Anda di halaman 1dari 4

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hidroksi asam-asam lemak dan turunannya banyak digunakan secara komersial untuk pengolahan berbagai jenis produk secara luas, contohnya sebagai zat aditif pada minyak pelumas dan kosmetik, sebagai pengemulsi, sebagai poliol untuk poliuretan, dan sebagai surfaktan untuk deterjen. Kegunaannya sebagai pelengkap pada industri textil dan sebagai inhibitor korosi pada minyak pelumas telah diteliti. Asam oleat adalah bahan oleokimia yang potensial yang tersedia dari beberapa sumber alam dan merupakan bahan mentah yang penting untuk pengolahan hidroksi asam lemak (Koay, 2006).

Karena adanya ikatan rangkap, maka asam lemak tidak jenuh dapat mengalami oksidasi yang mengakibatkan putusnya ikatan C=C dan terbentuknya gugus-COOH dan gugus-OH sebagai diol (Poedjiadi, 1994).

Adanya gugus hidroksi akan meningkatkan sifat hidrofil suatu senyawa poliol dan pemakaiannya baik sebagai surfaktan maupun keperluan pereaksi terutama dalam bahan pembuatan polimer akan dapat merubah sifat dari bahan yang dihasilkan (Randal dan Lee, 2002).

Penggunaan dan pembuatan sabun poliol ini ternyata telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya yakni senyawa natrium dihidroksi asam stearat (DHSA) yang diperoleh dari asam oleat dimana bahan tersebut dapat digunakan sebagai bahan pencuci pada air sadah.

Universitas Sumatera Utara

Garam kalium atau natrium dari asam lemak merupakan bahan yang telah lama digunakan sebagai pembersih yang dikenal sebagai sabun. Adanya gugus hidroksi pada garam asam lemak akan menaikkan sifat hidrofilik sekaligus harga HLB (Hydrophilic Lipophilic Balance) akan meningkat sehingga kegunaan sabun poliol dari garam asam lemak dapat dimanfaatkan sebagai sabun yang baik untuk bahan pencuci dalam air sadah. (Awang,dkk, 2001).

Asam karboksilat seperti asam lemak juga dapat diubah menjadi senyawa alkanolamida melalui reaksi amidasi asam lemak maupun metilester asam lemak dengan etanolamin. Senyawa tersebut merupakan surfaktan non ionik yang banyak digunakan sebagai surfaktan untuk penstabil busa pada sampo maupun detergen, baik dalam bentuk padat maupun cairan (Maag, 1984).

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk mensintesis dua bentuk jenis surfaktan yakni yang memiliki gugus diol yakni surfaktan anionik kalium 9,10dihidroksi stearat dan surfaktan nonionik 9,10-dihidroksi-N-(2-etanol)stearamida yang diturunkan dari asam oleat. Selanjutnya surfaktan yang diperoleh dianalisis dengan spektrofotometer FT-IR dan dianalisis nilai konsentrasi misel kritis (CMC), tegangan permukaan, kekuatan busa dan stabilitas busa.

1.2 Permasalahan

1. Apakah dari asam oleat yang memiliki ikatan rangkap dan gugus fungsi karboksilat, melalui reaksi epoksidasi diikuti dengan hidrolisis dapat menghasilkan asam 9,10-dihidroksi stearat yang selanjutnya disafonifikasi dengan KOH akan menghasilkan surfaktan anionik kalium 9,10-dihidroksi stearat dan diamidasi dengan etanolamin akan menghasilkan surfaktan nonionik 9,10-dihidroksi-N-(2etanol)stearamida. 2. Sejauh manakah perbedaan nilai konsentrasi miesel kritis (CMC) dan tegangan permukaan dari kedua surfaktan yang disintesis yaitu surfaktan anionik kalium 9,10-dihidroksi etanol)stearamida. stearat dan surfaktan nonionik 9,10-dihidroksi-N-(2-

Universitas Sumatera Utara

3. Sejauh manakah perbedaan nilai kekuatan busa dan stabilitas busa dari kedua surfaktan yang disintesis yaitu surfaktan anionik kalium 9,10-dihidroksi stearat dan surfaktan nonionik 9,10-dihidroksi-N-(2-etanol)stearamida yang juga

dibandingkan dengan sabun kalium stearat.

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mensintesis surfaktan anionik kalium 9,10-dihidroksi stearat dan surfaktan nonionik 9,10-dihidroksi-N-(2-etanol)stearamida dari asam oleat. 2. Untuk mengetahui perbedaan nilai konsentrasi miesel kritis (CMC) dan tegangan permukaan dari kedua surfaktan yang disintesis yaitu surfaktan anionik kalium 9,10-dihidroksi stearat dan surfaktan nonionik stearamida. 3. Untuk mengetahui perbedaan nilai kekuatan busa dan stabilitas busa dari kedua surfaktan yang disintesis yaitu surfaktan anionik kalium 9,10-dihidroksi stearat dan surfaktan nonionik 9,10-dihidroksi-N-(2-etanol)stearamida yang juga 9,10-dihidroksi-N-(2-etanol)

dibandingkan dengan sabun kalium stearat.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah tentang pengembangan reaksi-reaksi kimia organik terhadap industri oleokimia dalam meningkatkan penggunaan asam oleat sebagai bahan dasar surfaktan anionik dan nonionik.

Universitas Sumatera Utara

1.5 Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di laboratorium kimia organik F-MIPA USU. Analisa secara spektroskopi FT-IR di salah satu laboratorium kimia perusahaan swasta di Medan.

1.6 Metodologi Penelitian

Penelitian ini dilakukan melalui eksperimen laboratorium. Pada penelitian dilakukan sintesis surfaktan anionik kalium 9,10-dihidroksi stearat dan surfaktan nonionik 9,10dihidroksi-N-(2-etanol)stearamida dari asam oleat. Kedua jenis surfaktan tersebut dapat dihasilkan melalui transformasi ikatan dan gugus karboksilat dari asam oleat (C18-1) melalui reaksi epoksidasi diikuti hidrolisis yang dilanjutkan reaksi penyabunan dengan KOH dan juga reaksi amidasi dengan etanolamin. Asam oleat diepoksidasi dengan asam performat dengan menggunakan katali H2SO4(p) yang dilanjutkan hidrolisis diikuti reaksi penyabunan dengan KOH menghasilkan surfaktan anionionik kalium 9,10-dihidroksi stearat. Selanjutnya hasil amidasi dengan etanolamin dengan menggunakan katalis NaOCH3 menghasilkan surfaktan nonionik 9,10-dihidroksi-N-(2etanol)stearamida. Konformasi hasil reaksi dilakukan pengujian melalui analisis spektroskopi FT-IR diikuti karakterisasi yang dibandingkan dengan surfaktan kalium stearat yaitu penentuan nilai konsentrasi miesel kritis (CMC), tegangan permukaan, kekuatan busa dan stabilitas busa.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai