Anda di halaman 1dari 40

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Osteomyelitis adalah proses inflamasi akut atau kronik pada tulang dan struktur sekundernya karena infeksi oleh bakteri piogenik. Osteomyelitis merupakan inflamasi pada tulang yang disebabkan infeksi piogenik atau nonpiogenik seperti Micobacterium tuberkulosa atau Staphylococcus aureus. Infeksi dapat terbatas pada sebagian kecil tempat pada tulang atau melibatkan beberapa daerah seperti sum-sum, perioesteum, dan jaringan lunak disekitar tulang..1,2 Osteomyelitis masih merupakan permasalahan di negara indonesia karena tingkat higienis yang masih rendah dan pengertian mengenai pengobatan yang belum baik, diagnosa yang sering terlambat sehingga berakhir dengan osteomyelitis kronis, fasilitas diagnostik yang belum memadai, angka kejadian tuberkulosis yang masih tinggi, pengobatan yang perlu waktu lama, penderita fraktur tulang terbuka yang datang bterlambat. Akan tetapi,Sekarang ini, mortalitas dan morbiditas akibat osteomyelitis relatif rendah karena metode penanganan yang modern, termasuk penggunaan antibiotik dan intervensi invasif. Kunci keberhasilan penatalaksanaan osteomyelitis adalah diagnosis dini dan operasi yang tepat serta pemilihan jenis antibiotik yang tepat. Secara umum, dibutuhkan pendekatan multidisipliner yang melibatkan ahli orthopaedi, spesialis penyakit infeksi, dan ahli bedah plastik pada kasus berat dengan hilangnya jaringan lunak.3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Tulang Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada bagian intra-seluler. Ada 206 tulang dalam tubuh manusia, Tulang kelompok berdasarkan bentuknya : 1). Tulang panjang (Femur, Humerus) terdiri dari batang tebal panjang yang disebut diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis. Di sebelah proksimal dari epifisis terdapat metafisis. Di antara epifisis dan metafisis terdapat daerah tulang rawan yang tumbuh, yang disebut lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan. Tulang panjang tumbuh karena akumulasi tulang rawan di lempeng epifisis. Tulang rawan digantikan oleh sel-sel tulang yang dihasilkan oleh osteoblas, dan tulang memanjang. Batang dibentuk oleh jaringan tulang yang padat. Epifisis dibentuk dari spongi bone (cancellous atau trabecular). Pada akhir tahun-tahun remaja tulang rawan habis, lempeng epifisis berfusi, dan tulang berhenti tumbuh. Hormon pertumbuhan, estrogen, dan testosteron merangsang pertumbuhan tulang panjang. Estrogen, bersama dengan testosteron, merangsang fusi lempeng epifisis. Batang suatu tulang panjang memiliki rongga yang disebut kanalis medularis. Kanalis medularis berisi sumsum tulang. 2). Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellous (spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat. 3). Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat dengan lapisan luar adalah tulang concellous. 4). Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang pendek. dapat diklasifikasikan dalam lima

5). Tulang sesamoid merupakan tulang kecil, yang terletak di sekitar tulang yang berdekatan dengan persediaan dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial, misalnya patella (kap lutut). 3

Tulang tersusun atas sel, matriks protein dan deposit mineral. Sel-selnya terdiri atas tiga jenis dasar-osteoblas, osteosit dan osteoklas. Osteoblas berfungsi dalam pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang. Matriks tersusun atas 98% kolagen dan 2% subtansi dasar (glukosaminoglikan, asam polisakarida) dan proteoglikan). Matriks merupakan kerangka dimana garamgaram mineral anorganik ditimbun. Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang dan terletak dalam osteon (unit matriks tulang ). Osteoklas adalah sel multinuclear ( berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran, resorpsi dan remosdeling tulang. Tulang diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat dinamakan periosteum. Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan memungkinkannya tumbuh, selain sebagai tempat perlekatan tendon dan ligamen. Periosteum mengandung saraf, pembuluh darah, dan limfatik. Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung osteoblast, yang merupakan sel pembentuk tulang. Struktur tulang dewasa terdiri dari 30 % bahan organik (hidup) dan 70 % endapan garam. Bahan organik disebut matriks, dan terdiri dari lebih dari 90 %

serat kolagen dan kurang dari 10 % proteoglikan (protein plus sakarida). Deposit garam terutama adalah kalsium dan fosfat, dengan sedikit natrium, kalium karbonat, dan ion magnesium. Garam-garam menutupi matriks dan berikatan dengan serat kolagen melalui proteoglikan. Adanya bahan organik menyebabkan tulang memiliki kekuatan tensif (resistensi terhadap tarikan yang meregangkan). Sedangkan garam-garam menyebabkan tulang memiliki kekuatan kompresi (kemampuan menahan tekanan). 4 Pembentukan tulang ditentukan oleh rangsangn hormon, faktor makanan, dan jumlah stres yang dibebankan pada suatu tulang, dan terjadi akibat aktivitas sel-sel pembentuk tulang yaitu osteoblas . Osteoblas dijumpai dipermukaan luar dan dalam tulang. Osteoblas berespon terhadap berbagai sinyal kimiawi untuk menghasilkan matriks tulang. Sewaktu pertama kali dibentuk, matriks tulang disebut osteoid. Dalam beberapa hari garam-garam kalsium mulai mengendap pada osteoid dan mengeras selama beberapa minggu atau bulan berikutnya. Sebagian osteoblast tetap menjadi bagian dari osteoid, dan disebut osteosit atau sel tulang sejati. Seiring dengan terbentuknya tulang, osteosit dimatriks membentuk tonjolan-tonjolan yang menghubungkan osteosit satu dengan osteosit lainnya membentuk suatu sistem saluran mikroskopik di tulang.5 Penyerapan tulang terjadi karena aktivitas sel-sel yang disebut osteoklas. Osteoklas adalah sel fagositik multinukleus besar yang berasal dari sel-sel miripmonosit yang terdapat di tulang. Osteoklas tampaknya mengeluarkan berbagai asam dan enzim yang mencerna tulang dan memudahkan fagositosis. 0steoblas mulai mengisi daerah yang kosong tersebut dengan tulang baru. Proses ini memungkinkan tulang tua yang telah melemah diganti dengan tulang baru yang lebih kuat. Keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas menyebabkan tulang terus menerus diperbarui atau mengalami remodeling. Aktivitas osteoblas dan osteoklas dikontrol oleh beberapa faktor fisik dan hormon. Faktor-faktor yang mengontrol Aktivitas osteoblas dirangsang oleh olah raga dan stres beban akibat arus listrik yang terbentuk sewaktu stres mengenai tulang. Estrogen, testosteron, dan hormon perturnbuhan adalah promotor kuat bagi aktivitas osteoblas dan pertumbuhan tulang.

Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang secara langsung dengan bekerja pada osteoblas dan secara tidak langsung dengan merangsang penyerapan kalsium di usus. Hal ini meningkatkan konsentrasi kalsium darah, yang mendorong kalsifikasi tulang. Namun, vitamin D dalam jumlah besar meningkatkan kadar kalsium serum dengan meningkatkan penguraian tulang. Dengan demikian, vitamin D dalam jumlah besar tanpa diimbangi kalsium yang adekuat dalam makanan akan menyebabkan absorpsi tulang. faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas terutama dikontrol oleh hormon paratiroid. Hormon paratiroid meningkatkan aktivitas osteoklas dan merangsang pemecahan tulang untuk membebaskan kalsium ke dalam darah. Peningkatan kalsium serum bekerja secara umpan balik negatif untuk menurunkan pengeluaran hormon paratiroid lebih lanjut. Estrogen tampaknya mengurangi efek hormon paratiroid pada osteoklas. Efek lain Hormon paratiroid adalah meningkatkan kalsium serum dengan menurunkan sekresi kalsium oleh ginjal. Hormon paratiroid meningkatkan ekskresi ion fosfat oleh ginjal sehingga menurunkan kadar fosfat darah. Pengaktifan vitamin D di ginjal bergantung pada hormon paratiroid. Sedangkan kalsitonin adalah suatu hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid sebagai respons terhadap peningkatan kadar kalsium serum. Kalsitonin memiliki sedikit efek menghambat aktivitas dan pernbentukan osteoklas. Efek-efek ini meningkatkan kalsifikasi tulang sehingga menurunkan kadar kalsium serum.6 2.2 Definisi Osteomyelitis Osteomyelitis adalah proses inflamasi akut atau kronik pada tulang dan struktur sekundernya karena infeksi oleh bakteri piogenik 7 (Wim de jong, 2001). Osteomyelitis merupakan inflamasi pada tulang yang disebabkan infeksi piogenik atau non-piogenik seperti Micobacterium tuberkulosa atau Staphylococcus aureus. Infeksi dapat terbatas pada sebagian kecil tempat pada tulang atau melibatkan beberapa daerah seperti sum-sum, perioesteum, dan jaringan lunak disekitar tulang 8

2.3 Etiologi Semua tipe organisme, termasuk virus, parasit, jamur, dan bakteri dapat menyebabkan osteomielitis. Namun penyebab yang tersering adalah bakteri dan mycobacteria. Bakteria penyebab osteomielitis adalah Staphylococcus aureus, penyebab lainnya Streptococcus dan pneumococcus, salmonella. Banyak kasus osteomielitis akut disebabkan oleh bakteri. Penyebab osteomielitis pada anak-anak adalah kuman Staphylococcus aureus (89-90%), Streptococcus (4-7%), Haemophyllus influenza (2-4%), Salmonella typhi dan Eschericia coli (1-2%). Penyebab terbanyak osteomielitis piogenik adalah Staphylococcus aureus (80-90%). Sedangkan Eschericia coli, Pseudomonas dan Klebsiella sering diisolasi dari pasien penderita osteomielitis dengan infeksi traktus urogenitalis. Infeksi bakteri campuran (termasuk bakteri anaerob), khas ditemukan pada pasien osteomielitis dengan riwayat baru saja mengalami trauma pada tulang (fraktur terbuka dan operasi tulang). Pada periode neonatal, Haemophylus influenza, E. coli dan Streptococcus group B sering merupakan bakteri pathogen yang dapat menyebabkan osteomielitis akut. Salmonella merupakan bakteri pathogen terutama yang sering menyebabkan osteolielitis pada penderita penyakit Sickel cell. Sekitar 50 % kasus, tidak ditemukan organisme penyebab. 2.4 Prevalensi Osteomyelitis sering ditemukan pada usia decade I-II, tetapi dapat pula ditemukan pada bayi dan infant. Anak laki-laki lebih sering disbanding anak perempuan (4:1). Lokasi yabg tersering ialah tulang-tulang panjang seperti femur, tibia, radius, humerus, ulna dan fibula. Penyebab Osteomyelitis pada anak-anak adalah kuman Staphylococcus aureus (89-90%), Streptococcus (4-7%), Haemophylus influenza (2-4%), Salmonella typhii dan Eschericia Coli (1-2 %).3,8,9

2.5 Patofisiologi
6

2.5.1 Osteomyelitis Hematogen Akut infeksi disebabkan bakteri melalui darah. Acute hematogenous osteomyelitis, infeksi akut pada tulang disebabkan bekteri yang berasal dari sumber infeksi lain. Kondisi ini biasanya terjadi pada anak-anak. Bagian yang sering terkena infeksi adalah bagian yang sedang bertumbuh pesat dan bagian yang kaya akan vaskularisasi dari metaphysis. Pembuluh darah yang membelok dengan sudut yang tajam pada distal metaphysis membuat aliran darah melambat dan menimbulkan endapan dan trombus, tulang itu sendiri akan mengalami nekrosis lokal dan akan menjadi tempat berkembang biaknya bakteri. Mula-mula terdapat fokus infeksi didaerah metafisis, lalu terjadi hiperemia dan udem. Karena tulang bukan jaringan yang bisa berekspansi maka tekanan dalam tulang ini menyebabkan nyeri lokal yang sangat hebat.

Gambar 3. Patofisiologi Osteomyelitis

A. Sarang primer di metafisis : Sarang primer (1), udem periost mungkin dengan eksudat radang pada subperiost (2) hidrops sendi

asimptomatik

B. Sarang Primer meluas : Sarang primer (1), abses subperiost (2), hidrops genu sumptomatik C. Proses berfistel : Periost tembus (1), kulit tembus membentuk fistel (2). metafisis menjadi sekuester karena nekrosis (3), perluasan ke daerah diafisis

Gambar 4. Patofisologi Osteomyelitis Infeksi dapat pecah ke subperiost, kemudian menembus subkutis dan menyebar menjadi selulitis atau menjalar melalui rongga subperiost ke diafisis. Infeksi juga dapat pecah kebagian tulang diafisis melalui kanalis medularis 7 Penjalaran subperiostal kearah diafisis akan merusak pembuluh darah yang kearah diafisis, sehingga menyebabkan nekrosis tulang yang disebut sekuester. Periost akan membentuk tulang baru yang

menyelubungi tulang baru yang disebut involukrum (pembungkus). Tulang yang sering terkena adalah tulang panjang yaitu tulang femur, diikuti oleh tibia, humerus ,radius , ulna, dan fibula 8

2.5.2 Direct or contigous inoculation osteomyelitis Disebabkan kontak langsung antara jaringan tulang dengan bakteri, biasa terjadi karena trauma terbuka dan tindakan pembedahan. Manisfestasinya terlokalisasi dari pada hematogenous osteomyelitis 8 Kategori tambahan lainnya adalah chronic osteomyelitis dan osteomyelitis sekunder yang disebabkan oleh penyakit vaskular perifer. Osteomyelitis sering menyertai penyakit lain seperti diabetes melitus, sickel cell disease, AIDS, IV drug abuse, alkoholism, penggunaan steroid yang berkepanjangan, immunosuppresan dan penyakit sendi yang kronik. Pemakaian prosthetic adalah salah satu faktor resiko, begitu juga dengan pembedahan ortopedi dan fraktur terbuka. Rasio antara pria dan wanita 2 : 1.

Gambar 5. Penyebaran Osteomyelitis

osteomielitis selalu dimulai dari daerah metafisis karena pada daerah tersebut peredaran darahnya lambat dan banyak mengandung sinusoid. penyebaran osteomielitis dapat terjadi : 1. penyebaran ke arah kortek, membentuk abses subperiosteal dan selulitis pada jaringan sekitar.

2. penyebaran menembus periosteum membentuk abses jaringan lunak. abses dapat menembus kuliut melalui suatu sinus dan meninmbulkan fistel. abses dapat menyumbat atau menekan aliran darah ke tulang dan mengakibatkan kematian jaringan tulang (skuester). 3. penyebaran ke arah medula. 4. penyebaran ke persendian, terutama bila lempeng pertumbuhannya intraartikuler misalnya sendi panggul pada anak-anak. penetrasi ke epifisis jarang terjadi)10 2.6 Klasifikasi Osteomyelitis Klasifikasi osteomyelitis berdasar dari beberapa kriteria seperti durasi dan mekanisme infeksi dan jenis respon host terhadap infeksi. Osteomyelitis berdasarkan durasi penyakit dapat diklasifikasi menjadi akut, subakut, dan kronik. Akan tetapi batas waktu untuk tiap klasifikasi masih belum tegas. Mekanisme infeksi dapat exogenous dan hematogenous. Osteomyelitis exogenous disebabkan oleh fraktur terbuka, operasi (iatrogenik), atau penyebaran infeksi dari jaringan lunak lokal. Jenis hematogenous terjadi akibat bakteremia. Osteomyelitis juga dapat dibagi berdasarkan respon host terhadap penyakit ini, pembagian tersebut adalah osteomyelitis pyogenik dan nonpyogenik. Cierny dan Mader mengajukan sistem klasifikasi untuk osteomyelitis kronis berdasarkan kriteria faktor host dan anatomis. Sistem klasifikasi yang lebih banyak digunakan adalah berdasarkan durasi (akut, subakut, dan kronis) dan berdasarkan mekanisme infeksi (exogenous dan hematogenous) (King, 2011).8 2.6.1 Osteomyelitis Hematogen Akut

10

Osteomyelitis hematogenous akut merupakan tipe infeksi tulang yang paling sering terjadi dan seringkali ditemukan pada anak. Infeksi ini lebih sering ditemukan pada laki-laki dibanding dengan wanita di segala kelompok usia. Penyebab terjadinya Osteomyelitis hematogenous akut ini adalah bakteremia, dimana keadaan ini umum ditemukan pada anak. Pertumbuhan bakteriologis dalam tulang pada umumnya terkait dengan beberapa keadaan yaitu trauma, penyakit kronik, malnutrisi, dan sistem imun yang inadekuat. Pada beberapa kasus, penyebab pasti dari penyakit ini tidak dapat ditentukan 8 Patologi yang terjadi pada osteomyelitis hematogen akut bergantung pada umur, daya tahan tubuh, lokasi infeksi serta virulensi kuman. Infeksi terjadi melalui aliran darah dari fokus ke tempat yang lain dalam tubuh pada fase bakteremia dan dapat menimbulkan septikemia. Embolus infeksi kemudian masuk ke dalam luksta epifisis pada daerah metafisis tulang panjang. Proses selanjutnya terjadi hiperemi dan edema di daerah metafisis disertai pembentukan pus 8 Terbentuknya pus dalam tulang dimana jaringan tulang tidak dapat berekspansi akan menyebabkan tekanan dalam tulang bertambah.

Peninggian tekanan dalam tulang mengakibatkan terganggunya sirkulasi dan timbul trombosis pada pembuluh daragh tulang yang akhirnya menyebabkan nekrosis tulang. Di samping proses yang disebabkan diatas, pembentukan tulang baru yang ekstensif terjadi pada bagian dalam perosteum sepanjang diafisis (terutama pada anak-anak) sehingga terbentuk suatu lingkungan tulang seperti peti mayat yang disebut involucrum dengan jaringan

11

sekuestrum di dalamnya. Apabila pus menembus tulang, maka terjadi pengaliran pus dari involucrum kelual melalui lubang yang disebut kloaka atau melalui sinus pada jaringan lunak dan kulit7 Tahap selanjutnya, penyakit dapat berkembang menjadi osteomyelitis kronis. Pada daerah tulang kanselosa, infeksi dapat terlokalisir serta diliputi oleh jaringan fibrosa yang membentuk abses tulang kronik yang disebut abses Brodi. Infeksi ini pada umumnya melibatkan metaphyse dari tulang panjang yang sedang berkembang terutama pada pasien pediatrik. Invasi bakteri mengakibatkan reaksi radang yang dapat menyebabkan nekrosis iskemik lokal pada tulang dan pembentukan abses. Semakin abses membesar maka tekanan intramedullare semakin meningkat dan mengakibatkan iskemia kortikal, yang kemudian

mengakibatkan materi purulen keluar dari korteks masuk kedalam ruang subperiosteal. Abses subperiosteal pun terjadi. Jika dibiarkan tanpa penanganan proses ini akan mengakibatkan pembentukan sequestra yang luas dan osteomyelitis kronik 8 Efek ostemyelitis hematogenous akut pada anak tergantung pada suplai darah dan struktur anatomis tulang. Anak yang lebih muda dari 2 tahun memiliki beberapa pembuluh darah yang melintasi physis dan memudahkan tersebarnya infeksi pada epiphyse. Karena alasan ini, balita cenderung mengalami deformitas atau pemendekan tungkai jika physis dan epiphyse rusak akibat infeksi tersebut. Physis berperan sebagai barrier yang mencegah penyebaran langsung abses dari metaphyse ke epiphyse. Metaphyse memiliki sel fagosit yang

12

relatif rendah dibanding physe dan diaphyse, keadaan ini menyebabkan infeksi lebih sering terjadi pada daerah ini. Abses yang terbentuk akan merusak korteks metaphyse yang tipis dan membentuk abses subperiosteal. Diaphyse sangat jarang terkena dan sekuestrasi jarang terjadi kecuali pada kasus-kasus yang berat. Anak dengan usia diatas 2 tahun memiliki physe yang secara efektif menjadi barrier terhadap penyebaran abses metaphyse. Akan tetapi, karena korteks metaphyse pada anak yang lebih tua semakin tebal, bagian diaphyse memiliki resiko yang lebih besar untuk terkena infeksi. Jika infeksi mengenai diaphyse, suplai darah pada endosteal dipertaruhkan. Dengan adanya abses periosteal, suplai darah periosteal akan rusak dan mengakibatkan penyebaran yang lebih luas dan osteomyelitis kronis jika tidak ditangani dengan tepat. Dari penelitian yang dilakukan Riise et al total insiden tahunan terjadinya osteomyelitis pada anak adalah 13 dari 100.000 orang. Osteomyelitis paling sering terjadi pada anak dibawah 3 tahun. Setelah physis menutup, osteomyelitis hematogenous akut lebih jarang terjadi. Penyebaran bakteri secara hematogenous di tulang pada orang dewasa hanya ditemukan pada keadaan imun yang buruk7 Pus ini akan menyebar melaui tiga jalan : melalui physis, kearah diaphysis, atau disekitar korteks. Purulen ini cenderung untuk mencari jalan yang minimal resistensinya, melalui korteks metaphysis, selanjutnya terbentuk pus subperiosteal. Walaupun hal ini merupakan rute yang biasanya terjadi, anak yang lebih muda ( kurang dari 1 tahun) dengan

13

pembuluh darah transphyseal yang intak akan menunjukkan penyebaran epiphyseal dengan membentuk abses epiphyseal.7 Penyebaran infeksi pada sendi juga dipengaruhi oleh usia seseorang. Pada anak dengan usia dibawah 2 tahun, suplai darah metaphyse dan epiphyse melintasi physis, memudahkan penyebaran abses metaphyse pada epiphyse dan pada akhirnya pada sendi. Sendi panggul yang paling sering terkena pada pasien usia muda, akan tetapi, physe humerus proximal, kolum radius, dan fibula distal berada intraartikuler dan infeksi pada daerah ini dapat mengakibatkan arthritis septik. Pada anak dengan usia yang lebih tua, sirkulasi seperti ini tidak ditemukan lagi dan arthritis septik jarang terjadi. Setelah physe menutup, infeksi dapat menyebar secara langsung dari metaphyse ke epiphyse aureus dan kemudian melibatkan yang persendian. sering

Staphylococcus

merupakan

organisme

paling

menginfeksi anak yang lebih tua dan orang dewasa dengan osteomyelitis. Bakteri gram negatif telah diketahui menjadi penyebab infeksi corpus vertebra pada orang dewasa. Pada bayi dengan ostemyelitis akut hematogenous, Staphylococcus aureus paling sering ditemukan, akan tetapi, kelompok streptokokkus dan koliform gram negatif juga sering didapati. Pada dasarnya penyebaran agen bakteri ini memiliki dua cara yaitu penyebaran umum dan penyebaran lokal. Penyebaran umum yaitu melalui sirkulasi darah akibat bakteremia dan septikemia dan melalui embolus infeksi yang menyebabkan infeksi multifokal pada daerah-daerah lain. Penyebaran lokal dengan adanya subperiosteal abses akibat penerobosan abses melalui periosteum, selulitis akibat abses subperiosteal menembus

14

sampai di bawah kulit, penyebaran ke dalam sendi sehingga terjadi arthritis septik, dan penyebaran ke medulla tulang sekitar. 2.6.2 Osteomyelitis Hematogen Subakut Dibandingkan dengan oseomyelitis hematogenous akut,

osteomyelitis subakut memiliki onset yang lebih mendadak dan kurang memiliki gejala yang jelas, sehingga membuat diagnosis menjadi sulit. Osteomyelitis subakut ini cukup sering ditemukan. Jones et al melaporkan bahwa 35% pasien mereka dengan infeksi tulang memiliki osteomyelitis subakut 8 Abses Brodie Abses Brodie merupakan bentuk terlokalisir osteomyelitis subakut yang terjadi paling sering pada ekstremitas bawah dari seorang dewasa muda. Sebelum penutupan epiphyseal, metaphysis paling sering terkena. Pada orang dewasa, osteomyelitis subakut ini didapatkan pula pada daerah metaphyse epiphyse. Pada gambaran radiologi polos, abses Brodie ini pada umumnya menyerupai lesi litik dengan lapisan tulang sklerotik akan tetapi dapat pula memiliki beragam jenis bentuk. Pemeriksaan secara saksama pada foto polos sangat penting dilakukan karena abses Brodie sering menyerupai gambaran tumor pada tulang (King, 2011).8 Lesi ini diperkirakan disebabkan akibat organisme dengan virulensi yang rendah. Staphylococcus aureus ditemukan pada 50% kultur pasien, dan dalam 20% kultur tidak ditemukan. Keadaan ini sering membutuhkan biopsi terbuka dengan kuretase untuk menegakkan diagnosis. Luka sebaiknya ditutup dengan longgar dan menggunakan drain.

15

Osteomyelitis Sklerosing/Garre Adalah suatu osteomyelitis subacute dan terdapat kavitas yang dikelilingi jaringan sclerotic pada daerah metafisis, dan diaphisis tulang panjang. Penderita biasanya remaja dan orang dewasa, terdapat rasa nyeri dan sedikit pembengkakan pada tulang Pemeriksaan radiologist Terlihat adanya kavitas yang dilingkari jaringan sklerotis dan tidak ditemukan kavitas yang sentral, hanya berupa suatu cavitas yang difus. 2.6.3 Osteomyelitis Kronik Osteomyelitis kronik sulit ditangani dengan sempurna. Gejala sistemik mungkin dapat meringan, akan tetapi satu atau lebih fokus infeksi pada tulang memiliki material purulenta, jaringan granulasi yang telah terinfeksi, atau sequestrum. Eksaserbasi akut intermitten dapat terjadi dalam beberapa tahun dan seringkali membaik setelah beristirahat dan pemberian antibiotik. Tanda penting adanya osteomyelitis kronik adalah adanya tulang yang mati akibat infeksi di dalam pembungkus jaringan lunak. Fokus infeksi didalam tulang dikelilingi oleh tulang yang relatif avaskuler dan sklerotik, yang dibungkus oleh periosteum yang menebal dan jaringan parut otot dan subkutan. Pembungkus avaskuler jaringan parut ini dapat menyebabkan pemberian antibiotik menjadi tidak efektif 8 Pada osteomyelitis kronik, infeksi sekunder sering terjadi dan kultur sinus biasanya tidak berkorelasi secara langsung dengan biopsi tulang. Beragam jenis bakteri dapat tumbuh dari kultur yang diambil dari sinus-sinus dan dari biopsi terbuka pada jaringan lunak sekitar dan tulang.7 Osteomyelitis Pasca Operasi
16

Osteomyelitis jenis ini terjadi setelah suatu operasi tulang (terutama pada operasi yang menggunakan implant), dimana invasi bakteri disebabkan oleh lingkungan bedah. Gejala infeksi dapat timbul segera setelah operasi atau beberapa bulan kemudian Osteomyelitis pasca operasi yang paling ditakuti adalah

osteomyelitis setelah suatu operasi artoplasty. Pada keadaan ini pencegahan lebih penting dari pada pegobatan. Pengobatan Pada operasi tanpa implant : pengobatannya sama dengan ostemyelitis post trauma dengan kerusakan jaringan yang sedikit. Pada fraktur yang difiksasi internal : Antibiotik IV dengan dosis besar, bila ada abses harus didrainase dan luka dibiarkan terbuka sampai bersih, jika gagal eksisi bagiang yang infeksi dan nekrosis, dan diirigasi dengan antibiotic secara intermitten dan suction drainasse mungkin dapat mengontrol infeksi dan mencegah terjadinya osteomyelitis kronis.12 Akut eksaserbasi kronik

Terbentuk setelah fase akut (sekunder) Osteomyelitis kronis umumnya merupakan lanjutan dari osteomyelitis akut yang tidak terdiagnosis, atau tidak diobati dengan baik Dapat juga dari infeksi tanpa melalui fase akut (primer) Dalam keadaan ringan mirip dengan ASO (Akut Supurative

Osteomyelitis ) Eksaserbasi akut dari tahap kronik dapat timbul secara periodik dengan gejala yang sama dengan ASO gejalanya Parastesia/ anastesia

Etiologi

17

Bakteri penyebab osteomyelitis kronis terutama oleh staphylokokus aureus atau E. Colli, proteus, pseudomonas. Staphylokokus epidermidis merupakan penyebab utama osteomyelitis kronis pada operasi-operasi orthopedic yang menggunakan implant. Patologi dan Patogeneses Infeksi tulang dapat menyebabkan terjadinya sekuestrum yang menghambat terjadinya resolusi dan penyembuhan spontan yang normal pada tulang. Sekustrum ini merupakan benda asing bagi tulang dan mencegah terjadinya penutupan kloaka (pada tulang) dan sinus (pada kulita) sekuetrum diselimuti oleh involucrum yang tidak dapat keluar atau dibersihkan dari medulla tulang kecuali dengan tindakan operasi. Proses selanjutnya terjadi destruksi dan sclerosis tulang yang dapat ditunjukanan melalui foto roentgen. 2.6.4 Direct or contigous inoculation osteomyelitis Disebabkan kontak langsung antara jaringan tulang dengan bakteri, biasa terjadi karena trauma terbuka dan tindakan pembedahan. Manisfestasinya terlokalisasi dari pada hematogenous osteomyelitis. Kategori tambahan lainnya adalah chronic osteomyelitis dan osteomyelitis sekunder yang disebabkan oleh penyakit vaskular perifer. Osteomyelitis sering menyertai penyakit lain seperti diabetes melitus, sickel cell disease, AIDS, IV drug abuse, alkoholism, penggunaan steroid yang berkepanjangan, immunosuppresan dan penyakit sendi yang kronik. Pemakaian prosthetic adalah salah satu faktor resiko, begitu juga dengan pembedahan ortopedi dan fraktur terbuka. Rasio antara pria dan wanita 2 :1..3 Osteomyelitis akibat fraktur terbuka merupakan osteomylitis yang paling sering ditemukan pada orang dewasa. Pada suatu fraktur terbuka dapat ditemukan kerusakan jaringan, kerusakan pembuluh darah, edema, hematoma dan hubungan antara fraktur dan dunia luar. Sehingga pada fraktur terbuka umumnya menjadi infeksi,
18

Etiologi Staphylokokus aureus, E. Colli, pseudomonas dan kadang-kadang oleh bakteri anaerobic, seperti clostridium, streptococcus anaerob atau bakteriodes. Gambaran Klinis Demam Nyeri Pembengkakan pada daerah fraktur Dan sekresi pus pada luka Laboratorium Pada fraktur terbuka perlu dilakukan pemeriksaan biakan kuman guna menentukan kuman penyebabnya, pada pemeriksaan darah ditemukan leukositosis dan peningkatan LED. Pengobatan Prinsip penanganan pada kelainan ini sama dengan osteomyelitis lainnya, pada fraktur terbuka sebaiknya dilakukan pencegahan infeksi melalui pembersihan dan debridement luka. Luka dibiarkan terbuka dan diberikan antibiotic adekuat. 2.7 Gejala Klinis a. Osteomyelitis hematogen akut Gambaran klinis tergantung dari stadium patogenesis dari penyakit. osteomyelitis hematogen akut berkembang secara progresif atau cepat. pada keadaan ini mungkin dapat ditemukan adanya infeksi bakterial pada kulit atau saluran nafas bagian atas. gejala lain dapat berupa nyeri yang konstan pada

19

daerah infeksi, nyeri tekan dan terdapat gangguan fungsi anggota gerak yang bersangkutan. gejala-gejala yang umum timbul akibat bakteremia dan septikemia berupa panas tinggi, malaise, nafsu makan turun. pada pemeriksaan fisik ditemukan : nyeri tekan gangguan pergerakan sendi oleh karena pembengkakan sendi dan gangguan akan bertambah berat bila terjadi spasme lokal b. Osteomyelitis hematogen sub akut. atrofi otot suhu tubuh normal pembengkakan sendi beberapa minggu sampai bulan nyeri yang terlokalisir

c. Osteo myelitis kronis Gambaran klinis Keluarnya cairan dari luka atau sinus setelah operasi, yang bersifat menahun. Demam Nyeri local yang hilang timbul didaerah anggota gerak tertentu Pada Pemeriksaan Fisik : adanya sinus, fistel, atau sikatrik bekas operasi dengan nyeri tekan, mungkin dapat ditemukan sekuestrum yang menonjol keluar melalui kulit. Biasanya terdapat riwayat fraktur terbuka atau osteomyelitis pada penderita3 2.8 Diagnosis 2.8.1 Osteomyelitis Hematogen Akut Evaluasi ostemyelitis hematogenous akut sebaiknya

dimulai dengan anamnesis dan pemeriksaan fisis. Gejala dan tanda

20

dapat sangat beragam. Pada bayi, lansia, dan pasien dengan imunitas buruk, gambaran klinis minimal. Demam dan malaise dapat ditemukan pada stadium awal penyakit, namun kadangkala gejala ini juga tidak dirasakan. Adanya pembengkakan

menandakan keadaan yang signifikan dimana sindrom kompartmen sering dilaporkan terjadi pada anak akibat osteomyelitis. 9 Pada pemeriksaan fisik biasa ditemukan adanya nyeri tekan pada palpasi daerah yang terinfeksi dan gangguan pergerakan sendi oleh karena pembengkakan sendi dan gangguan akan bertambah berat jika terjadi spasme lokal. Gangguan pergerakan sendi juga dapat disebabkan oleh efusi sendi atau septik sendi.

Jumlah sel darah putih biasanya normal, akan tetapi nilai sedimentasi eritrosit (ESR) dan C-reactive protein (CRP) biasanya meningkat. CRP merupakan pengukuran respon fase akut dan berguna dalam mengawasi proses penyembuhan dari osteomyelitis akut karena nilainya kembali ke normal lebih cepat dibanding dengan ESR. Gambaran radiologi polos biasanya tidak menunjukkan kelainan namun dapat ditemukan pembengkakan jaringan lunak. Perubahan skelet seperti reaksi periosteal atau destruksi tulang biasanya tidak ditemukan pada foto polos hingga hari ke 10 dan 12 infeksi. Pemindaian tulang dengan menggunkan Technetium 99m dapat mengkonfirmasi diagnosis dalam 24 hingga 48 jam setelah terjadinya onset pada 90% hingga 95% pasien. MRI dapat

21

memperlihatkan adanya perubahan akibat proses radang pada sumsum tulang dan jaringan lunak 9 Organisme penyebab dapat ditentukan pada sekitar 50% penderita melalui kultur darah. Aspirasi tulang biasanya

memberikan diagnosis bakteriologis yang akurat dan sebaiknya dilakukan dengan abocath nomor 16 atau 18 pada tempat terjadinya pembengkakan dan nyeri yang maksimal, biasanya pada metaphyse tulang panjang. Ruang subperiosteal sebaiknya

diaspirasi pertama kali dengan memasukkan jarum pada korteks bagian luar. Jika tidak didapatkan cairan atau material purulent, jarum diposisikan lebih dalam lagi untuk mengambil aspirat sumsum tulang. Sampel yang diambil dikirim untuk dilakukan pewarnaan gram, kultur, dan tes sensitivitas antibiotic 7 2.8.2 Osteomyelitis Hematogen Subakut Karena perjalanan penyakit yang samar dari osteomyelitis, diagnosis biasanya ditegakkan setelah 2 minggu. Tanda dan gejala sistemik minimal. Suhu tubuh hanya sedikit naik atau tidak sama sekali. Nyeri dengan derajat ringan sedang merupakan tanda yang konsisten mengarahkan diagnosis. Sel darah putih biasanya normal. ESR meningkat hanya pada 50% pasien dan kultur darah biasanya negative 8 Bahkan dengan biopsi atau aspirat tulang yang sudah adekuat, organisme patogen hanya ditemukan pada 60%

pemeriksaan. Pemindaian tulang dan foto radiologi polos pada

22

umumnya

positif.

Lambatnya ini

perjalanan

penyakit diakibatkan

pada oleh

osteomyelitis

subakut

kemungkinan

peningkatan resistensi host, penurunan virulensi bakteri, atau pemberian antibiotik sebelum onset gejala penyakit muncul. Berkembang spekulasi bahwa kombinasi dari dua organisme dengan virulensi yang rendah disertai dengan daya tahan tubuh yang kuat mengakibatkan adanya peradangan pada tulang tanpa adanya tanda dan gejala yang bermakna. Akan tetapi, diagnosis yang akurat sangat bergantung dari kecurigaan klinis dan penemuan radiologis. Diagnosis seringkali harus ditegakkan dengan biopsi terbuka dan kultur. Material purulen tidak selalu diambil pada biopsi, jaringan granulasi yang paling sering ditemukan.

Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis adalah organisme yang dominan ditemukan pada osteomyelitis subakut.7 Ross dan Cole merekomendasikan biopsi dan kuretase diikuti dengan penanganan antibiotik untuk semua lesi yang terlihat agresif. Untuk lesi yang terlihat seperti abses ringan pada epiphysis dan metaphysis, biopsi tidak direkomendasikan. Lesi seperti ini, yang merupakan karakteristik dari osteomuelitis subakut, sebaiknya ditangani dengan antibiotik intravena dalam 48 jam pertama dilanjutkan dengan pemberian antibiotik oral selama 6 minggu.

23

2.8.3 Osteomyelitis kronik Diagnosis osteomyelitis berdasar pada penemuan klinis, laboratorium, dan radiologi. Gold standar adalah dengan

melakukan biopsi pada tulang yang terinfeksi untuk analisa histologis dan mikrobateriologis 8 Pemeriksaan fisik sebaiknya berfokus pada integritas dari kulit dan jaringan lunak, menentukan daerah yang mengalami nyeri, stabilitas abses tulang, dan evaluasi status neurovaskuler tungkai. Pemeriksaan laboratorium biasanya kurang spesifik dan tidak memberikan petunjuk mengenai derajat infeksi. ESR dan CRP meningkat pada kebanyakan pasien, akan tetapi WBC hanya meningkat pada 35% pasien. Terdapat banyak pemeriksaan radiologik yang dapat dilakukan untuk mengevaluasi osteomyelitis kronik; akan tetapi, tidak ada teknik satupun yang dapat mengkonfirmasi atau menyingkirkan diagnosis osteomyelitis. Pemeriksaan radiologik sebaiknya dilakukan untuk membantu konfirmasi diagnosis dan untuk sebagai persiapan penanganan operatif 8 Radiologi polos dapat memberikan informasi berharga dalam menegakkan diagnosis osteomyelitis kronik dan sebaiknya merupakan pemeriksaan yang pertama dilakukan. Tanda dari destruksi kortikal dan reaksi periosteal sangat mengarahkan diagnosis pada osteomyelitis. Tomography polos dapat berguna

24

untuk mendeteksi sequestra. Sinography dapat dilakukan jika didapatkan jejak infeksi pada sinus. Pemindaian tulang dengan isotop lebih berguna pada osteomyelitis akut dibanding dengan bentuk kronik. Pemindaian tulang techentium 99m, yang memperlihatkan pengambilan yang meningkat pada daerah dengan peningkatan aliran darah atau aktivitas osteoblastik, cenderung memiliki spesifitas yang kurang. Akan tetapi pemeriksaan ini, memiliki nilai prediktif yang tinggi untuk hasil yang negatif, walaupun negatif palsu telah dilaporkan. (Reksoprojo, 1995)9 CT scan memberikan gambaran yang sempurna dari tulang kortikal dan penilaian yang cukup baik untuk jaringan lunak sekitar dan terutama berguna dalam identifikasi sequestra. Akan tetapi, MRI lebih berguna dibanding CT scan dalam hal penilaian jaringan lunak. MRI memperlihatkan daerah edema tulang dengan baik. Pada osteomyelitis kronik, MRI dapat menunjukkan suatu lingkaran hiperintens yang mengelilingi fokus infeksi (rim sign). Infeksi sinus dan sellulitis tampak sebagai area hiperintens pada gambaran T2-weighted. Seperti yang sebelumnya dijelaskan, gold standard dari diagnosis sensitivitas. osteomyelitis Suatu adalah biopsi dengan kultur atau tidak hanya bermanfaat dalam

biopsi

menegakkan diagnosis, akan tetapi juga berguna menentukan regimen antibiotik yang akan digunakan.

25

Gambar 6. Osteomyelitis pada pria berusia 84 tahun, foto CT Scantampak sagital (a) dan axial (b) memperlihatkan fraktur pada tulang metatarsal dan sesamoid. Selain itu terdapat reaksi periosteal dan erosi pada caput metatarsal yang mengindikasikan adanya osteomyelitis.

Laboratorium

Peningkatan LED Leukositosis Peningkatan titer antibody anti staphylococcus Pemeriksaan kultur dan uji sensitifitas diperlukan untuk menentukan organisme penyebabnya

Pemeriksaan radiologist

Foto polos : ditemukan tanda-tanda porosis dan sclerosis tulang, penebalan periost, elevasi periosteum dan mungkin adanya sekuetrum Radiology scanning : membantu menegakkan diagnosis osteomyelitis kronis. CT Scan dan MRI : bermanfaat untuk membuat rencana pengobatan serta untuk melihat sejauh mana kerusakan tulang yang terjadi.

2.9 Penatalaksanaan 2.9.1 Osteomyelitis Hematogen Akut

26

Penatalaksanaan yang tepat segera setelah onset osteomyelitis hematogenous akut dapat memperkecil morbiditas. Operasi dan

penanganan antibiotik merupakan penatalaksanaan terpenting dan pada beberapa pasien, dengan pemberian antibiotik saja dapat menyembuhkan penyakit tersebut. yang Pemilihan terkuat, antibiotik toksisitas berdasar paling pada aktivitas dan

bakteriosidal

yang

rendah,

pertimbangan sosioekonomi. Telah lama diketahui bahwa abses yang meluas membutuhkan drainase operatif. Akan tetapi, daerah peradangan ringan tanpa pembentukan abses dapat ditangani hanya dengan antibiotic 7 Pada tahun 1983 Nade menjelaskan mengenai lima prinsip dasar penanganan osteomyelitis hematogenous akut yang masih dapat

diterapkan hingga saat ini: (1) Pemberian antibiotik yang tepat akan efektif sebelum pembentukan pus; (2) antibiotik tidak dapat mensterilkan jaringan yang tidak memiliki vaskularisasi atau abses dan daerah tersebut membutuhkan penanganan operatif; (3) Jika operasi berhasil, maka antibiotik sebaiknya diberikan untuk mencegah pembentukan ulang dan jahitan luka primer harus terjamin aman; (4) operasi sebaiknya tidak merusak tulang atau jaringan lunak yang iskemik; (5) antibiotik sebaiknya tetap diberikan setelah infeksi 7 .Pasien dengan osteomyelitis hematogenous akut sebaiknya mendapatkan perawatan supportif standar termasuk pemberian cairan intravena, analgetik yang tepat, dan penempatan tungkai atau ekstremitas yang terkena yang nyaman. Pemeriksaan berkala yang rutin sebaiknya dilakukan. Jika abses yang membutuhkan drainase operatif tidak

27

ditemukan dengan aspirasi sum-sum tulang atau subperiosteal, maka pemberian antibiotik intravena berdasarkan pewarnaan gram diberikan. Antibiotik dengan spektrum yang sempit khusus untuk bakteri penyebab sebaiknya diberikan jika pewarnaan gram negatif, dan keadaan pasien tetap dimonitor11 Kadar CRP serum sebaiknya diperiksa 2 3 hari setelah pemberian awal antibiotik. Jika dalam waktu 24 hingga 48 jam, tidak ada respon klinis yang bermakna terhadap pemberian antibiotik, maka abses yang tak terlihat sebaiknya dicari dan drainase operatif dipertimbangkan. Terdapat dua indikasi utama untuk operasi pada osteomyelitis hematogenous akut yaitu (1) keberadaan abses yang membutuhkan drainase dan (2) keadaan pasien tidak membaik walaupun telah diberikan antibiotik yang tepat .8 Tujuan dari operasi adalah untuk drainase rongga abses dan membuang seluruh jaringan nekrotik. Ketika abses subperiosteal ditemukan pada bayi, beberapa lubang kecil sebaiknya dibuka melalui korteks hingga mencapai kanal meduller. Jika pus intrameduller ditemukan, maka sedikit bagian dari tulang diangkat. Kulit kemudian ditutup dengan longgar dan pada tungkai diberikan splint. Tungkai tersebut dijaga selama beberapa minggu agar terhindar dari fraktur patologis.7 Antibiotik intraavena sebaiknya diberikan setelah operasi. Durasi dari terapi antibiotik kontroversial, akan tetapi, saat ini cenderung mengarah pada terapi antibiotik yang semakin pendek, diikuti dengan antibiotik oral dan pengawasan kadar antibiotik serum. Hal ini sebaiknya

28

ditentukan berdasar pada kebutuhan tiap individu dan dengan konsultasi dari ahli penyakit infeksi. Setelah operasi dilakukan, splint tungkai posterior panjang diberikan pada tungkai dalam posisi anatomis, tumit dengan posisi 90 derajat dan jika pada siku dengan fleksi 20 derajat. Setelah luka telah sembuh, splint dilepas dan pasien diminta menggunakan tongkat bantu. Pasien di follow up selama 1 tahun dengan pemeriksaan radiologik.

2.9.2 Osteomyelitis Hematogen Subakut Pengobatan yang dilakukan dapat berupa pemberian antibiotik yang adekuat selama 6 minggu. Apabila diagnosis meragukan maka dapat dilakukan biopsi dan kuretase. Walaupun gejala pasien dapat berkurang dengan pemberian antibiotik, penyembuhan radiologis tergolong lama yaitu selama 12 minggu, sehingga pada pasien Osteomyelitis subakut dibutuhkan follow-up yang cukup lama8 2.9.3 Osteomyelitis Kronis Osteomyelitis kronik pada umumnya tidak dapat dieradikasi tanpa operasi. Operasi untuk osteomyeritis termasuk sequestrektomi dan reseksi tulang dan jaringan lunak yang terinfeksi. Tujuan dari operasi adalah menyingkirkan infeksi dengan membentuk lingkungan tulang yang viable dan bervaskuler. Debridement radikal dapat dilakukan untuk mencapai tujuan ini. Debridement yang kurang cukup dapat menjadi alasan tingginya angka rekurensi pada osteomyelitis kronik dan kejadian abses otak pada osteomyelitis tulang tengkorak 8

29

Debridement adekuat seringkali meninggalkan ruang kosong besar yang harus ditangani untuk mencegah rekurensi dan kerusakan tulang bermakna yang dapat mengakibatkan instabilitas tulang. Rekonstruksi yang tepat baik untuk defek jaringan lunak maupun tulang perlu dilakukan,begitu pula identifikasi menyeluruh dari bakteri penginfeksi dan terapi antibiotik yang tepat. Rekonstruksi sebaiknya dilakukan setelah perencanaan yang baik dan identifikasi sequestra dan abses intraosseus dengan radiography polos, sinography, CT dan MRI. Prosedur ini sebaiknya dilakukan dengan konsultasi ahli infeksi dan untuk fase rekonstruksi, diperlukan konsultasi ahli bedah plastik mengenai skin graft, flap muskuler dan myocutaneus. Durasi pemberian antibiotik post-operasi masih kontroversi. Pada umumnya, pemberian antibiotik intravena selama 6 minggu dilakukan setelah debridement osteomyelitis kronik. Swiontkowski et al melaporkan angka kesuksesan sebesar 91% dengan hanya 1 minggu pemberian antibiotik intravena dilanjutkan dengan terapi antibiotik oral selama 6 minggu7 Semua jaringan nekrotik harus dibuang untuk mencegah residu bakteri yang dapat menginfeksi ulang. Pengangkatan semua jaringan parut yang melekat dan skin graft sebaiknya dilakukan. Sebagai tambahan dapat digunakan bur kecepatan tinggi untuk membersihkan untuk

mendebridemen tepi kortikal tulang sampai titik titik perdarahan didapatkan. Irrigasi berkelanjutan perlu dilakukan untuk mencegah

30

nekrosis tulang karena bur. Kultur dari materi yang didebridement sebaiknya dilakukan sebelum memulai terapi antibiotik. Pasien membutuhkan beberapa kali debridement, hingga luka cukupbersih untuk penutupan jaringan lunak. Soft tissue dibentuk kembali dengan simpel skin graft, tetapi sering kali membutuhkan transposisi lokal jaringan muskuler atau transfer jaringan bebas yang tervaskularisasi untuk menutup segment tulang yang didebridemen secara efektif Muscle flaps ini memberikan vascularisasi jaringan yang baru untuk membantu penyembuhan tulang dan distribusi antibiotik. Pada akhirnya stabilitas tulang harus di capai dengan bone graft untuk menutup gaps osseus. Autograft kortikal dan cancellous dengan transfer tulang yang

bervaskularisasi biasanya perlu dilakukan. Walaupun secara tehnis dibutuhkan bone graft tervaskularisasi memberikan sumber aliran darah baru pada daerah tulang yang sebelumnya tidak memiliki vaskularisasi a. Sequestrektomi dan Kuretase untuk Osteomyeltis
8

Kronik

Sekuestrektomi dan kuretase membutuhkan lebih banyak waktu dan menyebabkan lebih banyak kehilangan darah pada pasien yang biasanya tidak dapat diantisipasi oleh ahli bedah yang kurang berpengalaman, persiapan yang tepat sebaiknya dilakukan sebelum operasi. Infeksi sinus diberikan metilen blue 24 jam sebelum operasi untuk memudahkan lokalisasi dan eksisi. Untuk melakukan teknik ini maka diperlukan torniket pneumatik. Buka daerah tulang yang terinfeksi dan eksisi seluruh sinus sekitar. Insisi periosteum yang indurasi dan naikkan 1,3 hingga 2,5 cm pada tiap

31

sisi. Gunakan bor untuk memberi jendela kortikal pada lokasi yang tepat dan angkat dengan menggunakan osteotome. Buang seluruh sequestra, materi purulenta, dan jaringan parut dan nekrotik. Jika tulang yang sklerotik membentuk kavitas didalam kanal meduller, buka kanal tersebut pada kedua arah untuk memberikan tempat bagi pembuluh darah untuk tumbuh didalam kavitas. Bor berkecepatan tinggi akan membantu melokalisir perbatasan antara tulang iskemik dan sehat. Setelah membuang jaringan yang mencurigakan, eksisi tepi tulang yang menggantung secara hati-hati dan hindari membuat rongga kosong atau kavitas. Jika kavitas tidak dapat diisi dengan jaringan lunak sekitar, maka flap muskuler lokal atau transfer jaringan bebas dapat dilakukan untuk mengisi ruang kosong tersebut. Jika memungkinkan, tutupi kulit dengan renggang dan pastikan tidak ada tekanan kulit yang berlebihan. Jika penutupan kulit tidak memungkinkan, tutup luka dengan renggang atau berikan antibiotik dan rencanakan untuk penutupan kulit atau skin graft di masa yang akan datang. Setelah penanganan, tungkai dipasangkan splint sampai luka sembuh dan kemudian dilindungi untuk mencegah fraktur patologis. Pemberian antibiotik dilanjutkan dalam periode yang panjang dan dimonitor dengan ketat.8

32

Gambar 6. Teknik sekuestrektomi dan kuretase. A. Daerah tulang yang terinfeksi dibuka dan sequestrum dibuang; B. Semua material yang terinfeksi dibuang; C. Luka dapat dibungkus terbuka atau ditutup dengan longgar dan memakai drain Defek jaringan lunak dan tulang harus diisi untuk mereduksi kemungkinan infeksi lanjutan dan kerusakan fungsi. Beberapa teknik telah dideskripsikan untuk penanganan defek tersebut dan terbukti berhasil jika dilakukan dengan benar. Metode untuk mengeliminasikan ruang kosong tersebut adalah sebagai berikut : 1.Bone graft dengan penutupan primer dan sekunder;

2. Penggunaan antibiotik polymethylsmethacrylate (PMMA) sebagai saringan temporer sebelum rekonstruksi, 3. Flap muskuler lokal dan skin graft dengan atau tanpa bone graft, 4. Transfer mikrovaskuler flap muskuler, myokutaneus, osseous, dan osteocutaneous, dan 5. Penggunaan transport tulang (Illizarof technique). b. Graft Tulang Terbuka Papineau et al menggunakan teknik graft tulang terbuka untuk penatalaksanaan osteomyelitis kronik. Penggunaan prosedur ini berdasarkan prinsip sebagai berikut : 1. Jaringan granulasi dapat mencegah infeksi;

33

2. Graft tulang cancellous autogenous sangat cepat tervaskularisasi dan mencegah terjadinya infeksi; 3. Daerah terinfeksi dieksisi dengan sempurna; 4. Drainase yang adekuat; 5. Immobilisasi yang adekuat; 6. Antibiotik diberikan dalam jangka panjang. Panda et al melaporkan angka kesuksesan dengan menggunakan teknik Papineau untuk penatalaksanaan 41 pasien dengan osteomyelitis kronik. Operasi tersebut dibagi menjadi tiga tahap yaitu sebagai berikut; (1) eksisi jaringan terinfeksi dengan atau tanpa stabilisasi dengan menggunakan fixator eksternal atau intramedullari rod, (2) cancellous autografting; dan (3) penutupan kulit.

c. Antibiotik Rantai Plymethylmethacrylate (PMMA) Klemm dan investigator lainnya melaporkan hasil yang cukup baik dengan penggunaan antibiotik PMMA untuk penatalaksanaan osteomyelitis kronik. Rasionalisasi untuk penatalaksanaan ini adalah untuk memberikan antibiotik kadar tinggi secara lokal dengan konsentrasi yang melampaui konsentrasi inhibitorik minimal. Penelitian farmakokinetik telah menunjukkan bahwa konsentrasi antibiotik lokal yang diperoleh mencapai 200 kali lebih tinggi dibandingkan pemberian antibiotik sistemik. Penatalaksanaan ini memiliki keunggulan dalam hal memperoleh antibiotik dengan konsentrasi sangat tinggi sementara menjaga kadar toksisitas dalam serum dan sistemik tetap rendah. Antibiotik berasal dari

34

PMMA bead ke dalam luka hematoma post operasi dan sekresi, yang berfungsi sebagai media tranport. Konsentrasi antibiotik yang sangat tinggi hanya dapat dicapai dengan penutupan luka primer; jika penutupan seperti demikian tidak dapat dilakukan maka luka dapat ditutup dengan perban kedap air. Sebelum PMMA bead diimplantasi, semua jaringan terinfeksi dan nekrotik telah di debridement dengan adekuat sebelumnya dan semua benda asing dibuang. Drain isap tidak direkomendasikan karena konsentrasi antibiotik dapat berkurang.8 Golongan aminoglikosida merupakan jenis antibiotik yang digunakan bersama PMMA bead. Penisilin, cephalosporin, dan clindamisin terlarut dengan baik paad PMMA bead; vancomysin kurang terlarut dengan baik. Antibiotik seperti fluoroquinolon, tetrasiklin, polymixin B dirusak selama proses exothermik pada pengerasan PMMA bead sehingga jenis antibiotik tersebut tidak dapat digunakan. Implantasi antibiotik PMMA jangka pendek, jangka panjang, atau permanen dapat dilakukan. Pada implantasi jangka pendek, PMMA bead dibuang dalam 10 hari pertama, dan pada implantasi jangka panjang PMMA bead ini diberikan hingga 80 hari. Henry et al melaporkan hasil yang bagus pada 17 pasien dengan implantasi permanen antibiotik PMMA bead. Rasionalisasi pembuangan PMMA ini dipertimbangkan atas beragam faktor. Kadar bakteriosidal dari antibiotik ini hanya bertahan selama 2-4 minggu setelah impantasi dan setelah seluruh isi antibiotik keluar, maka butir PPMA akan dianggap benda asing dan merupakan tempat yang sesuai untuk kolonisasi bakteri pembentuk glykocalyx. PMMA juga terbukti menghambat

35

respon imun lokal dengan mengganggu beberapa jenis sel imun yang fagositik. Setelah pemberian antibiotik PMMA ini maka kantong bead perlu diganti dalam interval 72 jam dengan debridement berulang dan irigasi hingga luka siap ditutup8. d. Transfer Jaringan Lunak (Soft Tissue Transfer) Transfer jaringan lunak untuk mengisi ruang kosong yang tertinggal setelah operasi debridement luas dapat mencakupi flap muskuler terlokalisir pada pedikel vaskuler hingga transfer jaringan lunak dengan mikrovaskuler. Transfer jaringan otot bervaskularisasi memperbaiki lingkungan biologis lokal dengan membawa suplai darah yang penting bagi mekanisme daya tahan tubuh, begitupula untuk pengangkutan antibiotik dan penyembuhan osseus dan jaringan lunak. Angka keberhasilan untuk teknik ini dilaporkan oleh literatur adalah sebesar 66% hingga 100%. Kebanyakan flap muskuler lokal digunakan untuk penanganan osteomyelitis kronik pada tibia. Otot gastrocnemius digunakan untuk defek sekitar 1/3 proximal tibia, dan otot soleus digunakan untuk defek sekitar 1/3 medial tibia. Transfer jaringan lunak bebas dengan mikrovaskuler dibutuhkan untuk defek sekitar 1/3 distal tibia. Beberapa penliti melaporkan angka keberhasilan yang tinggi pada penanganaan osteomyelitis kronik dengan penggunaan transfer jaringan bebas mikrovaskuler. Jaringan mikrovaskuler dapat mengandung otot yang menutupi skin graft atau flap myokutaneous, osseous, dan osteocutaneous. Debridement awal yang adekuat pada daerah yang terkena membantu meningkatkan angka keberhasilan teknik ini. e. Teknik Lizarof

36

Teknik lizarof telah terbukti bermanfaat untuk penatalaksanaan osteomyelitis kronik dan nonunion yang terinfeksi. Teknik ini dilakukan dengan reseksi radikal pada tulang yang terinfeksi. Kortikotomi dimulai dari proximal jaringan tulang normal dan distal daerah yang terinfeksi. Tulang kemudian dipindahkan hingga union dicapai. Kekurangan teknik ini yaitu waktu yang digunakan hingga terjadi union solid dan insiden komplikasi yang terkait Dendrinos et al melaporkan diperlukan rata-rata 6 bulan hingga terbentuknya union dengan beberapa komplikasi pada tiap pasien. Akan tetapi walaupun dengan kekurangan tersebut Prosedur Lizarof menguntungkan pasien yang membutuhkan reseksi luas dari tulang dan rekonstruksi untuk tercapainya stabilitas 8

2.10 Pencegahan Osteomyelitis hematogenous akut dapat dihindari dengan mencegah pembibitan bakteri pada tulang dari jaringan yang jauh. Hal ini dapat dilakukan dengan penentuan diagnosis yang tepat dan dini serta penatalaksanaan dari fokus infeksi bakteri primer.7 Osteomyelitis inokulasi langsung dapat dicegah dengan perawatan luka yang baik, pembersihan daerah yang mengekspos tulang dengan lingkungan luar yang sempurna, dan pemberian antibiotik profilaksis yang agresif dan tepat pada saat terjadinya cedera.

37

BAB 3 PENUTUP 3.1 Kesimpulan Osteomyelitis adalah proses inflamasi akut atau kronik pada tulang dan struktur sekundernya karena infeksi oleh bakteri piogenik. Osteomyelitis merupakan inflamasi pada tulang yang disebabkan infeksi piogenik atau nonpiogenik seperti Micobacterium tuberkulosa atau Staphylococcus aureus. Infeksi dapat terbatas pada sebagian kecil tempat pada tulang atau melibatkan beberapa daerah seperti sum-sum, perioesteum, dan jaringan lunak disekitar tulang. Osteomyelitis hematogenous akut dapat dihindari dengan mencegah pertumbuhan bakteri pada tulang dari jaringan yang jauh. Hal ini dapat dilakukan dengan penentuan diagnosis yang tepat dan dini serta penatalaksanaan dari fokus infeksi bakteri primer. Osteomyelitis inokulasi langsung dapat dicegah dengan perawatan luka yang baik, pembersihan daerah yang mengekspos tulang dengan lingkungan luar yang sempurna, dan pemberian antibiotik profilaksis yang agresif dan tepat pada saat terjadinya cedera

38

Daftar Pustaka

1. Raisuien 2010 Osteomyelitis (Infeksi Tulang) http://www.forumsains.com/kesehatan/osteomyelitis-(infeksitulang) 2. Dorland, W. A. Newman, 2002. KAMUS KEDOKTERAN Edisi 29. Alih bahasa : Andy Setiawan, et al. Jakarta : EGC, pp : 1565, 1
3. Rasjad, Chairudin Prof., Ph.D., Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi,

Makassar:2000 4. Guyton, Arthur C., Hall, John E., 2007. BUKU AJAR FISIOLOGI KEDOKTERAN Edisi 11. Alih bahasa : Irawati, et al. Jakarta : EGC, pp : 1032, 1 5. Price, Sylvia A., Wilson, Lorraine M., 2005. PATOFISIOLOGI : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6. Alih bahasa : Brahm U. Pendit, et al. Jakarta : EGC, pp : 1358-1359, 1367-1368, 1371, 5 6. Setiyohadi Bambang.. Struktur dan Metabolisme Tulang. Ilmu Penyakit Dalam. Penerbit Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI ; JAKARTA 2006 7. Sjamsuhidajat.R; De Jong.W, Editor. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi, Cetakan Pertama, Penerbit EGC; Jakarta.1997. 1058-1064. 8. King, Randall W., and D. L. Johnson. "Osteomyelitis." eMedicine. Eds. Dana A. Stearns, et al. 4 Nov. 2008. Medscape. 22 Nov. 2008 <http://emedicine.medscape.com/article/785020-overview>. 9. Reksoprojo.S: Editor; Pusponegoro.AD; Kartono.D; Hutagalung.EU; Sumardi.R; Luthfia.C; Ramli.M; Rachmat. KB; Dachlan.M. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Penerbit Bagian Ilmu Bedah FKUI/RSCM; Jakarta.1995.

39

10. Mansjoer, A., Suprohaita, Wardhani, Wahyu I., Setiowulan, W., 2000. KAPITA SELEKTA KEDOKTERAN Edisi Ketiga Jilid Kedua . Jakarta : Media Aesculapius, pp : 358-359, 2 11. Sabiston. DC; alih bahasa: Andrianto.P; Editor Ronardy DH. Buku Ajar Bedah Bagian 2. Penerbit EGC; Jakarta.
12. Apley AG, Solomon, Louis, et.al. Apleys System of Orthopaedics and

Fractures, Ed. 8, Arnold, London:2001

40

Anda mungkin juga menyukai