Anda di halaman 1dari 38

NURSING RESEARCH 1 TUGAS PROPOSAL HUBUNGAN FREKUENSI KONSUMSI MAKANAN FAST FOOD TERHADAP PREVALENSI OBESITAS PADA KELOMPOK

USIA 12 -14 TAHUN

Oleh : Lisa Royani Mita NIM. 105070207111013

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2013

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan proposal dengan judul Hubungan konsumsi makanan fast food terhadap prevalensi obesitas pada kelompok usia 12 -14 tahun. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara frekuensi konsumsi fast food dengan obesitas. Terselesainya proposal ini tidak terlepas dari berbagai pihak yang telah banyak membantu. Oleh karena itu saya mengucapkan terimakasih kepada: 1. Dr. dr. Karyono Mintaroem. Sp PA, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya 2. Dr. dr. Kusworini, M. Kes, Sp. PK Ketua Jurusan Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya 3. Ns. Lilik Supriati, S.Kep, M.Kep, penanggung jawab Nursing Research 1. 4. Ns. Dina Dewi ,S, Kep, M.Kep, pembimbing yang dengan sabar membimbing untuk bisa menulis dengan baik. 5. Kedua orang tua beserta keluarga besar yang selalu memberikan kasih sayang, pengertian, dan dukungan moril serta materiil dalam

menyelesaikan tugas proposal ini. 6. Rekan-rekan PSIK angkatan 2010 beserta semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tugas akhir ini yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan rahmat dan ridho-Nya kepada semua pihak yang telah membantu menyusun tugas proposal. Penulis

menyadari bahwa penulisan tugas akhir ini jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan penelitian ini. membutuhkan. Semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi yang

Malang, Maret 2012

Penulis

DAFTAR ISI

Kata Pengantar-----------------------------------------------------------------------------Daftar Isi -------------------------------------------------------------------------------------BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang -------------------------------------------------------------1.2 Rumusan Masalah --------------------------------------------------------1.3 Tujuan Penelitian ----------------------------------------------------------1.3.1 Tujuan Umum -------------------------------------------------------1.3.2 Tujuan Khusus ------------------------------------------------------1.4 Manfaat -----------------------------------------------------------------------1.4.1 Bagi pemerintah -----------------------------------------------------1.4.2 Bagi masyarakat-----------------------------------------------------1.4.3 Bagi peneliti ----------------------------------------------------------BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep hipertensi ----------------------------------------------------------2.1.1 Definisi obesitas ----------------------------------------------------2.1.2 Klasifikasi obesitas -------------------------------------------------2.1.3 faktor yang mempengaruhi obesitas ---------------------------2.1.4 Gejala klinis obesitas ----------------------------------------------2.1.5 komplikasi obesitas ------------------------------------------------2.1.6 Penatalaksanaan obesitas ---------------------------------------2.2 Konsep makanan cepat saji (fast food) -------------------------------2.2.1 Definisi fast food -----------------------------------------------------2.2.2 kandungan gizi fast food ------------------------------------------2.2.3 Dapak ]konsumsi fast food ----------------------------------------2.2.4 Upaya meminimalisir dampak negatif -------------------------BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka konsep ------------------------------------------------------------3.2 Hipotesis-----------------------------------------------------------------------BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian ---------------------------------------------------4.2 Tempat Penelitian dan Waktu Penelitian ----------------------------4.2.1 Tempat penelitian --------------------------------------------------4.2.2 Waktu penelitian ---------------------------------------------------4.3 Identifikasi populasi dan Sampel Penelitian -------------------------4.3.1 Populasi -------------------------------------------------------------4.3.2 Sampel---------------------------------------------------------------4.3.3 Jumlah Sampel ----------------------------------------------------4.3.4 Teknik Sampling ---------------------------------------------------4.4 Variabel Penelitian --------------------------------------------------------4.4.1 Variabel Independen ---------------------------------------------4.4.2 Variabel Dependen -----------------------------------------------4.5 Instrumen penelitian ------------------------------------------------------4.6 Definisi Operasional -------------------------------------------------------4.7 Uji Validitas dan Reliabilitas ----------------------------------------------

iii vii

1 4 4 4 4 4 4 4 4

6 6 6 8 14 15 16 19 19 21 22 24

26 27

28 28 28 28 28 28 28 29 29 30 30 30 30 31 32

4.7.1 Uji Validitas -------------------------------------------------------4.7.2 Uji Reliabilitas ----------------------------------------------------4.8 Teknik Pengumpulan Data, Pengolahan Data, dan Analisis Data 4.8.1 Teknik Pengumpulan Data ------------------------------------4.8.2 Teknik Pengolahan Data---------------------------------------4.8.3 Teknik Analisis Data -------------------------------------------4.9 Etika Penelitian ------------------------------------------------------------4.9.1 Perijinan -------------------------------------------------------------4.9.2 Autonomy -----------------------------------------------------------4.9.3 Anonimity------------------------------------------------------------4.9.4 Kerahasiaan --------------------------------------------------------4.9.5 Right to Justice ----------------------------------------------------DAFTAR PUSTAKA ----------------------------------------------------------------------

32 33 33 33 34 34 35 35 35 36 36 36

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Prevalensi obesitas pada anak terus meningkat secara nyata di seluruh dunia. Bahkan di beberapa Negara industry dan maju. Seperti amerika serikat, peningkatan prevalensi obesitas pada anak di Amerika serikat diketahui sejak tahun 1970 an. Data dari survey yang dilakukan oleh lembaga Survey Gizi dan Kesehatan Nasional (NHANES) pada periode 19761980 dan 2003-2006 menunjukkan bahwa prevalensi obesitas terus meningkat secara nyata pada beberapa kelompok usia anak, yakni pada kelompok usia 2-5 tahun prevalensinya meningkat dari 6,5% menjadi 17% dan pada kelompok usia 12-19 tahun prevalensinya meningkat dari 5% menjadi 17,6% . penelitian Nickolas dan kawan-kawan yang dimuat dalam Nutrional Journal 2005 bahkan menyebutkan bahwa saat ini anak penderita kegemukan di amerika serikat mencapai 25%. Sedangkan penderita obesitas sebesar 11% . hal yang mencemaskan adalah sekitar 70% remaja penderita obesitas ini di prediksi akan mengidap keluhan yang sama saat dewasa. Penelitian dilakukan terhadap anak anak sekolah dasar disepuluh kota besar Indonesia periode 2002-2005 dengan metode acak. Hasilnya, prevalensi kegemukan pada anak-anak usia sekolah dasar secara berurutan dari yang tertinggi ialah Jakarta (25%). Semarang (24,3%), medan (17,75%) Denpasar (11,7%), Surabaya (11,7%), padang (7,1%), manado (5,3%) , Yogyakarta (4%) ,dan solo( 2,1%). Rata-rata prevalensi kegemukan di sepuluh kota besar tersebut mencapai 12,2%. Menurut data riset kesehatan Dasar (Rikesdas) tahun 2007, prevalensi nasional obesitas umum pada laki-laki sebesar 13,9% dan pada perempuan sebesar 23,8%, sedangkan kejadian obesitas pada anak balita yakni 12,2 %dari jumlah anak di indonesia, angka ini meningkat menjadi 14% pada tahun 2010. Dan prevalensi anak obesitas pada usia 6-14 tahun pada laki-laki 9,5% dan pada perempuan 6,4%. Angka ini hampir sama dengan estimasi WHO sebesar 10% pada anak usia 5-17 tahun. (Depkes RI, 2007). Masalah gizi banyak dialami oleh golongan rawan gizi yang memerlukan kecukupan zat gizi untuk pertumbuhan. Kelompok anak hingga remaja awal (sekitar 10-14 tahun) merupakan kelompok usia yang berisiko mengalami masalah gizi baik dan masalah gizi kurang maupun gizi lebih. Hal ini diperparah dengan kebiasaan mengkonsumsi makanan jajanan yang kurang sehat dengan kandungan kalori tinggi tanpa disertai konsumsi sayur dan buah yang cukup sebagai sumber serat. Oleh karena itu, anak dalam rentang usia ini perlu mendapat perhatian dari sudut

perubahan pola makan sehari-hari karena makanan yang biasa dikonsumsi sejak masa anak akan membentuk pola kebiasaan makan selanjutnya (soraya, 2011) . Massa anak pertengahan merupakan periode yang baik, pertumbuhan secara relative lambat dengan perlambatan actual pada laju sebelum remaja . permulaan periode pertumbuhan cepat masa remaja (dorongan pertumbuhan) di mulai pada usia 10 tahun (rentang 10 15 tahun) pada anak perempuan dan usia 11 tahun (rentan 11 16 tahun) pada anak laki-laki. Dorongan memuncak usia pada sekitar usia 12 tahun untuk anak perempuan dan usia 14 tahun untuk anak laki-laki . selama pertengahan massa anak anak, anak cenderung untuk tumbuh sekitar 12 inchi / tahun. Dan bertambah berat badan 7 Ibs/ tahun. Periode ini merupakan periode resiko tinggi perkembangan obesitas , terutama pada anak tidak aktif(w iillms, 2005). Obesitas pada anak telah menjadi masalah yang serius di Indonesia. Permasalahan obesitas tidak hanya masalah kelebihan berat badan. Tetapi juga menimbulkan berbagai gangguan kesehatan seperti terjadinya diabetes tipe 2 (timbul pada masa dewasa), tekanan darah tinggi (hipertensi), stroke, serangan jantung (infark miokardium), gagal jantung, kanker (jenis kanker tertentu, misalnya kanker prostat dan kanker usus besar), batu kandung empedu dan batu kandung kemih, gout dan arthritis gout , osteoartritis, tidur apneu (kegagalan untuk bernafas secara normal ketika sedang tidur, menyebabkan berkurangnya kadar oksigen dalam darah), sindroma Pickwickian (obesitas disertai wajah kemerahan, underventilasi dan ngantuk). Penyebab obesitas sangat kompleks dalam arti banyak sekali faktor yang menyebabkan obesitas. Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya obesitas adalah konsumsi makanan berlebih, makan jajanan, mengonsumsi fast food dan kurangnya aktivitas fisik. keadaan obesitas terjadi jika makanan yang sehari-harinya mengandung energy yang melebihi kebutuhan. Biasanya terdapat pada anak-anak yang cepat merasa lapar dan tidak mau menahan rasa laparnya. Menurut penelitian yang dilakukan (Husaini,1993) ditemukan bahwa terdapat konstribusi sebanyak 14% protein dan 22% karbonhidrat dari makanan jajanan. Hal ini dapat di simpulkan makanan jajanan cukup signifikan dalam memberikan konstribusi energy sebesar 10-25% terhadap konsumsi makanan sehari. Menurut The American Population study Cardia menjelaskan bahwa Konsumsi makanan cepat saji positif berhubungan terhadap terjadinya peningkatan berat badan. Seseorang yang mengkonsumsi makanan cepat saji > 2 kali per minggu berat badannya meningkat 4,5 kg per bulan. (stender, Dyerberg & Astrup, 2007). Aktivitas fisik yang kurang menyebabkan tubuh kurang menggunakan energy yang

tersimpan dalam tubuh. Berdasarkan data Riskesdes (2007) kurang aktifitas fisik paling tinggi berdasarkan usia terdapat pada kelompok 75 tahun keatas (76,0%) dan umur 10-14 tahun (66,9%) (Rahmawati,2009). Di Indonesia , terutama di kota besar telah terjadi perubahan gaya hidup dari pola makan tradisional ke pola makan ala barat (western style). Obesitas berhubungan dengan pola makan, terutama bila makan makanan yang tinggi kalori, tinggi garam, tinggi lemak dan rendah serat, seperti makanan cepat saji atau biasa di sebut Fast food ,Makanan cepat saji ditawarkan dengan harga yang terjangkau, kebiasaan mengkonsumsi fast food sudah menjadi bagian dari gaya hidup remaja kota. Frekuensi makan fast food pada remaja banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah media massa, uang saku, pengetahuan dan sikap remaja terhadap fast food. Fast food umumnya mengandung lemak, kolesterol, garam dan energi yang sangat tinggi. Kandungan gizi yang tidak seimbang ini bila terlanjur menjadi pola makan, akan berdampak negatif pada keadaan gizi pada remaja.(Soraya, 2011) Dari data diatas menunjukkan bahwa obesitas berkaitan erat dengan pola konsumsi makanan fast food dan kurangnya aktivitas fisik maka dari itu penulis ingin meneliti hubungan konsumsi makanan fast food terhadap prevalensi obesitas pada kelompok usia 12 -14 tahun. Dengan adanya Penelitian ini di harapkan perawat bisa memberikan edukasi untuk para remaja dapat mengatur asupan dan pola makan yang di konsumsi dan dapat mencapai status gizi yang lebih baik. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan di atas maka dapat dirumuskan masalah pada penelitian ini yaitu apakah ada hubungan konsumsi makanan fast food terhadap prevalensi obesitas pada kelompok usia 12 -14 tahun 1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan frekuensi konsumsi makanan fast food terhadap prevalensi obesitas pada kelompok usia 12 -14 tahun 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Megidentifikasi hubungan konsumsi fast food terhadap kejadian obesitas pada kelompok usia 12-14 tahun. 2. mengidentifikasi pengaruh frekuensi konsumsi makanan fast food terhadap kejadian obesitas pada kelompok usia 12-14 tahun

3. mengidentifikasi hubungan fast food terhadap kejadian obesitas pada kelompok usia 12 14 tahun. 1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk : 1.4.1. Bagi pemerintah Informasi dari hasil penelitian ini di harapkan dapat di jadikan sebagai salah satu acuan data untuk program program pemerintah serta penelitian berikutnya. 1.4.2. Bagi masyarakat Meningkatkan tingkat pengetahuan masyarakat mengenai obesias dan hal yang berpengaruh dan pentingnya pengetahuan tersebut untuk mencapai status gizi yang lebih baik. 1.4.3. Bagi peneliti Dapat mengaplikasikan teori yang telah dipelajari serta meningkatkan wawasan dan keterampilan pengolahan dan analisis data dan menuangkan dalam bentuk karya ilmiahSebagai wadah untuk mengembangkan kemampuan peneliti dalam menulis karya ilmiah. serta diperolehnya pengalaman belajar dan pengetahuan dalam melakukan penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep obesitas 2.1.1. Definisi obesitas Obesitas adalah kondisi kelebihan lemak, baik di seluruh tubuh atau terlokalisasi pada bagian bagian tertentu. Obesitas merupakan peningkatan total lemak tubuh, yaitu apabila ditemukan kelebihan berat badan>20% pada pria dan >25% pada wanita karena lemak (GanongW.F,2003) Obesitas didefinisikan sebagai suatu kelainan atau penyakit yang ditandai dengan penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan.Untuk menentukan obesitas diperlukan kriteria yang berdasarkan pengukuran antropometri dan atau pemeriksaan laboratorik, pada umumnya digunakan: a. Pengukuran berat badan (BB) yang dibandingkan dengan standar dan disebut obesitas bila BB > 120% BB standar. b. Pengukuran berat badan dibandingkan tinggi badan (BB/TB). Dikatakan obesitas bila BB/TB > persentile ke 95 atau > 120% atau Z-score + 2 SD. c. Pengukuran lemak subkutan dengan mengukur skinfold thickness (tebal lipatan kulit/TLK). Sebagai indikator obesitas bila TLK Triceps > persentil ke 85. d. Pengukuran lemak secara laboratorik, misalnya densitometri, hidrometri dsb. yang tidak digunakan pada anak karena sulit dan tidak praktis. DXA adalah metode yang paling akurat, tetapi tidak praktis untuk dilapangan. e. Indeks Massa Tubuh (IMT), > persentil ke 95 sebagai indikator obesitas 2.1.2. klasifikasi obesitas Menurut Soetjiningsih obesiatas dibagi berdasarkan gejala klinisnya, yaitu : 1. Obesitas sederhana (simple obesity ) Terdapat gejala hanya kegemukan saja tanpa disertai dengan kelainan hormonal/mental/fisik lainnya. Obesitas seperti ini disebabkan karena faktor nutrisi. 2. Bentuk khusus obesitas. a. Kelainan endokrin/hormonal (Sindrom Chusing), Obesitas ini terjadi pada anak yang sensitif terhadap pengobatan dengan hormon steroid

b. Kelainan somatodismorfik (Sindrom Prader-Willi, Sindrom Summit danCarpenter, Sindrom Laurence-Moon-Biedl dan Sindrom Cohen) Obesits dengan kelainan ini hampir selalu disertai mental retardasi dan kelainan ortopedi. c. Kelainan Hipotalamus, kelainan pada hipotalamus yang mempengaruhi nafsu makan dan berakibat terjadinya obesitas, seba gai akibat dari kraniofaringioma, lekemia serebral, trauma kepala dan lain-lain Obesitas dapat dibedakan berdasarkan kondisi sel dalam tubuhnya, yaitu : 1. Tipe Hiperplastik : jumlah sel dalam tubuh lebih banyak dibanding kondisi normal, tetapi ukuran selnya sesuai dengan ukuran sel normal. Obesitas ini biasanya terjadi pada masa an ak-anak dan sulit diturunkan. 2. Tipe Hipertropik : jumlah sel yang normal, tetapi ukuran selnya lebih besar dibanding dengan sel normal, dan biasanya terjadi setelah dewasa. 3. Tipe Hiperplastik-Hipertopik : baik jumlah maupun ukuran selnya melebihi batas normal. Biasanya keadaan obesitas ini sudah dimulai sejak masa anak-anak dan berlangsung terus hingga dewasa. Orang yang mengalami tipe ini sulit untuk menurunkan BB. Selain perbedaan kondisi sel yang ada dalam tubuh seseorang yang mengalami obesitas, obesitas juga di klasifikasikan berdasarkan tingkat keparahannya dan tipenya terutama pada anak-anak (Soetjiningsih, 2004) ; 1. Berdasarkan keparahannya : a. moderate obesity idealnya b. severe obesity : bila berat badan lebih dai 170% dari berat badan ideal. 2. Berdasarkan tipenya ; a. inappropiate eating habits : karena adanya kelebihan masukan makanan, : bila berat badan antara 120%-170% dari berat badan

biasanya terjadi pada masa bayi dan masa remaja. b. high set point for fat store : kecenderungan terjadinya peningkatan deposit

lemak, biasanya dimulai pada masa anak-anak dan selalu ada faktor keturunan. 2.1.3. Faktor faktor yang mempengaruhi obesitas Banyak faktor yang dapat menyababkan obesitas, diantaranya sebagai berikut : 1. Jenis Kelamin Jenis kelamin menentukan besar kecil nya kebutuhan gizi seseorang. Pria biasanya lebih banyak mem butuhkan zat gizi seperti energi dan protein lebih daripada wanita. Jenis kelamin merupakan faktor internal seseorang yang akan

berpengaruh terhadap komposisi tubuh dan distribusi lemak subkutan antara anak laki-laki dan perempuan berbeda. Pada laki-laki 11% dari berat badan adalah merupakan jaringan subkutan dan pada wanita 18% dari berat badan adalah merupakan jaringan subkutan. Anak perempuan lebih banyak menyimpan lemak, sedangkan anak laki-laki lebih banyak massa otot dan tulang (Powers,S.P 1980). Pada anak laki-laki peningkatan lemak subkutan terjadi pada usia 8 hingga 12 tahun. Sedangkan pada anak perempuan lemak subkutan terus bertambah sampai usia 16 tahun dan pertambahannya lebih cepat daripada laki laki dan akan menurun hingga usia 25 tahun. 2. Tingkat Pendidikan Orang Tua Menurut Hidayat dalam Dasmita (2004) mengatakan bahwa tingkat pendidikan akan mempengaruhi pola konsumsi makanan melalui cara pemilihan bahan makanan. Orang tua yang berpendidikan lebih tinggi akan memilih makanan yang lebih baik dalam hal kualitas dan kuantitasnya bila dibandingkan dengan orang tua yang berpendidikan lebih rendah.Tingkat pendidikan biasanya berkaitan dengan pengetahuan. Semakin tinggi pengetahuan gizi semakin baik dalam hal pemilihan bahan makanan. Anak-anak yang memilki ibu yang mempunyai latar belakang pendidikan tinggi akan mendapatkan kesempatan hidup serta tumbuh lebih baik. Hal ini dikarenakan keterbukaan mereka untuk menerima perubahan atau hal-hal yang baru untuk pemeliharaan kesehatan anaknya (Suroto, 1985). 3. Pekerjaan Orang Tua Pekerjaan orang tua berperan dalam pola pemberian makanan dan pengurusan makanan dalam keluarga. Orangtua yang tidak mempunyai banyak waktu dan perhatian yang berlebih kepada anaknya, biasanya mempunyai rasa bersalah yang berlebih. Dalam hal ini orangtua biasanya akan memberikan makanan yang berlebihan yang mengandung gula dan berlemak. Menurut Powers (1980) terdapat hubungan dengan meningkatnya pendapatan nasional maka makin tinggi pula prevalensi obesitas. Dikatakan juga bahwa faktor sosial ekonomi berhubungan dengan status gizi seseorang. Salah satu faktor yang sangat berpengaruh pada kualitas dan kuantitas makanan adalah pendapatan. Akan tetapi pendapatan merupakan faktor yang tidak langsung akan mempengaruhi konsumsi pangan dan merupakan faktor penentu utama baik atau buruknya status gizi seseorang atau kelompok (Berg, 1986). Pertambahan pendapatan

tidak selalu membawa perbaikan pada konsumsi makanan karena walaupun banyak pengeluaran untuk makanan tetapi belum tentu kualitas dan kuantitas bahan makanan yang dibeli lebih baik. Demikian juga pendapatan walaupun bertambah meningkat belum tentu digunakan untuk membeli makanan. 4. Konsumsi Makanan Keadaan obesitas terjadi jika makanan seharinya-harinya mengandung energi yang melebihi kebutuhan. Biasanya terjadi pada anak yang cepat merasa lapar dan tidak mau menahan rasa lapar nya. Kosumsi makanan sehari-hari dapat dilihat berdasarkan umur, berat badan, tinggi badan dan jenis kelamin. Banyak atau sedikitnya zat gizi yang dikonsumsi melalui makanan menentukan status gizi seseorang. Dapat dikatakan bahwa konsumsi makanan merupakan faktor langsung yang berpengaruh teradap status gizi. Kelebihan konsumsi makanan yang tidak diimbangi dengan pengeluaran energi yang mencukupi dan aktifitas yang kurang menyebabkan timbulnya kegemukan/obesitas. 5. Makanan Jajanan Jajan merupakan suatu kegiatan yang biasa dilakukan dan sangat digemari oleh anak-anak sekolah. Makanan jajanan biasanya sangat mudah untuk didapat dan harganya juga relatif terjangkau oleh anak sekolah. Uang jajan merupakan dana yang diterima oleh seorang anak dari orangtua baik untuk kebutuhan harian, mingguan atau bulanan. Bagi anak usia sekolah dasar uang yang didapat lebih cenderung untuk membeli jajanan yang berada di lingkungan sekolah baik berupa makanan maupun barang-barang. Menurut Berg (1985) tingkat pendapatan orangtua dapat menentukan pola makan termasuk pola jajan anak. Dalam penelitian ditemukan bahwa terdapat kontribusi sebanyak 14% protein dan 22% karbohidrat disimpulkan bahwa dari makanan jajanan (Husaini, 1993). Hal ini dapat peranan makanan jajanan cukup signifikan dalam

memberikan kontri busi energi sebesar 10-25% terhadap konsumsi makanan sehari. Berdasarkan penelitian yang dilakukan United States Departement of Agriculture (USDA) pada tahun 1985 dan 1986 ditemukan bahwa sekitar 76% sampai 83% minimal mengkonsumsi makanan ringan atau makanan jajanan sekali dalam sehari. Makanan jajanan biasanya mengandung sekitar 20% dari jumlah kalori per hari (Guthrie, 1995). Jenis jajanan dibagi dalam 2 jenis yaitu meals yakni makanan yang cukup banyak mengandung karbohidrat dan lemak namun mengadung sedikit protein seperti siomay, martabak, nasi uduk dan

lainnya. Jenis yang kedua adalah snack yakni makanan ringan yang mengandung zat pengatur seperti biscuit susu, pisang goreng, dan jenis makanan lainnya serta minuman seperti cendol dan sirup. Penganan dari jenis meals dipercaya lebih risiko mengakibatkan obesitas dibandingkan penganan dari jenis snack, karena kadar kalori meals yang tinggi (Apriadji, 1986). 6. Konsumsi Makanan Cepat Saji ( Fast food ) Kehadiran makanan cepat saji sang at cocok dengan gaya hidup modern seperti saat ini sehingga pada awal kemunculannya masyarakat langsung menyukainya. Salah satu keunggulan dari makanan ini adalah cara penyajiannya yang cepat, dan orang bisa menyantapnya sambil berdiri atau berjalan-jalan tanpa harus berlama-lama duduk di meja makan. Di Indonesia, terutama di kota besar telah terjadi perubahan gaya hidup dan kebiasaan makan yaitu pergeseran dari pola makan tradisional ke pola makan ala barat (Western Style) yaitu fastfood. Telah diketahui bahwa makanan cepat saji itu merupakan makanan yang tidak seimbang kandungan zat gizinya. Berbagai makanan yang tergolong makanan cepat saji adalah kentang goreng, ayam goreng, hamburger, soft drink, pizza,hotdog,donat minuman berkarbonasi dan lain-lain. Mengkonsumsi

makanan cepat saji semakin sering ditemukan di masyarakat kota-kota besar. Selain jumlah outlet (gerai) restoran-restoran tersebut semakin banyak di berbagai penjuru kota, menu makanan cepat saji umumnya enak, lezat dan praktis. Di kota besar banyak ditemukan konsumen yang memilih menu makanan cepat saji, karena keterbatasan waktu untuk menyiapkan makanannya sendiri. Konsumsi makanan cepat saji sangat digemari di kalangan anak-anak dan remaja dan memang merupakan salah satu makanan favorit untuk mereka. Tempat-tempat makanan cepat saji pada saat ini tidak hanya terletak di pertokoan, mall, atau plaza, tetapi sudah mulai ada di dekat sekolah-sekolah, terutama di sekolah-sekolah favorit. Sehingga tidak heran bila konsumsi makanan cepat saji dikalangan anak-anak dan remaja terus saja meningkat.The American Population Study Cardia menjelaskan bahwa konsumsi makanan cepat saji positif berhubungan terhadap terjadinya peningkatan berat badan. Seseorang yang mengkonsumsi ma kanan cepat saji > 2 kali per bulan berat badannya meningkat 4,5 kg dan 104% meningkatkan resistensi insulin jika dibandigkan dengan seseorang yang mengkonsumsi makanan cepat saji 1 kali per minggu (Stender, Dyerberg & Astrup, 2007). Ada beberapa faktor yang

meyebabkan tingkat konsumsi makanan cepat saji pada anak-anak dan remaja, yaitu tingkat pendapatan orang tua dan tingkat pendidikan orang tua. Tingkat pendapatan orang tua sangat berpengaruh terhadap konsumsi energi. Orang tua yang mempunyai pendapatan tinggi perbulannya daya belinya pun tinggi pula, sehingga untuk memilih berbagai jenis bahan makanan akan lebih besar. Namun pada saat pemilihan bahan makanan tidak lagi berdasarkan kebutuhan melainkan lebih mengarah kepada prestise dan rasa makanan yang enak, termasuk makanan cepat saji. Biasanya makanan yang enak cenderung mengandung protein dan lemak tinggi. Perilaku seperti inilah yang dapat menyebabkan konsumsi makanan tidak dengan pertimbangan kesehatan. Tingginya konsumsi energi terutama yang berasal dari lemak akan berpengaruh terhadap terjadinya masalah kesehatan yaitu obesitas dan penyakit degeneratif lain seperti jantung koroner dan diabetes mellitus. Menurut WHO (2000) menyatakan perkembangan food industry yang salah satunya berkembangnya makanan cepat saji, yaitu makanan yang tingi lemak tetapi rendah karbohidrat kompleks merupakan salah satu factor risiko dari obesitas. Makanan cepat saji kini semakin digemari, baik hanya untuk kudapan maupun makanan besar. Makanan ini mudah diperoleh, di samping lebih bergengsi karena terpengaruh iklan. Pada umumnya menu makanan cepat saji mengandung tinggi kalori,

garam, dan lemak termasuk kolesterol, dan menu tipe barat ( Western) umumnya hanya sedikit mengandung serat (dietary fiber ). 7. Aktivitas Fisik Aktivitas fisik adalah gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot-otot rangka yang dihasilkan sebagai sebagai suatu pegeluaran tenaga (dinyatakan kilo-kalori ), yang meliputi pekerjaan, waktu senggang dan aktivitas sehari-hari. Aktivitas fisik tersebut memerlukan usaha ringan, sedang atau berat yang dapat menyebabkan perbaikan memerlukan usaha ringan, sedang atau berat yang dapat

menyebabkan perbaikan kesehatan bila dilakukan secara teratur (Adisapoetra, 2005) Seseorang yang kurang melakukan aktivitas fisik menyebabkan tubuh kurang menggunakan energi yang tersimpan di dalam tubuh. Oleh karena itu, jika asupan energi berlebihan tanpa diimbangi dengan aktivitas fisik yang sesuai maka secara berkelanjutan dapat mengakibatkan obesitas. Cara yang paling mudah dan umum untuk meningkatkan pengeluaran energi adalah dengan melakukan latihan fisik atau gerak badan. Berdasarkan data Riskesdas (2007)

kurang aktivitas fisik paling tinggi berdasarkan umur terdapat pada kelo mpok 75 tahun ke atas (76,0%) dan umur 10-14 tahun (66,9%). Berdasarkan tingkat pendidikan, semakin tinggi pendidikan semakin tinggi prevalensi kurang aktivitas fisik. Prevalensi kurang aktivitas fisik pada penduduk perkotaan (57,6%) lebih tinggi dibanding penduduk pedesaan (42,4%). Salah satu aktivitas yang dapat dilakukan anak usia sekolah adalah dengan rutin berolahraga sehingga pengeluaran energi dapat seimbang. Selain itu dapat pula meningkatkan aktivitas fisiknya dengan mengikuti kegiatan-kegiatan ekstrakuliler di sekolah maupun di luar sekolah. Aktivitas fisik merupakan variabel untuk pengeluaran energi, oleh karena itu aktivitas fisik dijadikan salah satu perilaku untuk penurunan berat badan. Berdasarkan beberapa penelitian mengungkapkan apabila beraktivitas fisik dengan intensitas yang cukup selama 60 menit dapat menurunkan berat badan dan mencegah untuk peningkatan berat badan kembali. 8. Genetik Orang-orang yang menderita kegemukan lebih sering mempunyai orangtua yang juga kegemukan.Bila salah seorang di antara bapak dan ibunya menderita kegemukan maka 40-50% dari anak-anak menjadi gemuk dan kemungkinan bertambah menjadi 70-80% apabila kedua orangtuanya menderita kegemukan (Soejono dan Fried dalam Soerjodibroto, 1986). Bayi yang lahir dari kedua orangtua yang kegemukan mempunyai kemungkinan akan gemuk 90% (Laurentia, 2004). 9. Gangguan kelenjar/ hormon Walaupun sangat jarang, adakalanya obesitas disebabkan oleh tidak adanya keseimbangan antar horm on seperti pada Sindroma Cushing, hiperaktivitas adrenocortical, hipogonadisme dan penyakit hormon lain (Pudjiadi, 2000). 2.1.4. Gejala Klinis obesitas Obesitas dapat terjadi pada setiap umur dan gambaran klinis obesitas pada anak dapat bervariasi dari yang ringan sampai dengan yang berat sekali. Menurut Soedibyo (1986), gejala klinis umum pada anak yang menderita obesitas adalah sebagai berikut : a. Pertumbuhan berjalan dengan cepat/pesat disertai adanya

ketidakseimbangan antara peningkatan berat badan yang berlebihan dibandingkan dengan tinggi badannya

b. Jaringan lemak bawah kulit menebal sehingga tebal lipatan kulit lebih daripada yang normal dan kulit nampak lebih kencang . c. Kepala nampak relatif lebih kecil dibandingkan dengan tubuhnya atau dibandingkan dengan dadanya (pada bayi) d. Bentuk pipi lebih tembem, hidung dan mulut tampak relatif lebih kecil, mungkin disertai dengan bentuk dagunya yang berganda (dagu ganda) e. Pada dada terjadi pembesaran payudara yang dapat meresahkan bila terjadi pada anak laki-laki f. Perut membesar menyerupai bandul lonceng, dan kadang disertai garis-garis putih atau ungu (striae) g. Kelamin luar pada anak wanita tidak jelas ada kelainan, akan tetapi pada anak laki-laki tampak relatif kecil h. Pubertas pada anak laki-laki terjadi lebih awal dan akibatnya pertumbuhan kerangka lebih cepat berakhir sehingga tingginya pada masa dewasa relatif lebih pendek . i. Lingkar lengan atas dan paha lebih besar dari normal, tangan relatif lebih kecil dan jari-jari bentuknya meruncing j. Dapat terjadi gangguan psikologis berupa : gangguan emosi, sukar bergaul, senang menyendiri dan sebagainya . k. Pada kegemukan yang berat mungkin terjadi gangguan jantung dan paru yang disebut Sindroma Pickwickian dengan gejala sesak napas, sianosis, pembesaran jantung dan kadang-kdang penurunan kesadaran

2.1.5. Komplikasi obesitas Obesitas ringan sampai sedang, morbiditasnya kecil pada masa anak- anak.Tetapi bila obesitas masih terjadi setelah masa dewasa,maka morbiditas dan mortalitasnya akan meningkat (Soetjiningsih, 1995) 1. Faktor Resiko Penyakit Kardiovaskular Faktor risiko ini meliputi peningkatankadar insulin, trigliserida,LDL(lowdensity lipoprotein) kolesterol, dan tekanan darah sistolik serta penurunan kadar HDL(high density lipoprotein) kolesterol (Soetjiningsih, 2010). IMT mempunyai hubungan yang kuat dengan kadar insulin. Anak dengan IMT >persentile ke 99, 40% diantaranya mempunyai kadar insulin tinggi, 15% mempunyai kadar HDLko lesterol yang rendah dan 33% den gan kadar trigliserida tinggi (Freedman,

2004). Anak obesitas cenderungmengalami peningkatan tekanan darah dan denyut jantung, sekitar 20 - 30% menderita hipertensi (Syarif, 2003). 2. Saluran Pernafasan Pada bayi, obesitas merupakan risiko terjadinya saluran pernafasan bagian bawah, karena terbatasnya kapasitas paru - paru.Adanya hipertrofi dan adenoid mengakibatkan obstruksi saluran nafas bagian atas, sehingga mengakibatkan anoksia dan saturasi oksigen rendah, disebut sindrom Chubby Puffer. Obstruksi ini dapat mengakibatkan gangguan tidur, gejala - gejala jantung dan kadar oksigen dalam darah yang abnormal serta nafas yang pendek (Soetjiningsih, 1995). 3. Diabetes Mellitus tipe-2 Diabetes Mellitus tipe-2 jarang ditemukan pada anak obesitas

(Syarif,2003).Prevalensi penurunan uji toleransi glukosa pada anak obesitas adalah 25% sedangkan Diabetes Mellitus tipe -2 hanya 4%.Ham pir semua anak obesitas dengan Diabetes Mellitus tipe2 mempunyai IMT> +3SD atau >persentile ke 99 (Bluher et al, 2004). 4. Obstruktive Sleep Apnea Sering dijumpai pada anak obesitas dengan kejadian 1/100 dengan gejala mengorok (Syarif, 2003).Penyebabnya adalah penebalan jaringan lemak didaerah dinding dada dan perut yang mengganggu pergerakan dinding dada dan diafragma, sehingga terjadi penurunan volume dan perubahan pola ventilasi paru serta meningkatkan beban kerja otot pernafasan. Pada saat tidur terjadi penurunan tonus otot dinding dada yang disertai penurunan saturasi oksigen dan peningkatan kadar CO2, serta penurunan tonus otot yang mengatur

pergerakan lidah yang menyebabkan lidah jatuh ke arah dinding belakang faring yang mengakibatkan obstruksi saluran nafas intermiten dan menyebabkan tidur gelisah, sehingga keesokan harinya anak cenderung mengantuk dan

hipoventilasi.

Gejala ini berkurang seiring dengan penurunan berat badan

(Kopelman, 2000 dalam Hidayati et al 2006) 2.1.6. Penatalaksanaan obesitas Mengingat penyebab obesitas bersifat multifaktor, maka penatalaksanaan obesitas seharusnya dilaksanakan secara multidisiplin dengan mengikut sertakan keluarga dalam proses terapi obesitas. Prinsip dari tatalaksana obesitas adalah mengurangi

asupan energi serta meningkatkan keluaran energi, dengan cara pengaturan diet, peningkatan aktifitas fisik, dan mengubah / modifikasi pola hidup. 1. Menetapkan target penurunan berat badan Untuk penurunan berat badan ditetapkan berdasarkan: umur anak, yaitu usia 2 7 tahun dan diatas 7 tahun, derajat obesitas dan ada tidaknya penyakit penyerta/komplikasi. Pada anak obesitas tanpa komplikasi dengan usia dibawah 7 tahun, dianjurkan cukup dengan mempertahankan berat badan, sedang pada obesitas dengan komplikasi pada anak usia dibawah 7 tahun dan obesitas pada usia diatas 7 tahun dianjurkan untuk menurunkan berat badan. Target penurunan berat badan sebesar 2,5 - 5 kg atau dengan kecepatan 0,5 - 2 kg per bulan. 2. Pengaturan diet Prinsip pengaturan diet pada anak obesitas adalah diet seimbang sesuai dengan RDA, hal ini karena anak masih mengalami pertumbuhan dan

perkembangan.Intervensi diet harus disesuaikan dengan usia anak, derajat obesitas dan ada tidaknya penyakit penyerta. Pada obesitas sedang dan tanpa penyakit penyerta, diberikan diet seimbang rendah kalori dengan pengurangan asupan kalori sebesar 30%. Sedang pada obesitas berat (IMT > 97 persentile) dan yang disertai penyakit penyerta, diberikan diet dengan kalori sangat rendah (very low calorie diet ). Dalam pengaturan diet ini perlu diperhatikan tentang Menurunkan berat badan dengan tetap mempertahankan pertumbuhan normal. Diet seimbang dengan komposisi karbohidrat 50-60%, lemak 20-30% dengan lemak jenuh < 10% dan protein kolesterol < 300 mg per hari. Diet tinggi serat, dianjurkan pada anak usia > 2 tahun dengan penghitungan dosis menggunakan rumus: (umur dalam tahun + 5) gram per hari. 4. Pengaturan aktifitas fisik Peningkatan aktifitas fisik mempunyai pengaruh terhadap laju metabolisme. 15-20% energi total serta

Latihan fisik yang diberikan disesuaikan dengan tingkat perkembangan motorik, kemampuan fisik dan umurnya. Aktifitas fisik untuk anak usia 6-12 tahun lebih tepat yang menggunakan ketrampilan otot, seperti bersepeda, berenang, menari

dan senam. Dianjurkan untuk melakukan aktifitas fisik selama 20-30 menit per hari.

Tabel Jenis kegiatan dan jumlah kalori yang dibutuhkan Jenis kegiatan Jalan kaki 3 km/jam Jalan kaki 6 km/jam Joging 8 km/jam Lari 12 km/jam Tenis tunggal Tenis ganda Golf Berenang Bersepeda 5. Mengubah pola hidup/perilaku Untuk perubahan perilaku ini diperlukan peran serta orang tua sebagai komponen intervensi, dengan cara: Pengawasan sendiri terhadap: berat badan, asupan makanan dan aktifitas fisik serta mencatat perkembangannya. Mengontrol rangsangan untuk makan. Orang tua diharapkan dapat menyingkirkan rangsangan disekitar anak yang dapat memicu keinginan untuk makan. Mengubah perilaku makan, dengan mengontrol porsi dan jenis makanan yang dikonsumsi dan mengurangi makanan camilan. Memberikan penghargaan dan hukuman. Pengendalian diri, dengan menghindari makanan berkalori tinggi yang pada umumnya lezat dan memilih makanan berkalori rendah. 6. Peran serta orang tua, anggota keluarga, teman dan guru. Orang tua menyediakan diet yang seimbang, rendah kalori dan sesuai petunjuk ahli gizi. Anggota keluarga, guru dan teman ikut berpartisipasi dalam program diet, mengubah perilaku makan dan aktifitas yang mendukung program diet. Kalori yang digunakan/jam 150 300 480 600 360 240 180 350 660

7. Terapi intensif. Terapi intensif diterapkan pada anak dengan obesitas berat dan yang disertai komplikasi yang tidak memberikan respon pada terapi konvensional, terdiri dari diet berkalori sangat rendah (very low calorie diet), farmakoterapi dan terapi bedah. Indikasi terapi diet dengan kalori sangat rendah bila berat badan > 140% BB Ideal atau IMT > 97 persentile, dengan asupan kalori hanya 600-800 kkal per hari dan protein hewani 1,5 - 2,5 gram/kg BB Ideal, dengan suplementasi vitamin dan mineral serta minum > 1,5 L per hari. Terapi ini hanya diberikan selama 12 hari dengan pengawasan dokter. Farmakoterapi dikelompokkan menjadi 3, yaitu: mempengaruhi asupan energi dengan menekan nafsu makan, contohnya sibutramin;

mempengaruhi penyimpanan energi dengan menghambat absorbsi zatzat gizi contohnya orlistat, leptin, octreotide dan metformin; meningkatkan penggunaan energi. Farmakoterapi belum direkomendasikan untuk terapi obesitas pada anak, karena efek jangka panjang yang masih belum jelas. Terapi bedah di indikasikan bila berat badan > 200% BB Ideal. Prinsip terapi ini adalah untuk mengurangi asupan makanan atau memperlambat pengosongan lambung dengan cara gastric banding, dan mengurangi absorbsi makanan dengan cara membuat gastric bypass dari lambung ke bagian akhir usus halus. Sampai saat ini belum banyak penelitian tentang manfaat dan bahaya terapi ini pada anak. 2.2. Konsep Makanan Cepat Saji (Fast Food)

2.2.1.

Definisi Makanan Cepat Saji (Fast Food) Makanan cepat saji ( fast food ) adalah makanan yang tersedia dalam

waktu cepat dan siap disantap, seperti fried chiken, hamburger atau pizza. Mudahnya memperoleh makanan siap saji di pasaran memang memudahkan tersedianya variasi pangan sesuai selera dan daya beli. Selain itu, pengolahan dan penyiapannya lebih mudah dan cepat, cocok bagi mereka yang selalu sibuk ( Sulistijani, 2002).Kehadiran makanan cepat saji dalam industri makanan di Indonesia juga bisa mempengaruhi pola makan kaum remaja di kota. Khususnya bagi remaja tingkat menengah ke atas, restoran makanan cepat saji merupakan tempat yang tepat untuk bersantai. Makanan

di restoran fast food

ditawarkan dengan harga terjangkau dengan kantong

mereka, servisnya cepat dan jenis makanannya memenuhi selera. Makanan cepat saji umumnya mengandung kalori, kadar lemak, gula dan sodium (Na) yang tinggi tetapi rendah serat, vitamin A, asam akorbat, kalsium dan folat. Makanan cepat saji adalah gaya hidup remaja (Khomsan, 2004). Keberadaan restoran- restoran fast food yang semakin menjamur di

kota- kota besar di Indonesia, yang menyajikan berbagai makanan siap saji yang dapat berupa makanan tradisio nal Indonesia (seperti restoran padang) dan makanan barat (Kentucy fried chicken, California fried chicken) yang terkenal dengan ayam gorengnya, disamping jenis makanan yang tidak kalah popular seperti Burger, Pizza, Sandwich, dan sebagainya. Dengan manajemen yang handal dan juga dilakukannya terobosan misalnya pelayanan yang praktis, desain interior restoran dibuat rapi, menarik dan bersih tanpa meninggalkan unsur kenyamanan, serta rasanya yang lezat membuat mereka yang sibuk dalam pekerjaanya memilih alternatif untuk mengkonsumsi jenis fast food , karena lebih cepat dan juga mengandung gengsi bagi sebagian golongan masyarakat. Bahkan di hari libur pun biasanya banyak keluarga yang memilih makanan diluar dengan jajanan fast food (Khomsan, 2004). Makanan cepat saji seperti fried chicken dan French fries, sudah menjadi jenis makanan yang biasa dikonsumsi pada waktu makan siang atau makan malam remaja di enam kota besar di Indonesia seperti di Jakarta, Bandung, Semarang, Yokyakarta, Surabaya dan Denpasar. Menurut penelitian tersebut 15- 20% remaja di Jakarta mengonsumsi fried chicken dan burger sebagai makan siang dan 1 -6% mengonsumsi pizza dan spaggethi . Bila makanan tersebut sering dikonsumsi secara terus - menerus dan berlebihan dapat mengakibatkan gizi lebih (Mudjianto dkk, 1994). Makanan cepat saji mempunyai kelebihan yaitu penyajian cepat sehingga hemat waktu dan dapat dihidangkan kapan dan dimana saja, tempat saji dan penyajian yang higienis, dianggap makanan bergengsi, makanan modern, juga makanan gaul bagi anak muda. Makanan cepat saji yang dimaksud adalah jenis

makanan yang dikemas, mudah disajikan, praktis, atau diolah dengan cara sederhana. Makanan tersebut umumnya diproduksi oleh industri

psengolahan pangan dengan teknologi tinggi dan memberikan berbagai zat aditif untuk mengawetkan dan memberikan cita rasa bagi produk tersebut. 2.2.2. Kandungan Gizi Makanan Cepat Saji Secara umum makanan cepat saji mengandung kalori, kadar lemak, gula dan sodium (Na) yang tinggi tetapi rendah serat, vitamin A, asam akorbat, kalsium dan folat. Dan berikut ini gambaran kandungan nilai gizi dari

beberapa jenis makanan cepat saji yang saat ini banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena pengaruh tren globalisasi : 1. Komposisi gizi Pizza (100 g) Kalori ( 483 KKal), Lemak ( 48 g), Kolesterol ( 52 g), Karbohidrat ( 3 g ), Gula ( 3 g), Protein ( 3 g). 2. Komposisi gizi Hamburger (100 g) Kalori ( 267 KKal), Lemak ( 10 g), Kolesterol ( 29 mg ), Protein ( 11 g), Karbohidrat ( 33 g ), Serat kasar ( 3 g), Gula ( 7 g). 3. Komposisi gizi Donat (Ibh = 70 g) Kalori ( 210 Kkal ), Lemak ( 8 g),Karbohidrat ( 32 g ), Serat kasar (1g), Protein ( 3g), Gula ( 11 g ), Sodium ( 260 mg). 4. Komposisi gizi Fried Chicken (100 g) Kalori ( 298 KKal ), Lemak ( 16,8 g ), Protein ( 34,2 g), Karbohidrat ( 0,1 g). 5. Mie bakso sepiring 400 kalori 6. Chicken nugget 6 potong: 250 kalori 7. Mie Instant (1 bungkus) 330 Kalori 8. Kentang goreng mengandung 220 kalori 9. 2.2.3. Chicken nugget: protein 15,5%, lemak 9,7%, karbohidrat 66,7% (Muliany, 2005). Dampak Negatif Makanan Cepat Saji.

1. Meningkatkan Risiko Serangan Jantung Kandungan kolesterol yang tinggi pada makanan cepat saji dapat

mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah. Pembuluh darah yang tersumbat akan membuat aliran darah tidak lancar yang dapat

mengakibatkan terjadinya serangan jantung koroner. 2. Membuat Ketagihan

Makanan cepat saji mengandung zat aditif yang dapat membuat ketagihan dan merangsang untuk ingin terus memakannya sesering mungkin. 3. Meningkatkan Berat Badan Jika suka mengonsumsi makanan cepat saji dan jarang berolahraga, maka dalam beberapa minggu tubuh akan mengalami penambahan berat badan yang tidak sehat. Lemak yang di dapat dari mengonsumsi makanan cepat saji tidak digunakan dengan baik oleh tubuh jika tidak ber olahraga. Lemak inilah yang kemdian tersimpan dan menumpuk dalam tubuh. 4. Meningkatkan Risiko Kanker Kandungan lemak yang tinggi yang terdapat dalam makanan cepat saji dapat meningkatkan risiko kanker, terutama kanker payudara dan usus besar. 5. Memicu Diabetes Kandungan kalori dan lemak jenuh yang tinggi dalam makanan cepat saji akan memicu terjadinya resistensi insulin yang berujung pada penyakit diabetes. Resistensi insulin terjadi ketika sel- sel tubuh tidak merespon insulin sehingga menurunkan penyerapan glukosa yang menyebabkan banyak glukosa menumpuk di aliran darah. 6. Memicu Tekanan Darah Tinggi Garam dapat membuat masakan menjadi jauh lebih nikmat. Hampir semua makanan makanan cepat saji mengandung garam yang tinggi. Garam mengandung natrium, ketika kadar natrium dalam darah tinggi dan tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal, volume darah meningkat karena natrium bersifat menarik dan menahan air. Peningkatan ini menyebabkan jantung bekerja lebih keras untuk mengalirkan darah keseluruh tubuh yang menyebabkan tekanan darah tinggi. Bahaya makanan cepat saji yang telah dijabarkan oleh peneliti ilmiah dari beberapa ilmiah pakar serta penerhati nutrisi adalah sebagai berikut: a. Sodium (Na) tidak boleh kebanyakan terdapat didalam tubuh kita. Untuk ukuran orang dewasa, sodium yang aman jumlahnya tidak boleh lebih dari 3300 mg.Sodium yang banyak terdapat dalam makanan cepat saji dapat meningkatkan aliran dan tekanan darah sehingga bisa membuat tekanan darah tinggi. Tekanan darah tinggi juga akan berpengaruh munculnya gangguan ginjal, penyakit jantung dan stroke. Lemak jenuh

yang juga banyak terdapat dalam makanan cepat saji, yang berbahaya

bagi

tubuh karena

zat

tersebut

merangsang

organ

hati

untuk

memproduksi banyak kolesterol. Kolesterol sendiri didapat dengan dua cara, yaitu oleh tubuh itu sendiri dan ada juga yang berasal dari produk hewani yang kita makan dan dimasak terlalu lama. Kolesterol banyak terdapat dalam daging, telur, ayam, ikan, mentega, susu dan keju. Bila jumlahnya banyak, kolesterol dapat menutup saluran darah dan oksigen yang seharusnya mengalir ke seluruh tubuh. Tingginya jumlah lemak jenuh dalam makanan cepat saji akan menimbulkan kanker, terutama

kanker usus dan kanker payudara. Kanker payudara merupakan pembunuh terbesar setelah kanker usus. Lemak dari daging, susu, dan produk- produk susu merupakan sumber utama dari lemak jenuh. b. Selain itu, beberapa menu dalam restoran fast food juga mengandung banyak gula. Gula, terutama gula buatan, tidak baik untuk kesehatan karena dapat menyebabkan penyakit gula atau diabetes,kerusakan gigi dan obesitas. Minuman bersoda,cake, dan cookies mengandung banyak gula dan sangat sedikit vitamin serta mineralnya. Minuman bersoda mengandung paling bayak gula, sedangkan kebutuhan gula dalam tubuh tidak boleh lebih dari 4 g atau satu sendok teh sehari (Septiyani, 2011). 2.2.4. Upaya Meminimalisasi Dampak Negatif dari Makanan Cepat Saji Untuk mengurangi dan meminimalisasi dampak negatif makanan cepat saji dapat diupayakan dengan beberapa cara antara lain : 1. Menghindari makanan cepat saji beresiko. Walaupun hidangan yang akan dinikmati umumnya mengandung garam dan lemak tinggi, sebenarnya jenis makanan cepat saji beresiko yang indentik dengan fried chicken itu juga memliki kandungan protein yang cukup tinggi. Bila harus 1 atau 2 kali dalam sebulan atau 1 kali dalam seminggu ingin menikmati makanan fried chicken dirasa cukup aman dilakukan. Tetapi, apabila frekuensi menikmati makanan ini dilakukan lebih sering lagi, maka sebaiknya ketika menyantap sajian ini hendaknya dibarngi dengan mengkonsumsi sayuran dan buah - buahan. 2. Anjuran yang paling cocok bagi penggemar makanan cepat saji adalah hendaknya mereka mengimbangi konsumsi makanan tinggi lemak protein dengan makanan tinggi serat seperti sayuran, baik yang disajikan dalam bentuk mentah misalnya lalapan atau dalam bentuk olahan seperti sop atau salad dari berbagai sayuran dan buah - buahan.

3. Dianjurkan meminum air putih 8- 10 gelas per hari untuk mengimbangi minuman bersoda tinggi. Disamping itu, untuk mengurangi risiko makanan cepat saji yangn mengandung tinggi lemak dan tinggi kadar garamnya agar mengurangi porsi makanan atau memilih makanan dalam porsi kecil. 4. Buah- buahan merupakan senyawa vitamin, mineral, fitokimia, antioksidan, dan serat makanan alami.

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESA PENELITIAN 3.1. Kerangka konsep

Input

1. Karakteristik individu a. Konsumsi jajanan b. Umur c. Jenis kelamin d. Aktivitas fisik e. Hormone 2. Karakteriskik orang tua a. Pendidikan dan pengetahuan orang tua b. Penghasilan orang tua c. Genetic

Output

OBESITAS a. Resiko obesitas b. Tidak resiko obesitas

OBESITAS a. Obesitas ringan : IMT 25 29,9 b. Obesitas sedang : IMT 30 40 c. Obesitas berat : IMT >40

Lemak pada makanan cepat saji menumpuk Proses Kandungan makanan cepat saji (mengandung kalori, lemak, gula) sodium tinggi dan rendah serat Makanan cepat saji

Input

Keterangan :

: Variabel yang tidak di teliti : Variabel yang di teliti

3.2 Hipotesis H0 :

1. Tidak ada hubungan antara frekuensi konsumsi fast food dengan kejadian obesitas pada kelompok usia 12 14 tahun.

H1

1. Ada hubungan antara frekuensi konsumsi fast food dengan kejadian obesitas pada kelompok usia 12 14 tahun.

BAB IV METODE PENELITIAN

4.1.

Rancangan Penelitian Desain penelitian adalah suatu strategi untuk mencapai tujuan penelitian yang telah ditetapkan dan berperan sebagai pedoman atau penuntun peneliti pada sebuah proses

penelitian (Nursalam, 2003). Penelitian jenis ini menggunakan penelitian kuantitatif deskriptif yang menggunakan data primer yaitu dengan cara meminta responden untuk mengisi kuesioner yang telah disediakan. Rancangan penelitian yang digunakan adalah cross sectional dengan variabel dependen obesitas dan variabel independen frekuensi konsumsi fast food. 4.2. Tempat Penelitian dan Waktu Penelitian

4.2.1. Tempat penelitian penelitian ini dilaksanakan di SMP N 4 Malang. Diantara kelas VII, VIII, dan IX yang di jadikan objek penelitian ini adalah siswa kelas VII dan VIII yang berusia 12 14 tahun, pada SMP N 4 Malang yang terletak di jl. Veteran No.37 malang 4.2.2. waktu penelitian Penelitian ini dilakukan pada antara bulan november 2013 sampai Desember 2013 4.3. Identifikasi populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi Populasi adalah setiap subyek yang memenuhi kriteria inklusi yang telah ditetapkan (Nursalam, 2003). Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah siswa kelas VII dan VIII yang berusia 12 14 tahun di SMP N 4 Malang. 4.3.2. Sampel Sampel adalah bagian dari populasi yang dapat digunakan sebagai subyek penelitian melalui sampling (Nursalam, 2003). Sampel dalam populasi ini adalah siswa kelas VII dan VIII SMP N 4 Malang yang memenuhi criteria inklusi . Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah : 1. Remaja yang berumur 12 14 tahun. 2. Frekuensi menkonsumsi fast food >2x dalam seminggu 3. Bersedia menjadi responden Kriteria eksklusi 1. Responden tidak datang saat pengisian kuesioner

4.3.3. Jumlah Sampel Penetapan jumlah sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus : n = Keterangan:

= Jumlah sampel

N = Jumlah populasi d = tingkat sgnifikansi (0,1)

Dari rumus diatas, maka jumlah sampel yang diambil pada penelitian ini adalah :

480 1 480 (0,1) 2

= 480 / 5,8 = 83 4.3.4. Teknik Sampling Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat mewakili populasi dengan suatu cara yang ditempuh untuk memperoleh sampel yang benar-benar sesuai dengan keseluruhan subyek penelitian. Cara tersebut dinamakan sebagai teknik sampling (Nursalam, 2003). Penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling dimana sampel diambil sesuai dengan tujuan peneliti yang memenuhi kriteria inklusi (Nursalam, 2003) 4.4. Variabel Penelitian

4.4.1. Variabel Independen Variable independen dalam penelitian ini adalah konsumsi makanan cepat saji atau fast food terhadap kejadian obesitas pada kelompok usia 12 14 tahun. 4.4.2. Variabel Dependen Dalam penelitian ini yang menjadi variable dependen adalah obesitas pada kelompok usia 12 14 tahun. 4.5. Instrumen penelitian 1. BIA / Body Fat Monitoring digital merk omron type HBF 302 untuk mengukur persen lemak tubuh responden 2. Timbangan injak elektrik (seca digital) dengan ketelitian 0,1 kg dan kapasitas mencapai 200 kg yang berfungsi untuk mengukur berat badan responden 3. Microtoise dengan ketelitian 0,1 kg dan kapasitas pengukuran sampai dengan 200 cm dan berfungsi untuk mengukur tinggi badan responden

4. Kuesioner terstruktur yang telah di sediakan alternative jawabannya. 5. Food frequensi questioner (FFQ) untuk mengetahui jenis makanan yang di konsumsi

4.6.

Definisi Operasional Variable Obesitas Definisi Cara ukur Alat ukur Berat Hasil ukur 1.Obesitas:lebih Skala ordinal

Status gizi yang Penimban dinyatakan dengan Massa (IMT)

gan berat badan (BB) dari 95 persentil Indeks badan dan = seca, 2.tidak kurang persentil obesitas: dari 95

Tubuh pengukura ketelitian yang di n tinggi 0,1 kg Tinggi badan (TB) =mikrotoise , keteletian 0,1 cm

sesuaikan dengan umur dan jenis kelamin

badan

dengan off point lebih dari 95

persentil . (CDC, 2000) Kebiasaan makan fast food Frekuensi Form kuesioner 1=sering (lebih ordinal

responden dalam kuesioner mengkonsumsi diisi

dari 2x seminggu) 2=jarang (kurang

makanan siap saji sendiri / fast food seperti fried pizza, chicken, burger,

dari 2x seminggu) (willet, dalam 2003) 1998 Daryono,

hotdog,dll dalam seminggu terakhir. (Depkes, dalam 2003) 2001

Daryono,

4.7.

Uji Validitas dan Reliabilitas

4.7.1. Uji Validitas Uji validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur ini benar-benar mengukur apa yang di ukur. Alat yang memenuhi validitas memiliki ciri di antaranya memiliki ketepatan ukuran, mengukur apa yang akan diukur (sensitivitas), dan tidak terukur hal lain selain yang akan di ukur. Peneliti melakukan uji coba kuesioner. Uji kuesioner dilakukan dengan menyebarkan kuesioner pada orang yang mempunyai karakteristik hamper sama dengan responden. Uji coba dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pemahan responden terhadap pertanyaan -pertanyaan dan validitas pertanyaan dari kuesioner yang telah di buat. Uji coba dilakukan pada 30 orang yang bukan responden tetapi memiliki criteria yang sama. Untuk mengetahui apakah kuesioner yang disusun tersebut mampu mengukur yang hendak kita ukur, maka perlu diuji dengan uji korelasi antara skor (nilai) tiap-tiap item (pertanyaan) dengan skor total kuesioner tersebut. Standar yang dugunakan untuk menentukan valid dan tidaknya suatu instrument penelitian umumnya adalah perbandingan antara nilai r hitung dengan r tabel pada taraf kepercayaan 95% atau tingkat signifikan 5%. Data dikatakan valid apabila r hitung lebih besar dari r tabel.Teknik korelasi yang dipakai adalah teknik { Keterangan : =koefisien validitas item yang di cari = jumlah responden }{ } korelasi product moment yang rumusnya sebagai berikut:

= skor yang di peroleh = skor yang di peroleh subjek dalam setiap item = jumlah skor dalam variable X = jumlah skor dalam variable Y = jumlah kuadrat masing masing skor X = jumlah kuadrat masing masing skor Y = jumlah perkalian variable XY

Analisa korelasi berguna untuk menentukan sasaran yang menyatakan bagaimana kuat hubungan suatu variable dengan variable lain.

4.7.2. Uji Reliabilitas Uji relaibilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya dan dapat di andalkan untuk menguji . Hasil pengukuran tetap konsisten atau tetap azas bila dilakukan pengukuran berulang (konsistensi, akurasi, dan presisi) 4.8. Teknik Pengumpulan Data, Pengolahan Data, dan Analisis Data

4.8.1. Teknik Pengumpulan Data Dalam pengumpulan data, peneliti mengacu pada tahapan yang ditetapkan dalam prosedur di bawah ini: 1. Setelah proposal penelitian ajar maka disetujui oleh dosen pembimbing mengajukan dan surat

koordinator mata

dilanjutkan

dengan

permohonan izin kepada kepala sekolah SMPN 4 Malang. Untuk mengambil data. 2. Menyerahkan surat izin penelitian kepada pihak sekolah. 3. Mengadakan pendekatan serta memberikan penjelasan kepada calon

responden mengenai penelitian yang akan dilakukan. Calon responden yang bersedia menjadi responden akan diminta untuk menandatangani lembar persetujuan menjadi responden dengan terlebih dahulu membacanya. 4. Selama mengisi kuesioner, peneliti memberikan kesempatan kepada

responden untuk meminta penjelasan terhadap pertanyaan yang diberikan, bukan terhadap istilah istilah yang tidak dimengerti oleh responden. 5. Peneliti memberikan waktu kepada responden untuk menjawab semua pertanyaan dalam kuesioner.

6. Responden

harus

menjawab

seluruh

pertanyaan

yang

ada

dalam

kuesioner. Setelah seluruh pertanyaan di jawab oleh responden, kemudian kuesioner diserahkan kembali kepada peneliti. 7. Peneliti mengucapkan terima kasih kapada responden atas kesediaannya.

4.8.2. Teknik Pengolahan Data Desain penelitian ini adalah penelitian korelasi yang menguji hubungan antara mengkonsumsi makanan cepat saji dengan obesitas, setelah data yang diperlukan terkumpul, peneliti melakukan tahap sebagai berikut: 1. Editing yaitu proses awal dari pengolahan data dimulai dengan

pemeriksaan data dari lapangan, kemudian peneliti memastikan bahwa data yang diperoleh baik,artinya data tersebut telah terisi semua, konsistensi, relevan, dan dapat dibaca dengan baik. Hal ini dilakukan dengan meneliti tiap lembar kuesioner yang ada. 2. Coding yaitu data yang diperoleh dari sumber data yang sudah diperiksa kelengkapannya dilakukan pengkodean sebelum diolah dengan computer, dengan mengacu pada kode yang telah disusun. 3. Entry data yaitu kemungkinan kesalahan coding sering terjadi, namun peneliti sekecil mungkin menghindari kesalahan, kemudian data tersebut dimasukan kedalam computer dengan menggunakan piranti lunak computer 4. Cleaning yaitu pembersihan dilakukan dengan menyusun tabel frekuensi untuk memeriksa konsistensi variabel yang satu dengan yang lain, terutama untuk pertanyaan yang berhubungan 5. Penyajian data adalah penyajian data dengan bahasa ilmiah yang baik 4.8.3. Teknik Analisis Data 1. Analisis Univariat Analisis univariat ini digunakan untuk mendeskripsikan variable dependen obeitas dan variable independen frekuensi konsumsi makanan cepat saji atau fast food. Guna memperoleh gambaran secara keseluruhan dari variable dependen dan independen. 2. Analisis Bivariat Tujuan dilakukannya analisis bivariat adalah untuk menguji hubungan antara variabel dependen dan independen serta memberikan gambaran kemungkinan adanya

hubungan yang signifikan antara masing-masing variabel. Analisa yang di gunakan adalah uji chi square dengan kemaknaan p < 0, 05. Rumus :

Keterangan:

Untuk melihat hasil kemaknaan perhitungan hasil statistic digunakan batas kemaknaan p-value = 0,05 sehingga : a. Jika p-value , maka hasil perhitungan statistic bermakna.

b. Jika p-value > 0,05, maka hasil perhitungan statistic tidak bermakna. 4.9. Etika Penelitian Dalam melaksanakan penelitian ini, peneliti tetap mengutamakan unsur etika dan menjamin hak-hak dari responden dalam suatu penelitian, dengan cara : 4.9.1. Perijinan Peneliti membuat surat permohonan kepada ketua untuk Jurusan Keperawatan surat

FakultasKedokteran 4.9.2. Autonomy

Universitas

Brawijaya

Malang

mengeluarkan

permohonan bantuan perijinan untuk melaksanakan penelitian dan pengambilan data.

Responden mempunyai hak untuk menentukan apakah bersedia untuk menjadi responden atau tidak dengan mengisi informed consent. Informed consent yaitu surat persetujuan yang ditujukan kepada responden, setelah peneliti menjelaskan tentang penelitian yang akan dilakukan kepada responden. Pada penelitian ini,lembar persetujuan diberikan pada responden. Tujuannya agar responden mengetahui maksud dan tujuan penelitian serta dampak yang diteliti selama pengumpulan data 4.9.3. Anonimity Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan

nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan di sajikan. 4.9.4. Kerahasiaan Pada penelitian ini, kerahasiaan informasi dari responden dijamin oleh peneliti. Segala informasi dari responden hanya digunakan untuk kepentingan penelitian. Cara menjaga kerahasiaan identitas responden pada penelitian ini adalah dengan prinsip anonimity (tanpa nama) pada lembar kuesioner. Disamping itu, arsip kuesioner disimpan oleh peneliti 4.9.5. Right to Justice Pada penelitian ini responden diperlakukan secara adil sejak sebelum, selama, hingga sesudah keikutsertaannya dalam penelitian. Penelitian ini diselenggarakan tanpa adanya diskriminasi.

DAFTAR PUSTAKA Virgianto, G., dan Purwaningsih, E., 2006.Konsumsi Fast Food Sebagai FaktorRisiko Terjadinya Obesitas Pada Remaja. http://www.m3undip.org/ (diakses pada hari rabu 01 mei 2013) Almatsier, 2003.Prinsip DasarIlmu Gizi, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Sugondo S. Obesitas. Dalam : Sudoyo Aru W,Setiyohadi B,Alwi I,Simadibrata M,Setiati S,editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed.4. Jakarta: Interna Publishing, 2006; 1919-24. Mayer, J. 1980. Obesity. Dalam R.S. Goodhard dan M. E. Shil (Eds.), Modern Nutrition in Health and Disease (6th ed) (hlm. 721-739). Philadelpia: Lea and Febiger Departemen Kesehatan RI. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Indonesia Tahun 2007. Jakarta, 2008. Hidayati,Siti Nurul&Irawan Rudi. Obesitas Pada Anak

http://www.pediatrik.com/buletin/06224113652-048qwc.doc . Diakses pada hari rabu 01 mei 2013. CDC. 2000. Departemen Of Health And Human Services. 2002. CDC Growth Charts For The US. Method And Development. http//www.cdc.gov/. Diakses pada hari rabu 01 mei 2013. DEPKES RI., 2007. Profil Keseha tan Indonesia 2001, JakartaApriadji, Wied Harry. 1986. Gizi Keluarga. Penebar Swadaya. Jakarta Berg. Alan. 1986. Peranan Gizi Dalam Pembangunan Nasional. Rajawali. Jakarta. Brown, E. Judith. 2005. Nutrition. Wadsworth. USA World HealthOrganization Health Topics about Obesity.2011. Through the Life CycleSecond Edition.: Thomson

http://www.who.int/topics/obesity/en/(diakses pada hari rabu 01 mei) Khomsan, Ali., 2004. Pangan dan Gizi Untuk Kesehatan, Jakarta :Raja Grafindo Persada Waspadji, Sarwono. 2003. Pengkajian Status Gizi Studi Epidemiologi. FKUI. Jakarta

Syarif,Damayanti

Rusli.

2009.

Obesitas

pada

Anak

dan

Remaja.

http://iqbalzz.web.ugm.ac.id/second.php?action=viewartikel&id=5. Di akses rabu 01 mei 2013 Mudjianto TT, Hermina. 2004. Pengetahuan dan sikap terhadap kegemukan pada anak di antara ibu-ibu murid SD usia 9-10 tahun di kota Bandung. The Journal of Food and Nutrition Research. 27(2): 1-1 1. Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi dan Makanan. Bogor. Soraya f, indriawati. 2011. Hubungan konsumsi makanan cepat saji dan tingkat aktivitas fisik terhadap obesitas pada kelomok usia 11 13 tahun. Bagian fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadya Yogyakarta. Steppan CM, Lazar MA. Resistin and obesity-associated insulin resistance. Trends

Endocrinol Metab. 2002; 13: 1823. Rahmawati , Nuri. 2009. Aktifitas fisik . FKM UI. Hayati ,Nurjannah. 2009. Faktor faktor perilaku pada obesitas.FKM UI. Sari, Fatma. 2011. Faktor faktor yang berhubungan dengan terjadinya obesitas pada anak di TK YPI IBNU SYAM. FK UA. Hadiyanti,Irawan, R., dan Hidayat. 2006.Obesitas Pada Anak. http://www.pediatrik.com/(diakses pada 05 mei 2013) Aggoun, Y. 2007. Obesity, metabolic syndrom, and cardiovascular disease. Pediatric Research 61(6): 653-65

Anda mungkin juga menyukai