Anda di halaman 1dari 33

Presentasi jhljp kasus

STATUS PASIEN RUANG RAWAT BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR BPK RSUZA- BANDA ACEH
Oleh : NASTASIA 0607101070041
Pembimbing:

Dr. Rus Munandar, SpJp, FIHA FAHA

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR FAKULTAS KEDOKTERAN UNSYIAH-BPK RSUZA BANDA ACEH

2010

STATUS PASIEN RUANG RAWAT BAGIAN/SMF KARDIOLOGI BPK RSUZA BANDA ACEH PRESENTASI KASUS

I.

IDENTITAS PASIEN Nama Umur Jenis Kelamin Suku Agama Alamat No. CM Tanggal Masuk Tanggal Keluar : Tn. Zadri : 53 tahun : Laki-laki : Aceh : Islam : Ulee Kareng : 0-68-71-18 : 17 September 2010 : 21 September 2010

II.

VITAL SIGN Keadaan Umum : sedang Kesadaran Tekanan Darah Heart rate Respiratory rate Temperature : CM : 130/80 mmHg : 100 x/menit (reguler) : 36 x/menit : 36,6 oC

III.

ANAMNESIS Aloanamnesa a. Keluhan Utama : Nyeri dada

b. Keluhan Tambahan : Sesak nafas c. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang dibawa oleh keluarga dengan keluhan nyeri dada yang terjadi saat tidur pukul 02.00 pagi , nyeri seperti di

tekan, dirasakan sejak 5 jam sebelum masuk rumah sakit. Sesak juga dirasakan os , sesak tidak berhubungan dengan aktifitas. Nyeri dada menjalar (-), riwayat hipertensi (+), riwayat diabetes mellitus (+) kurang lebih 15 tahun yang lalu, riwayat merokok (+) kurang lebih 4 tahun, sebelumnya pasien pernah dirawat di ruang rawat jantung RSUDZA dan pasien pernah dipasang balon 4 tahun yang lalu. d. Riwayat Penyakit Dahulu Sebelumnya, pasien pernah dirawat di Ruang rawat jantung dengan penyakit yang sama. e. Riwayat Penyakit Keluarga Orang tua pasien : hipertensi (+)

f. Riwayat Pemakaian Obat Captopril g. Faktor Resiko yang Tidak Dapat Dimodifikasi - Usia - Jenis Kelamin - Riwayat Keluarga - Ras h. Faktor Resiko yang Dapat Dimodifikasi - Perokok berat , mulai berhenti 4 tahun yang lalu - Gemar mengkonsumsi makanan berlemak - Riwayat hipertensi - Riwayat Diabetes Mellitus - Kolesterol - Jarang berolahraga IV. PEMERIKSAAN FISIK a. Status Present Keadaan Umum Kesadaran Tekanan Darah : Sedang : CM : 130/80 mmHg

Frekuensi Jantung Frekuensi Nafas Temperatur

: 100 x/menit reguler : 36 x/menit : 36,6 oC

b. Status General Kulit Warna Turgor Ikterus Anemi Sianosis Oedema : Putih : Kembali cepat : (-) : (-) : (-) : (-)

Kepala Bentuk Rambut Mata : Kesan Normocephali : Berwarna hitam, sukar dicabut : Cekung (-), pupil isokor refleks cahaya (+/+), sklera ikterik (-/-) Telinga Hidung Mulut Bibir Gigi geligi Lidah Mukosa Tenggorokan Faring : Pucat (-), Sianosis (-) : Karies (-) : Beslag (-), Tremor (-) : Basah (+) : Tonsil dalam batas normal : hiperemis (-) : Sekret (-/-), perdarahan (-/-) : Sekret (-/-),perdarahan (-/-), NCH (-/-)

Leher Bentuk Kel. Getah Bening : Kesan simetris : Kesan simetris, Pembesaran KGB (-)

Peningkatan TVJ Axilla Thorax 1. Thoraks depan Inspeksi

: (-) : Pembesaran KGB (-)

Bentuk dan Gerak Tipe pernafasan Retraksi Palpasi

: Kesan simetris : Thorako-abdominal : (-)

Stem premitus Lap. Paru atas Lap. Paru tengah Lap.Paru bawah Perkusi

Paru kanan Normal Normal Normal

Paru kiri Normal Normal Normal

Paru kanan Lap. Paru atas Lap. Paru tengah Lap.Paru bawah Auskultasi Suara pokok Lap. Paru atas Lap.Paru tengah Lap.Paru bawah Paru kanan Vesikuler Vesikuler Vesikuler Sonor Sonor Sonor

Paru kiri Sonor Sonor Sonor

Paru kiri Vesikuler Vesikuler Vesikuler

Suara tambahan Lap. Paru atas Lap. Paru tengah Lap. Paru bawah

Paru kanan Rh(-) , Wh(-) Rh(-) , Wh(-) Rh(-) , Wh(-)

Paru kiri Rh(-) , Wh(-) Rh(-), Wh(-) Rh(-), Wh(-)

2. Thoraks Belakang Inspeksi : Kesan simetris : Thorako-abdominal : (-)

Bentuk dan Gerak Tipe pernafasan Retraksi Palpasi

Stem premitus Lap. Paru atas Lap. Parutengah Lap.Paru bawah

Paru kanan Normal Normal Normal

Paru kiri Normal Normal Normal

Perkusi Paru kanan Paru kiri Sonor Sonor Sonor

Lap. Paru atas Lap. Parutengah Lap.Paru bawah

Sonor Sonor Sonor

Auskultasi Paru kanan Vesikuler Vesikuler Vesikuler Paru kiri Vesikuler Vesikuler Vesikuler

Suara pokok Lap. Paru atas Lap.Paru tengah Lap.Paru bawah

Suara tambahan Lap. Paru atas Lap. Paru tengah Lap. Paru bawah

Paru kanan Rh(-) , Wh(-) Rh(-) , Wh(-) Rh(-) , Wh(-)

Paru kiri Rh(-) , Wh(-) Rh(-), Wh(-) Rh(-), Wh(-)

Jantung Inspeksi Palpasi : Ictus cordis tidak terlihat : Ictus cordis teraba ICR IV, 1 cm dibawah LMCS Auskultasi : BJ I > BJ II, reguler, bising (-)

Abdomen Inspeksi Palpasi : Kesan simetris, distensi (-) : Distensi abdomen (-), Nyeri tekan (-), Lien tidak teraba, hepar tidak teraba Perkusi Auskultasi : Tympani usus (+), pekak hati (+), asites (-) : peristaltik usus (N)

Genetalia

: Laki-laki, kelainan kongenital (-)

Anus

: (+) tidak ada kelainan

Ekstremitas Ekstrimitas Superior Kanan Sianotik Edema Ikterik Gerakan Tonus otot Sensibilitas Atrofi otot Aktif Normotonus N Kiri Aktif Normotonus N Kanan Aktif Normotonus N Aktif Normotonus N Inferior Kiri -

V.

PEMERIKSAAN LABORATURIUM

Laboratorium (18 Sept 2010) Hematologi Jenis pemeriksaan Haemoglobine Leukosit Trombosit Hitung jenis LED Hematokrit KGD puasa KGD PP Total Kolesterol 18 Sept 2010 15,4 gr/dl 8,4 x 103 /ul 210 x 103 / ul 9/0/1/56/29/5 95 45 % 238 mg/dl 315mg/l 366 mg/dl Nilai Rujukan 13,0-17 gr/dl 4,1-10,5.103/ul 150-400.103/ul 3/1/6/50/70/40/8 0-20 40-55% 60-100 mg/dl 100-140 mg/dl <200mg/dl

Bacaan EKG tgl 17 September 2010

Irama sinus Qrs rate Axis Gel P Interval PR

: Rhytme : 90 x/i : LAD : 0,08 : 0,20 s

Kompleks QRS Segmen ST elevasi ST depresi T inverted Q patologis Hipertrofi Ekstrasistole Kesan Interpretasi :

: 0,08 s

: Tidak Ada : Tidak Ada : Tidak Ada : V1-V3, II, II, AVf : Tidak Ada : Tidak Ada : OMI anteroseptal dan inferior

- Q patologis di sadapan V1-V3 menandakan letak infark di anteroseptal - Q patologis di sadapan II, III, Avf menandakan letak infark di inferior - Terdapatnya gelombang Q patogis(V1-V3) dan (II, III, AVf) menandakan Infark miokard lama.

RESUME Pasien datang dibawa oleh keluarga dengan keluhan nyeri dada yang terjadi saat tidur pukul 02.00 pagi , nyeri seperti di tekan, dirasakan sejak 5 jam sebelum masuk rumah sakit. Sesak juga dirasakan os saat dirumah sakit, sesak tidak berhubungan dengan aktifitas. Nyeri dada menjalar (-), riwayat hipertensi (+), riwayat diabetes mellitus (+) kurang lebih 15 tahun yang lalu, riwayat merokok (+) kurang lebih 4 tahun, sebelumnya pasien pernah dirawat di ruang rawat jantung RSUDZA dan pasien pernah dipasang balon 4 tahun yang lalu. Nyeri dada menjalar (-), riwayat hipertensi (+), riwayat diabetes mellitus (+) kurang lebih 15 tahun yang lalu, riwayat merokok (+) kurang lebih 4 tahun, sebelumnya pasien pernah dipasang balon 4 tahun yang lalu. Dari pemeriksaan vital sign didapatkan keadaan Umum: sedang, Kesadaran: CM, TD: 130/80 mmHg, HR: 100x/ menit, RR: 36 x/menit, T: 36,6
0

C. Dari pemeriksaan fisik didapatkan thorax simetris, dan pemeriksaan fisik

lainnya dalam batas normal.

Dari pemeriksaan laboraturium didapatkan peningkatan LED, Total kolesterol, KGDS, KGD PP.

VII.

DIAGNOSA SEMENTARA Old Infark Miokard anteroseptal dan inferior + HHD

VIII.

PENATALAKSAAN UMUM Tirah baring Diet rendah kalori

KHUSUS - IVFD RL 10 gtt/i - Clopidrogel 1 x 75 mg - ISDN 3 x 5 mg - Captopril 2 x 6,25 mg - Antasid syrup 3 x C I - Injeksi ranitidine 1 amp / 12 jam

IX.

PROGNOSIS Quo ad Vitam : dubia ad bonam

Quo ad Sanactionam : dubia ad bonam Quo ad Functionam : dubia ad bonam

10

Follow up Tanggal 17/9/10 S Nyeri dada Sesak nafas KU Kes TD HR RR : sedang : CM : 130/80 mmHg : 90 x/menit : 24 x/ menit O A OMI Anteroseptal dan inferior P
- IVFD RL 10 gtt/i - Clopidrogel 1x75 mg - ISDN 3 x 5 mg - captopril 2 x 6,25 - Antasid 3 x C I

Suhu : 36,6 0C

- inj ranitidine 1 amp / 12 jam

Kepala : dbn Mata : cekung (-/-) konj.pct (+/+) sklera ikt (-/-) Telinga : serumen (-) Hidung : sekret (-), NCH (-) Mulut : bibir : pucat (-) sianosis (-) lidah : beslag (-) geligi : karies (-) faring : hiperemis (-) Leher Thorax : TVJ (-) : simetris, retraksi (-)

Planning tindakan: - Darah lengkap

Paru-paru : vesikuler (+/+) rh (-/-), wh (-/-) Jantung : bj 1 > bj II, bising (-) Abdomen : distensi (-), H/L (ttb) peristaltik (N)

11

Ekstremitas : Udem(-) Tanggal 18/9/10 S Nyeri dada KU Kes TD HR RR : sedang : CM : 140/100 mmHg : 78 x/menit : 24 x/ menit O A OMI Anterior dan Inferior P
- IVFD RL 10 gtt/i - Clopidrogel 1x75mg - ISDN 3 x 5 mg - captopril 2 x 6,25 mg - Antasid 3 x C I

Suhu : 36,6 0C

- inj ranitidine 1 Kepala : dbn Mata : cekung (-/-) konj.pct (+/+) sklera ikt (-/-) Telinga : serumen (-) Hidung : sekret (-), NCH (-) Mulut : bibir : pucat (-) sianosis (-) lidah : beslag (-) geligi : karies (-) faring : hiperemis (-) Leher Thorax : TVJ (-) : simetris, retraksi (-) amp / 12 jam

Paru-paru : vesikuler (+/+) rh (-/-), wh (-/-) Jantung : bj 1 > bj II, bising (-) Abdomen : distensi (-), H/L (ttb) peristaltik (N) Ekstremitas : Udem(-)

12

Tanggal 19/9/10

S Tidak ada keluhan KU Kes TD HR RR : sedang : CM

A OMI Anteroseptal dan inferior

P
- IVFD RL 10 gtt/I - clopidrogel 1x75mg - ISDN 3 x 5 mg - captopril 2x6,25 mg - Antasid 3 x C I

: 150/110 mmHg : 80x/menit : 18 x/ menit

Suhu : 36,6 oC

- inj ranitidine 1 amp / 12 jam

Kepala : dbn Mata : cekung (-/-) konj.pct (-/-) sklera ikt (-/-) Telinga : serumen (-) Hidung : sekret (-), NCH (-) Mulut : bibir : pucat (-) sianosis (-) lidahq : beslag (-) geligi : karies (-) faring : hiperemis (-) Leher Thorax : TVJ (-) : simetris, retraksi (-)

Paru-paru : vesikuler (+/+) rh (-/-), wh (-/-) Jantung : bj 1 > bj II, bising (-) Abdomen : distensi (-), H/L (ttb) peristaltik (N) ekstremitas : udem (-)

13

Tanggal 20/9/10

S Tidak ada keluhan

O KU Kes TD HR RR : baik : CM : 150/100 mmHg : 85 x/menit : 18 x/ menit

A OMI Anteroseptal dan Inferior

P
- IVFD RL 10 gtt/I - clopidrogel 1x75 mg - ISDN 3 x5 mg - captopril 2x 6,25 mg - Antasid 3 x C I - inj ranitidine 1 amp

Suhu : 36,6 oC

Kepala : dbn Mata : cekung (-/-) konj.pct (+/+) sklera ikt (-/-) Telinga : serumen (-) Hidung : sekret (-), NCH (-) Mulut : bibir : pucat (-) sianosis (-) lidah : beslag (-) geligi : karies (-) faring : hiperemis (-) Leher Thorax : TVJ (-) : simetris, retraksi (-)

/ 12 jam

Paru-paru : vesikuler (+/+) rh (-/-), wh (-/-) Jantung : bj 1 > bj II, bising (-) Abdomen : distensi (-), H/L (ttb) peristaltik (N) ekstremitas : udem (-)

14

Tanggal 21/9/10

S Tidak ada keluhan KU Kes TD HR RR : baik : CM

A OMI amteroseptal dan inferior

P
- IVFD RL 10 gtt/I - clopidrogel 1x75 mg - ISDN 3 x 5 mg - captopril 2x6,25 mg - Antasid 3 x C I - inj ranitidine 1 amp / 12 jam

: 130/90 mmHg : 80 x/menit : 20x/ menit

Suhu : 36,6 oC

Kepala : dbn Mata : cekung (-/-) konj.pct (-/-) sklera ikt (-/-) Telinga : serumen (-) Hidung : sekret (-), NCH (-) Mulut : bibir : pucat (-) sianosis (-) lidah : beslag (-) geligi : karies (-) faring : hiperemis (-) Leher Thorax : TVJ (-) : simetris, retraksi (-)

Paru-paru : vesikuler (+/+) rh (-/-), wh (-/-) Jantung : bj 1 > bj II, bising (-) Abdomen : distensi (-), H/L (ttb) peristaltik (N)

ekdtremitas : udem (-)

15

XI.

KEADAAN PULANG Pasien diperbolehkan pulang pada hari rawatan V tanggal 21 September 2010. Keadaan Umum Kesadaran Tekanan Darah Frekuensi Jantung Frekuensi Nafas Suhu : Baik : CM : 130/90 mmHg : 80 x/ menit, irreguler : 20 x/ menit : 36,6 oC

XI.

OBAT KETIKA PULANG


- Clopidrogel 1 x 75 mg - ISDN 3x 5 mg - captopril 2 x 6,25 mg - Antasida Syr 3x C 1 - Ranitidine tab 2 x 150 mg

XII.

ANJURAN KETIKA PULANG Edukasi pasien untuk beristirahat dirumah Memperbaiki kualitas makanan Minum obat pulang dengan teratur Kontrol poli jantung

16

BAB II INFARK MIOKARD 2.1 DEFINISI Serangan Jantung (infark miokardial) adalah suatu keadaan dimana secara tiba-tiba terjadi pembatasan atau pemutusan aliran darah ke jantung, yang menyebabkan otot jantung (miokardium) mati karena kekurangan oksigen. Proses iskemik miokardium lama yang mengakibatkan kematian (nekrosis) jaringan otot miokardium tiba-tiba.1,2 2.2 FAKTOR RISIKO3 Secara garis besar terdapat dua jenis factor resiko bagi setiap orang untuk terkena AMI, yaitu factor resiko yang bisa dimodifikasi dan factor resiko yang tidak bisa dimodifikasi. a. Faktor Resiko Yang Dapat Dimodifikasi Merupakan factor resiko yang bisa dikendalikan sehingga dengan intervensi tertentu maka bisa dihilangkan. Yang termasuk dalam kelompok ini diantaranya: Merokok Peran rokok dalam penyakit jantung koroner ini antara lain: menimbulkan aterosklerosis; peningkatan trombogenessis dan

vasokontriksi; peningkatan tekanan darah; pemicu aritmia jantung, meningkatkan kebutuhan oksigen jantung, dan penurunan kapasitas pengangkutan oksigen Merokok 20 batang rokok atau lebih dalam sehari bisa meningkatkan resiko 2-3 kali disbanding yang tidak merokok.

17

Konsumsi alkohol Meskipun ada dasar teori mengenai efek protektif alkohol dosis rendah hingga moderat, dimana ia bisa meningkatkan trombolisis endogen, mengurangi adhesi platelet, dan meningkatkan kadar HDL dalam sirkulasi, akan tetapi semuanya masih controversial Tidak semua literature mendukung konsep ini, bahkan peningkatan dosis alcohol dikaitkan dengan peningkatan mortalitas cardiovascular karena aritmia, hipertensi sistemik dan kardiomiopati dilatasi.

Infeksi Infeksi Chlamydia pneumoniae , organisme gram negative intraseluler dan penyebab umum penyakit saluran perafasan, tampaknya berhubungan dengan penyakit koroner aterosklerotik

Hipertensi sistemik. Hipertensis sistemik menyebabkan meningkatnya after load yang secara tidak langsung akan meningkan beban kerja jantung. Kondisi seperti ini akan memicu hipertropi ventrikel kiri sebagai kompensasi dari meningkatnya after load yang pada akhirnya meningkatan kebutuhan oksigen jantung.

18

Obesitas Terdapat hubungan yang erat antara berat badan, peningkatan tekanan darah, peningkatan kolesterol darah, DM tidak tergantung insulin, dan tingkat aktivitas yang rendah.

Kurang olahraga Aktivitas aerobic yang teratur akan menurunkan resiko terkena penyakit jantung koroner, yaitu sebesar 20-40 %.

Penyakit Diabetes Resiko terjadinya penyakit jantung koroner pada pasien dengan DM sebesar 2- 4 lebih tinggi dibandingkan orang biasa. Hal ini berkaitan dengan adanya abnormalitas metabolisme lipid, obesitas, hipertensi sistemik, peningkatan trombogenesis (peningkatan tingkat adhesi platelet dan peningkatan trombogenesis).

19

b.

Faktor Resiko Yang Tidak Dapat Dimodifikasi Merupakan factor resiko yang tidak bisa dirubah atau dikendalikan, yaitu diantaranya: Usia Resiko meningkat pada pria di atas 45 tahun dan wanita di atas 55 tahun (umumnnya setelah menopause) Jenis Kelamin Morbiditas akibat penyakit jantung koroner (PJK)pada laki-laki dua kali lebih besar dibandingkan pada perempuan, hal ini berkaitan dengan estrogen endogn yang bersifat protective pada perempuan. Hal ini terbukti insidensi PJK meningkat dengan cepat dan akhirnya setare dengan laki pada wanita setelah masa menopause Riwayat Keluarga Riwayat anggota keluarga sedarah yang mengalami PJK sebelm usia 70 tahun merupakan factor resiko independent untuk terjadinya PJK. Agregasi PJK keluarga menandakan adanya predisposisi genetic pada keadaan ini. Terdapat bukti bahwa riwayat positif pada keluarga mempengaruhi onset penderita PJK pada keluarga dekat RAS Insidensi kematian akibat PJK pada orang Asia yang tinggal di Inggris lebih tinggi dibandingkan dengan peduduk local, sedangkan angka yang rendah terdapat pada RAS apro-karibia

20

Geografi Tingkat kematian akibat PJK lebih tinggi di Irlandia Utara, Skotlandia, dan bagian Inggris Utara dan dapat merefleksikan perbedaan diet, kemurnian air, merokok, struktur sosio-ekonomi, dan kehidupan urban.

Tipe kepribadian Tipe kepribadian A yang memiliki sifat agresif, kompetitif, kasar, sinis, gila hormat, ambisius, dan gampang marah sangat rentan untuk terkena PJK. Terdapat hubungan antara stress dengan abnnormalitas metabolisme lipid.

Kelas sosial Tingkat kematian akibat PJK tiga kali lebih tinggi pada pekerja kasar laki-laki terlatih dibandingkan dengan kelompok pekerja profesi (seperti dokter, pengacara dll). Selain itu frekuensi istri pekerja kasar ternyata 2 kali lebih besar untuk mengalami kematian dini akibat PJK dibandingkan istri pekerja professional/non-manual.

2.3 PATOFISIOLOGI Infark miokard umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Pada sebagian besar kasus infark terjadi jika plak ateroslerosis mengalami fisur, ruptur, atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang

mengakibatkan obstruksi arteri koroner. Penelitian histologis menunjukkan plak

21

koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai fibrous cap yang tipis dan inti kaya lipid (lipid rich core)1 Lokasi dan luasnya infark tergantung pada arteri yang oklusi dan aliran darah kolateral. Infark miokard yang mengenai endokardium sampai epikardium disebut infark transmural, namun bisa juga hanya mengenai daerah subendokardial. Setelah 20 menit terjadi sumbatan, infark sudah dapat terjadi pada subendokardium dan bila berlanjut terus rata-rata dalam 4 jam telah terjadi infark transmural. Hal ini kadangkadang belum selesai karena daerah sekitar infark masih dalam bahaya bila proses iskemia masih berlanjut.3 Bila arteri left anterior descending yang oklusi infark mengenai dinding anterior ventrikel kiri dan bisa mengenai septum. Bila arteri Left circumflex yang oklusi, infark mengenai dinding lateral atau posterior dari ventrikel kiri. Bila arteri koroner kanan yang oklusi, infark terutama mengenai dinding inferior dari ventrikel kiri, tetapi bisa juga septum dan ventrikel kanan. Oklusi arteri koronaria bisa juga tidak sampai menimbulkan infark bila daerah yang diperdarahi arteri yang oklusi tersebut mendapat pasok oleh kolateral pembuluh arteri lain.4 Otot yang mengalami infark akan mengalami serangkaian perubahan selama berlangsungnya proses penyembuhan. Mula-mula otot yang mengalami infark tampak memar dan sianotik akibat berkurangnya aliran darah regional. Dalam jangka waktu 24 jam timbul edema pada sel-sel , respon peradangan disertai infiltrasi leukosit. Enzim-enzim jantung dilepaskan dari sel-sel ini. Menjelang hari kedua atau ketiga mulai terjadi proses degradasi jaringan dan pembuangan semua serabut nekrotik. Selama fase ini dinding nekrotik relatif tipis. Sekitar minggu ketiga mulai terbentuk jaringan parut. Lambat laun jaringan ikat fibrosa menggantikan otot yang nekrosis dan mengalami penebalan yang progresif. 5 Infark miokard jelas akan menurunkan fungsi ventrikel karena otot yang nekrosis kehilangan daya kontraksi sedangkan otot iskemia disekitarnya juga mengalami gangguan daya kontraksi. Secara fungsional infark miokard akan menyebabkan perubahan-perubahan seperti pada iskemia : daya kontraksi menurun,

22

gerakan dinding abnormal, perubahan daya kembang dinding ventrikel, pengurangan volume sekuncup, pengurangan fraksi ejeksi, peningkatan volume akhir sistolik dan akhir diastolik ventrikel dan peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri.5

2.4. DIAGNOSIS Pada kebanyakan kasus, diagnosis didasarkan atas karakter, lokasi, dan lamanya sakit dada. Sakit dada yang lebih dari 20 menit dan tidak ada hubungannya dengan aktifitas atau latihan, serta tidak hilang dengan nitrat biasanya dipakai untuk membedakannya dengan angina pektoris.4 Adanya perubahan EKG, didukung oleh tingkat serum enzim yang abnormal memperkuat diagnosis untuk infark miokard. Diagnosis infark miokard dapat ditegakkan bila memenuhi 2 dari 3 kriteria: nyeri dada khas infark, peningkatan serum enzim lebih dari 1 kali nilai normal, dan terdapat evolusi EKG khas infark.1,5 a. Anamnesis dan pemeriksaan fisiko; Keluhan utama adalah sakit dada yang terutama dirasakan di daerah sternum, tetapi bisa menjalar ke dada kiri atau kanan, ke rahang, ke bahu kiri dan kanan dan

23

pada satu atau kedua lengan. Biasanya digambarkan sebagai rasa tertekan, terhimpit, diremas-remas, rasa berat atau panas, kadang-kadang penderita melukiskannya hanya sebagai rasa tidak enak didada. Walaupun sifatnya dapat ringan sekali, tetapi rasa sakit itu biasanya berlangsung lebih dari setengah jam, dann jarang ada hubungannya dengan aktivitas serta tidak hilang dengan istirahat atau pemberian nitrat.1,4 Keadaan umum penderita membaik bila rasa sakit sudah dikendalikan dan sering sekali dalam beberapa jam penderita terlihat baik. Volume dan laju denyut nadi bisa normal, tetapi pada kasus berat nadi kecil dan cepat. Tekanan darah biasanya menurun selama beberapa jam atau hari dan pelan-pelan kembali ke keadaan normal dalam 2 atau 3 minggu, tetapi juga dapat menurun sampai terjadi hipotensi berat.4

b.Elektrokardiogram Gambaran yang khas yaitu timbulnya gelombang Q yang besar, elevasi segmen ST dan inversi gelombang T. Diduga perubahan gelombang Q disebabkan oleh jaringan mati, kelainan segmen ST karena injury otot dan kelainan-kelainan gelombang T karena iskemia. 1,4

24

Sadapan dimana gambaran infark terlihat tergantung pada lokasi. Infark anteroseptal menimbulkan perubahan pada lokasi. Infark anteroseptal menimbulkan perubahan pada sadapan V1-V3. Infark anterolateral menimbulkan perubahan pada sadapan V4-V6, sadapan I dan AVL. Infark anterior pada sadapan V1-V4 atau bahkan sampai V6, sadapan I dan AVL. Infark inferior bila ada perubahan di sadapan II, III, dan AVF. Infark posterior tidak menimbulkan gelombang Q pada 12 sadapan standar. Walaupun demikian hilangnya aktifitas listrik dari bagian posterior ventrikel kiri menyebabkan gambaran gelombang R yang tinggi di V1 dan juga terdapat gelombang Q di sadapan V7-V9. Infark ventrikel kanan yang hampir selalu bersamaan dengan infark inferior menimbulkan elevasi segmen ST yang transien di V4 kanan (V4R). 4

c. Laboratorium 2,4,5 Leukosit sedikit meningkat demikian juga laju endap darah, hal ini merupakan reaksi terhadap nekrosis miokard. Beberapa enzim yang terdapat dalam konsentrasi tinggi di otot jantung akan dilepas dengan nekrosis miokard, karena itu aktifitasnya dalam serum meningkat dan menurun kembali setelah infark miokard. Jumlah enzim yang dilepas secara kasar paralel dengan beratnya kerusakan miokard.

25

1. Serum kreatin fosfokinase Kreatin fosfokinase (CK) yang terdapat di jantung, otot skelet dan otak, meningkat dalam 6 jam setelah infark, mencapai puncaknya dalam 18 jam sampai 24 jam dan kembali normal dalam 72 jam. Selain pada infark miokard, tingkat abnormal tinggi terdapat pada penyakit-penyakit otot, kerusakan serebrovaskular, setelah latihan otot dan dengan suntikan intramuskular. 2. Serum glutamic oxalo-acetic transaminase (SGOT) Terutama terdapat di jantunng, otot skelet, otak, hati, dan ginjal. Sesudah infark SGOT meningkat dalam waktu 12 jam dan mencapai puncaknya dalam 24 jam sampai 36 jam, kembali normal pada hari ke 3 atau ke 5. 3. Serum lactate dehydrogenase (LDH) Enzim ini terdapat di jantung dan juga di sel-sel merah. Meningkat relatif lambat setelah infark, mencapai puncaknya dalam 24 jam sampai 48 jam kemudian, dan bisa tetap abnormal 1-3 minggu. 4. Cardiac spesific troponin (cTn) Terdapat dua jenis cTn yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari. 5. CKMB Meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 1024 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari.

2.5. PENATALAKSANAAN Pengobatan ditujukan untuk sedapat mungkin memperbaiki kembali aliran pembuluh koroner sehingga reperfusi dapat mencegah kerusakan miokard lebih lanjut, serta mencegah kematian mendadak dengan memantau dan mengobati aritmia maligna. Meskipun penderita tidak meninggal akibat serangan infark akut, apabila infarknya luas penderita akhirnya bisa jatuh ke dalam gagal jantung. Karena itulah pendekatan tata laksana infark akut mengalami perubahan dalam dekade terakhir ini

26

dengan adanya obat-obat trombolisis. Trombolisis bahkan dapat diberikan sebelum di bawa ke rumah sakit bila ada tenaga yang terlatih. Dengan trombolisis kematian dapat diturunkan sebesar 40%.1,7 a. Tindakan Pra Rumah Sakit 1,3 Pengobatan dapat dimulai segera setelah diagnosis kerja ditegakkan (sakit dada khas dan elektrokardiogram) oleh karena kematian akibat infark miokard akut terjadi pada jam-jam pertama. Penderita dapat diberikan obat penghilang rasa sakit dan penenang. Biasanya bila sakit hebat diberikan morfin 2,5-5 mg atau petidin 25-50 mg secara intravena perlahan-lahan. Hati-hati penggunaan morfin pada infark miokard inferior karena dapat menimbulkan bradikardia dan hipotensi, serta pada penderita asma bronchial dan usia tua. Sebagai penenang dapat diberikan Diazepam 5-10 mg. Penderita kemudian dapat ditransfer ke rumah sakit yang memiliki fasilitas ruang rawat koroner intensif. Infus dekstrose 5% atau NaCl 0,9% beserta oksigen nasal harus terpasang, dan penderita didampingi oleh tenaga terlatih. b. Tindakan Perawatan Intensif di Rumah Sakit 1,4 Penderita dimasukkan ke ruang rawat koroner intensif (ICCU) atau ruang rawat dengan fasilitas pemantauan aritmia (monitor). Segera dibuat rekaman EKG lengkap dan pemasangan infus dekstrose 5% atau NaCl 0,9 % bila belum dilakukan. Oksigen diberikan 2-4 liter per menit. Darah diambil untuk pemeriksaan darah rutin, gula darah, BUN, kreatinin, CK, CKMB, SGPT, LDH, dan elektrolit terutama K serum. Pemeriksaan pembekuan diperlukan bila akan diberikan trombolisis atau anti koagulan. Angina diatasi dengan nitrat sublingual atau transdermal, sedangkan nitrat intravena diberikan bila sakit iskemik berulang atau berkepanjangan. Bila masih ada rasa sakit diberikan morfin sulfat intravena 2,5 mg dan dapat diulangi setiap 5-30 menit atau petidine Hcl 25-50 mg intravena, dapat diulangi setiap 5-30 menit sampai rasa sakit hilang.

27

Rasa takut dan gelisah yang dapat menaikkan denyut nadi, diatasi dengan diazepam 5 mg per oral atau intravena. Pemantauan irama jantung dilakukan sampai kondisi stabil. Rekaman EKG diulangi setiap hari selama 72 jam pertama infark akut. Selama 8 jam pendderita dipuasakan dan selanjutnya diberi makanan cair atau lunak dalam 24 jam pertama lalu dilanjutkan dengan makanan lunak.

Adapun jenis terapi farmakologis yang dapat digunakan antara lain : a. Morfin Morfin sangat efektif mengurangi nyeri. Dosis 2-4 mg dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg. Efek samping : konstriksi vena dan arteriolar melalui penurunan simpatis, sehingga terjadi pooling vena yang akan mengurangi curah jantung dan tekanan arteri.2,6

b. Nitrat Golongan nitrat organik dapat merelaksasikan semua otot polos, terutama otot polos vaskuler. Dengan demikian, nitrat menyebabkan vasodilatsi semua sistem vaskuler, terutama vena-vena dan arteri-arteri besar. Nitrat organik mudah larut dalam lemak, sehingga mudah diabsorpsi melalui mukosa ataupun kulit. Dengan demikian untuk mendapatkan efeknya secara cepat, digunakan nitrat organik yang mempunyai efek awal yang cepat dan masa kerja yang pendek. Nitrat organik yang termasuk dalam golongan ini ialah sedian sublingual nitrogliserin, isosorbid dinitrat, dan eritritil tetranitrat. Angina cepat teratasi dengan pemberian obat ini. Apabila keluhan masih ada, maka pemberian nitrat ini dapat diulang 3-4 kali selang 5 menit.4,7

c. Betabloker Betabloker menekan adrenoseptor beta1 jantung, sehingga denyut jantung dan kontraktilitas miokard menurun. Hal ini menyebabkan kebutuhan oksigen miokard pun berkurang, di samping perfusi miokard (suplai oksigen)sedikit meningkat, karena regangan dinding jantung berkurang. Tapi penekanan pada adrenoseptor beta 2 dapat

28

menyebabkan vasodilatsi dan dilatsi bronkus berkurang, sehingga vasokonstriksi atau pun konstriksi bronkus yang disebabkan oleh tonus reseptor alfa makin menonjol. Tapi pada betabloker yang kardioselektif, yang hanya berefek pada adrenoseptor beta 1 di jantung, efek samping vasokonstriksi perifer dan konstriksi bronkus jauh berkurang. Contoh betabloker yang kardioselektif ialah metaprolol, atenolol, dan asebutolol.4 d. Pengobatan trombolitik 1,4 Saat ini ada beberapa macam obat trombolisis, yaitu streptokinase, urokinase, aktivator plasminogen jaringan yang direkombinasi (r-TPA) dan anisolylated plasminogen activator complex (ASPAC). r- TPA bekerja lebih spesifik pada fibrinn dibandingkan streptokinase dan waktu paruhnya lebih pendek. Penelitian

menunjukkan bahwa secara garis besar, semua obat trombolitik bermamfaat namun rTPA menyebabkan penyulit perdarahan otak sedikit lebih tinggi dibandingkan steptokinase. Karena sifatnya, steptokinase dapat menyebabkan reaksi alergi dan juga hipotensi akibat dilatsi pembuluh darah. Karena itu streptokinase tidak boleh diulangi bila dalam 1 tahun sebelumnya sudah diberikan atau penderita dalam keadaan syok. Indikasi pemberian trombolitik adalah penderita infark miokard akut yang berusia dibawah 70 tahun, sakit dada dalam 12 jam sejak mulai, daan elevasi ST lebih dari 1 mm pada sekurang-kurangya 2 sadapan. r-TPA sebaiknya diberikan pada infark miokard kurang dari 6 jam.

e. ACE inhibitor ACE inhibitor memiliki efek antihipertensi yang baik dengan efk samping yang relatif jarang. Penelitian menunjukkan bahwa ACE inhibitor tidak mempengaruhi profil lipoprotein dan glukosa darah, bahkan cenderung meningkatkan kolesterol HDL dan menurunkan kolesterol total dan trigliserid. ACE inhibitor bekerja dengan cara menghambat enzim konversi angiotensin, sehingga angiotensin II yang seharusnya berasal dari angiotensin I tidak terbentuk.1,4

29

f.Heparin Heparin dengan berat molekul rendah adalah rerata dari sepertiga ukuran molekul dari standar heparin. Obat ini telah dites secara luas dalan percobaan klinis pada gangguan thromboembolic dan direkomendasikan sebagai alternative dari anfraksi heparin pada syndrome koroner akut. Daltaperin percobaan pertama dengan skala besar yang telah dipublikasikan pada penelitian FRISC.Daltaperin diberikan dengan dosis 120 IU/kg 2 kali sehari untuk 6 hari dan selanjutnya fixe dosis 7500IU sekali sehari untuk 35-45 hari. Pemberian enoxaparin pada unstable angina atau non Q wave MI secara acak telah diterima oleh 3171 pasien sebanyak (1 mg

/kg/subkutaneus 2 kali sehari ) atau unfraksi heparin secara intravena untuk lebih kurang 48 jam dan pada lebih 8 hari ,pada hari ke 14 menunjukkan ,risiko komposit dari titik akhir kematian ,MI atau angina secara signifikan telah turun dibandingkan dengan heparin.

2.6 Komplikasi Aritmia Bradikardi sinus Irama nodal Gangguan hantaran ventrikel Asistole Takikardi sinus Kontraksi atrium premature Takikardi supravetrikuler Dll3

30

Daftar Pustaka

1.

Alwi I. Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST. dalam : Sudoyo AW, Setiohadi B, Setiani S. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; 2006 : hal.1615-25.

2.

Harun S. Infark Miokard Akut. dalam : Sudoyo AW, Setiohadi B, Setiani S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi 3. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; 2000 : Hal: 1090-1108.

3.

Ryan TJ, Antman EM, Brooks NH, et al. ACC/AHA guidelines for the management of patients with acute myocardial infarction:1999 update: a

report of the America College of Cardiology/American Heart Association Task Force on Practice Guidelines. (Committee on Management of Acute Myocardial Infarction). Available at www.acc.org. Accessed on august, 2010. 4. Irmalita. Infark Miokard. dalam : Ruantono LI, Baraas F, Karo karo S, Roebianto PS. Buku ajar Kardiologi. Jakarta : Balai Penerbitan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; 1996: hal. 173-81. 5. Brown CT. Penyakit Ateroslerotik Koroner. dalam : Price SA, Wilson LM. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 2005 : hal. 576-611. 6. Braunwald E, Antman EM, Beasley JW, et al. ACC/AHA guidelines for the management of patients with unstable angina and non-ST-segment elevation myocardial infarction. A report of the American College of Cardiology/American Heart Association Task Force on Practice Guidelines (Committee on the Management of Patients With Unstable Angina). J Am Coll Cardiol. Sep 2000; 36(3):970-1062.

31

7.

Chen ZM, Pan HC, Chen YP, et al. Early intravenous then oral metoprolol in 45,852 patients with acute myocardial infarction: randomised placebo-controlled trial. Lancet. Nov 5 2005;366(9497):1622-32.

8. Walter A, Alexander GG. New advances in the management of acute coronary syndromes: 4. Low-molecular-weight heparin Canadian M AJ 2002;166(7):91924

32

Anda mungkin juga menyukai