Anda di halaman 1dari 31

BAB I LAPORAN KASUS

I.

IDENTITAS PASIEN Nama Umur Jenis Kelamin Pekerjaan Alamat MRS : Tn. A : 36 tahun : Laki-laki : Swasta : Rt. 28 Lebak Bandung : 26-2-2013

II.

ANAMNESA Keluhan Utama : Perut Membesar Sejak 1 bulan SMRS Riwayat Perjalanan Penyakit Sekarang : Os mengeluh Perut Membesar Sejak 1 bulan SMRS, Nafsu makan mulai menurun, mudah merasa kenyang, perut terasa kembung, mudah mual walau hanya makan sedikit, muntah (-). OS juga mengeluh nyeri di ulu hati, rasa nyeri seperti ditusuk-tusuk, tidak menyebar, nyeri hilang timbul. Demam (-), sesak nafas (+), nyeri dada (-) . Saat itu BAK berwarna kuning teh. BAB 1x/hari warna kuning lunak, tidak disertai lendir maupun darah. OS tidak ada dibawa berobat, sakit kepala (+), nyeri ulu hati (+) terasa panas dan hilang timbul. gangguan tidur (-), perdarahan gusi atau mimisan (-). Keluarga OS membawa OS ke RSUD Raden Mataher.

Riwayat Penyakit Dahulu: Os pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya Os mempunya riwayat sakit kuning 1 tahun yang lalu. Riwayat hipertensi disangkal Riwayat kencing manis disangkal. Riwayat minum alkohol disangkal.

Riwayat Penyakit keluarga: - Riwayat kencing manis disangkal - Riwayat darah tinggi disangkal - Riwayat penyakit kuning disangkal - Riwayat penyakit perdarahan disangkal - Tidak ada anggota keluarga OS yang menderita keluhan yang sama dengan OS.

II.PEMERIKSAAN FISIK Keadaan Umum Kesadaran Tinggi/berat badan Lingkar Perut Tanda-tanda Vital: TD Nadi Pernapasan Suhu : 140/60 mmHg : Frekuensi 87 x/menit : Frekuensi : 26 x / menit : 38,00C : Sakit Berat : Compos Mentis, GCS : 15 (E4M6V5) : 170 cm / 84 kg : 115 cm

Status Generalis 1. Pemeriksaan Kepala - Bentuk Kepala - Rambut - Nyeri tekan - Edema facial : Normochepal, simetris, tidak ada trauma maupun memar : Warna hitam, tidak mudah dicabut, tidak mudah rontok. : Tidak ada : Tidak ada

2. Pemeriksaan Mata - Palpebra : Tidak terdapat edema

- Konjungtiva : Anemis - Sklera - Pupil : Ikterik : Berespon terhadap reflek cahaya, isokor, diameter 3 mm

3. Pemeriksaan Telinga - Tidak terdapat otore, deformitas, maupun nyeri tekan

4. Pemeriksaan Hidung - Tidak terdapat sekret, nafas cuping hidung maupun deformitas

5. Pemeriksaan Mulut - Oral higien cukup baik, tidak pucat, tidak sianosis, lidah tidak kotor, faring tidak hiperemis, tonsil tidak membesar, tidak terlihat adanya perdarahan gusi.

6. Pemeriksaan Leher - Trakea : Tidak terdapat deviasi trakea

- Kelenjar lymphoid : Tidak membesar - Kelenjar tiroid - JVP - Kaku kuduk : Tidak membesar : Tidak meningkat ( 5-2 cm H2O ) : Tidak ada

7. Pemeriksaan Thorak : Spider nevi (-), pernafasan thorako abdominal, pelebaran sela iga (-), simetris Jantung Inspeksi Palpasi : Iktus cordis tidak terlihat : Iktus cordis teraba di ICS V 2 cm medial LMC sinistra,

tidak kuat angkat. Perkusi : Batas kanan Batas kiri Batas atas : Linea sternalis kanan : Linea midklavikularis kiri : ICS II linea sinistra

Pinggang jantung : ICS III linea parasternalis sinistra Auskultasi : BJ1 dan BJ2 reguler, tidak terdapat bising dan murmur.

Paru-paru Inspeksi Palpasi (-) Perkusi Auskultasi wheezing : Sonor disemua lapangan paru : Suara dasar vesikuler, tidak ada ronkhi, tidak ada : Simetris paru kanan dan kiri : Vocal fremitus kanan sama dengan kiri, ketinggalan gerak

8. Pemeriksaan abdomen - Inspeksi : Dinding perut (buncit), distensi (+), vena kolateral (-), striae (-) - Palpasi : Perut : Nyeri tekan epigastrium (-), ascites (+), undulasi (+), kaudal nodosa(+), sifting dulnes (+). Hepar : Tidak teraba Lien - Perkusi - Auskultasi : Tidak teraba : Redup, tympani di atas umbilikus, : Bising usus (+) normal

9. Pemeriksaan ektremitas - Superior : Tidak terdapat deformitas, pucat ,dan sianosis , oedema tidak ada, akral hangat - Inferior : Tidak terdapat deformitas, pucat , sianosis , oedema, akral hangat

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG Darah Rutin : - DR : WBC : 9,7x 103/mm3 RBC : 2,09 x 106/mm3 ( N: 3,5-10,0 ) ( N: 3,80-5,80 ) ( N: 11,0-16,5 ) ( N: 35,0-50,0 )

HGB : 7,4 g/dl HCT : 20,4 %

PLT GDS Faal hati

: 81x 103/mm3 : 162 mg/dl

( N: 150-390 )

Protein total Albumin Globulin SGOT SGPT

: 5,8 g/dl : 1,5 g/dl : 4,3 g/dl : 91 mg/l : 44 mg/l

Faal ginjal Ureum Kreatinin : 20,8 mg/dl : 0,7 mg/dl

Serologi- Imunologi HBsAg Anti HBsAg : positif : negatif

Urin Rutin : Warna BJ PH Bilirubin : kuning tua : 1030 : 6,5 : +++

IV. DIAGNOSA : Sirosis Hepatis Stadium Decompensata V. DIFFERENTIAL DIAGNOSA Sirosis hepatis Hepatoma Abses Hati VI. PEMERIKSAAN YANG DIANJURKAN: Darah, urin, Kimia Darah Lengkap (protein total, albumin, globulin, SGOT, SGPT, bilirubin total, bilirubin indirect, bilirubin direct) USG abdomen

HbsAg, anti Hbs, anti HCV Endoskopi (esophagogastroduodenoscopy)

VII. PENATALAKSANAAN Untuk Sirosis Hepatis (umum): Istirahat Puasa Diet cair lewat NGT Diet Saring Diet Lunak Diet Hati disesuaikan dengan nafsu makan pasien yaitu DHIDH II + Diet Rendah Garam. IVFD aminoleban : D5% = 1 : 2 = 20 tts/mnt. Inj. Ceftriaxone vial 1 x 2 gr Furosemid 1x 20 mg Propanolol 2x10 mg Ranitidin 2x1 amp Spironolakton 1x100 mg Ondancentron 3x1 amp Curcuma 3 x 1 tablet

VIII. PROGNOSIS Quo ad vitam Quo ad fungsional Quo ad Sanactionam : Dubia ad Malam : Dubia ad Malam : Dubia ad Malam

FOLLOW UP

Tgl

Subjekif

Objektif - KU: sedang - Kesadaran: CM

Assesment sakit Sirosis hepatis stadium dekompensat a

Penatalaksanaan

Hasil lab

27/2/13 - Perut membesar dan tegang - Nyeri sebelah kanan atas

- Infus D5% 20 Darah rutin tetes/menit - Inj Ceftriaxone 1x2 gram - Inj Ondansentron - WBC: 9,7 - RBC : 2,09 - HGB : 7,4 - HCT : 20,4 - PLT : 81 GDS 162

perut - TD:140/60 mmHg - Suhu: 36,3oC

- badan lemas, - Nadi: 88x/mnt - mual (+) - BAK - RR: 23x/mnt tidak - Lingkar pinggang: cm 101

2 x 1 ampul mg/dl (drip) - Inj Furosemid 2x1 ampul - Spironolakton 2x100 mg - Propanolol 2x1 - Curcuma 3x1 tablet

merasa puas, - oedem ekstremitas

28/2/13 - Perut tegang - TD: berkurang - Nyeri mmHg

120/60 Sirosis hepatis stadium dekompensat a

- Infus D5% 20 Kimia Darah tetes/menit - Ureum: 20,8

perut - Suhu: 36,0 c - Nadi: 81x/mnt

- Inj Ceftriaxone - Kreatinin: 0,7 1x2 gram - Inj - Prot tot: 5,8 mg/dl

kanan atas

- Badan lemas - RR: 20x/mnt - Mual (+) - tidak tidur - oedem ekstremitas - Lingkar bisa 101 cm perut:

Ondansentron 2 - Albumin: 1,5 x 1 ampul (drip) - Inj mg/dl

Furosemid - Globulin: 4,3 mg/dl - SGOT: mg/dl 44 91

2x1 ampul - Spironolakton 2x100 mg

- Propanolol 2x1 - SGPT:

- Curcuma tablet 1/3/13 - Badan lemas - TD: - Mual (+) - tidak tidur - oedem ekstremitas - Nyeri mmHg bisa - Suhu: 37c - Nadi: 84x/mnt - RR: 20x/mnt - Lingkar perut: 120/60 Sirosis hepatis stadium dekompensat a - Bed rest - Infus

3x1 mg/dl

Pemeriksaan D5%: serologi

Asam amino = - HBV: 1:1 = 20 HBsAg (+) - Anti HBsAg (-)

tetes/menit - Inj Ceftriaxone 1x2 gram - Inj

perut 98 cm

kanan atas

Rencana

Ondansentron 2 pemeriksaan x 1 ampul (drip) USG abdomen - Inj Furosemid

2x1 ampul - Spironolakton 2x100 mg - Propanolol 2x1 - Curcuma tablet 12/3/13 - Badan lemas - KU: - Mual (+) sedang - Kesadaran: CM - TD: mmHg - Suhu: 37c - Nadi: 82x/mnt - RR: 20x/mnt - Lingkar 98 cm perut: sakit Sirosis hepatis stadium - Bed rest - Infus D5%: 3x1

Asam amino = 1:1 = 20

110/80 dekompensat a

tetes/menit - Inj Ceftriaxone 1x2 gram - Inj Ondansentron 2 x 1 amp (drip) - Inj Furosemid

2x1 ampul - Spironolakton

2x100 mg - Propanolol 2x1 - Curcuma tablet 3/3/13 - Badan lemas - KU: - Oedem ekstremitas - Nyeri sedang - Kesadaran: CM sakit Sirosis hepatis stadium - Bed rest - Infus Hasil USG: D5%: Acites 3x1

Asam amino = splenomegali 1:1 = 20 ringan sirosis e.c

perut - TD: mmHg

110/80 dekompensat a

kanan atas

tetes/menit

- Suhu: 37c - Nadi: 82x/mnt - RR: 20x/mnt - Lingkar 96 cm perut:

- Inj Ceftriaxone hepatis 1x2 gram - Inj stadium

Furosemid decompensat a.

2x1 ampul - Spironolakton 2x100 mg - Propanolol 2x1 Curcuma tablet 3x1

4/3/13

- Gelisah - Oedem ekstremitas - Nyeri

- KU: sakit berat - Kesadaran: samnolen

Sirosis hepatis stadium

- Bed rest - Infus D5%:

Asam amino = 1:1 tetes/menit - Inj Ceftriaxone 1x2 gram - Inj Furosemid =20

perut - TD: mmHg

90/70 dekompensat a

kanan atas

- Suhu: 36,0c - Nadi: 70x/mnt - RR: 25x/mnt - Lingkar 95 cm perut:

2x1 ampul - Spironolakton 2x100 mg - Propanolol 2x1 Curcuma tablet 3x1

5/3/13

-Oedem ekstremitas

- KU: sakit berat - Kesadaran: Sofor - TD: mmHg - Suhu: 37,5c - Nadi: 65x/mnt - RR: 26x/mnt - Lingkar 95 cm perut:

Sirosis hepatis stadium

- Bed rest - Infus D5%:

Asam amino = 1:1 tetes/menit - Inj Ceftriaxone 1x2 gram - Inj Furosemid =20

80/60 dekompensat a

2x1 ampul - Spironolakton 2x100 mg - Propanolol 2x1 Curcuma tablet 3x1

6/3/13

Meninggal jam wib 22.30

10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI Sirosis adalah suatu keadaan patologi yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi akibat nekrosis hepatoseluler. jaringan ikat penunjang retikulin kolaps disertai deposit jaringan ikat, distorsi jaringan vaskular, dan regenerasi nodularis parenkim hati. 1

2.2 EPIDEMIOLOGI Sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketiga pada pasien yang berusia 4546 tahun (setelah penyakit jantung dan kanker) di negara maju. Sirosis menempati urutan ke tujuh penyebab kematian di seluruh dunia di mana sekitar 25.000 orang meninggal setiap tahun. Sirosis hati merupakan penyakit hati yang sering ditemukan dalam ruang perawatan bagian penyakit dalam. Perawatan di rumah sakit sebagian besar terutama ditujukan untuk mengatasi berbagai penyakit yang ditimbulkan seperti perdarahan saluran cerna bagian atas, koma peptikum, sindrom hepatorenal, asites, spontaneous bacterial peritonitis serta karsinoma hepatosellular.1,2 Lebih dari 40% pasien sirosis asimtomatis. Keseluruhan insidensi sirosis di Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk. Penyebabnya sebagian besar akibat penyakit hati alkoholik maupun infeksi virus kronik. Di Indonesia, data prevalensi sirosis hati belum ada, hanya laporan dari beberapa pusat pendidikan saja. Di RS Dr.SardjitoYogyakarta jumlah pasien sirosis hati berkisar 4,1 % dari pasien yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam dalam kurun waktu 1 tahun (2004). Di Medan dalam kurun waktu 4 tahun dijumpai pasien sirosis hati sebanyak 819 (4%) pasien dari seluruh pasien di Bagian Penyakit Dalam.1 Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika dibandingkan dengan kaum wanita sekitar 1,6 : 1, dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan umur 30 59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 49 tahun.

11

2.3 ETIOLOGI Insiden Penderita sirosis hepatic lebih banyak dijumpai pada laki-laki dibandingkan dengan wanita sekitar 1,6 : 1 dengan rata-rata umur terbanyak yan g mengalami adalah usia 30 59 tahun.1,2,3 Penyebab sirosis hepatis 1. Alkohol adalah suatu penyebab yang paling umum dari cirrhosis, terutam didunia barat. Perkembangan sirosis tergantung pada jumlah dan keterautran dari konsumsi alkohol. Konsumis alkohol pada tingkat-tingkat yang tinggi dan kronis melukai sel-sel hati. Tiga puluh persen dari individu-individu yang meminum setiap harinya paling sedikit 8 sampai 16 ounces minuman keras (hard liquor) atau atau yang sama dengannya untuk 15 tahun atau lebih akan mengembangkan sirosis. Alkohol menyebabkan suatu jajaran dari penyakit-penyakit hati; dari hati berlemak yang sederhana dan tidak rumit (steatosis), ke hati berlemak yang lebih serius dengan peradangan (steatohepatitis atau alcoholic hepatitis), ke sirosis. Nonalcoholic fatty liver disease (NAFLD) merujuk pada suatu spektrum yang lebar dari penyakit hati yang, seperti penyakit hati alkoholik (alcoholic liver disease), mencakup dari steatosis sederhana (simple steatosis), ke nonalcoholic steatohepatitis (NASH), ke sirosis. Semua tingkatan-tingkatan dari NAFLD mempunyai bersama-sama akumulasi lemak dalam sel-sel hati. Istilah nonalkoholik digunakan karena NAFLD terjadi pada individu-individu yang tidak mengkonsumsi jumlahjumlah alkohol yang berlebihan, namun, dalam banyak aspek-aspek, gambaran mikroskopik dari NAFLD adalah serupa dengan apa yang dapat terlihat pada penyakit hati yang disebabkan oleh alkohol yang berlebihan. NAFLD dikaitkan dengan suatu kondisi yang disebut resistensi insulin, yang pada gilirannya dihubungkan dengan sindrom metabolisme dan diabetes mellitus tipe 2. Kegemukan adalah penyebab yang paling penting dari resistensi insulin, sindrom metabolisme, dan diabetes tipe 2. NAFLD

12

adalah penyakit hati yang paling umum di Amerika dan adalah bertanggung jawab untuk 24% dari semua penyakit hati.1 2. Sirosis Kriptogenik, Cryptogenic cirrhosis (sirosis yang disebabkan oleh penyebab-penyebab yang tidak teridentifikasi) adalah suatu sebab yang umum untuk pencangkokan hati. Di-istilahkan sirosis kriptogenik (cryptogenic cirrhosis) karena bertahun-tahun dokter-dokter telah tidak mampu untuk menerangkan mengapa sebagain dari pasien-pasien mengembangkan sirosis. Dokter-dokter sekarang percaya bahwa sirosis kriptogenik disebabkan oleh NASH (nonalcoholic steatohepatitis) yang disebabkan oleh kegemukan, diabetes tipe 2, dan resistensi insulin yang tetap bertahan lama. Lemak dalam hati dari pasien-pasien dengan NASH diperkirakan menghilang dengan timbulnya sirosis, dan ini telah membuatnya sulit untuk dokter-dokter untuk membuat hubungan antara NASH dan sirosis kriptogenik untuk suatu waktu yang lama. Satu petunjuk yang penting bahwa NASH menjurus pada sirosis kriptogenik adalah penemuan dari suatu kejadian yang tinggi dari NASH pada hati-hati yang baru dari pasien-pasien yang menjalankan pencangkokan hati untuk sirosis kriptogenik. Akhirnya, suatu studi dari Perancis menyarankan bahwa pasien-pasien dengan NASH mempunyai suatu risiko

mengembangkan sirosis yang serupa seperti pasien-pasien dengan infeksi virus hepatitis C yang tetap bertahan lama. Bagaimanapun, kemajuan ke sirosis dari NASH diperkirakan lambat dan diagnosis dari sirosis secara khas dibuat pada pasien-pasien pada umur enampuluhannya. 3. Hepatitis Virus Yang Kronis adalah suatu kondisi dimana hepatitis B atau hepatitis C virus menginfeksi hati bertahun-tahun. Kebanyakan pasienpasien dengan hepatitis virus tidak akan mengembangkan hepatitis kronis dan sirosis. Contohnya, mayoritas dari pasien-pasien yang terinfeksi dengan hepatitis A sembuh secara penuh dalam waktu berminggu-minggu, tanpa mengembangkan infeksi yang kronis. Berlawanan dengannya, beberapa pasien-pasien yang terinfeksi dengan virus hepatitis B dan kebanyakan pasien-pasien hepatitis terinfeksi yang dengan virus pada hepatitis C

mengembangkan

kronis,

yang

gilirannya

13

menyebabkan kerusakan hati yang progresif dan menjurus pada sirosis, dan adakalanya kanker-kanker hati. 4. Kelainan-Kelainan Genetik Yang Diturunkan/Diwariskan berakibat pada akumulasi unsur-unsur beracun dalam hati yang menjurus pada kerusakkan jaringan dan sirosis. Contoh-contoh termasuk akumulasi besi yang abnormal (hemochromatosis) atau tembaga (penyakit Wilson). Pada hemochromatosis, pasien-pasien mewarisi suatu kecenderungan untuk menyerap suatu jumlah besi yang berlebihan dari makanan. Melalui waktu, akumulasi besi pada organ-organ yang berbeda diseluruh tubuh menyebabkan sirosis, arthritis, kerusakkan otot jantung yang menjurus pada gagal jantung, dan disfungsi (kelainan fungsi) buah pelir yang menyebabkan kehilangan rangsangan seksual. Perawatan ditujukan pada pencegahan kerusakkan pada organ-organ dengan mengeluarkan besi dari tubuh melaui pengeluaran darah. Pada penyakit Wilson, ada suatu kelainan yang diwariskan pada satu dari protein-protein yang mengontrol tembaga dalam tubuh. Melalui waktu, tembaga berakumulasi dalam hati, matamata, dan otak. Sirosis, gemetaran, gangguan-gangguan psikiatris (kejiwaan) dan kesulitan-kesulitan syaraf lainnya terjadi jika kondisi ini tidak dirawat secara dini. Perawatan adalah dengan obat-obat oral yang meningkatkan jumlah tembaga yang dieliminasi dari tubuh didalam urin. 5. Primary biliary cirrhosis (PBC) adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh suatu kelainan dari sistim imun yang ditemukan sebagian besar pada wanita-wanita. Kelainan imunitas pada PBC menyebabkan peradangan dan perusakkan yang kronis dari pembuluh-pembuluh kecil empedu dalam hati. Pembuluh-pembuluh empedu adalah jalan-jalan dalam hati yang dilalui empedu menuju ke usus. Empedu adalah suatu cairan yang dihasilkan oleh hati yang mengandung unsur-unsur yang diperlukan untuk pencernaan dan penyerapan lemak dalam usus, dan juga campurancampuran lain yang adalah produk-produk sisa, seperti pigmen bilirubin. (Bilirubin dihasilkan dengan mengurai/memecah hemoglobin dari sel-sel darah merah yang tua). Bersama dengan kantong empedu, pembuluhpembuluh empedu membuat saluran empedu. Pada PBC, kerusakkan dari

14

pembuluh-pembuluh kecil empedu menghalangi aliran yang normal dari empedu kedalam usus. Ketika peradangan terus menerus menghancurkan lebih banyak pembuluh-pembuluh empedu, ia juga menyebar untuk menghancurkan sel-sel hati yang berdekatan. Ketika penghancuran dari hepatocytes menerus, jaringan parut (fibrosis) terbentuk dan menyebar keseluruh area kerusakkan. Efek-efek yang digabungkan dari peradangan yang progresif, luka parut, dan efek-efek keracunan dari akumulasi produk-produk sisa memuncak pada sirosis. 6. Primary sclerosing cholangitis (PSC) adalah suatu penyakit yang tidak umum yang seringkali ditemukan pada pasien-pasien dengan radang borok usus besar. Pada PSC, pembuluh-pembuluh empedu yang besar diluar hati menjadi meradang, menyempit, dan terhalangi. Rintangan pada aliran empedu menjurus pada infeksi-infeksi pembuluh-pembuluh empedu dan jaundice (kulit yang menguning) dan akhirnya menyebabkan sirosis. Pada beberapa pasien-pasien, luka pada pembuluh-pembuluh empedu (biasanya sebagai suatu akibat dari operasi) juga dapat menyebabkan rintangan dan sirosis pada hati. 7. Hepatitis Autoimun adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh suatu kelainan sistim imun yang ditemukan lebih umum pada wanita-wanita. Aktivitas imun yang abnromal pada hepatitis autoimun menyebabkan peradangan dan penghancuran sel-sel hati (hepatocytes) yang progresif, menjurus akhirnya pada sirosis. 8. Bayi-bayi dapat dilahirkan tanpa pembuluh-pembuluh empedu (biliary atresia) dan akhirnya mengembangkan sirosis. Bayi-bayi lain dilahirkan dengan kekurangan enzim-enzim vital untuk mengontrol gula-gula yang menjurus pada akumulasi gula-gula dan sirosis. Pada kejadian-kejadian yang jarang, ketidakhadiran dari suatu enzim spesifik dapat menyebabkan sirosis dan luka parut pada paru (kekurangan alpha 1 antitrypsin). 9. Penyebab-penyebab sirosis yang lebih tidak umum termasuk reaksi-reaksi yang tidak umum pada beberapa obat-obat dan paparan yang lama pada racun-racun, dan juga gagal jantung kronis (cardiac cirrhosis). Pada bagian-bagian tertentu dari dunia (terutama Afrika bagian utara), infeksi

15

hati dengan suatu parasit (schistosomiasis) adalah penyebab yang paling umum dari penyakit hati dan sirosis.1

2.4 KLASIFIKASI Secara klinis, sirosis hepatis dibagi menjadi kompensata dan dekompensata. 1,2,3 1. Sirosis hati kompensata Sering disebut dengan sirosis hati laten atau dini. Pada stadium kompensata ini belum terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan pada saat pemeriksaan skrining.1,2,3 2. Sirosis hati dekompensata Dikenal dengan sirosis hati aktif, dan stadium ini biasanya gejala-gejala sudah jelas, misalnya ascites, edema dan ikterus.1,2,3 Berdasarkan stadium menurut consensus Baveno IV a. Stadium 1 :tidak ada varises , tidak ada asites b. Stadium 2 :varises , tanpa asites c. Stadium 3 :asites dengan atau tanpa varises d. Stadium 4 :perdarahan atau tanpa varises Stadium 1 dan 2 :kompensata Stadium 3 dan 4 :dekompensata

Klasifikasi Sirosis Hati Klasifikasi sirosis hati menurut Child Pugh :1,3,4 Skor/parameter Bilirubin(mg %) Albumin(mg %) < 2,0 > 3,5 1 2-<3 2,8 - < 3,5 40 - < 70 Min. sedang (+) (++) Hepatic Ensephalopathy Tidak ada Stadium 1 & 2 Stdium 3 & 4 2 > 3,0 < 2,8 < 40 3

Protrombin time > 70 (Quick %) Asites 0

Banyak (+++)

16

2.5 PATOFISIOLOGI Sirosis hati ditandai dengan hilangnya arsitektur lobular hepatik normal dengan pembentukan fibrosis dan destruksi sel parenkim beserta regenerasinya membentuk nodul-nodul.1,2,3 Hati dapat terlukai oleh berbagai macam sebab dan kejadian, kejadian tersebut dapat terjadi dalam waktu yang singkat atau dalam keadaan yang kronis atau perlukaan hati yangterus menerus yang terjadi pada peminum alcohol aktif. Hati kemudian merespon kerusakan sel tersebut dengan membentuk ekstraselular matriks yang mengandung kolagen,glikoprotein, dan proteoglikans. Sel stellata berperan dalam membentuk ekstraselular matriks ini. Pada cedera yang akut sel stellata membentuk kembali ekstraselular matriks ini sehingga ditemukan pembengkakan pada hati. Namun, ada beberapa parakrine faktor yang menyebabkan sel stellata menjadi sel penghasil kolagen. Faktor parakrine ini mungkin dilepaskan oleh hepatocytes, sel Kupffer, dan endotel sinusoid sebagai respon terhadap cedera berkepanjangan. Sebagai contoh peningkatan kadar sitokin transforming growth factor beta 1 ( TGF-beta1) ditemukan pada pasien dengan Hepatitis C kronis dan pasien sirosis.TGF-beta1 kemudian mengaktivasi sel stellata untuk memproduksi kolagen tipe 1 dan pada akhirnya ukuran hati menyusut. 1,2,3 Peningkatan deposisi kolagen pada perisinusoidal dan berkurangnya ukuran dari fenestra endotel hepatic menyebabkan kapilerisasi (ukuran pori seperti endotel kapiler) dari sinusoid. Sel stellata dalam memproduksi kolagen mengalami kontraksi yang cukup besar untuk menekan daerah perisinusoidal Adanya kapilarisasi dan kontraktilitas sel stellata inilah yang menyebabkan penekanan pada banyak vena di hati sehingga mengganggu proses aliran darah ke sel hati dan pada akhirnya sel hati mati, kematian hepatocytes dalam jumlah yang besar akan menyebabkan banyaknya fungsi hati yang rusak sehingga menyebabkan banyak gejala klinis. Kompresi dari vena pada hati akan dapat menyebabkan hipertensi portal yang merupakan keadaan utama penyebab terjadinya manifestasi klinis. 1,2,3,4

17

2.6 MANIFESTASI KLINIS Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada waktu p a s i e n m e l a k u k a n p e m e r i k s a a n r u t i n a t a u k a r e n a k e l a i n a n p e n ya k i t l a i n . G e j a l a a w a l sirosis (kompensata) meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun, pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, serta menurunnya dorongan seksualitas.1,5 Bila sudah berlanjut ( sirosis dekompensata), gejala-gejala lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi hilangnya rambut badan, gangguan tidur, dan demam tak begitu tinggi. mungkin disertai adanya gangguan tidur, dan demam tak begitu tinggi. mungkin disertai adanya gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi , epitaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, muntah darah dan atau melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentreasi, bingung, agitasi, sampai koma. 1,2 Temuan klinis pada sirosis meliputi: 1 a. spider angioma- spiderangiomata, suatu lesi vaskuler yang dikelilingi beberapa vena-vena kecil. tanda ini sering ditemukan di bahu, muka dan lengan atas. mekanisme terjadinya tidak diketahui, ada anggapan dikaitkan dengan peningkatan rasio estradiol/testosteron bebas. tanda ini juga bisa ditemukan selama hamil, malnutrisi berat, bahkan ditemukan pula pada orang sehat, walau umumnya ukuran lesi kecil. b. Eritema palmaris, warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan. hal ini juga dikaitkan dengan perubahan metabolisme hormon estrogen. tanda ini juga tidak spesifik pada sirosis. ditemukan pula pada kehamilan, artritis rematoid, hipertiroidisme, dan keganasan hematologi. c. Perubahan kuku-kuku muchrche berupa pita putih horisontal dipisahkan dengan normal kuku. mekanisme nya juga belum diketahui, diperkirakan akibat hipoalbuminemia. tanda ini juga bisa ditemukan pada kondisi hipoalbuminemia yang lain seperti sindrom nefrotik.

18

d. jari gada lebih sering ditemukan pada sirosis bilier. osteoartropati hipertrofi suatu periostitis proliferatif yang menimbulkan nyeri. e. kontraktur Dupuytren akibat fibrosis fasia palmaris menimbulkan kontraktur fleksi jari-jari bekaitan dengan alkoholisme tetapi tidak secara spesifik berkaitan dengan sirosis. f. Ginekomastia secara histologi berupa proliferasi benigna jaringan glandular mammae laki-laki.kemungkinan akibat peningkatan

androstenedion. selain itu, ditemukan juga hilangnya rambut dada dan aksila pada laki-laki, sehingga laki-laki mengalami perubahan ke arah feminisme, kebalikannya pada perempuan menstruasi cepat berhenti sehingga dikira fase menopause. g. Atrofi testis hipogonadisme menyebabkan impotensi dan infertril, tanda ini menonjol pada alkoholik sirosis dan hemokromatosis. h. Hepatomegali ukuran hati yang sirotik bisa membesar, normal, atau mengecil, bilamana hati teraba, hati serotik teraba keras dan nodula. i. splenomegali sering ditemukan terutama pada sirosis yang penyebabnya non alkoholik. pembesaran ini akibat kongesti pulpa merah lien karena hipertensi porta. j. asites penimbunan cairan pada rongga peritonium akibat hipertensi porta dan hipoalbuminemia. k. fetor hepatikum bau nafas yang khas pada pasien sirosis disebabkan peningkatan konsentrasi dimetil sulfit akibat pintasan porto sistemik yang berat. l. ikterus pada kulit dan membran mukosa akibat bilirubinemia. bila konsentrasi bilirubin kurang dari 2-3 mg/dl tidak terlihat. warna urine terlihat gelap seperti air teh. m. asterixis bilateral tetapi tidak sinkron berupa gerakan mengepak-ngepak dari tangan.

19

2.7 DIAGNOSIS Pada saat ini, penegakan diagnosis sirosis hati terdiri atas pemeriksaan fisis, laboratorium, dan USG. Pada kasus tertentu diperlukan pemeriksaan biopsi hati atau peritoneoskopi karena sulit membedakan hepatitis kronik aktif yang berat dengan sirosis hati dini.1,3 a) Temuan Klinis pada Pemeriksaan Fisik 1. H a t i : p e r k i r a a n b e s a r h a t i , b i a s a h a t i m e m b e s a r pada awal sirosis, bila h a t i mengecil artinya,

prognosis kurang baik. Pada sirosis hati, konsistensi hati biasanya kenyal, pinggir hati biasanya tumpul dan ada nyeri tekan pada perabaan hati. 2. Limpa : pembesaran limpa/splenomegali. 3. Perut & ekstra abdomen : pada perut diperhatikan vena kolateral dan ascites. 4. Manifestasi diluar perut : perhatikan adanya spider navy pada tubuh bagian atas, bahu, leher, dada, pinggang, caput medussae , dan tubuh bagian bawah. Perlu diperhatikan adanya eritema palmaris, ginekomastia, dan atrofi testis pada pria. Bisa juga dijumpai hemoroid.1 b) Laboratorium 1. Aminotransferases - AST dan ALT meningkat cukup tinggi, dengan AST>ALT. Namun, aminotransferase normal tidak menyingkirkan sirosis. 2. Fosfatase alkali - biasanya sedikit lebih tinggi. 3. GGT - berkorelasi dengan tingkat AP. Biasanya jauh lebih tinggi pada penyakithati kronis karena alkohol. 4. Bilirubin - dapat meningkat sebagai tanda sirosis sedang berlangsung. 5. A l b u m i n - r e n d a h a k i b a t d a r i m e n u r u n n ya f u n g s i sintetis memburuk. oleh hati dengan sirosis yang semakin

20

6. Waktu prothrombin - meningkat sejak hati mensintesis faktor pembekuan. 7. Globulin - meningkat karena shunting antigen bakteri jauh dari hati ke jaringan limfoid. 8. Serum natrium - hiponatremia karena ketidakmampuan untuk mengeluarkan air bebas akibat dari tingginya ADH dan aldosteron. 9. Trombositopenia - karena splenomegali kongestif dan menurunnya sintesis thrombopoietin dari hati. Namun, ini jarang menyebabkan jumlah platelet<50.000/ mL. 10. Leukopenia dan neutropenia - karena splenomegali dengan marginasi limpa. 11. Defek koagulasi - hati memproduksi sebagian besar faktor-faktor hati.2
1,2,3

koagulasidan

dengan

demikian

koagulopati berkorelasi dengan memburuknya penyakit

c) Pemeriksaan Penunjang Lainnya

1. Radiologi : dengan barium swallow dapat dilihat adanya varises esofagus untuk konfirmasi hepertensi portal. 2. Esofagoskopi : dapat dilihat varises esofagus sebagai

komplikasi sirosis hati/hipertensi portal. 3. Ultrasonografi : pada saat pemeriksaan USG sudah mulai dilakukan sebagai alat pemeriksaa rutin pada penyakit hati. Yang dilihat pinggir hati, pembesaran,

permukaan, homogenitas, asites, splenomegali, gambaran vena hepatika, venaporta, pelebaran saluran empedu/HBD, daerah hipo atau hiperekoik atau adanya SOL (space occupyin lesion). Sonografi bisa mendukung diagnosis sirosis hati terutama stadium dekompensata, hepatoma/tumor, ikterus obstruktif batu kandung empedu dan saluran empedu, dan lain lain.

21

4. Pemeriksaan penunjang lainnya adalah pemeriksaan cairan asites dengan melakukan pungsi asites. Bisa dijumpai tanda-tanda infeksi (peritonitis bakterial spontan), sel tumor, perdarahan dan eksudat, dilakukan pemeriksaanmikroskopis, kultur cairan dan pemeriksaan kadar protein, amilase dan lipase.

2.8 KOMPLIKASI Morbiditas dan mortalitas sirosis sangat tinggi akibat

komplikasinya. Kualitas hidup pasien sirosis diperbaiki dengan pencegahan dan penanganan komplikasinya.1,3 1. Perdarahan Gastrointestinal Setiap penderita Sirosis Hepatis dekompensata terjadi hipertensi portal, dan timbul varises esophagus. Varises esophagus yang terjadi pada suatu waktu mudah pecah, sehingga timbul perdarahan yang massif. Sifat perdarahan yang ditimbulkan adalah muntah darah atau hematemesis biasanya mendadak dan massif tanpa didahului rasa nyeri di epigastrium. Darah yang keluar berwarna kehitam-hitaman dan tidak akan membeku, karena sudah tercampur dengan asam lambung. Setelah hematemesis selalu disusul dengan melena (Sujono Hadi). Mungkin juga perdarahan pada penderita Sirosis Hepatis tidak hanya disebabkan oleh pecahnya varises esophagus saja. FAINER dan HALSTED pada tahun 1965 melaporkan dari 76 penderita Sirosis Hepatis dengan perdarahan ditemukan 62% disebabkan oleh pecahnya varises esofagii, 18% karena ulkus peptikum dan 5% karena erosi lambung. 2. Koma hepatikum Komplikasi yang terbanyak dari penderita Sirosis Hepatis adalah koma hepatikum. Timbulnya koma hepatikum dapat sebagai akibat dari faal hati sendiri yang sudah sangat rusak, sehingga hati tidak dapat melakukan fungsinya sama sekali. Ini disebut sebagai koma hepatikum primer. Dapat pula koma hepatikum timbul sebagai akibat

22

perdarahan, parasentese, gangguan elektrolit, obat-obatan dan lainlain, dan disebut koma hepatikum sekunder. Pada penyakit hati yang kronis timbul lah gangguan metabolisme protein, dan berkurangnya pembentukan asam glukoronat dan sulfat. Demikian pula proses detoksifikasi berkurang. Pada keadaan normal, amoniak akan diserap ke dalam sirkulasi portal masuk ke dalam hati, kemudian oleh sel hati diubah menjadi urea. Pada penderita dengan kerusakan sel hati yang berat, banyak amoniak yang bebas beredar dalam darah. Oleh karena sel hati tidak dapat mengubah amoniak menjadi urea lagi, akhirnya amoniak menuju ke otak dan bersifat toksik/iritatif pada otak. 3. Ulkus peptikum Menurut TUMEN timbulnya ulkus peptikum pada penderita Sirosis Hepatis lebih besar bila dibandingkan dengan penderita normal. Beberapa kemungkinan disebutkan diantaranya ialah timbulnya hiperemi pada mukosa gaster dan duodenum, resistensi yang menurun pada mukosa, dan kemungkinan lain ialah timbulnya defisiensi makanan. 4. Karsinoma hepatoselular SHERLOCK (1968) melaporkan dari 1073 penderita karsinoma hati menemukan 61,3 % penderita disertai dengan Sirosis Hepatis. Kemungkinan timbulnya karsinoma pada Sirosis Hepatis terutama pada bentuk postnekrotik ialah karena adanya hiperplasi noduler yang akan berubah menjadi adenomata multiple kemudian berubah menjadi karsinoma yang multiple. 5. Infeksi Setiap penurunan kondisi badan akan mudah kena infeksi, termasuk juga penderita sirosis, kondisi badannya menurun. Menurut SCHIFF, SPELLBERG infeksi yang sering timbul pada penderita sirosis, diantaranya adalah : peritonitis, bronchopneumonia, pneumonia, tbc paru-paru, glomeluronefritis kronik, pielonefritis, sistitis,

perikarditis, endokarditis, erysipelas maupun septikemi.

23

6. Varises esofagus. 20-40% pasien sirosis dengan varises esofagus pecah yang menimbulkan perdarahan. Angka

kematiannya sangat tinggi, sebanyak dua per tiganya akan meninggal dalam waktu 1 tahun walaupun dilakukan tindakan untuk menanggulangi varises ini dengan beberapa cara.1,2 7. Ensefalopati hepatik, merupakan kelaianan neuropsikiatrik akibat disfungsi hati. Mula-mula ada gangguan tidur (insomnia dan hipersomnia), selanjutnya dapattimbul gangguan kesadaran yang berlanjut sampai koma.1,2 8. Sindrom hepatopulmonal, terdapat hidrothoraks dan hipertensi portopulmonal.1

2.9

PENATALAKSANAAN Etiologi sirosis mempengaruhi penanganan sirosis. Tetapi

ditujukan mengurangi progresi penyakit, menghindarkan bahan -bahan yang bisa menambah kerusakan hati, pencegahan dan penanganan

komplikasi. Bilamana tidak ada koma hepatik diberikan diet yang mengandung protein 1 gr/KgBB dan kalori sebanyak 2000-3000 kkal/hari.1
1,2

Tatalaksana pasien sirosis kompensata

Bertujuan untuk mengurangi progresi kerusakan hati. Terapi pasien ditujukan untuk menghilangkan etiologi, diantaranya:

Alkohol dan bahan-bahan lain yang toksik dan dapat mencederai hati dihentikan penggunaannya. Pemberian asetaminofen, kolkisin, dan obat herbal bisa menghambat kolagenik.

Pada hepatitis autoimun, bisa diberikan steroid atau imunosupresif. Pada hemokromatosis flebotomi setiap minggu sampai konsentrasi besi menjadi normal dan diulang sesuai kebutuhan. P a d a p e n ya k i t h a t i n o n a l k o h o l i k , m e n u r u n k a n b e r a t b a d a n a k a n m e n c e g a h terjadinya sirosis.

24

Pada hepatitis B, IFN alfa dan lamivudin (analog nukleosida) merupakan terapi utama. Lamivudin sebagai terapi lini pertama diberikan 100 mg secara oral setiap hari selama 1 tahun. Namun pemberian lamivudin setelah 9 -12 bulan menimbulkan mutasi YMDD sehingga terjadi resistensi obat. IFN Alfa

diberikan secara suntikan subkutan 3 MIU, 3 kali seminggu selama 4-6 bulan. Pada hepatitis C kronik, kombinasi interferon dengan r i b a v i r i n m e r u p a k a n terapi standar. Interferon diberikan secara suntikan 5 MIU 3 kali seminggu dan dikombinasi dengan ribavirin 800-1000 mg/ hari selama 6 bulan.1 Tatalaksana pasien sirosis dekompensata1,2 Asites: o Tirah baring o Diet rendah garam, 5,2 gr atau 90 mmol/ hari. o Diuretik, awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis 200-200 mg 1x/hari. Respons diuretik bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari, tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/hari dengan adanya tidak edema kaki. bisa Bilamana pemberian dengan

spironolakton furosemid

adekuat, dosis

dikombinasi mg/hari.

dengan

20-40

Parasentesis

dilakukan bila asites sangat besar. Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 L dan dilindungi dengan pemberian albumin.

Ensefalopati hepatik o Laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan amonia. o Neomisin bisa digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil amonia, diet rendah protein dikurangi sampai 0,5 gr/

25

kgBB/ hari, terutama diberikan yang kaya asam amino rantai cabang.

Varises esophagus o Sebelum berdarah dan sesudah berdarah bisa diberikan obat penyekat beta (propranolol). o Waktu perdarahan akut bisa diberikan preparat

somatostatin atau oktreotid, diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi endoskopi.

Peritonitis bakterial spontan o Diberikan antibiotika seperti sefotaksim IV, amoksilin, atau aminoglikosida.

Sindrom hepatorenal o Mengatasi perubahan sirkulasi darah di hati,

mengatur keseimbangan garam dan air.

Transplantasi

hati;

terapi

defenitif pada pasien sirosis

dekompensata. Namun sebelum dilakukan transplantasi ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi resipien dahulu.1

26

2.10 PROGNOSIS Klasifikasi Child-Pugh juga dapat digunakan untuk menilai prognosis pasien sirosis yang akan menjalani operasi.1,3 Klasifikasi Child-Pugh Pasien Sirosis Hati 1,3 Derajat Kerusakan Bil. Serum (mg/dL) Alb. Serum (gr/dL) Asites Ensefalopati Nutrisi Interpretasi: Grade A: 5-6, prognosis 10-15% Grade B: 7-9, prognosis 30% Minimal (1) < 2,0 > 3,5 Tidak ada Tidak ada Sempurna Sedang (2) 2,0-3,0 2,8-3,5 Terkontrol Minimal Baik Berat(3) > 3,0 < 2,8 Sukar Koma Kurang

27

Grade C: 10-15, prognosis > 60%

28

BAB III ANALISIS

3.1 PEMBAHASAN Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata yang berarti belum adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hati dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinis yang jelas. Sirosis hati kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan pada satu tingkat tidak terlihat perbedaannya secara klinis, tetapi dapat dibedakan melalui pemeriksaan biopsi hati.1 Manifestasi klinis stadium awal sirosis hepatis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan waktu pasien melakukan pemeriksaan rutin atau kelainan karena penyakit lain. Gejala awal biasanya berupa perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut kembung, mual dan berat badan yang menurun, sedangkan pada keadaan lanjut (dekompensata) gejala lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi berupa kegagalan hati, hipertensi portal, hilangnya rambut kemaluan, gangguan tidur dan demam yang tidak begitu tinggi. Dapat disertai adanya gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, muntah darah dan melena serta perubahan mental meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi sampai koma.1 Dari hasil anamnesis di dapatkan berupa: Os mengeluh Perut

Membesar Sejak 1 bulan SMRS, Nafsu makan mulai menurun, mudah merasa kenyang, perut terasa kembung, mudah mual walau hanya makan sedikit, OS juga mengeluh nyeri di ulu hati, rasa nyeri seperti ditusuk-tusuk, tidak menyebar, nyeri hilang timbul. Sesak nafas (+), Saat itu BAK berwarna kuning teh, Sakit kepala (+), nyeri ulu hati (+) terasa panas dan hilang timbul. Pemeriksaan abdomen : Distensi (+),ascites (+), undulasi (+), kaudal nodosa(+), sifting dulnes (+), Hepar : tidak teraba.

29

Pemeriksaan laboratorium Di dapatkan trombosit 81.300 /mm3, Protein total : 5,8 g/dl, Albumin : 1,5 g/dl, Globulin : 4,3 g/dl, SGOT : 91 mg/l, SGPT : 44 mg/l, Bilirubin : +++, HBsAg positif, Anti HBsAg : negatif disimpulkan pada pasien telah terjadi fungsi hati dengan peningkatan enzim hati, namum tidak terdapat infeksi virus hepatitis sebelumnya. Sehingga penyebab terjadinya sirosis masih belum dapat dipastikan, untuk penatalaksanaan sementara dilakukan perbaikan keadaan umum dan keluhan simtomatis. Asites dan edema pada kedua tungkai pada pasien ini ditandai dengan adanya keluhan perut membuncit yang semakin lama semakin membesar hingga ada penonjolan di umbilicus, pembesaran pada perut diikuti dengan pembengkakan pada kedua tungkai, pada perkusi abdomen didapatkan adanya tanda shifting dullness yang mana merupakan tanda khas dari asites. Asites yang terjadi dapat dipikirkan pada kelainan pada organ paru, jantung, ginjal, atau hati. Asites bisa terjadi disebabkan penimbunan cairan dalam rongga peritoneum akibat hipertensi porta dan hipoalbuminemia. Edema pada kelainan organ paru dan jantung didahului dengan edema pada tungkai karena adanya kongesti dari paru kanan yang lama kelamaan terjadi kongesti di seluruh tubuh terutama ekstremitas. Dari hasil pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya suara jantung yang menjauh. Dari pemeriksaan penunjang juga tidak ditemukan adanya penurunan dari LFG pasien tersebut. Oleh karena itu, terjadinya asites dan edema pada tungkai lebih diarahkan kepada kelainan hati yaitu sirosis hepatis. 3.2 KESIMPULAN Telah dilaporkan pasein dengan diagnosa sirosis hepatis stadium dekompensata anamnesa: keluhan mata kuning, mual, perut semakin membesar, nyeri ulu hati dan perut kanan atas, terasa menyesak, lemas, dan BAK warna teh pekat. Sedangkan pada pemeriksaan fisik ditemukan sclera ikterik dan asites. Pada pemeriksaan penunjang ditemukan SGOT dan SGPT meningkat.

30

DAFTAR PUSTAKA

1.

Nurdjanah Siti. Sirosis Hati. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam Jilid I. EdisiIV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2006. 443-463. 2. Sutadi, Sri Mulyani, USU Digitalized library, Sirosis Hepatis dari

Bagian Ilmu Penyakit Dalam Universitas Sumatera Utara, 2003. 3. Prof.Dr.Sujono Hadi, Sirosis Hepatis dalam Gastroenterologi. Edisi 7.

Bandung ; 2002. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 1 FKUI, Jakarta ; 2000 4. Gines, Pere, et al.Management of Cirrhosis and ascites. The New

England Journal of Medicine,2004;1647-1652. 5. Compean DG, Quintana JO, Gonzalez JA, Garza HM. Liver cirrhosis

and diabetis: Risk factors, pathophysiology, clinical implications and management. World J Gastroenterol 2009; 15(3): 280-8

31

Anda mungkin juga menyukai