
Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, di antara 2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% di antara anak yang mengalami kejang demam.
PEMERIKSAANPENUNJANG
Kejang Demam
Pemeriksaan Penunjang KD
Laboratorium Pungsi lumbal Elektroensefalografi (EEG) Radiologis
Laboratorium
Tidak dikerjakan secara rutin Untuk mengevaluasi sumber infeksi Pemeriksaan yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah.
Pungsi Lumbal
Untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis (Risiko meningitis bakterialis 0,6%-6,7%) Rekomendasi untuk melakukan Pungsi Lumbal:
SANGAT DIANJURKAN: Bayi < 12 bulan DIANJURKAN: Bayi 12 - 18 bulan TIDAK RUTIN: Bayi > 18 bulan
Elektroensefalografi (EEG)
EEG tidak dapat memprediksi berulangnya kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien KD Tidak direkomendasikan (level II-2, rekomendasi E)
Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan KD yang tidak khas. Misalnya: KDK pada anak usia > 6 tahun, atau KD fokal.
Radiologis
Foto X-ray kepala, CT-scan atau MRI jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi:
Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis) Paresis N. VI Papiledema
Penatalaksanaan
Pengobatan fase akut Mencari dan mengobati penyebab Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam
Antipiretik pada saat demam dianjurkan, walaupun tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi resiko terjadinya kejang demam (level I, rekomendasi E).
Dosis asetaminofen 10-15 mg/kg/kali, 4 kali sehari Dosis Ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari
Diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam menurunkan resiko berulangnya kejang (1/3-2/3 kasus), begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg setiap 8 jam pada suhu > 38,5 C (level I, rekomendasi E)
Fenobarbital, karbamazepin, fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam
Pengobatan Rumat
Kejang lama > 15 menit Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya hemiparesis, paresis Todd, Cerebral Palsy, retardasi mental, hidrosefalus Kejang fokal Pengobatan rumat dipertimbangkan bila :
Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan Kejang demam 4 kali per tahun
Pemberian fenobarbital 4-5mg/kgBB/hari atau asam valproat dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari, selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan
PROGNOSIS
Kejang Demam
Prognosis
Kemungkinan mengalami kematian
Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan
Prognosis
Kemungkinan berulangnya kejang demam
Riwayat kejang demam dalam keluarga Usia kurang dari 12 bulan Temperatur yang rendah saat kejang Cepatnya kejang setelah demam
Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko berulangnya kejang demam adalah:
Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan 80% bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan hanya 10%-15% Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar pada tahun pertama.
Kekerapan rekurensi
2 kali: 25-50% ( 30%)
Waktu rekurensi:
6 bulan pertama 50% 12 bulan 75%
2 tahun 90%
Prognosis
Faktor risiko terjadinya epilepsi:
Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum KD pertama KDK Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung
Setiap faktor risiko meningkatkan kemungkinan 4%-6% Kombinasi dari faktor risiko tersebut meningkatkan kemungkinan 10%-49% (level II-2) Tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumat pada KD
Terimakasih
Ensefalitis
Definisi
Ensefalitis adalah infeksi jaringan otak yang dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme (virus, bakteri, jamur dan protozoa). Penyebab tersering dan terpenting adalah virus. Berbagai macam virus dapat menimbulkan ensefalitis dengan gejala yang kurang lebih sama dan khas.
Patogenesis
Tempat permulaan masuknya virus dapat melalui kulit, saluran pernapasan, dan saluran pencernaan. Setelah masuk ke dalam tubuh virus tersebut akan menyebar ke seluruh tubuh dengan beberapa cara :
Setempat : virus hanya terbatas menginfeksi selaput lendir permukaan atau organ tertentu. Penyebaran hematogen primer : virus masuk ke dalam darah kemudian menyebar ke organ dan berkembang biak di organ-organ tersebut. Penyebaran hematogen sekunder : virus berkembang biak di daerah pertama kali masuk (permukaan selaput lendir) kemudian menyebar ke organ lain. Penyebaran melalui saraf : virus berkembang biak dipermukaan selaput lendir dan menyebar melalui sistem saraf.
Manifestasi klinis
Masa prodormal berlangsung antara 1-4 hari yang ditandai dengan demam, sakit kepala, pusing, muntah, nyeri tenggorokan, malaise, nyeri pada ekstremitas dan pucat. Kemudian diikuti oleh tanda ensefalitis yang berat ringannya tergantung dari distribusi dan luasnya lesi pada neuron. Gejala-gejala tersebut berupa pasien gelisah, iritabel, screaming attack, perubahan dalam perilaku, gangguan kesadaran dan kejang
Kadang-kadang dapat juga disertai tanda neurologis fokal berupa afasia, hemiparesis, hemiplegia, ataksia, dan paralisis saraf otak.
Diagnosis
Anamnesis Demam tinggi mendadak, sering ditemukan hiperpireksia. Penurunan kesadaran dengan cepat. Anak agak besar sering mengeluh nyeri kepala, ensefalopati, kejang, dan kesadaran menurun. Kejang bersifat umum atau fokal, dapat berupa status konvulsivus.
Pemeriksaan fisik Seringkali ditemukan hiperpireksia, kesadaran menurun sampai koma dan kejang. Kejang dapat berupa status konvulsivus. Ditemukan gejala peningkatan tekanan intrakranial.
Pemeriksaan penunjang Darah perifer lengkap. Pemeriksaan gula darah dan elektrolit dilakukan jika ada indikasi. Pungsi lumbal : pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS) bias normal atau menunjukkan abnormalitas ringan sampai sedang : - peningkatan jumplah sel 50-200/mm3 - hitung jenis didominasi sel limfosit - protein meningkat tapi tidak melebihi 200mg/dl - glukosa normal pencitraan (computed tomography/CT scan atau magnetic resonance imaging/MRI kepala) menunjukkan gambaan edema otak baik umum atau fokal Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG)
Penatalaksanaan
Medikamentosa Tujuan dari penanganan tersebut adalah mempertahankan fungsi organ, yaitu mengusahakan jalan napas tetap terbuka, pemberian makanan secara enteral atau parenteral, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, koreksi terhadap gangguan asam basa darah serta terapi suportif yang lain berupa tatalaksana pada peningkatan tekanan intrakranial dan kejang.
Bila kejang dapat diberikan diazepam 0,3-0,5 mg/kgBB IV dilanjutkan dengan fenobarbital Paracetamol 10 mg/kgBB dan kompres dingin dapat diberikan apabila pasien panas. Apabila didapatkan tanda kenaikan intrakranial dapat diberi deksametason 1 mg/kgBB/kali dilanjutkan dengan pemberian 0,25-0,5 mg/kgBB/hari. Mannitol juga dapat diberikan dengan dosis 1,5-2g/kgBB IV dalam periode 8-12 jam.
Komplikasi
Beberapa kelainan yang mungkin dapat dijumpai antara lain retardasi mental, iritabel, emosi tidak stabil, sulit tidur, halusinasi, enuresis, dan lainnya. Adanya gangguan motorik dan epilepsi tidak jarang didapatkan pada pasien.
Patogenesis
VHS tipe 1 ditransfer melalui jalan napas dan ludah. Pada infeksi primer, virus menjadi laten dalam ganglia trigeminal. Beberapa tahun kemudian, rangsangan nonspesifik menyebabkan reaktivasi, yang biasanya bermanifestasi sebagai herpes labialis; virus dapat mencapai otak melalui cabang saraf trigeminal ke basal meningen, menyebabkan lokalisasi dari ensefalitis di daerah temporal dan lobus frontalis orbital.
EHS pada neonates biasanya terjadi karena infeksi VHS tipe 2 selama melalui jalan lahir dari ibu yang menderita herpes genital aktif; biasanya terbanyak menyebabkan meningitis.
Manifestasi Klinis
Pada fase prodormal, pasien mengalami malaise dan demam berlangsung 1-7 hari. Manifestasi ensefalitis dimulai dengan sakit kepala, muntah, perubahan kepribadian dan gangguan daya ingat, yang sangat sulit dideteksi pada anak kecil. Kemudian pasien mengalami kejang dan penurunan kesadaran.
Dari pemeriksaan neurologis seringkali didapatkan hemiparesis, yang merupakan manifestasi lokal penting. Beberapa kasus dapat menunjukkan afasia, ataksia, gangguan sistem autonom, paresis saraf kranialis, kaku kuduk, dan papiledema.
Diagnosis
Anamnesis EHS dapat bersifat akut atau subakut. Fase prodormal menyerupai influenza, kemudian diikuti dengan gambaran khas ensefalitis (demam tinggi, kejang, penurunan kesadaran). Sakit kepala, mual, muntah atau perubahan perilaku.
Pemeriksaan fisik Kesadaran menurun berupa stupor-koma sampai koma dan gejala peningkatan tekanan intrakranial. Hampir 80% memperlihatkan gejala neurologis fokal berupa hemiparesis, paresis nervus kranialis, kehilangan lapangan penglihatan, afasia dan kejang fokal.
Pemeriksaan Serologis
Titer antibody dalam serum tergantung apakah infeksi merupakan infeksi primer atau infeksi rekuren. Pada infeksi primer, antibody dalam serum menjadi positif setelah 1 sampai beberapa minggu, sedangakn pada infeksi rekuren dapat ditemukan peningkatan titer antibody dalam 2 pemeriksaan, fase akut dan rekonvalesen
Titer antibody dalam cairan serebrospinal merupakan indikator yang lebih baik, karena hanya diproduksi bila terjadi kerusakan sawar darah otak. Namun kemunculan titer antibody nya lebih lambat, dan baru dapat dideteksi pada hari 10-12 setelah permulaan sakit.
EEG
EEG sangat membantu diagnosis bila ditemukan gambaran periodic lateralizing epileptiform discharge atau perlambatan fokal di daerah temporal atau frontotemporal.
Pencitraan
Gambaran yang agak khas pada CT scan berupa gambaran hipodens di lobus temporal atau frontal, kadang-kadang dapat meluas sampai lobus oksipital.
Penatalaksanaan
Pengobatan dengan antivirus harus dilakukan sedini mungkin untuk mencegah terjadinya nekrosis hemoragik yang ireversibel Dosis asiklovir 30mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Pemberian secara perlahan-lahan, diencerkan menjadi larutan 100 ml, diberikan selama 1 jam. Efek samping adalah peningkatan kadar ureum dan kreatinin, tergantung kadar obat dalam plasma.
Prognosis
Prognosis EHS yang tidak diobati sangat buruk dengan kematian 70-80% setelah 30 hari dan meningkat menjadi 90%dalam 6 bulan. Pengobatan dini dengan asiklovir akan menurunkan mortalitas menjadi 28%.
MENINGITIS BAKTERIAL
Epidemiologi
Angka serangan di Amerika Serikat pertahun dilaporkan 0.6-4 kasus per 100,000 populasi. Menurut data dari berbagai sumber, angka penderita meningoenscephalitis di Indonesia mencapai 18-40 % dengan angka kecacatan 40-50 %.
Etiologi
Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi :
Infeksi saluran pernafasan Infeksi saluran pendengaran Riwayat cedera kepala Anestesi spinal Menurunnya kondisi tubuh : leukemi, thalasemi, AIDS
Patofisiologi
Manifestasi Klinis
1.Gejala infeksi akut :
a.Anak lesu b.Mudah terangsang c. Suhu selalu naik
d.Muntah-muntah
e.Anoreksia
f. Nyeri kepala
g.Petekiae (infeksi meningococcus)
Manifestasi Klinis
2. Gejala TIK meninggi:
a. Anak sering muntah b. Nyeri kepala c. Moaning cry d. Kesadaran menurun e. Kejang
f. UUB membonjol
g. Paresis h. Strabismus i. Crack pot sign (+)
j.
Manifestasi Klinis
3. Gejala rangsang meningeal:
a.Kaku kuduk b.Rigiditas umum c. Tanda spesifik : kernig, brudzinsky I & II positif d.Sakit di daerah leher
Diagnnosa Banding
Meningitis Virus Meningitis tuberkulosa
Pemeriksaan Diagnostik
1. Analisis CSS dari fungsi lumbal : a) Meningitis bakterial : tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, jumlah sel darah putih dan protein meningkat glukosa meningkat, kultur positip terhadap beberapa jenis bakteri. b) Meningitis virus : tekanan bervariasi, cairan CSS biasanya jernih, sel darah putih meningkat, glukosa dan protein biasanya normal, kultur biasanya negatif, kultur virus biasanya dengan prosedur khusus. 2. Glukosa serum : meningkat ( meningitis ) 3. LDH serum : meningkat ( meningitis bakteri ) 4. Sel darah putih : sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil ( infeksi bakteri )
Pemeriksaan Diagnostik
5. Elektrolit darah : Abnormal . 6. ESR/LED : meningkat pada meningitis 7. Kultur darah/ hidung/ tenggorokan/ urine : dapat mengindikasikan daerah pusat infeksi atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi 8. MRI/ skan CT : dapat membantu dalam melokalisasi lesi, melihat ukuran/letak ventrikel; hematom daerah serebral, hemoragik atau tumor 9. Ronsen dada/kepala/ sinus ; mungkin ada indikasi sumber infeksi intra kranial.
Tatalaksana
Istirahat total Suction berkala, pemasangan ventilator jika perlu Pengawasan keseimbangan cairan & elektrolit Antibiotik minimal 2 minggu
Tatalaksana
Mannitol i.v 0,25 g/kg dalam 3 jam jika didapatkan papil edema / herniasi Atasi kejang
Prognosis
anak Mortalitas tergantung : Virulensi kuman Daya tahan penderita Terapi yg cepat & tepat Cara pengobatan & perawatan Mortalitas 10-20% sebagian besar anak-
Prognosis
Prognosis jelek : Umur sangat muda Terapi terlambat & tidak adekuat Menderita penyakit sistemik Lekositosis Hiperpireksia Hipotensi Kejang Koma Trombositopeni
MENINGITIS TUBERCULOSA
Definisi
peradangan pada selaput otak (meningen) yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis sering muncul pada penyakit tuberkulosis paru
Faktor resiko
Sistem immune yang lemah Perjalanan ke daerah2 insidensi tuberkulosa yang tinggi Sosio ekonomi yang rendah Petugas kesehatan Tinggal di kawasan kepadatan penghuni yang tinggi
Patofisiologi
Pemeriksaan Diagnostik
1. Anamnesis Pada bayi: malas minum, letargi, distress pernafasan, ikterus, muntah, diare, hipotermia, kejang, dan ubun-ubun besar menonjol Trias: demam, nyeri kepala dan gangguan neurologik Riwayat penurunan kesadaran Adanya riwayat kontak dengan pasien tuberkulosis
Pemeriksaan Diagnostik
2. Pemeriksaan Fizik Kaku kuduk (+) pada anak > 2thn
Pemeriksaan Diagnostik
3. Pemeriksaan Laboratorium Uji Mantoux
Pembengkakan Interpretasi (Indurasi) 0-4 mm Uji mantoux negatif Tidak ada infeksi Mycobacterium tuberculosa Hal ini bisa karena kesalahan teknik, reaksi silang dengan Mycobacterium atypic atau setelah vaksinasi BCG. Sedang atau pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosa Arti Klinis
3-9 mm
>10 mm
DL: anemia ringan, peningkatan laju endap darah pada 80% kasus, hiponatremia akibat innapropriate secretion of antidiuretic hormones
Pemeriksaan Diagnostik
Foto thorax CT scan kepala MRI kepala EEG
Terapi
Agen Anti-TB Rekomendasi Dosis (mg/kg/hr) 510 Dosis Maksimum (mg/hr) 300 Efek Samping Durasi Terapi Minimal 9 Bulan Minimal 9 bulan Isoniazid Hepatotoksik, Neuritis Perifer Hepatotoksik, ruam, flulike syndrome, multiple drug interactions. Hepatotoksik, atralgia, GI upset, anorexia, dan fotosensitifitas kulit Nefrotoksik, ototoksik, dan toksisitas vestibular
Rifampin
10
Pyrazinamide
2530
2 bulan
Streptomycin (IM)*
1000
2 bulan
Ethambutol*
1600 untuk dewasa (1000 untuk anakanak dengan HIV () dan 2500 in HIV (+))
2 bulan
Operasi hidrosephalus: 30% pasien membutuhkan VP-shunt akibat gagal terapi dengan diuretic. Intervensi bedah ini hanya direkomendasikan pada hidrosefalus grade 2 dan 3(normal atau penurunan sensoris ringan, mudah dibangunkan) karena peningkatan mortalitas dan rendahnya keberhasilan operasi pada pasien dengan hidrosefalus meningitis TB grade 4 (deeply comatose).