Anda di halaman 1dari 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 POLIPROPILENA Polipropilena adalah suatu polimer yang di bentuk melalui reaksi kimia polimerisasi dari monomer yang merupakan senyawa vinil. Polipropilena termasuk jenis plastik komoditi yaitu jenis plastik dengan volume yang tinggi dan harganya murah. Plastik komoditas mewakili sekitar 90% dari seluruh produk termoplastik (Malcom P. Stevens, 1998). Produk polipropilena mempunyai konduktifitas panas yang rendah (0,12 W/m), tegangan permukaan rendah, kekuatan benturan yang tinggi dan ketahanan yang tinggi terhadap pelarut organik, bahan kimia anorganik dan mempunyai sifat isolator yang baik. Polipropilena digunakan untuk bagian-bagian mobil, botol kemasan, wadah margarine, tali, anyaman karpet dan film. Penggunaan polipropilena pada mobil dan suku cadang otomotif sangat dipengaruhi oleh panas. Dalam waktu relatif lama akan menimbulkan sehingga dengan kerusakan dan kestabilan panasnya akan menurun pada proses pembuatan/pengolahan produk demikian,

polipropilena akan terdegrasi. Agar pemakaiannya dapat lama, pada proses pembuatan/pengolahan produk polipropilena perlu ditambahkan stabilizer panas sehingga kerusakan dan degradasi polimer dapat dicegah atau ditunda. Polipropilena disusun oleh monomer-monomer yang merupakan senyawa vinil jenuh dengan struktur (CH 2 =CH-CH 3 ). Polipropilena yang dibentuk dengan monomer ini melalui proses polimerisasi adisi secara umum ditunjukkan pada gambar (Rosen, 1982) Proses polimerisasi ini akan menghasilkan suatu rantai linier berbentuk A-A-A-A-A- dengan A adalah polipropolena yang merupakan polimer hidrokarbon.

Universitas Sumatera Utara

H n C H

CH 3 C H

H C H

CH 3 C H n=unitperulangan

Gambar 2.1. Polimerisasi Polipropilena Kristalinitas merupakan sifat penting yang terdapat pada polimer yang menunjukkan susunan molekul yang lebih teratur. Sifat kristalinitas yang tinggi menyebabkan regangannya tinggi dan kaku (Al-Malaika, 1983). Dalam polipropilena, rantai polimer yang terbentuk dapat tersusun membentuk daerah kristalin dan amorf yang mana atom-atom terikat secara tetrahedral dengan sudut ikatan C-C sebesar 109,50 dan membentuk rantai zig-zag planar (Cowd, 1991). Struktur rantai zig-zag planar tiga dimensi dapat terjadi dalam struktur isotaktik dan ataktik (Meyer, 1984). Polimer khas ruang (stereo spesifik) ini khususnya disintesis isotaktik sehingga kekristalinnya tinggi. Karena keteraturan ruang ini rantai dapat terjejal sehingga menghasilkan plastik yang kuat dan tahan panas.
CH 3 CH 3 CH 3 C H H C H H CH 3 C C H H H C H C H H CH 3 C C H H H C H

H C

Gambar. 2.2.Struktur Isotaktik Polipropilena

Universitas Sumatera Utara

2.1.1

Sifat-sifat Polipropilena Polipropilena mempunyai kondiktifitas panas yang rendah (0,12 W/m),

tegangan permukaan yang rendah, kekuatan benturan yang tinggi, tahan terhadap pelarut organik, bahan kimia anorganik, uap air, asam dan basa, isolator yang tetapi dapat dirusak oleh asam nitrat pekat, mudah terbakar dengan nyala yang lambat. Titik leleh 1700C dan suhu dekomposisi 3800C (Cowd, 1991). Pada suhu kamar polipropilena nyaris tidak larut dalam toluene, dalam silena larut dengan pemanasan, akan tetapi polipropilena dapat terdegradasi oleh zat pengoksidasi seperti asam nitrat dan hydrogen peroksida (Al-Malaika, 1983). Polipropilena isotaktik memiliki sifat kekakuan yang tinggi, daya rentang yang baik, resistensi terhadap asam , alkali dan pelarut. Densiatas polipropilena berkisar antara 0,90 0.91, titik leleh (Tm) dari 1650C 1700C, dan dapat digunakan sampai 1200C. 2.1.2 Penggunaan Polipropilena Polipropilena diproduksi sejak tahun 1985 dengan menggunakan katalis Ziegler. Polimer khas ruang (stereo spesifik ) ini khususnya disintesis isotaktik sehingga kekristalannya tinggi. Karena keteraturan ruang polimer ini rantai dapat terjejal sehingga menghasilkan plastic yang kuat dan tahan panas. Sebagai jenis plastik komoditas, polipropilena banyak digunakan untuk bagian dalam mesin pencuci, komponen mobil dan suku cadang otomotif, botol kemasan, margin, isolator listrik, kemasan makanan dan barang (Cowd, 1991). Juga dapat digunakan untuk membuat tali, karpet, kursi, tangkai pegangan dan film. Sedangkan polipropilena daur ulang dapat digunakan untuk membuat sikat gigi, corong minyak dan kabel baterai.

Universitas Sumatera Utara

2.2 TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT Limbah berbentuk padatan dari pabrik kelapa sawit umumnya berbentuk tandan kosong, cangkang dan serat buah. Dari berbagai jenis komponen limbah pabrik kelapa sawit yang dihasilkan itu, tandan kosong kelapa sawit (TKKS) merupakan komponen yang paling banyak.

Gambar 2.3.Tandan Kosong Kelapa Sawi Tandan kosong kelapa sawit (TKKS) banyak mengandung serat disamping zat-zat lainnya. Bagian dari tandanan yang banyak mengandung serat atau selulosa adalah bagian pangkal dan ujungnya yang runcing dan keras. Secara umum sifat fisik dan morfologi serat tandan kosong kelapa sawit (TKKS) diperlihatkan pada tabel berikut. Tabel 2.1. Sifat Fisik dan Morfologi Tandan Kosong Kelapa Sawit Parameter Panjang Serat (mm) Diameter Serat (m) Tebal dinding (m) Kadar serat (%) Kadar non serat (%) ( Darnoko, dkk, 1995) Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) Bagian Pangkal 1,20 15,00 3,49 72,67 27,33 Bagian ujung 0,76 114,34 3,68 62,47 37,53

Universitas Sumatera Utara

Sementara komposisi dan sifat kimia dari Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) seperti diperlihatkan tabel berikut. Tabel 2.2. Komposisi dan Sifat Kimia Tandan Kosong Kelapa Sawit Komponen Kimia Lignin Ekstraktif Pentosan - selulosa Holoselulosa Abu Kelarutan dalam: 1% Na OH Air dingin Air panas ( Darnoko, dkk, 1995) 2.3 KOMPOSIT Komposit adalah penggabungan dari dua atau lebih material yang berbeda sebagai suatu kombinasi yang menyatu. Bahan komposit pada umumnya terdiri dari dua unsur, yaitu serat (fiber) sebagai pengisi dan bahan pengikat serat tersebut yang disebut matrik. Didalam komposit unsur utamanya adalah serat, sedangkan bahan pengikatnya menggunakan bahan polimer yang mudah dibentuk dan mempunyai daya pengikat yang tinggi. Penggunaan serat sendiri yang utama adalah untuk menentukan karakteristik bahan komposit seperti : kekakuan, kekuatan dan sifatsifat mekanik lainnya. Sebagai bahan pengisi serat digunakan untuk menahan sebagian besar gaya yang bekerja pada bahan komposit, matrik sendiri mempunyai fungsi melindungi dan mengikat serat agar dapat bekerja dengan baik terhadap gaya-gaya yang terjadi. Oleh karena itu untuk bahan serat digunakan 29,96 13,89 16,17 Komposisi ( % ) 22,23 6,37 26,69 37,76 68,88 6,59

Universitas Sumatera Utara

bahan yang kuat, kaku dan getas, sedangkan bahan matrik dipilih bahan-bahan yang liat, lunak dan tahan terhadap perlakuan kimia. 2.3.1 Klasifikasi Bahan Komposit Klasifikasi komposit dapat dibentuk dari sifat dan strukturnya. Bahan komposit dapat diklasifikasikan kedalam beberapa jenis. Secara umum klasifikasi komposit yang sering digunakan antara lain : 1. Klasifikasi menurut kombinasi material utama, seperti metal-organic atau metal anorganic. 2. Klasifikasi menurut karakteristik bulk-form, seperti sistem matrik atau laminate. 3. Klasifikasi menurut distribusi unsur pokok, seperti continous dan discontinous. 4. Klasifikasi menurut fungsinya, seperti elektrikal atau struktural (Schwartz, 1984). Sedangkan klasifikasi untuk komposit serat (fiber-matrik composites) dibedakan menjadi beberapa macam antara lain : 1. Fiber composites (komposit serat) adalah gabungan serat dengan matrik. 2. Flake composites adalah gabungan serpih rata dengan matrik. 3. Particulate composites adalah gabungan partikel dengan matrik. 4. Filled composites adalah gabungan matrik continous skeletal dengan matrik yang kedua. 5. Laminar composites adalah gabungan lapisan atau unsur pokok lamina (Schwartz, 1984). Secara umum bahan komposit terdiri dari dua macam, yaitu bahan komposit partikel (particulate composite) dan bahan komposit serat (fiber composite). Bahan komposit partikel terdiri dari partikel-partikel yang di ikat oleh matrik. Bahan komposit serat terdiri dari serat-serat yang diikat oleh matrik yang saling berhubungan.

Universitas Sumatera Utara

2.3.2 Tipe Komposit Serat Untuk memperoleh komposit yang kuat harus dapat menempatkan serat dengan benar. Berdasarkan penempatannya terdapat beberapa tipe serat pada komposit yaitu : a. Continuous Fiber Composite Tipe ini mempunyai susunan serat panjang dan lurus, membentuk lamina diantara matriknya. Jenis komposit ini paling sering digunakan. Tipe ini mempunyai kelemahan pada pemisahan antar lapisan. Hal ini dikarenakan kekuatan antar lapisan dipengaruhi oleh matriknya. b. Woven Fiber Composite (bi-directional) Komposit ini tidak mudah dipengaruhi pemisahan antar lapisan karena susunan seratnya juga mengikat antar lapisan. Akan tetapi susunan serat memanjangnya yang tidak begitu lurus mengakibatkan kekuatan dan kekakuan akan melemah. c.Discontinuous Fiber Composite Discontinuous Fiber Composite adalah tipe komposit dengan serat pendek. Tipe ini dibedakan lagi menjadi 3 jenis (Gibson, 1994)

Gambar 2. Gambar 2.4. Tipe Discontinuous fiber d.Hybrid Fiber Composite Hybrid fiber composite merupakan komposit gabungan antara tipe serat lurus dengan serat acak. Tipe ini digunakan supaya dapat menganti kekurangan sifat dari kedua tipe dan dapat menggabungkan kelebihannya.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.5. Tipe Komposit Serat 2.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Performa Komposit Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi performa Fiber-Matrik Composites antara lain : a. Faktor Serat Serat adalah bahan pengisi matrik yang digunakan untuk dapat memperbaiki sifat dan struktur matrik yang tidak dimilikinya, juga diharapkan mampu menjadi bahan penguat matrik pada komposit untuk menahan gaya yang terjadi. 1). Letak Serat Dalam pembuatan komposit tata letak dan arah serat dalam matrik yang akan menentukan kekuatan mekanik komposit, dimana letak dan arah dapat mempengaruhi kinerja komposit tersebut. Menurut tata letak dan arah serat diklasifikasikan menjadi tiga bagian yaitu: One dimensional reinforcement, mempunyai kekuatan dan modulus maksimum pada arah axis serat. Two dimensional reinforcement (planar), mempunyai kekuatan pada dua arah atau masing-masing orientasi serat. Three dimensional reinforcement, mempunyai sifat isotropic .

Universitas Sumatera Utara

2). Panjang Serat Panjang serat dalam pembuatan komposit serat pada matrik sangat berpengaruh terhadap kekuatan. Ada dua penggunaan serat dalam campuran komposit yaitu serat pendek dan serat panjang. Ada serat alami dan ada juga serat sintetis. Serat alami jika dibandingkan dengan serat sintetis mempunyai panjang dan diameter yang tidak seragam pada setiap jenisnya. Oleh karena itu panjang dan diameter sangat berpengaruh pada kekuatan maupun modulus komposit. Panjang serat berbanding diameter serat sering disebut dengan istilah aspect ratio. Serat pendek lebih mudah peletakannya dibanding serat panjang. Panjang serat mempengaruhi kemampuan proses dari komposit serat. Pada umumnya, serat panjang lebih mudah penanganannya jika dibandingkan dengan serat pendek. Sedangkan komposit serat pendek, dengan orientasi yang benar, akan menghasilkan kekuatan yang lebih besar jika dibandingkan continous fiber. b. Faktor Matrik Matrik dalam komposit berfungsi sebagai bahan mengikat serat menjadi sebuah unit struktur, yang melindungi dari perusakan eksternal, meneruskan atau memindahkan beban eksternal pada bidang geser antara serat dan matrik, sehingga matrik dan serat saling berhubungan. Bahan polimer yang sering digunakan sebagai material matrik dalam komposit ada dua macam adalah termoplastik dan termoset. Termoplastik dan termoset ada banyak jenisnya yaitu: 1). Termoplastik, bahan-bahan (PI), yang tergolong diantaranya Polyamide Polysulfone (PS), Poluetheretherketone (PEEK), Polyhenylene

Sulfide (PPS) Polypropylene (PP), Polyethylene (PE) dll. 2). Termoset, bahan-bahan yang tergolong diantaranya Epoksi, Polyester. Phenolic, Plenol, Resin Amino, Resin Furan dll. c. Faktor Ikatan Fiber-Matrik Komposit serat yang baik harus mampu menyerap matrik yang memudahkan terjadi antara dua fase (Schwartz, 1984). Selain itu komposit serat juga harus mempunyai kemampuan untuk menahan tegangan yang tinggi, karena serat dan matrik berinteraksi dan pada akhirnya terjadi pendistribusian tegangan.

Universitas Sumatera Utara

Kemampuan ini harus dimiliki oleh matrik dan serat. Hal yang mempengaruhi ikatan antara serat dan matrik adalah void, yaitu adanya celah pada serat atau bentuk serat yang kurang sempurna yang dapat menyebabkan matrik tidak akan mampu mengisi ruang kosong pada cetakan. Bila komposit tersebut menerima beban, maka daerah tegangan akan berpindah ke daerah void sehingga akan mengurangi kekuatan komposit tersebut (Schwartz, 1984). 2.4 ANHIDRIDA MALEAT SEBAGAI ADITIF Anhidrida Maleat (2-5-furandion; cis-butenedioik anhidrat) dengan rumus umum C 4 H 2 O 3 dengan berat molekul 98,06 dapat dibuat dengan mensublimasi asam maleat dan P 2 O 5 dengan menurunkan tekanan.

Gambar 2.6. Anhidrida Maleat Secara tradisional anhidrida maleat dibuat dengan mengoksidasi benzena atau senyawa aromatik. Karena harga benzena yang tinggi, sekarang pembuatan anhidrida maleat dilakukan dengan menggunakan 3,5 O 2 n-Butana dengan reaksi seperti berikut: CH 3 CH 2 CH 2 CH 3 + CH 2 (CO) 2 O + 4 H 2 O Anhidrida maleat larut dalam 100 gr pelarut pada suhu 25oC. Anhidrida maleat digunakan pada proses sintesa diena (sintesa Diehls Alder), reaksi kopolimerisasi,

Universitas Sumatera Utara

pembuatan resin-alkil dan bidang farmasi, bersifat sangat iritatif dan umumnya senyawa dengan dua karbon ikatan rangkap dan karbon oksigen. Anhidrida maleat dengan berat molekul 98,06 larut dalam air, meleleh pada temperatur 57oC sampai 60oC, mendidih pada temperatur 202oC dan specific grafity 1,5 (Gaylord, 1981).

2.5 BENZOIL PEROKSIDA SEBAGAI INISIATOR Benzoil peroksida merupakan senyawa peroksida yang berfungsi sebagai inisiator dalam proses polimerisasi dan dalam pembentukan ikatan silang dari berbagai material polimer. Senyawa peroksida ini dapat digunakan sebagai pembentuk radikal bebas. Peroksida organik seperti benzoil peroksida diuraikan dengan mudah untuk menghasilkan radikal bebas benzoil. Benzoil peroksida memiliki waktu paruh 0,37 jam pada suhu 100oC. Penambahan sejumlah zat pembentuk radikal akan memberikan ikatan polimer (Al-Malaika, 1997).

2.6 PENCAMPURAN POLIMER Proses pencampuran dalam pembuatan polimer secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu : 1. Proses fisika, terjadi pencampuran secara fisik antara dua jenis polimer atau lebih yang memiliki struktur yang berbeda, tidak membentuk ikatan ekivalen antara komponen-komponennya. 2. Proses kimia, menghasilkan kopolimer yang ditandai dengan terjadinya ikatan-ikatan kovalen antar polimer penyusunnya. Interaksi yang terjadi didalam campuran ini berupa ikatan vander walls, ikatan hidrogen atau interaksi dipol-dipol. Pencampuran polimer komersial dapat dihasilkan dari polimer sintetik dengan polimer alam. Pencampuran yang dihasilkan dapat berupa campuran homogen dan campuran heterogen (Nurjana, 2007). 2.6.1 Pencampuran Polipropilena dengan Serat Proses pencampuran antar matrik dengan filler mencakup dua jenis pencampuran yaitu pencampuran distributif dan pencampuran dispersif. Contoh pencampuran

Universitas Sumatera Utara

distributif diantaranya pencampuran bahan aditif seperti antioksidan, pengisi, pigmen atau penguat kedalam matriks polimer. Proses pencampuran ini memerlukan bahan pendispersi dan bahan penghubung untuk mendapatkan hasil campuran yang homogen. Bahan pengisi kayu dan serat (selulosa) yang ringan, murah, dan tersedia dalam jumlah besar dapat diolah secara distributif dengan matrik polimer. 2.6.2 Kompatibilitas Pencampuran Polipropilena dengan Serat Polipropilena dan serat tandan kosong kelapa sawit merupakan dua bahan polimer yang sukar bercampur homogen, karena sifat kopolarannya berbeda. Karena itu proses pencampurannya adalah distributif. Untuk mendapatkan campuran yang homogen, prosesnya tidak dapat dilakukan dengan cara konvensional, yang hanya melibatkan interaksi fisik antar komponen polimer. Campuran polimer yang dihasilkan dengan metode campuran lelehan (melt- mixing ) lebih baik dari pada pencampuran dalam larutan. Buruknya interaksi antara bagian-bagian molekul menyebabkan tingginya tegangan antar muka pada lelehan yang mengakibatkan sulitnya mendispersikan komponen penyusun sebagaimana mestinya selama pencampuran dan rendahnya adhesi antar muka dari komponen-komponen tersebut. Gejala ini berakibat dininya kegagalan mekanik dan kerapuhan polimer. Cara untuk mengatasi hal ini disebut kompatibilisasi (Al-Malaika, 1997). 2.7 KARAKTERISASI PAPAN PARTIKEL Karakterisasi dari papan partikel dilakukan untuk mengetahui dan menganalisis campuran polimer dengan serat. Karakterisasi dilakukan dengan menggunakan standar SNI 03-2105-2006 yang meliputi sifat fisik seperti kerapatan, kadar air dan pengembangan tebal serta sifat mekanis seperti kuat lentur, Modulus Elastisitas (MOE), kuat rekat internal dan kuat impak. Karakteristik papan partikel komposit dari SNI 03-2105-2006 sebagai acuan untuk menentukan kwalitas papan partikel tersebut diperlihatkan tabel berikut.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.3. Sifat Fisis dan Mekanis dari Papan Partikel No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Sifat Fisik dan Mekanik Kerapatan (gr/cm3) Kadar Air (%) Pengembangan Tebal (%) Kuat Lentur (kgf/cm2) Modulus Elastisitas MOE (kgf/cm2) Kuat Rekat Internal (kgf/cm2) Kuat Impak SNI 03-2105-2006 0,40 - 0,90 < 14 Maks 12 Min 82 Min 20.400 Min 1,5 -

(Sumber : Badan Standardisasi Nasional, 2006) 2.7.1 Pengujian Sifat Fisik

Untuk mengetahui sifat-sifat fisik papan partikel komposit dilakukan pengujian kerapatan (), kadar air (KA) dan pengembangan tebal (PT) seperti berikut : a. Kerapatan Pengujian kerapatan dilakukan pada kondisi kering udara dan volome kering udara, sampel uji berukuran 10cm x 10cm x 1cm ditimbang massanya, lalu diukur rata-rata panjang, lebar dan tebalnya untuk menentukan volumenya. Kerapatan sampel uji papan partikel komposit dihitung dengan persamaan :

= Dimana : m v : kerapatan (gr/cm3) : massa sampel uji (gr) : volume sampel uji (cm3)

( 2.1 )

Universitas Sumatera Utara

b. Kadar Air Kadar air dihitung dari massa sampel uji sebelum dan sesudah di oven dari sampel uji berukuran 5cm x 5cm x 1cm dengan persamaan :

KA ) Dimana : KA m1 m2 : kadar air (%)

( 2.2

: massa awal sampel uji (gr) : massa akhir sampel uji (gr)

a. Pengembangan Tebal Pengembangan tebal dihitung 5cm x 1cm, dengan persamaan : atas tebal sebelum dan sesudah perendaman dalam air selama 24 jam pada sampel uji berukuran 5cm x

PT = ) Dimana : PT T1 T2 : pengembangan tebal (%) : tebal sampel uji sebelum perendaman (cm) : tebal sampel uji sesudah perendaman (cm)

( 2.3

2.7.2

Pengujian Sifat Mekanik

Untuk mengetahui sifat-sifat mekanik dari suatu bahan dilakukan beberapa pengujian dengan mengacu pada standar yang digunakan.

Universitas Sumatera Utara

a. Pengujian Kuat Lentur. Pengujian kuat lentur dilakukan dengan Universal Testing Machine (UTM) dengan menggunakan jarak antara batang penyangga (jarak sangga) 15 kali tebal sampel uji yaitu 15 cm, karena tebal sampel uji adalah 1 cm. Nilai kuat lentur ( ) dihitung dengan persamaan :

= Dimana : P L : kuat lentur (kgf/cm2) : berat beban maksimum (kgf) : jarak sangga (cm) b d

( 2.4 )

: lebar sampel uji (cm) : tebal sampel uji (cm)

Gambar 2.7. Alat Universal Testing Machine b. Pengujian Modulus Elastisitas (MOE). Pengujian kuat lentur (Modulus of Elasticity) disebut juga Modulus Young pada lenturan ( E f ) dilakukan bersama-sama dengan pengujian keteguhan atau kuat patah, dengan menggunakan sampel uji yang sama.

Universitas Sumatera Utara

Besarnya defleksi atau lenturan yang terjadi pada saat pengujian dicatat pada setiap selang beban tertentu, nilai MOE dihitung dengan persamaan:

Ef = Dimana : Ef P : Modulus of Elasticity (kgf/cm2) b : berat beban sebelum batas proporsi (kgf) L : jarak sangga (cm) d

( 2.5 )

: lebar sampel uji (cm) : tebal sampel uji (cm)

: lenturan pada beban (cm)

Beban Sampel

Gambar 2.8. Pemasangan Sampel c. Pengujian Kuat Rekat Internal Kuat rekat internal dilakukan untuk sampel uji berukuran 5cm x 5cm x 1cm direkatkan pada dua buah blok aluminium dengan perekat besi atau logam dan dibiarkan sampai mengering. Kedua blok ditarik tegak lurus terhadap permukaan sampel sampai beban maksimum, pengujian kuat rekat internal dihitung dengan persamaan :

KRI =

( 2.6 )

Universitas Sumatera Utara

Dimana : KRI P maks A : kuat rekat internal ( kgf /cm2) : berat beban maksimum (kgf) : luas permukaan sampel uji (cm2)

Penyiapan sampel atau contoh uji diperlihatkan seperti gambar berikut :

d. Pengujian Kuat Impak Untuk pengujian kuat impak sampel uji berukuran 5cm x 10cm x 1cm. Pengujian kuat impak dapat dilakukan dengan menggunakan alat model Charpy.

Gambar 2.9. Alat Uji Kuat Impak Model Charpy

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai