Anda di halaman 1dari 12

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat, hidayah, serta karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN LABIRINITIS dengan baik. Shalawat dan salam penulis mohonkan kepada Allah SWT semoga disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan contoh dan suri tauladan bagi manusia untuk keselamatan didunia dan di akhirat.

Dalam penulisan askep ini penulis telah berusaha semaksimal mungkin dengan mencurahkan segenap kemampuan, waktu, dan tenaga untuk menyelesaikannya. Namun demikian penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu diharapkan adanya saran dan kritikan yang bersifat membangun dari pembaca demi kesempurnaan askep ini.

Akhir kata semoga makalah ini lebih sempurna, dapat diterima dan bermanfaat bagi kita semua.

Padang, November 2012

Penulis

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Labirinitis adalah radang pada telinga dalam (labirin). Labirinitis yang mengenai seluruh bagian labirin, disebut labirinitis umum atau difus dengan gejala vertigo berat dan tuli saraf yang berat.

sedangkan labirinitis yang terbatas atau labirinitis sirkumskripta menyebabkan terjadinya vertigo saja atau tuli saraf saja.Labirinitis terjadi oleh karena penyebaran infeksi ke ruang perilimfa.

Terdapat dua bentuk labirinitis, yaitu labirinitis serosa dan libirinitis supuratif Labirinitis serosa dapat berbentuk labirinitis serosa difus dan labirinitis serosa sirkumskripta. Labirinitis supuratif dibagi dalam bentuk labirinitis supuratif akut difus dan labirinitis supuratif kronik difus.

Selain itu, ada juga yang disebut sebagai labirinitis toksik akibat keracunan zat-zat toksik atau antibiotik yang ototoksik.Pada labirinitis serosa , toksin menyebabkan disfungsi labirin tanpa invasi sel radang, sedangkan pada labirinitis supuratif, sel radang menginvasi labirin, sehingga terjadi kerusakan yang irreversible, seperti fibrosis dan osifikasi. Pada kedua bentuk labirinitis itu, operasi harus segera dilakukan untuk menghilangkan infeksi dari telinga tengah.Kadang-kadang diperlukan juga drenase nanah dari labirin untuk mencegah terjadinya meningitis.Pemberian antibiotik yang adekuat terutama ditujukan pada pengobatan otitis media kronik dengan atau tanpa kolesteatoma.

B.Tujuan

Mahasiswa mampu menjelaskan dan memahami tinjauan teoritis Otitis Media Mahasiswa mampu menjelaskan dan mempraktikkan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Otitis Media.

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

1.

1.

DEFENISI

Labirinitis adalah inflamasi telinga dalam dan dapat disebabkan oleh bakteri maupun virus. Labirinitis bacterial, meskipun cukup jarang sejak dikenalnya antibiotika, paling sering terjadi sebagai komplikasi meningitis bakterial. Infeksi berkembang ke telinga dalam melalui kanalis auditorius internus atau aquaduc koklear.

Labirinitis adalah infeksi pada telinga dalam (labirin)

1.

ETIOLOGI Secara etiologi labirinitis terjadi karena penyebaran infeksi ke ruang perlimfa. Terdapat dua bentuk labirinitis, yaitu labirinitis serosa dan labirinitis supuratif. Labirinitis serosa dapat berbentuk labirinitis serosa difus dan labirinitis serosa sirkumskripta. Labirinitis supuratif dibagi dalam labirinitis supuratif akut difus dan labirinitis supuratif kronik difus. Pada labirinitis serosa toksin menyebabkan disfungsi labirin tanpa invasi sel radang, sedangkan pada labirin supurati dengan invasi sel radang ke labirin., sehingga terjadi kerusakan yan iereversibel, seperti fibrosa dan osifikasi. Pada kedua jenis labirinitis tersebut operasi harus esgera dilakukan untuk menghilangkan infeksi dari telinga tengah. Kadang kadang diperlukan juga drenase nanah dari labirin untuk mencegah terjadinya meningitis. Pemberian antibiotika yang adekuat terutama ditujukan kepada pengobatan otitis media kronik.

2.

ANATOMI DAN HISTOLOGI TELINGA Telinga merupakan organ pendengaran sekaligus juga organ keseimbangan. Telinga terdiri atas 3 bagian yaitu telinga luar, tengah dan dalam .

1.

TELINGA LUAR Telinga luar terdiri atas aurikula,meatus akustikus eksternus dan membran timpani. Aurikulum disusun oleh

tulang rawan elastin yang ditutupi oleh kulit tipis yang melekat erat pada tulang rawan. Dalam lapisan subkutis terdapat beberapa lembar otot lurik yang pada manusia rudimenter. Meatus akustikus eksternus berbentuk tabung dengan panjangnya kira-kira 2,5- 3 cm manakala diameternya bervariasi yaitu lateral biasanya lebih lebar dari medial.Meatus akustikus eksternus terdiri dari dua bagian yaitu bagian lateral dan medial.Bagian lateral adalah pars kartilagenus yaitu 1/3 luar merupakan lanjutan dari aurikulum, mempunyai rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar serumenalis serta kulit melekat erat dengan perikondrium.

Bagian medial adalah pars osseus yaitu 2/3 medial merupakan bagian dari os temporalis, tidak berambut, ada penyempitan di istmus yaitu kira-kira 5 mm dari membaran timpani.

Membran timpani memisahkan meatus acusticus externus dan telinga tengah.Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dengan diameter kira-kira 1 cm. Bagian atas disebut pars flaksida sedangkan bahgaian bawah pars tensa.Pars flaksida hanya berlapis dua , yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia.Pars tensa mempunyai satu lapis lagi ditengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier dibagian luar dan sirkuler dibagian dalam. Serat inilah yang menyebabkan refleks cahaya.Refleks cahaya terletak dikuadran anterior inferior.Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani disebut umbo.Membran timpani dibagi dalam 4 kuadran, dengan menarik garis searah dengan prosessus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo, sehingga didapatkan bagian superior-anterior,superior-posterior, inferior-anterior serta inferiorposterior, untuk menyatakan letak perforasi membran timpani.

1.

TELINGA TENGAH

Telinga tengah atau rongga telinga adalah suatu ruang yang terisi udara yang terletak di bagian petrosum tulang pendengaran. Ruang ini berbatasan di sebelah posterior dengan ruang-ruang udara mastoid dan disebelah anterior dengan faring melalui tuba Eustachius. Epitel yang melapisi rongga timpani dan setiap bangunan di dalamnya merupakan epitel selapis gepeng atau kuboid rendah, tetapi di bagian anterior pada pada celah tuba Eustachius epitelnya selapis silindris bersilia. dibagian dalam rongga ini terdapat tiga jenis tulang pendengaran yaitu tulang maleus, inkus dan stapes.

Ketiga tulang ini merupakan tulang kompak tanpa rongga sumsum tulang. Tulang maleus melekat pada membran timpani. Tulang maleus dan inkus tergantung pada ligamen tipis di atap ruang timpani. Lempeng dasar stapes melekat pada tingkap celah oval (fenestra ovalis) pada dinding dalam. Ada dua otot kecil yang berhubungan dengan ketiga tulang pendengaran. Otot tensor timpani terletak dalam saluran di atas tuba auditiva, tendonya berjalan mulamula ke arah posterior kemudian mengait sekeliling sebuah tonjol tulang kecil untuk melintasi rongga timpani dari dinding medial ke lateral untuk berinsersi ke dalam gagang maleus. Tendo otot stapedius berjalan dari tonjolan tulang berbentuk piramid dalam dinding posterior dan berjalan anterior untuk berinsersi ke dalam leher stapes. Otototot ini berfungsi protektif dengan cara meredam getaran-getaran berfrekuensi tinggi .

1.

TELINGA DALAM

Telinga dalam adalah suatu sistem saluran dan rongga di dalam pars petrosum tulang temporalis. Telinga dalam di bentuk oleh labirin tulang (labirin oseosa) yang di da-lamnya terdapat labirin membranasea. Labirin tulang berisi cairan perilimf sedangkan labirin membranasea berisi cairan endolimf.Labirin tulang terdiri atas tiga komponen yaitu kanalis semisirkularis, vestibulum, dan koklea tulang.

Labirin tulang ini di sebelah luar berbatasan dengan endosteum, sedangkan di bagian dalam dipisahkan dari labirin membranasea yang terdapat di dalam labirin tulang oleh ruang perilimf yang berisi cairan endolimf.Vestibulum merupakan bagian tengah labirin tulang, yang berhubungan dengan rongga timpani melalui suatu membran yang dikenal sebagai fenestra ovale. Ke dalam vestibulum bermuara tiga buah kanalis semisirkularis yaitu kanalis semisirkularis anterior, posterior dan lateral yang masing-masing saling tegak lurus. Setiap saluran semisirkularis mempunyai pelebaran atau ampula. Walaupun ada tiga saluran tetapi muaranya hanya lima karena ujung posterior saluran posterior yang tidak berampula menyatu dengan ujung medial saluran anterior yang tidak bermapula dan bermuara ke dalam bagian medial vestibulum oleh krus kommune. Ke arah anterior rongga vestibulum berhubungan dengan koklea tulang dan fenestra rotundum.Koklea merupakan tabung berpilin mirip rumah siput.

Bentuk keseluruhannya mirip kerucut dengan dua tiga-perempat putaran. Sumbu koklea tulang di sebut mediolus. Tonjolan tulang yang terjulur dari modiolus membentuk rabung spiral dengan suatu tumpukan tulang yang disebut lamina spiralis. Lamina spiralis ini terdapat pembuluh darah dan ganglion spiralis, yang merupakan bagian koklear nervus akustikus.

Labirin membransea terletak di dalam labirin tulang, merupakan suatu sistem saluran yang saling berhubungan dilapisi epitel dan mengandung endolimf. Labirin ini dipisahkan dari labirin tulang oleh ruang perilimf yang berisi cairan perilimf. Pada beberapa tempat terdapat lembaran-lembaran jaringan ikat yang mengandung pembuluh darah melintasi ruang perilimf untuk menggantung labirin membranasea.Labirin membranasea terdiri atas duktus semisirkularis membranasea,ultrikulus, sakulus dan ductus koklearis.

FISIOLOGI TELINGA

a. PENDENGARAN

Mendengar adalah kemampuan untuk mendeteksi tekanan vibrasi udara tertentu dan menginterpretasikannya sebagai bunyi. Telinga mengkonversi energi gelombang tekanan menjadi impuls syaraf, dan korteks serebri mengkonversi impuls ini menjadi bunyi.Bunyi memiliki frekuensi, amplitude dan bentuk gelombang. Frekuensi gelombang bunyi adalah kecepatan osilasi gelombang udara per unit waktu. Telinga manusia dapat menangkap frekuensi yang bervariasi dari sekitar 20 sampai 18,000 Hertz (Hz).

Satu hertz adalah satu siklus per detik.Amplitudo adalah ukuran energi atau intensitas fluktuasi tekanan. Gelombang bunyi dengan amplitude yang berbeda diinterpretasikan sebagai perbedaan dalam kekerasan.Ukuran bunyi dalam decibel (dB).Gelombang bunyi ditangkap oleh aurikulum dan ditransmisikan ke dalam meatus aukustikus eksternus kemudian bergerak menuju kanalis akustikus eksternus ke arah membran timpani.Gelombang bunyi menyebabkan vibrasi membran timpani. Sifat membrane adalah aperiodis yang tidak memiliki frekuensi alaminya sendiri tetapi mengambil karakteristik vibrasi yang terjadi.Getaran tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membaran timpani dengan fenestra ovale.Muskulus stapedius dan tensor timpani berkontraksi secara reflektorik sebagai respons terhadap bunyi yang keras.Kontraksi akan menyebabkan membran timpani menjadi tegang osikular lebih kaku dan dengan demikian mengurangi transmisi suara.

Energi getar yang telah diamplifikasikan ini diteruskan ke stapes yang akan menggerakan fenestra ovale sehingga perilimfa pada skala vestibuli bergerak.Getaran mennggerakkan membrana Reissner mendorong endolimfa sehingga akan menimbulkan gerakan relatif antara membran basilaris dan membran tektoria.Proses ini merupakan rangsangan mekanik yang menyebabkan defleksi seterosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi penglepasan ion bermutan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel-sel rambut,

sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam sinaps yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks pendengaran(area 39-40) di lobus temporalis.

b. KESEIMBANGAN Keseimbangan dan orientasi tubuh seseorang terhadap lingkungan di sekitarnya tergantung pada input sensorik dari reseptor vestibuler di labirin, organ visual dan proprioseptif. Reseptor keseimbangan terdiri dari macula yaitu reseptor keseimbangan statis yang terdapat di utrikulus dan sakulus manakala krista ampularis yaitu reseptor keseimbangan dinamis yang terdapat pada kanal semisrkular, bereaksi terhadap gerakan rotasi pada sumbu bidang. Gerakan atau perubahan kepala dan tubuh akan menimbulkan perpindahan cairan endolimfa di labirin dan selanjutnya silia sel rambut akan menekuk.

Tekukan silia menyebabkan permeabilitas membran sel berubah, sehingga ion kalsium akan masuk ke dalam sel yang menyebabkan terjadinya proses depolarisasi dan akan merangsang penglepasan neurotransmitter eksitator yang selanjutnya akan meneruskan impuls sensoris melalui saraf aferen ke pusat keseimbangan di otak.

Sewaktu berkas silia terdorong ke arah berlawanan, maka terjadi hiperpolarisasi. Organ vestibuler berfungsi sebagai transduser yang mengubah energi mekanik akibat rangsangan otolit dan gerakan endolimfa di dalam kanalis semisirkularis menjadi energi biolistrik, sehingga dapat memberi informasi mengenai perubahan posisi tubuh akibat percepatan linier atau percepatan sudut. Dengan demikian dapat memberi informasi mengenai semua gerak tubuh yang sedang berlangsung.

1.

4. 1.

KLASIFIKASI Labirinitis yang mengenai seluruh bagian labirin, disebut labirinitis umum (general ), dengan gejala fertigo berat dan tuli saraf berat, sedangkan labirinitis yang terbatas ( labirinitis sirkumskripta ) menyebabkan terjadinya vertigo saja / tuli saraf saja.

2.

Labirinitis terjadinya oleh karena penyebaran infeksi ke ruang perlimfa. Terdapat dua bentuk labirinitis yaitu labirinitis serosa dan labirinitis supuratif. Labirinitis serosa dapat berbentuk labirinitis serosa difus dan labirinitis serosa sirkumskripta. Labirinitis supuratif dibagi dalam bentuk labirinitis supuratif akut difus dan labirinitis supuratif kronik difus.

3.

Labirinitis serosa toksin menyebabkan disfungsi labirin tanpa invasi sel radang, sedangkan pada labirinitis supuratif, sel radang menginvasi labirin, sehingga terjadi kerusakan yang ireversibel, seperti fibrosis dan osifikasi.

Pada kedua bentuk labirinitis itu operasi harus segera dilakukan untuk menghilangkan infeksi dari telinga tengah. Kadang kadang diperlukan juga drenase nanah dari labirin untuk mencegah terjadinya meningitis. Pemberian antibiotika yang adekuat terutama ditujukan kepada pengobatan otitis media kronik dengan atau tanpa kolesteatoma.

1.

TANDA DAN GEJALA

Gejala yang timbul pada labirinitis lokalisata merupakan hasil dari gangguan fungsi vestibular dan gangguan koklea yaitu terjadinya vertigo dan kurang pendengaran derajat ringan hingga menengah secara tiba-tiba. Pada sebagian besar kasus, gejala ini dapat membaik sendiri sejalan dengan waktu dan kerusakan yang terjadi juga bersifat reversible.

Pada labirinitis difusa (supuratif)

gejala yang timbul sama seperti gejala pada labirinitis lokalisata tetapi perjalanan penyakit pada labirinitis difusa berlangsung lebih cepat dan hebat, didapati gangguan vestibular, vertigo yang hebat, mual dan muntah dengan disertai nistagmus. Gangguan pendengaran menetap, tipe sensorineural pada penderita ini tidak dijumpai demam dan tidak ada rasa sakit di telinga. Penderita berbaring dengan telinga yang sakit ke atas dan menjaga kepala tidak bergerak. Pada pemeriksaan telinga tampak perforasi membrana timpani.

Pada labirinitis viral

penderita didahului oleh infeksi virus seperti virus influenza, virus mumps, timbul vertigo, nistagmus kemudian setelah 3-5 hari keluhan ini berkurang dan penderita normal kembali. Pada labirinitis viral biasanya telinga yang dikenai unilateral. Terjadi tuli total disisi yang sakit, vertigo ringan nistagmus spontan biasanya kea rah telinga yang sehat dapat menetap sampai beberapa bulan atau sampai sisa labirin yang berfungsi dapat menkompensasinya. Tes kalori tidak menimbulkan respons disisi yang sakit dan tes fistulapur negatif walaupun dapat fistula. Labirintitis ditandai oleh awitan mendadak vertigo yang melumpuhkan, bisanya disertai mual dan muntah, kehilangan pendengaran derajat tertentu, dan mungkin tinnitus. Episode pertama biasanya serangan mendadak paling berat, yang biasanya terjadi selama periode beberapa minggu sampai bulan, yang lebih ringan. Pengobatan untuk labirintitis balterial meliputi terapi antibiotika intravena, penggantian cairan, dan pemberian supresan vestibuler maupun obat anti muntah. Pengobatan labirintitis viral adalah sintomatik dengan menggunakan obatantimuntah dan antivertigo.

1.

PATOFISIOLOGI Kira kira akhir minggu setelah serangan akut telinga dalam hampir seluruhnya terisi untuk jaringan gramulasi, beberapa area infeksi tetap ada. Jaringan gramulasi secara bertahap berubah menjadi jaringan ikat dengan permulaan. Pembentukan tulang baru dapat mengisi penuh ruangan labirin dalam 6 bulan sampai beberapa tahun pada 50 % kasus.

2.

PEMERIKSAAN PENUNJANG Fistula dilabirin dapat diketahui dengan testula, yaitu dengan memberikan tekanan udara positif ataupun nrgatif ke liang telinga melalui otoskop siesel dengan corong telinga yang kedap atau balon karet dengan bentuk elips pada ujungnya yang di masukan ke dalam liang telinga. Balon karet di pencet dan udara di dalamnya akana menyebabkan perubahan tekanan udara di liang telinga. Bila fistula yang terjadi masih paten maka akan terjadi kompresi dan ekspansi labirin membrane. Tes fistula positif akan menimbulkan ristamus atau vertigo. Tes fistula bisa negatif, bila fistulanya bisa tertutup oleh jaringan granulasi atau bila labirin sudah mati atau paresis kanal. Pemeriksaan radiologik tomografi atau CT Scan yang baik kadang kadang dapat memperlihatkan fistula labirin, yang biasanya ditemukan dikanalis semisirkularis horizontal. Pada fistula labirin / labirintis, operasi harus segera dilakukan untuk menghilangkan infeksi dan menutup fistula, sehingga fungsi telinga dalam dapat pulih kembali. Tindakan bedah harus adekuat untuk mengontrol penyakit primer. Matriks kolesteatom dan jaringan granulasi harus diangkat dari fistula sampai bersih dan didaerah tersebut harus segera ditutup dengan jaringan ikat / sekeping tulang / tulang rawan.

3.

PENATALAKSANAAN Terapi local harus ditujukan kesetiap infeksi yang mungkin ada, diagnosa bedah untuk eksenterasi labirin tidak diindikasikan, kecuali suatu focus dilabirin untuk daerah perilabirin telah menjalar untuk dicurigai menyebar ke struktur intrakronial dan tidak memberi respons terhadap terapi antibiotika bila dicurigai ada focus infeksi di labirin atau di ospretosus dapat dilakukan drerase labirin dengan salah satu operasi labirin setiap skuestrum yang lepas harus dibuang, harus dihindari terjadinya trauma NUA. Bila saraf fosial lumpuh, maka harus dilakukan dengan kompresi saraf tersebut. Bila dilakukan operasi tulang temporal maka harus diberikan antibiotika sebelum dan sesudah operasi

4.

KOMPLIKASI Tuli total atau meningitis.

BAB III

ASKEP TEORITIS

1. 2.

A.

PENGKAJIAN

Identitas klien : Meliputi identitas klien yaitu : nama lengkap, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, suku/bangsa, golongan darah, tanggal masuk RS, tanggal pengkajian, No. RM, diagnose medis, dan alamat.

Identitas penanggung jawab : nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien, dan alamat.

1.

Riwayat kesehatan 1. Riwayat Kesehatan Dahulu

Tanyakan pada klien atau keluarga tentang hal-hal yang berhubungan dengan penyakit klien, kebiasaan klien sebelumnya yang berhubungan dengan penyakit yang dialami klien. Tanyakan juga penyakit yang pernah dialami klien sebelumnya, riwayat penyakit klien yang pernah dirawat di rumah sakit serta pengobatan yang pernah didapatkan dan hasilnya.

1.

Riwayat Kesehatan Sekarang

Tanyakan pada klien atau keluarga tentang keluhan klien saat ini, mulai dari saat serangan awal, klien dibawa kerumah sakit, penanganan klien,sampai kondisi klien saat ini serta dampaknya terhadap aktivitas saat ini.

1. ini..

Riwayat Kesehatan Keluarga

Tanyakan pada klien atau keluarga mengenai penyakit yang berhubungan dengan penyakit yang diderita klien saat

1.

Pemeriksaan Fisik 1. KEADAAN UMUM KLIEN Kaji Tingkat kesadaran pasien, berat badan dan tinggi badan pasien KEPALA Rambut : biasanya rambut klien dengan labirinitis bersih dan tidak rontok

1. 1)

2)

Wajah

: biasanya tidak ada oedema dan luka lain lainnya

3)

Mata

: posisi mata kiri dan kanan simetris, alis mata kiri dan kanan simetris, kelopak mata menutupi

pupil, konjungtiva anemis, sclera putih dan respon cahaya di pupil baik

4)

Hidung

5)

Bibir

: biasanya tidak oedema, warna bibir normal dan kondisi mukosa bibir baik.

6)

Gigi

: biasanya pada gigi tidak ada temuan lainnya.

7)

Lidah

: biasanya pasien dengan labirinitis lidah tidak berpengaruh

1. 2. a)

LEHER Inspeksi

: biasanya tidak ada pembesaran kelenjar thyroid : biasanya dadanya simetris

DADA / THORAK

b)

Palpasi

: bandingkan fremitus pada paru-paru kiri dengan paru-paru kanan

c)

Perkusi

: biasanya tidak ada perubahan bunyi pada saat perkusi

d)

Auskultasi

: biasanya tidak adanya cairan di lapangan paru

1. 1)

JANTUNG Palpasi : biasanya tidak teraba ictus cordis

2)

Perkusi

: tentukan batas-batas jantung

3)

Auskultasi

: biasanya tidak adanya bunyi tambahan, irama denyutan jantung normal

1. a)

PERUT / ABDOMEN Inspeksi : biasanya tidak acites (buncit)

b)

Auskultasi

: biasanya bunyi bising usus

c)

Palpasi

: biasanya pembesaran hepar tidak teraba

d)

Perkusi

: biasanya bunyinya tidak mengalami gangguan

1.

GENITOURINARIA

Pasien tidak terpasang kateter, warna urine pasien jenih, bau urine pasien khas

1. 2.

EKSTREMITAS : biasanya ekstremitas atas tidak terpasang infuse dan biasanya ekstremitas bawah kekuatan ototnya 5 dan tidak ada oedema. SISTEM INTEGUMEN : biasanya warna kulit normal

1.

Data pola kebiasaan sehari-hari Nutrisi Nutrisi Sehat Sakit

No

Biasanya pada saat sehat nafsu 1. Makanan makan enak

Biasanya pada saat sakit nafsu makan berkurang

Biasanya minum lebih 2. Minuman Biasanya minum sekedar saja ditingkatkan lagi

Eliminasi :

Miksi : biasanya frekuensi buang air kecil pada waktu sehat dan sakit normal kira kira 7X sehari dan bau pada saat sehat maupun sakit tidak berbau Defekasi : biasanya warnaya normal dan kekuningan jernih. Istirahat dan tidur :

Biasanya istirahat dan tidur pada pasien labirinitis terganggu akibat nyeri yang dirasakan kemudian bandingkan pada saat sehat dengan sakit. Catat keluhan selama istirahat dan tidur.

Aktiitas sehri-hari dan perawatan diri

Biasanya aktivitas pasien terhambat dan perawatan diri menjadi tidak mandiri.

1.

Data Sosial Ekonomi Biasanya social ekonomi dengan penyakit mastoiditis golongan menengah.

1.

Data psikososial

Biasanya keadaan psikologis klien selama sakit bermasalah karena akibat dirawat dirumah sakit

1. 2.

Data spiritual : Biasanya semenjak sakit atau sehat bagaimana keadaan ibadah pasien B. DIAGNOSA KEPERAWATAN Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan vertigo Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan adanya muntah Gangguan rasa aman cemas berhubungan dengan ketidak tahuan pasien tentang penyakitnya

1.

C.

INTERVENSI

Gangguan rasa nyaman nyeri b.d vertigo

- memantau TTV dan keadaan umum klien tiap jam

- kaji tingkat skala nyeri klien

- menganjurkan klien untuk bedres(rileks)

- mengobservasi adanya tanda-tanda komplikasi

- menganjurkan klien untuk tidak untuk tidak membaca pada saat vertigo

- Mengkolaborasikan dengan dokter untuk pemberian obat-obat anti vertigo

Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b.d adanya muntah

-mengobservasikan TTV dan kadaan umum klien tiap jam

-mengkolaborasikan dengan dokter untuk pemberian cairan elektrolit

-melakukan pemasangan infus sesuai anjuran dokter

-memonitoring tetesan infuse

Gangguan rasa aman cemas b.d ketidak tahuan klien tentang penyakitnya

-memonitor TTV dan keadaan umum tiap jam

-memberikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya

-Memberikan support psikososial dan spiritual

1.

IMPLEMENTASI

Melaksanakan/ melakukan tindakan yang telah direncanakan sesuai dengan intervensi untuk kesembuhan dan meningkatkan kesehatan klien.

1.

E.

EVALUASI

Pada tahap ini perawat akan mengevaluasi atau melakukan pemeriksaan kembali untuk mengetahui sejauh manakah perkembangan terhadap pasiennya serta untuk mengetahui apakah intervensi dan implementtasi telah tercapai atau belum.

Yang terdiri dari SOAP( subjek,objektif,analisa dan plening)

Anda mungkin juga menyukai