Anda di halaman 1dari 32

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian Ketuban pecah dini ( KPD ) merupakan salah satu masalah obstetri yang penting karena berhubungan dengan 2 komplikasi utama yaitu infeksi dan persalinan kurang bulan. Meskipun keadaan ini hanya mencakup sekitar 1,7% dari seluruh kehamilan, tetapi menyebabkan sekitar 20% kematian perinatal, kejadian korioamnionitis, dan keadaan gawat janin intrapartum. Insidensi KPD yang dilaporkan beberapa peneliti berbeda-beda yaitu berkisar antara 2,7-17% dari seluruh kehamilan, sedangkan menurut Andersen, insidensi KPD berkisar 10%. Perbedaan ini disebabkan perbedaan definisi yang dipakai oleh masing-masing peneliti. Andersen, Hopkins dan Hayashi mendefinisikan KPD sebagai pecahnya ketuban secara spontan sebelum adanya kontraksi uterus. Batasan KPD lainnya atau yang disebut sebagai premature rupture of the membranes adalah pecahnya ketuban yang terjadi sebelum onset persalinan pada umur kehamilan 24-44 minggu, dan untuk umur kehamilan yang kurang dari 38 minggu disebut sebagai preterm rupture of the membranes. Di RSHS digunakan istilah KPD untuk keadaan robeknya selaput khorioamnion dalam kehamilan. Sekitar 40% kejadian KPD terjadi pada kehamilan < 37 minggu dan secara langsung berhubungan dengan sepertiga dari seluruh persalinan kurang bulan. Di Amerika Serikat terdapat hampir setengah juta persalinan kurang bulan setiap

tahun, dimana KPD merupakan penyebab terhadap kurang lebih sepertiga dari kelahiran ini. Angka kejadian KPD di Indonesia diduga masih tinggi bila

dibandingkan dengan negara-negara maju. Data laporan tahunan Bagian Obstetri dan Ginekologi RSHS ( 2000 ) mencatat kejadian KPD sebesar 6,26%. 7 Dari tinjauan kematian perinatal di RSHS tahun 2000 diketahui KPD merupakan komplikasi ibu yang menyebabkan kematian perinatal tertinggi kedua (15,0%). Penyebab KPD sampai saat ini masih diketahui pasti dan masih menjadi bahan perdebatan. Terdapat beberapa kemungkinan penyebab yang telah diteliti namun belum ditemukan penyebab tersendiri sehingga diduga penyebabnya multifaktorial. Peningkatan tekanan intrauterin ( gemelli, hidramnion ), merokok, korioamnionitis, paritas, perdarahan midtrimester, dan defisiensi vitamin C dihubungkan dengan meningkatnya risiko terjadinya KPD.

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Ketuban Pecah Dini Ketuban Pecah Dini masih merupakan faktor predisposisi yang penting untuk terjadinya persalinan kurang bulan dengan meningkatkan angka kesakitan dan angka kematian perinatal. Meningkatnya angka kesakitan dan angka

kematian tersebut antara lain tergantung pada umur kehamilan, masa laten, adanya infeksi pada ibu, serta keadaan sosioekonomi penderita Etiologi yang pasti dari ketuban pecah dini sampai saat ini masih belum diketahui, karena itu penanganan kasus-kasus ketuban pecah dini ditujukan untuk mengurangi risiko pada bayi maupun ibu. Risiko pada ibu biasanya berkaitan dengan terjadinya infeksi, sedangkan pada janin atau bayi baru lahir adalah infeksi, kelahiran kurang bulan, gawat janin, dan persalinan traumatik.

2.1.1 Definisi Definisi ketuban pecah dini sampai saat ini masih belum seragam diantara beberapa penulis. Menurut beberapa penulis, definisi ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput khorioamnion sebelum dimulainya proses persalinan secara spontan. Mereka membedakan antara PROM dan PPROM, dimana definisi PROM ( Premature Rupture of the membrane ) yaitu bila ketuban pecah pada usia

kehamilan 37 minggu, sedangkan PPROM ( Preterm Premature Rupture of the membrane ) bila usia kehamilan < 37 minggu. Andersen, Hopkins dan Hayashi mendefinisikan KPD sebagai pecahnya ketuban secara spontan sebelum adanya kontraksi uterus. Batasan KPD lainnya adalah pecahnya selaput ketuban yang terjadi sebelum onset persalinan (inpartu) pada umur kehamilan 24-44 minggu, dan untuk kehamilan yang kurang dari 38 minggu disebut sebagai preterm rupture of the membranes. Dibedakannya istilah ini karena merupakan keadaan yang meningkatkan mortalitas dan morbiditas janin. Pernoll menggunakan istilah preterm rupture of membranes (PTROM) untuk keadaan ketuban pecah pada kehamilan prematur dan prelabor rupture of the membranes (PLROM) bila ketuban pecah yang terjadi pada kehamilan aterm dan bila PTROM terjadi lebih dari 24 jam disebut sebagai prolonged premature rupture of the membranes. Di RS Hasan Sadikin Bandung digunakan istilah KPD pada keadaan robeknya selaput khorioamnion dalam kehamilan. Tidak ada perbedaan istilah untuk KPD pada kehamilan cukup bulan atau kurang bulan, tetapi pengelolaannya berbeda

2.1.2 Insidensi Insidensi kejadian ketuban pecah dini berbeda-beda tergantung kepada penelitinya, angka ini bervariasi antara 7-12%. perbedaan definisi yang dikemukakan. Hal ini disebabkan adanya

Cunningham dan Pernoll melaporkan kejadian KPD berkisar antara 1,7 10,7%, sedangkan menurut Andersen, insidensi KPD berkisar 10% Hampir 94% terjadi pada kehamilan aterm dengan 20% terjadi lebih dari 24 jam. Tingginya insidensi ini merupakan risiko meningkatnya infeksi ibu dan janin. Meningkatnya morbiditas berhubungan dengan lamanya periode laten, sedangkan morbiditas dan mortalitas pada janin berhubungan juga dengan usia kehamilan. Di Indonesia, kejadian ketuban pecah dini yang dilaporkan Muchtar (1980) di RS Mangkuyu Yogyakarta yaitu 5,3%, Sudarmadi (1971) di RSCM Jakarta sebesar 4,2%. Sedangkan Usman L (2000) di RS. Dr. Hasan Sadikin Bandung mendapatkan angka kejadian sebanyak 17,7%. 2.1.3 Etiologi Sampai saat ini etiologi KPD belum diketahui dengan pasti. Beberapa keadaan yang merupakan predisposisi untuk terjadinya KPD antara lain 1. Trauma : Amniosentesis, pemeriksaan dalam, koitus 2. Peningkatan tekanan intra uterin : Hidramnion, gemelli 3. Inkompeten serviks 4. Kelainan letak : Letak lintang, letak sungsang 5. Infeksi : Vagina, serviks, traktus urinarius 6. Riwayat keluarga dengan KPD Diantara berbagai predisposisi yang ada, infeksi merupakan penyebab tersering terjadinya KPD. Infeksi ini dapat langsung terjadi pada selaput janin ataupun melalui infeksi vagina yang menjalar secara asenden ke selaput janin atau infeksi pada cairan amnion.

2.1.4 Diagnosis Menurut Garite, berdasarkan anamnesis saja, diagnosis ketuban pecah dini dapat ditegakan dengan ketepatan 90%, ditambah dengan pemeriksaan fisik dan lakmus tes, maka lebih tinggi lagi ketepatan diagnosisnya . Bila tes lakmus dan fern test positif, ketepatan diagnostiknya 99%. Bila kedua pemeriksaan ini hasilnya negatif, berarti selaput ketuban intak. Hanya harus diperhatikan bahwa pemeriksaan-pemeriksaan di atas dapat memberikan hasil negatif palsu atau positif palsu bila terpapar darah, cairan semen, cairan vagina ( pada vaginitis ) Diagnosis ketuban pecah dini dapat ditegakkan berdasarkan: Keluarnya keluar cairan banyak dari jalan lahir secara tiba-tiba Cairan tersebut tetap mengalir dari jalan lahir Pada pemeriksaan spekulum ditemukan cairan mengalir dari serviks Pemeriksaan cairan tersebut dengan kertas nitrazine/kertas lakmus bersifat basa Pada pemeriksaan ultrasonografi tampak oligohidramnion Pemeriksaan fern test secara mikroskopik (+)

2.1.4.1 Gejala 1. Pasien biasanya mengeluhkan adanya cairan yang keluar secara tiba-tiba dari vagina. Dengan keterangan tambahan berupa saat timbul, warna, konsistensi serta bau dari cairan tersebut dapat membantu untuk membedakan KPD dengan leukorrhea normal dalam kehamilan, inkontinensia urin, infeksi vagina dan secret mukus karena dilatasi cervix.

2.

Adanya flek dari vernix atau mekonium.

3. Ukuran uterus berkurang. 4. Janin semakin teraba pada palpasi.

2.1.4.2 Pemeriksaan Spekulum Steril Pemeriksaan spekulum steril adalah tahapan yang paling penting untuk diagnosis KPD yang akurat. Klinisi sebaiknya menghindari pemeriksaan intraservikal digital secara bersamaan disaat pasien tidak dalam inpartu dan tidak ada perencanaan tindakan induksi, karena tindakan itu memberi kemungkinan meningkatnya risiko komplikasi terhadap infeksi.

Pemeriksa harus mencari dari 3 buah tanda pasti yang berhubungan dengan KPD : 1. Pooling Pengambilan cairan amnion dari fornix posterior untuk divisualisasikan. KPD yang telah berlangsung lama dapat

menyebabkan kehilangan sebagian besar cairan, dan mukosa vagina tampak hanya basah. Pada keadaan seperti itu, baik manuver Valsalva atau tekanan pada fundus uteri selama pemeriksaan spekulum menghasilkan visualisasi dari adanya aliran atau pecahnya ketuban dari kanalis endoservikalis. 2. Tes Nitrazine Cairan yang diambil dari fornix posterior menggunakan kapas steril (cotton-tipped swab) lalu diapuskan pada kertas strip

yang sensitif terhadap perubahan pH, perubahan warna terjadi dari kuning-hijau menjadi biru tua pada pH diatas 6,0 6,5. Vagina dalam kehamilan memiliki pH sekitar 4,5 6,0 dan cairan amnion memiliki pH 7,1 7,3. Oleh karena itu, tes terhadap pH alkalis biasanya menunjukkan adanya cairan amnion. Tes nitrazine ini memiliki tingkat akurasi sebesar 80-90%, dengan 10% false positif dan 10% false negatif. Nitrazine dapat memberikn hasil falsepositif dari kontaminasi oleh darah, semen dari hubungan seksual sebelumnya, atau antiseptic alkalis. Infeksi pada vagina juga akan meningkatkan pH vagina. Hasil false-positif juga dapat diberikan pada urin yang alkalis. 3. Ferning Sedikit cairan yang diambil dari fornix posterior diapuskan pada objek glass, lalu dibiarkan mengering, dan lihat dengan mikroskop. Cairan amnion yang telah mengering tersebut menampakkan gambaran arborization atau palm leaf pattern atau feathery karena seperti bulu. Gambaran ferning ini terjadi karena kristalisasi elektrolit terutama NaCl dalam cairan amnion karena pengaruh dari hormone estrogen. Hasil false-positif dapat terjadi bila sampel terkontaminasi dengan semen dan mucus cervical. Bersama-sama, ketiga penemuan ini menunjukkan ada rupturnya ketuban. Apabila ada salah satu yang tidak diketemukan, merupakan indikasi untuk

dilakukan tes lebih lanjut. Jika tidak ada cairan bebas ditemukan, dry pad harus ditempatkan di bawah perineum pasien dan observasi adanya aliran . Tes yang dapat digunakan untuk konfirmasi KPD termasuk mengobservasi adanya cairan dari ostium cervix saat pasien batuk atau melakukan manuver Valsalva atau tekana pada fundus uteri selama pemeriksaan spekulum dan oligohydramnions pada pemeriksaan ultrasound. Adapun tes lebih lanjut yang dapat digunakan antara lain : a. Ultrasound Penilaian ultrasound terhadap volume cairan amnion dapat membantu dalam diagnosis KPD, terutama pada pasien yang sebelumnya memiliki volume cairan amnion yang normal. b. Amniocentesis Terdapat bukti yang kuat bahwa keberadaan organisme pada rongga amnion memiliki hubungan dengan peningkatan risiko terhadap pecahnya membran. Adapun diagnosis infeksi intrapartum dapat ditunjukkan dengan gejala-gejala sebagai berikut : 1) Febril di atas 38C 2) Takikardi pada ibu (>100 denyut/menit) 3) Fetal takikardi (>160 denyut/menit) 4) Nyeri abdomen, nyeri tekan uterus 5) Cairan amnion berwarna keruh atau hijau 6) Leukositosis pada pemeriksaan darah tepi (>15000-20000/mm3)

Penilaian dari kultur membutuhkan waktu yang cukup lama sehingga tidak dapat diandalkan untuk penatalaksanaan yang cepat. Sedangkan pewarnaan gram adalah standar baku emas untuk investigasi yang cepat. c. Indigo Carmine Dye Memasukkan indigo carmine dye ke dalam rongga amnion dalam beberapa jam selama amniocentesis untuk mengkonfirmasi diagnosa KPD pada oligohydramnions tanpa ada bukti pecahnya ketuban. Penggunaan perineal pad mungkin dilakukan terutama digunakan untuk insersi vagina karena teori risiko infeksi. Harus diperhatikan bahwa cairan pewarna tersebut dapat mencapai kandung kemih maternal setelah beberapa jam dan dapat mewarnai pad bila ada inkontinensia urin. 2.1.5 Komplikasi Komplikasi KPD yang paling sering terjadi adalah meningkatnya angka kejadian infeksi. Komplikasi lain yang dapat timbul adalah persalinan kurang bulan, tali pusat menumbung, sepsis neonatorum, endometritis. Dengan pecahnya ketuban akan terjadi kondisi oligohidramnion yang meningkatkan risiko penekanan pada tali pusat yang dapat menimbulkan gawat janin dan kematian janin.

10

Penelitian retrospektif terhadap 6425 kasus ketuban pecah dini pada kehamilan aterm memperoleh hasil adanya peningkatan kematian janin setelah KPD 72 jam. Komplikasi yang berhubungan dengan KPD diantaranya adalah : a. Persalinan prematur. Ketika membran ruptur, persalinan biasanya segera terjadi. Terjadinya persalinan setelah ketuban pecah bervariasi sesuai umur kehamilan. Pada janin cukup bulan, persalinan sering terjadi dalam 24 jam dalam 90% kasus. Ketika KPD terjadi pada usia 28-34 minggu, 50% pasien bersalin dalam 24 jam dan 80-90% dalam 1 minggu. Jika KPD terjadi pada janin prematur akan

menyebabkan komplikasi prematuritas yang menyababkan kesakitan dan kematian perinatal. Pada kebanyakan kasus, mortalitas perinatal pada KPD janin premature berhubungan dengan komplikasi prematuritas seperti ARDS, NEC. Pada awal kehamilan, persalinan dapat terjadi dalam waktu satu minggu

11

atau lebih setelah terjadinya ketuban pecah, sehingga kemungkinan terjadinya infeksi pun meningkat seiring bertambahnya waktu antara ketuban pecah hingga terjadinya persalinan. Pada umumnya, terjadi pemendekan kala I, tapi tidak berefek pada durasi kala II. b. Infeksi pada ibu, janin ataupun neonatal. Baik ibu ataupun janin memiliki resiko infeksi saat terjadi KPD. Infeksi pada ibu diantaranya adalah korioamnionitis. Ibu dapat mengalami endometriasis jika infeksi mencapai endometrium, penurunan aktivitas miometrium (distonia, atonia). Infeksi janin dapat berupa pneumonia, infeksi saluran kencing, infeksi lokal seperti omphalitis atau konjungtivitis. Biasanya korioamnionitis mengawali terjadinya infeksi janin. Tetapi serpsis pada janin dapat terjadi sebelum korioamnionitis secara klinis terbukti pada ibu. Hal ini dijelaskan dengan adanya infeksi preklinis, yang terjadi saat selaput amnion menjadi tempat kolonisasi bakteri virulen, tetapi pada saat itu tidak terlihat infeksi ibu secara klinis. Beratnya infeksi meningkat sesuai dengan bertambahnya umur kehamilan. Infeksi dapat terjadi secara ascending, dimana pecahnya ketuban menyebabkan adanya hubungan langsung antara ruang intra amnion dan dunia luar. Infeksi terjadi ascenden dari vagina ke intra uterin. Semakin lama terjadinya KPD maka invasi bakteri pun semakin meningkat. Infeksi dapat berkembang menjadi infeksi sistemik saat infeksi uterin menjalar melalui sirkulasi fetomaternal, sehingga terjadi sepsis hingga septik syok yang dapat mengakibatkan kematian ibu.

12

Korioamnionitis menyebabkan bertambahnya resiko sepsis pada janin. Organisme yang paling sering menyebabkan korioamnionitis adalah bakteri yang berasal dari vagina seperti streptococcus B dan D, bakteri anaerob yang masuk secara ascenden. Untuk membuktikan amnionitis perlu dilakukan amniosentesis, kita dapat memeriksa leukosit, pewarnaan gram ataupun kultur bakteri. Sindroma respon peradangan janin menggambarkan infeksi janin dengan adanya korioamnionitis secara klinis dan mengakibatkan kerusakan system saraf pusat janin. Manifestasinya adalah lesi pada substansi putih periventrikular (leukomalasia) diperantarai respon peradangan SSP janin dengan dikeluarkannya sitokin. Lesi yang terjadi menyebabkan cerebral palsy, berhubungan dengan meningkatnya konsentrasi leukosit dan kadar IL-6. Tanda terjadinya infeksi diantaranya : 1. Febris, suhu >380C. 2. Ibu leukositosis. Jika ditemukan kelainan pada jumlah leukosit, maka pemeriksaan harus diulang. Jika ternyata hasilnya lebih dari 16000/L, harus berhati-hati akan terjadinya infeksi. 3. Fundus lunak 4. Takikardi, nadi ibu >100x/m atau DJJ >160x/m. 5. Nyeri abdomen, nyeri tekan uterus 6. Cairan amnion berwarna keruh atau hijau dan berbau. c. Hipoksia dan asfiksia sekunder karena kompresi tali pusat

13

Prolaps tali pusat terjadi lebih sering pada KPD(insidensi 1,5 %), hal ini disebabkan presentasi janin yang kurang mencapai pelvis. Kombinasi antara KPD dan malpresentasi meningkatkan frekuensi terjadinya komplikasi ini. Selain itu, kompresi tali pusat, meskipun tanpa prolaps, lebih sering sekunder karena oligohidramnion. Hal ini bisa terjadi sebelum atau saat persalinan dan mengakibatkan gawat janin. Ketuban pecah menyebabkan berkurangnya jumlah air ketuban, terjadilah partus kering karena air ketuban habis. d. Deformitas janin Komplikasi mayor yang terjadi karena KPD adalah deformitas janin.KPD yang terjadi pada awal kehamilan dapat menyebabkan

pertumbuhan terganggu, malformasi karena kompresi pada wajah dan ekstremitas janin, dan yang paling penting adalah hipoplasia paru. Mekanisme terjadinya hipoplasia paru berkaitan dengan KPD tidak jelas diketahui. Drainase ketuban menyebabkan oligohidramnion yang menyebabkan

hipoplasia paru. Oligohidramnion menyebabkan kompresi ekstrinsik terhadap toraks janin dan mengganggu pertumbuhan paru dengan menghambat gerakan nafas. Perubahan aliran darah paru juga menyebabkan terhambatnya perkembangan dan maturasi paru. Diagnosis hipoplasia paru ditegakkan dengan mengukur diameter dada janin dan dibandingkan dengan normogram sesuai umur kehamilan dan rasio lainnya. Selain itu, hipoplasia paru dapat ditegakkan melalui otopsi dengan cara menimbang berat paru.

14

e. Meningkatnya angka seksio sesarea Komplikasi pada ibu seperti korioamnionitis, endometritis, juga solusio plasenta , malformasi letak janin gawat janin meningkatkan resiko seksio sesarea.

2.1.6 Pengaruh ketuban pecah dini terhadap Kesakitan dan Kematian bayi Setelah terjadinya ketuban pecah dini, kuman vagina dan serviks mengadakan invasi ke dalam kantung amnion dan dalam 24 jam cairan amnion akan terinfeksi. Akibat dari cairan amnion yang terinfeksi akan terjadi infeksi pada janin seperti : Pneumonia Septikemia Meningitis Gastroenteritis Pyoderma

15

Komplikasi lain setelah ketuban pecah adalah timbulnya gawat janin intrapartum, asfiksia neonatorum, prematurutas, dan kematian bayi. Beberapa saat setelah ketuban pecah akan diikuti oleh persalinan, sehingga pada kehamilan kurang bulan akan menghasilkan bayi kurang bulan. Bayi-bayi yang lahir kurang bulan merupakan problem utama yang dihadapi pada kasus dengan ketuban pecah dini, karena bayi kurang bulan ini rentan terhadap infeksi, timbulnya sindroma gawat nafas tipe I dan gangguan penutupan duktus arteriosus. Hal tersebut akan meningkatkan angka kesakitan dan angka kematian perinatal.

2.1.7 Pengelolaan ketuban pecah dini Pengelolaan ketuban pecah dini, pada beberapa pusat pendidikan berbeda dan ini masih merupakan suatu dilema. Bila ketuban pecah dini terjadi pada saat kehamilan aterm segera dilakukan induksi maka angka seksio sesarea meningkat. Apabila ditunggu sampai persalinan spontan maka kemungkinan infeksi meningkat. Prematur KPD membutuhkan pengelolaan yang lebih sulit. Semakin muda janin, semakin besar kemungkinan meninggal atau menderita kerusakan serius yang permanen bila persalinan prematur. Tergantung dari usia janin dan infeksi, dokter harus bisa memutuskan diantara menunda persalinan sampai janin matur, atau menginduksi persalinan dan mempersiapkan komplikasi persalinan prematur. Variasi dari medikasi yang digunakan dalam pengelolaan KPD :

16

Medikasi untuk menginduksi persalinan (oxytocin) digunakan pada KPD aterm atau pada kasus prematur KPD yang terkena infeksi.

Tokolitik digunakan untuk mencegah mencegah dimulainya persalinan. Ini digunakan pada kasus prematur KPD yang tidak ada tanda infeksi.

Steroid digunakan untuk membantu kematangan paru-paru lebih cepat. Steroid biasanya digunakan pada KPD prematur jika janin dilahirkan lebih cepat karena infeksi atau persalinan tidak dapat dicegah.

Antibiotik dapat diberikan untuk mengobati infeksi. Sudah diteliti bahwa dengan pemberian antibiotik sebelum timbul tanda-tanda infeksi dapat mencegah perkembangan infeksi itu sendiri. Di bawah ini terdapat beberapa prosuder terapi yang di ambil dari berbagai sumber:

1. Menurut Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekologi RSUP Dr. hasan Sadikin: Konservatif Pengelolaan konservatif dilakukan apabila tidak ada penyulit (baik pada ibu maupun pada janin), pada umur kehamilan 28-36 minggu, dirawat selama 2 hari. Selama perawatan dilakukan : Observasi kemungkinan adanya amnionitis atau tanda-tanda infeksi 1) Ibu : suhu > 38oC, takikardi, lekositosis, tanda-tanda infeksi intra uterin, rasa nyeri pada rahim, sekret vagina purulen.

17

2) -

Janin : Takikardi

Pengawasan timbulnya tanda persalinan Pemberian antibiotika (ampisilin 4x500 mg atau eritromisin 4x500 mg dan metronidazole 2x500 mg) selama 3-5 hari

Ultrasonografi untuk menilai kesejahteraan janin Bila ada indikasi untuk melahirkan janin, dilakukan pematangan paru janin

Aktif Pengelolaan aktif pada ketuban pecah dini dengan umur kehamilan 20-28 minggu dan > 37 minggu Ada tanda-tanda infeksi Timbulnya tanda-tanda persalinan Gawat janin

2. Menurut Buku panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal Rawat di rumah sakit Jika ada tanda-tanda infeksi (demam, cairan vagina berbau) berikan antibiotik Jika tidak ada infeksi dan kehamilan <37 minggu: 1) Berikan antibiotik untuk mengurangi morbiditas ibu dan janin: ampisilin 4x500 mg selama 7 hari ditambah eritromisin 3x250 mg per oral selama 7 hari

18

2) Berikan kortikosteroid kepada ibu untuk memperbaiki kematangan paru janin : Betametason 12 mg i.m. dalam 2 dosis setiap 12 jam Atau deksametason 6 mg i.m dalam 4 dosis setiap 6 jam

3) Lakukan persalinan pada kehamilan 37 minggu Jika tidak terdapat infeksi dan kehamilan >37 minggu 1) Jika ketuban telah pecah > 18 jam, berikan antibiotik profilaksis untuk mengurangi resiko infeksi streptokokus grup B: antibiotik 2) Nilai serviks Jika serviks sudah matang, lakukan induksi persalinan dengan oksitosin Jika serviks belum matang, matangkan serviks dengan Ampisilin 2 g i.v setiap 6 jam Atau penisilin G2 juta unit i.v setiap 6 jam sampai persalinan Jika tidak ada infeksi pasca persalinan hentikan

prostaglandin dan infus oksitosin atau sesarea

lahirkan dengan seksio

3.

Penanganan menurut Current Obstetrics and Gynecology Dengan intervensi Umur kehamilan 36 minggu dan berat janin 2500 gram maka persalinan normal harus segera dilakukan dalam 24 jam, walaupun periode latennya

19

8-12 jam, induksi oksitosin infus dapat diberikan dengan resiko infeksi yang rendah Umur kehamlan 34-36 minggu dan berat janin 2000-3000 gram, induksi dapat diberikan karena sesuai dengan pematangan paru janin. Persalinan dapat dimulai dalam 24-48 jam. Umur kehamilan 26-34 minggu dan berat janin 500-2000 gram, penatalaksanaan harus berdasarkan dari pemeriksaan amniosintesis. Jika paru matur dan terjadi amnionitis maka persalinan segera dilakukan. Jika paru masih immature dan tidak terdapat amnionitis maka penderita dianjurkan untuk tirah baring dengan pemeriksaan tanda-tanda vital setiap 4 jam dan pemeriksaan lekosit setiap hari. Adenokortikosteroid dapat diberikan untuk membantu maturitas. Umur kehamilan <26 mingu dan berat janin <500 gram, sangat kecil kemungkinan bayi dapat diselamatkan dan resiko untuk ibunya sangat besar Tanpa Intervensi Tirah baring Tidak berhubungan seksual Tidak dipasang tampon Pengecekan suhu badan 3-6 kali perhari Pemeriksaan lekosit setiap hari

2.2 DISTOSIA

20

Persalinan adalah serangkaian kejadian yang berakhir dengan pengeluaran bayi yang cukup bulan atau hampir cukup bulan, disusul dengan pengeluaran plasenta dan selaput janin dari tubuh ibu. Persalinan yang normal (eutosia) adalah persalinan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung spontan dalam 18 jam. Namun apabila persalinan berlangsung sulit yang ditandai dengan adanya hambatan kemajuan dalam persalinan, disebut distosia. 2.2.1 KLASIFIKASI Penyebab distosia dapat dibagi dalam 3 golongan besar, yaitu : 1. Distosia karena kekuatan-kekuatan yang mendorong anak tidak memadai, yaitu : a. Kelainan his. b. Kekuatan mengejan kurang kuat, misalnya kelainan dinding perut, seperti luka parut baru pada dinding perut, diastase muskulus rektus abdominis; atau kelainan keadaan umum ibu seperti sesak napas atau adanya kelelahan ibu. 2. Distosia karena adanya kelainan letak janin atau kelainan fisik janin, misalnya presentasi bahu, presentasi dahi, presentasi muka, presentasi bokong, anak besar, hidrosefal dan monstrum. 3. Distosia karena adanya kelainan pada jalan lahir baik bagian keras (tulang), seperti adanya panggul sempit, kelainan bawaan pada panggul maupun bagian yang lunak seperti adanya tumor-tumor baik pada genitalia interna maupun pada visera lain di daerah panggul yang menghalangi jalan lahir.

2.2.1.1 Distosia karena kekuatan-kekuatan yang mendorong anak ke luar tidak memadai

21

His adalah kontraksi otot-otot rahim pada persalinan. Pada bulan terakhir dari kehamilan sebelum persalinan dimulai, sudah ada kontraksi rahim yang disebut his pendahuluan atau his palsu, yang sebetulnya hanya merupakan peningkatan dari kontraksi Braxton Hicks. Sementara his persalinan, baik atau tidaknya dapat dinilai dari : 1. Kemajuan persalinan 2. Sifat-sifat his : frekuensi, kekuatan, dan lamanya his. Kekuatan his dinilai dengan cara menekan dinding rahim pada puncak kontraksi. 3. Besarnya caput succedaneum. His dinyatakan memadai bila terdapat his yang kuat sekurang-kurangnya 3 kali dalam kurun waktu 10 menit dan masing-masing lamanya >40 detik. Apabila tidak terjadi demikian, maka disebut gangguan/kelainan his atau inersia uteri. A. Definisi Inersia Uteri Inersia uteri adalah pemanjangan fase laten atau fase aktif atau kedua-duanya dari kala pembukaan. B. Etiologi Penyebab inersia uteri adalah : 1. Penggunaan analgetik terlalu cepat 2. Kesempitan panggul 3. Letak defleksi 4. Kelainan posisi 5. Regangan dinding rahim (hidramnion, kehamilan ganda) 6. Perasaan takut dari ibu

C. Klasifikasi Inersia Uteri Inersia uteri dapat dibagi menjadi :

22

1. Inersia uteri hipotonis Adalah kelainan his dengan kekuatan terkoordinasi tetapi lemah atau tidak adekuat untuk melakukan pembukaan serviks atau mendorong anak keluar. Dengan CTG, terlihat tekanan yang kurang dari 15 mmHg, sementara his disebut baik bila tekanan intrauterin mencapai 50-60 mmHg. Biasanya terjadi dalam fase aktif atau kala II. Dengan palpasi, his jarang dan pada puncak kontraksi dinding rahim masih dapat ditekan ke dalam. Asfiksi anak jarang terjadi dan reaksi terhadap pitosin baik sekali. 2. Inersia uteri hipertonis Adalah kelainan his dengan kekuatan tidak terkoordinasi, misalnya kontraksi segmen tengah lebih kuat dari segmen atas, tapi dengan kekuatan yang cukup besar. Inersia uteri hipertonis ini terjadi dalam fase laten. Tanda-tanda gawat janin cepat terjadi. Tabel Garis besar perbedaan antara inersia uteri hipotonis dan hipertonis Kejadiannya Saat terjadinya Nyeri Fetal distres Reaksi terhadap Oksitosin Pengaruh sedatif D. Penyulit 1. 2. 3. Inersia uteri dapat menyebabkan kematian atau kesakitan Kemungkinan infeksi bertambah dan juga meningkatnya kematian perinatal Kehabisan tenaga ibu dan dehidrasi : tanda-tandanya denyut nadi naik, suhu meninggi, asetonuri, napas cepat, meteorismus dan turgor berkurang. HIPOTONIS 4 % persalinan Fase Aktif Tidak nyeri Lambat terjadi Baik Sedikit HIPERTONIS 1 % persalinan Fase Laten Nyeri berlebihan Cepat Tidak baik Besar

E. Terapi 1. Inersia Uteri Hipotonis Bila penyebabnya bukan kelainan panggul dan atau kelainan janin yang tidak memungkinkan terjadinya persalinan pervaginam, kalau ketuban

23

positif dilakukan pemecahan ketuban terlebih dahulu. Jika upaya ini tidak berhasil baru kemudian diberi pitosin drip. Sebelum pemberian pitosin drip, kandung kencing, dan rektum harus dikosongkan dan ditentukan Pelvic score (Bishop Score). Pitosin drip kurang berhasil pada skor Bishop yang rendah. Bila ada, pemantauan sebaiknya dilakukan dengan CTG. Jika terapi oksitosin berhasil, pengaruhnya pada his nyata dalam waktu singkat. Apabila pemberian 1 botol belum ada hasilnya, setelah istirahat 2 jam bila masih dianggap perlu dapat dicoba sekali lagi. Bila setelah istirahat his menjadi baik dan persalinan maju, tidak perlu dilanjutkan dengan botol kedua. Jika setelah pemberian kedua kalinya pembukaan masih belum lengkap, dilakukan seksio sesarea. Namun, bila pemberian pitosin drip botol kedua menampakkan kemajuan yang nyata, dapat dipertimbangkan pemberian botol ke-3. 2. Inersia Uteri Hipertonis Pengobatan yang terbaik ialah petidin 50mg atau tokolitik, seperti ritodine dengan maksud menimbulkan relaksasi dan istirahat, dengan harapan bahwa setelah pasien itu bangun kembali timbul his yang normal. Mengingat bahaya infeksi intrapartum, kadang-kadang dicoba juga oksitosin, tetapi dalam larutan yang lebih lemah. Namun, jika his tidak menjadi baik dalam waktu yang tertentu, lebih baik dilakukan seksio sesarea.

24

Alur skema penanganan kelainan His 2.2.1.2 Distosia karena kelainan presentasi, posisi, atau kelainan janin 1. Tidak terjadi putaran paksi dalam 2. Presentasi muka 3. Letak dahi 4. Letak sungsang 5. Letak lintang 2.2.1.3 Distosia karena kelainan pada jalan lahir Distosia karena kelainan pada jalan lahir dapat disebabkan oleh kondisi anatomis panggul sehingga secara fungsional menyebabkan perbandingan antara kepala dan panggul yang tidak serasi. Kesempitan panggul dibagi menjadi : 1. 2. 3. Kesempitan pintu atas panggul Kesempitan bidang tengah panggul Kesempitan pintu bawah panggul

25

4.

Kombinasi kesempitan pintu atas panggul, bidang tengah, dan pintu bawah

panggul A. Kesempitan Pintu Atas Panggul Pintu atas panggul dianggap sempit jika konjugata vera 10 cm atau jika diameter transversa <12cm. Penyebab timbulnya kelainan panggul dapat dibagi sebagai berikut : 1. Kelainan karena gangguan pertumbuhan; panggul sempit seluruhnya, panggul picak, panggul sempit picak, panggul corong dan panggul belah. 2. Kelainan karena penyakit tulang panggul atau sendi-sendinya; panggul rakhitis, panggul osteomalasia, radang artikulasi sakroiliaka. 3. Kelainan panggul disebabkan kelainan tulang belakang; kifosis, skoliosis. 4. Kelainan panggul disebabkan kelainan anggota bawah; koksitis, luksasi, atrofi. A.1. Pengaruh Panggul Sempit pada Kehamilan 1. Dapat menimbulkan retroflexio uteri gravidi incarcerata 2. Karena kepala tidak dapat turun, terutama pada primigravida fundud lebih tinggi daripada biasa dan menimbulkan sesak napas atau gangguan peredaran darah. 3. Kadang-kadang fundus menonjol ke depan hingga perut menggantung. 4. Perut yang menggantung pada seorang primigravida merupakan tanda panggul sempit (abdomen pendulum). 5. Kepala tidak turun ke dalam rongga panggul pada bulan terakhir. 6. Dapat menimbulkan letak muka, letak sungsang, dan letak lintang. 7. Biasanya anak seorang ibu dengan panggul sempit lebih kecil daripada ukuran bayi (rata-rata).

A.2.

Pengaruh Panggul Sempit pada Persalinan

26

1. Persalinan lebih lama dari biasa 2. Dapat terjadi ruptura uteri 3. Dapat terjadi infeksi intrapartum 4. Terjadinya fistel, yaitu tekanan yang lama pada jaringan yang dapat menimbulkan iskemi yang menyebabkan nekrosis. 5. Ruptura simfisis (simfiolisis) 6. Paresis kaki dapat timbul karena tekanan dari kepala pada urat-urat saraf di dalam rongga panggul. A.3. Pengaruh Panggul Sempit pada Anak lama dari 24 jam atau kala II yang lebih dari 1 jam apalagi jika ketuban pecah sebelum waktunya. 2. Prolapsus funikuli dapat menimbulkan kematian anak. 3. Moulage yang kuat dapat menimbulkan perdarahan otak. A.4. Penatalaksanaan dan Prognosis Prognosis persalinan dengan panggul sempit tergantung pada berbagai faktor di antaranya : 1. Bentuk panggul 2. Ukuran panggul, jadi derajat kesempitan 3. Kemungkinan pergerakan dalam sendi-sendi panggul 4. Besarnya kepala dan kesanggupan moulage kepala 5. Presentasi dan posisi kepala 6. His Jika CV < 8,5cm kesempitan berat dan prognosisnya buruk sehingga lebih baik dilakukan seksio sesare primer, sedangkan untuk CV > 8,5cm-10cm dengan kesempitan ringan dilakukan persalinan percobaan. Persalinan percobaan dimulai pada permulaan persalinan dan berakhir setelah kita mendapat keyakinan bahwa persalinan tidak dapat berlangsung per vaginam atau setelah anak lahir per vaginam. Persalinan percobaan dikatakan berhasil jika anak lahir per vaginam

1. Kematian perinatal meningkat pada partus yang lama, misalnya yang lebih

27

secara spontan atau dibantu dengan ekstraksi (forseps atau vakum) dan anak serta ibu dalam keadaan baik. Persalinan percobaan dihentikan apabila : 1. Pembukaan tidak atau kurang sekali kemajuannya 2. Keadaan ibu atau anak menjadi kurang baik 3. Ada lingkaran retraksi yang patologis 4. Setelah pembukaan lengkap dan ketuban pecah walaupun his cukup baik dan dilakukan pimpinan persalinan dengan baik, bagian kepala dengan diameter terbesar dalam 1 jam tetap tidak mau melewati pintu atas panggul 5. Forseps/vakum ekstraksi gagal B. Kesempitan Bidang Tengah Panggul Bidang tengah panggul terbentang antara pinggir bawah simfisis dan spina os ischii. Dikatakan bahwa bidang tengah panggul itu sempit jika : 1. Jumlah diameter transversa dan diameter sagitalis posterior 13,5cm atau kurang (normal 10,5cm+5cm=15,5cm) 2. Diameter antar spina <9cm B.1. Prognosis Kesempitan bidang tengah panggul dapat menimbulkan gangguan putaran paksi jika diameter antara kedua spina 9cm sehingga kadang-kadang diperlukan seksio sesarea. B.2. Terapi Jika persalinan terhenti karena kesempitan bidang tengah panggul, baiknya dipergunakan ekstraktor vakum karena ekstraksi dengan forseps kurang memuaskan, berhubung forseps memperkecil ruangan jalan lahir.

C. Kesempitan Pintu Bawah Panggul

28

Pintu bawah panggul terdiri atas 2 segitiga dengan jarak antarkedua tuber ishiadica sebagai dasar bersamaan.

Pintu bawah panggul dikatakan sempit jika jarak antara tuber os ischii 8cm atau kurang. Kesempitan pintu bawah panggul dapat menyebabkan gangguan putaran paksi. Kesempitan ini jarang memaksa kita melakukan seksio sesarea, yang biasanya dapat diselesaikan dengan forseps dan dengan episiotomi yang cukup luas.

BAB III

29

KESIMPULAN

Ketuban pecah dini ( KPD ) merupakan salah satu masalah obstetri yang penting karena berhubungan dengan 2 komplikasi utama yaitu infeksi dan persalinan kurang bulan. Meskipun keadaan ini hanya mencakup sekitar 1,7% dari seluruh kehamilan, tetapi menyebabkan sekitar 20% kematian perinatal, kejadian korioamnionitis, dan keadaan gawat janin intrapartum. Membuat diagnosis yang tepat terhadap KPD adalah hal yang penting. Penilaian diagnosis harus efisien dan tepat untuk meminimalisasi jumlah pemeriksaan vagina dan risiko dari khorioamnionitis. Diagnosis sebagian besar dapat ditegakan oleh anamnesa. Ketuban pecah dini (KPD) dapat menyebabkan berbagai macam komplikasi sesuai dengan umur kehamilan Komplikasi yang berhubungan dengan KPD. Komplikasi yang dapat timbul adalah persalinan kurang bulan, tali pusat menumbung, sepsis neonatorum, endometritis. Dengan pecahnya ketuban akan terjadi kondisi oligohidramnion yang meningkatkan risiko penekanan pada tali pusat yang dapat menimbulkan gawat janin dan kematian janin Pengelolaan pasien dengan ketuban pecah dini (KPD) merupakan salah satu masalah kontroversial dalam ilmu obstetri. Seluruh pasien yang menampakkan gejala KPD sebaiknya dibawa ke rumah sakit untuk dievaluasi. Pengelolaan KPD tergantung dari tingkat kehamilan pasien. Pada KPD yang terjadi saat aterm, ibu dan bayi diobservasi ketat pada 24 jam pertama untuk menilai apakah persalinan terjadi secara alami. Jika persalinan tidak terjadi setelah

30

24 jam, kebanyakan dokter akan menginduksi persalinan untuk mencegah perpanjangan waktu antara KPD dan persalinan karena akan meningkatkan resiko infeksi

DAFTAR PUSTAKA

31

1. Cuningham FG, Mac Donald PC, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap III LC., William Obstetrics 22nd ed., Connecticut : Prentice-Hal International Inc., 2005 2. Premature Rupture of The Membranes. http//www.eMedicine.com. 3. Premature Rupture of The Membranes. http//www. health atoz.com 4. High Risk Pregnancy, Premature Rupture of The Membranes(PROM). http//www.healthsystem.virginia.edu/uvahealth/pedshrpregnant/online.cfm 5. Premature Rupture of The Membranes with Intrauterine Spread. http//lpig.doereport.com. 6. Creasy, Robert MD. Maternal Fetal Medicine, Principles and Practise 5th ed., Philadelphia : Saunders., 2004. 7. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekologi RS Dr. Hasan Sadikin bagian pertama, Bandung : Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, 2005. 8. Djamhoer M, Hidayat Wijayanegara, Firman F wirakusumah, Dinan S B, Sofie R K, Johanes C mose, Maringan D L T. Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi. Edisi ke II. 2003 Bandung Penerbit Buku Kedokteran EGC / FKUP

32

Anda mungkin juga menyukai