PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP PSIKOLOGI BELAJAR AGAMA
A. Pengertian psikologi belajar agama Psikologi belajar agama terdiri atas tiga istilah, yaitu sebagai berikut : 1. Psikologi, terdiri dari dua kata ,yaitu psyche yang berarti jiwa dan logos yang berarti ilmu dengan demikian pengertian psikologi secara harafiyah (etimologi) di artikan sebagai ilmu yang emmpelajari tingkah laku individu dalam interaksi dengan lingkungannya. 2. Belajar, berarti proses perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman. Dapat juga diartikanm sebagai proses usaha individu untuk memperoleh sewsuatu yang baru dari keseluruhan tingkah laku sebagai hasil dari pengalamannya. Tingkah laku indvidu tu dapat diklasifikasikan ke dalam jenis-jenis berikut. a. Kognitif, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan pengenalan atau pemahaman tentang diri dan lingkungannya (fisik, social, budaya dan agama). Dengan demikian tingkah laku ini merupakan aspek kemampuan intelektual individu, seperti mengetahui sesuatu, berpikir, memcahkan maslah, mengambil keputusan, menilai dan meneliti. b. Afektif, yaitu tingkah laku yang mengandung penghayalan suatu emosi atau perasaaan tertentu. Contohnya : ikhlas (ridla), senang, marah, sedih, menyayangi, mencintai, menerima, menyetujui dan menolak. c. Konatif, yaitu tingkah laku yang terkait dengan dorongoan dari dalam dirinya untuk mencapai suatu tujuan (sesuatu yang diinginkan) seperti : niat, motif, cita-cita, harapan dan kehendak d. Motorik, yaitu tingkah laku yang berupa gerak-gerik jasmaniah atau fisik, seperti : berjalan, berlari, makan, minum, menulis dan berolahraga. 3. Agama menurut bahasa sansekerta, agama berarti tidak kacau (a= tidak, gama = kacau) dengan kata lain agama tuntutan hidup yang dapat membebaskan manusia dari kekacauan.
B. Ruang Lingkup Psikologi Belajar Agama Yang menjadi bahan kajian atau pembahasan psikologi belajar agama adalah meliputi aspek-aspek beriukut.
1. Konsep dasar psikologi belajar agama 2. Hakikat beragama dari segi kejiwaan 3. Pemahamaan agama atara symbol-ritual dan makna esensial 4. Factor-faktor yang memperngaruhi perkembangan jiwa beragama atau internalisasi kesadaran beragama. 5. Karakteristik kesadaran beragama pada fase balita 6. Karakteristik kesadaran beragama pada fase anak 7. Karakteristik kesadaran beragama pada fase remaja 8. Karakteristik kesadaran beragama pada fase dewasa 9. Hikmah pendidikan aqudah terhadap kejiwaan 10. Hikmah pendidikan ibadah terhadap kejiwaan 11. Hikmah pendidikan akhlak terhadap kejiwaan 12. Penerapan reinforment (reward dan punishment) dalam proses belajar agama. 13. Penelitian proses pembelajaran agama.
BAB II HAKIKAT HIDUP BERAGAMA DARI SEGI KEJIWAAN
Allah SWT sebagai khaliq (pencipta) alam semesta te;ahmenurunkan wahyu (agama) kepada utusannya (sejak nabi Adam as sampai nabi terakhir-khaataminnabiyyin -Nabi Muhammad SAW sebagai pedoman hidup bagi manusia di dunia ini, agar memperoleh kebahagian yang hakiki, baik di dunia ni maupu diakhirat kelak, kaidah- kaidah (nilai-nilai) yang terkandung dalam agama selaras dengan fitrah manusia sebagai naluri beragama, rasa keagamaan dan kemampuan untuk memhami serta mengamalkan nilai-nilai agama tersebut. Apabila seseorang telah mempedomani agama sebagai dasar rujukan berprilaku dan sebagai kompas dalam mencapai tujuan hidupnya, maka dia telah menjaid seorang pribadi yang telah terbebaskan dari be;enggu kebodohan (jahiliyah) yang sangat diwarnai hawa nafsu (syaithoniyah dan bahimiyah) dan memperoleh pencrahan hidup yang sarat dengan nur ilahi (beriman dan beramal shalih). Dalam alquran, surat Ibrahim ayat 1, allah berdirman. _ RU4- +OE4^4O^ El^O) E@OuC+-g "EEL- =}g` geEUe- O) jOO4- ..kitabun anzalnaahu ilaika litukhrijannaasa minadldlulumaati ilannuur ( aku menurunkan , mewahyukan kitab al-quran kepadamu, agar engkau mengeluarkan manusia dari kegelapan (kehidupan jahiliyah) kepada caya yang terang benderang (kehidupan yang berpedoman kepada alquran)
A. Pemahaman tentang jati diri (self identity) sebagai makhluk Orang islam menyadari bahwa keberadaannya di dunia ini bukan kemauan sendiri, atau hasil proses evolusi, melainkan kehendak Yang Maha Kuasa, Allah Rabbul Alamin. Al-Quran surat Bani Israil : 70 Yaitu : ;4 E4^`OE /j_4 4E1-47 _E4U4EO4 O) )OE^- @O4l^-4 _E4^~Ee4O4 ;g)` ge4lj1-C- _4LU_4 _ Dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan. B. Pemahaman tentang Tujuan Hidup Sebagaimana telah dikemukakan di atas bahwa manusia lahir ke dunia ini bukan atas kehendak sendiri, tetapi semata-mata iradah (kehendak) allah SWT. Q.S. Al-Bayyinah : 7-8
]) 4g~-.- W-ONL4`-47 W-OUgE4 geE)UO- Elj^q N +OOE gO+C)OE^- ^_ ;e-74.-4OE_ ELgN jgj4O eELE_ p;4N O@O^_` }g` 4g-^4` NOOgu+- 4g)-E= .OgOg -44 W =/@O +.- gu+4N W-O4O4 +OuL4N _ ElgO ;}Eg =/E= +O+4O ^g 7. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka itu adalah Sebaik-baik makhluk. 8. Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah syurga 'Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepadanya. yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya.
C. Pemahaman tentang tugas dan fungsi hidup Orang islam memahami bahwa hidup didunia ini mempunyai tugas yang jelas, yaitu beribadah kepada Allah. Tugas ibadah ini sebagaimana tercantum dalam surat Al- Dzariat : 56, Yaitu : 4`4 e^UE= O}_^- "^e"-4 ) p+lu4Og ^)g 56. Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.
D. Pemahaman bahwa hidup di dunia ini adalah ujian/cobaan Orang islam yang benar-benar beriman memahami bahwa romantika kehidupan di dunia ini berfluktuasi antara khairan atau yusran (kehidupan yang menyenangkan seperti anugrah, kecantikan, kekayaan, jabatan dan kesehata) dengan syarron atau usran ( suasana kehidupan yang tidak menyenangkan; musibah, seperti mempunyai wajah yang tidak cantik, hidup sakit-sakitan dan miskin) dan mampu mensikapinya secara benar (pada saat miskin) dan mampu mennsikapinya secara benar (pada saat mendapat anugrah, dia bersyukur, dan pada saat mendapat musibah dia bersabar). Dalam surah al-insyirah : 5 allah SWAT beriman : Ep) E74` )O;ON^- -O;O+C ^) 5. Karena Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,
E. Pemahaman Tentang ptensi Ruhaniah Dirinya dan kiat-kiat pengelolaanya Agama memberikan penjelasan bahwa manusia adalah mahluk yang memiliki potensi fujur akan senantiasa eksis dalam diri manusia, karena terkait dengan aspek insting, naluriah atau hawa nafsu, seperti nafsu makan-minum, seks, berkuasa, dan rasa aman. Apabila potensi taqwa seseorang lemah, karena tidak terkembangkan (melallui pendidikan), maka perilaku manusia dalam hidupnya tidak akan berbeda dengan hewan, Karena berdominasi oleh potensi fujurnya yang bersifat instinktif atau impulsive (seperti berzinah, membunuh, mecuri, meminum-minuman keras atau menggunakan narkoba dan main judi)
F. Kesadaran untuk mengendailkan diri (self control) Dengan menganut agama islam, seseorang akan memlilki kesadaran untuk mengendalikan diri dari perbuatan yang diharamkan Allah. Kesadaran ini berkembang atas dasar keyakinannya akan ayat wannahannafsa anil hawa fainnaljannata hiyal mawa: ( dan bagi yang mampu mengendalikan dirinya dari doworongan hawa nafsu maka surge lah tempat kembalinya).
G. Mempunyai komitmen yang kuat untuk mewujudkan dirinya sebagai insan yang bermakna bagi kersejahteraan umat manusia Komitmen ini didasarkan haidts rasullah SAW, yaitu :Khairunnaas anfauhum linnaas (sebaik-baikknya manusia adlah yang paling banyak memberikan manfaat bagi orang lain), dan al-quran, surat Al-Anbiyah : 107 : .4`4 CE4UEcO ) LO4;OEO --gUEUg ^_ (wamaa arsalnaak illa rahmatan lil alamiin) yang artinyadan tidaklah kami mengutus engkau kecuali untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam. Berdasarkan ayat tersebut, seorang muslim dilarang bersifat egois atau selfish (hidup mementingkan diri sendiri) tetapi sebaliknya dia harus bersifat taawun bilmaruf (alturis), yaitu memberikan pertolongan kepada orang lain atau memberikan kotribusi nyata terhadap kesajahteraan hidup orang banyak, baik melalui ilmu, harta kekayaan maupun jiwa raga.
H. Memiliki ketenangan bathin Orang islam yang telah memiliki keimanan yang kokoh terhadap allah SWT dan beristiqomah dalam mengamalkan perintahnya, maka hidupnya berada dalam suasana bathin, kejiwaan, atau psikologis yang tenang, tentram, atau nyaman dan mampu mengatasi perasaan gelisah, cemas, atau stress dan frustasi pada saat mengalami masalah atau musibah. Dalam al-quran, surat fushshilat : 30 Allah berfirman : Ep) -g~-.- W-O7~ E44O +.- W-O4c- NEO464-> O)_^1U4 OE:j^UE^- W-OC` 4 W-O+^4O^4` W-NOg=u4 gOE4O_^) /-- +L7 ]4NO> ^@ 30. Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan Kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, Maka Malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu".
BAB III PEMAHAMAN AGAMA ANTARA SIMBOL RITUAL DAN MAKNA ESENSIAL
Dalam Al-Quran, surat Al-Baqarah : 208, Allah berfirman : E_GC^4C -g~-.- W-ONL4`-47 W-OU7=u1- O) UpO- LO-. 4 W-ON):4> V4O7C7= ^}C^OO=- _ +O^^) : 4N -)lG` ^gg 208. Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu. Karena masalah itu sifatya kompleks, maka jawabannya pun bias beragama, namun begitu, terdapat dugaan-dugaan sementara (hipotesis) yang didasarkan kepada pengamatan atau analisis rasional yang dapat dipertanggung jawabkan untuk menjawab persoalan tersebut. Hipotesis itu adalah sebagai berikut. 1. Dikalangan umat islam masih ada yang beragama islamnya yaitu sebatas pengakuan (islam KTP, atau islamnya itu pada saat disunat dan menikah saja) beragamanya hanya bersifat formalitas. 2. Masih ada orang islam yang ambivalen dalam keyakinannya (musyrik), yang dalam beragamanya itu masih disertai dengan keyakinan atau kepercayaan terhadap hal-hal khufarat atau tahayul yang bersebrangan engan keyakinan islam itu sendiri, seperti percaya kepada dewi sri, nyai roro kidu;, jimat-jimat, jampi-jampi, dating kedukun atau paranormal dan mempercayai (melakukan) semua yang disarankannya, tempat- tempat keramat (kuburan atau tempat-tempat tertentu dan hantu (jurig, dedemit atau tuyul). 3. Masih ada orang islam yang memahami ajawa islam itu secara serpihan, sebagian- sebagian, parsial atau separatis; belum secara integralis, kaafah atau utuh (contohnya : ada orang islam yang sudah mengamalkan shalat, tetapi pada saat bagi warits tidak mau mengiktui hukum warits islam; ada orang islam yang sudah naik.haji, tetapi tetap bersikap kikir atau menyakiti hati orang lain; ada wanita muslimat yang rajin shalat bahkan sudah naik haji, tetapi tidak berpakaian muslimat atau masih terbuka auratnya, berpenampilan porno) 4. Di kalangan umat islam masih ada yang bersikap sekulerm, yang mendiholomikan atau memisahkan antara urusan kehidupa duniawi dengan ukhrawi. BAB IV FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPERNGARUHI JIWA BERAGAMA (INTERNALISASI NILAI AGAMA)
Salah satu kelebihan manusia sebagai mahluk allah, adalah dia dianugrahi fitrah, atau potensi untuk mengimani allah dan mengamalkan ajarannya. Karena fitrah inilah kemudian manusia dijuluki homo religious, mahluk beragama Fitrah beragama ini merupakan disposisi (kemampuan dasar) yang mengandung kemungkinan atau peluang untuk berkembang. Namun, mengenai arah dan kualitas perkembangannya sangay bergantung kepada proses pendidikan yang diterimanya (factor lingkungan). Hal ni sebagaimana telah dinyatakan oleh Nabi Muhammad SAW, dalam salah satu haditsnya yaitu : setiap anak yang dilahirkan dalam keadaan fitrah, hanya karena orang tuanyalah, anak itu menjadi yahudi, nasrani atau majusi:. Hadist ini mengisyaratkan bahwa factor lingkungan (terutama orang tua) sangat berperan dama mempengaruhi perkembangan fitrah beragama anak.
A. Faktor Internal (fitrah) Perbedaan hakiki antara manusia dan hewan adalah bahwa manusia memiliki fitrah (potensi) Bergama. Setiap manusia yang lahir kedunia ini, baik yang masih primitive (bersahaja) maupun yang modern; baik yang lahir di Negara komunis, maupun beragama; baik yang lahir dari orang tua yang shalih maupun jahat sejak nabi Adam sampai akhir zaman, menurut fitrahnya mempunyai potensi beragama, keimanan kepada Tuhan, atau percaya kepada suatu dzat yang mempunyai kekuatan yang mengusai diirnya atau aalm di mana dia hidup. 1. Qs. Al Raf: 172: ^O)4 EO ElG4O }g` /j_4 4E1-47 }g` g-jOO_ g4+CjOO -EOg;+4 -O>4N jgO^ eO 7)4O) W W-O7~ _O>4 O .4^;)_E- O ] W-O7O> 4O4C gOE41^- ^^) EL ;}4N -EOE- 4-)-gEN Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah aku ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), Kami menjadi saksi". (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)", 2. Ar-Ruum : 30 g~ ElE_;_4 g]-g LOgLEO _ =4O;Cg *.- /-- 4OC "EEL- OgOU4 _ Cgl> -UECg *.- _ CgO -g].- Oj1^- ;4 4O4- +EEL- 4pOU;4C ^@ Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui
3. Q.S Asy-Syamsu : 8-10 E_EE E-4OO_q- E_.4O^>4 ^g ;~ EEU^ }4` E_-Ee ^_ ;~4 =~ }4` E_OcE1 ^ 8. Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. 9. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, 10. Dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.
B. Factor eksternal (lingkungan) Factor fitrah beragama (taqwa) meruapakan otensi yang mempunyai kecenderungan untuk berkembang. Naming, perkembangan itu tidak akan terjadi manakala tidak ada factor luar (eksternal) yang memberikan pendidikan (bimbingan, pengajaran, dan latihan) yang memungkinkan fitrah itu berkembang dengan sebaik- baiknya. Factor eksternal itu tiada lain adalah lingkungan dimana individu (anak) ini hidup, yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat. 1. Lingkungan Keluarga Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi anak, oleh karena itu pernan keluarga (orang tua) dalam pengembangan kesadaran beragama anak sangatlah dominan. Al-quran surat At-Tahrim ayat 6, menunjukkan bahwa orang tua mempunyai kewajiban untuk memberikan pendidikan agama kepada anak dalam upaya menyelamatkan mereka dari siksa api neraka. Terjemahan ayat tersebut adalah hai orang-orang yang beriman jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka. 2. Lingkungan sekolah Sekolah merupakan sebuah lembaga pendidikan formal yang mempunyai program yang sistematik dalam melaksanakan bimbingan, pengajaran dan latihan kepada anak (siswa) agar mereka berkembang sesuai dengan potensinya secara optimal, baik menyangkut aspek fisik, psikis (intelektual dan emosional), social, maupun moral- spiritual. Menurut Hurlock (lock (1959) sekolah mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kepribadian anak, karena sekolah merupakan sustitusi dari keluarga, dan guru subtitusi dari orang tua. 3. Lingkungan masyrakat Yang dimaksud lingkungan masyarakat ini adalah situasi atau kondisi interaksi social dan sosiokultural yang secara potensial berpengaruh terhadap perkembangan fitrah beragama anak (juga remaja) Dalam masyarakat, anak atau remaja melakukan interaksi social dengan teman sebanyanya (peer group) atau anggita masyarakat lainnya. Apabila teman sepergaulan menampilkan itu menampilkan prilaku yang sesuai dengan nilai-nilai agama (berakhlak mulia), maka anak cenderung berakhlak mulia, namun apabila sebaliknya, yaitu perilaku teman sepergaulan itu menunjukkan kebobbrokan moral, maka anak cenderung akan terpengaruh untuk berperilaku seperti temannya tersebut, hal ini terjadi, apabila anak kurang mendapat bimbingan agama dari orang tuanya.
BAB V PERKEMBANGAN DAN AKTUALISASI FITRAH BERAGAMA PADA SETIAP FASE PERKEMBANGAN
A. Masa bayi (usia 2 tahun) Menurut adol gessel, anak pada saat usia bayi sydah mempunyai persaan ketuhanan, persaan ini sangat memegang pernan penting dalam diri anak. Perasaan ketuhanan pada usia ini meupakan fundamen bagi pengembangan persaan ketuhanan pada priode berikutnya, Pada masa ini, anak dapat mengucapkan satu atau dua kata patah kata dan mulai timbul kesadaran bahwa tiap orang ataubenda itu mempunyai nama, termasuk mengenal namanya senidir. Di samping itu, anak sudah dapat meniru kata-kata yang diucapkan ibu, ayah atau anggota keluarga lainnya. Perkembangan dalam aspek bahasa ini, dapat dijadikan dasar oleh orang tua untuk menanamkan nilai-nilai agama melalui kegiatan- kegiatan berikut.
B. Masa pra sekolah (usia 3.0-6.0) Menurut zaakiah derajat (1970:11) masa pra sekolah (usia taman kanak-kanak) merupakan masa yang paling subur untuk menanamkan rasa agama kepada anak, umur penumbuhan kebiasaan-kebiasaan yang sesuai dengan ajaran agama, melalui pendidikan dan perlakuan dari orang tua dan guru. Keyakinan orang tua dan guru taman kanak- kanak akan mewarnai pertumbhuan pad aanak. Kesadaran beragama pada usia ini ditandai dengan cirri-ciri sebagai berikut. 1. Sikap keagamaanya bersifat reseptif (menerima) meskipun sudah banyak bertanya. 2. Pandangan ketuhanannya bersifat antharapormaph (dipersonifikasikan) 3. Penghayatan secara rohaniah masih superficial (elum mendalam, masih dipermukaan) meskipun mereka telah melakukan atau berpartisipasi dalam berbagai kegiatan ritual. 4. Hal ketuhanan dipahamkan secara ideosyncritic (menurut hayalan dirinya) sesuai dengan taraf berpikirnya yang masih bersifat egosentrik (memandang segaala sesuatu dari sudur dirinya)(abin syamsuddin M.,2002)
C. Masa anak (usia SD : 6.0 12.0) Pada masa ini kesadaran beragama anak ditandai dengan cirri-ciri berikut. 1. Sikap keagamaan anak masih bersifat reseptif namun sudah disertai dengan pengertian. 2. Pandangan da paham ketuhanan diperolehnya secara rasional berdasarkan kaidah-kaidah logika yang berpedoman kepada indicator-indikator alam semesta sebagai manifesta dari keanggungannya 3. Penghayalan secara rohaniyah semakin mendalam, pelaksanaan kegiatan ritual diterimanya sebagai keharusan moral. (Abin Syamsuddin M. 2002)
D. Masa remaja (fase Puber : 13-21 tahun) Masa remaja sebagai seqmen dari siklus kehidupan manusia menurut agama merupakan masa starting point permberlakuan hokum syarI (wajib, sunah, haram, makruh, dan mubah) bagi seseorang insan yang sudah baligh (mukkallaf). Oleh karena itu, remaja sudah seharusnya melaksanakan nilai-nilai atau ajaran agama dalam kehidupannya pemikiran ini didasarkan kepada sabda Rasullah SAW rufial qaallam an tsalaatsin, anishshabiyyi hatta yahtalima wa aninnainni hatlaa yaiqidla, wa anil majnuni hatta yaqila yang artinya : pena (pencatat amal) itu diangkat untuk tiga kategori manusia yaitu : jabang bayi sampai remaja, orang tidur sampai bangun dan orang gila sampai sembuh kembali
E. Masa remaja awal (13-16) Pada masa ini terhjadi perubahan jasmani yang cepat, yaitu dengan mulainya tumbuhnya ciri-ciri keremahaan yang terkait dengan matangnya organ organ seks yaitu : cirri primer (menstruasi pada anak wanita dan mimpi pertama pada remaja pria) dan cirri sekuder (tumbuhnya kumis, jakun, dan bulu-bulu disekitar kemaluan pada remaja pria, dan membesarnya buah dada/payudara, membesarnya pinggul dan dan tumbuhnya bulu-bulu disekitar kemaluan pada remaja wanita).
F. Masa remaja akhir (suia 17-21) Secara psikologis, pada masa ini emosi remaja sudah mulai stabil dan pemikirannya mulai malang. Dalam kehidupan beragama, remaja sudah melibatkan diri ke dalam kegiatan-kegiatan keragaman remaja sudah dapat membedakan agama sebagai ajaran dengan manusia sebagai penganutnya (ada yang taat dan ada yang tidak taat). Kemampuan ini memungkinkan remaja untuk tidak terpengaruh oelh orang-orang yang mengaku beragama, namun tidak melaksakan ajaran agama, atau prilakunya bertentangan dengan nilai agama. Remaja dapat menilai bahwa bukan ajara agamanya yang salah, tetapi orangnyalah yang salah.
G. Masa dewasa Masa dewasa merupakan salah satu fase dalam rentang kehidupan individu setelah masa remaja. Pengertian masa dewasa ini dapat dihampiri dari sisi biologis, psikologis dan pedagogis (moral spiritual). Dari sisi biologis nasa dewasa dapat diartikan sebagai suatu periode dalam kehidupan individu yang ditandai dengan pencpaian kematangan tubuh secara optimal dan kesiapan bereproduksi (berketurunan)
BAB VI
HIKMAH PENDIDIKAN AGAMA (AQIDAH, IBADAH, DAN AKHLAK) BAGI SUASANA PSIKOLOGIS (KEJIWAAN)
A. Hikmah pendidikan Aqidah bagi kejiwaan Aqidah merupakan ajaran pokok islam yang terkait dengan keyakinan atau keimanan ini terangkum dalam rukun iman, yaitu : iman kepada allah, iman kepada malaikat, iman kepada kitab-kitab (kitab suci al-qur-an), iman kepada para nabi rasul, iman kepada kehidupan akhirat, dan iman kepada taqdir baik atau buruk. Pemberian pendidikan aqidah kepada anak, siswa, atau peserta didik bertujuan untuk menanmkan nilai-nilai keimanan kepada diri mereka, sh\ehingga mereka memiliki komitmen diri yang kokoh untuk ber-saminaa waathanaa (mendengar dan taat mengamalkan) aturan allah. Pendidikan aqidah juga mempunyai pengaruh yang sangat dominan terhadap pembentukan kepribadian seseorang secara sehat, yang dalam hal ini terefleksikan dalam suasana kejiwaan atau psikologis yang positif. Suasana psikologis sebagai dapak dari pendidikan aqidah tersebut, dalam uraian berikut akan dibahas melalui kajian rukun iman. 1. Iman kepada allah Iman kepada allah merupakan fitrah insaniyah yang sudah diiqrarkan sejak manusia itu sendiri masih berada di alam arwah. Iqrar ini termasuk daml surat alaraf : 172, allah berfiman ^O)4 EO ElG4O }g` /j_4 4E1-47 }g` g-jOO_ g4+CjOO -EOg;+4 -O>4N jgO^ eO 7)4O) W W-O7~ _O>4 O .4^;)_E- O ] W-O7O> 4O4C gOE41^- ^^) EL ;}4N -EOE- 4-)-gEN ^_g Terjemahannya : dan (ingatlah), ketika tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak adam dari sulbi mereka, dan allah mengambil kesaksian terhadap jiwa, atau diri mereka (seraya berfirman) bukankah kami menjadi saksi, (kami lakukan yang demikain itu) agar di hari kiamat kami tidak emngatakan sesungguhnya kami adalah orang-orang yang yengah terhadap ini. Iman kepada allah merupakan fundamen atau dasar pembentukan kepribaidan yang sehat. Dalam kaat lain, iman kepada allah memberikan hikmah (manfaat, atau dampak positif) terhadap suasana psikologis (kejiwaan) seorang mumin. aspek- aspek psikologis sebagai hikmah dari beriman kepada allah itu diantaranya sebagai berikut.
B. Hikmah kepada pendidikan ibadah terhadap kejiwaan Pendidikan ibadah bagiu anak siswa, atau peserta didik bertujuan agar mereka memiliki pemahaman tentang berbagai aspek yang terkait dengan ibadah dan kebijaksanaan dalam mengamalkan. Ibadah tersebut (baik ibdah mahdlah, maupu gair madhlah). Ibadah merupakan buah dari iman, sebagai perwujudan ketaatan dan sikap bersyukur manusia kepada allah atas semua kenikmatan yang telah diterimanya. Melalui ibadah manusia dapat berkomunikasi rohaniah secara langsung dengan allah Swt, pada saat itulah manusia melakukan miraj rohaniah, mengangkat harkat dan martabat kemanusiaannya keposisi yang mulia disisi allah. Ibadah juga merupakan tazkiyakiyatunnafsi (proses pensucian diri dari dosa dan noda) agar tetap berada dalam kondisi fitrah.
C. Hikmah pendidikan Akhlak terhadap kejiwaan Pendidikan agama yang diberikan kepada anak, siswam peserta didik atau umat islam pada umumnya, disamping aqidah, ibadah, dan muamalat, juga akhlak, pendidikan akhlak ini sangat pentingkaren menyangkut sikap dan perilaku yang seyogyanya ditampilkan oleh seorang muslim dalam kehidupan sehari-hari, baik personal (pribadi), maupun social (keluarga, sekolah, kantor, kelompok pergaulan dan masyarakat yang lebih luas) Terkait dengan pentingnya pendidikan akhlak ini rassullah bersabda : sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak. Yang bertanggung jawab terhadap pendidikan akhlak ini adalh oran tua, guru, ustadz, kyai dan para pemimpin masyrakat. Tanggun jawab orang tua adalah mendidik akhlak anak dilingkungan keluarga, hutu mendidik akhlak para siswa di sekolah, kyai mendidik akhlak santri di lingkungan pesantern dan pemimpin mendidik akhlak warga masyarakat.
BAB VII PENERAPAN REINFORCEMENT (REWARD DAN PUNISTMENT) DALAM PROSES BELAJAR AGAMA)
Dalam alquran banyak ayat mengisyaratkan tentang penerapan penghargaan atau ganjaran dan hukuman, sanksi atau ancaman seabagi metode dawah, dalam rangka memotivasi umat manusia untuk beramal shalih dan mencegahnya dari perbuatan yang jahat/buruk. Adapun yang berkenaan dengan pemberian hukuman terhadap rang-orang yang berbuat kejahatan atau keburukan, diantaranya tercantm dalam surat al-baqarah : 126 yang artinya : dan ketika Ibrahim berdoa, ya allah, tuhan ku jadikanlah negeri ini, negeri aman sentosa dan curahkanlah rizqi yang berupa buah-biahan kepada penduduknya uang beriman kepada allah dan hari akhir, allah berfiman dan kepada orang kafir pun aku beri kesenangan sementara, kemudian aku paksa dia menjalani siksa api neraka, dan itulah seburuk-buruk tempat kembali
A. Pengertian Istilah reinforcement (peneguh atau penguatan) berasal dari skinner, salah satu ahli psikologi belajar behaveioristik. Dia mengartikan reinforcement ini sebagai setiap konsekuensi atau dampak tingakh laku yang memperkuat tingkah laku tertentu. Peneguh ini diklasifikasikan ke dalam dua macam yaitu : 1. Peneguhan postif, yaitu sesuatu rangsangan yang memperkuat atau mendorong suatu respon, peneguhan positif ini berbentuk reward, maupun secara nonverbal. Contohnya : pujian atau hadiah yang diberikan kepada anak yang telah ebrhasil menulis huruf hijaiayah dengan baik, akan memperkuat, memperteguh, atau mendorong anak untuk lebih giat lagi dalm belajarnya 2. Peneguhan negative, yaitu suatu rangsangan yang mendorong seseorang untuk menghindari respon tententu yang konsekuensinya atau dampakya tidka memuaskan, peneguhan negative ini bentuknya berupa hukuman atau pengaman yang tidak menyenangkan, contoh seorang ank yang dihukum oleh guru karena terlambat menyerhkan tugas akan berusaha untuk tidak mengulangu perbuatan tersebut.
B. Penerapan reinforcement (reward dan punishment) dalam proses belajar agama Menurut para penganut teori behavioristik, reward menrupakan pendorong utama dalam porse belajar, reward dapt berdampak positif bagi anak, yaitu (1) menumnulkan respon positif (2) menciptakan kebiasaan yang relative kokoh didalam dirinya (3) menimbulkan perasaan senang dalam melakukan suatu pekerjaan yan mendapat imbakan (4) menimbulkan atusiasme, semangat untuk terus melakukan pekerjaan dan (5) semakin percaya diri.
BAB VIII PENLITIAN BELAJAR AGAMA
A. Pengertian penelitian Penelitian dapat diartikan sebagai upaya atau cara kerja yang sistematik untuk menjawab permaslahan atau pertnayaan berdasarkan data tersebut. Diartikan juga sebagai proses pemecahan masalh dan penmenuan serta pengembangan batang tubuh pengetahuan yang terorganisasikan melalui metode ilmiah. Berdasarkan pengertian di atas, maka penelitian belajar agama dapat diartikan sebagao [roses yang sistemartis untuk memperoleh pengetahuan dan pemechaan masalah yang terkai dengan belajar agama melalui metode ilmiah, baik dalam pengumpulan maupun analisis datanya serta membuat rumusan generalisasii (kesimpulan) berdasarkan penafsiran data tersebut.
B. Masalah penelitian belajar agama Ungkapan yang sering muncul dalam penelitian no problem, no research. Ungkapan ini menunjukkan tentang pentingnya posisi masalah dalam suatu penilita. Maslaah-masalah belaajr agama yang potensial dapat menjadi objek penlitian adalah sebagai berikut. 1. Komponen raw input, yang menyangkut karakteristik probadi anak, siswa, atau peserta didik, sperti menyangkut, kesadaran beragama sikap terhadap bidang studi agama, perasaan beragama dan kebiasaan pengalaman ajaran agama. 2. Komponen instrumental input, seperti karakteristik guru agama, kompetnsi guru agama, kompetensi guru agama, jurikulum pedidikan agama dan sumber belajar pendidikan agama. C. Metode penelitian Metode yang sering digunakan dalam penelitian belajar agama adalah metode deskriptif. Metode ini diartikan sebagai penelitian yang memusatkan perhatiannya terhadap maslaah-masalah actual yang memalui proses pengumpulann, penyusunan atau pengklasifikasian, p[engolahan, dan penafsiran data. Metode deskriptif terdiri atas tiga pengolahan yaitu : survey, pengumpulan data dari sejumlah unit atau individu yang cukup besar dalam jangka waktu bersamaan, studi kasus, yang memusatkan perhatiannya pada suatu kasus secara intensif dan mendetail, subyeknya terdiri dari satu unit untuk satu kesatuan unit dan studi kompratif, yang ebrusaha mengkaji atau memhami gambaran tentang atau suatu fenomena dari dua kelompok atau dua tempat tertentu D. Teknik Pengumpulan data 1. Teknik observasi Teknik ini merupakan cara pengumpulan data melalui pengamatan terhadap suatu keadaan, situasiu, peristiwa, kegiatan atau perilaku. Untuk melakukan observasi, peneliti perlu menyusun panduan observasi yang berupa format atau bllanko yang berisi aspek-aspek yang diteliti contohnya : mengamati proses bealjar mengajar bidang studi pendidikan agama islam dikelas. Objek yang di amati seperti : kegiatan yang dilakukan guru dari mulai membuka pelajaran sampai menutupnya, kemampuan guru menjelaskan pelajaran, sikap dan perlakuan guru terhdap siswa; perhatian siswa terhadap pelajaran dan partisipasi dalam aktivitas belajar. 2. Teknik wawancara (interview) Wawancara merupakan teknik pengumpulan data melalui komunikasi langsung antara pewawancara (interviewer) dengan reponden (subjek yang diwawancara tau interviewee). Teknik ini dapat dikelompokkan menjadi dua tipe, yaitu : (1) tiper berstruktur, yaitu bentuk wawancara al;ternatif jawaban sudah disiapkan dan (2) tidak berstruktur, yaitu bentuk wawancara yang jawabanya diserahkan sepenuhnya kepada interviewee. Cnontohnya apabila akan meneliti tentang pelaksanaan program pendidikan agama disekolah X, maka perlu ditentukan subyek yang akan diwawancara umpamanya; kepala sekolah, guru agama, dan bebera orang siswa. 3. Teknik angket (kuesioner) Angket merupakan teknik pengumpulan data secasra tertulis yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab oleh responden secara tertulis pula. Seperti halnya wawancara, angket pula dibagi menjadi dua tipe, yaitu : berstruktur dan tidak berstruktur.
Apabila akan meniliti minat siswa terhadap PAI, maka contoh pernyataannya adalah :
NO. PERNYATAAN YA TIDAK 01 Saya merasa senang untuk memperhatikan penjelasan guru tentang mater akhlak
4. Teknik inventori Invetori adaah alat pengumpul data yang sifatnya mengukur kecenderungan karakteristik perilaku individu (sikap, motif, atau emosi) inventori ini mempunyai skala interval sehingga bentuk data yang diperoleh adalah skor. Contoh skala sikap siswa terhadap pendidik agama islam yang diterima di sekolah : No PERNYATAAN SS S R TS STS 01. Pendidikan agama islam sangat pentig diberikan kepada para siswa
SS = sangat setuju S = setuju R = ragu-ragu TS = tidak setuju STS = sangat tidak setuju
E. Contoh beberapa hasil penelitain tentang perasaan dan aktualisasi keagaman pada uraian berikut dikemukakan hasil-hasil penelitian atau temuan dari para ahli psikologi dan paedagogik tentang perkembangan perasaan keagamaan atau ketuhanan (M.Arifin, 1978) 1. Rumke, dalam penelitiannya menemukan bahwa kepercayaan anak kepada tuhan baru berkembang secara leluasa setelah perasaan anak bapak terlepaskan, yaitu pada masa pubertas (remaja) temuan ini sama dengan pendapat J.J. SOusseau, yang mangatakan bahwa perasaan keagamaan itu berkembang pada masa pubertas. Jal ini berarti bahwa masa remaja merupakan masa peka terhadap pendidikan agama. 2. Waterink menmukan dalam penlitiannya bahwa anak yang berumur 6 tahun belum mempunyai perasaan berdoasa, anak memandag tuhan sebagai tokoh yang penuh dengan rasa kasih sayang kepada anak, sebagaimana ibunya member kasih sayang kepadanya, juga tuhan dipandang bisa bersedih hari bila anak berlaku nakal, sebagai man ibu bersedih pula. Anak berusia 6 sampai 7 tahun sudah punya perasaan keagamaan yang tertuju kepada penghormatan dan kasih sayang kepada tokoh yesus (bagi orang islam Nabi Muhammad SAW), dan mulai menyenangi ceritera dalam kitab suci. 3. Cassimir menyakan bahwa anak usia 12 sampai 14 tahun telah terbentuk dalm pribadinya perasaan Bergama. Akan tetapi perasaan beragam yang sebenarnya baru tercapai setelah berusia 50 tahun. Untuk kondisi di indoneisa, dapat dikemukakn contoh sederhana hasil studi kasus salah seorang mahsiswa penulis terhadap 4 orang siswa SD tentang hafalan dan keterampilan membaca surat-surat pendek, doa-doa, bacaan dan praktek shalat,