Anda di halaman 1dari 10

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Preeklampsia sampai saat ini masih merupakan masalah dalam pelayanan obstetrik dan merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin selain perdarahan dan infeksi. Angka kejadian preeklampsia sekitar 68% dari seluruh kehamilan, 3-7% terjadi pada nulipara, dan 0,8-5% pada multipara (Norwitz, 1999). Di Amerika serikat, hipertensi dalam kehamilan merupakan penyebab kematian maternal kedua setelah perdarahan dan 15% dari kematian ibu hamil disebabkan oleh preeklampsia. Preeklampsia merupakan sindrom spesifik kehamilan berupa hipertensi yang disertai proteinuria. Kedua gejala tersebut merupakan gejala yang paling penting dalam menegakkan diagnosis preeklampsia. Preeklampsia itu sendiri di bagi menjadi 2 menurut derajat keparahannya yaitu preeklampsia ringan : tekanan darah sistolik 140 160 mmHg dengan proteinuria samar (trace) sampai +1 dan preeklampsia berat : tekanan diastolik > 110 dengan protenuria +2 persisten atau lebih (Cunningham, 2005). Meskipun berbagai macam penelitian telah dilakukan, sampai saat ini penyebab preeklampsia belum diketahui secara pasti dan oleh Zweifel penyakit ini disebut dengan the disease of theories. Beberapa teori yang menjelaskan penyebab utama dari preeklampsia antara lain peran prostasiklin dan tromboksan, peran faktor imunologis, serta genetik (Wibisono, 1997). Preeklamsia dapat menyebabkan kelainan sistemik yang dapat berdampak pada multiorgan seperti otak dapat menyebabkan autoregulasi tidak berfungsi, paru yang dapat menyebabkan edema paru dan merupakan penyebab utama kematian Kelainan pada ginjal yang menyebabkan proteinuria dan retensi garam dan air, serta kelainan pada plasenta sehingga pasokan nutrisi dan oksigenasi yang mengganggu pertumbuhan janin (Wiknjosastro, 2006).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Preeklampsia 2.1.1 Definisi Preeklampsia adalah sindroma spesifik kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel (Cunningham, 2005). Preeklampsia juga diartikan hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan proteinuria (Angsar, 2009). Preeklampsia dibagi menjadi dua menurut derajat keparahannya yaitu preklampsia ringan : tekanan sistolik dan diastolik 140/90 mmHg dengan poteinuria 300mg/24jam atau 1+ dipstik dan preeklampsia berat : tekanan sistolik dan diastolik 160/110 mmHg dengan protenuria > 5 g/24 jam atau 4+ dalam pemeriksaan kualitatif (Angsar, 2009). 2.1.2 Preeklampsia Berat Preeklampsia berat ialah preeklampsia dengan tekanan darah sistolik 160 mmHg dan tekanan darah diastolik 110 mmHg disertai protenuria lebih dari 5 g/24 jam (Angsar, 2009). Preeklamsia berat dibagi menjadi preeklamsia berat tanpa impending eclampsia dan preeklamsia berat dengan impending eclampsia. Disebut impending eclampsia bila preeklampsia berat disertai dengan gejalagejala subjektif berupa nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium, dan kenaikan progresif tekanan darah. 2.1.3 Diagnosis preeklampsia berat Preeklampsia digolongkan preeklampsia berat bila ditemukan satu atau lebih gejala sebagai berikut; 1. 2. Tekanan darah sistolik 160 mmHg dan tekanan darah diastolik 110 mmHg. Protenuria lebih dari dari 5 g/24jam atau 4+ dalam pemeriksaan kulitatif.

3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

Oliguria, yaitu produksi urin kurang dari 500 cc/24jam. Kenaikan kadar kreatinin plasma. Gangguan visus dan serebral: penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma dan pandangan kabur. Nyeri epigastrium. Edema paru paru dan sianosis. Hemolisis mikroangiopatik. Trombositopenia berat : < 100.000 sel/ dengan cepat. atau penurunan trombosit

10. Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoselular ): peningkatan kadar alanin dan asparete aminotransferase. 11. Pertumbuhan janin intrauterin yang terhambat. 12. Sindroma HELLP 2.1.4 Etiologi preeklampsia berat Apa yang menjadi penyebab terjadinya preeklampsia hingga saat ini belum diketahui secara pasti. Namun terdapat beberapa teori yang menjelaskan penyebab utama dari preeklampsia (Wibisono, 1997) ; 1. Peran prostasiklin dan tromboksan Pada preeklampsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler, sehingga terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGI 2) yang pada kehamilan normal meningkat, aktifasi penggumpalan dan fibrinolisis yang kemudian akan diganti trombin dan plasmin. Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III, sehingga terjadi deposit fibrin. Aktifasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan (TXA2) dan serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel. 2. Peran faktor imunologis Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbul pada kehamilan berikutnya. Hal ini dapat diterangkan bahwa pada kehamilan pertama pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta yang tidak sempurna, dan semakin sempurna pada kehamilan berikutnya.
3

3. Genetik Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotipe ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika dibandingkan dengan genotipe janin. Telah terbukti bahwa pada ibu yang mengalami preeklampsia, 26% anak perempuannya akan mengalami preeklampsia pula, sedangkan hanya 8 % anak menantu yang mengalami preeklampsia. 2.1.5 Patogenesis preeklampsia Pada saat ini ada empat hipotesis yang mendasari patogenesis dari preeklampsia (Dekker G. A;Sibai B.M.,1998) sebagai berikut: 1. Iskemia plasenta Peningkatan deportasi sel tropoblast yang akan menyebabkan kegagalan invasi ke arteri spiralis dan akan menyebabkan iskemia pada plasenta. 2. Maladaptasi imun Terjadinya maladaptasi imun dan dapat menyebabkan dangkalnya invasi sel tropoblast pada arteri spiralis. Dan terjadinya disfungsi endotel dipicu oleh pembentukan sitokin , enzim proteolitik, dan radikal bebas. 3. Genetic imprinting Terjadinya preeklampsia dan eklampsia mungkin didasarkan pada gen resesif tunggal atau gen dominan dengan penetrasi yang tidak sempurna. Penetrasi mungkin tergantung pada genotip janin. 4. Perbandingan very low density lipoprotein dan toxicity preventing activity Sebagai kompensasi untuk peningkatan energi selama kehamilan, asam lemak non-esterifikasi akan dimobalisasi. Pada ibu hamil dengan kadar albumin yang rendah, pengangkatan kelebihan asam lemak nonesterifikasi dari jaringan lemak ke dalam hepar akan menurunkan aktivasi antitoksin albumin sampai pada titik dimana VLDL terekspresikan. Jika kadar VLDL melebihi TxPA maka efek toksi dan VLDL akan muncul.
4

Menurut Jaffe dkk. (1995) pada preeklampsia ada dua tahap perubahan yang mendasari patogenesanya. Tahap pertama adalah: hipoksia plasenta yang terjadi karena berkurangnya aliran darah dalam arteri spiralis. Hal ini terjadi karena kegagalan invasi sel tropoblas pada dinding arteri spiralis pada awal kehamilan dan awal trimester kedua kehamilan, sehingga arteri spiralis tidak dapat melebar dengan sempurna dengan akibat penurunan aliran darah dalam ruangan intervilus di plasenta sehingga terjadilah hipoksia plasenta. Hipoksia plasenta yang berkelanjutan ini akan membebaskan zat-zat toksis seperti sitokin, radikal bebas dalam bentuk lipid peroxidase dalam sirkulasi darah ibu, dan akan menyebabkan terjadinya oxidatif stress yaitu suatu keadaan dimana radikal bebas jumlahnya lebih dominan dari pada antioksidan (Robert J. M., 2004). Salah satu dari oksidan yang dihasilkan karena plasenta iskemia adalah radikal hidroksil yang sangat toksis terhadap sel endotel pembuluh darah. Radikal peroksidal ini akan menghancurkan membran sel yang mengandung banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak selain merusak membran sel juga merusak nukleus, dan protein sel endotel. Kerusakan sel endotel ini akan menggakibatkan terganggunya seluruh fungsi endotel, keadaan ini disebut disfungsi endothel, pada waktu terjadi kerusakan endotel maka akan terjadi : a. Gangguan metabolisme prostaglandin, yang berupa penurunan prostasiklin, yang merupakan suatu vasodilator kuat. b. Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi sel trombosit ini akan menutup tempat-tempat di lapisan endothel yang mengalami kerusakan. Agregasi ini akan menghasilkan tromboksan yang merupakan suatu vasokonstriktor kuat. c. Perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus d. Peningkatan permeabilitas kapiler e. Peningkatan bahan-bahan vasopresor f. Peningkatan faktor koagulasi
5

2.1.6 Perubahan fisiologik patologi 1. Otak Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan autoregulasi tidak berfungsi. Pada saat autoregulasi tidak berfungsi sebagaimana mestinya, jembatan penguat endotel akan terbuka dan dapat menyebabkan plasma dan sel-sel darah merah keluar ke ruang ekstravaskular. Hal ini akan menimbulkan perdarahan petekie atau perdarahan intrakranial yang sangat banyak. 2. Paru Edema paru biasanya terjadi pada pasien preeklampsia berat dan eklampsia dan merupakan penyebab utama kematian (Wiknjosastro, 2006). Edema paru bisa diakibatkan oleh kardiogenik ataupun non-kardiogenik dan biasa terjadi setelah melahirkan. Pada beberapa kasus terjadi hubungan dengan terjadinya peningkatan cairan yang sangat banyak. Hal ini juga dapat berhubungan dengan penurunan tekanan onkotik koloid plasma akibat proteinuria, penggunaan kristaloid sebagai pengganti darah yang hilang, dan penurunan albumin yang dihasilkan oleh hati. 3. Ginjal Kelainan pada ginjal yang penting adalah dalam hubungan proteinuria dan retensi garam dan air (Wiknjosastro, 2006). Cunningham (2005) melaporkan bahwa preeklampsia berkaitan dengan penurunan ekskresi kalsium melalui urin karena meningkatnya reabsorpsi di tubulus. Pada kehamilan normal, tingkat reabsorpsi meningkat sesuai dengan peningkatan filtrasi dari glomerulus. Penurunan filtrasi glomerulus akibat spasmus arteriol ginjal mengakibatkan filtrasi natrium melalui glomerulus menurun, yang menyebabkan retensi garam dan juga retensi air (Wiknjosastro, 2006). 4. Plasenta Menurunnya aliran darah ke plasenta mengakibatkan gangguan fungsi plasenta. Berkurangnya pasokan nutrisi dan oksigenasi mengganggu pertumbuhan janin sehingga bayi yang dilahirkan dapat mengalami bayi berat lahir rendah.
6

2.1.7 Komplikasi preeklampsia berat Komplikasi maternal: 1. Sepsis 2. Solusio plasenta 3. Disseminted Intravascular Coagulation 4. Hemolisis 5. Hipofibrinogen 6. Kelainan mata 7. Edema paru 8. Gagal ginjal akut 9. Sindroma HELLP 10. Perdarahan otak Komplikasi kehamilan: 1. Bayi berat lahir rendah. 2. Persalinan preterm asfiksia neonatorum. 3. Pertumbuhan janin terhambat. 4. Intra uterine fetal death.

2.1.8

Penanganan preeklampsia berat 1. Pasien harus segera dirujuk ke rumah sakit untuk rawat inap dan dianjurkan tirah baring miring ke satu sisi (kiri) 2. Monitoring input dan output cairan. Jika terdapat tanda-tanda edema paru, dapat diberikan 5% ringer dextrose atau cairan garam faali jumlah tetesan < 125 cc/jam Infus dextrose 5% tiap liternya diselingi dengan infus ringer laktat (60-125 cc/jam) 500cc

3. Pemberian obat anti kejang MgSO4 Cara pemberian: Loading dose: initial dose 4 gram MgSO4 intravena (40% dalam 10 cc) selama 15 menit. Maintenence dose Diberikan infus 6 gram dalam larutan Ringer/6jam atau diberikan 4 atau 5 gram intramuskular selanjutnya diberikan 4 gram intramuskular tiap 4-6jam Syarat-syarat pemberian MgSO4: Harus tersedia antidotum MgSO4 bila terjadi intoksikasi yaitu kalsium glukonan 10%=1g (10% dalam 10 cc) diberikan 3 menit, reflek patella kuat, frekuensi pernapasan >16 kali/menit, tidak ada tanda-tanda distress pernapasan MgSO4 dihentikan bila ada tanda-tanda intoksikasi atau setelah 24 jam setelah kejang terakhir 4. Diuretik seperti furosemid tidak diberikan secara rutin kecuali bila ada edema paru atau anasarka 5. Obat antihipertensi: nifedipin, hidralazine, labetalol 6. Glukokortikoid pada kehamilan 32-34 minggu, 2x24 jam untuk pematangan paru janin. 7. Konservatif: kehamilan tetap dipertahankan bersamaan dengan pemberian pengobatan medikamentosa, indikasi ialah bila kehamilan 37 minggu tanpa gejala impending eklampsia.

BAB III KESIMPULAN


Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai dengan proteinuria pada umur kehamilan lebih dari 20 minggu atau segera setelah persalinan. Preeklampsia dibagi menjadi dua, yaitu preeklampsia ringan dan preeklampsia berat. Preeklampsia ringan adalah preeklampsia dengan tekanan darah sistolik 140160 mmHg atau tekanan darah diastolik 90-110 mmHg. Preeklampsia digolongkan preeklampsia berat bila ditemukan satu atau lebih gejala sebagai berikut; Tekanan darah sistolik 160 mmHg dan tekanan darah diastolik 110 mmHg, Protenuria lebih dari dari 5 g/24jam atau 4+ dalam pemeriksaan kulitatif, oliguria (produksi urin kurang dari 500 cc/24jam), kenaikan kadar kreatinin plasma, gangguan visus dan serebral (penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma dan pandangan kabur), nyeri epigastrium, edema paru paru dan sianosis, hemolisis mikroangiopatik, trombositopenia berat (< 100.000 sel/ atau penurunan trombosit dengan cepat), gangguan fungsi hepar/kerusakan hepatoselular (peningkatan kadar alanin dan asparete aminotransferase), pertumbuhan janin intrauterin yang terhambat, dan sindroma HELLP. Hingga saat ini etiologi dan patogenesis preeklampsia masih belum diketahui dengan pasti. Adapun hipotesis yang diajukan diantaranya adalah genetik, iskemik plasenta, Perbandingan very low density lipoprotein dan toxicity preventing activity, dan imunologis. Talaksanan preeklampsia berat dilakukan dengan medikamentosa dan penanganan obstetri. Dengan medikaentosa meliputi tirah baring, oksigen, kateter mentap, intra vena fluid drift, antikejang MgSO4, dan antihipertensi. Penanganan obstetri yaitu menentukan keputusan apakah dilakukan terminasi kehamilan atau tindakan konservatif.

DAFTAR PUSTAKA
Angsar, MD 2009, Hipertensi dalam kehamilan, dalam Ilmu Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta. Arief, dkk. 2009. Neonatus & Asuhan Keperawatan Anak. Jakarta. Nuha Medika Cunningham, MacDonald, Grant.2006. Obstetri Williams Edisi 21. Jakarta: EGC Norwitz, E. 1999. Prevention of Preeclampsia. COG 42 (3) 436. Robert J. M., Carl A Hubel Oxydative Stress in Preeclampsia. AJOG 2004:190 117-8 Sibai B, Dekker G, Kupferminc M. Pre-eclampsia. Lancet [internet]. 2005 [diakses tgl 1 september 2012 ] 365: 785-99. Wibisono B. Kematian Perinatal pada preeklampsia eklampsia . Fak. Bedah. Undip semarang, 1997;6-12 Wiknjosastro, Hanifa, 2006, Ilmu Kebidanan, Edisi Ketiga, Jakarta : YBP-SP. Kebidanan

Sarwono Prawirodrdjo, edk 4, eds. T Rachimhadhi & Wiknjosastro GH,

10

Anda mungkin juga menyukai