Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP PSIKOLOGI BELAJAR AGAMA



A. Pengertian psikologi belajar agama
Psikologi belajar agama terdiri atas tiga istilah, yaitu sebagai berikut :
1. Psikologi, terdiri dari dua kata ,yaitu psyche yang berarti jiwa dan logos yang berarti
ilmu dengan demikian pengertian psikologi secara harafiyah (etimologi) di artikan
sebagai ilmu yang emmpelajari tingkah laku individu dalam interaksi dengan
lingkungannya.
2. Belajar, berarti proses perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman. Dapat juga
diartikanm sebagai proses usaha individu untuk memperoleh sewsuatu yang baru dari
keseluruhan tingkah laku sebagai hasil dari pengalamannya.
Tingkah laku indvidu tu dapat diklasifikasikan ke dalam jenis-jenis berikut.
a. Kognitif, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan pengenalan atau
pemahaman tentang diri dan lingkungannya (fisik, social, budaya dan agama).
Dengan demikian tingkah laku ini merupakan aspek kemampuan intelektual
individu, seperti mengetahui sesuatu, berpikir, memcahkan maslah,
mengambil keputusan, menilai dan meneliti.
b. Afektif, yaitu tingkah laku yang mengandung penghayalan suatu emosi atau
perasaaan tertentu. Contohnya : ikhlas (ridla), senang, marah, sedih,
menyayangi, mencintai, menerima, menyetujui dan menolak.
c. Konatif, yaitu tingkah laku yang terkait dengan dorongoan dari dalam dirinya
untuk mencapai suatu tujuan (sesuatu yang diinginkan) seperti : niat, motif,
cita-cita, harapan dan kehendak
d. Motorik, yaitu tingkah laku yang berupa gerak-gerik jasmaniah atau fisik,
seperti : berjalan, berlari, makan, minum, menulis dan berolahraga.
3. Agama menurut bahasa sansekerta, agama berarti tidak kacau (a= tidak, gama =
kacau) dengan kata lain agama tuntutan hidup yang dapat membebaskan manusia
dari kekacauan.

B. Ruang Lingkup Psikologi Belajar Agama
Yang menjadi bahan kajian atau pembahasan psikologi belajar agama adalah
meliputi aspek-aspek beriukut.

1. Konsep dasar psikologi belajar agama
2. Hakikat beragama dari segi kejiwaan
3. Pemahamaan agama atara symbol-ritual dan makna esensial
4. Factor-faktor yang memperngaruhi perkembangan jiwa beragama atau
internalisasi kesadaran beragama.
5. Karakteristik kesadaran beragama pada fase balita
6. Karakteristik kesadaran beragama pada fase anak
7. Karakteristik kesadaran beragama pada fase remaja
8. Karakteristik kesadaran beragama pada fase dewasa
9. Hikmah pendidikan aqudah terhadap kejiwaan
10. Hikmah pendidikan ibadah terhadap kejiwaan
11. Hikmah pendidikan akhlak terhadap kejiwaan
12. Penerapan reinforment (reward dan punishment) dalam proses belajar
agama.
13. Penelitian proses pembelajaran agama.








BAB II
HAKIKAT HIDUP BERAGAMA DARI SEGI KEJIWAAN

Allah SWT sebagai khaliq (pencipta) alam semesta te;ahmenurunkan wahyu
(agama) kepada utusannya (sejak nabi Adam as sampai nabi terakhir-khaataminnabiyyin
-Nabi Muhammad SAW sebagai pedoman hidup bagi manusia di dunia ini, agar
memperoleh kebahagian yang hakiki, baik di dunia ni maupu diakhirat kelak, kaidah-
kaidah (nilai-nilai) yang terkandung dalam agama selaras dengan fitrah manusia sebagai
naluri beragama, rasa keagamaan dan kemampuan untuk memhami serta mengamalkan
nilai-nilai agama tersebut.
Apabila seseorang telah mempedomani agama sebagai dasar rujukan berprilaku
dan sebagai kompas dalam mencapai tujuan hidupnya, maka dia telah menjaid seorang
pribadi yang telah terbebaskan dari be;enggu kebodohan (jahiliyah) yang sangat diwarnai
hawa nafsu (syaithoniyah dan bahimiyah) dan memperoleh pencrahan hidup yang sarat
dengan nur ilahi (beriman dan beramal shalih). Dalam alquran, surat Ibrahim ayat 1,
allah berdirman.
_ RU4- +OE4^4O^ El^O)
E@OuC+-g "EEL- =}g`
geEUe- O) jOO4-
..kitabun anzalnaahu ilaika litukhrijannaasa minadldlulumaati ilannuur (
aku menurunkan , mewahyukan kitab al-quran kepadamu, agar engkau mengeluarkan
manusia dari kegelapan (kehidupan jahiliyah) kepada caya yang terang benderang
(kehidupan yang berpedoman kepada alquran)

A. Pemahaman tentang jati diri (self identity) sebagai makhluk
Orang islam menyadari bahwa keberadaannya di dunia ini bukan kemauan
sendiri, atau hasil proses evolusi, melainkan kehendak Yang Maha Kuasa, Allah Rabbul
Alamin. Al-Quran surat Bani Israil : 70 Yaitu :
;4 E4^`OE /j_4 4E1-47
_E4U4EO4 O) )OE^-
@O4l^-4 _E4^~Ee4O4 ;g)`
ge4lj1-C- _4LU_4 _
Dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di
daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan
mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami
ciptakan.
B. Pemahaman tentang Tujuan Hidup
Sebagaimana telah dikemukakan di atas bahwa manusia lahir ke dunia ini bukan
atas kehendak sendiri, tetapi semata-mata iradah (kehendak) allah SWT.
Q.S. Al-Bayyinah : 7-8

]) 4g~-.- W-ONL4`-47
W-OUgE4 geE)UO-
Elj^q N +OOE
gO+C)OE^- ^_ ;e-74.-4OE_
ELgN jgj4O eELE_ p;4N
O@O^_` }g` 4g-^4` NOOgu+-
4g)-E= .OgOg -44 W
=/@O +.- gu+4N W-O4O4
+OuL4N _ ElgO ;}Eg =/E=
+O+4O ^g
7. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka itu
adalah Sebaik-baik makhluk.
8. Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah syurga 'Adn yang mengalir di bawahnya
sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka
dan merekapun ridha kepadanya. yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang
takut kepada Tuhannya.

C. Pemahaman tentang tugas dan fungsi hidup
Orang islam memahami bahwa hidup didunia ini mempunyai tugas yang jelas,
yaitu beribadah kepada Allah. Tugas ibadah ini sebagaimana tercantum dalam surat Al-
Dzariat : 56, Yaitu :
4`4 e^UE= O}_^-
"^e"-4 ) p+lu4Og ^)g
56. Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku.

D. Pemahaman bahwa hidup di dunia ini adalah ujian/cobaan
Orang islam yang benar-benar beriman memahami bahwa romantika kehidupan
di dunia ini berfluktuasi antara khairan atau yusran (kehidupan yang menyenangkan
seperti anugrah, kecantikan, kekayaan, jabatan dan kesehata) dengan syarron atau usran (
suasana kehidupan yang tidak menyenangkan; musibah, seperti mempunyai wajah yang
tidak cantik, hidup sakit-sakitan dan miskin) dan mampu mensikapinya secara benar
(pada saat miskin) dan mampu mennsikapinya secara benar (pada saat mendapat
anugrah, dia bersyukur, dan pada saat mendapat musibah dia bersabar).
Dalam surah al-insyirah : 5 allah SWAT beriman :
Ep) E74` )O;ON^- -O;O+C
^)
5. Karena Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,

E. Pemahaman Tentang ptensi Ruhaniah Dirinya dan kiat-kiat pengelolaanya
Agama memberikan penjelasan bahwa manusia adalah mahluk yang memiliki
potensi fujur akan senantiasa eksis dalam diri manusia, karena terkait dengan aspek
insting, naluriah atau hawa nafsu, seperti nafsu makan-minum, seks, berkuasa, dan rasa
aman. Apabila potensi taqwa seseorang lemah, karena tidak terkembangkan (melallui
pendidikan), maka perilaku manusia dalam hidupnya tidak akan berbeda dengan hewan,
Karena berdominasi oleh potensi fujurnya yang bersifat instinktif atau impulsive (seperti
berzinah, membunuh, mecuri, meminum-minuman keras atau menggunakan narkoba dan
main judi)

F. Kesadaran untuk mengendailkan diri (self control)
Dengan menganut agama islam, seseorang akan memlilki kesadaran untuk
mengendalikan diri dari perbuatan yang diharamkan Allah. Kesadaran ini berkembang
atas dasar keyakinannya akan ayat wannahannafsa anil hawa fainnaljannata hiyal
mawa: ( dan bagi yang mampu mengendalikan dirinya dari doworongan hawa nafsu
maka surge lah tempat kembalinya).

G. Mempunyai komitmen yang kuat untuk mewujudkan dirinya sebagai insan yang
bermakna bagi kersejahteraan umat manusia
Komitmen ini didasarkan haidts rasullah SAW, yaitu :Khairunnaas anfauhum
linnaas (sebaik-baikknya manusia adlah yang paling banyak memberikan manfaat bagi
orang lain), dan al-quran, surat Al-Anbiyah : 107 :
.4`4 CE4UEcO ) LO4;OEO
--gUEUg ^_
(wamaa arsalnaak illa rahmatan lil alamiin) yang artinyadan tidaklah kami
mengutus engkau kecuali untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam. Berdasarkan ayat
tersebut, seorang muslim dilarang bersifat egois atau selfish (hidup mementingkan diri
sendiri) tetapi sebaliknya dia harus bersifat taawun bilmaruf (alturis), yaitu
memberikan pertolongan kepada orang lain atau memberikan kotribusi nyata terhadap
kesajahteraan hidup orang banyak, baik melalui ilmu, harta kekayaan maupun jiwa raga.

H. Memiliki ketenangan bathin
Orang islam yang telah memiliki keimanan yang kokoh terhadap allah SWT dan
beristiqomah dalam mengamalkan perintahnya, maka hidupnya berada dalam suasana
bathin, kejiwaan, atau psikologis yang tenang, tentram, atau nyaman dan mampu
mengatasi perasaan gelisah, cemas, atau stress dan frustasi pada saat mengalami masalah
atau musibah.
Dalam al-quran, surat fushshilat : 30 Allah berfirman :
Ep) -g~-.- W-O7~ E44O
+.- W-O4c- NEO464->
O)_^1U4 OE:j^UE^-
W-OC` 4 W-O+^4O^4`
W-NOg=u4 gOE4O_^)
/-- +L7 ]4NO> ^@
30. Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan Kami ialah Allah" kemudian
mereka meneguhkan pendirian mereka, Maka Malaikat akan turun kepada mereka
dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan
gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu".







BAB III
PEMAHAMAN AGAMA ANTARA SIMBOL RITUAL DAN MAKNA ESENSIAL

Dalam Al-Quran, surat Al-Baqarah : 208, Allah berfirman :
E_GC^4C -g~-.- W-ONL4`-47
W-OU7=u1- O) UpO-
LO-. 4 W-ON):4> V4O7C7=
^}C^OO=- _ +O^^) : 4N
-)lG` ^gg
208. Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan
janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang
nyata bagimu.
Karena masalah itu sifatya kompleks, maka jawabannya pun bias beragama,
namun begitu, terdapat dugaan-dugaan sementara (hipotesis) yang didasarkan kepada
pengamatan atau analisis rasional yang dapat dipertanggung jawabkan untuk menjawab
persoalan tersebut. Hipotesis itu adalah sebagai berikut.
1. Dikalangan umat islam masih ada yang beragama islamnya yaitu sebatas pengakuan
(islam KTP, atau islamnya itu pada saat disunat dan menikah saja) beragamanya
hanya bersifat formalitas.
2. Masih ada orang islam yang ambivalen dalam keyakinannya (musyrik), yang dalam
beragamanya itu masih disertai dengan keyakinan atau kepercayaan terhadap hal-hal
khufarat atau tahayul yang bersebrangan engan keyakinan islam itu sendiri, seperti
percaya kepada dewi sri, nyai roro kidu;, jimat-jimat, jampi-jampi, dating kedukun
atau paranormal dan mempercayai (melakukan) semua yang disarankannya, tempat-
tempat keramat (kuburan atau tempat-tempat tertentu dan hantu (jurig, dedemit atau
tuyul).
3. Masih ada orang islam yang memahami ajawa islam itu secara serpihan, sebagian-
sebagian, parsial atau separatis; belum secara integralis, kaafah atau utuh (contohnya
: ada orang islam yang sudah mengamalkan shalat, tetapi pada saat bagi warits tidak
mau mengiktui hukum warits islam; ada orang islam yang sudah naik.haji, tetapi
tetap bersikap kikir atau menyakiti hati orang lain; ada wanita muslimat yang rajin
shalat bahkan sudah naik haji, tetapi tidak berpakaian muslimat atau masih terbuka
auratnya, berpenampilan porno)
4. Di kalangan umat islam masih ada yang bersikap sekulerm, yang mendiholomikan
atau memisahkan antara urusan kehidupa duniawi dengan ukhrawi.
BAB IV
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPERNGARUHI JIWA BERAGAMA
(INTERNALISASI NILAI AGAMA)

Salah satu kelebihan manusia sebagai mahluk allah, adalah dia dianugrahi fitrah,
atau potensi untuk mengimani allah dan mengamalkan ajarannya. Karena fitrah inilah
kemudian manusia dijuluki homo religious, mahluk beragama
Fitrah beragama ini merupakan disposisi (kemampuan dasar) yang mengandung
kemungkinan atau peluang untuk berkembang. Namun, mengenai arah dan kualitas
perkembangannya sangay bergantung kepada proses pendidikan yang diterimanya (factor
lingkungan). Hal ni sebagaimana telah dinyatakan oleh Nabi Muhammad SAW, dalam
salah satu haditsnya yaitu : setiap anak yang dilahirkan dalam keadaan fitrah, hanya
karena orang tuanyalah, anak itu menjadi yahudi, nasrani atau majusi:. Hadist ini
mengisyaratkan bahwa factor lingkungan (terutama orang tua) sangat berperan dama
mempengaruhi perkembangan fitrah beragama anak.

A. Faktor Internal (fitrah)
Perbedaan hakiki antara manusia dan hewan adalah bahwa manusia memiliki
fitrah (potensi) Bergama. Setiap manusia yang lahir kedunia ini, baik yang masih
primitive (bersahaja) maupun yang modern; baik yang lahir di Negara komunis, maupun
beragama; baik yang lahir dari orang tua yang shalih maupun jahat sejak nabi Adam
sampai akhir zaman, menurut fitrahnya mempunyai potensi beragama, keimanan kepada
Tuhan, atau percaya kepada suatu dzat yang mempunyai kekuatan yang mengusai diirnya
atau aalm di mana dia hidup.
1. Qs. Al Raf: 172:
^O)4 EO ElG4O }g` /j_4
4E1-47 }g` g-jOO_
g4+CjOO -EOg;+4
-O>4N jgO^ eO
7)4O) W W-O7~ _O>4 O
.4^;)_E- O ] W-O7O> 4O4C
gOE41^- ^^) EL ;}4N
-EOE- 4-)-gEN
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi
mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman):
"Bukankah aku ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), Kami
menjadi saksi". (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak
mengatakan: "Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah
terhadap ini (keesaan Tuhan)",
2. Ar-Ruum : 30
g~ ElE_;_4 g]-g
LOgLEO _ =4O;Cg *.- /--
4OC "EEL- OgOU4 _
Cgl> -UECg *.- _ CgO
-g].- Oj1^- ;4
4O4- +EEL- 4pOU;4C
^@
Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah
Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada
fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui

3. Q.S Asy-Syamsu : 8-10
E_EE E-4OO_q-
E_.4O^>4 ^g ;~ EEU^ }4`
E_-Ee ^_ ;~4 =~ }4`
E_OcE1 ^
8. Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.
9. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu,
10. Dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.

B. Factor eksternal (lingkungan)
Factor fitrah beragama (taqwa) meruapakan otensi yang mempunyai
kecenderungan untuk berkembang. Naming, perkembangan itu tidak akan terjadi
manakala tidak ada factor luar (eksternal) yang memberikan pendidikan (bimbingan,
pengajaran, dan latihan) yang memungkinkan fitrah itu berkembang dengan sebaik-
baiknya. Factor eksternal itu tiada lain adalah lingkungan dimana individu (anak) ini
hidup, yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat.
1. Lingkungan Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi anak, oleh karena itu
pernan keluarga (orang tua) dalam pengembangan kesadaran beragama anak sangatlah
dominan. Al-quran surat At-Tahrim ayat 6, menunjukkan bahwa orang tua mempunyai
kewajiban untuk memberikan pendidikan agama kepada anak dalam upaya
menyelamatkan mereka dari siksa api neraka. Terjemahan ayat tersebut adalah hai
orang-orang yang beriman jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.
2. Lingkungan sekolah
Sekolah merupakan sebuah lembaga pendidikan formal yang mempunyai
program yang sistematik dalam melaksanakan bimbingan, pengajaran dan latihan kepada
anak (siswa) agar mereka berkembang sesuai dengan potensinya secara optimal, baik
menyangkut aspek fisik, psikis (intelektual dan emosional), social, maupun moral-
spiritual.
Menurut Hurlock (lock (1959) sekolah mempunyai pengaruh yang sangat besar
terhadap kepribadian anak, karena sekolah merupakan sustitusi dari keluarga, dan guru
subtitusi dari orang tua.
3. Lingkungan masyrakat
Yang dimaksud lingkungan masyarakat ini adalah situasi atau kondisi interaksi
social dan sosiokultural yang secara potensial berpengaruh terhadap perkembangan fitrah
beragama anak (juga remaja)
Dalam masyarakat, anak atau remaja melakukan interaksi social dengan teman
sebanyanya (peer group) atau anggita masyarakat lainnya. Apabila teman sepergaulan
menampilkan itu menampilkan prilaku yang sesuai dengan nilai-nilai agama (berakhlak
mulia), maka anak cenderung berakhlak mulia, namun apabila sebaliknya, yaitu perilaku
teman sepergaulan itu menunjukkan kebobbrokan moral, maka anak cenderung akan
terpengaruh untuk berperilaku seperti temannya tersebut, hal ini terjadi, apabila anak
kurang mendapat bimbingan agama dari orang tuanya.

BAB V
PERKEMBANGAN DAN AKTUALISASI FITRAH BERAGAMA PADA SETIAP
FASE PERKEMBANGAN


A. Masa bayi (usia 2 tahun)
Menurut adol gessel, anak pada saat usia bayi sydah mempunyai persaan
ketuhanan, persaan ini sangat memegang pernan penting dalam diri anak. Perasaan
ketuhanan pada usia ini meupakan fundamen bagi pengembangan persaan ketuhanan
pada priode berikutnya,
Pada masa ini, anak dapat mengucapkan satu atau dua kata patah kata dan mulai
timbul kesadaran bahwa tiap orang ataubenda itu mempunyai nama, termasuk mengenal
namanya senidir. Di samping itu, anak sudah dapat meniru kata-kata yang diucapkan ibu,
ayah atau anggota keluarga lainnya. Perkembangan dalam aspek bahasa ini, dapat
dijadikan dasar oleh orang tua untuk menanamkan nilai-nilai agama melalui kegiatan-
kegiatan berikut.

B. Masa pra sekolah (usia 3.0-6.0)
Menurut zaakiah derajat (1970:11) masa pra sekolah (usia taman kanak-kanak)
merupakan masa yang paling subur untuk menanamkan rasa agama kepada anak, umur
penumbuhan kebiasaan-kebiasaan yang sesuai dengan ajaran agama, melalui pendidikan
dan perlakuan dari orang tua dan guru. Keyakinan orang tua dan guru taman kanak-
kanak akan mewarnai pertumbhuan pad aanak.
Kesadaran beragama pada usia ini ditandai dengan cirri-ciri sebagai berikut.
1. Sikap keagamaanya bersifat reseptif (menerima) meskipun sudah banyak
bertanya.
2. Pandangan ketuhanannya bersifat antharapormaph (dipersonifikasikan)
3. Penghayatan secara rohaniah masih superficial (elum mendalam, masih
dipermukaan) meskipun mereka telah melakukan atau berpartisipasi dalam
berbagai kegiatan ritual.
4. Hal ketuhanan dipahamkan secara ideosyncritic (menurut hayalan dirinya)
sesuai dengan taraf berpikirnya yang masih bersifat egosentrik (memandang
segaala sesuatu dari sudur dirinya)(abin syamsuddin M.,2002)

C. Masa anak (usia SD : 6.0 12.0)
Pada masa ini kesadaran beragama anak ditandai dengan cirri-ciri berikut.
1. Sikap keagamaan anak masih bersifat reseptif namun sudah disertai dengan
pengertian.
2. Pandangan da paham ketuhanan diperolehnya secara rasional berdasarkan
kaidah-kaidah logika yang berpedoman kepada indicator-indikator alam
semesta sebagai manifesta dari keanggungannya
3. Penghayalan secara rohaniyah semakin mendalam, pelaksanaan kegiatan
ritual diterimanya sebagai keharusan moral. (Abin Syamsuddin M. 2002)

D. Masa remaja (fase Puber : 13-21 tahun)
Masa remaja sebagai seqmen dari siklus kehidupan manusia menurut agama
merupakan masa starting point permberlakuan hokum syarI (wajib, sunah, haram,
makruh, dan mubah) bagi seseorang insan yang sudah baligh (mukkallaf). Oleh karena
itu, remaja sudah seharusnya melaksanakan nilai-nilai atau ajaran agama dalam
kehidupannya pemikiran ini didasarkan kepada sabda Rasullah SAW rufial qaallam an
tsalaatsin, anishshabiyyi hatta yahtalima wa aninnainni hatlaa yaiqidla, wa anil
majnuni hatta yaqila yang artinya : pena (pencatat amal) itu diangkat untuk tiga
kategori manusia yaitu : jabang bayi sampai remaja, orang tidur sampai bangun dan
orang gila sampai sembuh kembali

E. Masa remaja awal (13-16)
Pada masa ini terhjadi perubahan jasmani yang cepat, yaitu dengan mulainya
tumbuhnya ciri-ciri keremahaan yang terkait dengan matangnya organ organ seks yaitu
: cirri primer (menstruasi pada anak wanita dan mimpi pertama pada remaja pria) dan
cirri sekuder (tumbuhnya kumis, jakun, dan bulu-bulu disekitar kemaluan pada remaja
pria, dan membesarnya buah dada/payudara, membesarnya pinggul dan dan tumbuhnya
bulu-bulu disekitar kemaluan pada remaja wanita).

F. Masa remaja akhir (suia 17-21)
Secara psikologis, pada masa ini emosi remaja sudah mulai stabil dan
pemikirannya mulai malang. Dalam kehidupan beragama, remaja sudah melibatkan diri
ke dalam kegiatan-kegiatan keragaman remaja sudah dapat membedakan agama sebagai
ajaran dengan manusia sebagai penganutnya (ada yang taat dan ada yang tidak taat).
Kemampuan ini memungkinkan remaja untuk tidak terpengaruh oelh orang-orang yang
mengaku beragama, namun tidak melaksakan ajaran agama, atau prilakunya
bertentangan dengan nilai agama. Remaja dapat menilai bahwa bukan ajara agamanya
yang salah, tetapi orangnyalah yang salah.

G. Masa dewasa
Masa dewasa merupakan salah satu fase dalam rentang kehidupan individu
setelah masa remaja. Pengertian masa dewasa ini dapat dihampiri dari sisi biologis,
psikologis dan pedagogis (moral spiritual).
Dari sisi biologis nasa dewasa dapat diartikan sebagai suatu periode dalam
kehidupan individu yang ditandai dengan pencpaian kematangan tubuh secara optimal
dan kesiapan bereproduksi (berketurunan)

















BAB VI

HIKMAH PENDIDIKAN AGAMA (AQIDAH, IBADAH, DAN AKHLAK) BAGI
SUASANA PSIKOLOGIS (KEJIWAAN)

A. Hikmah pendidikan Aqidah bagi kejiwaan
Aqidah merupakan ajaran pokok islam yang terkait dengan keyakinan atau
keimanan ini terangkum dalam rukun iman, yaitu : iman kepada allah, iman kepada
malaikat, iman kepada kitab-kitab (kitab suci al-qur-an), iman kepada para nabi rasul,
iman kepada kehidupan akhirat, dan iman kepada taqdir baik atau buruk.
Pemberian pendidikan aqidah kepada anak, siswa, atau peserta didik bertujuan
untuk menanmkan nilai-nilai keimanan kepada diri mereka, sh\ehingga mereka memiliki
komitmen diri yang kokoh untuk ber-saminaa waathanaa (mendengar dan taat
mengamalkan) aturan allah.
Pendidikan aqidah juga mempunyai pengaruh yang sangat dominan terhadap
pembentukan kepribadian seseorang secara sehat, yang dalam hal ini terefleksikan dalam
suasana kejiwaan atau psikologis yang positif. Suasana psikologis sebagai dapak dari
pendidikan aqidah tersebut, dalam uraian berikut akan dibahas melalui kajian rukun
iman.
1. Iman kepada allah
Iman kepada allah merupakan fitrah insaniyah yang sudah diiqrarkan sejak manusia
itu sendiri masih berada di alam arwah. Iqrar ini termasuk daml surat alaraf : 172,
allah berfiman
^O)4 EO ElG4O }g` /j_4
4E1-47 }g` g-jOO_
g4+CjOO -EOg;+4
-O>4N jgO^ eO
7)4O) W W-O7~ _O>4 O
.4^;)_E- O ] W-O7O> 4O4C
gOE41^- ^^) EL ;}4N
-EOE- 4-)-gEN ^_g
Terjemahannya : dan (ingatlah), ketika tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak
adam dari sulbi mereka, dan allah mengambil kesaksian terhadap jiwa, atau diri
mereka (seraya berfirman) bukankah kami menjadi saksi, (kami lakukan yang
demikain itu) agar di hari kiamat kami tidak emngatakan sesungguhnya kami
adalah orang-orang yang yengah terhadap ini.
Iman kepada allah merupakan fundamen atau dasar pembentukan kepribaidan yang
sehat. Dalam kaat lain, iman kepada allah memberikan hikmah (manfaat, atau
dampak positif) terhadap suasana psikologis (kejiwaan) seorang mumin. aspek-
aspek psikologis sebagai hikmah dari beriman kepada allah itu diantaranya sebagai
berikut.

B. Hikmah kepada pendidikan ibadah terhadap kejiwaan
Pendidikan ibadah bagiu anak siswa, atau peserta didik bertujuan agar mereka
memiliki pemahaman tentang berbagai aspek yang terkait dengan ibadah dan
kebijaksanaan dalam mengamalkan. Ibadah tersebut (baik ibdah mahdlah, maupu gair
madhlah).
Ibadah merupakan buah dari iman, sebagai perwujudan ketaatan dan sikap
bersyukur manusia kepada allah atas semua kenikmatan yang telah diterimanya. Melalui
ibadah manusia dapat berkomunikasi rohaniah secara langsung dengan allah Swt, pada
saat itulah manusia melakukan miraj rohaniah, mengangkat harkat dan martabat
kemanusiaannya keposisi yang mulia disisi allah. Ibadah juga merupakan
tazkiyakiyatunnafsi (proses pensucian diri dari dosa dan noda) agar tetap berada dalam
kondisi fitrah.

C. Hikmah pendidikan Akhlak terhadap kejiwaan
Pendidikan agama yang diberikan kepada anak, siswam peserta didik atau umat
islam pada umumnya, disamping aqidah, ibadah, dan muamalat, juga akhlak, pendidikan
akhlak ini sangat pentingkaren menyangkut sikap dan perilaku yang seyogyanya
ditampilkan oleh seorang muslim dalam kehidupan sehari-hari, baik personal (pribadi),
maupun social (keluarga, sekolah, kantor, kelompok pergaulan dan masyarakat yang
lebih luas)
Terkait dengan pentingnya pendidikan akhlak ini rassullah bersabda :
sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak. Yang bertanggung jawab
terhadap pendidikan akhlak ini adalh oran tua, guru, ustadz, kyai dan para pemimpin
masyrakat. Tanggun jawab orang tua adalah mendidik akhlak anak dilingkungan
keluarga, hutu mendidik akhlak para siswa di sekolah, kyai mendidik akhlak santri di
lingkungan pesantern dan pemimpin mendidik akhlak warga masyarakat.


BAB VII
PENERAPAN REINFORCEMENT (REWARD DAN PUNISTMENT) DALAM
PROSES BELAJAR AGAMA)


Dalam alquran banyak ayat mengisyaratkan tentang penerapan penghargaan
atau ganjaran dan hukuman, sanksi atau ancaman seabagi metode dawah, dalam rangka
memotivasi umat manusia untuk beramal shalih dan mencegahnya dari perbuatan yang
jahat/buruk.
Adapun yang berkenaan dengan pemberian hukuman terhadap rang-orang yang
berbuat kejahatan atau keburukan, diantaranya tercantm dalam surat al-baqarah : 126
yang artinya : dan ketika Ibrahim berdoa, ya allah, tuhan ku jadikanlah negeri ini, negeri
aman sentosa dan curahkanlah rizqi yang berupa buah-biahan kepada penduduknya uang
beriman kepada allah dan hari akhir, allah berfiman dan kepada orang kafir pun aku beri
kesenangan sementara, kemudian aku paksa dia menjalani siksa api neraka, dan itulah
seburuk-buruk tempat kembali

A. Pengertian
Istilah reinforcement (peneguh atau penguatan) berasal dari skinner, salah satu
ahli psikologi belajar behaveioristik. Dia mengartikan reinforcement ini sebagai setiap
konsekuensi atau dampak tingakh laku yang memperkuat tingkah laku tertentu.
Peneguh ini diklasifikasikan ke dalam dua macam yaitu :
1. Peneguhan postif, yaitu sesuatu rangsangan yang memperkuat atau mendorong suatu
respon, peneguhan positif ini berbentuk reward, maupun secara nonverbal.
Contohnya : pujian atau hadiah yang diberikan kepada anak yang telah ebrhasil
menulis huruf hijaiayah dengan baik, akan memperkuat, memperteguh, atau
mendorong anak untuk lebih giat lagi dalm belajarnya
2. Peneguhan negative, yaitu suatu rangsangan yang mendorong seseorang untuk
menghindari respon tententu yang konsekuensinya atau dampakya tidka memuaskan,
peneguhan negative ini bentuknya berupa hukuman atau pengaman yang tidak
menyenangkan, contoh seorang ank yang dihukum oleh guru karena terlambat
menyerhkan tugas akan berusaha untuk tidak mengulangu perbuatan tersebut.

B. Penerapan reinforcement (reward dan punishment) dalam proses belajar
agama
Menurut para penganut teori behavioristik, reward menrupakan pendorong
utama dalam porse belajar, reward dapt berdampak positif bagi anak, yaitu (1)
menumnulkan respon positif (2) menciptakan kebiasaan yang relative kokoh didalam
dirinya (3) menimbulkan perasaan senang dalam melakukan suatu pekerjaan yan
mendapat imbakan (4) menimbulkan atusiasme, semangat untuk terus melakukan
pekerjaan dan (5) semakin percaya diri.




BAB VIII
PENLITIAN BELAJAR AGAMA

A. Pengertian penelitian
Penelitian dapat diartikan sebagai upaya atau cara kerja yang sistematik untuk
menjawab permaslahan atau pertnayaan berdasarkan data tersebut. Diartikan juga
sebagai proses pemecahan masalh dan penmenuan serta pengembangan batang tubuh
pengetahuan yang terorganisasikan melalui metode ilmiah.
Berdasarkan pengertian di atas, maka penelitian belajar agama dapat diartikan
sebagao [roses yang sistemartis untuk memperoleh pengetahuan dan pemechaan masalah
yang terkai dengan belajar agama melalui metode ilmiah, baik dalam pengumpulan
maupun analisis datanya serta membuat rumusan generalisasii (kesimpulan) berdasarkan
penafsiran data tersebut.

B. Masalah penelitian belajar agama
Ungkapan yang sering muncul dalam penelitian no problem, no research.
Ungkapan ini menunjukkan tentang pentingnya posisi masalah dalam suatu penilita.
Maslaah-masalah belaajr agama yang potensial dapat menjadi objek penlitian adalah
sebagai berikut.
1. Komponen raw input, yang menyangkut karakteristik probadi anak, siswa, atau
peserta didik, sperti menyangkut, kesadaran beragama sikap terhadap bidang studi
agama, perasaan beragama dan kebiasaan pengalaman ajaran agama.
2. Komponen instrumental input, seperti karakteristik guru agama, kompetnsi guru
agama, kompetensi guru agama, jurikulum pedidikan agama dan sumber belajar
pendidikan agama.
C. Metode penelitian
Metode yang sering digunakan dalam penelitian belajar agama adalah metode
deskriptif. Metode ini diartikan sebagai penelitian yang memusatkan perhatiannya
terhadap maslaah-masalah actual yang memalui proses pengumpulann, penyusunan atau
pengklasifikasian, p[engolahan, dan penafsiran data. Metode deskriptif terdiri atas tiga
pengolahan yaitu : survey, pengumpulan data dari sejumlah unit atau individu yang
cukup besar dalam jangka waktu bersamaan, studi kasus, yang memusatkan perhatiannya
pada suatu kasus secara intensif dan mendetail, subyeknya terdiri dari satu unit untuk
satu kesatuan unit dan studi kompratif, yang ebrusaha mengkaji atau memhami gambaran
tentang atau suatu fenomena dari dua kelompok atau dua tempat tertentu
D. Teknik Pengumpulan data
1. Teknik observasi
Teknik ini merupakan cara pengumpulan data melalui pengamatan terhadap
suatu keadaan, situasiu, peristiwa, kegiatan atau perilaku. Untuk melakukan observasi,
peneliti perlu menyusun panduan observasi yang berupa format atau bllanko yang berisi
aspek-aspek yang diteliti contohnya : mengamati proses bealjar mengajar bidang studi
pendidikan agama islam dikelas. Objek yang di amati seperti : kegiatan yang dilakukan
guru dari mulai membuka pelajaran sampai menutupnya, kemampuan guru menjelaskan
pelajaran, sikap dan perlakuan guru terhdap siswa; perhatian siswa terhadap pelajaran
dan partisipasi dalam aktivitas belajar.
2. Teknik wawancara (interview)
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data melalui komunikasi langsung
antara pewawancara (interviewer) dengan reponden (subjek yang diwawancara tau
interviewee). Teknik ini dapat dikelompokkan menjadi dua tipe, yaitu : (1) tiper
berstruktur, yaitu bentuk wawancara al;ternatif jawaban sudah disiapkan dan (2) tidak
berstruktur, yaitu bentuk wawancara yang jawabanya diserahkan sepenuhnya kepada
interviewee. Cnontohnya apabila akan meneliti tentang pelaksanaan program pendidikan
agama disekolah X, maka perlu ditentukan subyek yang akan diwawancara umpamanya;
kepala sekolah, guru agama, dan bebera orang siswa.
3. Teknik angket (kuesioner)
Angket merupakan teknik pengumpulan data secasra tertulis yang berisi
pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab oleh responden secara tertulis pula. Seperti
halnya wawancara, angket pula dibagi menjadi dua tipe, yaitu : berstruktur dan tidak
berstruktur.

Apabila akan meniliti minat siswa terhadap PAI, maka contoh pernyataannya
adalah :

NO. PERNYATAAN YA TIDAK
01 Saya merasa senang untuk memperhatikan penjelasan guru
tentang mater akhlak

4. Teknik inventori
Invetori adaah alat pengumpul data yang sifatnya mengukur kecenderungan
karakteristik perilaku individu (sikap, motif, atau emosi) inventori ini mempunyai skala
interval sehingga bentuk data yang diperoleh adalah skor.
Contoh skala sikap siswa terhadap pendidik agama islam yang diterima di
sekolah :
No PERNYATAAN SS S R TS STS
01. Pendidikan agama islam sangat pentig
diberikan kepada para siswa

SS = sangat setuju S = setuju R = ragu-ragu TS = tidak setuju STS = sangat
tidak setuju

E. Contoh beberapa hasil penelitain tentang perasaan dan aktualisasi keagaman
pada uraian berikut dikemukakan hasil-hasil penelitian atau temuan dari para
ahli psikologi dan paedagogik tentang perkembangan perasaan keagamaan atau
ketuhanan (M.Arifin, 1978)
1. Rumke, dalam penelitiannya menemukan bahwa kepercayaan anak kepada
tuhan baru berkembang secara leluasa setelah perasaan anak bapak
terlepaskan, yaitu pada masa pubertas (remaja) temuan ini sama dengan
pendapat J.J. SOusseau, yang mangatakan bahwa perasaan keagamaan itu
berkembang pada masa pubertas. Jal ini berarti bahwa masa remaja
merupakan masa peka terhadap pendidikan agama.
2. Waterink menmukan dalam penlitiannya bahwa anak yang berumur 6 tahun
belum mempunyai perasaan berdoasa, anak memandag tuhan sebagai tokoh
yang penuh dengan rasa kasih sayang kepada anak, sebagaimana ibunya
member kasih sayang kepadanya, juga tuhan dipandang bisa bersedih hari
bila anak berlaku nakal, sebagai man ibu bersedih pula. Anak berusia 6
sampai 7 tahun sudah punya perasaan keagamaan yang tertuju kepada
penghormatan dan kasih sayang kepada tokoh yesus (bagi orang islam Nabi
Muhammad SAW), dan mulai menyenangi ceritera dalam kitab suci.
3. Cassimir menyakan bahwa anak usia 12 sampai 14 tahun telah terbentuk
dalm pribadinya perasaan Bergama. Akan tetapi perasaan beragam yang
sebenarnya baru tercapai setelah berusia 50 tahun.
Untuk kondisi di indoneisa, dapat dikemukakn contoh sederhana hasil studi
kasus salah seorang mahsiswa penulis terhadap 4 orang siswa SD tentang hafalan dan
keterampilan membaca surat-surat pendek, doa-doa, bacaan dan praktek shalat,

Anda mungkin juga menyukai