Anda di halaman 1dari 15

APPENDICITIS

Penyusun : R.A Nikmatillah riskiana 07700146

Pembimbing : dr. Rudolf Rudy B, Sp.B

BAGIAN ILMU BEDAH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PARE 2013

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat- Nyalah saya dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas dalam pembelajaran. Dalam pembuatan makalah ini, saya tidak begitu banyak mengalami kendala. Tentunya, hal ini dipengaruhi akan semangat dan niat saya. Dan, tidak lupa saya ucapkan terima kasih atas jasa jasa dari para pembimbing yang tak ternilai harganya. Kendala kendala itu dapat teratasi juga karena kuasa dari Sang Pencipta. Akhir kata, Saya, selaku manusia biasa hanya bisa meminta maaf, jika dalam penulisan laporan ini terdapat kesalahan kesalahan. Sebab, tak ada gading yang tak retak, begitu pula, makalah ini. Untuk itu saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Pare, 12 Februari 2013

Penyusun

DAFTAR ISI
1. Kata Pengantar 2. Daftar Isi................... 3. Pendahuluan......... 4. Pembahasan.. 5. Kesimpulan 6. Daftar Pustaka..........

I.

PENDAHULUAN

Apendisitis merupakan suatu radang yang timbul secara mendadak pada apendiks dan merupakan salah satu kasus akut abdomen yang paling sering ditemui. Appendiks disebut juga umbai cacing. Istilah usus buntu yang dikenal di masyarakat awam adalah kurang tepat karena usus yang buntu sebenarnya adalah sekum. Organ yang tidak diketahui fungsinya ini sering menimbulkan masalah kesehatan. Peradangan akut appendiks memerlukan tindak bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya. Insidens appendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada di negara berkembang namun dalam tiga empat dasawarsa terakhir kejadiannya menurun secara bermakna. Hal ini diduga disebabkan oleh meningkatnya pola makan berserat dalam menu sehari hari.

II.PEMBAHASAN

A. Definisi Appendicitis adalah peradangan dari appendiks vermiformis dan

merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering.

B. Anatomi Appendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-5 cm), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi appendiks berbentuk kerucut , lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden appendicitis pada usia itu. Pada 65% bergantung pada panjang mesoappendiks penggantungnya. Pada kasus selebihnya, appendiks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang sekum, di belakang kolon asendens, atau di tepi lateral kolon asendens. Gejala klinis appendicitis ditentukan oleh letak appendiks. Persarafan parasimpatis berasal dari berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti a.mesenterika superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri visceral pada appendicitis bermula disekitar umbilikus. Perdarahan appendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi, appendiks akan mengalami gangren. kasus, appendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan appendiks bergerak dan ruang geraknya

C. Fisiologi

Appendiks menghasilkan lendir 1 2 ml perhari. Lendir itu secara normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir dimuara appendiks tampaknya berperan pada patogenesis appendicitis. Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymfoid Tissue) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk appendiks, ialah IgA. Immunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh sebab jumlah jaringan limfa disini kecil sekali jika dibandingkan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh. D. Epidemiologi Insidens appendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada di negara berkembang namun dalam tiga empat dasawarsa terakhir kejadiannya menurun secara bermakna. Hal ini diduga disebabkan oleh meningkatnya pola makan berserat dalam menu sehari hari.

Appendicitis dapat ditemukan pada semua umur , hanya pada anak yang kurang dari satu tahun yang jarang dilaporkan, mungkin karena tidak terduga sebelumnya. Insiden tertinggi terjadi pada kelompok umur 20 30 tahun, setelah itu menurun. Insidens pada laki laki dan perempuan pada umumnya sebanding, kecuali pada umur 20 30 tahun insiden pada laki laki lebih tinggi.

E. Etiologi

Appendicitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetusnya, antara lain :
a. Factor yang tersering adalah sumbatan lumen appendiks. Pada umumnya

sumbatan ini terjadi karena :


Hiperplasia jaringan limfe Fekalit Tumor appendiks Cacing askaris

b. Erosi mukosa appendiks karena parasit seperti E.histolytica. c. Kebiasaan makan makanan rendah serat d. Konstipasi

Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional appendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini akan mempermudah timbulnya appendicitis akut.

F. Patologi Patologi appendicitis dapat mulai di mukosa dan kemudian melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama. Usaha pertahanan tubuh adalah membatasi proses radang dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa periapendukuler. Di dalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, appendicitis akan sembuh dan massa periapendikuler akan menjadi tenang untuk selanjutnya akan mengurai diri secara lambat. Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang di perut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan sebagai mengalami eksaserbasi akut.

G. Gambaran Klinis

Pada dewasa :

Radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsangan peritoneum lokal.

Nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri visceral di daerah epigastrium disekitar umbilikus. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik McBurney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya, sehingga merupakan nyeri somatic setempat.

Nafsu makan menurun disertai mual dan kadang muntah. Terdapat konstipasi. Pemberian obat pencahar dianggap berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi.

Bila terdapat perangsangan peritoneum biasanya pasien mengeluh sakit bila berjalan atau batuk.

Pada anak : Gejala tidak spesifik . Gejala awalnya sering hanya rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa nyerinya. Dalam beberapa jam kemudian akan timbul muntah-muntah dan anak akan menjadi lemah dan letargik. Karena gejala yang tidak khas tadi, appendicitis sering diketahui setelah terjadi perforasi. Pada bayi, 80-90% appendicitis baru diketahui setelah terjadi perforasi.

Pada kehamilan : Keluhan utama adalah nyeri perut, mual, dan muntah. Yang perlu diperhatikan ialah, pada kehamilan trimester I sering juga terjadi mual dan muntah. Pada kehamilan lanjut, sekum dan appendiks terdorong ke kraniolateral sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih ke regio lumbal kanan.

H. Pemeriksaan Fisik 1. Inspeksi Pada inspeksi perut tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada massa atau abses periapendikuler. 2. Palpasi
Nyeri terbatas pada region iliaka kanan, bisa disertai nyeri lepas. Defans muskuler menunjukkan adanya adanya rangsangan peritoneum parietale

Nyeri tekan perut kanan bawah Tanda Rovsing : pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri di perut

kanan bawah.
Pada appendicitis retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi untuk menentukan

adanya rasa nyeri.


Pada

kehamilan

trimester

II

dan

III,

terjadi

pergeseran

sekum

ke

kraniolaterodorsal oleh uterus, sehingga keluhan nyeri bergeser ke kanan sampai pinggang kanan. Sedangkan tanda pada kehamilan trimester I tidak berbeda dengan orang yang tidak hamil karena itu perlu dibedakan apakah keluhan nyeri berasal dari uterus atau appendiks. Bila penderita miring ke kiri, nyeri akan berpindah sesuai dengan pergeseran uterus, terbukti proses bukan berasal dari appendiks.
Pemeriksaan colok dubur menyebabkan nyeri bila didaerah infeksi bisa dicapai

dengan jari telunjuk, misalnya pada appendicitis pelvika. Pada appendicitis pelvika tanda perut sering meragukan, maka kunci diagnosis adalah nyeri terbatas pada waktu dilakukan colok dubur. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak appendiks.
o

Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperekstensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila appendiks yang meradang menempel di m.psoas mayor, tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri.

Uji obturator digunakan untuk melihat apakah apendiks yang meradang kontak dengan m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil. Gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang akan menimbulkan nyeri pada appendicitis pelvika.

3. Auskultasi

Peristalsis usus sering normal. Peristalsis dapat hilang karena ileus paralitik pada

peritonitis generalisata akibat appendicitis perforata.

I. Pemeriksaan Laboratorium Leukosit meningkat sebagai respon fisiologis untuk melindungi tubuh terhadap mikroorganisme yang menyerang pada appendicitis akut dan perforasi akan terjadi leukositosis yang lebih tinggi lagi. J. Pemeriksaan Penunjang USG Ultrasonografi sering dipakai sebagai salah satu pemeriksaan untuk menunjang diagnosis pada kebanyakan pasien dengan gejala appendicitis. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sensitifitas USG lebih dari 85% dan spesifitasnya lebih dari 90%. Gambaran USG yang merupakan kriteria diagnosis appendicitis acuta adalah appendix dengan diameter anteroposterior 7 mm atau lebih, didapatkan suatu appendicolith, adanya cairan atau massa periappendix. False positif dapat muncul dikarenakan infeksi sekunder appendix sebagai hasil dari salphingitis atau inflammatory bowel disease. False negatif juga dapat muncul karena letak appendix yang retrocaecal atau rongga usus yang terisi banyak udara yang menghalangi appendix.

Laparoskopi Pertama kali dilakukan pada tahun 1983. Laparoscopic dapat dipakai sarana diagnosis dan terapeutik untuk pasien dengan nyeri akut abdomen dan suspek Appendicitis acuta. Laparoscopic kemungkinan sangat berguna untuk pemeriksaan wanita dengan keluhan abdomen bagian

bawah. Membedakan penyakit akut ginekologi dari Appendicitis acuta sangat mudah dengan menggunakan laparoskop. K. Diagnosa Banding Gastroenteritis Demam Dengue Limfadenitis Mesenterika Kelainan Ovulasi Infeksi Panggul Kehamilan di Luar Kandungan Kista Ovarium Terpuntir Endometriosis Eksterna Urolitiasis Pielum / Ureter Kanan Penyakit Saluran Cerna Lainnya Penyakit yang perlu dipikirkan adalah peradangan di perut, seperti diverticulitis Meckel, perforasi tukak duodenum atau lambung, kolesistitis akut, pancreatitis, diverticulitis kolon, obstruksi usus awal, perforasi kolon, demam tifoid abdominalis, karsinoid, dan mukokel apendiks.

L. Penatalaksanaan Bila diagnosis klinis sudah jelas, tindakan paling tepat dan merupakan satusatunya pilihan yang baik adalah apendektomi. Pada appendicitis tanpa komplikasi biasanya tidak perlu diberikan antibiotic, kecuali pada appendicitis gangrenosa atau appendicitis perforate. Penundaan tindak bedah sambil memberikan antibiotic dapat mengakibatkan abses atau perforasi. Apendektomi bias dilakukan secara terbuka ataupun dengan cara laparoskopi. Bila apendektomi terbuka, incisi McBurney paling banyak dipilih oleh ahli bedah.

Pada penderita yang diagnosisnya tidak jelas sebaiknya dilakukan observasi dulu. Pemeriksaan laboratorium dan ultrasonografi bias dilakukan bila dalam observasi masih terdapat keraguan. Bila tersedia laparoskop, tindakan laparoskopi diagnostic pada kasus meragukan dapat segera menentukan akan dilakukan operasi atau tidak.

M. Komplikasi Massa Periapendikuler Massa appendiks terjadi bila appendicitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan/atau lekuk usus halus. Pada massa periapendikuler yang perdindingannya belum sempurna, dapat terjadi penyebaran pus ke seluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti peritonitis purulenta generalisata. Oleh karena itu, massa periapendikuler yang masih bebas disarankan segera dioperasi untuk mencegah penyulit tersebut. Appendicitis Perforata Adanya fekalit di dalam lumen, umur (orang tua atau anak kecil), dan keterlambatan di diagnosis, merupakan faktor yang berperanan dalam terjadinya perforasi apendiks.

III.KESIMPULAN

Apendicitis adalah peradangan dari appendiks vermiformis dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Appendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-5 cm), dan berpangkal di sekum. Apendicitis merupakan radang bakteri yang dicetuskan berbagai faktor. Faktor tersering adalah sumbatan lumen appendiks, yang umumnya terjadi karena hyperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks dan cacing ascaris. Selain itu gaya hidup individu pun dapat menyebabkan terjadinya apendicitis, kebiasaan individu mengkonsumsi makanan rendah serat dapat menyebabkan konstipasi yang akan menyebabkan meningkatnya tekanan intrasekal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa dan terjadilah apendisitis. Bila diagnosis klinis sudah jelas, tindakan paling tepat adalah apendektomi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat, R. Wim, de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah., Edisi ke 2. Jakarta:EGC. 2004. p. 639 645
2. http://www.scribd.com/doc/20949965/ASUHAN-KEPERAWATAN-APENDISITIS 3. http://referensikedokteran.blogspot.com/2010/08/referat-appendicitis-acute.html

Anda mungkin juga menyukai