Anda di halaman 1dari 13

1.

Susunan sistem saraf Susunan sistem saraf manusia tersusun dari sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi. Sistem saraf pusat terdiri atas otak dan sumsum tulang belakang. Sedangkan sistem saraf tepi terdiri atas sistem saraf somatis dan sistem saraf otonom. a) SSP (Sistem Saraf Pusat) (1) Otak Otak dilapisi oleh selaput otak yang disebut selaput meninges. Selaput meninges terdiri dari 3 lapisan, yaitu lapisan durameter, lapusan araknoid, dan lapisan piameter. (a) Lapisan durameter yaitu lapisan yang terdapat di paling luar dari otak dan bersifat tidak kenyal. Lapisan ini melekat langsung dengan tulang tengkorak. Berfungsi untuk melindungi jaringan-jaringan yang halus dari otak dan medula spinalis. (b) Lapisan araknoid yaitu lapisan yang berada dibagian tengah dan terdiri dari lapisan yang berbentuk jaring laba-laba. Ruangan dalam lapisan ini disebut dengan ruang subaraknoid dan memiliki cairan yang disebut cairan serebrospinal. Lapisan ini berfungsi untuk melindungi otak dan medulla spinalis dari guncangan. (c) Lapisan piameter yaitu lapisan yang terdapat paling dalam dari otak dan melekat langsung pada otak. Lapisan ini banyak memiliki pembuluh darah. Berfungsi untuk melindungi otak secara langsung.

Otak merupakan alat tubuh yang sangat penting dan sebagai pusat pengatur dari segala kegiatan manusia. Otak terletak di dalam rongga tengkorak, beratnya lebih kurang 1/50 dari berat badan. Bagian utama otak adalah otak besar (Cerebrum), otak kecil (Cerebellum), dan batang otak. Otak dibagi menjadi beberapa bagian, di antaranya adalah cerebrum, mesenchepalon, dienchephalaon, dan cerebellum. Adapun penjelasan dari masing-masing bagian yaitu: (a) Cerebrum Cerebrum merupakan bagian otak yang memenuhi sebagian besar dari otak kita yaitu 7/8 dari otak. Cerebrum mempunyai 2 bagian belahan otak yaitu otak besar belahan kiri yang berfungsi mengatur kegiatan organ tubuh bagian kanan. Kemudian otak besar belahan kanan yang berfungsi mengatur kegiatan organ tubuh bagian kiri. Bagian kortex cerebrum berwarna kelabu yang banyak mengandung badan sel saraf. Sedangkan bagian medulla berwarna putih

yang bayak mengandung dendrit dan neurit. Bagian kortex dibagi menjadi 3 area yaitu area sensorik yang menerjemahkan impuls menjadi sensasi. Kedua adalah area motorik yang berfungsi mengendalikan koordinasi kegiatan otot rangka. Ketiga adalah area asosiasi yang berkaitasn dengan ingatan, memori, kecedasan, nalar/logika, kemauan. Cerebrum mempunyai 4 macam lobus yaitu : (a) Lobus frontal berfungsi sebagai pusat penciuman, indera peraba. (b) Lobus temporal berungsi sebagai pusat pendengaran (c) Lobus oxsipetal berfungsi sebagai pusat pengliihatan. (d) Lobus parietal berfungsi sebagai pusat ingatan, kecerdasan, memori, kemauan, nalar, sikap. (2) Mesencephalon Mesencephalon merupakan bagian otak yang terletak di depan cerebellum dan jembatan varol. Mesencephalon berfungsi sebagai pusat pengaturanan refleks mata, refleks penyempitan pupil mata dan pendengaran. (3) Diencephalaon Diencephalaon merupakan bagian otak yang terletak di bagian atas dari batang otak dan di depan mesencephalon. Diencephalaon terdiri dari talamus yang berfungsi untuk stasiun pemancar bagi impuls yang sampai di otak dan medulla spinalis. Bagian yang kedua adalah hipotalamus yang berfungsi sebagai pusat pengaturan suhu tubuh, selera makan dan keseimbangan cairan tubuh, rasa lapar, sexualitas, watak, dan emosi. (4) Cerebellum Cerebellum merupakan bagian otak yang terletak di bagian belakang otak besar, berfungsi sebagai pusat pengaturan koordinasi gerakan yang disadari dan keseimbangan tubuh serta posisi tubuh. Cerebellum memiliki 2 bagian belahan yaitu belahan cerebellum bagian kiri dan belahan cerebellum bagian kanan yang dihubungkan dengan jembatan varoli yang berfungsi untuk menghantarkan impuls dari otot-otot belahan kiri dan kanan. (5) Medulla oblongata Medulla oblongata disebut juga dengan sumsum lanjutan atau penghubung atau batang otak. Terletak langsung setelah otak dan menghubungkana dengan medulla spinalis, di depan cerebellum. Susunan kortexmya terdiri dari neeurit dan dendrite dengan warna putih dan bagian medulla terdiri dari bdan sel saraf dengan warna kelabu. Medulla oblongata berfungsi sebagai pusat pengaturan ritme respirasi, denyut jantung, penyempitan dan pelebaran pembuluh darah, tekanan darah, gerak alat pencernaan, menelan, batuk, bersin, sendawa. (6) Medulla spinalis Medulla spinalis disebut dengan sumsum tulang belakang dan terletak di dalam ruas-ruas tulang belakang yaitu ruas tulang leher sampaia dengan tulang pinggang yang kedua. Medulla spinalis berfungsi sebagai pusat gerak refleks dan menghantarkan impuls dari organ ke otak dan dari otak ke organ tubuh b) SST (Sistem Saraf Tepi/Perifer) Sistem saraf tepi merupakan sistem saraf yang menghubungkan semua bagian tubuh dengan sistem saraf pusat. (1) Sistem saraf sadar/somatik Sistem saraf sadar/somatik merupakan sistem saraf yang kerjanya berlangsung secara sadar/diperintah oleh otak. Bedakan menjadi dua yaitu : (a) Sistem saraf pada otak Sistem saraf pada otak merupakan sistem saraf yang berpusat pada otak dan dibedakan menjadi 12 pasang saraf, seperti tercantum pada tabel berikut:

(a) Sistem saraf sumsum spinalis Sistem saraf sumsum spinalas merupakan sistem saraf yang berpusat pada medula spinali (sumsum tulang belakang) yang berjumlah 31 pasang saraf yang terbagi sepanjang medula spinalis. 31 pasang saraf medula spinalis, seperti tercantum pada tabel berikut: Tabel no. 2. Tabel Sistem saraf medulla spinalis Jumlah 7 pasang 12 pasang 5 pasang 5 pasang 1 pasang Medula spinalis daerah Servix Punggung Lumbal/pinggang Sakral/kelangkang Koksigeal Menuju Kulit kepala, leher dan otot tangan Organ-organ dalam Paha Otot betis, kaki dan jari kaki Sekitar tulang ekor

a) Sistem Saraf Tak Sadar Sistem saraf otonom mengatur kerja jaringan dan organ tubuh yang tidak disadari atau yang tidak dipengaruhi oleh kehendak kita. Jaringan dan organ tubuh diatur oleh sistem saraf otonom adalah pembuluh darah dan jantung. Sistem saraf otonom terdiri atas sistem saraf simpatik dan sistem saraf parasimpatik.

Sistem saraf simpatik disebut juga sistem saraf torakolumbar, karena saraf preganglion keluar dari tulang belakang toraks ke-1 sampai dengan ke-12. Sistem saraf ini berupa 25 pasang ganglion atau simpul saraf yang terdapat di sumsum tulang belakang. Fungsi dari sistem saraf simpatik adalah untuk mempercepat denyut jantung, memperlebar pembuluh darah, memperlebar bronkus, mempertinggi tekanan darah, memperlambat gerak peristaltis, memperlebar pupil, menghambat sekresi empedu, menurunkan sekresi ludah, dan meningkatkan sekresi adrenalin. Sistem saraf parasimpatik disebut juga dengan sistem saraf kraniosakral, karena saraf preganglion keluar dari daerah otak dan daerah sakral. Susunan saraf parasimpatik berupa jarring-jaring yang berhubung-hubungan dengan ganglion yang tersebar di seluruh tubuh. Urat sarafnya menuju ke organ tubuh yang dikuasai oleh susunan saraf simpatik.

Sistem saraf parasimpatik memiliki fungsi yang berkebalikan dengan fungsi sistem saraf simpatik. Misalnya pada sistem saraf simpatik berfungsi mempercepat denyut jantung, sedangkan pada sistem saraf parasimpatik akan memperlambat denyut jantung skema

2. anatomi dan fisiologi nervus fasialis Pendahuluan Nervus facialis sebenarnya terdiri dari serabut motorik, tetapi dalam perjalananya ke tepi nervuls intermedius menggabungkan padanya. Nervus intermedius tersusun oleh serabut sekretomotorik untuk glandula salivatorius dan serabut yang menghantarkan impuls pengecap dari 2/3 bagian deran lidah. Nervus facialis merupakan saraf cranial yang mempersarafi otot ekspressi wajah dan menerima sensorik dari lidah, dalam perjalanannya bekerja sama dengan nervus karnialis yang lain, karena itu dimasukkan ke dalam mix cranial nerve. Anatomi Nervus Pacialis mempunyai empat buah inti yaitu : Nukleus Facialis untuk saraf Somatomotoris Nukleus Salivatorius Superior untuk saraf Viseromotoris Nukleus Solitarius Untuk saraf Viserosensoris NukleuS Sensoris Trigeminus untuk saraf Somatosensoris Inti moturik Nervus Facialis terletak pada bagian ventolateral tegmentum Pons bagian bawah. Dari sini berjalan kebelakang dan mengelilingi inti N VI dan membentuk genu internal nervus facialis, kemudian berjalan ke bagian-lateral batas kaudal pons pada sudut ponto serebelar. Saraf Inter Medius terletak pada bagian diantara N VII dan N VIII. Serabut motorik saraf Facialis bersama-sama dengan saraf intermedius dan saraf vestibulokoklearis memasuki meatus akustikus internus untuk meneruskan

perjalanannya didalam os petrosus (kanalis facialis). Nernus Facialis keluar dari os petrosus kembali dan tiba dikavum timpani. Kemudian turun dan sedikit membelok kebelakang dan keluar dari tulang tengkorak melalui foramen stilomatoideus. Pada waktu ia turun ke bawah dan membelok ke belakang kavum timpani di situ ia tergabung dengan ganglion genikulatum. Ganglion tersebut merupakan set induk dari serabut penghantar impuls pengecap, yang dinamakan korda timpani. juluran sel-sel tersebut yang menuju ke batang otak adalah nervus intennedius, disamping itu ganglion tersebut memberikan cabang-cabang kepada ganglion lain yang menghantarkan impuls sekretomotorik. Os petrosus yang mengandung nervus fasialis dinamakan akuaduktus fallopii atau kanalis facialis. Disitu nervus facialis memberikan. Cabang untuk muskulus stapedius dan lebih jauh sedikit ia menerima serabut-serabut korda timpani. Melalui kanaliskulus anterior ia keluar dari tulang tengkorak dan tiba di bawah muskulus pterigoideus eksternus, korda timpani menggabungkan diri pada nervus lingualis yang merupakan cabang dari nevus mandibularis. Sebagai saraf motorik nervus facialis keluar dari foramen stilomastoideus memberikan Cabang yakni nervus auricularis posterior dan kemudian memberikan cabang ke otot stilomastoideus sebelum masuk ke glandula Parotis. Di dalam glatldula parotis nervus facialis dibagi atas lima jalur percabangannya yakni temporal, servical, bukal, zygomatic dan marginal mandibularis. Jaras parasimpatis (General Viceral Efferant) dari intinya di nucleus salivatorius superior setelah mengikuti jaras N VII berjalan melalui Greater petrosal nerve dan chorda Tympatni. Greater petrosal nerve berjalan ke ganglion pterygopalatina berganti neuron lalu mempersarafi glandula lakrimal, nasal dan palatal. Chorda tympani berjalan melalui nervus lingualis berganti neuron mempersarafi glandula sublingual dan glatldula submandibular. Jaras Special Afferent ( Taste) : dari intinya nukeus solitarius berjalan melalui nervus intennedius ke : Greater petrosal Nerve melalui nervus palatina mempersarafi taste dari palatum. Chorda Tympani melalui nervus lingualis mempersarafi taste 2/3 bagian depan lidah. Jaras General Somatik different : Nukleus spinalis traktus trigeminal menerima impuls melalui nervus intermedius dari MAE dan kulit sekitar telinga. Korteks serebri akan memberikan persaratan bilateral pada nucleus N VII yang mengontrol otot dahi, tetapi hanya mernberi persarafan kontra lateral pada otot wajah bagian bawah. Sehingga pada lesi LMN akan menimbulkan paralysis otot wajah ipsilateral bagian atas bawah, sedangkan pada lesi LMN akan menimbulkan kelemahan otot wajah sisi kontta lateral. Pada kerusakan sebab apapun di jaras kortikobulbar atau bagian bawah korteks motorik primer, otot wajah muka sisi kontralateral akan memperlihatkan kelumpuhan jenis UMN. Ini berarti otot wajah bagian bawah lebih jelas lumpuh dari pada bagian atasnya, sudut mulut sisi yang lumpuh tampak lebih rendah. Jika kedua sudut mulut disuruh diangkat maka sudut mulut yang sehat saja yang dapat terangkat. Lesi LMN : bisa terletak di pons, disudut serebelo pontin, di os petrusus, cavum

tympani di foramen stilemastoideus dan pada cabang-cabang tepi nervus facialis. Lesi di pon yang terletak disekitar ini nervus abducens bisa merusak akar nevus facialis, inti nervus abducens dan fasikulus longitudinalis medialis. Karena itu paralysis facialis LMN tersebut akan disertai kelumpuhan rektus lateris atau gerakan melirik ke arah lesi, Proses patologi di sekitar meatus akuatikus intemus akan melibatkan nervus facialis dan akustikus sehingga paralysis facialis LMN akan timbul berbarengan dengan tuli perseptif ipsilateral dan ageusia ( tidak bisa rnengecap dengan 2/3 bagian depan lidah). Tambahan Nervus Facialisterdiri dari dua nucleus motoris di batang otak, yang terdiri dari: (1) Nucleus Motorik Superior yang bertugas menerima impuls dari gyrus presentralis kortek serebri kedua belah sisi kanan-kiri dan mengirim serabut-serabut saraf ke otot-otot mimik di dahi dan orbikularis occuli. (2) Nucleus Motoris Inferior yang bertugas menerima impuls hanya dari gyrus presentralis dari sisi yang berlawanan dan mengirim serabut-serabut saraf ke otot-otot mimik bagian bawah dan platisma (Chusid, 1983). (3) Serabut-serabut nervus facialis didalam batang otak berjalan melingkari nucleus nervus abducens sehingga lesi di daerah ini juga diikuti dengan kelumpuhan nervus abducens. Setelah keluar dari batang otak, nervus facialisberjalan bersama nervus intermedius yang bersifat sensoris dan sekretorik. Selanjutnya berjalan berdekatan dengan nervus oktavus bersama-sama masuk ke dalam canalis austikus internus dan berjalan ke arah lateral, masuk ke canalis falopii (pars petrosa). Kemudian nervus facialismasuk ke dalam cavum timpani setelah membentuk ganglion genikulatum. Di dalam cavum timpani nervusfacialis membelok tajam ke arah posterior dan horizontal (pars timpani). Saraf ini berjalan tepat di atas foramen ovale, kemudian membelok tegak lurus ke bawah (genu eksternum) di dalam canalis falopii pars mastoidea. Bagian saraf yang berada didalam canalis falopii pars timpani disebut nervus facialispars horizontalis, sedang yang berjalan didalam pars mastoidea disebut nervus facialis pars vertikalis atau desenden. Saraf ini keluar dari tulang tengkorak melalui foramen stylomastoideus. Setelah keluar dari foramen stylomastoideus, syaraf ini bercabang-cabang dan berjalan di antara lobus superfisialis dan profundus glandula parotis dan berakhir pada otot-otot mimik di wajah. Dalam perjalanan nervus facialis memberikan cabang : (1) Dari ganglion genikulatum mengirimkan serabut saraf melalui ganglion sfenopalatinum sebagai saraf petrosus superfisialis mayor yang akan menuju glandula lakrimalis. (2) Cabang lain dari ganglion genikulatum adalah saraf petrosus superficialis minor yang melalui ganglion otikummembawa serabut sekreto-motorik ke kelenjar parotis. (3) Dari nervus facialis pars vertikalis, memberikan cabang-cabang : (a) Saraf stapedius yang mensarafi m.stapedius. Kelumpuhan saraf ini menyebabkan hiperakusis. (b) Saraf korda timpani yang menuju lidah bagian depan dan berfungsi sensorik untuk perasaan lidah (rasa asam, asin dan manis). Selain itu saraf korda timpani juga mempunyai serabut yang bersifat sekreto-motorik yang menuju ke kelenjar liur submaksilaris dan sublingualis

3 . Etiologi Menurut etiologi artinya ilmu tentang penyebab penyakit (Dachlan,2001). Ada beberapa teori yang mengemukakan tentang penyebab Bells Palsy antara lain sebagai berikut: a) Teori Infeksi Virus Herpes Zoster (a) Salah satu penyebab munculnya Bells Palsyadalah karena adanya infeksi virus herpes zoster.Herpes zoster hidup didalam jaringan saraf. Apabila radang herpes zoster ini menyerang ganglion genikulatum, maka dapat melibatkanparalisis pada otot-otot wajah sesuai area persarafannya. Jenis herpes zoster yang menyebabkan kelemahan pada otot-otot wajah ini sering dikenal dengan Sindroma Ramsay-Hunt atau Bells Palsy . (b) Teori Iskemia Vaskuler Menurut teori ini, terjadinya gangguan sirkulasi darah di kanalis falopii, secara tidak langsung menimbulkan paralisis padanervus facialis.Kerusakan yang ditimbulkan berasal dari tekanan saraf perifer terutama berhubungan dengan oklusi dari pembuluh darah yang mengaliri saraf tersebut, bukan akibat dari tekanan langsung pada sarafnya.Kemungkinan terdapat respon simpatis yang berlebihan sehingga terjadi spasme arterioral atau statis vena pada bagian bawah dari canalis fasialis, sehingga menimbulkan oedema sekunder yang selanjutnya menambah kompresi terhadap suplai darah, menambah iskemia dan menjadikan parese nervus facialis (Esslen, 1970). (c) Teori herediter Teori herediter mengemukakan bahwa Bells Palsy yang disebabkan karena faktor herediter berhubungan dengan kelainan anatomis pada canalis facialis yang bersifat menurun (Hamid, 1991). (d) Pengaruh udara dingin Udara dingin menyebabkan lapisan endotelium dari pembuluh darah leher atau telinga rusak, sehingga terjadi proses transdusi (proses mengubah dari suatu bentuk kebentuk lain) dan mengakibatkan foramen stilomastoideus bengkak.Nervus facialis yang melewati daerah tersebut terjepit sehingga rangsangan yang dihantarkan terhambat yang menyebabkan otototot wajah mengalami kelemahan atau lumpuh. Faktor-faktor penyebab 1. Sesudah bepergian jauh dengan kendaraan 2. Tidur di tempat terbuka dan tidur di lantai 3. Hipertensi, stres, hiperkolesterolemi, diabetes mellitus, penyakit vaskuler, gangguan imunologik dan faktor genetik 4. Terpaan angin yang terus menerus menampar bagian wajahnya ketika mengendarai motor. Angin yang masuk ke dalam tengkorak atau foramen stilomastoideum. Angin dingin ini membuat syaraf di sekitar wajah sembab lalu membesar. Pembengkakan syaraf nomor tujuh atau nervous fascialis ini mengakibatkan pasokan darah ke syaraf tersebut terhenti. Hal itu menyebabkan kematian sel sehingga fungsi menghantar impuls atau rangsangnya terganggu. Akibatnya, perintah otak untuk menggerakkan otot-otot wajah tidak dapat diteruskan. 4. patofisiologi Para ahli menyebutkan bahwa pada Bells palsy terjadi proses inflamasi akut pada nervus fasialis di daerah tulang temporal, di sekitar foramen stilomastoideus. Bells palsy hampir selalu terjadi secara unilateral. Namun demikian dalam jarak waktu satu minggu atau lebih dapat terjadi paralysis bilateral. Penyakit ini dapat berulang atau kambuh. Patofisiologinya belum jelas, tetapi salah satu teori menyebutkan terjadinya proses inflamasi pada nervus fasialis yang menyebabkan peningkatan diameter nervus fasialis sehingga terjadi kompresi dari saraf tersebut pada saat melalui tulang temporal.

Perjalanan nervus fasialis keluar dari tulang temporal melalui kanalis fasialis yang mempunyai bentuk seperti corong yang menyempit pada pintu keluar sebagai foramen mental. Dengan bentukan kanalis yang unik tersebut, adanya inflamasi, demyelinisasi atau iskemik dapat menyebabkan gangguan dari konduksi. Impuls motorik yang dihantarkan oleh nervus fasialis bisa mendapat gangguan di lintasan supranuklear dan infranuklear. Lesi supranuklear bisa terletak di daerah wajah korteks motorik primer atau di jaras kortikobulbar ataupun di lintasan asosiasi yang berhubungan dengan daerah somatotropik wajah di korteks motorik primer. Karena adanya suatu proses yang dikenal awam sebagai masuk angin atau dalam bahasa inggris cold. Paparan udara dingin seperti angin kencang, AC, atau mengemudi dengan kaca jendela yang terbuka diduga sebagai salah satu penyebab terjadinya Bells palsy. Karena itu nervus fasialis bisa sembab, ia terjepit di dalam foramen stilomastoideus dan menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN. Pada lesi LMN bisa terletak di pons, di sudut serebelo-pontin, di os petrosum atau kavum timpani, di foramen stilomastoideus dan pada cabang-cabang tepi nervus fasialis. Lesi di pons yang terletak di daerah sekitar inti nervus abdusens dan fasikulus longitudinalis medialis. Karena itu paralisis fasialis LMN tersebut akan disertai kelumpuhan muskulus rektus lateralis atau gerakan melirik ke arah lesi. Selain itu, paralisis nervus fasialis LMN akan timbul bergandengan dengan tuli perseptif ipsilateral dan ageusia (tidak bisa mengecap dengan 2/3 bagian depan lidah). Berdasarkan beberapa penelitian bahwa penyebab utama Bells palsy adalah reaktivasi virus herpes (HSV tipe 1 dan virus herpes zoster) yang menyerang saraf kranialis. Terutama virus herpes zoster karena virus ini menyebar ke saraf melalui sel satelit. Pada radang herpes zoster di ganglion genikulatum, nervus fasialis bisa ikut terlibat sehingga menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN. Kelumpuhan pada Bells palsy akan terjadi bagian atas dan bawah dari otot wajah seluruhnya lumpuh. Dahi tidak dapat dikerutkan, fisura palpebra tidak dapat ditutup dan pada usaha untuk memejam mata terlihatlah bola mata yang berbalik ke atas. Sudut mulut tidak bisa diangkat. Bibir tidak bisa dicucukan dan platisma tidak bisa digerakkan. Karena lagophtalmos, maka air mata tidak bisa disalurkan secara wajar sehingga tertimbun disitu. 5. gejala dan tanda Manifestasi klinik BP khas dengan memperhatikan riwayat penyakit dan gejala kelumpuhan yang timbul. Pada anak 73% didahului infeksi saluran napas bagian atas yang erat hubungannya dengan cuaca dingin. Perasaan nyeri, pegal, linu dan rasa tidak enak pada telinga atau sekitarnya sering merupakan gejala awal yang segera diikuti oleh gejala kelumpuhan otot wajah berupa : Kelopak mata tidak dapat menutupi bola mata pada sisi yang lumpuh (lagophthalmos). Gerakan bola mata pada sisi yang lumpuh lambat, disertai bola mata berputar zXke atas bila memejamkan mata, fenomena ini disebutBell's sign Sudut mulut tidak dapat diangkat, lipat nasolabialis mendatar pada sisi yang lumpuh dan mencong ke sisi yang sehat. Selanjutnya gejala dan tanda klinik lainnya berhubungan dengan tempat/lokasi lesi : a. Lesi di luar foramen stilomastoideus Mulut tertarik ke arah sisi mulut yang sehat,makanan berkumpul di antar pipi dan gusi, dan sensasi dalam (deep sensation) di wajah menghilang. lipatan kulit dahi menghilang. Apabila mata yang terkena tidak tertutup atau tidak dilindungi maka air mata akan keluar terus menerus. b. Lesi di kanalis fasialis (melibatkan korda timpani) Gejala dan tanda klinik seperti pada (a), ditambah dengan hilangnya ketajaman pengecapan lidah (2/3 bagian depan) dan salivasi di sisi yang terkena berkurang. Hilangnya daya pengecapan pada lidah menunjukkan

terlibatnya nervus intermedius, sekaligus menunjukkan lesi di daerah antara pons dan titik di mana korda timpani bergabung dengan nervus fasialis di kanalis fasialis. c. Lesi di kanalis fasialis lebih tinggi lagi (melibatkan muskulus stapedius) Gejala dan tanda klinik seperti pada (a), (b), ditambah dengan adanya hiperakusis. d. Lesi di tempat yang lebih tinggi lagi (melibatkan ganglion genikulatum) Gejala dan tanda klinik seperti (a), (b), (c) disertai dengan nyeri di belakang dan di dalam liang telinga. Kasus seperti ini dapat terjadi pasca herpes di membran timpani dan konka. Ramsay Hunt adalah paralisis fasialis perifer yang berhubungan dengan herpes zoster di ganglion genikulatum.Lesi herpetik terlibat di membran timpani, kanalis auditorius eksterna dan pina. e. Lesi di daerah meatus akustikus interna, Gejala dan tanda klinik seperti (a), (b), (c), (d), ditambah dengan tuli sebagi akibat dari terlibatnya nervus akustikus. 7. pemeriksaan penunjang Pemeriksaan Fisik Gerakan volunter yang diperiksa, dianjurkan minimal : 1. Mengerutkan dahi 2. Memejamkan mata 3. Mengembangkan cuping hidung 4. Tersenyum 5. Bersiul 6. Mengencangkan kedua bibir Pemeriksaan Laboratorium. Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk menegakkan diagnosis Bells palsy. Pemeriksaan Radiologi. Pemeriksaan radiologi bukan indikasi pada Bells palsy. Pemeriksaan CT-Scan dilakukan jika dicurigai adanya fraktur atau metastasis neoplasma ke tulang, stroke, sklerosis multipel dan AIDS pada CNS. Pemeriksaan MRI pada pasien Bells palsy akan menunjukkan adanya penyangatan (Enhancement) pada nervus fasialis, atau pada telinga, ganglion genikulatum.

8.diagnosa banding 1. Infeksi herpes zoster pada ganglion genikulatum (Ramsay Hunt syndrom) Ramsay Hunt Syndrome (RHS) adalah infeksi saraf wajah yang disertai dengan ruam yang menyakitkan dan kelemahan otot wajah. Tanda dan gejala RHS meliputi: Ruam merah yang menyakitkan dengan lepuh berisi cairan di gendang telinga, saluran telinga eksternal, bagian luar telinga, atap dari mulut (langit-langit) atau lidah Kelemahan (kelumpuhan) pada sisi yang sama seperti telinga yang terkinfeksi Kesulitan menutup satu mata Sakit telinga Pendengaran berkurang Dering di telinga (tinnitus) Sebuah sensasi berputar atau bergerak (vertigo) Perubahan dalam persepsi rasa 2. Miller Fisher Syndrom

Miller Fisher syndrom adalah varian dari Guillain Barre syndrom yang jarang dijumpai.Miiler Fisher syndrom atau Acute Disseminated Encephalomyeloradiculopaty ditandai dengan trias gejala neurologis berupa opthalmoplegi, ataksia, dan arefleksia yang kuat. Pada Miller Fisher syndrom didapatakan double vision akibat kerusakan nervus cranial yang menyebabkan kelemahan otot otot mata . Selain itu kelemahan nervus facialis menyebabkan kelemahan otot wajah tipe perifer. Kelumpuhan nervus facialis tipe perifer pada Miller Fisher syndrom menyerang otot wajah bilateral. Gejala lain bisa didapatkan rasa kebas, pusing dan mual. 9. penatalaksanaan 1. Istirahat terutama pada keadaan akut 2. Medikamentosa a. Pemberian kortikosteroid (perdnison dengan dosis 40 -60 mg/hari per oral atau 1 mg/kgBB/hari selama 3 hari, diturunkan perlahan-lahan selama 7 hari kemudian), dimana pemberiannya dimulai pada hari kelima setelah onset penyakit, gunanya untuk meningkatkan peluang kesembuhan pasien. Dasar dari pengobatan ini adalah untuk menurunkan kemungkinan terjadinya kelumpuhan yang sifatnya permanen yang disebabkan oleh pembengkakan nervus fasialis di dalam kanal fasialis yang sempit. b. Penggunaan obat- obat antivirus . Acyclovir (400 mg selama 10 hari) dapat digunakan dalam penatalaksanaan Bells palsy yang dikombinasikan dengan prednison atau dapat juga diberikan sebagai dosis tunggal untuk penderita yang tidak dapat mengkonsumsi prednison.Penggunaan Acyclovir akan berguna jika diberikan pada 3 hari pertama dari onset penyakit untuk mencegah replikasi virus. c. Perawatan mata: Air mata buatan: digunakan selama masa sadar untuk menggantikan lakrimasi yang hilang. Pelumas digunakan saat tidur: Dapat digunakan selama masa sadar jika air mata buatan tidak mampu menyedikan perlindungan yang adekuat. Satu kerugiannya adalah pandangan kabur. Kacamata atau tameng pelindung mata dari trauma dan menurunkan pengeringan dengan menurunkan paparan udara langsung terhadap kornea 3. Fisioterapi Sering dikerjakan bersama-sama pemberian prednison, dapat dianjurkan pada stadium akut. Tujuan fisioterapi untuk mempertahankan tonus otot yang lumpuh. Cara yang sering digunakan yaitu : mengurut/massage otot wajah selama 5 menit pagi-sore atau dengan faradisasi. 4. Operasi Tindakan operatif umumnya tidak dianjurkan pada anak-anak karena dapat menimbulkan komplikasi lokal maupun intracranial. Tindakan operatif dilakukan apabila : tidak terdapat penyembuhan spontan tidak terdapat perbaikan dengan pengobatan prednison 10. komplikasi 1. Crocodile tear phenomenon. Yaitu keluarnya air mata pada saat penderita makan makanan. Ini timbul beberapa bulan setelah terjadi paresis dan terjadinya akibat dari regenerasi yang salah dari serabut otonom

yang seharusnya ke kelenjar saliva tetapi menuju ke kelenjar lakrimalis. Lokasi lesi di sekitar ganglion genikulatum. 2. Synkinesis Dalam hal ini otot-otot tidak dapat digerakkan satu per satu atau tersendiri. selalu timbul gerakan bersama. Misal bila pasien disuruh memejamkan mata, maka akan timbul gerakan (involunter) elevasi sudut mulut,kontraksi platisma, atau berkerutnya dahi. Penyebabnya adalah innervasi yang salah, serabut saraf yang mengalami regenerasi bersambung dengan serabut-serabut otot yang salah. 3. Tic Facialis sampai Hemifacial Spasme Timbul kedutan pada wajah (otot wajah bergerak secara spontan dan tidak terkendali) dan juga spasme otot wajah, biasanya ringan. Pada stadium awal hanya mengenai satu sisi wajah saja, tetapi kemudian dapat mengenai pada sisi lainnya. Kelelahan dan kelainan psikis dapat memperberat spasme ini. Komplikasi ini terjadi bila penyembuhan tidak sempurna, yang timbul dalam beberapa bulan atau 1-2 tahun kemudian. 11. prognosis Walaupun tanpa diberikan terapi, pasien Bells palsy cenderung memiliki prognosis yang baik. Dalam sebuah penelitian pada 1.011 penderita Bells palsy, 85% memperlihatkan tandatanda perbaikan pada minggu ketiga setelah onset penyakit. 15% kesembuhan terjadi pada 36 bulan kemudian. Sepertiga dari penderita Bells palsy dapat sembuh seperti sedia kala tanpa gejala sisa. 1/3 lainnya dapat sembuh tetapi dengan elastisitas otot yang tidak berfungsi dengan baik. Penderita seperti ini tidak memiliki kelainan yang nyata. 1/3 sisanya cacat seumur hidup. Penderita Bells palsy dapat sembuh total atau meninggalkan gejala sisa. Faktor resiko yang memperburuk prognosis Bells palsy adalah: 1. 2. 3. 4. 5. Usia di atas 60 tahun Paralisis komplit Menurunnya fungsi pengecapan atau aliran saliva pada sisi yang lumpuh, Nyeri pada bagian belakang telinga dan Berkurangnya air mata.

Pada penderita kelumpuhan nervus fasialis perifer tidak boleh dilupakan untuk mengadakan pemeriksaan neurologis dengan teliti untuk mencari gejala neurologis lain. Pada umumnya prognosis Bells palsy baik: sekitar 80-90 % penderita sembuh dalam waktu 6 minggu sampai tiga bulan tanpa ada kecacatan. Penderita yang berumur 60 tahun atau lebih, mempunyai peluang 40% sembuh total dan beresiko tinggi meninggalkan gejala sisa. Penderita yang berusia 30 tahun atau kurang, hanya punya perbedaan peluang 10-15 persen antara sembuh total dengan meninggalkan gejala sisa. Jika tidak sembuh dalam waktu 4 bulan, maka penderita cenderung meninggalkan gejala sisa, yaitu sinkinesis, crocodile tears dan kadang spasme hemifasial. Penderita diabetes 30% lebih sering sembuh secara parsial dibanding penderita nondiabetik dan penderita DM lebih sering kambuh dibanding yang non DM. Hanya 23 % kasus Bells palsy yang mengenai kedua sisi wajah. Bells palsy kambuh pada 10-15 % penderita. Sekitar 30 % penderita yang kambuh ipsilateral menderita tumor N. VII atau tumor kelenjar parotis.

DAFTAR PUSTAKA 1. Djamil Y, A Basjiruddin. Paralisis Bell. Dalam: Harsono, ed. Kapita selekta neurologi; Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.2009. hal 297-300 2. Dr P Nara, Dr Sukardi, Bells Palsy, http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/sPalsy.pdf/ sPalsy.html (diakses tanggal 11 desember 2011) 3. Danette C Taylor, DO, MS. 2011, Bell Palsy,http://emedicine.medscape.com/article/1146903-overview#a0156 (diakses tanggal 22 Desember 2011). 4. Annsilva, 2010, Bells Palsy, http://annsilva.wordpress.com/2010/04/04/bells-palsycase-report/ (diakses tanggal 11 desember 2011) 5. Lumbantobing. 2007.Neurologi Klinik.Jakarta: Universitas Indonesia. 6. Irga, 2009, Bells Palsy, http://www.irwanashari.com/260/bells-palsy.html, (diakses tanggal 12 Desember 2011) 7. Weiner HL, Levitt LP. Ataksia. Wita JS, editor. Buku Saku Neurologi. Ed 5. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2001. Hal. 174 8. Nurdin, Moslem Hendra, 2010, Bell Palsy,http://coolhendra.blogspot.com/2010/08/bellpalsy.html (diakses tanggal 12 desember 2011) 9. Sabirin J. Bells Palsy. Dalam : Hadinoto dkk. Gangguan Gerak. Cetakan I. Semarang : Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, 1990 : 171-81 2 10. Sidharta P. Tata Pemeriksaan Klinis dalam Neurologi. Edisi ke-2. Jakarta : Dian Rakyat, 1985 : 311-17

Anda mungkin juga menyukai