Anda di halaman 1dari 53

BAB I PENDAHULUAN

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tuberkulosis yang ditularkan melalui udara (melalui percikan dahak penderita TB) ketika penderita TB batuk, bersin, berbicara atau meludah. Seseorang dapat terpapar dengan TB hanya dengan menghirup sejumlah kecil kuman TB. Penderita TB dengan status TB BTA (Basil Tahan Asam) positif dapat menularkan sekurang-kurangnya kepada 10-15 orang lain setiap tahunnya (Depkes RI, 2008). Tuberkulosis (TB) paru hingga saat ini masih merupakan masalah penting bagi kesehatan. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Depkes RI tahun 1995, tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit saluran pernapasan pada semua kelompok usia dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi (Masniari, 2011). Indonesia merupakan negara berkembang sebagai penyumbang penderita TBC terbesar ketiga di dunia setelah India dan Cina (Depkes RI, 2008). Di dunia, setiap jam 833 orang jatuh sakit TB, setiap menit 13 orang jatuh sakit TB, setiap 5 detik satu orang jatuh sakit TB, setiap hari 5.000 orang meninggal akibat TB, setiap jam 208 orang meninggal akibat TB, setiap menit 3 orang meninggal akibat TB, setiap hari 20.000 orang meninggal akibat TB, dan setiap detik satu orang terinfeksi TB (PDPI, 2006).

Sepertiga dari populasi dunia sudah tertular dengan TB, sedangkan seseorang yang tertular dengan kuman TB belum tentu menjadi sakit TB. Kuman TB dapat menjadi tidak aktif (dormant) selama bertahun-tahun dengan membentuk suatu dinding sel berupa lapisan lilin yang tebal. Bila sistem kekebalan tubuh seseorang menurun, kemungkinan menjadi sakit TB menjadi lebih besar. Seseorang yang sakit TB dapat disembuhkan dengan minum obat secara lengkap dan teratur (Depkes RI, 2008).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI ORGAN PERNAFASAN Organ pernafasan dimulai dari : hidung (narrest) anterior - cavum nasi - narrest posterior - nasofaring - laring - trakea - bronkus - bronkiolus terminalis - bronkiolus respiratorius - duktus alveolus - saccus alveolus alveolus. Proses konduksi (menyalurkan udara, tempat lewat) dimulai dari hidung sampai bronkiolus terminalis, sedangkan respirasi (pertukaran oksigen dengan karbondioksida) dimulai dari bronkiolus respiratorius sampai alveolus Sistem Respirasi terdapat 3 proses 1. :

Ventilasi : mencakup inspirasi dan ekspirasi (Rongga thoraks, otot intercostalis, diafragma dan unsur elastis serta collagen paru (famili protein ekstraseluler yang merupakan unsur pembentuk utama jaringan ikat, yang memberikan kekuatan dan fleksibilitas))

2.

Difusi kapiler

: pertukaran oksigen dan karbondioksida di alveoli dan

3.

Sirkulasi : Mengantarkan oksigen dari paru ke sel tubuh

Otot2 dalam respirasi (inspirasi&ekspirasi) Inspirasi normal 1. Diafragma :

2. 3.

M. Intercostalis externus M. Intercostalis internus, bagian depan :

Inspirasi dalam 1. 2. 3. 4. 5.

M. Sternocleidomastoideus M. Pectoralis minor M.levatores costarum M. Serratus posterior superior Ketiga Mm. Scaleni :

Ekspirasi dalam 1. 2. 3. 4. 5. 6.

M. Intercostalis internus bagian posterior dan lateral M. Transversus abdominis M. Rektus abdominis M. Obliquus abdominis externus dan internus M. Transversus thoracis M. Serratus posterior inferior

Otot-Otot untuk stabilisasi pada inspirasi ; 1. M. Quadratus lumborum ; Menahan costa terakhir terhadap tarikan diaphragma 2. Mm. Scaleni : Menahan 2 costa teratas terhadap tarikan m.intercostalis externus

3.

M.Erector spinae bagian cervical dan thoracal : Otot2 ini menstabilkan kepala dan leher terhadap tarikan dari m.Sternocleidomastoideus dan mm.Scaleni

4.

Otot2 Perut ; Otot-otot ini pada tonus normalnya menstabilkan costa2 bagian bawah terhadap tarikan diaphragma

5.

M. Trapezius bagian atas dan M. Levator scapulae: Menstabilkan scapula terhadap tarikan m. Pectoralis minor

Otot-otot untuk stabilisasi pada expirasi : m. Erector spinae menstabilkan columna vertebralis dan pelvis terhadap tarikan otot2 perut. (Situs Thorax, Bagian Anatomi FK UNDIP Semarang)

B. FISIOLOGI PERNAFASAN 1. Proses Fisiologi Pernapasan Proses O2 dipindahkan dari udara ke dalam jaringan2, dan CO2 dikeluarkan ke udara ekspirasi, dapat dibagi menjadi 3 stadium. Stadium pertama adalah ventilasi, yaitu masuknya campuran gas2 kedalam dan keluar paru. Stadium kedua adalah transportasi, yang harus ditinjau dari beberapa aspek yaitu : a. Difusi gas2 antara alveolus dan kapiler paru (respirasi eksterna) dan antara darah sistemik dan sel2 jaringan b. Distribusi darah dalam sirkulasi pulmonar dan penyesuaiannya dengan distribusi udara kedalam alveolus2 c. Reaksi kimia dan fisik dari O2 dan CO2 dengan darah

Respirasi sel atau respirasi interna merupakan stadium akhir respirasi, yaitu saat zat2 dioksidasi untuk mendapatkan energi, dan CO2 terbentuk sebagai sampah proses metabolisme sel dan dikeluarkan oleh paru (Guyton, 2007). 2. Mekanisme Timbulnya Batuk a. b. Kira-kira 2,5 liter udara di insprasi. Epiglotis menutup; dan pita suara menutup erat-erat untuk menjerat udara dalam paru. c. Otot-otot perut erkontraksi dengan kuat mendorong diafragma, sedangkan otot-otot ekspirasi lainnya, seprti interkostalis internus, juga berkontraksi dengan kuat. Akibatnya, tekanan dalam paru meningkat sampai 100 mm Hg atau lebih. d. Pita suara dengan epiglotis sekonyong-konyong terbuka lebar, sehingga udara bertekanan tinggi dalam paru meledak keluar. Tentu saja, udar ini kadang-kadang dikeluarkan dengan kecepatan 75-100 mil per jam. Selanjutnya, dan penting, adalah penekanan kuat pada paru yang menyebabkan bronkus dan trakea menjadi kolaps sehingga bagian yang tidak ada kartilago ini berinvaginasi ke dalam, akibatnya udara yang meledak tersebut benar-benar mengalir melalui celah-celah bronkus dan trakea. Udara yang mengalir dengan cepat tersebut biasanya membawa pula benda asing apa pun yang terdapat dalam bronkus atau trakea (Guyton,2007).

3. Mekanisme Timbulnya Dahak Seluruh saluran napas, darai hidung sampai bronkiolus terminalis, dipertahankan agar tetap lembab oleh selapis mukus yang melapisi seluruh permukaan. Mukus ini disekresikan oleh sel goblet pada epitel respirasi dan kelenjar mukosa pada lamina propria. Selain untuk mempertahankan kelembabban permukaan, mukus juga menangkap partikel-partikel kecil dari udara inspirasi dan

menahannya agar tidak terus ke alveoli. Mukus itu sendiri dikeluarkan dari saluran napas dengan cara sebagai berikut : seluruh permukaan saluran napas, baik salam hidung maupun dalam saluran napas bagian bawah sampai sejauh bronkiolus terminalis, dilapisi oleh epitel bersilis, dengan kira-kira 200 silis pada masing-masing sel epitel. Silia ini terus-menerus memukul dengan kecepatan 1020 kali per detik dan arah kekuatan memukulnya selalu mengarah ke faring. Dengan demikian, silia dalam paru memukul ke arah atas sedangkan dalam hidung memukul ke arah bawah. Pukulan yang terus-menerus menyebabkan mukus ini mengalir dengan lambat, pada kecepatan kira-kira 1 cm/menit, ke arah faring. Kemudian mukus dan partikel-partikel yang dijeratnya tertelan atau dibatukkan keluar (Guyton,2007).

Tampilan Kental, translusen, putih keabuabuan

Kemungkinan penyebab Pneumonia atipikal, asma

Seperti jelly

Klebsiella pneumoniae Pneumonia pneumokokal

buah kismis (merah bata) Warna karat

(warna air buah plum) berbusa Warna ikan Merah muda,

Edema paru Pneumoni stafilokokus

Pneumonia bakteri; bronkitis akut atau kronik

salmon atau kuning pucat Sputum mukopurulen: kuning,

Anaerob (aspirasi), bronkiektasis abses

oral paru,

kehijauan, atau abu-abu kotor Purulen berbau busuk dan

(Price, 2005)

C. DEFINISI

TBC (tuberkulosis) adalah suatu penyakit infeksi kronik yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberkulosis yang ditularkan melalui udara (melalui percikan dahak penderita TB) ketika penderita TB batuk, bersin, berbicara atau meludah (Depkes,2008). Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi bakteri menahun yang disebabkan oleh Mycobakterium tuberkulosis yang ditandai dengan pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi. Mycobacterium tuberkulosis merupakan kuman aerob yang dapat hidup terutama diparu / berbagai organ tubuh lainnya yang bertekanan parsial tinggi (Damayanti, 2011).

D. EPIDEMIOLOGI TB Walaupun pengobatan TB yang efektif sudah tersedia tetapi sampai saat ini TB masih menjadi problem kesehatan dunia yang paling utama. Pada bulan Maret 1993, WHO mendeklarasikan TB sebagai global health emergency. Pada tahun 1998 kasus tercatat kejadian TBC sebesar 3.617.047 kasus TBC tercatat diseluruh dunia. Berdasarkan distribusi

kasus TBC pada tahun tersebut WHO mencatat 3 negara penyumbang kasus TBC yang terbesar yaitu India, Indonesia dan Cina. Angka kasus TBC di masing-masing Negara pada tahun itu mencapai 1.828.000 untuk Negara India, 1.414.000 untuk Negara Indonesia, dan 591.000 kasus untuk Negara Cina. Laporan TB dunia oleh Who yang terbaru (2006), masih

menempatkan Indonesia sebagai penyumbang terbesar nomor 3 di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah kasus baru sekitar 539.000 dan jumlah kematian sekitar 101.000 pertahun.

E. ETIOLOGI Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium Tuberkulosis, sejenis kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4 m dan tebal 0,3-0,6 m bersifat aerob, dapat hidup intra sel dalam makrofag maupun ekstra sel dlm cavitas, dapat mati pada pemanasan atau bahan kimia, tahan pada daerah kering dan dingin, serta bersifat BTA (Basil Tahan Asam). Dikatakan basil tahan asam karena bakteri ini agak sulit untuk diwarnai, tetapi sekali berhasil diwarnai, sulit untuk menghapus dengan zat asam. Sifat tahan asam adalah karena sifat dinding sel yang tebal yang terdiri dari lapisan lilin dan lipid yg terdiri dari asam mikolat (Amin, 2006).

F. CARA PENULARAN Proses terjadinya infeksi oleh M.Tuberkulosis biasanya secara inhalasi, sehingga TB paru merupakan manifestasi yang paling sering dibandingkan organ lain. Penularan penyakit ini sebagian besar melalui inhalasi basil yang mengandung droplet nuclei, khususnya yang didapat pada pasien TB paru dengan batuk berdarah/berdahak yang mengandung

basil tahan asam (BTA). Sudah dibuktikan bahwa lingkungan social ekonomi yang baik, pengobatan teratur, dan pengawasan minum obat ketat berhasil mengurangi angka mordibitas dan mortalitas (Amin, 2006).

G. PATOGENESIS

Gambar : Perkembangan tipikal TB, infeksi primer paru dan TB paru pascaprimer, termasuk beberapa kemungkinan sekuele dan penyakit primer imunopatologik CMI dan DTH Keterangan : CMI : cellular mediated immunity, DTH : delayed type hypersensitivity

Masuknya

basil

tuberkulosis

dalam

tubuh

tidak

selalu

menimbulkan penyakit. Terjadinya infeksi dipengaruhi oleh virulensi, jumlah basil tuberkulosis, frekuensi infeksi, serta daya tahan tubuh manusia termasuk keadaan umum dan status gizi. Penularan biasanya melalui udara, yaitu dengan inhalasi droplet nucleus yang mengandung basil Mycobacterium tuberculosis dengan

ukuran kecil < 5 mikron yang dapat masuk ke dalam jaringan paru melalui saluran nafas sampai alveoli. Dropet nucleus dapat melewati atau menembus sistem mukosilier saluran nafas kemudian mencapai dan bersarang di bronkiolus dan alveolus. Karena didalam tubuh belum ada kekebalan awal, jumlah dan virulensi kuman yang tinggi dapat memungkinkan basil TB tersebut berkembang biak dan menyebar melalui saluran limfe dan aliran darah. Basil TB yang menyebar melalui saluran limfe mencapai kelenjar limfe regional, sedangkan yang melalui aliran darah akan mencapai berbagai organ tubuh terutama di organ paru-paru. Di paru-paru, basil yang berkembang biak menimbulkan suatu daerah radang yang disebut fokus primer dari Gohn. Basil akan menjalar melalui kelenjar limfe dan terjadi limfangitis dan basil akan menuju ke kelenjar limfe regional. Pada lobus atas paru, basil akan menuju ke kelenjar limfe para trakeal, sedangkan pada lobus bawah menuju ke kelenjar limfe leher. Selama infeksi primer basil TB bersarang di kelenjar limfe hilus dan mediastinum, dapat juga ke kelenjar limfe lainnya. Infeksi di kelenjar tersebut dapat langsung berkembang menjadi TB aktif, dapat aktif beberapa tahun kemudian atau tidak pernah menjadi aktif sama sekali. Lesi permulaan dan di kelenjar limfe regional disebut kompleks primer. Kompleks primer terjadi 6 - 8 minggu setelah infeksi, bersamaan dengan terbentuknya komplek primer terjadi hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein yang dapat dilihat dengan tes tuberkulin.

1.

Tuberkulosis primer Tuberkulosis primer dan perluasan yang timbul akibat kompleks primer. Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi: a. b. c. sembuh tanpa meninggalkan cacat sembuh dengan cacat menimbulkan komplikasi dan menyebar secara: 1) 2) 3) percontinuitatum bronkogen limfogen

Kuman-kuman dapat menuju pleura yang dapat menyebabkan Lymphocytic serous efusion . Proses penyembuhan tergantung kondisi pertahanan tubuh penderita. Kapsul fibrosis melapisi lesi dan Kalsium disimpan dalam jaringan kaseosa. Infeksi dapat menyebar ke dalam paru lainnya secara massif dan akut menjadi Tuberculosis bronchopneumonia melalui kavitas. Kavitas yang pecah sampai pleura menyebabkan Pneumothorax, efusi pleura, empyema kaseosa. 2. Tuberkulosis pasca primer Tuberkulosis reinfeksi (endogen/eksogen karena daya tahan turun) atau jenis tuberkulosis dewasa. Tuberculosis pasca primer dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di regio atas paru (apical

posterior lobus inferior atau superior). Sarang ini juga mula-mula berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3 - 10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yaitu suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel histiosit dan sel datia langhans yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan jaringan ikat. Sarang ini akan menjadi : a. b. c. diresorbsi kembali dan sembuh tanpa cacat sembuh dengan jaringan fibrosis berkembang menjadi kavitas sklerotik, yang dapat berlanjut menjadi : 1) 2) 3) meluas dan menimbulkan sarang pneumonia baru memadat dan membungkus diri menjadi tuberkuloma bersih dan menyembuh disebut open healed cavity, dapat juga menjadi stellate shaped Secara keseluruhan akan terdapat 3 macam sarang, yaitu : a. b. c. sarang yang sembuh sarang aktif eksudatif sarang yang berada antara aktif dan sembuh

Tuberculosis paru dibagi atas beberapa fase patologis :

a.

Reaksi eksudatif (reaksi awal, ditunjukkan dalam bulan pertama)

b.

Nekrosis kaseosa (setelah 2-10 minggu dengan dimulai reaksi hipersensitivitas)

c.

Hyalinisasi

yang

merupakan

invasi

dari

fibroblas

(pembentukan granuloma 1-3 minggu) d. e. Kalsifikasi / ossifikasi Bentuk destruktif kronis 10% (kurang dari 1 tahun)

Penyebaran : noduli limpatisi regional, hematogen, pleura, pericardium, vertebra lumbal atas.

H. KLASIFIKASI 1. Berdasarkan American National Tuberculosis Association: a. Tuberculosis Minimal Luas sarang-sarang yang kelihatan tidak melebihi daerah yang dibatasi oleh garis median, apeks, dan iga 2 depan; sarangsarang soliter dapat berada dimana saja, tidak harus berada dalam daerah tersebut di atas. Tidak ditemukan adanya kavitas. b. Tuberculosis lanjut sedang

Luas sarang-sarang yang bersifat bercak-bercak tidak melebihi luas satu paru, sedangkan bila ada lubang, diameternya tidak melebihi 4 cm. c. Tuberculosis sangat lanjut Luas daerah yang dihinggapi sarang-sarang lebih dari klasifikasi kedua diatas, atau bila ada lubang, diameter keseluruhan semua melebihi 4 cm.

2.

Berdasarkan Organ Tubuh yang Terkena : a. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim paru), tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hillus. b. Tuberkulosis ekstra paru adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung, kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dll.

3.

Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dahak Mikroskopis, yaitu pada TB paru : a. Tuberkulosis paru BTA positif

1)

Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasinya BTA positif

2)

Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto thoraks dada menunjukkan gembaran tuberkulosis.

3)

Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.

4)

Satu atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negative dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT

b.

Tuberkulosis paru BTA negative Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria diagnostic TB paru BTA negatif harus meliputi: 1) 2) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif Foto Thoraks abnormal menunjukkan gambaran

tuberkulosis 3) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT 4) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan

4.

Berdasarkan Tingkat Keparahan Penyakit a. TB paru BTA negatif foto thoraks positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. b. Bentuk berat bila gambaran foto thoraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas, dan atau keadaan umum pasien buruk. c. TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu : 1) TB ekstra paru ringan, misalnya : TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal. 2) TB ekstra-paru berat, misalnya : meningitis, milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih dan alat kelamin.

5.

Berdasarkan Riwayat Rengobatan Rebelumnya Dibagi menjadi Beberapa Tipe Pasien, yaitu : a. Baru Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu). b. Kambuh ( Relaps ) Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau

pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur). c. Pengobatan setelah putus berobat (Defalut) Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif. d. Gagal (Failure) Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

e.

Pindahan (Transfer In) Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.

f.

Lain-lain Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan (Aditama, 2008).

6.

Berdasarkan Konsensus TB paru tahun 2003, maka TB dikategorikan menjadi 4 kelompok : a. Kategori I : TB baru BTA (+) / (-), TB ekstra paru berat

b.

Kategori II pengobatan

TB

kambuh,

lalai

berobat,

gagal

c. d.

Kategori III Kategori IV (MDR)

: TB paru BTA (-) dengan lesi minimal : TB kronik dan Multi Dose Resistant

I. GEJALA DAN TANDA 1. 2. 3. 4. 5. Demam, mencapai 40-410C Batuk/batuk darah Sesak nafas Nyeri dada Malaise, berupa nafsu makan berkurang. BB turun, keringat malam hari, sakit kepala, nyeri otot, dll (Amin, 2006).

J. FAKTOR RISIKO 1. 2. 3. 4. Umur, dapat pada anak/lansia Lingkungan kumuh, rendahnya ventilasi MalnutrisiBB kurangDaya tahan tubuh menurunRentan TBC Menderita penyakit lain (komorbit), DM, HIV, leukopeni,

hipoalbuminemi, defisiensi daya tahan tubuh (penurunan imunitas spesifik dan nonspesifik)

5. 6. 7. 8.

Keadaan post gastrektomi Kehamilan, terapi adrenokortikosteroid Terapi imonosupresif, silikosis, uremia, limfoma, sarkoidosis Menderita penyakit paru kronik sebelumnya (Amin, 2006).

K. PEMERIKSAAN 1. Pemeriksaan Fisik a. Konjungtiva mata atau kulit yg pucat karena anemia, suhu demam (subfebris), badan kurus / BB menurun. b. Pada TBC paru lanjut dengan fibrosis luas ditemukan atrofi dan retraksi otot-otot interkostal. c. Pada infiltrat agak luas didapat : 1) 2) Perkusi : redup pada bagian apex (puncak) paru. Auskultasi : suara napas bronkial dan tambahan berupa ronki basah, kasar dan nyaring d. Pada infiltrat diliputi penebalan pleura: suara napas menjadi vesikuler melemah, dan perkusinya memeberikan suara pekak e. Bila terdapat kavitasi yg cukup besar : 1) 2) 2. Perkusi : hipersonor atau timpani Auskultasi : memberikan suara amforik

Pemeriksaaan Penunjang a. Tes Tuberkulin Intradermal (Mantoux)

Tuberkulian adalah komponen protein bakteri TB yang memiliki sifat antigenik yang kuat. Jika disuntikkan pada orang yang terinfeksi TB (sudah ada imunitas selular TB),

maka akan terjadi reaksi berupa indurasi. b. Pemeriksaan Radiologik : foto thorak PA, CT scan , oblik , foto apiko-lordotik 1) Tuberkulosis dapat memberikan berbagai macam

gambaran bentuk (multiform). Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB aktif : a) Bayangan berawan/nodular disegmen apikal dan posteror lobus atas dan segmen superior lobus bawah paru b) Kaviti terutama lebih dari satu dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular c) d) 2) Efusi pleura unilateral (umumnya) Bayangan bercak milier

Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif : a) Fibrotik terutama pada segmen apikal dan atau posterior lobus atas dan atau segmen superior lobus bawah paru b) c) Penebalan pleura Kalsifikasi

c.

Laboratorium darah, hasilnya :

1) Jumlah leukosit yang sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri 2) Jumlah limfosit yang di bawah normal 3) LED mulai meningkat 4) Anemia ringan dengan gambaran normocrom dan

normositer 5) Gama globulin meningkat 6) Kadar Na darah menurun d. 1) 2) 3) 4) 5) L. DIAGNOSTIK Gambar 2. Skema alur diagnosis TB paru pada orang dewasa (Aditama, 2008). Pemeriksaan sputum, hasilnya : Dlm 100 LP BTA tidak ada : (-) Dlm 100 LP BTA 1-9 : tulis jumlah bakteri Dlm 100 LP BTA 10-99 : (+) Dlm 1 LP BTA 1-10 : ((+)(+)) (min 50 LP) Dlm 1 LP BTA >10 : ((+)(+)(+)) (min 20 LP)

M. DIAGNOSIS BANDING 1. Penyakit TB paru primer

a. b. 2.

Simple bronkopnemonia Infiltrat eosnofilik dan kanker paru dini

Penyakit TB paru menahun (post-primer) a. b. c. d. Bronkiektasis Bronkitis Emfisema Kanker paru

N. PENCEGAHAN 1. Terhadap infeksi TB a. Pencegahan terhadap sputum yang infeksius 1) Case finding 2) Isolasi penderita dan mengobati penderita 3) Ventilasi harus baik, kepadatan penduduk dikurangi b. Pasteurisasi susu sapi 2. Meningkatkan daya tahan Tubuh a. Memperbaiki standar hidup 1) Makanan 4 sehat 5 sempurna 2) Perumahan dengan ventilasi yang cukup 3) Cukup tidur teratur 4) Olahraga di udara segar 3. Meningkatkan kekebalan tubuh dengan vaksinasi BCG

4.

Pencegahan dengan mengobati penderita menggunakan obat anti TB (OAT)

O. PENGOBATAN 1. Tujuan Pengobatan Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT. 2. Prinsip Pengobatan TBC a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal

(monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OATKDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan. b. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO). c. Diberikan dalam 2 tahap : 1) Intensif a) Pada tahap awal (Intensif) pasien mendapat obat setiap hari selama 2 bulan (56x minum) dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah

terjadinya resistensi obat.

b)

Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.

c)

Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negative (konversi) dalam 2 bulan.

2) Lanjutan a) Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama (4 bulan). b) Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten (dormant) sehingga mencegah terjadinya kekambuhan. 3. Obat yang Digunakan untuk Pengobatan TB Obat yang Biasa Tersedia untuk Pengobatan Tuberkulosis Jenis OAT Sifat Dosis yang

Isoniazid (H) Rimfamicin (R) Pyrazinamide (Z) Streptomisin (S) Etambutol (E)

Bakterisid Bakterisid Bakterisid Bakterisid Bakteriostatik

direkomendasikan (mg/kg) Harian 3x seminggu 5 (4-6) 10 (8-12) 10 (8-12) 10 (8-12) 25 (20-30) 35 (30-40) 15 (12-18) 15 (15-20) 30 (20-35)

Dosis masing-masing OAT H: isoniazid (BB<50kg = 300mg, BB>50kg = 400mg) R: rifampisin (BB<50kg = 450mg, BB>50kg = 600mg) Z: Pirazinamid (BB<50kg=1500mg, BB>50kg = 2000mg)

E: Etambutol (BB<50kg=750mg, BB>50kg=1000mg) S: Streptomisin (BB<50kg=750mg, BB>50kg = 1000mg) 4. Paduan OAT yang Digunakan di Indonesia Panduan obat yang digunakan di Indonesia, biasanya dalam bentuk paket dengan tujuan untuk mempermudah pemberian obat untuk menjamin kelangsungan pengobatan sampai selesai. Panduan OAT pada TB paru (WHO, 1993), adalah sebagai berikut : a. Kategori 1 1) 2HRZE (tiap hari selama 2 bulan (56x minum) diberi isoniazid, rifampisin, pirazinamid dan etambutol)/

4H3R3(3x seminggu selama 4 bulan (48x minum) diberi isoniazid dan rifampisin), untuk : a) b) Penderita baru TBC paru BTA positif Penderita TBC paru BTA negatif rontgen positif yang sakit berat c) Penderita TBC ekstra paru berat

2) 2HRZE / 4HR(), 2HRZE / 6HE b. Kategori 2 1) 2HRZES / HRZE / 5H3R3E3, untuk : a) b) c) 2) Penderita kambuh (relaps) Penderita gagal (failure) Penderita dngan pengobatan setelah lalai (default)

2HRZES / HRZE / 5HRE

c.

Kategori 3 1) 2HRZ / 4H3R3, untuk : a) Penderita baru BTA negatif dan rontgen positif sakit ringan b) 2) Penderita ekstra paru ringan

2HRZ / 4HR, 2HRZ / 6HE Pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif dengan kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2, hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif, maka diberikan OAT sisipan (HRZE) selama1 bulan (Aditomo, 2008).

Dosis untuk panduan OAT KDT kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3 Berat Badan (kg) 30-37 38-54 55-70 >=71 Tahap Intensif tiap hari selama 56 hari RHZE (150/75/400/275) 2 tablet 4KDT 3 tablet 4KDT 4 tablet 4KDT 5 tablet 4KDT Tahap lanjutan 3 kali seminggu RH (150/150) (+)E (275) 2 tablet 4KDT 3 tablet 4KDT 4 tablet 4KDT 5 tablet 4KDT

Dosis untuk Panduan OAT KDT Kategori 2: 2(HRZE)S/ (HREZE)/5(HR)3E3 Berat Badan (kg) Tahap Intensif tiap hari RHZE Tahap lanjutan 3 (150/75/400/275) Selama 56 hari kali seminggu RH Selama 28 hari (150/150)(+)E (275)

30-37 38-54 55-70 71

tablet

4KDT 2 tablet 4KDT

2 tablet 2KDT (+) 2 tablet Etambutol 3 tablet 2KDT (+) 3 tablet Etambutol 4 tablet 2KDT (+) 4 tablet Etambutol 5 tablet 2KDT(+) 5 tablet Etambutol

(+)500 mg inj 3 tablet 4KDT 2 tablet 4KDT (+)750 mg inj 4 tablet 4KDT 2 tablet 4KDT (+)1000 mg inj 5 tablet 4KDT 2 tablet 4KDT (+)1000 mg inj

Dosis untuk Panduan OAT KDT Sisipan : (HRZE) Berat Badan 30-37 38-54 55-70 71 5. Efek Samping OAT Efek samping ringan Penyebab Penanganan Obat diminum malam sebelum tidur Beri aspirin Beri vit B6 100 mg/hr Beri penjelasan, tidak perlu beri apa-apa Penanganan jenisBeri anti histamin. Bila tidak hentikan berkurang, OAT Tahap Intensif tiap hari selama 28 hari RHZE (150/75/400/275) 2 tablet 4KDT 3 tablet 4KDT 4 tablet 4KDT 5 tablet 4KDT

Nafsu makan <<, mual,Rifampisin sakit perut Nyeri sendi Kesemutan dan Pirazinamid rasaINH padaRifampisin Penyebab

terbakar pada kaki Warna kemerahan urine Efek samping berat

Gatal dan kemerahan padaSemua kulit OAT

suportif Tuli Gangg. Keseimbangan Ikterus Bingung dan Streptomisin Streptomisin Ganti Etambutol Ganti Etambutol

Hampir semuaHentikan OAT OAT muntah-Hampir semuaHentikan OAT tes OAT Etambutol Rifampisin fungsi hati Hentikan Etambutol Hentikan Rifampisin

muntah Gangg. Penglihatan Purpura dan syok

Efek Samping Berat OAT OBAT ISONIAZID SERING REAKSI KADANG Hepatitis Reaksi kulit Neuropati perifer JARANG Kejang Neuritis optik Gejala mental Anemia hemolitik Anemia aplastik Agranulositosis Reaksi lupoid RIFAMPISIN Hepatitis Reaksi kulit Gejala GIT Purpura Ginekomastia ARF Syok Anemia hemolitik

trombositopenia Febris Flu PIRAZINAMID Anoreksia Nausea Flushing ETHAMBUTOL syndromes Hepatitis Vomiting Arthralgia Reaksi kulit Neuritis retrobulbar STREPTOMISIN Reaksi kulit Tinnitus Baal 6. Pengobatan non-farmakologis a. b. Diet tinggi kalori, tinggi protein Memelihara daya tahan tubuh dengan pola hidup sehat, makan yang baik, olahraga, dan cukup istirahat. 7. Penderita yang perlu pengobatan : a. b. Penderita dengan pemeriksaan BTA 3x ditemukan 2 BTA (+) Satu sediaan sputum (+) dan kelainan radiologis gambaran TB aktif c. Satu sediaan sputum (+) dan biakan (+) Arthralgia Vertigo Ataksia Ketulian like Anemia sideroblastik Fotosensitifitas Reaksi kulit Hepatitis Neuropati perifer Kerusakan ginjal Anemia aplastik Agranulositosis

d. e.

Sputum - ,biakan (+) Tiga spesimen dahak SPS gambaran radiologis TBC (+)

P. EVALUASI PENGOBATAN 1. Evaluasi klinis: a. Dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama pengobatan selanjutnya setiap 1 bulan. b. Evaluasi: respon pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta ada tidaknya komplikasi penyakit. c. 2. Evalusi klinis meliputi keluhan, BB, dan PF.

Evaluasi bakteriologi (0-2-6/9 bulan pengobatan) a. b. Untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak Pemeriksaan dan evaluasi pemeriksaan mikroskopis 1) 2) 3) Sebelum pengobatan dimulai Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif) Pada akhir pengobatan

3.

Evaluasi efek samping secara klinis a. Bila mungkin sebaiknya dari awal diperiksa fungsi hati, fungsi ginjal dan darah lengkap. b. Fungsi hati: SGOT, SGPT, bilirubin

c. d. e. f.

Fungsi ginjal: ureum, kreatinin Gula darah Asam urat bila menggunakan pirazinamid Pemeriksaan visus dan uji buta warna bila menggunakan etambutol

g. 4.

Pemeriksaan keseimbangan dan audiometri streptomisin

Evaluasi keteraturan berobat: Kriteria Sembuh a. BTA mikroskopis (-) 2x (pada akhir fase intensif dan akhir pengobatan) dan telah mendapatkan pengobatan adekuat b. Pada foto toraks, gambaran radiologi serial tetap sama/perbaikan c. d. Bila ada fasilitas biakan, maka kriteria ditambah biakan (-) Pasien TB yang sudah sembuh sebaiknya dievaluasi minimal dalam 2 tahun pertama setelah sembuh untuk mengetahui kekambuhan e. f. Hal yang dievaluasi: BTA dan radiologi Mikroskopik BTA dahak 3, 6, 12, dan 24 bulan (bila ada gejala).

g.

Evaluasi foto toraks 6, 12, 24 bulan setelah dinyatakan sembuh (bila ada kecurigaan TB kambuh).

Q. KOMPLIKASI 1. Komplikasi Dini a. Empyema b. Laringytis c. Pleuritis d. Efusi pleura

2.

Komplikasi Lanjut a. ARDS b. Obstruksi jalan nafas c. Karsinoma paru d. Amiloidesis e. Kerusakan parenkim paru berat (fibrosis paru, cor pulmonal chronicum)

BAB III LAPORAN KASUS A. ANAMNESA 1. Identitas Pasien Nama : Tn. Muh. Sidiq Umur : 36 tahun

Alamat : Ngerandah, Taren No. RM : 10186 Ruang : Flamboyan 2. 3. Keluhan Utama : Sesak nafas dan batuk berdahak Riwayat Penyakit Sekarang Seorang pasien datang ke RSUD R. Soedjati Purwodadi dengan keluhan sesak nafas dalam 1 bulan terakhir. Pasien juga mengeluh batuk berdahak yang dirasakan terus menerus sepanjang hari. Pasien mengaku sering merasa tidak enak badan dan nggreges serta berkeringat pada malam hari. Pasien merasa nafsu makannya berkurang sehingga pasien mengalami penurunan berat badan selama beberapa bulan terakhir. 4. Riwayat Penyakit Dahulu Pasien sudah pernah sakit seperti ini sebelumnya pada tahun 2009. Setelah dilakukan pengobatan selama 6 bulan, pasien dinyatakan sembuh. Pada tahun 2010, keluhan batuk berdahak muncul kembali. Pasien minum obat kembali sampai 6 bulan tapi tidak dilakukan pemeriksaan BTA. Pada Oktober 2011 pasien merasakan keluhan yang sama. Dilakukan pemeriksaan sputum BTA dan radiologi. Hasilnya: pemeriksaan BTA (+) dan radiologi menunjukkan gambaran TB aktif. Pasien minum OAT tidak sampai selesai karena sudah merasa sembuh. 5. Riwayat Penyakit Keluarga / Lingkungan

Pasien mengaku sering melakukan interaksi dengan tetangganya yang menderita sakit batuk lama. 6. Sosial Ekonomi Pasien merupakan seorang pedagang. Tinggal dengan seorang istri dan kedua anaknya. Biaya pengobatan ditanggung sendiri. Kesan ekonomi : kurang.

B. Pemeriksaan Fisik Kesan Umum : Lemah Kesadaran Vital Sign : Composmentis : TD = 130/90 mmHg

Nadi = 82 x/menit RR = 22x/menit S = 36,50C

Kulit : warna sawo matang(+), turgor baik, ikterik (-) Kepala : mesocephal Leher : simetris, pembesaran kelenjar (-), deviasi trakea (-), JVP meningkat (-) Mata : conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-) Hidung : sekret (-)

Telinga : bentuk N, sekret (-), gangguan pendengaran (-) Tenggorokan : nyeri telan (-), T1 T1, hiperemis (-) Mulut Thorax Paru Inspeksi Statis Anterior Posterior : bibir kering (-), sianosis (-), sariawan (-)

Hiperpigmentasi (-), spider neviHiperpigmentasi (-), spider nevi (-), tumor (-), radang (-).(-), tumor (-), radang (-) Hemitoraks dextra=sinistra ICS Normal Diameter AP < LL

Hemitoraks dextra=sinistra. ICS Normal. Diameter AP < LL Dinamis

Pergerakan hemitoraks dextra =Pergerakan hemitoraks dextra = sinistra RR : 22x/menit sinistra RR : 22x/menit Nyeri tekan (-), tumor (-) Stem fremitus dextra > sinistra ICS melebar (-)

Palpasi

Nyeri tekan (-), tumor (-) Sudut Arcus costae < 900 ICS melebar (-) Stem fremitus dextra > sinistra

Perkusi

Sonor di seluruh lapang paruSonor di seluruh lapang paru sinistra sinistra

Redup di lobus paru paru apex dan superior paru sinistra Auskultasi Suara dasar vesikuler melemah,Suara dasar vesikuler, ronki (-) di ronki basah (+) di hemithoraxhemithorax sinistra sinistra Kesan : TB paru sinistra Jantung Inspeksi Palpasi : iktus kordis tak tampak : iktus kordis teraba di ICS V 2 cm medial linea mid clavicula sinistra, pulsus parasternal (-), sternal lift (-), pulsus epigastrium (-) Perkusi : redup

batas atas jantung : ICS II linea strenalis sinistra pinggang jantung : ICS III linea parasternal sinistra dextra jantung : ICS V linea sternalis dextra. sinistra bawah : ICS V 2 cm medial linea midclavicularis sinistra

Auskultasi : Katup aorta : SD I-II murni, reguler, AI<A2

Katup trikuspid : SD I-II murni, reguler, T1>T2 Katup pulmonal : SD I-II murni, reguler, P1<P2 Katup mitral : SD I-II murni, reguler, M1>M2

Bising (-) HR : 82 x/menit, reguler Kesan : Normal

Abdomen Inspeksi : simetris, permukaan rata, kulit warna sawo matang, sikatrik (-), pelebaran vena (-), hiperpigmentasi (-), striae (-) Auskultasi : peristaltik (+) N Palpasi Superfisial : supel, massa (-), nyeri tekan abdomen (+) di regio epigastrium, defence muscular (-) Dalam : nyeri tekan (-) di regio epigastrium, hepar dan lien tidak teraba Perkusi : Timpani seluruh lapang abdomen, pekak sisi (-), pekak alih (-), undulasi (-) cm Hepatomegali (-) Lien : troube space perkusi timpani Splenomegali (-) Hepar : Pekak (+), Liver span dextra 12 cm, liver span sinistra 5

Ascites (-), pekak alih (-), pekak sisi (-) Nyeri ketok costovertebra (-)

Interpretasi : Normal

Ekstremitas Ekstremitas - oedem - akral dingin - reflek fisiologis - reflek patologis - kekuatan otot C. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan Laboratorium Hb : 13 Leukosit : 13.100 Neutrofil : 60% Limfosit : 15% superior -/-/+/+ -/5/5 inferior -/-/+/+ -/5/5

Monosit : 4% Eosinofil : 0 Basofil : 1 LED 1 : 118 mm/jam LED 2 : 140 mm/jam Px sputum sewaktu 1 : BTA +2 Pagi : BTA +3

2.

Pemeriksaan Radiologi X-Foto Thorax PA

Interpretasi : Soft tissue : normal

Tulang : normal Trakhea : normal Jantung : CTR < 50% Paru : Corakan bronkovaskuler meningkat Tampak kesuraman inhomogen merata (snow storm appearence) pada hemithorax dextra dan sinistra Diafragma : normal Sudut costophrenicus : lancip Kesan : TB paru aktif tipe Milier BAB IV PEMBAHASAN

1.

Temuan Masalah Dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, didapatkan beberapa masalah, sebagai berikut : 1. Anamnesis : Sesak nafas dalam 1 bulan terakhir disertai batuk berdahak terus menerus sepanjang hari, sering merasa tidak enak badan dan nggreges serta berkeringat pada malam hari. Nafsu makan berkurang sehingga terjadi penurunan berat badan selama beberapa bulan terakhir. Pasien sudah pernah sakit seperti ini sebelumnya pada tahun 2009. Setelah dilakukan pengobatan selama 6 bulan,

pasien dinyatakan sembuh. Pada tahun 2010, keluhan batuk berdahak muncul kembali. Pasien minum obat kembali sampai 6 bulan tapi tidak dilakukan pemeriksaan BTA. Pada Oktober 2011 pasien merasakan keluhan yang sama. Dilakukan pemeriksaan sputum BTA dan radiologi. Hasilnya: pemeriksaan BTA (+) dan radiologi menunjukkan gambaran TB aktif. Pasien minum OAT tidak sampai selesai karena sudah merasa sembuh. Sebelum sakit, pasien mengaku sering melakukan interaksi dengan tetangganya yang menderita sakit batuk lama. 2. pemeriksaan fisik : curiga TB paru sinistra

3. pemeriksaan penunjang Laboratorium : leukositosis, peningkatan LED, pemeriksaan BTA positif (+) untuk TB paru Radiologi : TB paru aktif tipe Millier 2. Diagnosis Diagnosis TB paru telah ditegakkan berdasarkan anamnesa, yaitu batuk berdahak lebih dari 2 minggu, gejala sistemik seperti demam malam hari dan berat badan yang menurun tanpa diketahui sebab yang jelas, riwayat kontak dengan penderita batuk lama, dan riwayat pengobatan lama selama 6 bulan yang tidak tuntas; berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang didapatkan kesan TB paru aktif.

Berdasarkan klasifikasi WHO, pasien ini termasuk dalam TB paru kategori II, yaitu gagal pengobatan dan BTA (+). Pada pasien ini tidak perlu dilakukan rencana pemeriksaan yang lain untuk penegakan diagnosis, karena pemeriksaan yang salah satu pemeriksaan telah dilakukan merupakan gold standard dari penegakan diagnosis TB paru, yaitu pemeriksaan kultur dahak dan mikrobiologis.

3.

Penatalaksanaan

Keterangan : H = isoniazid R = rifampisin Z = pirazinamid E = ethambutol S = streptomisin Rencana terapi non farmakologis - pemenuhan kebutuhan nutrisi - istirahat cukup diruangan yang sirkulasi udaranya baik dan terkena sinar matahari langsung Rencana terapi farmakologis Terapi TB paru kategori II = 2HRZES / 1HRZE / 5H3R3E3 - fase awal = selama 2 bulan, pasien harus mengonsumsi Isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid, Ethambutol, dan Streptomisin, setiap hari masing-masing 1 tablet, kemudian dilanjutkan selama 1 bulan mengonsumsi Isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid dan Ethambutol setiap hari masing-masing 1 tablet. - Fase lanjutan = selama 5 bulan pasien harus mengonsumsi Isoniazid, Rifampisin dan Ethambutol masing-masing 3 kali seminggu.

4.

Rencana monitoring - Vital sign - Pemeriksaan faal hepar dan ginjal pada akhir tahap intensif - Pemeriksaan sputum BTA dan radiologi setelah fase intensif dan fase lanjutan

5.

Edukasi Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya cara penularan dan pencegahan penyakit yang diderita pasien Memenuhi kebutuhan gizi seimbang dengan mengkonsumsi makanan 4 sehat 5 sempurna Menjelaskan kepada pasien tentang efek samping obat

BAB V KESIMPULAN

Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan. Dari pemeriksaan fisik akan ditemukan beberapa tanda, diantaranya adalah sterm fremitus melemah pada sisi yang sakit, suara perkusi redup pekak pada bagian yang sakit, kernig sign (+), suara dasar vesikuler melemah pada sisi yang sakit, dan suara tambahan berupa ronki kasar. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk diagnosis penyakit TB paru adalah pemeriksaan 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu - pagi sewaktu (SPS). Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama.

Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya. Dari kecurigaan diagnosis TB paru hingga pemeriksaan terkait yang telah dilakukan, maka pasien Tn. Muh. Sidiq didiagnosis menderita TB paru kategori II.

DAFTAR PUSTAKA

1. Aditama, T.Y., Kamso, S., Basri, C., Surya, A., 2008, Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Edisi 2, Cetakan Kedua, Dinas Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. 2. Amin, Z., Bahar, A., 2006, Tuberkulosis Paru, dalam : Ilmu Penyakit Dalam, Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., K. Simadibrata, M., Setiati, S., jillid 2, edisi IV, FKUI, Jakarta, halaman 988. 3. Amin, M., dkk. 1998, Pengantar Ilmu Penyakit Paru, Unair Press, Surabaya. 4. Guyton, Hall, 2007, Buku Ajar Ilmu Kedokteran, EGC, Jakarta.
5. Masniari, Linda, dkk . Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesembuhan

Penderita

TB

Paru

http://www.klikpdpi.com/jurnal-warta/jri-07-

07/dr.linda.htm. Dikutip tanggal 21 Agustus 2011. 6. Mila Damayanti, 2011, Definisi TBC.

http://www.scribd.com/doc/50286090/DEFINISI-TBC. Dikutip tanggal 21 Agustus 2011 7. Supardiman, I., Fadjari, H., 2007, Anemia pada Penyakit Kronis, dalam : Ilmu Penyakit Dalam, Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., K. Simadibrata, M., Setiati, S., jillid 2, edisi IV, FKUI, Jakarta, halaman 641.

Anda mungkin juga menyukai