Anda di halaman 1dari 83

PRASARANA

B A B VII PRASARANA A. PENGAIRAN Pada permulaan Repelita I kira-kira 60 persen dari jaringan irigasi dan bangunan pengatur banjir memerlukan perbaikan dan penyempurnaan. Keadaan bangunan pengairan tersebut pada umumnya telah sedemikian parahnya sehingga tidak dapat berfungsi lagi. Pada waktu itu diperkirakan bahwa usaha per baikannya akan memerlukan waktu sedikit-dikitnya 10 tahun atau dua kali Repelita dengan sasaran areal pengairan sekitar 830.000 ha setiap lima tahun. Berdasarkan keadaan tersebut di atas, dan dalam rangka menunjang usaha peningkatan produksi pangan, maka langkah yang diambil terutama ditujukan pad a usaha perbaikan dan penyempurnaan irigasi yang sudah ada. Dengan demikian diharapkan prasarana yang telah ada dapat berfungsi secara optimal. Di samping perbaikan dan penyempurrnaan selama Repelita I telah di us a ha ka n pul a pe rl ua s a n j ar i nga n i ri ga s i da n r e kl a ma s i rawa. Pembangunan jaringan irigasi baru tersebut dimaksudkan untuk mempercepat usaha peningkatan produksi pangan, penciptaan kesempatan kerja, serta menunjang program transmigrasi. Di samping itu perencanaan pembangunan irigasi sederhana yang pembangunannya memerlukan waktu satu atau dua tahun sudah mulai diperkembangkan dalam tahun 1973/74 . Kegiatan dalam bidang pengairan juga ditujukan untuk penanggulangan banjir dalam hubungannya dengan pengamanan produksi pertanian, dan daerah yang berpenduduk padat. Dalam rangka ini Lembaga Pendidikan Masalah Air dengan bekerja sama dengan perguruan tinggi telah meningkatkan kegiat an 391

391

391

penelitiannya. Kegiatan penelitian tersebut ditujukan pula guna perencanaan bendungan dan bangunan-bangunan air untuk masa mendatang terhadap pengamanan dari banjir. Pengamatan yang seksama dilakukan pula terhadap kemungkinan timbulnya bencana alam gunung berapi. Adapun hasil yang telah dicapai dalam bidang pengairan selama Repelita I yang diperinci menurut program, antara lain adalah sebagai berikut: I. Program perbaikan dan penyempurnaan Irigasi

Dalam periode Repelita I telah dapat diselesaikan pekerjaan perbaikan dan penyempurnaan irigasi yang menunjang areal persawahan seluas 957.834 ha. Selama tahun 1973/74 saja telah direhabilitir jaringan irigasi yang menunjang areal persawahan seluas + 285.257 ha. Pada umumnya kegiatan dari proyek-proyek yang termasuk dalam program ini adalah perbaikan dan penyernpurnaan bendungan, bangunan-bangunan air, saluran induk, saluran sekunder, dan lain-lain. Prasarana irigasi tersebut mengalami kerusakan sehingga tidak dapat berfungsi lagi karena pada tahuntahun sebelum Repelita I tidak cukup mendapat perawatan. Program perbaikan dan penyempurnaan irigasi tersebut dibedakan antara proyek-proyek yang bersifat umum dan proyek yang bersifat khusus. Yang bersifat umum meliputi proyek proyek yang tersebar di seluruh Indonesia seperti Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, dan. lain-lainnya. Proyek-proyek rehabilitasi yang bersifat khusus antara lain adalah sebagai berikut :
(a) Proyek Irigasi Bantuan IDA (Prosida). Proyek-proyek yang termasuk dalam Prosida tidak saja merehabilitir jaringan irigasi beserta bangunan air agar dapat berfungsi semestinya, tetapi juga melaksanakan pembukaan

392

areal persawahan baru. Khususnya untuk proyek irigasi Way Seputih pelaksanaan jaringan utama pada akhir tahun 1973/ 74 sudah selesai seluruhnya yang meliputi areal seluas 25.000 ha. Kegiatan lanjutan dari proyek ini adalah pembuatan saluran tersier dan pencetakan sawah. Sebagian dari air pengairan ini sudah dapat dimanfaatkan. Tiga proyek Prosida lainnya yang berada di Jawa Barat ma sing-masing adalah proyek irigasi Ciujung, proyek irigasi Cisadane, dan proyek irigasi Rentang. Untuk proyek irigasi Ciujung dan proyek irigasi Cisadane yang meliputi areal seluas 24.300 ha dan 40.660 ha seluruh jaringan utamanya sudah selesai direhabilitir. Kegiatan sekarang berupa penyempurnaan saluran pembuang dan saluran tersier sehingga diharapkan dalam Repelita 11 proyek ini dapat diselesaikan dan berfungsi sebagaimana mestinya. Proyek irigasi Rentang pada akhir tahun 1.973/74 mampu mengairi areal seluas 85.000 ha secara tehnis dan seluas 5.826 ha secara setengah tehnis. Diharapkan dalam Repelita II seluruh areal tersebut sudah dapat diairi secara tehnis seluruhnya. Proyek irigasi Glapan Sedadi di Jawa Tengah sampai dengan akhir tahun 1973/74 telah mampu mengairi secara tehnis areal seluas 38.570 ha dan areal setengah tehnis seluas 7.440 ha. Dengan penyempurnaan seluruh areal setengah tehnis maka dalam musim tanam 1974/75 diharapkan akan diperoleh areal yang bisa diairi secara tehnis seluas 46.010 ha. Pada akhir tahun 1973/74 proyek irigasi Pemali Comal di Jawa Tengah yang luas areal seluruhnya adalah 123.483 ha, telah mampu mengairi areal persawahan seluas 96.116 ha secara tehnis sedangkan sisanya akan dilanjutkan dalam Repelita II. Proyek irigasi Sadang di Sulawesi Selatan diharapkan akan selesai pada akhir tahun 1975/76 dengan areal seluas 50.330 ha. Sampai dengan akhir tahun 1973/74 telah selesai direhabilitir seluas 13.082 ha di daerah Sidrap yang merupakan jaringan irigasi secara tehnis. Dalam tahun-tahun mendatang sisanya seluas 37.248 ha akan diselesaikan di dalam Repelita II.

393

Proyek irigasi Pekalen Sampean di Jawa Timur diharapkan akan selesai pada akhir tahun 1976/77 yang meliputi areal seluas 229.110 ha. Pada akhir tahun 1973/74 proyek ini telah mampu mengairi sawah secara tehnis seluas 26.090 ha. (b) Proyek Irigasi Jatiluhur.

Kegiatan tahun terakhir Repelita I merupakan lanjutan kegiatan dari tahun-tahun sebelumnya dan terutama ditujukan untuk merehabilitir jaringan-jaringan irigasi lama dan pembangunan jaringan irigasi baru. Untuk musim tanam 1974 telah tercapai penggaduan areal seluas 213.772 ha. Di samping kegiatan-kegiatan di atas dilaksanakan pula pe ngembangan daerah pantai atau perluasan dari daerah Tarum Barat yang akan dilanjutkan dalam Repelita II . Dengan selesainya perbaikan dan penyempurnaan saluran dan bangunan-bangunan maka penyediaan air di daerah irigasi Jatiluhur akan dapat ditingkatkan. (c) Proyek Rehabilitasi Irigasi Gambarsari & Pesang grahan. Proyek rehabilitasi irigasi Gambarsari dan Pesanggrahan meliputi daerah irigasi Gambarsari seluas 16.000 ha dan daerah Pesanggrahan seluas 4.000 ha. Dalam hubungan ini hingga akhir tahun 1973/74 kegiatan pelaksanaan masih melanjutkan kegiatan-kegiatan tahun yang lalu yaitu terutama ditujukan untuk rehabilitasi pompa-pompa yang sudah tua dan rusak; pekerjaan-pekerjaan pembuatan saluran induk dan saluran sekunder; rehabilitasi bangunan- bangunan serta pembangunan jembatan. Proyek irigasi Gambarsari dan Pesanggrahan ini diperkirakan akan dapat diselesaikan dalam Repelita II untuk mengairi areal sawah seluas 20.000 ha dan dapat memungkinkan dua kali panen setahun.

394

(d)

Proyek Rehabilitasi Delta Brantas.

Kegiatan proyek ini terutama berupa pengerukan lumpur. Selain itu juga dilakukan usaha-usaha perbaikan bendungan, saluran induk, saluran sekunder, bangunan-bangunan air, talang dan jembatan. Sampai dengan akhir tahun 1973/74 sudah dapat direhabilitir areal sawah seluas 31.583 ha. Dalam Repelita II proyek rehabilitasi Delta Brantas ini diharapkan akan dapat diselesaikan dan dapat mengairi areal sawah seluruhnya seluas 40.146 ha. (e) Proyek Irigasi Semarang - Kudus.

Pelaksanaan selama Repelita I meliputi kegiatan-kegiatan perbaikan dan penyempurnaan saluran-saluran dan bangunanbangunan air, yang menderita akibat pengendapan lumpur. Sasaran utama berupa pekerjaan-pekerjaan rehabilitasi bendungan, saluran-saluran dan bangunan-bangunan air, berikut pintupintu air di daerah Wilalung yang sebagian sudah selesai. Selama Repelita I, kegiatan utama daripada proyek irigasi Semarang - Kudus adalah untuk merehabilitir areal seluas 27.350 ha. Dalam Repelita II kegiatan ini masih akan dilanjutkan sehingga areal seluruhnya menjadi seluas 50.000 ha. (f) Proyek Irigasi Mbay di Nusa Tenggara Timur.

Kegiatan tahun terakhir Repelita I meliputi pekerjaan perbaikan bendungan dan jaringan irigasi yang rusak akibat bencana alam pada akhir Maret 1973. Sebenarnya proyek irigasi Mbay sudah mendekati penyelesaian ketika terjadi bencana alam tersebut. Dalam Repelita II proyek ini diharapkan dapat selesai sehingga areal sawah seluas 6.550 ha akan dapat diairi. (g) Proyek Irigasi Karang Anyar. Proyek rehabilitasi irigasi Karang Anyar di Jawa Tengah meliputi pekerjaan-pekerjaan rehabilitasi bendungan, rumah pompa, dan saluran beserta bangunan-bangunan airnya. Sam395

pai dengan tahun terakhir Repelita I sudah dapat direhabilitir areal seluas 10.272 ha. Untuk selanjutnya kegiatan proyek rehabilitasi irigasi Karang Anyar dimasukkan dalam kegiatan proyek irigasi Semarang-Kudus. 11. Program perluasan irigasi

Kegiatan proyek-proyek dalam program ini pada tahun terakhir Repelita I meliputi pekerjaan lanjutan dari tahun-tahun sebelumnya dalam rangka pembukaan areal persawahan baru. Dalam hubungan ini prioritas terutama ditujukan pada proyekproyek yang dapat diselesaikan dalam waktu relatif singkat. Dalam tahun 1973/74 sudah dipersiapkan rencana irigasi sederhana sehingga diharapkan pada awal Repelita II sudah da pat di buka a r ea l i ri ga s i s e der ha na s e l ua s 40. 000 ha. Dalam program perluasan irigasi hasil yang telah dicapai selama Repelita I seluas 171.346 ha. Proyek-proyek perluasan irigasi yang bersifat khusus antara lain terdiri dari: (a) Proyek Irigasi Krueng Jrue di Aceh.

Dalam tahun terakhir Repelita I kegiatan terutama dituju- kan untuk melanjutkan kegiatan tahun sebelumnya yakni pem buatan bendungan, saluran induk, bangunan-bangunan air, dan jembatan. Dalam tahun 1973/74 telah dapat berfungsi areal tambahan seluas 923 ha . Proyek ini bilamana selesai akan da- pat mengairi areal seluas 10.555 ha, sedangkan areal yang dihasilkan selama Repelita I adalah seluas 3.075 ha. (b) Proyek Irigasi Punggur Utara di Lampung.

Sampai dengan tahun terakhir Repelita I proyek irigasi Punggur Utara sudah dapat membuka areal seluas 28.100 ha. Pe kerjaan yang telah dapat diselesaikan berupa saluran induk, saluran sekunder, saluran tersier, bangunan air, pintu air, dan bangunan-bangunan lain. Bilamana proyek ini selesai maka diharapkan areal seluas 30.843 ha akan dapat diairi. 396

(c)

Proyek Irigasi Sempor di Jawa Tengah.

Kegiatan proyek ini dimulai dalam tahun 1972/73. Seperti diketahui proyek irigasi Sempor pernah mengalami bencana yaitu bobolnya bendungan dalam tahun 1966. Pembangunan proyek tersebut sedang dalam taraf persiapan untuk pelaksanaan dan ditujukan untuk mematangkan dan memantapkan design. (d) Proyek Irigasi Kelara di Sulawesi Selatan. Proyek irigasi Kelara sudah diresmikan pemakaiannya pada tanggal 4 Maret 1973. Selama Repelita I jumlah areal yang telah dapat diairi baru seluas 2.000 ha. Dalam Repelita I beberapa kegiatan seperti, pembuatan saluran induk, saluran sekunder, dan bangunan-bangunan air telah dilaksanakan dan akan dilanjutkan dalam Repelita II agar rencana mengairi areal persawahan seluas 6.050 ha bisa dilak sanakan. (e) Proyek Irigasi Gumbasa di Sulawesi Tengah.

Proyek Irigasi Gumbasa kini sedang memasuki taraf pelaksanaan. Kegiatan yang dilakukan meliputi pekerjaan-pekerjaan pembuatan bendungan, saluran induk, saluran sekunder, dan bangunan-bangunan air. Hingga akhir Repelita I bagian dari proyek irigasi Gumbasa yang merupakan rencana jangka pendek sudah dapat membuka areal seluas 4.586 ha. Proyek irigasi Gumbasa merupakan proyek jangka panjang dan meliputi areal seluruhnya seluas 12.104 ha. (f) Proyek Irigasi Dumoga di Sulawesi Utara.

Pada saat ini proyek Irigasi Dumoga sedang melaksanakan pembuatan bendungan. Disamping pembuatan bendungan pe laksanaan meliputi pekerjaan pembuatan saluran induk, sa luran sekunder, dan bangunan-bangunan air lainnya. 397

Dalam Repelita II kegiatan-kegiatan proyek masih akan di lanjutkan dan diharapkan bila proyek ini selesai akan dapat mengairi areal seluas 13.807 ha. (g) Proyek Irigasi Palasari di Bali.

Proyek Irigasi Palasari kini memasuki taraf penyelesaian, antara lain penyelesaian waduk, bendungan, saluran induk, bangunan-bangunan air, saluran sekunder, terowongan dan jalan inspeksi. Dalam Repelita I baru dapat diselesaikan ja ringan irigasi untuk areal seluas 550 ha. Proyek ini seluruhnya meliputi areal seluas 1.812 ha, dan diharapkan dapat selesai dalam Repelita II. (h) Proyek Irigasi Kali Progo di Yogyakarta, Jawa Tengah .

Dalam tahun anggaran 1973/74 kegiatan proyek merupakan lanjutan dari kegiatan-kegiatan sebelumnya yang berupa perbaikan dan pembangunan bendungan beserta sarana-sarana irigasi lainnya untuk daerah irigasi Kali Bawang, kompleks Mataram, Van Der Wyek, Kamijoro, dan air tanah di Gunung Kidul. Mengenai proyek air tanah di daerah Baron dan sumur artesis di daerah Gunung Kidul telah dapat diselesaikan dan dimanfaatkan untuk keperluan air minum, peternakan, dan pertanian. Proyek irigasi Kali Progo ini diharapkan selesai dalam tahun 1977/78 sehingga dapat mengairi areal persawahan seluas 29.726 ha. (i) Proyek Irigasi Luwu di Sulawesi Selatan.

Proyek Irigasi Luwu yang meliputi areal seluas 90.430 ha terdiri dari daerah-daerah pengairan Lamasi, Solo Rongkong, Masamba, Balease Kanjiro, Bone-Bone, Bungadidi, Kalaena, dan Angkona. Dalam tahap pertama akan dilaksanakan pekerjaanpekerjaan yang memungkinkan untuk mengairi areal persawahan seluas 45.280 ha. Selama Repelita I telah berhasil dibuka areal persawahan seluas 10.168 ha. 398

(j)

Proyek Irigasi Way Jepara di Lampung.

Proyek Irigasi Way Jepara yang kegiatan pelaksanaannya, baru dimulai dalam tahun 1972/73 meliputi areal seluas 6.500 ha. Dalam Repelita I telah berhasil dibuka areal persawahan seluas 1.250 ha sedangkan sisanya akan dilanjutkan dalam Repelita II. III. Program Perbaikan dan Pegamanan Sungai. Dalam Repelita I kegiatan program ini terutama ditujukan untuk menanggulangi banjir di daerah produksi padi dan di daerah yang padat penduduknya. Usaha yang dilaksanakan antara lain adalah perbaikan dan penguatan tanggul-tanggul sungai, pembuatan coupure, dan pengerukan sungai. Melalui program perbaikan dan pengamanan sungai selama Repelita I telah dapat diamankan areal sawah seluas 286.568 ha, yang tersebar di seluruh Indonesia. IV. Program Pembangunan Pengairan lainnya.

Selama Repelita I program ini telah dapat menunjang per luasan areal persawahan seluas 134.622 ha dan pengamanan daerah produksi seluas 65.000 ha. Program ini meliputi proyek proyek yang bersifat jangka panjang seperti : (a) Proyek Persawahan Pasang Surut.

Daerah yang dibuka untuk persawahan pasang surut meliputi propinsi Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Tengah. Selama Repelita I telah dapat dibuka areal persawahan pasang surut seluas 33.092 ha. Dalam Repelita II pembukaan per sawahan pasang surut tersebut akan ditingkatkan. 399

(b)

Proyek Induk Serbaguna Kali Brantas.

Proyek ini dimaksudkan untuk memanfaatkan Kali Brantas bagi perluasan irigasi, pencegahan banjir, pembangkitan tenaga listrik, perikanan darat, dan pariwisata. Proyek Induk Serbaguna Kali Brantas terdiri dari: (1) Proyek Karangkates di Malang. Pembangunan bendungan utama proyek Karangkates telah selesai seluruhnya sehingga dapat diharapkan tambahan areal persawahan seluas 8.000 ha. ( 2) Proyek Kali Konto atau Proyek Selorejo. Dalam Repelita I sudah dapat diselesaikan pekerjaan-pekerjaan pembuatan bendungan, realokasi jalan raya, terowongan pengelak, dan terowongan pemasukan. Pekerjaan pembuatan bendungan tersebut terdiri dari pembuatan bendungan utama dan anak bendungan. Hasil yang diperoleh dari proyek ini selain dapat diairinya dengan lebih baik areal sawah seluas 27.000 ha, juga tambahan areal pertanaman gadu seluas 2.000 ha. (3) Proyek Kali Porong di Jawa Timur. Proyek Kali Porong merupakan bagian dari proyek Induk Serbaguna Kali Brantas yang hingga kini sedang dalam taraf pelaksanaan. Diharapkan proyek Kali Porong dapat diselesaikan dalam tahun 1975/76. ( 4) Proyek Dam Lengkong Baru di Jawa Timur. Proyek Dam Lengkong Baru merupakan bagian proyek dari proyek Induk Serbaguna Kali Brantas yang bertujuan untuk menggantikan Dam Lengkong Lama yang sudah tidak berfungsi lagi. Menurut taksiran umur dari Dam Lengkong Lama adalah sekitar 115 tahun. Fungsi Dam Lengkong Baru seperti halnya dengan Dam Lengkong Lama ialah untuk menampung endapan pasir yang disebabkan karena erosi. Agar Dam Lengkong Baru dapat berfungsi lebih 1ama maka kegiatan pembangunan dam tersebut dikaitkan dengan kegiatan penghijauan (reboisasi) di daerah hulu sungai. 400

(c) Proyek Perbaikan Keadaan Danau. Pada umumnya proyek perbaikan keadaan danau baru mencapai tingkat perencanaan. Adapun tujuannya adalah untuk memperbaiki keadaan fisik danau yang bersangkutan serta me m per be s ar ma nf a at ai r di da na u te r se but. Proyek yang sekarang sedang berada dalam taraf pematang-an perencanaan adalah proyek Danau Tempe (Sulawesi Selatan) dan proyek Rawa Pening (Jawa Tengah). Proyek-proyek lain. seperti proyek danau Singkarak di Sumatera Barat dan proyekproyek lainnya masih dalam taraf persiapan perencanaan. (d) Proyek Pengendalian Banjir DKI Jakarta Raya. Selama Repelita I rencana jangka pendek dari proyek pengendalian banjir DKI Jakarta Raya telah mencapai penyelesaian sebesar kurang lebih 57% yang terdiri dari penyelesaian secara pisik kegiatan proyek di wilayah banjir Jakarta Barat sebesar 69%, Jakarta Tengah 98%, dan Jakarta Timur 5%. Beberapa pekerjaan yang telah selesai antara lain adalah pembuatan waduk Setiabudi, waduk Pluit, normalisasi Kali Krukut, waduk dan pompa Tomang, dan sodetan Kali Grogol. Beberapa pekerjaan lain berupa pengerukan Kali Cideng, Kali Ciliwung/S. Opak, Kali Ancol, Kali Grogol, dan lain-lain masih dalam taraf penyelesaian. Kegiatan pekerjaan pengerukan akan terus dilaksanakan untuk menjaga kelancaran dari aliran air. Telah pula diselesaikan rencana induk (master plan) tata pengairan Jakarta secara luas yang pekerjaan utamanya berupa pembuatan Banjir Kanal Timur dan Barat. Rencana tersebut diharapkan akan mulai dilaksanakan dalam Repelita II ini. (e) Proyek Pengembangan wilayah Sungai. Proyek Pengembangan wilayah sungai tersebar di seluruh Indonesia. Beberapa di antaranya telah selesai dengan persiapan pekerjaan-pekerjaan survey dan pembuatan design, bahkan 401
411234 - (26).

beberapa proyek telah berada dalam tahapan pelaksanaan rencana jangka pendek seperti misalnya proyek Citanduy dan proyek Bangawan Solo. (1) Proyek Citanduy di Jawa Barat.

Dalam rangka pekerjaan darurat untuk jangka pendek telah dapat di selesaikan pembuatan tanggul, bangunan pelimpah Nusawuluh, dan beberapa pekerjaan lain untuk pengamanan terhadap banjir bagi areal seluas 25.000 ha. (2) Proyek Bengawan Solo. Proyek ini meliputi daerah Hulu dan Hilir, termasuk di antaranya sungai Madiun. Dalam jangka pendek telah dapat di amankan daerah pertanian seluas 40.700 ha terhadap bahaya banjir. V. Program Peningkatan Penelitian Survey.

Kegiatan program ini adalah untuk mengadakan penelitian dan penyelidikan baik untuk kepentingan ilmiah maupun untuk keperluan-keperluan praktis dalam rangka menunjang perencanaan dan pelaksanaan proyek-proyek pengairan. Proyek-proyek Survey, Penyelidikan, dan Perancangan Sumbersumber Air yang tersebar di seluruh Indonesia hingga saat ini sedang dalam taraf perencanaan. Selain itu survey, penyelidikan, dan perancangan sumber-sumber air yang memperoleh prioritas seperti di Bali, Lombok, Lampung, dan Cimanuk su -dah sampai pada taraf feasibility study. Proyek-proyek yang dalam taraf survey pendahuluan antara lain ialah proyek Barito, Kedu Selatan, Tapanuli, Sulawesi Selatan bagian Tengah, T i m o r , d a n Cisadane - Jakarta - Cibeet. Lembaga Penyelidikan Masalah Air (LPMA) yang merupakan lembaga ilmiah mempunyai bagian-bagian dinas hidrologi, dinas hydraulika, dan dinas bangunan air, masing-masing bertugas menyusun buku pedoman (manual) untuk para tehnisi di lapangan. 402

Untuk lebih mengembangkan Lembaga Penyelidikan Masalah Air ini, kini sedang dicari jalan yang lebih baik antara lain dengan mengadakan kerja sama dengan Universitas-universitas dalam bidang hydraulika dan planoIogi; bidang irigasi dan pertanian; dan bidang ekonomi, sosial, dan politik. Dalam rangka penanggulangan bencana alam telah digunakan sistem pemberitahuan tentang adanya bahaya ("warning system") yang merupakan kegiatan lanjutan dari tahun-tahun sebelumnya dan yang telah berhasil dengan memuaskan. Percobaan-percobaan sudah dilakukan di daerah Gunung Merapi (Jawa Tengah), Bengawan Solo (Jawa Tengah dan Timur), Wilulung (Jawa Tengah), Citanduy (Jawa Barat), dan di pro yek Serbaguna Kali Brantas (Jawa Timur). Penyelidikan penggunaan alat pemadat jalan selama. Repelita I ditujukan untuk pengerasan tanggul dan diharapkan hasil-hasilnya dapat diterapkan di lapangan. Dalam rangka pemanfaatan kekayaan alam berupa sumbersumber air sasaran utama adalah untuk kepentingan masyarakat banyak. Dalam hal ini termasuk juga pemanfaatan air permukaan maupun air tanah. Penyelidikan dan perancangan diusahakan pelaksanaannya secara berurutan dan serentak agar segala potensi air dapat diatur dengan sebaik-baiknya dan dimanfaatkan se-optimal mungkin untuk menunjang pertanian, keperluan air minum, listrik, dan lain-lain. Percobaan-percobaan penggunaan air tanah untuk irigasi telah dilaksanakan di daerah Kediri dan Nganjuk (Jawa Timur). Dalam tahun 1973/ 74 kegiatan ini di perluas untuk daerah Pemali Comal, Madiun, Bengawan Solo, dan Madura. B. P ER HU B U N G A N

Seperti halnya dengan prasarana pengairan, keadaan prasarana dan sarana perhubungan sebelum Repelita I adalah sangat menyedihkan. Kondisi perhubungan pada saat itu jauh ketinggalan dibandingkan dengan kebutuhan normal masyarakat akan jasa-jasa perhubungan. Sebagai contoh dapat diberikan di sini 403

bahwa kurang lebih hanya 5 persen dari jaringan jalan negara, jalan propinsi dan jalan kabupaten yang berada dalam keadaan baik. Keadaan yang hampir sama juga dialami dalam sektor perhubungan laut dan perhubungan udara. Sementara itu disadari bahwa kebutuhan jasa-jasa perhubungan akan bertambah dengan meningkatnya penduduk dan kegiatan pembangunan. Dengan demikian tantangan yang dihadapi tidak saja terbatas kepada mengejar ketertinggalan penyediaan fasilitas, akan tetapi juga memenuhi permintaan akan jasa-jasa perhubungan yang akan bertambah setiap tahunnya. Karena hal-hal tersebut di atas sejak semula disadari bahwa masalah ini tidak akan dapat diatasi dalam waktu lima tahun. Pada waktu itu diperkirakan bahwa dalam Repelita I ini yang dapat diusahakan hanyalah mengurangi ketertinggalan. Oleh karena itu dalam periode 1969170 - 1973/74 kebijaksanaan terutama diarahkan kepada kegiatan-kegiatan rehabilitasi. Akan tetapi dengan meningkatnya kemampuan penyediaan dana dan peralatan, maka dalam batas-batas tertentu telah pula dilakukan usaha-usaha modernisasi peralatan dan pem- bangunan jaringan-jaringan baru. Hasil yang telah dicapai selama Repelita I cukup mengesankan. Dalam beberapa program ternyata bahwa hasil yang dicapai melampaui sasaran, namun dalam program lainnya hasil yang dicapai tidak sesuai dengan apa yang diharapkan semula. Adapun kegiatan rehabilitasi dan pembangunan beserta hasilhasil yang dicapai di bidang perhubungan selama Repe- lita I yang diperinci menurut sektor dan subsektor adalah sebagai berikut: Perhubungan Darat. 1. Jalan dan Jembatan.

Dalam Repelita I prioritas program rehabilitasi dan pemeliharaan jalan dan jembatan diberikan pada jaringan-jalan yang 404

mempunyai nilai sosial ekonomis penting. Pelaksanaan rehabilitasi tahun demi tahun telah dapat ditingkatkan sesuai dengan kemampuan penyediaan dana dan peralatan. Di samping itu telah dapat pula diperluas pembangunan pekerjaan peningkatan mutu (upgrading) dan pembangunan jalan dan jembatan baru. Kenaikan produksi aspal buton sangat membantu pelaksanaan program ini. Hasil-hasil yang telah dicapai selama Repelita I dalam subsektor jalan dan jembatan adalah sebagai berikut : (a) Program rehabilitasi jaringan jalan dan jembatan selama periode 1969170 - 1973/74 telah berhasil merehabilitasi jalan menurut kelas semula sepanjang 6.535 km, dan jembatan sepanjang 20.331 m. (b) Program peningkatan mutu (upgrading) kelas jalan dan jembatan sampai dengan tahun 1973/74 telah berhasil meningkatkan kelas jalan sepanjang 3.785 km dan jembatan sepanjang 15.563 m. (c) Program pembangunan jalan baru telah berhasil membangun jalan sepanjang 367 km. Program peningkatan mutu dan pembangunan jalan baru tersebut disesuaikan dengan perkiraan akan perkembangan kepadatan arus lalu lintas dan angkutan jalan raya di daerah di masa mendatang. Perkembangan proyek-proyek pembangunan jalan dan jembatan baru yang sudah mulai dilaksanakan selama ini dapat dijelaskan sebagai. berikut: (a) Jalan Panjang - Bakahuni; Panjang - Sribawono, telah dimulai pembangunan phisiknya dan diharapkan selesai tahun 1976/77. (b) Pembangunan jalan Sijunjung - Lubuklinggau, masih diteruskan yang meliputi penyelesaian seksi 1, 2 dan 3 sepanjang 150 km. (c) Persiapan proyek jalan Jagorawi (Jakarta - Bogor Ciawi), telah selesai, dan dalam tahun 1974/75 ini segera di

405

mulai dengan pembangunan phisik. Proyek ini diharapkan selesai akhir tahun 197.7. (d) Seluruh peralatan proyek Jalan Balikpapan Samarinda telah sampai, dan telah digunakan bagi pembangunan jalan yang diharapkan dapat selesai pada tahun 1975. (e) Pembelian alat-alat besar jalan Amurang - Kotamobagu telah diselesaikan. Pelaksanaan pembangunan akan segera dimulai. (f) Jalan Amurang - Inobonto - Kotamobagu - Duloduo telah mencapai tahap mobilisasi peralatan dan segera disusul dengan pekerjaan persiapan dan pembebasan tanah. Proyek ini diharapkan selesai tahun 1976. (g) Pembangunan jembatan Sulawesi Selatan, sudah sampai pada tahap pembebasan tanah dan pekerjaan persiapan bagi pembangunannya. Pembangunan jembatan disesuaikan dengan rencana pembangunan jalan dengan memperhatikan beban lalu-lintas yang harus ditampung. Mengingat volume lalu-lintas tersebut terus meningkat, maka dalam rencana pembangunan jembatan telah diperhitung kan keadaan lalu-lintas dalam jangka waktu dua puluh tahun mendatang, sehingga mempunyai daya tahan yang jauh lebih tinggi. Hasil yang dicapai dalam pembangunan jembatan ini adalah meliputi 15.563 m, terdiri dari 707 jembatan yang ter sebar di seluruh Indonesia. Sedangkan 23 jembatan di antaranya adalah jembatan-jembatan besar dengan bentang sekitar 100 m. Adapun jembatan tersebut adalah jembatan Bentang di Aceh, jembatan Aek Pinangsori, Besitang di Sumatera Utara; jembatan Muara Mahat, Batu Anjing, Danau Bengkuang, Rantau Barangin di Riau; jembatan Ulak Karang di Sumatera Barat; jembatan Bunga Mas, Tebing. Tinggi di Sumatera Selatan; jembatan Musi Terbanab di Bengkulu; jembatan Kedung Gedeh,

406

Cisokan, Bekasi di Jawa Barat; jembatan Bantar di Yogya karta; jembatan Cisanggarung di Jawa Tengah; jembatan Madiun di Jawa Timur; jembatan Sekayan di Kalimantan Ba rat; jembatan Tukad Unda dan Tukad Bubuh di Bali; jembatan Brang Rhe di Nusa Tenggara Barat; jembatan Tello di Sulawesi Selatan dan jembatan Amandit di Kalimantan Selatan. Di samping hasil-hasil tersebut di atas telah pula dicapai hasil dalam bidang yang menunjang kegiatan pelaksanaan pem bangunan jalan dan jembatan. Adapun beberapa di antaranya adalah penyediaan unit-unit peralatan bagi pemeliharaan dan rehabilitasi jalan yang tersebar di 20 propinsi, 27 buah bengkelbengkel, 37 buah unit-unit laboratorium dan lain-lainnya. Hasil-hasil yang dicapai dalam bidang jalan dan jembatan seperti yang sudah diuraikan di atas telah dapat mengatasi masalah hubungan antar daerah walaupun masih terbatas sifatnya. Sebagai gambaran dari masalah hubungan dan angkutan yang kritis yang dihadapi di beberapa daerah tertentu sebelum dan sesudah Repelita I dapat diberikan contoh sebagai berikut :
Jurusan Jarak Waktu Perjalanan Sebelum Sesudah Repelita I Banda Aceh - Tanjung Karang Pakanbaru - Padang Medan - Padang Balikpapan - Banjarmasin Pontianak - Sintang Tummo Palopo - Siwa - Sengkang Jeneponto - Ujung Pandang 2800 km 331 km 700 km 1 bulan 3 - 4 hari 3 - 4 hari Repelita I 8 hari 7 jam 15 - 20 jam 12 jam 12 - 13 jam

491 km 2 - 3 hari 400 km sulit ditempuh 396 km sulit ditem puh

15 jam

Hasil-hasil yang telah dicapai seperti dijelaskan di atas, hanya mencakup jalan negara. Di samping itu telah pula dilaksanakan kegiatan pemeliharaan, rehabilitasi dan peningkatan 407

mutu jalan propinsi. Selama 5 tahun ini telah berhasil dilaku kan pemeliharaan sepanjang 45.600 km, rehabilitasi 3.523 km dan untuk program peningkatan mutu sepanjang 652 km . 2. Angkutan Jalan Raya.

Luasnya jaringan jalan yang berhasil diperbaiki dan ditambah telah memberi kesempatan bagi berlangsungnya proses angkutan. Untuk menjaga keselamatan jaringan jalan terhadap kehancuran maka telah dilakukan pengawasan dan penertiban pemakaian jalan. Pengawasan tersebut menjadi bertambah penting mengingat kepadatan lalu-1intas di jalan raya terus meningkat. Volume angkutan dalam Repelita I selalu bertambah, baik untuk angkutan barang maupun angkutan penumpang. Hal ini sejalan dengan meningkatnya jumlah kendaraan bus, truk dan mobil penumpang. Pertambahan jumlah kendaraan tersebut selama lima tahun terakhir ini dapat dilihat dalam Tabel VII -1 berikut :
TABEL VII - 1 PERKEMBANGAN ARMADA ANGKUTAN JALAN 1968 - 1973 Bus Mobil barang/truk Mobil penumpang 19.610 20.497 23.451 22.562 26.488 30.368 93.417 95.660 99.814 112.878 131.175 144.060 201.123 212.123 235.816 256.988 277.210 307.739

Tahun 1968 1969 1970 1971 1972 1973

Jumlah 314.150 328.280 359.081 392.428 434.873 482.167

Dalam rangka peningkatan pengawasan dan penertiban lalulintas di jalan raya tersebut, maka selama Repelita I telah pula diadakan penambahan unit-unit penunjang pelaksanaan peng -

408

GRAFIK VII - 1 PERKEMBANGAN ARMADA ANGKUTAN JALAN 19 68 1 97 3

409

awasan armada angkutan jalan berupa alat-alat pengujian, lampu lalu lintas, jembatan timbang dan kendaraan inspeksi. Pelayanan bagi angkutan umum yang lebih merata tetap diusahakan, terutama di daerah terpencil. Sejalan dengan ini usaha penyehatan PN DAMRI yang ditugaskan melayani pengangkutan di daerah terpencil terus dilakukan. Sebagian armada angkutannya telah berhasil diremajakan dan akan terus ditambah sesuai kebutuhan. Seperti halnya dengan angkutan antar kota, angkutan di dalam kota juga memerlukan perhatian yang tidak sedikit. Laporan survey angkutan kota di Jakarta yang telah dimulai dalam tahun 1972 sudah dalam tahap penyelesaian. Berdasarkan hasil survey tersebut diharapkan dalam tahun 1974/75 segera dapat dilaksanakan usaha untuk mengatasi masalah angkutan kota tersebut. Survey di beberapa kota lainnya masih dalam tahap persiapan. 3. Angkutan Kereta Api.

Sebagai akibat dari kurangnya pemeliharaan dan rehabilitasi dimasa lampau keadaan peralatan kereta api menjelang Repelita I mengalami kemerosotan. Kerusakan-kerusakan yang telah kumulatip keterbelakangan dalam teknologi, serta kelemahan-kelemahan dalam bidang administrasi dan keuangan, telah menimbulkan persoalan yang terlalu besar untuk dapat diselesaikan oleh PJKA dalam jangka waktu yang relatif pen dek. Oleh karena itu sasaran pokok dalam Repelita I adalah menghentikan proses kemerosotan tersebut di atas dan memperbaiki posisi keuangan PJKA antara lain melalui usaha rehabilitasi dan upgrading. Perbaikan dalam peralatan kereta api tersebut ternyata memberikan hasil yang cukup menggembirakan. Pelayanan angkutan kereta api dapat diperluas dan mutunya pun dapat ditingkatkan. Adapun hasil selengkapnya dapat diikuti pada tabel VII - 2. 410

TABEL VII - 2 HASIL REHABILITASI PERKERETA-APIAN DI INDONESIA 1969/70 - 1973/74 Uraian 1. Penggantian rel (km) 2. Penggantian bantalan (bt) 3. Perbaikan pilar jembatan (M3) 4. Bangunan operasionil Lok uap (buah) Lok diesel (buah) Lok listrik (buah) Pasang airbrake (buah) Kereta Gerbong (rehabilitasi) Assembling gerbong (buah) 12. Jembatan a. beton (buah) b. baja (buah)
1)

R E P EL I T A I 1969/70 94,6 40.223 5.243 1.376,6 15 13 20 25 135 1970171 126,1 188.370 3.359 4.038,3 2 4 11 92 301 15 1971/72 150,3 218.746 2.474 3.371 3 5 52 236 1972/731) 124,6 280.270 7.943 7.701 10 16 65 380 69 56 1973/742) 86,0 180.960 14.358,5 3.469 5 15 2 52 211 15 34 -

Jumlah

581,E 1274.569 33.377,5 19.955,9 32 51 7 11 281 1.153 165 103 56

5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.

(M2)

Angka diperbaiki.

2)

Angka sementara.

Dalam tabel VII - 2 dapat diikuti bahwa hasil yang dapat dicapai selama Repelita I antara lain adalah berupa penggantian rel sepanjang 581,6 km, rehabilitasi lok uap 32 buah, lok diesel 51 buah dan lok listrik 7 buah, rehabilitasi gerbong barang 1.153 buah dan penambahan 165 buah dan penambahan kereta penumpang 281 buah. Untuk mendapatkan gambaran mutakhir keadaan perkere ta-apian di Indonesia, peninjauan kembali secara menyeluruh atas masalah perkereta-apian telah diadakan dalam tahun 1973/74. Hasil peninjauan kembali itu telah dituangkan dalam Rencana Rehabilitasi 5 tahun PJKA untuk dilaksanakan dalam Repelita II. Dengan hasil-hasil yang telah dicapai selama Repelita, I seperti tersebut di atas maka secara positip PJKA telah dapat meningkatkan pelayanannya. Adapun beberapa hal di antaranya adalah sebagai berikut: a. Rata-rata kecepatan kereta api telah dapat ditingkatkan menjadi maksimum 90 km per jam dan minimum 50 km per jam. Dengan demikian waktu perjalanan dapat diperpendek. b. Frekwensi perjalanan per hari menjadi lebih teratur dan jumlah frekwensi perjalanan telah ditambah, seperti misalnya antara Bandung - Jakarta dan Cirebon - Jakarta. c. Perjalanan kereta api di Sumatera Utara dan Sumatera Selatan telah diubah dengan kereta api Pattas. d. Pemasangan baseplate pada lintas Surabaya - Banyuwangi telah memungkinkan perjalanan antara Surabaya Denpasar dapat ditempuh langsung dalam waktu yang relatip lebih singkat dengan sambungan ferry dan bus khusus. e. Produksi jasa-yasa PJKA telah berangsur-angsur mening kat. Hasil-hasil produksi PJKA selama Repelita I telah menunjukkan kemajuan-kemajuan sebagaimana nampak dalam Tabel VII - 3 berikut:

412

TABEL VII - 3 PRODUKSI JASA-JASA PERKERETA-APIAN 1968 - 1973 (dalam ribuan) Tahun Penumpang orang 1968 1969 1970 1971 1972 1973 70.437 55.379 52.442 50.993 40.116 29.370 Penumpang Km 4.054.035 3.422.265 3.466.035 3.623.072 3.352.000 2.725.000 Ton Barang 3.306 4.025 3.958 4.202 4.561 4.905 Ton Km Barang 737.276 859.720 855.118 949.066 1.038.000 1.068.000

Dari data tersebut dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Dalam periode 1969 - 1973 jumlah penumpang telah menurun dengan rata-rata 14, 6 % tiap tahun, namun demikian penurunan rata-rata dalam penumpang kilometer, hanya sebesar 5,5% tiap tahun. Angka-angka ini menunjukkan bahwa banyak penumpang-penumpang jarak dekat telah berangsur-angsur beralih ke angkutan bus disebabkan semakin baiknya keadaan jalan dan mutu pelayanan angkutan bus. Satu dan lain hal juga karena perobahan-perobahan tarip kereta api yang diadakan dalam bulan Mei 1973. Angkutan penumpamg dan angkutan barang telah beralih kepada angkutan jarak jauh. Berbeda dengan angkutan penumpang maka angkutan barang dalam ton telah mengalami kenaikan rata-rata dengan 5,1 % setahun dan peningkatan rata-rata dalam ton km tercatat 5,6% setahun. Dari keterangan ini dapat disimpulkan bahwa kenaikan tersebut sejalan dengan perkembangan ekonomi selama Repelita I. Di bidang keuangan telah terjadi perobahan-perobahan kebijaksanaan yang penting jika diibandingkan dengan masa-masa sebelum Repelita I. 413

GRAFIK VII - 2 PRODUKSI JASA-JASA PERKERETA-APIAN 19 68 1 97 2

Dewasa ini PJKA sedang berusaha keras untuk memupuk dana-dana penyusutan guna tujuan-tujuan rehabilitasi.. Dana dana penyusutan semacam itu dalam tahun 1968 hampir tidak diadakan. Pengeluaran-pengeluaran, telah di arahkan untuk memperlancar operasi antara lain pembelian-pembelian spare parts dan pemeliharan-pemeliharaan. Perbaikan-perbaikan ope rasionil, administrasi, keuangan dan management masih akan terus ditingkatkan dalam Repelita II. 4. Angkutan Sungai, Danau dan Ferry.

Peranan sungai dan danau sebagai media 1alu-lintas akhirakhir ini semakin menonjol dengan meningkatnya intensitas pengangkutan kayu dari hutan-hutan yang tak dapat dihubungi lewat jalan darat. Oleh karena itu, survey pengembangan serta peningkatan kemampuan pelayaran di sungai dan danau menjadi makin mendesak. Dalam Repelita I, kegiatan di sektor angkutan sungai, danau dan ferry meliputi penelitian dan persiapan proyek; usaha - usaha rehabilitasi, upgrading, penambahan dermaga, depot minyak, serta perambuan, dan pengerukan. Mengingat terba- tasnya dana yang tersedia, prioritas diberikan kepada lokasi yang sangat memerlukan alat-alat angkutan sungai dan danau. Beberapa proyek angkutan ferry yang telah dimulai pelak sanaannya dalam tahun anggaran yang lalu seperti Merak Bakauhuni kini masih terus dilanjutkan pembangunannya. Sedangkan yang telah dibuka adalah antara lain hubungan ferry antara Banjarmasin - Sampit, seberang menyeberang sungai Kapuas, Nunukan - Tawao, dan Menara - Tembesi. Hasil-hasil investasi phisik selama Repelita I di luar ke giatan survey dan persiapan proyek serta rehabilitasi alur-alur pelayaran adalah sebagai berikut: (a) dermaga sungai sebanyak 28 buah dengan luas 5.807 m2 (b) kapal inspeksi (besar dan kecil) sebanyak 24 buah (c) kapal ferry sebanyak 7 buah

415 414

(d) (e) (f ) (g)

telekomunikasi 19 buah rambu-rambu sebanyak 789 buah kapal keruk 1 unit bangunan operasionil sebanyak 2 buah

Perhubungan laut. Dalam rangka menaikkan produktivitas dan menjamin kelancaran perhubungan laut, selama Repelita I telah diusahakan peningkatan fasilitas angkutan laut seperti: fasilitas pelabuhan, keselamatan pelayaran, kepanduan, pengerukan dan fasilitas galangan/dock. Di samping itu telah pula ditingkatkan jumlah armada yang tersedia, beserta perbaikan dalam bidang kelembagaan. Perkembangan kegiatan di sektor perhubungan laut tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Armada Pelayaran Nusantara.

Sistem trayek yang berlaku dewasa ini terdiri dari 61 trayek yang menghubungkan 52 pelabuhan wajib dan 37 pelabuhan fakultatif di seluruh wilayah Indonesia. Pelayaran armada yang menghubungkan trayek tersebut sampai dengan tahun 1973/74 bertambah baik. Hal ini dimungkinkan dengan adanya rehabilitasi 67 kapal nusantara dengan tonage 100.034 DWT milik 26 perusahaan pelayaran dan peng gantian kapal-kapal yang telah tua usianya. Program penggantian kapal tersebut akan lebih ditekankan dalam Repelita II mendatang. Untuk menunjang program penggantian kapal ini, telah diusahakan sumber pembiayaannya, sedangkan pelaksanaannya melalui pendirian PT. Pengembangan Armada Na sional (PAN) yang sudah dibentuk dalam bulan Pebruari 1974 yang lalu. Dengan semakin baiknya iklim usaha, maka produktivitas Armada Nusantara telah dapat ditingkatkan setiap tahunnya, ya kni da ri fa kt or m ua t a n ( l oa d fa c t or) ra t a- r at a 3, 7 ton/ 416

Dwt/tahun dalam tahun 1969 menjadi rata-rata 11 ton/Dwt/ tahun dalam tahun 1973. Perkembangan Armada Pelayaran Nusantara selama Repelita I dapat diikuti dalam Tabe1 VII - 4.
TABEL VII - 4 PERKEMBANGAN PELAYARAN NIAGA NUSANTARA 1969 - 1973
Jumlah kapal Tahu n 19 69 1970 197 1197 2197 3 Kapal 182 273 282 282 312 Dwt 1.84.350 267.759 321.63D 321.669 370.000 Kapal yang beroperasi Kapal 130 232 215 282 312 Dwt 138.004 234.685 38.535 321.669 376.000

Dalam tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah dan kapasitas kapal dalam tahun 1973 sudah sangat meningkat dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Begitu pula jumlah dan kapasitas armada yang beroperasi juga meningkat secara pesat yang mencapai peningkatan lebih dari dua kali diban dingkan dengan tahun 1969 yang lalu. 2. Armada Pelayaran Samudera. Selama Repelita, I sebagian besar Pelayaran Samudera Na sional, masih berstatus charter dan sebagian sewa-beli. De ngan jumlah armada 57 kapal yang berkapasitas sebesar 507.000 Dwt, maka jumlah angkutan armada pelayaran samudera nasional mencapai 30% dari seluruh muatan yang diangkut. Pertambahan armada beserta kapasitasnya tersebut telah mendorong kenaikan volume angkutan pelayaran nasional dengan luar negeri sehingga dapat meningkatkan pelayaran a ngkut a n se c a ra te r at ur da n te t a p. Se ba ga i c ont oh a da la h
411234- (27).

417

411234- (27).

GRAFIK VII - 3 PERKEMBANGAN PELAYARAN NIAGA NUSANTARA 1969 1973

418

pengikut sertaan dalam conference-conference, antara lain : Indonesia-Jepang dan sebaliknya; Indonesia-Australia dan sebaliknya; Indonesia-Amerika dan sebaliknya dan IndonesiaEropah dan sebaliknya. Di samping kegiatan pelayaran melalui conference juga dilakukan pelayaran tidak teratur (tramping) seperti antara pelabuhan Indonesia dengan Hongkong. Kegiatan pelayaran Samudera dimaksudkan untuk meningkatkan partisipasi perusahaan pelayaran nasional dalam kegiatan pengangkutan barang-barang perdagangan baik impor maupun ekspor ke dan dari luar negeri. 3. Armada Pelayaran Khusus. Armada Pelayaran Khusus adalah armada pelayaran yang melayani pengangkutan barang-barang khusus seperti kayu, minyak bumi, nikel, bauksit dan batu bara. Perkembangan pelayaran armada khusus untuk tiap-tiap tahun selama Repelita I cukup baik. Jika pada pertengahan tahun 1968 hanya tersedia 23 buah kapa1 dengan kapasitas angkut barang ku rang lebih 500.000 Dwt, maka pada tahun 1973 jumlah kapasitas armada tersebut telah menjadi 1.422.000 Dwt. Walaupun demikian bagian yang diangkut oleh kapal-kapal pelayaran rasional ini masih kecil. Oleh karena itu pembangunan armada pelayaran khusus akan lebih ditingkatkan dalam Repelita II. 4. Prasarana Perhubungan Laut. Peningkatan kapasitas dari berbagai armada pelayaran di atas telah pula diimbangi. dengan peningkatan prasarana per hubungan laut seperti fasilitas pelabuhan dan pengerukan alur pelayaran dan kolam pelabuhan. Sebagian besar kegiatan dalam bidang ini masih ditekankan pada rehabilitasi peralatan yang ada, sedangkan kegiatan pembangunan baru dan moder nisasi pelabuhan masih sangat terbatas. Dalam menunjang program RIS telah direhabilitir lebih kurang 60 pelabuhan; 2

419

pelabuhan dibangun baru (Krueng Raya/Aceh dan Pantai Meneng/Jawa Timur) dan 2 pelabuhan sedang dimodernisir yaitu pelabuhan Tanjung Perak dan pelabuhan Tanjung Perak/ Surabaya. Dewasa ini sedang dilaksanakan master plan study untuk perluasan dan modernisasi 4 pelabuhan yaitu Tanjung Priok, Belawan, Panjang dan Tanjung Perak. Kegiatan-kegiatan rehabilitasi pembangunan baru dan modernisasi pelabuhan selama Repelita I dapat dilihat pada Tabel VII - 5.
TABEL VII - 5 REHABILITASI FISIK PEMBANGUNAN FASILITAS PELABUHAN 1969/70 - 1973/74 No. Uraian Realisasi Keterangan

1. Kade/Dermaga - rehabilitasi - penambahan 2. Penahan Gelombang - rehabilitasi - penambahan 3. G u d a n g - rehabilitasi - penambahan 4. Listrik - rehabilitasi - penambahan 5. Fasilitas Air - rehabilitasi - penambahan 6. Alat-alat Bongkar Muat - rehabilitasi - penambahan

29.764 m2 18.921 m2 6.455 m2 135 m2 48.334 m2 11.700 m2 229 KVA 60 KVA 3.399 ton/hari 2.035 ton/hari 6 ton 25 ton

27 pelabuhan 17 pelabuhan 6 pelabuhan 1 pelabuhan 15 pelabuhan 9 pelabuhan 6 pelabuhan 3 pelabuhan 16 pelabuhan 4 pelabuhan 2 1 pelabuhan pelabuhan

Sebagai pelengkap kegiatan rehabilitasi dan pembangunan pelabuhan, selama Repelita I telah dilaksanakan kegiatan pengerukan kolam pelabuhan dan alur-alur pelayaran untuk
420

mengatasi penumpukan lumpur. Di samping itu masih ada pengerukan rutin (maintenancedredging) guna pengamanan kolam-kolam pelabuhan dan alur-alur pelayaran bagi kapalkapal yang keluar masuk pelabuhan-pelabuhan. Pengerukan rutin tersebut dilakukan di pelabuhan Tanjung Priok, Pasar Ikan, Palembang, Jambi, Cirebon, Bengkulu, Pontianak, Banjarmasin, Belawan, Semarang, Tegal, Surabaya, Gresik, Probolinggo, Manado dan Bitung. Di samping itu ada kegiatan penge rukan di sungai Mahakam yang dibiayai dari sumber penerima-an kayu di daerah tersebut. Setiap tahunnya seluruh kegiatan pengerukan yang dilaksanakan kurang lebih 15 juta m 3 (lihat Tabel VII - 6). Jumlah pengerukan tersebut adalah masih di bawah keperluan pengerukan. Oleh karena itu rehabilitasi dan pembangunan kapal keruk akan ditingkatkan dalam Repelita II.
TABEL VII - 6 PERKEMBANGAN HASIL PENGERUKAN DAN PEMBIAYAANNYA 1968 dan 1969/70 - 1973/74 R E P E L I T A 1968 Pengerukan (ribu an m3) Pembiayaan (juta Rp.) 1969/70 1970/71 1971/72 I 1973/74

1972/73

14.000 412.152

16.047 1.030

11.506 724

16.535 1.600

16.000 1.500

16.000 2.200

5 . Peningkatan dan Penambahan Keselamatan Pelayaran. Peningkatan fasilitas keselamatan pelayaran dimaksudkan untuk meningkatkan keamanan pelayaran, keselamatan jiwa, harta benda, dan keselamatan atas kapal-kapal. Adapun kegiatan yang telah dilaksanakan selama Repelita I meliputi rehabilitasi, modernisasi dan pembangunan baru.

421

Rehabilitasi dan pembangunan dilaksanakan untuk menara suar, rambu suar, kapal-kapal rambu, bengkel perambuan dan penerangan pantai, dermaga perambuan dan penerangan pantai, asrama-asrama JKLM/markonis, stasiun-stasiun telekomunikasi pelayanan, fasilitas-fasilitas ke syahbandaran dan fa silitas-fasilitas Biro Klasifikasi Indonesia. Untuk kelancaran operasi perambuan dan penerangan pantai telah diselesaikan dua, pangkalan induk (base) dengan lokasi Surabaya dan Jakarta, sedangkan Dumai sedang dalam pembangunan. Dua buah pangkalan lainnya dengan lokasi Sama- rinda dan Sorong akan dibangun dalam Repelita II. Sementara fasilitas-fasilitas pangkalan induk di Samarinda dan Sorong belum selesai, maka pangkalan Jakarta, Surabaya dan Dumai harus dapat melayani operasi di seluruh Indonesia. Usaha modernisasi dalam fasilitas keselamatan pelayaran dilaksanakan dengan pemasangan sistim penerangan listrik untuk lighthouses yang utama sepanjang route pelayaran dari Selat Malaka, Selat Riau, Selat Bangka, Pantai Utara Jawa, Selat Makasar, dan Irian Jaya. Hasil yang telah dicapai dalam kegiatan rehabilitasi dan modernisasi Sarana Bantu Navigasi yang dilaksanakan tiap-tiap tahun selama Repelita I kurang lebih 64,2% dari kebutuhan operasi yang ideal, sedangkan telekomunikasi pelayaran kurang lebih 88% dari kebutuhan operasi yang ideal. Sebagai hasil dari kegiatan rehabilitasi, pembangunan dan modernisasi proyek-proyek keselamatan pelayaran, selama Repelita I telah dapat ditingkatkan reliability dari Sarana Ban-tuan Navigasi pada port approach dari 15 pelabuhan terpenting pada alur-alur pelayaran traffic low yang relatif terpadat. Dengan adanya penambahan fasilitas keselamatan pelayaran seperti yang telah diuraikan di atas maka perairan Indonesia dewasa ini dapat diandalkan, sungguhpun premi asuransi dan kecelakaan kapal belum berkurang. Realisasi proyek-proyek selama Repelita I terlihat dalam Tabel di bawah ini.
422

TABEL VII - 7 REHABILITASI DAN PEMBANGUNAN FASILITAS KESEHATAN PELAYARAN 1969/70 - 1973/74 Nomor 1. URAIAN Perambuan dan penerangan REALISASI REPELITA I

a. 73 buah/lokasi menara suar dan rambu suar. b. 7 buah kapal suar. c. 32 unit/lokasi elektrifikasi menara suar. d. 261 buah asrama markonis/JKLM , 5 bengkel perambuan dan penerangan pantai, 3 buah dermaga perambuan. a. 12 unit stasiun radio kelas I. b. 5 unit stasiun radio kelas II. c. 2 unit stasiun radio kelas III. d. 59 unit stasiun radio kelas IV.

2.

Telekomunikasi pelayaran

6. Produksi Jasa dan Industri Maritim. Sebagaimana diketahui bidang Produksi Jasa dan Industri Maritim mempunyai kegiatan yang menunjang bidang perhubungan laut. Salah satu programnya adalah intesifikasi dan modernisasi armada rakyat dengan memberikan dan memperkenalkan beberapa macam prototype kapal armada rakyat yang dilengkapi dengan motornya. Sampai dengan tahun terakhir Repelita I kegiatan tersebut, telah dilakukan pada 4 lokasi, yaitu Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Selama Repelita I telah dilakukan kegiatan-kegiatan rehabilitasi dan peningkatan kapasitas dock dan galangan-galangan kapal seperti: P.N. Dock Tanjung Priok; P.N. Dock Surabaya; P.N. Fakin di Jakarta; IPPA Gaya Baru di Jakarta, Cirebon dan Semarang; P.T. Waiame, P.T. Pelita Bahari, P.N. Alir Menjaya di Palembang; dan penyelesaian pembangunan

423

Graving Dock Surabaya. Di samping itu terjadi pula penam bahan-penambahan fasilitas dan investasi baru dock dan galangan-galangan kapal dengan lokasi Ujung Pandang, Bitung, Palembang, Jakarta, Tegal dan Dumai. Kapasitas docking telah berkembang dari kurang lebih 78.400 Dwt pada tahun 1969 menjadi kurang lebih 92.750 Dwt pada tahun 1973, produksi reparasi meningkat dari 300.000 Dwt dalam tahun 1969 menjadi 500.000 Dwt dalam tahun 1973 dan pro duksi bangunan baru meningkat dari 5.000 Dwt dalam tahun 1969 menjadi 11.000 Dwt dalam tahun 1973. Lama docking rata-rata untuk tiap-tiap kapal mencapai 15 hari. Usaha rehabilitasi, peningkatan kapasitas, dan pembangunan baru dock dan galangan kapal dibiayai dari dana dalam negeri maupun dari bantuan proyek/bantuan tehnis luar negeri. Kegiatan ini akan dilanjutkan untuk meningkatkan. bagian/sumbangan yang wajar dalam docking, reparasi dan pembangunan kapal baru. Dalam usaha pengamanan alur pelayaran dan kolam pelabuhan dari kerangka kapal yang tenggelam, telah pula dilaksanakan pengangkutan kerangka kapal sebanyak 60 buah dengan berat sekitar 15.000 ton, yang tersebar di beberapa lokasi se perti: Jakarta, Surabaya, Semarang, Cilacap, Palembang, Balikpapan, Belawan dan Teluk Bayur di Padang. Kegiatan-ke giatan non phisik juga telah dilakukan yaitu berupa survey, study, dan penelitian dalam bidang Maritim antara lain pe ngembangan dock dan galangan, kerangka kapal dan sebagainya. Perhubungan Udara. Usaha peningkatan volume dan produktivitas angkutan udara melalui kegiatan pengembangan armada, perluasan jaringan, penambahan frekwensi penerbangan, serta perbaikan prasarana telah memberikan hasil yang menggembirakan. Perkembangan angkutan udara selama Repelita I dapat diikuti pada Tabel VII 8. 424

TABEL VII - 8 ANGKUTAN UDARA DALAM NEGERI 1968 - 1973 Uraian Km. pesawat (ribuan) Penumpang diangkut Barang (ton) Jam terbang Ton/Km. tersedia (ribuan) Ton/Km. Produksi (ribuan) Faktor muatan (%) 1968 11.218 382.285 40.636 46.195 27.352 59,2% 1939 12.162 499.125 4.129 45.315 52.506 34.920 66,5% 1970 16.480 770.377 4.940 54.424 80.185 51.055 63,6% 1971 20.458 992.792 7.015 60.679 102.494 68.501 6 6,8% 1972 26.942 1.235.136 11.094 74.037 125.502 82.209 65,5% 1973 33.194 1.649.217 13.790 85.304 213.925 115.062 53,8%

425

GRAFIK VII 4 ANGKUTAN UDARA DALAM NEGERI 1968 - 1973

426

Dari Tabel VII - 8 tersebut di atas terlihat bahwa kilometer pesawat, jumlah penumpang dan jam terbang pada tahun 1973 meningkat sebesar 195,9%, 331,4% dan 109,9% jika dibandingkan dengan tahun 1968. Selain itu dibandingkan dengan tahun 1969, jumlah barang yang diangkut pada tahun 1973 meningkat dengan 234%. Tambahan pula ton/km ter sedia dan ton/km produksi pada tahun 1973 masing-masing meningkat sekitar 363,1% dan 320,7% jika dibandingkan dengan tahun 1968. Pada saat dimulainya Repelita I pesawat udara sipil yang beroperasi berjumlah 189 buah, yang terdiri dari berbagai jenis pesawat. Jumlah dan komposisi armada ini dari tahun ke tahun terus berubah. Dalam tahun 1972 terdapat 272 buah pesawat udara yang aktip beroperasi, di antaranya 59 buah tergolong pesawat udara berukuran besar (berat maksimum waktu take off lebih dari 10.000 kg) yang dioperasikan oleh perusahaan penerbangan teratur dengan perincian : 15 buah bermesin piston (DC-3), 35 buah bermesin turboprop (F-27, YS-11 dan lain-lain), dan 9 buah bermesin turbojet (5 buah F28, 4 buah DC-9). Dalam tahun 1973 jumlah pesawat udara yang aktip beroperasi ada 269 buah, dan yang dioperasikan oleh perusahaan-perusahaan penerbangan teratur ada 55 buah pesawat yang tergolong berukuran besar yaitu 14 buah bermesin piston (DC-3), 25 buah bermesin turboprop (F-27, YS-11 dan lain-lain), 16 buah bermesin turbojet (9 buah F-28, 6 buah DC-9 dan 1 buah DC-8). Jadi dalam tahun 1973 jumlah pe sawat yang berukuran besar yang dioperasikan oleh perusahaanperusahaan penerbangan teratur berkurang jumlahnya dibandingkan dengan tahun 1972. Tetapi jumlah dan ukuran besarnya pesawat dalam tahun 1973 yang tergolong pesawat berukuran besar bermesin turbo jet lebih banyak daripada tahun 1972, dan pesawat-pesawat turbojet inilah yang mempunyai peranan yang besar dalam perkembangan angkutan dalam negeri.
427

Selain daripada adanya perkembangan armada, dalam Repelita I telah dikembangkan pula jaringan dan frekwensi pener bangan ke seluruh pelosok tanah air, sehingga hubungan udara tempat yang satu dengan yang lain menjadi lebih baik dibandingkan dengan masa sebelumnya. Sementara itu telah dan akan terus dilaksanakan pengaturan mengenai route penerbangan dan lain-lain hal yang berhubung an dengan itu, agar tercipta suatu keadaan yang saling mengisi serta dijamin keserasian antara penerbangan nusantara, lokal dan perintis; serta antara penerbangan teratur, tak teratur dan penerbangan umum. Sejalan dengan perkembangan armada telah dilaksanakan pula perbaikan-perbaikan di bidang operasi, keuangan, administrasi dan personil daripada perusahaan-perusahaan penerbangan. Untuk mengimbangi perkembangan sarana angkutan udara, maka dalam periode Repelita I telah ditingkatkan panjang landasan serta kekuatan daya dukungnya sehingga mampu melayani jenis pesawat udara yang lebih besar, lebih berat dan lebih cepat. Dewasa ini sebahagian besar ibukota Propinsi telah dapat dihubungkan secara lebih cepat dengan mempergunakan pesawat udara bermesin turbojet. Pada akhir tahun Repelita I ini terdapat 49 pelabuhan udara di luar perintis yang kesemuanya mampu didarati jenis pesawat DC-3, di antaranya 32 pelabuhan udara mampu untuk didarati pesawat turboprop jenis F-27, 18 pelabuhan udara dapat didarati pesawat turbojet jenis F-28, 9 pelabuhan udara sanggup didarati pesawat turbojet jenis DC-9, 5 pelabuhan udara bisa didarati pesawat turbojet jenis DC-8 dan 2 pelabuhan udara mampu untuk didarati pesawat turbojet jenis jumbo seperti DC-10. Sejalan dengan peningkatan kemampuan landasan pelabuhan udara tersebut, maka untuk meningkatkan keselamatan penerbangan dan perpanjangan jam-jam operasi pelabuhan udara, telah dilaksanakan pula peningkatan fasilitas pelabuhan udara
428

seperti fasilitas telekom dan navigasi penerbangan, fasilitas listrik, lampu-lampu landasan guna operasi di malam hari, fasilitas pemadam kebakaran, fasilitas Search And Rescue (SAR) dan lain-lain fasilitas untuk memenuhi kebutuhan perusahaan-perusahaan penerbangan, penguasa pelabuhan udara, instansi Pemerintah yang lain, para penumpang dan barang serta pos. Sementara itu untuk melayani penerbangan internasional telah ditingkatkan kemampuan pelabuhan udara Halim Perdanakusuma sehingga mampu menampung pesawat udara lalulintas bermesin turbojet jenis jumbo B-747. Proyek pelabuhan udara internasional Cengkareng sedang dalam tahap pembuatan masterplan yang diharapkan dapat selesai pada permulaan tahun 1975. Dalam bidang angkutan udara internasional juga terlihat kemajuannya. Lihat Tabel VII - 9. Dari Tabel VII - 9 di atas dapat dilihat bahwa dalam tahun 1973 jumlah penumpang yang diangkut naik sekitar 40,4% dibandingkan tahun 1968, jumlah barang berkurang sekitar 5,6%, jumlah jam terbang meningkat sekitar 50,4%, ton/km tersedia naik sekitar 40,7% dan ton/km produksi naik sekitar 115,8%. Untuk meningkatkan jumlah serta ketrampilan para personil perhubungan udara, telah dilaksanakan pula peningkatan fasilitas pendidikan pada Lembaga Pendidikan, Perhubungan Udara di Curug. Meteorologi dan Geofisika. Sesuai dengan gerak laju pembangunan selama periode Repelita I kebutuhan akan data meteorologi dan geofisika semakin meningkat pula. Data yang dihasilkan oleh Lembaga Meteorologi dan Geofisika meliputi data iklim, data gempa bumi, data waktu, data ramalan musim dan data ramalan 429

TABEL VII - 9 ANGKUTAN UDARA INTERNASIONAL


1968 -- 1973 Uraian Penumpang Barang (ton) Jam terbang Ton/km. tersedia (ribuan) Ton/km. produksi (ribuan) 1968 69.170 3.312 6.875 90.493 29.047 1969 98.937 3.326 7.941 46.302 31.351 1970 79.287 4.019 7.872 84.549 40.831 197 1 80.651 7.354 9.444 102.815 47.151 1972 85.963 2.304 10.451 122.427 56.073 1973 97.098 3.125 10.340 127.34 8 62.674

430

GRAFIK VII 5 ANGKUTAN UDARA INTERNASIONAL 1968 1973

431

cuaca. Data tersebut sangat dibutuhkan dalam perencanaan di bidang penerbangan, pertanian, bangunan sipil, eksplorasi tambang, penanggulangan bencana alam, dan lain sebagainya. Sampai tahun 1973 telah berhasil dilakukan perbaikan dan peningkatan stasion-stasion meteorologi dan geofisika. Se- la ma Repelita I telah dapat direhabilitasi 46 stasion meteorologi, 1614 stasion hidrometeorologi dan 6 stasion geofisika. Tambahan pula telah dibangun 13 stasion meteorologi pertanian, 27 stasion klimatologi, 98 stasion hidrometeorologi dan, 2 stasion geofisika. Untuk memenuhi kebutuhan akan jumlah dan ketrampilan personil Lembaga Meteorologi dan Geofisika, telah dan akan terus dilaksanakan perbaikan-perbaikan fasilitas pendidikan pada Akademi Meteorologi dan Geofisika di Jakarta. Pos dan Giro. Dengan semakin pesatnya pertumbuhan ekonomi, maka kebutuhan masyarakat terhadap jasa pos dan giro semakin menjadi besar dan peranannya juga menjadi penting. Usaha peningkatan baik berupa penyediaan sarana (pembuatan gedung kantor pos baru, penyediaan alat angkutan pos) maupun peningkatan pelayanan (diadakannya pelayanan pos kilat, pos kilat khusus) telah dilakukan selama Repelita I. Dalam periode tersebut pe merintah dititik beratkan pada pembangunan kantor pos pem bantu yang tersebar di kota-kota kecamatan. Dengan demikian terbuka cukup kesempatan bagi masyarakat untuk mengadakan hubungan secara mudah dan cepat. Dari Tabel VII-14 ternyata bahwa arus lalu-lintas pos dan giro menunjukkan perkembangan yang meningkat. Kenaikan rata-rata per tahun dalam periode 1968 - 1973 untuk pos biasa/kilat adalah 4,9%, untuk wesel pos 36,9%, peredaran giro dan cek pos 52,4% o dan tabungan 114,4%. Pada akhir tahun Repelita I tabungan negara meningkat sebesar 183,3 % diban dingkan dengan tahun sebelumnya. 432

TABEL VII - 10 PERKEMBANGAN ARUS LALU LINTAS POS DAN GIRO 1968 - 1973

Uraian 1973 1. Surat pos biasa/kilat khusus (Ribuan) 2. Wesel Pos (Milyar Rp) 3. Peredaran Giro & Cek pos (Milyar Rp) 4. Tabungan Bank Ta
bungan Negara (Jutaan Rp)

1968

1969

1970

1971

1972

138.881 9,50 24,80

147.215 14,90 97,63

158.641 20,81 106,65

181.921 26,48 124,30

196.289 32,53 157,26

176.541 45,65 204,19

31,21

59,37

146,05

317,65

499,52

1.414,98

333

GRAFIK VII 6 PERKEMBANGAN ARUS LALU LINTAS POS DAN GIRO 1968 - 1973

434

Perkembangan di bidang pembangunan gedung-gedung kantor pos selama Repelita I menunjukkan kenaikan. Sampai dengan tahun 1973/74 telah dapat diselesaikan pembangunan 114 buah kantor pos pembantu maupun kantor pos tambahan, 4 buah kantor pos besar k1s. I, 3 buah kantor pos daerah, dan 158 buah kendaraan untuk pos keliling dan pos kilat, tidak ter masuk 48 buah kendaraan bantuan Australia. Secara terperinci, perkembangan pembangunan kantor pos dan giro terlihat dalam Tabel VII-11. Telekomunikasi. Sesuai dengan fungsinya telekomunikasi mempunyai peranan penting dalam menunjang usaha-usaha pembangunan. Pembangunan di bidang telekomunikasi bertujuan meningkatkan kecepatan, ketepatan, serta keamanan dalam pemberian jasajasa telekomunikasi. Sesuai dengan kebijaksanaan yang telah digariskan dalam Repelita I, prioritas pembangunan tetap di tekankan pada peningkatan otomatisasi sentral telepon lokal, pembangunan transmisi jarak jauh, serta peningkatan hubungan telegrap dan telex. Hasil-hasil yang telah dicapai sampai, tahun 1973/74 telah menunjukkan peningkatan hubungan telekomunikasi, walaupun masih belum mencukupi kebutuhan masyarakat yang sudah sangat meningkat (lihat Tabe1 VII - 12). Sebanyak 23 buah sentral telepon otomat dengan kapasitas 74.300 unit telepon dalam tahun 1968 telah berhasil ditingkatkan menjadi 34 buah sentral telepon otomat dengan kapasitas 121.460 unit telepon dalam tahun 1973/74. Sentral telepon manual mengalami peningkatan dari 501 buah dengan kapasitas 104.000 unit telepon dalam tahun 1968 menjadi 504 buah sentral dengan kapasitas 101.920 unit telepon dalam tahun 1973/74. Dari Tabel VII - 12 di atas kelihatan bahwa penambahan unit telepon otomat adalah 10.000 buah dalam tahun 1969; 6.000 buah dalam tahun 1970; 9.000, bua h da la m , tahun 1971; 435

TABEL VII - 11 PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN POS DAN GIRO 1969/70 - 1973/74 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Jenis Pembangunan Kantor Pos Pembantu Kantor Pos Tambahan Kantor Pos Klas III *) Kantor Pos Besar Klas I **) Kantor Pos Ibu Kota Kantor Daerah Pos Sentral Giro Mes Pengawal Pos Kereta Api. Pos Keliling a. Sepeda Motor b. Postalvan Pos Kilat: Postalvan R E P E L I T A I 1970/71 1971/72 9 2 1 29 5 2 2 25 5 4 Jumla h 1969/7 1973/74 0 19 2 2 1 66 5 8 10 8 13 104 11 5 3 1 3 2 2 101 30 36

1969/70 14 1 1 1 2 10 9

1972/73 33 2 4 1

1 1

Catatan : Dalam tabel tersebut tidak ter masuk 48 buah postalvan dari bantuan Australia. *) Kantor Pos Kelas III adalah Kantor Pos yang setingkat lebih tinggi dari Kantor Pos Pembantu/Tambahan, berukuran kurang lebih 256 M 2 .

**)

Kantor Pos Besar Kelas I ialah Kantor Pos Besar yang berukuran lebih luas dari Kantor Pos Besar, yaitu lebih dari 1.500 M

T A B E L V I I - 12 JUMLAH UNIT TELEPON, 1968 - 1973 Otomat Sentral 1968 1969 1970 1971 1972 1973 23 25 27 30 33 34 Kapasitas 74.300 84.300 90.300 99.300 110.860 121.460 Sentral 501 501 499 496 495 504 Manual Kapasitas 104.000 101.295 99.914 104.738 102.123 101.920

Tahun

1.560 buah dalam tahun 1972; dan 10.600 buah dalam tahun 1973. Ini berarti bahwa penambahan unit-unit telepon otomat sejak tahun 1968 sampai dengan tahun 1973 meningkat de ngan rata-rata 7,6% tiap tahun Sedangkan unit telepon ma nual sejak tahun 1968 sampai dengan tahun 1973 mengalami perubahan turun naik sesuai dengan rencana otomatisasi te lepon. Di dalam kenyataan permintaan masyarakat akan unit telepon baru masih jauh lebih banyak dibandingkan dengan penyediaan kapasitas telepon yang sudah terpasang sekarang. Ha1 ini sangat dirasakan terutama di kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya. Oleh karena itu sambungan telepon baru masih di perlukan. Diperkirakan dalam Repelita II ini akan dapat ditambah sekitar 500 ribu unit lagi, terutama untuk menutup kekurangan penambahan dari tahun-tahun sebelumnya. Juga sejalan dengan rencana telekomunikasi tersebut sudah digarap proyek satelit dalam negeri (domestic satelite) yang akan di mulai persiapannya dalam tahun depan. Perincian 10.600 unit telepon yang telah berhasil dipasang dalam tahun 1973 adalah sebagai berikut: di Jakarta 5.000 unit; Malang 2.000 unit; di Denpasar 1.000 unit dan di Manado 2.600 unit.

437

Dalam bidang transmisi jarak jauh, maka dengan selesainya proyek Microwave Jawa - Bali bulan Maret 1973 yang lalu hubungan langsung jarak jauh antara sentral-sentral telepon Jakarta, Bandung, Cirebon, Semarang, Yogyakarta dan Denpasar telah dapat berlangsung. Hubungan ini masih akan terus diperluas dengan kota-kota lainnya seperti Solo, Madiun, Surabaya dan Malang. Proyek transmisi lainnya adalah sebagai berikut: Pembangunan Microwave Trans Sumatera yang menghubungkan Jakarta - Palembang - Padang masih diteruskan. Tahap pertama diharapkan selesai pada akhir tahun 1974. Proyek Microwave Indonesia Bagian Timur, yang menghubungkan Denpasar dengan Ujung Pandang sedang dalam tahap pembangunan dan diharapkan, selesai dalam tahun 1975/76. Pembangunan troposcatter Surabaya - Banjarmasin telah dimulai dalam tahun 1973/74 dan diharapkan selesai dalam waktu dua tahun. Proyek Transmisi VHF dan HF Radio yang sudah se- lesai adalah hubungan Jakarta - Medan, Jakarta - Bandung, Jakarta Pontianak, Ujung Pandang - Manado, Jakarta Ujung Pandang, Ujung Pandang - Palu, Ujung Pandang Kendari, Ujung Pandang- Ambon, Jakarta - Jayapura dan Jayapura ke kotakota Kabupaten di Propinsi Irian Jaya. Proyek ini masih akan diteruskan dengan hubungan antar kota di Kalimantan dan Maluku. Dalam bidang telegrap dan telex juga tampak adanya peningkatan baik di dalam produksi jasa maupun fasilitasnya, seperti terlihat dalam Tabel VII - 13 di bawah ini. Dari Tabel di atas dapat dilihat bahwa; hasil-hasil produksi jasa telegrap dalam negeri dan luar negeri mengalami peningkatan secara terus menerus. Demikian juga halnya dengan penggunaan telex. Pariwisata. Usaha-usaha pengembangan kepariwisataan di Indonesia selama lima tahun terakhir telah memberikan hasil-hasil yang

438

TABEL VII - 13 PERKEMBANGAN TELEGRAP DAN TELEX, 1969 - 1973 URAIAN 1. Kantor Telegrap (Unit) 2. Banyaknya Telegram DN dan LN - Dalam Negeri - Luar Negeri 3. T e 1 e x -Pu1sa - Call - Menit 1969 1970 1971 607 2.769.095 (2.389.918) ( 379.177) 6.786.670 124.827 647.520 1972 633 3.107.850 (2.696.494) ( 411.356) 7.876.159 185.650 920.588 1973 660 3.947.382 (3.459.057) ( 488.325) 9.925.255 276.408 1.403.250

578 2.473.800 (2.084.411) ( 389.389) 3.701.671 25.733 256.776

592 2.524.383 (2.133.540) ( 390.843) 4.934.027 68.259 414.957

cukup menyolok, baik dari segi pengembangan pisik maupun pemasarannya. Secara pisik selama lima tahun terakhir ini telah berhasil dilakukan pemugaran musium dan candi di Bali, pemugaran kraton di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yo gyakarta, pemugaran istana Maimun di Medan, dan pembangunan beberapa buah mandala, wisata (tourist information center) di Bali. Dengan dilangsungkannya Konperensi PATA bidang pemasaran dan promosi kini memasuki zaman baru. Konpe rensi yang mengandung ciri khas sebagai usaha promosi dihadiri oleh para pemilik Biro Perjalanan dari Asia dan Pasifik serta para penulis di bidang kepariwisataan, telah berlangsung di Bali pada akhir Maret 1974, serta di Jakarta pada awal April 1974 yang lalu. Berkat dukungan seluruh masyarakat dan bantuan yang diberikan oleh pemerintah daerah Konperensi telah berlangsung dengan sukses. Pengembangan dan pembinaan kepariwisataan terus dilakukan berdasarkan kebijaksanaan yang telah ditetapkan yaitu mengusahakan terciptanya iklim yang menguntungkan bagi bertambah banyaknya arus turis yang datang. Sungguhpun jumlah arus wisatawan dari tahun ke tahun terus bertambah, namun jika ditinjau dari sudut potensi pasarnya jumlah yang dicapai hingga saat ini masih kecil. Jumlah arus wisatawan asing ke Indonesia dapat diikuti pada Tabel VII - 14.
TABEL VII - 14 ARUS WISATAWAN ASING KE INDONESIA 1968 - 1973 Tahun 1968 1969 1970 1971 1972 1973 Jumlah Orang 52.393 86.067 129.319 181.046 221.197 273.303 Jumlah Pengeluaran (US $) 6.549.125 10.758.375 16.164.875 22.630.750 27.647.625 40.995.450

440 44'

GRAFIK VII 7 ARUS WISATAWAN KE INDONESIA 1968 - 1973

Usaha-usaha untuk meningkatkan penerangan dan promosi akan terus dilakukan. Usaha ini antara lain berupa peningkatan kerjasama antara sektor pariwisata dengan instansiinstansi lain, baik di dalam maupun di luar lingkungan pemerintahan. Ikut sertanya para pelajar dan mahasiswa dalam menggalakkan pariwisata telah pula mulai digarap. Di samping itu, dengan melalui pendidikan dan latihan, akan dilakukan pengarahan terhadap Biro-biro Perjalanan, sehingga dapat melakukan tugasnya secara mantap. Demikian pula usahausaha peningkatan ketrampilan para pramuwisata akan menjadi lebih penting dengan dibukanya lapangan-lapangan kerja di sektor kepariwisataan. Jakarta sebagai ibukota dan pintu gerbang masuknya wisatawan asing telah mengalami kemajuan yang amat pesat, baik dilihat dari segi penyediaan kamar-kamar hotel yang bertaraf internasional, perbaikan sarana dan prasarana, selesainya pemugaran kota Betawi Lama (Taman Fatahillah, Pelabuhan Sunda Kelapa), juga dengan dibukanya obyek-obyek wisata baru. Di pulau Bali yang merupakan daerah yang mengandung daya tarik tersendiri baga para wisatawan kini telah dimulai pembangunan wilayah pariwisata di daerah Nusa Dua. Pem bangunan wilayah pariwisata tersebut meliputi pembangunan jalan, jalan-lingkungan, pertamanan, pembuangan air, irigasi dan listrik. Pengembangan daerah ini juga dimaksudkan untuk menaikkan taraf hidup para petani yang bertempat tinggal di daerah sekitarnya. Pembangunan obyek wisata di Sumatera Utara telah dimulai dalam tahun 1973/74 dengan pemugaran perkampungan Lingga dan Simanindo di daerah Karo. Pemugaran perkampungan ini dimaksudkan untuk tetap memelihara nilai-nilai sejarah yang terdapat diperkampungan tersebut. Pembangunan Taman Purbakala Nasional di Jawa Tengah telah memasuki taraf pembuatan design tehnis, yang meliputi 442

daerah Candi Borobudur, Prambanan dan Dieng. Pembuatan design tehnis ini berpangkal dari hasil study yang baru selesai dikerjakan. Perkembangan di bidang perhotelan mengalami kemajuan yang pesat pula. Dalam jangka waktu satu tahun terakhir, kamar hotel yang bertaraf internasional mengalami kenaikan sebanyak 92%. Kapasitas hotel dalam periode tersebut bertambah dari 4435 kamar dalam bulan Mei 1973, menjadi 8524 kamar dalam bulan Mei 1974. Tambahan sebanyak 4089 kamar yang bertaraf internasional tersebut, terjadi di Jakarta sebanyak 2281 kamar, Bali sebanyak 935 kamar, Surabaya sebanyak 302 kamar dan Medan 212 kamar. Angka-angka yang lebih terperinci dari penambahan tersebut dapat dilihat dalam Tabel VII - 15 berikut ini:
TABEL VII - 15 KAPASITAS HOTEL (JUMLAH K A M A R ) DI IND ONES IA *) MEI 1973 - MEI 1974
Lokasi Jakarta Yogyakarta Ba1i Surabaya Lainnya Jum1ah
*) Standar Internasional.

Mei 1973 2378 130 1217 198 512 4435

Mei 1974 4659 471 2170 500 724 8524

Tambahan 2281 341 953 302 212 4089

% 95,9 262,3 78,3 152,5 41,4 92,2

Perhatian pemerintah di sektor pariwisata ini didasarkan pada pengertian bahwa pariwisata tidak hanya bisa menghasil kan pendapatan dengan penjualan jasa dan barang-barang, tetapi juga bisa merangsang kegiatan-kegiatan lain dalam masyarakat. 443

C. LISTRIK. Kebijaksanaan utama dalam pembangunan sektor tenaga 1istrik adalah untuk meningkatkan daya terpasang dan memper baiki keseimbangan antara daya terpasang dengan jaring transmisi maupun jaring distribusi. Adapun pedoman pokok yang dipergunakan ialah tetap dilakukannya usaha pengarahan agar terdapat suatu sistim regional yang lengkap mulai dari pusat tenaga listrik, jaring transmisi hingga distribusi yang saling berhubungan. Selain dari pada itu selama pembangunan pusat tenaga listrik yang relatip besar belum selesai, dan untuk mengurangi pemadaman bergilir di berbagai kota, maka masih diperlukan pemasangan pusat listrik tenaga diesel maupun gas turbin di berbagai kota penting sebagai pembangkit interim . Berdasarkan langkah dan kebijaksanaan tersebut di atas maka pembangunan di sektor tenaga listrik selama Repelita I telah memperoleh hasil yang nyata. Hasil yang telah dicapai antara lain adalah rehabilitasi dan pembangunan pusat tenaga listrik sebesar 304,175 MW, jaring transmisi sepanjang 488,11 km, 21 unit gardu induk dengan kapasitas 415,25 MVA, jaring tegangan tinggi sepanjang 1.673,92 km, gardu distribusi sejumlah 1.370 unit, dan jaring tegangan rendah sepanjang 1.611,19 km. (lihat Tabel VII - 16). Kegiatan rehabilitasi maupun pembangunan sektor tenaga listrik tersebut akan dan dilanjutkan terus dalam tahun mendatang. Adapun perincian kegiatan pembangunan selama Repelita I adalah seperti diuraikan di bawah. Pembangunan kelistrikan di daerah Sumatera Utara, meliputi pembangunan unit PLTD yang berkapasitas 6 X 4 MW, rehabilisi unit PLTD yang ada, serta perbaikan dan perluasan jaring distribusi di kota Medan dan sekitarnya. Pada saat ini telah diselesaikan rencana tehniknya dan sedang dilaksanakan pe mesanan unit PLTD tersebut. Dalam pada itu untuk meng atasi kekurangan tenaga listrik dalam waktu dekat ini maka sedang diusahakan pemasangan unit PLTD di Medan yang berkapasitas 2 X 4 MW.

444

TABEL VII - 16 HASIL PROYEK-PROYEK TENAGA LISTRIK 1969/70 - 1973/74 Uraian R E P E L I T A 1969/70 0,35 MW 67,5 km 40 MVA 1970/71 28,75 MW 304,175 MW 51,9 km 91,5 MVA 415,25 MVA 1971/72 20,43 MW 71,5 km 51,5 MVA 1972/73 I 1973/74 Jumlah

1. Rehab./Pemb. Pembangkit Tenaga Listrik 2. Rehab/Pemb. Jaring Transmisi a. Transmisi b. Gardu Induk 3. Rehab./Pemb. Jaring Distribusi a. Jaring Tegangan Tinggi b. Gardu Distribusi c. Jaring Tenaga Rendah Angka diperbaiki
1) 2)

139,035 MW 22J,89 km 61,25 MVA

115,615 MW 76,32 km 488,11 km 171 MVA

75,07 km 127,93 km

287,09 km 287,03 km km 1.673;92 km 349,23 km 344,9 km km 1.611,19 km

489,94 km

534,49

436,69 km

352,44

445

Angka sementara

GRAFIK VII 8 HASIL PROYEK-PROYEK TENAGA LISTRIK 1968 - 1973

446

LANJUTAN GRAFIK VII - 8

Di Sumatera Barat pembangunan, kelistrikan meliputi pembangunan PLTA Batang Agam yang, berkapasitas 3 X 3,5 MW, PLTD di Padang dengan kapasitas 2 X 25 MW, PLTD di Bukit Tinggi yang berkapasitas 2 X 1,5 MW, berikut rehabilitasi dan perluasan jaring distribusi di tiga 1okasi tersebut. Peme- sanan peralatan PLTA Batang Agam telah selesai, sedangkan untuk unit PLTD serta, peralatan distribusi pada saat ini sedang dilakukan penelitian atas penawarannya. Pembangunan PLTU Palembang yang berkapasitas 2 X 12,5 MW diharapkan selesai dalam tahun 1974. Sejalan dengan pe nyelesaian proyek PLTU tersebut pada saat ini sedang dilaksanakan rencana dan persiapan spesifikasi peralatan jaring distribusi untuk kota Palembang. Usaha-usaha rehabilitasi pembangunan, dan perluasan jaring distribusi di Riau dilakukan dengan membangun unit PLTD yang berkapasitas 3 X 2 MW, perbaikan, unit PLTD yang ada, dan perluasan maupun rehabilitasi jaring distribusi untuk daerah Riau, khususnya Pakanbaru dan sekitarnya. Sementara menunggu realisasinya, PLAN sedang mengusahakan pembangunan unit PLTD yang berkapasitas 2,5 MW untuk mengatasi kekurangan tenaga listrik dalam waktu dekat ini. Pembangunan PLTU Tanjung Priok yang berkapasitas 2 X 50 MW telah dapat diselesaikan pada akhir tahun 1972. Dalam pada itu untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik yang me ningkat dengan pesat, telah pula selesai dibangun sebuah unit PLTG di Tanjung Priok dengan kapasitas 20 MW. Pelaksanaan pembangunan dan rehabilitasi jaring distribusi Jakarta Raya serta perubahan tegangan distribusi dari tegangan 127/220 V menjadi tegangan 220/380 V telah dimulai di daerah Grogol, Gambir, Kota dan Tebet/Pasar Minggu. Agar pelaksanaan rehabilitasi jaring distribusi di Jakarta Raya dapat terlaksana secara efektif, maka telah dimulai perencanaan dan pelaksanaan, tahap ke dua rehabilitasi jaring distribusi dan perkuatan jaring transmisi sekeliling kota Jakarta. 448

Usaha pembangunan jaring transmisi dan distribusi yang tersebar di seluruh Jawa Barat telah dimulai pelaksanaannya pada tahun 1969. Sementara itu telah pula dilaksanakan penelitian jangka panjang mengenai kelistrikan di Jawa Barat. Penelitian ini meliputi kemungkinan penambahan tenaga listrik dan perluasan jaring distribusi di berbagai kota, serta penyam bungan jaring kelistrikan Jakarta, Jatiluhur, Cirebon dan Jawa Tengah. Berdasarkan penelitian tersebut maka sedang dilaksa nakan pembangunan unit PLTG di Jakarta dengan kapasitas 124 MW, yang diharapkan dapat diselesaikan pada akhir tahun 1974/75. Dalam usaha menghubungkan jaring Jawa Tengah dengan Jawa Barat sedang diusahakan untuk menghubungkan kota Bandung - Cirebon - Tegal terlebih dahulu. Pembangunan jaring transmisi Tuntang, usaha penyambungan jaring Tuntang dengan jaring Ketenger di Jawa Tengah, dan rehabilitasi serta perluasan sistim kelistrikan Ketenger sedang giat dilaksanakan. Dalam pada itu pembangunan PLTU Sema rang yang berkapasitas 2 X 50 MW, pada saat ini sedang di laksanakan pembelian peralatan elektro mekaniknya. Dalam Repelita I telah dimulai pembangunan unit PLTG (19 MW) di Semarang, PLTD (2 x 3 MW) di Yogyakarta, dan pembangunan jaring Tuntang yang meliputi jaring transmisi Jelok - Solo Barat (150 kV) sepanjang 57 km, Jelok Semarang Timur (150 kV) sepanjang 30 km, Semarang Timur Jatingaleh - Semarang Barat (150 kV) sepanjang 18 km, serta Cepu - Blora - Bojonegoro (20 kV) sepanjang 64 km, yang diperkirakan dapat selesai dalam tahun 1974. Pada bulan September tahun 1973 telah diresmikan penggunaan PLTA Karangkates; yang berkapasitas 2 X 25 MW terma suk jaring transmisi antara Karangkates - Waru (Surabaya). Disamping itu PLTA Selorejo yang berkapasitas 4,5 MW juga telah mulai berfungsi dalam bulan Mei 1973. Sejalan dengan kegiatan tersebut telah mulai pula berdatangan peralatan untuk pelaksanaan rehabilitasi dan perluasan jaring transmisi 449

dan distribusi di Jawa Timur. Penyambungan jaring Kali Konto dengan jaring Madiun termasuk juga dalam rencana pemba- ngunan ini, demikian pula peningkatan dan perluasan jaring distribusi beberapa kota di Jawa Timur. Pembangunan unit PLTG di Surabaya dengan kapasitas 25 MW, yang dilakukan untuk mengatasi perbaikan mesin PLTU Perak dan cadangan pembangkitan, diharapkan dapat diselesaikan pada bulan Oktober 1974. Dalam rangka peningkatan tenaga listrik di pulau Bali, khususnya untuk memajukan industri pariwisata, telah dibangun pusat tenaga listrik tenaga diesel di Den Pasar dengan kapasitas 6 MW termasuk penyelesaian jaring transmisi 70 kV se panjang 33,15 km, dan jaring transmisi 20 kV sepanjang 8,7 km. Kelistrikan di Kalimantan Barat, khususnya di Pontianak dan sekitarnya, yang telah direncanakan pembangunannya meliputi pembangunan unit PLTD yang berkapasitas 3 X 4 MW beserta jaring transmisi dan distribusinya. Dewasa ini sedang dilakukan penilaian atas penawaran unit PLTD. Di Kalimantan Selatan pada bulan April 1973 telah diresmikan pembangunan PLTA Riam Kanan yang berkapasiitas 2 X 10 MW berikut jaring transmisi antara Riam Kanan - Banjar Baru, dan telah menyalurkan listriknya ke Banjarmasin, Mar tapura, dan Banjar Baru sehingga pemadaman setempat yang dialami sejak lama telah dapat ditiadakan. Untuk memanfaatkan tenaga listrik dari PLTA Riam Kanan ini telah pula dimulai usaha perbaikan dan perluasan jaring distribusi di kota Banjarmasin, Martapura, Banjar Baru, dan lainnya. Dalam pada itu untuk mengatasi kekurangan tenaga listrik di kota Samarinda dan Balikpapan, dewasa Ini sedang dipesan unit PLTD untuk kedua kota tersebut, masing-masing dengan kapasitas 2 MW. Di samping hal-hal tersebut di atas di kota Surakarta, Pontianak, dan Banjarmasin telah selesai dipasang unit PLTD dengan kapasitas masing-masing sebesar 2 X 1,1 MW, sedangkan di

450

Ujung Pandang dengan kapasitas 2 X 2,8 MW. Pemasangan unit PLTD tersebut dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik dui empat kota tersebut sebelum pembangunan unit yang besar selesai dipasang. Rehabilitasi dan peningkatan daya terpasang bagi beberapa kota yang tersebar di seluruh Indonesia dilakukan dengan pemasangan mesin baru maupun dengan pemindahan unit diesal dari beberapa kota yang berkapasitas besar ke kota yang masih mengalami giliran pemadaman. Dalam tahun 1972 kegiatan ini meliputi pemasangan unit PLTD baru dengan seluruh kapasitas sebesar 7,6 MW di bebe rapa kota, antara lain Palangka Raya, Bitung, Ambon, Den Pasar, Kupang, Sragen, Banda Aceh, Sigli, Lhangsa, Bireuen, dan Padang. Pemasangan unit PLTD baru yang seluruh kapasi-tasnya sebesar 7 MW di kota Palu, Bagan Si-Api-api, Bireuen, Kisaran, Pamekasan, Balikpapan, Padang, Samarinda dan Jambi dilaksanakan dalam tahun 1973. Pembangunan unit PLTD di kota Tegal dengan kapasitas 2 X 150 kW, Cepu dengan kapa sitas 2 X 1000 kW, Tuban dengan kapasitas 2 X 250 kW serta Majenang dengan kapasitas 1 X 250 kW sudah selesai dan telah beroperasi sejak tahun 1973. Dalam rangka meninggikan tarap hidup dan produktivitas masyarakat desa telah dilakukan usaha peningkatan penyediaan tenaga listrik di pedesaan. Untuk ini telah dikembangkan pusat listrik tenaga mikrohidro. Pusat listrik tenaga mikrohi dro yang telah dapat diselesaikan selama Repelita I meliputi Sungai Puar (60 kW), Karang Asem I dan II dengan seluruh kapasitas 120 kW, Balia Pusuh (20 kW), Talaga (150 kW), Tanggul (75 kW) dan Karang Anyar (75 kW), yang seluruh nya berkapasitas kurang lebih sebesar 675 kW. Usaha penunjang dilakukan dengan meningkatkan keahlian serta ketrampilan seluruh pegawai. Untuk itu dibangun beberapa pusat latihan. Selama Repelita I telah dibangun pusat latihan di Cibogo, yang dipergunakan untuk meningkatkan ke -

451

trampilan tehnik dalam bidang listrik, diesel dan kontrol. Pusat latihan Slipi dipergunakan untuk meningkatkan keahlian dalam bidang administrasi dan keuangan. Sedangkan pusat latihan di Tanjung Priok dipergunakan untuk meningkatkan kemampuan tehnik dalam bidang pembangkitan. Berdasarkan hasil-hasil yang nyata dalam kegiatan rehabili tasi serta pembangunan pembangkit tenaga listrik, jaring transmisi, dan jaring distribusi, maka PLN dapat meningkatkan penyediaan tenaga listrik serta pelayanan kepada ma syarakat. Penyediaan tenaga listrik telah dapat dinaikkan dari 1.871.761 MWh dalam tahun 1969/170 menjadi 2.932.480 MWh dalam tahun 1973/74 suatu peningkatan sebesar 56,7% selama 4 tahun. Sementara itu penjualan tenaga listrik men capai 2.174.744 MWh dalam tahun 1973/74, atau suatu pening katan sebesar 49,5% dibandingkan dengan penjualan tahun 1969/70 yang sebesar 1.454.343 MWh. Adapun perkembangan hasil-hasil usaha PLN yang lebih terperinci selama tahun 1969/ 70 - 1973/74 adalah seperti dapat dilihat pada Tabel VII-17. G a s. Pembangunan tenaga gas dimaksudkan sebagai salah satu usaha untuk mencukupi kebutuhan bahan bakar yang murah dan efisien. Selama Repelita I pembangunan tenaga gas masih dititik beratkan pada usaha rehabilitasi jaring distribusi. Hal ini dimaksudkan agar dengan mempergunakan peralatan produksi yang ada, dapat dicapai tingkat produksi yang lebih wajar dan sehat dari segi pengusahaan. Usaha rehabilitasi tersebut meliputi kota Jakarta, Bandung, Bogor, Cirebon, Semarang, Surabaya, Medan, dan Ujung Pandang. Hasil-hasil yang telah dicapai selama tahun 1969 - 1973 an -tara lain adalah rehabilitasi jaring distribusi sepanjang 148.190 km, penggantian meter distribusi sebanyak 6.456 buah, dan rehabilitasi generator gas batu bara/minyak berat beserta per lengkapannya dengan kapasitas seluruhnya sebanyak 114.650 m 3 gas setiap harinya. Di samping itu dalam rangka moderni 452

TABEL VII - 17 TENAGA LISTRIK 1969/70 - 1973/74 Uraian 1969/70 1970/71 1971/72 1972/73 1 ) 1973/74 2)

1. Penyediaan Tenaga Listrik (Mwh) 2. Penjualan Tenaga Listrik (Mwh) 3. Daya Tersambung (KVA) 4. Daya Terpasang (MW)
1) 2)

1.871.761 1.454.343 649.199 652,75

2.083.701 1.589.207 718.958 690,7

2.354.416 1.786.128 814.084 711,13

2.498.477 1.892.609 934.617 850,16

2.932.480 2.174.744 1.060.936 970,77

Angka yang diperbaiki. Angka sementara.

GRAFIK VII - 9 TENAGA LISTRIK 1969/70 - 1973/74

sasi dengan bekerja sama dengan Pertamina dan Departemen Pertambangan sampai akhir Repelita I telah dapat disalurkan gas bumi dari Bongas ke Cirebon sebanyak 65.000 m3/hari equivalen gas kota. Jumlah tersebut telah menjadikan penyaluran gas untuk umum dan industri di Cirebon dan sekitarnya, dari semula yang terkecil, menjadi yang terbesar di Indonesia dalam jangka waktu satu tahun. Dengan demikian jumlah pro duksi setelah dilakukan rehabilitasi dan modernisasi adalah 179.650 m3/hari. Dari hasil yang telah dicapai di atas, dapat pula dicatat, bahwa kehilangan gas yang pada tahun 1969 diperkirakan ratarata 23,52% telah dapat ditekan menjadi sekitar 18,22%.

455

Anda mungkin juga menyukai