Anda di halaman 1dari 9

STUDY KASUS HUKUM HUMANITER NAMA : DHANA FEBY RENA NPM : 1112011106

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BAB I KASUS POSISI A. Fakta Sebuah tragedi terjadi di negara Rwanda Afrika pada bulan april 19994, dimana yang jadi korban disini adalah suku Tutsi dan Hutu Moderat, dan pelaku pembantaian adalah Suku Hutu yang di kenal sebagai Interahamwe yang terjadi dalam periode 100hari pada tahun 1994. Genosida yang terjadi merupakan lanjutan dari perang etnis yang terjadi di antara kedua suku. Korban dari tragedi ini diperkirakan hampir mencapai angka satu juta jiwa. Rwanda sendiri adalah sebuah negeri berpenduduk 7.4 juta jiwa dan merupakan negara terpadat di Afrika Tengah. Peristiwa ini bermula pada tanggal 6 April 1994, ketika Presiden Rwanda, Juvenal Habyarimana menjadi korban penembakan saat berada di dalam pesawat terbang. Juvenal Habyarimana yang berasal dari etnis Hutu berada dalam satu pesawat dengan Presiden Burundi Cyprien Ntarymira. Mereka baru saja menghadiri pertemuan di Tanzania untuk membahas masalah Burundi. Peristiwa penembakan pesawat tersebut di lakukan sebagai protes terhadap rencana Presiden untuk masa depan Rwanda. Presiden berencana melakukan persatuan etnis-etnis itu. Recana ini telah disusun setahun sebelumnya, seperti tertuang dalam Piagam Arusha pada tahun 1993. Habryamana merintis suatu pemerintajhan yang melibatkan tiga suku, yaitu 85% suku Hutu, 14% suku Tutsi, dan Twa 1%. Habryamana mengangkat perdana menteri Agathe Uwilingiyama dari suku Tutsi. Pengangkatan dari suku yang berbeda ini jelas tidak di terima oleh kelompok militan yang ingin mempertahankan satu suku. Kekhawatiran sekaligus kekecewaan berlebihan inilah yang akhirnya memuncak menjadi tindak pembunuhan terhadap presiden sendiri, pembunuhan presiden memicu pembantaian etnis besar-besara di Rwanda. Hanya dalam beberapa jam setelah Habryamana terbunuh, seluruh tempat di Rwanda langsung di blokade. Pasukan khusus pengawal presiden dengan bantuan instruktur Prancis segera beraksi. Mereka bekerja sama dengan kelompok militan Rwanda Interahamwe dan Impuzagambi. Di mulai dari ibukota Rwanda, ketiga kelompok tersebut mulai membunuh siapa saja yang mendukung piagam Arusha tanpa memperdulikan status dan sebagainya. Perdana menteri Rwanda yang berasal dari suku Tutsi tak lepas dari pembunuhan tersebut, selain itu ada beberapa nama dari kalangan menteri, pastor dan siapa saja yang mendukung maupun terlibat dalam negoisasi piagam Arusha. Sebagian besar korban di geletakan begitu saja dan tidak di makamkan secara layak. Pegunungan Gisozi menjadi tempat pemakamam massal. Di tempat ini di perkirakan terdapat 250.000 jasad warga tak berdosa korban konspirasi keji. di katakan konspirasi karna kudeta ini dilakukan oleh pemimpin RPF(Rwanda Patriotic Front) yaitu Paul Kagame karnea Presiden di anggap tidak tegas dalam meyelesaikan konflik etnis yang terjadi. Keadaan semakin di perparah

oleh sebuah siaran radio yang sangat jelas memercikan api permusuhan di antara Suku Hutu dan Tutsi. Usai pembunuhan massal, kagame tampil sebagai Presiden pengganti Habryamana. Di lihat dari kasus ini merupakan krisis internal dalam negeri Rwanda, tetapi yang di ceritakan oleh film ini lain. Terdapat keikutsertaan pihak asing dalam kasus yang terjadi . senjata-senjata yang di gunakan untuk membantai Suku Tutsi merupakan sumbangan dari pihak asing seperti Prancis dan China, di tengarai juga terdapat kepentingan Amerika disana. Karena kasus ini sudah di prediksi terjadi oleh CIA. Dimana kondisi terbaik yang bisa di harapkan adalah korban jiwa sejumlah 20.000 orang, dan kondisi terburuk jatuh korban 500.000 jiwa. Tapi yang terjadi jauh lebuh buruk dari prediksi itu, karena jumlah korban mencapai hampir satu juta jiwa.

B. Pihak Pihak yang bersengketa Menurut uraian di atas, pihak-pihak yang bersengketa adalah : Suku Tutsi Suku Hutu Prancis dan China Amerika

BAB 2 MASALAH HUKUM DAN TINJAUAN TEORISTIK

A. MASALAH HUKUM Penulis ingin menganalisis pelanggaran-pelangaran apa saja yang dilakukan para pihak berperang tersebut? Dan dimanakah pengaturan pelanggaran tersebut diatur? B. TINJAUAN TEORITIK 1. Metode Berperang Menurut HHI, kasus ini di golongkan ke dalam sengketa bersenjata non-internasional. Walaupun ini bukanlah sengketa internasional. Namun hal ini di atur oleh Hukum Humaniter Internasioanl, sehingga idealnya jalannya konflik harus sesuai dengan kaedah-kaedah yang berlakudalam HHI. Pasal 3 konvensi Jenewa tahun 1949 menentukan aturan-aturan HHI . kewajiban para pihak yang berkonflik untuk melindungi korban perang yang tidak bersifat internasional, namun belum di jelaskan kriteria atau definisi sengketa bersenjata non-internasioal. Kriteria tentang sengketa bersenjata non-internasional di muat dalam protokol tambahan II/1977 tentang perlindungan Korban sengketa bersenjata NonInternasional.

2. Pengertian Penduduk Sipil Penduduk sipil ialah mereka yang tidak turut serta secara aktif dalam permusuhan atau pertempuran, mereka harus dilindungi dan tidak boleh dijadikan sasaran serangan.1 3. .Perlindungan Penduduk Sipil Dalam Protokol Tambahan Konvesi Jenewa Tahun 1977 Perlindungan penduduk sipil dalam PTKJ 197, pertama-tama dari judul protokol tersebut, tampak merupakan tambahan perlindungan yang ditetapkan KJ tahun1949. Sebagai tambahan konvensi itu, perlindunganprotokol tersebut juga merupakan pertambahan perlindungan penduduk sipil dimasa perang.2 Hal itu tampak juga dari adanya beberapa ketentuan protokol

1 2

GPH Haryomataram, Sekelumit Tentang Hukum Humaniter, Surakarta: Sebelas Maret University Press, hlm.102. F. Sugeng Istanto, Perlindungan Penduduk Sipil Dalam Perlawanan Rakyat Semesta Dan Hukum Internasional, Yogyakarta: Andi Offset, hlm.98.

tersebut yang secara eksplisit juga mengatur perlindungan bagipenduduk sipil dimasa perang. Perlindungan itu ditetapkan dalam prinsip umumdanketentuan lain protokol tersebut. 4. Asas-Asas Berperang a. Asas distinction. Prinsip yang membedakan dari suatau negara yang sedang berperang ke dalam dua golongan yaitu kombatan dan penduduk sipil. b. Asas Kepentingan Militer Asas ini mengandung arti bahwa suatu pihak yang bersengketa mempunyai hak untuk melakukan setiap tindakan yang dapat mengakibatkan keberhasilan suatu operasi militer, namun sekaligus tidak melanggar hukum perang.Asas kepentingan militer ini dalam pelaksanaannya sering pula dijabarkan dengan adanya penerapan prinsip pembatasan dan prinsip proporsionalitas. c. Asas Kemanusiaan Berdasarkan asas ini, maka pihak yang bersengketa diharuskan untuk memperhatikan asasasas kemanusiaan, di mana mereka dilarang untuk menggunakan kekerasan yang dapat menimbulkan luka-luka yang berlebihan atau penderitaan yang tidak perlu, sebagaimana tercantum di dalam Pasal 23 ayat(e). d. Asas Kesatriaan Asas ini mengandung arti bahwa di dalam suatu peperangan, kejujuran harus diutamakan. Penggunaan alat-alat yang ilegal atau bertentangan dengan Hukum Humaniter serta cara-cara berperang yang bersifat khianat dilarang.Asas kesatriaan tergambar di dalam hampir semua ketentuan Hukum Humaniter.

BAB 3 TUNTUTAN PELANGGARAN PERANG HUKUM HUMANITER

Berdasarkan fakta dan asas-asas yang telah di jelaskan pada bab landasan teoritik, pelanggaranpelanggaran yang dapat dituntutkan terhadap kasus perperangan tersebut ialah: 1. 2. 3. 4. Intimidasi atu pembedaan Ras. Melukai penduduk sipil yang tidak melakukan perlawanan. Menyerang anak-anak dan wanita atau orang tua Penyerangan yang di lakukan juga di tempat yang menurut HHI tidak boleh di adakan penyerangan, seperti rumah ibadah dan sekolah. 5. Genosida

BAB 4 ANALISIS PELANGGARAN HUKUM HUMANITER Sesuai pada bab 2 yakni pembahasan tentang masalah hukum, masalah yang akan dianalisis adalah: 1. Penyerangan sebuah suku yang di dasarkan terhadap perbedaan Ras. Hal ini jelas melanggar HHI karena pemerintah Belgia memecah belah Rwanda berdasarkan dimana orang suku Tutsi lebih kaya dari pada suku Hutu, dan perbedaan juga di lakukan berdasarkan tinggi hidung dan tinggi badan, orang Tutsi lebih tinggi dari orang Hutu dan hidung orang Tutsi lebih seperti orang Eropa. Dari sini kebencian merebak dan pembunuhan demi pembunuhan terjadi di antara kedua pihak karena saling cemburu terutama pihak orangorang Hutu. 2. Melukai penduduk sipil yang tidak melakukan perlawanan Agar dapat dijamin penghormatan danperlindungan terhadap penduduk sipil dan obyek sipil, Pihak-Pihak dalam sengketa setiapsaat harus membedakan penduduk sipil dari kombatan dan antara obyek sipil dan sasaran. 3. Melakukan penyerangan di rumah ibadah atau sekolah Penyerangan yang di lakukan seperti di rumah ibadah ataupun sekolahan merupakan pelanggaran HHI, karena menurut HHI rumah ibadah dan sekolah bukan merupakan tempat penyerangan. 4. Genosida Genosida merupakan pelanggaran berat Hukum Humaniter karena kejahatan genosida di peruntukan agar suatu kaum atau bangsa musnah dari muka numi ini dan di lakukan dengan cara yang kejam. Genosida biasanya di lakukan terhadap suatu bangsa, ras, dan kelompok atau etnis tertentu dengan cara membunuh anggota kelompik tersebut dan mengakibatkan penderitaan fisik maupun mental terhadap anggota kelompok lainnya Dan pelanggaran Hukum Humaniter dalam pengertian luas kejahatan perang itu meliputi pelanggaran terhadap hukum dan kebiasaan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan Genosida.. Penganiayaan terhadap rakyat sipil, anak-anak dan perempuan merupakan sebuah perlakuan tidak berprikemanusiaan yang termasuk dalam percobaan-percobaan biologis. Pembunhuhan/pembantaian yang di rencanakan atau disengaja. Proses penegakan hukum terhadap orang-orang yang melakukan dan atau memerintahkan untuk melakukan pelanggaran berat Hukum Humaniter Internasional melalui Proses Peradilan Nasional didasarkan pada Hukum Nasional masing-masing negara. Atau Pengadilan Internasional.

BAB 5 KESIMPULAN

Selain kerugian nyawa manusia yang tak tergantikan, perang menimbulkan beban finansial besar pada negara. Sekalipun Anda adalah negara terkaya di dunia, tidak peduli seberapa besar anggaran Anda, itu akan habis. Kita menyebut diri kita masyarakat beradab. Kita berada di abad ke-21 sekarang dan kita telah mengembangkan semua jenis temuan teknologi, dan kita menyebut diri kita terdepan, maju. Dan kita memandang rendah manusia Zaman Batu sebagai makhluk barbar yang suka perang, yang membuat semua daerah perburuan mereka sendiri, dan akan saling membunuh demi cinta, makanan, air, atau wilayah, dan lain-lain. Kita seharusnya bertanya kepada diri kita sendiri zaman apa sekarang ini, dan mengapa kita bertindak seperti pada Zaman Batu dalam beberapa hal. Cara terbaik bagi semua negara untuk memelihara diri mereka sendiri adalah dengan menolong negara lain tumbuh dan berkembang; bukan dengan perang,bukan dengan membunuh, atau menghancurkan manusia sesama kita, yang menyebabkan begitu banyak kehilangan, rasa sakit, penderitaan di semua tingkat. Dengan rasa duka atas nyawa manusia yang hilang, serta mereka yang terluka dan tertindas, kami berdoa demi berhentinya semua perang dan kerusuhan dan agar rakyat di setiap negara dapat memilih untuk hidup dalam kebebasan yang bermartabat sebagai dunia yang damai. Hukum Internasioal di butuhkan dalam penyelesaian sengketa ini. Karena hukum internasional tidak semata-mata mewajibkan penyelesaian secara perdamaian namun juga memberi kebebasan seluas-luasnya kepada negara-negara untuk menerapkan atau memanfaatkan mekanisme penyelesaian sengketa yang ada. Dan untuk menyelesaikan sesuatu perkara harus di lakukan dengan cara baik-baik dan tidak menimbulkan dampak negatif. Perdamaian juga harus di lakukan oleh kedua pihak, tidak hanya dengan satu pihak saja untuk mencapai kesepakatan.

Daftar pustaka
Putri, Ria Wierma. 2011. Hukum Humaniter Internasional. Universitas Lampung:Bandar Lampung. GPH Haryomatara. Sekelumit Tentang Hukum Humaniter. Yogyakarta. www. Pembantaian Rwanda 1994-perang saudara suku Hutu dan suku Tutsi.

Anda mungkin juga menyukai