Anda di halaman 1dari 10

TUGAS UJIAN

Oleh: Nur Aida Fitria / I1A009026

Penguji: dr. H. Hasyim Fachir, Sp.S

BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UNLAM/RSUD ULIN BANJARMASIN

1.

Fenomena Bells adalah gerakan bola mata yang berputar ke luar dan ke atas ketika berusaha menutup mata pada orang yang mengalami Bells palsy. Fenomena ini dapat dilihat pada sisi yang lumpuh Fisioterapi pada Bells palsy : Elektroterapi, bisa menggunakan electrical stimulation (ES),

2.

electromyography biofeedback (EMG bio), ultrasound, laser, dan shortwave diathermy (SWD). Massage manual yang berfungsi untuk merelaksasi otot dan melancarkan peredaran darah. Massage dilakukan selama 5-10 menit pada area dagu, hidung, dahi, dan mulut. Massage yang dilakukan yaitu effleurage, wringing, hacking, tapping, stroking, finger or thumb kneading. Mirror exercise Latihan gerak volunter otot wajah dilakukan setelah fase akut. Latihan ini dilakukan di depan kaca. Latihan berupa mengangkat alis tahan 5 detik, mengerutkan dahi, menutup mata dan mengangkat sudut mulut, tersenyum, bersiul/meniup.

3.

Epilepsi terbagi menjadi 2 berdasarkan etiologinya, yaitu : Epilepsi primer atau idiopatik yang sampai sekarang tidak diketahi penyebabnya. Pada epilepsi primer tidak dapat ditemukan kelainan pada jaringan otak. Diduga bahwa terdapat kelainan atau gangguan keseimbangan zat kimiawi dalam sel-sel saraf pada area jaringan otak yang abnormal sehingga menimbulkan cetusan listrik yang abnormal. Epilepsi sekunder, timbul akibat adanya kelainan pada jaringan otak. Penyebab spesifik dari epilepsi yang diketahui adalah : Kelainan yang terjadi selama perkembangan janin/kehamilan ibu, misalnya ibu yang mengkonsumsi obat-obatan yang dapat merusak otak janin, mengalami infeksi, mendapat penyinaran (radiasi), atau mengalami trauma.

Kelainan yang terjadi pada saat kelahiran, seperti kurang oksigen yang mengalir ke otak (hipoksia), kerusakan karena tindakan (forsep), atau trauma lain pada otak bayi.

Trauma kepala yang dapat menyebabkan kerusakan pada otak Tumor otak Penyumbatan pembuluh darah otak atau kelainan pembuluh darah otak

Radang atau infeksi : meningitis danm ensefalitis Penyakit keturunan seperti fenilketonuria dan neurofibromatosis dapat menyebabkan timbulnya kejang yang berulang

4.

Penatalaksanaan epilepsi dengan menggunakan OAE (obat antiepilepsi) : TERAPI LINI PERTAMA : Karbamazepin : Dewasa : 600-2000 mg dibagi menjadi 4 dosis perhari. Anak : dosis awal 5-10 mg/kg/hari, rumatan 15-20 mg/kg/hari, 2 kali sehari. Efektif untuk kejang tonik-klonik dan kejang fokal. Ethosuksimide : Dewasa : 750-1500 mg dibagi menjadi 2-3 dosis perhari. Anak : dosis awal 250 mg/hari, ditingkatkan hingga mencapai 15-20 mg/kg/hari, 2 kali sehari. Efektif untuk kejang absence. Lamotrigine : Dewasa : 100-200 mg dibagi menjadi 1-2 dosis perhari jika diminum sendiri atau bersama natrium valproat. Anak : Dosis awal jika dikombinasi dengan valproat adalah 0,1-0,2 mg/kg/hari

selama 2 minggu, ditingkatkan menjadi 1-5 mg/kg/hari. Pemberian 2 kali sehari. Efektif untuk kejang tonik-klonik dan kejang fokal. Levetiracetam : Dewasa : 1-3 gram dibagi menjadi 2 dosis perhari. Anak : Dosis awal 10-20 mg/kg/hari, ditingkatkan hingga mencapai dosis 40 mg/kg/hari. Efektif untuk kejang fokal. Oxcarbazepine : Dewasa : 1200-2400 mg dibagi menjadi 2-3 dosis. Anak : 8-10 mg/kg/hari dinaikkan sampai 20-40 mg/kg/hari. Pemberian 2 kali sehari. Efektif untuk kejang fokal.

Natrium valproat : Dewasa : 400-2000 mg dibagi menjadi 1-2 dosis perhari. Anak : Dosis awal 10-15 mg/hari dinaikkan hingga 15-30 mg/kg/hari, pemberian 2-3 kali sehari. Efektif untuk kejang tonikklonik, kejang fokal, dan absence.

TERAPI LINI KEDUA : Acetazolamide : Dewasa : 250-1000 mg dibagi menjadi 2-3 dosis perhari. Efektif untuk kejang tonik-klonik, kejang fokal, dan absence. Clobazam : Dewasa : 20-60 mg dibagi menjadi 1-2 dosis perhari. Efektif untuk kejang tonik-klonik, dan kejang fokal. Clonazepam : Dewasa : 1-4 gram dibagi menjadi 2 dosis perhari. Efektif untuk kejang tonik-klonik, kejang fokal, mioklonik, dan absence.

Gabapentin : Dewasa : 1800-3600 mg dibagi menjadi 3 dosis perhari. Anak : 10-20 mg/kg/hari dinaikkan sampai 30-60 mg/kg/hari dengan pemberian 2-4 kali sehari. Digunakan pada kejang fokal jika pengobatan dengan obat lainnya tidak berhasil.

Lacosamide : Dewasa : 200-400 mg dibagi menjadi 2 dosis perhari. Terapi tambahan untuk kejang fokal. Fenobarbital : Dewasa : 30-180 mg dibagi menjadi 2 dosis perhari. Anak : 2-7 mg/kg/hari. Efektif untuk kejang fokal dan tonik-klonik. Fenitoin : Dewasa : 150-500 mg dibagi menjadi 1-2 dosis perhari. Anak : 4-5 mg/kg/hari, maksimal 8 mg/kg/hari. Pemberian 1-2 kali sehari. Efektif untuk kejang fokal dan tonik-klonik.

Piracetam : Dewasa : 7,2-24 gram dibagi menjadi 2-3 dosis perhari. Digunakan pada kejang mioklonik jika pengobatan dengan obat lainnya tidak berhasil.

Pregabalin : Dewasa : 300-600 mg dibagi menjadi 2 dosis perhari. Efektif untuk kejang fokal.

Topiramat : Dewasa : dosis maksimal 400 mg terbagi menjadi 2 dosis perhari jika digunakan sendiri. Anak : Dosis awal 1-3 mg/kg/hari ditingkatkan hingga 5-9 mg/kg/hari. Digunakan pada kejang fokal jika pengobatan dengan obat lainnya tidak berhasil.

Zonisamide : Dewasa : 300-500 mg dibagi menjadi 1-2 dosis perhari. Anak : dosis awal 2-4 mg/kg/hari ditingkatkan hingga 8 mg/kg/hari dengan pembnerian 1-2 kali sehari. Efektif untuk kejang fokal.

5.

Steroid dan antiviral diberikan bersama apakah boleh? Pada berbagai jurnal tentang bells palsy tidak disebutkan bahwa steroid tidak boleh diberikan bersama dengan antiviral. Steroid dan antiviral memang dapat digunakan untuk pengobatan bells palsy, tetapi dari berbagai penelitian diketahui bahwa steroid lebih efektif penggunaannya pada bells palsy dibanding antiviral saja. Sedangkan kombinasi steroidantiviral menunjukkan hasil yang tidak lebih baik dibanding penggunaan steroid saja.

6.

Nyeri kepala adalah rasa tidak mengenakkan di seluruh daerah kepala. Nyeri kepala timbul karena perangsangan terhadap bangunan-bangunan di daerah kepala dan leher yang peka terhadap nyeri. Berdasarkan penyebabnya nyeri kepala dibedakan menjadi 2, yaitu :

Nyeri kepala primer adalah nyeri kepala yang bukan merupakan gejala dari penyakit sekunder. Yang termasuk nyeri kepala primer adalah migren, tension type headache, dan cluster headache.

Nyeri kepala sekunder adalah nyeri kepala yang berhubungan dengan penyakit lain, bisa berupa penyakit saraf/neurologis, maupun nonneurologis. Penyakit neurologis yang dapat menyebabkan nyeri kepala di antaranya adalah stroke, tumor otak, infeksi otak, dan cedera kepala.

Penyakit non-neurologis yang dapat menyebabkan nyeri kepala di antaranya adalah hipertensi, sinusitis, penyakit gigi, dan kelainan mata.

NYERI KEPALA PRIMER a. MIGREN DEFINISI Migren adalah nyeri kepala berulang dengan serangan nyeri berlangsung 4-72 jam. Nyeri biasanya unilateral, sifatnya berdenyut, intensitas nyerinya sedang sampai berat, diperhebat oleh aktivitas, dapat disertai mual dan muntah, fotofobia, dan fonofobia.

KLASIFIKASI Migren dibedakan lagi menjadi 2, yaitu : - Migren dengan aura : nyeri kepala didahului oleh adanya gejala neurologis fokal yang berlangsung sementara (aura). Aura dapat berupa sensasi visual, sensorik, motorik, atau kombinasi. - Migren tanpa aura : tidak ditemukan aura, tetapi dapat ditemukan gejala prodromal.

FAKTOR RESIKO Faktor resiko migren adalah adanya riwayat migren dalam keluarga, berjenis kelamin wanita, serta berusia muda.

FAKTOR PENCETUS Faktor pencetusnya adalah : - Perubahan hormon estrogen dan progesteron - Makanan yang bersifat vasodilator (histamin, contoh : anggur merah); vasokonstriktor (tiramin, contoh : keju; feniletamin, contoh : coklat, kafein) - Stress - Alkohol dan merokok - Rangsangan sensorik berupa sinar yang terang dan menyilaukan, dan bau yang terlalu menyengat - Kegiatan fisik yang berlebihan

PATOGENESIS Migren merupakan reaksi neurovaskular terhadap perubahan mendadak di dalam lingkungan eksternal dan internal. Masing-masing individu mempunyai ambang migren dengan tingkat kerentanan yang bergantung pada keseimbangan antara eksitasi dan inhibisi pada berbagai tingkat sistem saraf. Mekanisme migren berwujud sebagai refleks trigeminovaskular yang tidak stabil dengan cacat segmental pada jalur nyeri. Cacat segmental ini mengakibatkan masukan aferen dan dorongan kortikobulbar yang berlebihan. Hasil akhirnya adalah interaksi batang otak dan pembuluh darah kranial, dengan rangsang aferen pada pembuluh darah yang menimbulkan nyeri kepala dengan ciri berdenyut-denyut. Nyeri kepala juga dapat berasal dari distensi vaskular terutama apabila dinding pembuluh darah mendapat sensitisasi oleh reaksi perivaskular. Kemingkinan lainnya adalah adanya inflamasi neurogenik di dalam jaringan intrakranial. Inflamasi ini melibatkan vasodilatasi dan ekstravasasi protein plasma.

DIAGNOSIS 1. Serangan nyeri kepala yang terjadi 5 kali atau lebih dengan gambaran klinis yang sama selama 4-72 jam pada setiap serangan, dan terdapat periode bebas gejala di antara serangan yang terjadi. 2. Terdapat dua atau lebih gambaran nyeri kepala, yaitu : nyeri sedang sampai berat, nyeri pada satu sisi kepala, nyeri kepala berdenyut, atau nyeri kepala yang diperberat oleh aktivitas sehari-hari 3. Terdapat satu atau lebih gejala lain di samping nyeri kepala, yaitu : gejala aura, mual, fotofobia dan atau fonofobia selama nyeri kepala. 4. Menyingkirkan nyeri kepala sekunder dari anamnesis dan pemeriksaan fisik.

MANIFESTASI KLINIS Tanda dan gejala migren bervariasi di antara penderita. Terdapat 4 fase yang umum terjadi pada penderita migren, tetapi semuanya tidak harus selalu dialami penderita. a. Fase prodromal : gejalanya berupa perubahan mood, iritabel, depresi, letih, lesu, tidur berlebihan, dan gejala lainnya b. Fase aura : adanya gejala neurologis yang mendahului atau menyertai migren, biasanya berupa scintillating scotoma, gangguan visual homonim, fenomena positif ( persepsi adanya cahaya berbagai warna yang bergerak pelan ), dan lain-lain c. Fase nyeri kepala : berdenyut, unilateral, berlangsung 4-72 jam, intensitas sedang-berat, awalnya berlokasi di daerah frontotemporalis dan okular, kemudian menyebar difus ke arah posterior. d. Fase postdromal : pasien mungkin merasa lelah, iritabel, konsentrasi terganggu, dan perubahan mood.

TATALAKSANA Terapi abortif : diberikan NSAID dosis tinggi seperti ibuprofen 800 mg, naproxen 500 mg atau asetaminofen 1000 mg, juga obat anti mual (promethazine 25 mg). bila diperlukan golongan narkotik seperti codein 30-60 mg tablet, meperidine 25-100 mg atau morfin 5-15 mg i.v. Selain itu dapat diberikan ergotamine tablet 1 mg yag dapat diulang 30 menit kemudian. Dosis maksimum 5 mg dalam satu serangan atau tidak lebih dari 10 mg dalam seminggu. Juga dapat diberikan gologan triptan seperti sumatriptan dosis 6 mg subkutan atau tablet 25-50 mg. Terapi profilaksis, diberikan beta blocker (propanolol 40-160 mg dosis terbagi) dan trisiklik antidepresan (amitriptilin 50-75 mg/hari).

b.

TENSION TYPE HEADACHE (TTH) DEFINISI

TTH adalah nyeri atau rasa tidak nyaman di daerah kepala, kulit kepala, atau leher yang biasanya berhubungan dengan ketegangan otot di daerah tersebut.

KLASIFIKASI - Episodic Tension Type Headache : terdapat sekurang-kurangnya 10 serangan nyeri kepala dengan jumlah nyeri kepala < 15 hari/bulan. - Chronic Tension Type Headache : frekuensi dan rata-rata nyeri kepala > 15 hari/bulan dan berlangsng > 6 bulan

PATOGENESIS Dahulu diyakini bahwa TTH disebabkan oleh kontraksi otot-otot perikranial yang berkepanjangan. Banyak cara terapi yang ditujukan ke arah ketegangan otot perikranial, misalnya latihan relaksasi dan frontal or neck electromyogram feed back cukup berhasil untuk menyembuhkan TTH. Namun, akhir-akhir ini ketegangan otot sebagai faktor penyebab tunggal mulai disangsikan. Banyak peneliti yang percaya bahwa TTH berhubungan dengan masalah-masalah psikologik. Jadi sampai sekarang patogenesis yang pasti masih belum jelas.

KRITERIA DIAGNOSIS 1. 2. Nyeri kepala berlangsung antara 30 menit hingga 7 hari Sekurang-kurangnya terdapat 2 karakteristik nyeri di bawah ini : Terasa seperti ditekan atau diikat tapi tidak berdenyut Lokasinya bilateral Tidak ada mual muntah Intensitasnya ringan sampai sedang, dapat mengganggu aktivitas tapi tidak menghalangi aktivitas Tidak bertambah berat saat naik tangga maupun aktivitas fisik yang rutin dilakukan Tidak ada nyeri kepala akibat sebab lain

Fotofobia dan fonofobia tidak ada, atau hanya salah satu

MANIFESTASI KLINIS - Tidak ada gejala prodromal atau aura - Nyeri dapat ringan hingga sedang - Tumpul, seperti ditekan atau diikat, tidak berdenyut - Menyeluruh atau difus, nyeri lebih hebat di daerah kulit kepala, oksipital, dan belakang leher - Terjadi secara spontan - Memburuk atau dicetuskan oleh stres dan kelelahan - Gangguan konsentrasi

TATALAKSANA Terapi Farmakologis - Terapi abortif : analgesik (NSAID), muscle relaxan - Terapi Preventif : antidepresan trisiklik (Amitriptilin 25 mg sebelum tidur) Terapi Non Farmakologis - Kompres panas atau dingin pada dahi - Mandi air panas - Tidur dan istirahat

Anda mungkin juga menyukai