Bank Indonesia
Jl. MH Thamrin No.2, Jakarta
Indonesia
Kajian Stabilitas Keuangan (KSK) ini disusun sebagai bagian dari pelaksanaan
tugas Bank Indonesia dalam mewujudkan misi ≈mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah
melalui pemeliharaan kestabilan moneter dan stabilitas sistem keuangan dalam rangka mewujudkan
pembangunan ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan∆.
Bank Indonesia
Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan
Biro Stabilitas Sistem Keuangan
Jl.MH Thamrin No.2, Jakarta, Indonesia
Telepon : (+62-21) 381 8902, 381 8075
Fax : (+62-21) 351 8629
Email : BSSK@bi.go.id
Kajian Stabilitas Keuangan
I - Maret
( No. 12, 2007 2009 )
ii
Daftar Isi
Kata Pengantar vi Boks 2.3. Segmentasi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) 48
Boks 2.4. Structured Products dan Offshore Products :
Gambaran Umum 3 Dampaknya terhadap Stabilitas Sistem
Keuangan 50
Bab 1 Kondisi Makroekonomi dan Sektor Riil 9 Boks 2.5. Dampak Utang Luar Negeri terhadap
Kondisi Makroekonomi 9 Stabilitas Sistem Keuangan 52
Kondisi Sektor Riil 12
Boks 1.1. Survei Neraca Rumah Tangga Indonesia Bab 3 Infrastruktur Keuangan dan
2008 15 Mitigasi Risiko 55
Boks 1.2. Risiko Kredit Sektor Korporasi: Perkembangan Sistem Pembayaran 55
Credit Default Swaps (CDS) 17 Pengembangan Biro Informasi Kredit 59
Boks 1.3. Transition Matrices: Potensi Risiko Kredit Jaring Pengaman Sistem Keuangan 63
Korporasi pada 3 Sektor 18 Boks 3.1. Stabilitas Sistem Keuangan dan PERPPU
tentang Perubahan Undang Undang Bank
Bab 2 Sektor Keuangan 21 Indonesia 65
Struktur Sistem Keuangan Indonesia 21 Boks 3.2. Best Practices Analisis Dampak Sistemik
Indeks Stabilitas Keuangan 22 terhadap Sistem Keuangan 66
Perbankan 22
Pendanaan dan Risiko Likuiditas 22 Bab 4 Prospek Sistem Keuangan Indonesia 69
Perkembangan dan Risiko Kredit 25 Prospek Ekonomi dan Persepsi Risiko 69
Risiko Pasar 31 Profil Risiko Perbankan: Tingkat dan Arah 70
Profitabilitas dan Permodalan 33 Prospek Sistem Keuangan Indonesia 72
Lembaga Keuangan Bukan Bank dan Pasar Modal 36
Perusahaan Pembiayaan 36 Artikel
Pasar Modal 39 Artikel 1 Dampak Contagion Risk pada Pasar Modal
Boks 2.1. Kronologis Gejolak Sektor Keuangan Indonesia 75
2008 dan Respon Kebijakan 46 Artikel 2 Corporate Balance Sheet Modelling:
Boks 2.2. Pengambilalihan Bank Century, Penutupan Determinants of Indonesian Corporate
Bank Indover dan Stabilitas Sistem Debt 85
Keuangan 47
iii
Daftar Tabel dan Grafik
Tabel Grafik
iv
2.17 Perkembangan Kredit MKM 28 2.54 Penyerapan SUN Lembaga Keuangan Domestik
2.18 Non Performing Loans 28 dan Asing 40
2.19 Kredit, NPL, dan PPAP (Rp Triliun) 28 2.55 Perkembangan IHSG & Indeks Global dan Regional
2.20 Rasio NPL Gross Kelompok Bank 29 (Diindekskan dengan Indeks 31 Desember 2005) 41
2.21 Rasio NPL Gross Sektor Ekonomi 29 2.56 Volatilitas (30 hari) beberapa Indeks Bursa Asia 41
2.22 Rasio NPL Gross Jenis Penggunaan 29 2.57 Nilai Transaksi Saham Investor Domestik dan
2.23 Rasio NPL Gross Kredit Konsumsi 29 Asing 42
2.24 Rasio NPL Gross Kredit Properti (%) 30 2.58 Nilai Kapitalisasi & Nilai Emisi 42
2.25 Rasio NPL Gross Kredit Rupiah dan Valas (%) 30 2.59 Perkembangan Harga Saham Beberapa Bank 42
2.26 Rasio NPL Gross MKM & Non MKM (%) 30 2.60 P/E Ratio Saham Bank 42
2.27 Rasio NPL Gross Kredit MKM (%) 31 2.61 Perkembangan Harga Beberapa Seri FR 43
2.28 Suku Bunga Rp & Nilai Tukar 32 2.62 Yield SUN 1 s.d. 30 tahun 43
2.29 Profil Maturitas Rupiah 32 2.63 SUN: Likuiditas Pasar Berbagai Tenor 43
2.30 Profil Maturitas Valas 32 2.64 Emisi dan Posisi Obligasi Korporasi 43
2.31 Posisi Devisa Netto 32 2.65 Nilai Aktiva Bersih Reksadana 44
2.32 Pangsa Kepemilikan SUN Perbankan 33 2.66 Reksadana : Redemption-Subscription-NAB 44
2.33 Perkembangan SUN (Rp T) 33 2.67 Reksadana : NAB-Unit Penyertaan 44
2.34 Profitabilitas Bank-mtm 2008 34 2.68 Kinerja Penghimpunan Dana Reksadana 44
2.35 Pendapatan Bunga Bank 34
2.36 Perkembangan Rasio ROA per Kelompok Bank 34 3.1 Perkembangan Transaksi BI-RTGS 55
2.37 Perkembangan Rasio BOPO per Kelompok Bank 35 3.2 Perkembangan Transaksi SKN-BI 56
2.38 Modal, ATMR, dan CAR 35 3.3 Perkembangan Transaksi APMK 56
2.39 Integrated Stress Test terhadap CAR 15 3.4 Perkembangan Transaksi E-Money 56
Bank Besar 36 3.5 Peran Biro Informasi Kredit 59
2.40 Interbank Stress Test 36 3.6 Kebijakan Strategis BIK 60
2.41 Kegiatan Usaha Perusahaan Pembiayaan 37
2.42 Sumber Dana Perusahaan Pembiayaan 37 4.1 Profil Risiko Perbankan dan Arah ke Depan 71
2.43 Komposisi Nominal Pembiayaan PP (Nov'08) 37
2.44 NPL Pembiayaan 38 Grafik Boks :
2.45 Perkembangan Nominal NPL 38 1.1.1 Komposisi Hutang Rumah Tangga
2.46 Arus Kas PP Swasta Nasional 38 (dalam % terhadap Total Hutang) 16
2.47 Arus Kas PP Patungan 38 1.1.2 Tujuan Pinjaman Rumah Tangga 16
2.48 Exposure Perbankan 39 1.2.1 Perkembangan Harga CDS Indonesia 17
2.49 Perkembangan Penurunan NPL PP Subsidiary 1.2.2 Perkembangan Spread CDS Indonesia 17
Bank 39
2.50 Perkembangan Kenaikan NPL PP subsidiary Bank 39
2.51 Penanaman Investor Asing: SBI-SUN-Saham 40
2.52 Penanaman Investor Asing: SBI-SUN-Saham 40
2.53 Kepemilikan SUN dan SBI Investor Asing 40
v
Kata Pengantar
Dengan mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa kami menyambut baik penerbitan Kajian Stabilitas
Keuangan (KSK) No.12 Maret 2009 ini. Edisi ini kami pandang sangat penting karena akhir-akhir ini banyak sekali
perkembangan yang terjadi yang perlu dikaji dampaknya terhadap stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan.
Hasil kajian menunjukkan bahwa secara umum ketahanan sektor keuangan Indonesia selama semester II tahun
2008 relatif cukup terjaga meskipun tekanan terhadap stabilitas sistem keuangan meningkat tajam karena imbas krisis
global. Salah satu indikator peningkatan tekanan tersebut adalah Financial Stability Index (FSI) yang melampaui batas
maksimum indikatif angka 2 pada bulan November dan Desember 2008. Di pasar modal, peningkatan tekanan terlihat
pada merosotnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), sementara di pasar SUN terjadi penurunan harga yang signifikan.
Di perbankan, tekanan tersebut tercermin pada peningkatan risiko likuiditas terutama pada bulan Agustus-Septem-
ber 2008. Tekanan likuiditas itu muncul tidak saja karena imbas krisis global, namun juga karena tingginya pertumbuhan
kredit yang lebih banyak dibiayai dengan secondary reserves dibandingkan dengan pembiayaan yang berasal dari kenaikan
dana masyarakat. Pada saat yang sama, perbankan juga menghadapi peningkatan risiko nilai tukar karena menurunnya
nilai mata uang Rupiah. Setelah dikeluarkannya berbagai kebijakan, baik oleh Pemerintah maupun Bank Indonesia,
menjelang akhir 2008 tekanan terhadap stabilitas sistem keuangan mulai berkurang meskipun belum sepenuhnya pulih.
Salah satu bentuk permasalahan yang belum dapat diatasi secara sempurna adalah segmentasi di Pasar Uang Antar Bank
(PUAB).
Meskipun tekanan terhadap sektor keuangan meningkat, namun kinerja perbankan sebagai industri yang paling
dominan di sektor keuangan, relatif masih cukup baik. Pada akhir Desember 2008, rasio permodalan (CAR) perbankan
tercatat masih tinggi (16,2%) dengan kualitas aktiva yang masih tetap terjaga sebagaimana tercermin pada rasio NPL
yang relatif rendah, yaitu 3,8% (gross) dan 1,5% (netto).
Namun demikian, ke depan perlu terus diwaspadai berbagai sumber instabilitas, termasuk potensi peningkatan
risiko kredit dan kemungkinan berulangnya tekanan likuiditas. Masalah lainnya yang juga dapat menimbulkan tekanan
adalah semakin lambatnya penyaluran kredit (credit crunch) oleh perbankan yang pada gilirannya dapat mengganggu
kinerja sektor riil, baik pada level korporasi maupun pada level households. Terganggunya kinerja sektor riil berpotensi
meningkatkan risiko kredit di perbankan.
vi
Semakin banyaknya tantangan di sektor keuangan perlu diantisipasi dengan selalu berupaya untuk memperbaiki
dan meningkatkan kualitas surveillance guna mendukung deteksi dini. Dengan mengetahui lebih awal potensi risiko,
langkah-langkah mitigasi risiko dapat direncanakan secara cermat sehingga kerugian dapat diminimalisir. Untuk itulah
kami memandang penting penerbitan KSK ini karena dapat digunakan sebagai media yang efektif untuk
mengkomunikasikan kepada para stakeholders hasil-hasil surveillance yang telah dilakukan. Semoga KSK berhasil
mengemban misinya itu dengan baik dan informasi yang disediakannya bermanfaat bagi semua pihak.
Muliaman D. Hadad
vii
viii
Gambaran Umum
Gambaran Umum
1
Gambaran Umum
2
Gambaran Umum
Gambaran Umum
Stabilitas sistem keuangan pada semester II 2008 masih tetap terjaga. Selama
periode tersebut, terimbas oleh krisis global, tekanan terhadap sektor keuangan
domestik menjadi semakin besar. Indeks harga saham gabungan (IHSG) merosot
tajam, sementara harga Surat Utang Negara (SUN) mengalami penurunan yang
signifikan. Perbankan juga sempat mengalami tekanan likuiditas tidak saja
karena pengaruh krisis likuiditas global, namun juga karena tingginya
pertumbuhan kredit yang berlangsung s.d. Oktober 2008 yang sebagian besar
dibiayai dengan secondary reserves. Selain itu, menurunnya nilai tukar Rupiah
sejak awal Oktober 2008 juga meningkatkan risiko di sektor keuangan. Gejolak
di sektor keuangan ini telah mengakibatkan Indeks Stabilitas Keuangan selama
semester laporan meningkat tajam, bahkan melampaui batas maksimum
indikatif angka 2 pada bulan November dan Desember 2008. Untuk menjaga
stabilitas sistem keuangan, Pemerintah menerbitkan beberapa Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang (PERPPU), sementara Bank Indonesia
mengeluarkan beberapa ketentuan baru, termasuk merubah Giro Wajib
Minimum (GWM). Dampak positifnya adalah kondisi likuiditas industri
perbankan semakin membaik dan nilai tukar Rupiah semakin berkurang
volatilitasnya meskipun belum kembali pada level seperti sebelum Oktober
2008. Namun, menjelang akhir 2008 dan awal 2009 terdapat tanda-tanda
bahwa pertumbuhan kredit perbankan menjadi semakin melambat. Apabila
hal ini terus berlangsung dikhawatirkan akan berdampak negatif terhadap
perekonomian mengingat perbankan selama ini merupakan sumber
pembiayaan yang paling utama. Ke depan, prospek stabilitas sistem keuangan
diperkirakan masih akan tetap positif meskipun tantangan yang dihadapi
semakin berat karena akan semakin melambatnya pertumbuhan ekonomi.
1. SUMBER-SUMBER INSTABILITAS itu, sumber dana dari luar negeri selama ini merupakan
1.1. Krisis Keuangan Global salah satu sumber dana yang penting, baik bagi
Krisis keuangan global merupakan sumber instabilitas perusahaan perbankan maupun perusahaan non-
yang terutama. Hal ini karena perekonomian Indonesia perbankan. Oleh karena itu, krisis keuangan yang dialami
semakin terintegrasi dengan perekonomian global. Selain sejumlah negara sejak beberapa waktu terakhir ini
3
Gambaran Umum
berpotensi menular ke Indonesia. Tidak saja sektor menunjukkan bahwa kinerja korporasi pada umumnya
keuangan domestik menjadi semakin rentan oleh gejolak mengalami penurunan terutama dari segi profitabilitas dan
keuangan, perusahaan-perusahaan Indonesia menjadi ketersediaan likuiditas. Selain itu, leverage juga cenderung
semakin sulit mendapatkan dana asing untuk membiayai meningkat sejalan dengan penurunan modal karena
kegiatan usahanya. Akibatnya, perusahaan-perusahaan di berkurangnya profitabilitas. Selanjutnya, meskipun hasil
sektor riil yang selama ini tergantung pada sumber survei tahun 2008 menunjukkan bahwa kondisi sektor
pembiayaan dari luar negeri dapat terganggu kinerjanya rumah tangga (household) masih relatif aman, namun
dan dapat menurunkan debt repayment capacity dari ancaman pemutusan hubungan kerja yang terjadi pada
perusahaan-perusahaan tersebut. Di perbankan, hal-hal beberapa perusahaan sangat berpotensi mengganggu
ini dapat mendorong terjadinya peningkatan kredit kinerja household ke depan. Sementara itu, kondisi
bermasalah (NPL), serta perlambatan pertumbuhan kredit infrastruktur, dalam enam bulan terakhir juga tidak
dan pembiayaan lainnya dalam valas yang dibutuhkan menunjukkan kemajuan yang berarti. Secara keseluruhan,
untuk mendukung kegiatan perekonomian. kondisi sektor riil dan infratsruktur yang masih belum
mendukung ini berpotensi menimbulkan tekanan terhadap
1.2. Kondisi Makroekonomi stabilitas sistem keuangan, terutama dalam bentuk
Stabilitas makroekonomi merupakan prasyarat peningkatan NPL dan melambatnya penyaluran kredit
utama untuk tercapainya stabilitas sistem keuangan. perbankan.
Berbagai pihak memperkirakan bahwa kondisi
makroekonomi domestik tahun 2009 tidak lebih baik 1.4. Inovasi Keuangan, Structured Products dan
dibandingkan dengan tahun 2008, terutama karena Offshore Products
pengaruh perlambatan ekonomi global. Memburuknya Dalam KSK edisi sebelumnya (No.11 September
kondisi makroekonomi berpotensi menekan stabilitas 2008) telah dikemukakan pentingnya perbankan
keuangan karena dapat mendorong peningkatan NPL. memperhatikan aspek manajemen risiko dan perlindungan
Disamping itu, perbankan kemungkinan menjadi semakin nasabah dalam melakukan inovasi terhadap produk-
selektif menyalurkan kredit. Untuk itu, perlu dilakukan produk keuangan yang ditawarkan kepada nasabah,
langkah-langkah antisipatif untuk mencegah termasuk structured products. Dalam kenyataannya sejak
meningkatnya risiko perbankan karena memburuknya beberapa waktu terakhir sejalan dengan pelemahan nilai
kondisi makroekonomi, termasuk dengan memperketat tukar mata uang domestik, beberapa negara mengalami
monitoring dan mempercepat pelaksanaan restrukturisasi kesulitan karena kerugian yang disebabkan oleh structured
kredit terhadap debitur-debitur yang terkena imbas krisis products sehingga menimbulkan dispute antara bank
global. dengan nasabahnya. Meskipun di Indonesia, potensi
kerugian yang ditimbulkan lebih kecil dibandingkan
1.3. Kondisi Sektor Riil dan Infrastruktur negara-negara lainnya, hal ini perlu mendapat perhatian
Potensi instabilitas juga dapat berasal dari kondisi karena dapat meningkatkan risiko kredit dan risiko nilai
sektor riil dan infrastruktur domestik yang masih belum tukar di perbankan. Di samping itu, risiko reputasi dan
menggembirakan. Terimbas krisis global, hasil pemantauan risiko hukum dari bank-bank yang terkait dengan
4
Gambaran Umum
structured products juga berpotensi meningkat, khususnya tahun 2009 juga akan terlaksana dengan aman dan
jika dispute dengan nasabah tidak berhasil diselesaikan terkendali. Keberhasilan melaksanakan Pemilu dengan
dengan baik. damai dan demokratis akan mendorong meningkatnya
Selain itu, perbankan juga perlu pula meningkatkan investasi di dalam negeri, baik yang berasal dari investor
kehati-hatian terkait dengan kegiatan keagenan offshore lokal maupun investor international.
products. Hal tersebut antara lain karena penanaman yang
berlebihan dalam produk tersebut dapat mendorong 2. MITIGASI RISIKO
terjadinya pelarian dana investor domestik ke luar negeri, 2.1. Memperkuat Manajemen Risiko dan Good
membuat bank lebih terekspose risiko reputasi dan risiko Governance
hukum, serta meningkatkan potensi terjadinya dispute Cara yang terbaik untuk menekan potensi instabilitas
dengan nasabah, terutama apabila transparansi dan di sektor keuangan adalah memperkuat manajemen risiko
perlindungan konsumen masih belum diprioritaskan. dan good governance di lembaga-lembaga keuangan, baik
bank maupun non-bank. Manajemen risiko yang lebih baik
1.5. Segmentasi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) akan sangat membantu dalam pengambilan langkah-
Secara umum, tekanan likuiditas yang sempat dialami langkah yang diperlukan untuk memitigasi risiko untuk
pada semester kedua 2008 dewasa ini telah teratasi dan menghindarkan potensi kerugian. Sementara itu,
industri perbankan sudah semakin likuid. Namun demikian, penerapan good governance akan membuat lembaga-
masih ada persoalan yang tersisa yaitu masih terdapatnya lembaga keuangan semakin memperhatikan prinsip-
segmentasi PUAB dimana bank-bank besar cenderung prinsip transparansi, akuntabilitas dan fairness yang
hanya bertransaksi dengan bank-bank besar pula, memungkinkan berjalannya mekanisme disiplin pasar dan
sementara bank-bank kecil dan menengah relatif masih perlindungan nasabah yang memadai. Dibandingkan
mengalami kesulitan dalam mendapatkan dana antar dengan tahun-tahun sebelumnya, pelaksanaan
bank. Ke depan, segmentasi PUAB ini perlu segera diatasi manajemen risiko dan good governance di perbankan
karena dapat menimbulkan tekanan pada stabilitas sudah mengalami kemajuan. Namun, untuk
perbankan, khususnya dari sisi likuiditas. mengantisipasi dampak semakin memburuknya ekonomi
global, diperlukan upaya yang lebih keras lagi untuk terus
1.6. Perkembangan Politik dan Keamanan Dalam memperkuat manajemen risiko dan implementasi good
Negeri governance di perbankan.
Pelaksanaan Pemilu 2009 dapat berdampak terhadap
kondisi politik dan keamanan dalam negeri yang apabila 2.2. Memperkuat Surveillance
tidak terkendali dapat mengganggu stabilitas keuangan. Mitigasi risiko di sektor keuangan juga dapat
Namun, dengan mempertimbangkan bahwa rakyat selama dilakukan dengan memperkuat surveillance. Untuk itu,
ini sudah semakin terbiasa dengan pesta demokrasi seperti telah dikembangkan berbagai tools dan methodologies
halnya Pemilihan Gubernur dan Bupati yang berlangsung seperti stress tests, analisis probability of default, financial
terus menerus silih berganti sepanjang tahun di berbagai stability index serta survey households untuk mendukung
tempat di dalam negeri, dapat diperkirakan bahwa Pemilu surveillance pada tingkat macroprudential. Dari waktu
5
Gambaran Umum
ke waktu masing-masing pendekatan ini terus direview persetujuan. Kondisi terakhir, Pemerintah telah
dan dikembangkan agar dapat menjadi alat deteksi dini mempersiapkan Rancangan Undang-undang tentang JPSK
(early warning) yang andal. Sementara itu, pada level dan sudah mulai dibahas dengan DPR.
microprudential , fungsi pengawasan bank terus
diperkuat, antara lain dengan membenahi sumber daya 3. PROSPEK STABILITAS SISTEM KEUANGAN
manusia pengawasan bank, serta terus memperbaiki Prospek stabilitas sistem keuangan ke depan
berbagai pendekatan yang digunakan dalam rangka diperkirakan masih akan tetap positif meskipun tantangan
penerapan Risk-Based Supervision. Disamping itu, yang dihadapi akan semakin berat terutama karena belum
sejumlah ketentuan baru di bidang perbankan yang pulihnya kondisi perekonomian baik domestik maupun
ditujukan antara lain untuk menjaga stabilitas sistem global. Sebagaimana yang akan diuraikan lebih rinci pada
keuangan, juga telah dikeluarkan. Bab 4, hal-hal yang mendasari perkiraan ini sebagai berikut.
Pertama, gejolak keuangan yang terjadi akhir-akhir ini
2.3. Memperkuat Protokol Manajemen Krisis terjadi lebih banyak karena faktor eksternal, sementara
Untuk memitigasi risiko dalam konteks yang lebih perbankan domestik relatif tidak memiliki masalah seberat
luas di sektor keuangan telah disusun protokol manajemen perbankan di luar negeri. Kedua, dewasa ini perbankan
krisis yang merupakan bagian penting dalam kerangka dan otoritas pengawasan bank lebih siap menghadapi krisis
Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK). Terkait dengan dibandingkan kondisi tahun 1997/1998. Ketiga,
hal tersebut, untuk memitigasi risiko karena bergejolaknya infrastruktur sektor keuangan sudah semakin lengkap,
sektor keuangan pada bulan Oktober 2008, Pemerintah antara lain ditandai dengan adanya Lembaga Penjamin
telah menerbitkan 3 PERPPU, yaitu masing-masing tentang Simpanan (LPS) yang cukup dipercaya dan menimbulkan
(i) Peningkatan penjaminan oleh LPS dari semula maksimal ketentraman bagi nasabah penyimpan dana di perbankan.
Rp100 juta menjadi Rp2 milyar perorang pernasabah; (ii) Faktor penting berikutnya yang mendukung prospek positif
Perubahan Undang-undang tentang Bank Indonesia yang stabilitas keuangan ke depan adalah Jaring Pengaman
memungkinkan penggunaan kredit lancar sebagai agunan Sektor Keuangan (JPSK) yang saat ini rancangan Undang-
dalam mendapatkan fasilitas pendanaan jangka pendek undangnya sudah dipersiapkan dan telah mulai dibahas
(FPJP) dari Bank Indonesia; dan (iii) Jaring Pengaman Sistem di DPR.
Keuangan (JPSK). Ditengah-tengah optimisme tersebut di atas, kehati-
Penerbitan ketiga PERPPU tersebut terbukti hatian perlu terus lebih ditingkatkan karena krisis global
membantu meredam tekanan likuiditas perbankan, dewasa ini dinilai sebagai yang terberat paska Depresi Besar
sehingga perbankan tetap tenang meskipun pada saat ( Great Depression ) tahun 1929. Melambatnya
tekanan likuiditas terjadi terdapat 1 bank yang diserahkan pertumbuhan ekonomi global secara kolektif akan sulit
ke LPS untuk disehatkan. Dalam perkembangan dihindarkan dampaknya terhadap ekonomi domestik. Oleh
selanjutnya, PERPPU tentang perubahan cakupan karena itu sangat penting untuk membentengi sektor
penjaminan oleh LPS dan perubahan Undang-undang Bank keuangan domestik dengan membuat jaring pengaman
Indonesia sudah mendapatkan persetujuan dari DPR, yang memadai serta mengedepankan kehati-hatian dalam
sementara PERPPU tentang JPSK tidak mendapat menjalankan aktivitas usaha.
6
Bab 1 Kondisi Makroekonomi dan Sektor Riil
Bab 1
Kondisi Makroekonomi
dan Sektor Riil
7
Bab 1 Kondisi Makroekonomi dan Sektor Riil
8
Bab 1 Kondisi Makroekonomi dan Sektor Riil
55
Kondisi ini menyebabkan produsen dan konsumen
50
melakukan langkah antisipasi dengan menahan diri untuk
45
melakukan investasi dan konsumsi. Hal tersebut Emerging
Economies
40 United
berdampak pada perlambatan pertumbuhan ekonomi States
35
terutama di negara-negara maju. Selama tahun 2008 Okt
1985 1990 1995 2000 2005 2008
perekonomian dunia diperkirakan hanya tumbuh sekitar Sumber: World Economic Outlook-IMF November, 2008
9
Bab 1 Kondisi Makroekonomi dan Sektor Riil
10
Bab 1 Kondisi Makroekonomi dan Sektor Riil
6,00
Grafik 1.5
3,00
Indeks Harga Saham Global
-
10000 10000
ASEAN lainnya seperti Singapura, Korea Selatan dan
5000 5000
Thailand. Kondisi tersebut ditopang oleh masih cukup 0 0
2006 2007 2008
tingginya pertumbuhan konsumsi swasta, khususnya dari
Sumber: Bloomberg
11
Bab 1 Kondisi Makroekonomi dan Sektor Riil
penurunan menjadi 9,25% pada Desember 2008 yang diharapkan dapat mengimbangi tekanan dari sektor
berlanjut hingga menjadi 7,75% pada Maret 2009. eksternal. Stimulus dari sisi moneter adalah penurunan
Meskipun BI rate mengalami penurunan tetapi iklim suku bunga, sementara stimulus dari sisi fiskal antara lain
investasi di Indonesia diperkirakan masih cukup menarik, adalah pelaksanaan program peningkatan daya beli
karena secara riil tingkat bunga di Indonesia masih lebih masyarakat oleh pemerintah melalui Program Nasional
tinggi dibandingkan beberapa negara ASEAN lainnya. Pemberdayaan Masyarakat Mandiri, penurunan harga
bahan bakar minyak dan tarif angkutan, kenaikan Upah
Grafik 1.7
Minimum Regional (UMR) yang diperkirakan melebihi
Perkembangan Inflasi ASEAN-5 dan Vietnam
11%, dan kenaikan gaji pegawai negeri sipil. Tidak kalah
y.o.y %
pentingnya adalah kegiatan Pemilu maupun Pilkada yang
diperkirakan juga akan mendorong pertumbuhan
10
konsumsi swasta yang sangat diperlukan untuk
5
mengimbangi tekanan dari sektor eksternal.
0
Filipina Singapura Thailand 2. KONDISI SEKTOR RIIL
Malaysia Indonesia Vietnam
(5)
Jan Apr Jul Okt Jan Apr Jul Okt Perlambatan ekspor karena imbas krisis keuangan
2007 2008
Sumber: CEIC
global berdampak pula kepada kinerja sektor rill dalam
negeri, baik korporasi maupun rumah tangga. Hal ini
Grafik 1.8
Tingkat Bunga Riil Indonesia, AS dan Singapura antara lain tercermin pada penurunan kinerja keuangan
% perusahaan-perusahaan non financial go public yang
menyebabkan terjadinya pembatasan kegiatan ekspansi
4,0
12
Bab 1 Kondisi Makroekonomi dan Sektor Riil
-200 -150 60
Tw1 Tw2 Tw3 Tw4 Tw1 Tw2 Tw3 Tw4 Tw1 Tw2 Tw3 Tw4 Tw1 Tw2 Tw3 Tw4Tw1 Tw2 Tw3 Tw4 Tw1 Tw2 Tw3
40
2003 2004 2005 2006 2007 2008 23
21
20 14
Sumber: Bursa Efek Indonesia 6 9
0 4 1 1
0
0,0-0,1 0,1-0,2 0,2-0,3 0,3-0,4 0,4-0,5 0,5-0,6 0,6-0,7 0,7-0,8 0,8-0,9 0,9-0,10
Probability of Default - September 2009
Grafik 1.10
Perkembangan DER dan TL/TA
Perusahaan Non Financial Go Public Selain menghadapi potensi peningkatan risiko kredit,
1,80
perusahaan-perusahaan di sektor riil khususnya
DER
1,60
Debt/TA konglomerasi besar Indonesia juga berpotensi mendapat
1,40
1,20 tekanan risiko nilai tukar. Berdasarkan data per September
1,00
2008, konglomerasi besar Indonesia tampaknya perlu
0,80
0,60 memperhatikan potensi risiko karena fluktuasi nilai tukar.
0,40
Namun demikian, hasil stress test terhadap 46
0,20
0,00 konglomerasi besar yang rutin dipantau menunjukkan
Tw1 Tw2 Tw3 Tw4 Tw1 Tw2 Tw3 Tw4 Tw1 Tw2 Tw3 Tw4 Tw1 Tw2 Tw3 Tw4Tw1 Tw2 Tw3 Tw4 Tw1 Tw2 Tw3
2003 2004 2005 2006 2007 2008
bahwa secara umum permodalan masih dapat
Sumber: Bursa Efek Indonesia
13
Bab 1 Kondisi Makroekonomi dan Sektor Riil
bergerak turun tetapi tingkat pengangguran Indonesia tangga. Apabila kondisi ini terus berlanjut, dapat
sebesar 8,4% masih menjadi yang tertinggi di bandingkan menurunkan kemampuan membayar (repayment capacity)
beberapa negara ASEAN lainnya. rumah tangga.
Sementara itu, dilihat dari komposisi asetnya, rumah
Grafik 1.12
Tingkat Pengangguran Beberapa Negara ASEAN
tangga Indonesia tampaknya masih memiliki eksposur yang
kecil terhadap aset keuangan. Aset rumah tangga
%
Indonesia didominasi oleh non financial asset berupa
2006 2007 2008*)
14
Bab 1 Kondisi Makroekonomi dan Sektor Riil
Neraca rumah tangga (household) merupakan (0,39%). Relatif tingginya networth rumah tangga
indikator penting untuk menganalisis potensi risiko didukung kemampuan menabung. Hal itu tercermin
kredit dari sektor rumah tangga. Pada bulan Juni 2008, pada rasio total pengeluaran terhadap total pendapatan
Bank Indonesia bekerjasama dengan Biro Pusat Statistik rumah tangga dan rasio pengeluaran konsumsi
(BPS) melakukan survei guna menyusun neraca rumah terhadap disposable income yang di bawah 100%, yaitu
tangga Indonesia. Survei dilakukan pada 10 propinsi masing-masing sebesar 91,29% dan 90,59%.
(Sumatera Barat, Sumatera Selatan, DKI Jakarta, Jawa Namun demikian, kemampuan menabung rumah
Barat, DI Yogyakarta, Jawa timur, Bali, Kalimantan tangga yang tidak memiliki hutang cenderung lebih
Selatan, Kalimantan Timur, Gorontalo) dengan total besar, terlihat pada rasio total pengeluaran terhadap
responden 3.553 rumah tangga. total pendapatan rumah tangga dan rasio pengeluaran
konsumsi terhadap disposable income yang lebih
Gambaran Umum Neraca Rumah Tangga rendah, yaitu masing-masing sebesar 83,64% dan
83,39%. Sementara itu, kemampuan menabung
Indonesia
kelompok rumah tangga yang berhutang cenderung
Aset Rumah Tangga
kurang memadai sehingga berhutang untuk
Seperti lazimnya di negara sedang berkembang,
membiayai kebutuhan dan pembelian asetnya. Hal ini
aset rumah tangga Indonesia didominasi aset non
tercermin dari rasio total pengeluaran terhadap total
keuangan (non financial asset) berupa properti seperti
pendapatannya dan rasio pengeluaran konsumsi
rumah, bangunan dan tanah dengan pangsa sebesar
terhadap disposable income yang di atas 100%, yaitu
76,81% dari total aset, diikuti oleh aset non keuangan
masing-masing sebesar 102,61%, dan 103,12%.
lainnya (15,57%), dan asset keuangan (7,62%).
Dibandingkan hasil survei 2007, komposisi aset
Hutang Rumah Tangga
non keuangan lainnya (emas, ternak dan lainnya)
Sebagian besar (sekitar 65%) responden
sedikit meningkat. Hal ini dipicu kenaikan harga emas
menyatakan bahwa mereka memiliki uang tunai yang
pada pertengahan 2008 yang mendorong rumah
disisihkan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tak
tangga mengalihkan sebagian aset keuangannya ke
terduga. Namun, apabila kebutuhan tak terduga
dalam bentuk emas. Sementara itu, aset keuangan
tersebut sudah melebihi dana cadangan maka rumah
rumah tangga didominasi oleh penanaman pada bank
tangga mengatasinya dengan berhutang.
(73%), diikuti oleh penanaman pada lembaga
Berdasarkan nominalnya, hutang rumah tangga
keuangan non bank (13%).
Indonesia didominasi oleh hutang bank (78%), diikuti
oleh hutang kepada lembaga keuangan non bank (12%)
Sumber Dana Rumah Tangga dan sumber lain diluar lembaga keuangan (10%).
Sumber dana utama rumah tangga adalah dari Tujuan pinjaman atau berhutang adalah 24% untuk
penghasilan sendiri (networth), mencapai 96,13% dari modal usaha, 16% untuk membeli alat transportasi, 14%
total aset. Pembiayaan dari hutang bank hanya 3,01% untuk membangun atau renovasi rumah, dan 13% untuk
dari total aset, diikuti oleh pembiayaan dari lembaga konsumsi makanan. Sementara rata-rata jangka waktu
keuangan non bank (0,47%) dan sumber dana lainnya pengembalian hutang adalah sekitar 20 bulan.
15
Bab 1 Kondisi Makroekonomi dan Sektor Riil
Hutang bank
mengelola pengeluarannya sedemikian rupa sehingga
78%
pendapatan yang dihasilkan dapat digunakan untuk
membayar kewajibannya yang jatuh tempo.
Selanjutnya, meskipun rasio hutang terhadap
disposable income maupun debt servicing ratio dari
kelompok rumah tangga yang berhutang kepada bank
Grafik Boks 1.1.2 dan LKBB adalah yang tertinggi (72,11% dan 33,08%),
Tujuan Pinjaman Rumah Tangga
namun kedua rasio tersebut juga masih di bawah 100%.
Dengan demikian, kelompok rumah tangga tersebut
Lainnya
Elektronik 16% diperkirakan masih memiliki kemampuan membayar
Modal usaha
2% 24%
Membeli Alat yang baik apabila terdapat kewajiban yang jatuh tempo.
transportasi
16% Konsumsi
makanan
13%
Membeli
Tanah/Rumah
Solvency Ratio
tidak ditempati
2% Rasio ini menggambarkan kemampuan aset
Membeli Rumah
ditempati sendiri
Pendidikan
8%
rumah tangga untuk meng-cover hutangnya apabila
2% Membangun/Reno Kesehatan
vasi Rumah 3% terjadi default . Hasil survei menunjukkan bahwa
14%
kemampuan aset rumah tangga Indonesia cukup baik
tercermin dari household gearing ratio (rasio total
hutang terhadap total aset) maupun rasio total hutang
Potensi Risiko
terhadap networth yang sangat rendah, yaitu masing-
Potensi risiko terhadap sistem keuangan terutama
masing hanya 3,87% dan 4,03%. Nilai household
ditransmisikan melalui volatilitas harga properti
gearing ratio yang kecil ini juga merupakan salah satu
mengingat mayoritas aset rumah tangga berupa
indikasi bahwa rumah tangga masih mempunyai
housing asset (aset properti seperti rumah, bangunan, kemampuan yang cukup besar untuk mendapatkan
dan tanah). Sementara itu, risiko rumah tangga yang
tambahan pembiayaan dari bank.
berhutang terhadap sektor keuangan relatif rendah
Dari pengelompokkan rumah tangga
mengingat kemampuan membayar kewajibannya yang
berdasarkan sumber hutangnya, diketahui bahwa
jatuh tempo cukup baik. Berikut dikemukakan hasil
kelompok rumah tangga yang berhutang kepada bank
analisis menggunakan beberapa rasio keuangan:
dan LKBB mempunyai household gearing ratio tertinggi
dibandingkan lainnya. Namun, nilai rasio tersebut juga
Liquidity Mismatch Ratio masih di bawah 100%. Hal tersebut mencerminkan
Rasio ini menggambarkan kemampuan bahwa kelompok rumah tangga yang berhutang
pendapatan rumah tangga untuk membayar cenderung juga masih mempunyai kemampuan
kewajibannya. Hasil survei menunjukkan bahwa rasio membayar yang baik.
16
Bab 1 Kondisi Makroekonomi dan Sektor Riil
Boks 1.2 Risiko Kredit Sektor Korporasi: Credit Default Swaps (CDS)
Sektor riil mencakup 2 komponen yaitu rumah Persepsi tersebut cenderung kurang
tangga (household) dan korporasi. Perkembangan menggambarkan kondisi yang sebenarnya mengingat
terakhir sektor rumah tangga telah diungkapkan pada harga dan spread CDS yang tinggi tersebut juga dipicu
Boks 1.1. Pada Boks 1.2 ini dikemukakan salah satu oleh tipisnya pasar.
pendekatan yang dapat digunakan untuk menilai Namun demikian, untuk tujuan surveillance
perkembangan risiko kredit sektor korporasi, yaitu ketahanan sistem keuangan, data tentang harga dan
dengan menganalisis perkembangan Credit Default spread CDS ini dapat dijadikan sebagai salah satu alat
Swaps (CDS). deteksi dini (early warning).
CDS dikenal luas sebagai salah satu instrument
credit derivative . Secara konseptual, CDS dapat Grafik Boks 1.2.1
dipandang sebagai asuransi atau perlindungan atas Perkembangan Harga CDS Indonesia
default-nya kredit atau bonds (Duffie dan Singleton, 1200 Indonesia Korea
2003; Lando, 2004). Secara teknis, risiko kredit 1000
Philipin Thailand
17
Bab 1 Kondisi Makroekonomi dan Sektor Riil
Transition matrices (matriks transisi) merupakan probabilitas migrasi ke rating yang memiliki jarak
salah satu alat atau pendekatan yang dapat digunakan cukup jauh (rating default).
untuk mendeteksi risiko kredit pada korporasi, yaitu Melanjutkan penelitian Hadad et al. (2007),
dengan menghitung probabilitas terjadinya migrasi dilakukan penelitian baru untuk mempelajari migrasi
rating atau perubahan kualitas kredit terakhir suatu kolektibilitas kredit pada 3 sektor (properti, transportasi
perusahaan. Matriks transisi merupakan salah satu input dan tekstil) selama tahun 2008 dengan menggunakan
penting dalam berbagai aplikasi manajemen risiko. data triwulanan SID yang mencakup 448.183 debitur.
Bahkan, perhitungan kecukupan modal ( capital Adapun pendekatan yang digunakan adalah metode
requirements) sesuai rekomendasi New Basel Accord Continuous Time dengan pertimbangan lebih unggul
(BIS, 2001) antara lain harus memperhatikan migrasi dibandingkan metode Cohort.
rating. Hasil estimasi menunjukkan bahwa dari ketiga
Penelitian sebelumnya (Credit Risk Modelling: sektor tersebut, debitur-debitur pada sektor properti
Rating Transition Matrices oleh Hadad et al., 2007 cenderung lebih baik dibandingkan 2 sektor lainnya.
dalam KSK No.9 September 2007) menggunakan rating Hal ini tercermin pada:
yang dikeluarkan oleh PT Pemeringkat Efek Indonesia Peluang migrasi debitur dengan kolektibilitas 1 dan
(Pefindo) sejak Februari 2001 s.d. Juni 2006. Penelitian 2 (Performing Loans atau PL) ke kolektibilitas 3, 4
tersebut menggunakan dua pendekatan, yaitu metode dan 5 (Non Performing Loans atau NPL) pada sektor
Continuous Time dan metode Cohort , serta properti lebih kecil dibandingkan 2 sektor lainnya.
mengasumsikan bahwa proses rating kredit mengikuti Peluang migrasi debitur NPL ke PL pada sektor
Markov chain . Kesimpulannya adalah metode properti lebih besar dibandingkan 2 sektor lainnya.
Continuous Time memberikan hasil yang lebih efisien Peluang migrasi debitur kolektibilitas 3 ke
dibandingkan metode Cohort. Selain itu, metode kolektibilitas 5 pada sektor properti lebih kecil
Continuous Time juga memungkinkan adanya dibandingkan 2 sektor lainnya.
18
Bab 2 Sektor Keuangan
Bab 2
Sektor Keuangan
19
Bab 2 Sektor Keuangan
20
Bab 2 Sektor Keuangan
2.1. STRUKTUR SISTEM KEUANGAN INDONESIA 1.355,41 (Desember 2008) atau turun 42,3%. Sementara,
Dibandingkan dengan kondisi pada semester harga SUN juga sempat turun yaitu sekitar 2,3% selama
sebelumnya, pada semester II 2008 struktur sistem periode 30 Juni s.d. 25 September 2008, meskipun kembali
keuangan Indonesia tidak banyak mengalami perubahan. rebound sebesar 8,6% selama periode 25 September 2008
Industri perbankan yang terdiri dari bank umum dan bank s.d. 31 Desember 2008. Akan tetapi, sejak akhir Desember
perkreditan rakyat (BPR) masih tetap mendominasi dengan 2008 s.d. pertengahan Maret 2009, harga SUN kembali
pangsa sekitar 74% dari total asset sektor keuangan. mengalami tekanan dan turun sekitar 5,62%.
Sementara itu, pangsa industri keuangan lainnya, yaitu
asuransi, dana pensiun, perusahaan pembiayaan, sekuritas Grafik 2.1
dan pegadaian relatif masih tetap rendah. Komposisi Aset Lembaga Keuangan
21
Bab 2 Sektor Keuangan
1 Uraian detail tentang metodologi dan pendekatan yang digunakan untuk menghitung pertengahan Oktober 2008 untuk meningkatkan besarnya
Indeks Stabilitas Keuangan dapat dilihat pada KSK No.8 Maret 2007 dan No.9 September
2007. cakupan penjaminan simpanan oleh LPS dari sebesar
22
Bab 2 Sektor Keuangan
Rp100 juta menjadi Rp2 miliar per nasabah per bank. Grafik 2.5
Perkembangan DPK Valas vs Nilai Tukar Rupiah
Kebijakan tersebut dinilai cukup efektif untuk
USD miliar Rupiah
mempertahankan dan bahkan mendorong peningkatan 30 12.500
Deposito (ka)
750
18 8.500
500 Des Apr Ags Des Apr Ags Des
600 2006 2007 2008
Tabungan (ki)
450 450
Kecukupan Likuiditas
Giro (ki) 300
400 Lambatnya pertumbuhan DPK pada awal semester
150
II 2008 yang terjadi bersamaan dengan keringnya
350 0
Des Feb Aprl Jun Ags Okt Des
2007 2008
likuiditas global menyebabkan kondisi likuiditas
perbankan domestik ikut tertekan. Selain itu,
Berdasarkan jenis valuta, pertumbuhan DPK dalam pertumbuhan kredit yang cukup tinggi s.d. bulan Oktober
valuta asing tercatat sebesar 18,94% atau sedikit lebih 2008, ternyata sebagian besar dibiayai dengan pencairan
tinggi dibandingkan pertumbuhan DPK rupiah sebesar secondary reserves sehingga menekan likuiditas
18,85%. Namun, karena faktor depresiasi nilai tukar rupiah perbankan. Akibatnya, kecukupan likuiditas semakin
terhadap USD yang cukup besar selama periode laporan, berkurang dengan puncaknya pada bulan Agustus 2008,
maka apabila dihitung dalam denominasi valas, pada saat ekses likuiditas mencapai titik terendah. 2
pertumbuhan DPK valas selama periode laporan justru Sampai dengan bulan tersebut, ekses likuiditas turun
turun sebesar USD1,36 miliar, terutama pada komponen sekitar 30,18% (ytd) dengan penurunan terbesar pada
deposito dan giro yang masing-masing turun sebesar Sertifikat Bank Indonesia (SBI).
USD0,98 miliar dan USD0,58 miliar.
Grafik 2.6
Ekses Likuiditas Bank
Grafik 2.4
Perkembangan DPK Valas
250 290
24 260 275
50 Fasbi/FTK (ki)
DPK va dlm Rp
(skala kanan)
21 230 0 270
Des Feb Apr Jun Ags Okt Des
2007 2008
18 200
Des Feb Apr Jun Ags Okt Des
2007 2008
2 Ekses likuiditas terdiri dari SBI, penempatan lainnya pada Bank Indonesia selain Giro
pada BI (Fasbi/FTK), dan Surat-surat Berharga.
23
Bab 2 Sektor Keuangan
Selain tercermin pada penurunan jumlah ekses cenderung menurun, baik dalam rupiah maupun valuta
likuiditas, berkurangnya kecukupan likuiditas bank juga asing (valas).
ditunjukkan oleh rasio alat likuid terhadap Non Core
Grafik 2.7
Deposits (NCD)3 yang terus menurun dan mencapai angka
Volume Transaksi PUAB DN (rata-rata per hari)
terendah pada bulan Agustus 2008, yaitu 84,9%. Rasio
Rp triliun USD juta
ini menunjukkan kemampuan bank untuk dapat 14 500
24
Bab 2 Sektor Keuangan
likuiditas bank. Hasil simulasi berdasarkan data akhir dari krisis global. Pertumbuhan kredit yang cukup tinggi
Desember 2008 menunjukkan bahwa ekses likuiditas yang tampaknya juga bagian dari strategi bank untuk
dimiliki bank masih mencukupi untuk mengcover mempertahankan tingkat laba karena spread antara biaya
penurunan DPK hingga 29,27%. Selain itu, juga telah bunga DPK dengan pendapatan bunga dari penanaman
dilakukan stress test risiko likuiditas untuk mengetahui pada PUAB dan SBI cenderung semakin menipis.
ketahanan permodalan dalam menyerap biaya Pertumbuhan kredit yang tinggi tersebut dapat pula
mendapatkan likuiditas dari PUAB apabila bank dipandang sebagai hasil dari berbagai kebijakan Bank
menghadapi kesulitan pendanaan. Hasil stress test Indonesia pada waktu-waktu sebelumnya dalam rangka
menunjukkan bahwa secara umum permodalan bank mendorong fungsi intermediasi perbankan.
masih cukup kuat menghadapi tekanan risiko likuiditas
dimaksud. Grafik 2.8
Pertumbuhan Kredit (yoy)
%
50
Kredit Valas dlm USD
2.3.2. Perkembangan dan Risiko Kredit 45 Total Kredit
Total Kredit (NT Tetap)
40 Kredit Rupiah
Perkembangan Kredit 35 Kredit Valas dlm Rp
30
Pertumbuhan kredit yang tinggi menjadi hal yang
25
menonjol pada tahun 2008. Gejala pertumbuhan kredit 20
15
yang pesat sebenarnya sudah mulai terlihat sejak tahun 10
5
2007. Waktu itu pertumbuhan kredit mencapai 25% atau 0
Des Feb Apr Jun Ags Okt Des
lebih tinggi dari target sebesar 22%. Pada tahun 2008, 2007 2008
Data Des'08 menggunakan data LHBU
sesuai Rencana Bisnis, perbankan menargetkan
pertumbuhan kredit sekitar 24%. Namun, sebelum tahun
Grafik 2.9
2008 berakhir, target kredit tersebut sudah terlampaui Perkembangan Kredit 2007-2008
hingga mencapai puncaknya pada bulan Oktober 2008
2008
Kredit Valas (USD T) 2007
dengan pertumbuhan 37% yoy.
Sejalan dengan meningkatnya tekanan karena Kredit Valas (Rp T)
laporan telah terjadi depresiasi nilai tukar rupiah yang (15) 0 25 65 105 145 185 225 265
25
Bab 2 Sektor Keuangan
angka LDR sempat mencapai titik tertinggi setelah krisis Komunikasi; sektor Konstruksi; sektor Jasa Dunia Usaha;
1997/1998 yaitu sebesar 81,6% pada Agustus 2008. dan sektor Industri Pengolahan.
Dari segi kelompok bank, penyaluran kredit oleh
Grafik 2.11
bank Persero dan bank Swasta masih mendominasi. Pertumbuhan Kredit Jenis Penggunaan (ytd)
Selama periode laporan, kredit kelompok bank Persero
2008
meningkat signifikan, terutama untuk sektor Industri Konsumsi
29% 2007
32%
2008
2007
Meskipun tidak sebesar pertumbuhan kredit lainnya,
BUMN
26
Bab 2 Sektor Keuangan
40
12.000
Grafik 2.13 20
Pertumbuhan KPR, Kartu Kredit & Lainnya
- 10.000
(20)
29%
Lainnya 8.000
2008 (40)
2007 yoy Rp (%) yoy Va USD (%) kurs
26%
(60) 6.000
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Kartu Kredit
Maluku + Papua KK
Pertumbuhan 2007 (%) Pertumbuhan 2008 (% ytd)
Bali + NusTra KI
Delta Kredit 2007 (Rp M) Delta Kredit 2008 (Rp M)
Real Estate KMK
Sulawesi
Kalimantan
Sumatra
Konstruksi Jawa Timur
JaTeng + DIY
0 9 18 27 36 45 DKI Jakarta
JaBar + Banten
0 5 10 15 20 25 30 35
Kredit rupiah masih mendominasi penyaluran kredit %
27
Bab 2 Sektor Keuangan
selama selama semester laporan mencapai Rp19 triliun yang lebih tinggi dibandingkan peningkatan nominal NPL
(32,4% dari total peningkatan kredit). Sementara itu, mengindikasikan bahwa perbankan sudah mulai
sumbangan kredit Investasi relatif kecil yaitu sekitar 6,1% mengantisipasi kemungkinan kenaikan risiko kredit ke
dari total kenaikan kredit MKM. Secara sektoral, sektor depan.
yang mengalami kenaikan kredit terbesar adalah sektor
Grafik 2.18
Lain-Lain dan Perdagangan. Non Performing Loans
(%) (Triliun)
10 75
Grafik 2.17 NPL Gross (kr)
9 70
Perkembangan Kredit MKM 8
% 65
1400 54 7
60
6
NPL Nominal (kn) 55
1200 5
52
50
Total Kredit Rp T (kiri) 4
1000 45
MKM Rp T (kiri) 3
50 NPL Net (kr)
% MKM/Kredit 40
800 2
48 1 35
600 - 30
2006 Jun 2007 Jun 2008 Jun Des
46
400
75 1600
Risiko Kredit 70
Nominal NPL (kiri)
1400
65 Kredit (kanan)
Selama semester II 2008, kenaikan nominal NPL 1200
60
cenderung meningkat sejalan dengan meningkatnya 55 1000
50 800
tekanan perlambatan perekonomian. Meskipun selama
45
600
periode laporan nominal NPL hanya naik Rp2,3 triliun 40
400
35
menjadi Rp50,9 triliun, namun mengingat rendahnya 30 200
2006 2007 2008 Des
peningkatan nominal NPL tersebut adalah karena
penghapusbukuan kredit yang cukup signifikan pada satu Dari segi kelompok bank, selama semester laporan,
bank besar, maka kenaikan nominal NPL perlu diwaspadai kenaikan nominal NPL terjadi pada kelompok bank Swasta,
apalagi kondisi ekonomi tengah kurang menggembirakan. kantor cabang bank Asing dan bank Campuran,
Dari sisi rasio NPL, dibandingkan dengan posisi akhir sedangkan nominal NPL bank Persero justru turun Rp3,1
semester I 2008, rasio NPL gross menurun menjadi 3,76%. triliun karena penghapusbukuan kredit. Naiknya nominal
Rendahnya rasio NPL dipengaruhi oleh tingginya NPL pada kelompok bank Swasta dan Campuran disertai
peningkatan kredit yang jauh melebihi peningkatan pula dengan peningkatan rasio NPL gross yang terjadi sejak
nominal NPL. Sementara itu, kenaikan nominal NPL juga pertengahan semester II 2008, sementara kenaikan rasio
diiringi dengan kenaikan Penyisihan Penghapusan Aktiva NPL kelompok kantor cabang bank Asing baru terjadi pada
Produktif (PPAP) dalam jumlah yang lebih tinggi yaitu akhir semester. Kenaikan kredit bermasalah pada kelompok
sebesar Rp4,4 triliun menjadi Rp47,5 triliun selama bank Swasta dan Campuran terutama pada kredit untuk
semester laporan. Hal ini menyebabkan rasio NPL net sektor Industri Pengolahan serta sektor Jasa Dunia Usaha,
menurun sebesar 0,2% menjadi 1,47%. Peningkatan PPAP sementara untuk kelompok kantor cabang bank Asing
28
Bab 2 Sektor Keuangan
diikuti pula oleh kredit sektor Lain-Lain (konsumsi), pada Kredit Investasi dan Kredit Konsumsi mengalami
terutama yang berasal dari kartu kredit. penurunan. Meskipun jumlah nominalnya mengalami
peningkatan, secara rasio, NPL gross Kredit Modal Kerja
Grafik 2.20
sedikit menurun dibandingkan periode sebelumnya
Rasio NPL Gross Kelompok Bank
sehingga menjadi 3,4%. Selanjutnya, walaupun secara
7
Des-07 rasio, NPL tertinggi masih terdapat pada Kredit Investasi,
6 Jun-08
Des-08
5
telah terjadi penurunan kredit non-lancar yang cukup
4 signifikan karena adanya hapus buku sehingga rasio NPL
3 gross Kredit Investasi turun dari 4,6% pada akhir Juni 2008
2
menjadi 3,8% pada akhir Desember 2008. Sementara itu,
1
sejalan dengan penurunan nominal NPL Kredit Konsumsi,
0
BUMN Swasta BPD Campuran Asing
rasio NPL grossnya juga mengalami penurunan dari 2,9%
Peningkatan nominal NPL sektor Jasa Dunia Usaha menjadi 2,5%.
dan Industri Pengolahan membuat kedua sektor ekonomi
tersebut mendominasi kenaikan nominal NPL sektoral Grafik 2.22
Rasio NPL Gross Jenis Penggunaan
industri perbankan, masing-masing sebesar Rp1 triliun dan
7
Rp0,7 triliun. Kedua sektor tercatat memiliki rasio NPL gross Des-07
6 Jun-08
masing-masing sebesar 2,12% dan 5,41%. Dengan 5
Des-08
3
sektor dengan tingkat risiko kredit yang cukup tinggi,
2
meskipun sedikit membaik pada akhir periode laporan
1
sejalan dengan hapus buku yang dilakukan oleh salah satu 0
Modal Kerja Investasi Konsumsi
bank besar.
Grafik 2.23
Grafik 2.21
Rasio NPL Gross Kredit Konsumsi
Rasio NPL Gross Sektor Ekonomi
%
12
Lain-lain Des-07 Des-07
Jun-08 10 Jun-08
Jasa Dunia Usaha Des-08 Des-08
Pengangkutan 8
Perdagangan
6
Konstruksi
4
Ind. Pengolahan
Pertambangan 2
Pertanian
0
0,0 1,5 3,0 4,5 6,0 7,5 KPR Kartu Kredit Lainnya
Dari segi jenis penggunaan kredit, peningkatan Penurunan nominal NPL Kredit Konsumsi terutama
nominal NPL selama semester II 2008 hanya terjadi pada karena penurunan nominal kredit KPR yang menyebabkan
Kredit Modal Kerja, yaitu sebesar Rp1,7 triliun, sementara rasio NPL gross KPR turun menjadi 2,26%. Sementara itu,
29
Bab 2 Sektor Keuangan
rasio NPL gross Kartu Kredit masih cukup tinggi, yaitu 10,8% penghapusbukuan kredit. Ke depan, perlu semakin
pada akhir Desember 2008, meskipun sedikit menurun diwaspadai turunnya ekspor dan pelemahan nilai tukar
dibandingkan posisi akhir Juni 2008 sebesar 11,6%. rupiah karena berpotensi mempengaruhi kemampuan
Sebagian besar (78,2%) nominal NPL Kartu Kredit terdapat debitur membayar kewajibannya, terutama kewajiban
pada kelompok Kantor Cabang Bank Asing. Sementara itu, dalam valas.
walaupun nominal NPL KPR sudah mengalami penurunan,
secara total, nominal NPL Kredit Properti masih mengalami Grafik 2.25
Rasio NPL Gross Kredit Rupiah dan Valas (%)
peningkatan sebesar Rp0,3 triliun. Hal tersebut karena
nominal NPL Kredit Real Estate mengalami peningkatan 5
Des-07
dengan rasio NPL menjadi sebesar 4,51%. Des-08
Jun-08
4
Grafik 2.24 3
6
Des-07
1
5 Jun-08
Des-08
0
4 Rupiah Valas
1
turun Rp1 triliun menjadi Rp18,8 triliun. Sejalan dengan
-
itu, rasio NPL gross Kredit MKM juga turun menjadi 2,97%.
Konstruksi Real Estate KPR
Berdasarkan jenis penggunaan, nominal NPL dari semua
Kredit valas menjadi sumber utama peningkatan jenis Kredit MKM turun, terutama pada Kredit Modal Kerja
nominal NPL perbankan. Selama semester II 2008, nominal sebesar Rp0,5 triliun. Dari sisi sektoral, penurunan nominal
NPL kredit valas naik Rp1,9 triliun menjadi Rp10,5 triliun NPL terjadi pada hampir semua sektor, kecuali sektor
antara lain karena pelemahan nilai tukar rupiah. Apabila Industri Pengolahan, dengan penurunan terbesar pada
dinyatakan dalam USD, nominal NPL kredit valas hanya sektor Perdagangan sebesar Rp1 triliun. Nominal NPL kredit
naik USD29,7 juta. Sejalan dengan itu, rasio NPL gross MKM sektor Industri Pengolahan naik Rp0,6 triliun,
kredit valas juga meningkat menjadi 4,14%. Kenaikan sehingga rasio NPL gross-nya naik menjadi 7,5%. Hal ini
nominal NPL kredit valas terbesar pada kelompok bank
Grafik 2.26
Persero sebesar Rp0,8 triliun, diikuti Kantor Cabang Bank Rasio NPL Gross MKM & Non MKM (%)
Asing sebesar Rp0,7 triliun. 5
Des-07
Di lain pihak, rasio NPL gross kredit rupiah turun Juni-08
4 Nov-08
30
Bab 2 Sektor Keuangan
Grafik 2.27 masih tinggi pada saat itu juga berpotensi meningkatkan
Rasio NPL Gross Kredit MKM (%)
tekanan inflasi ke depan. Sebagai respon atas kondisi
31
Bab 2 Sektor Keuangan
300
200 (5)
100
0 (10)
Des07 Mrt08 Jun08
(100) Sep08 Des08
(200) (15)
sd 1 bln 1 - 3 bln 3 - 6 bulan 6 - 12 bln > 12 bln
(300)
Des07 Mrt08 Jun08
(400) Sep08 Des08
(500)
sd 1 bln 1 - 3 bln 3 - 6 bulan 6 - 12 bln > 12 bln Grafik 2.31
Posisi Devisa Netto
%
Dengan profil maturitas perbankan, baik rupiah 9
8
maupun valas, yang secara umum cenderung short dalam 7
6
jangka pendek dan long dalam jangka panjang, kenaikan
5
suku bunga perbankan berpotensi merugikan karena akan 4
3
mengurangi keuntungan atau meningkatkan kerugian.
2
Pada periode laporan, posisi short aset/kewajiban dalam 1
0
rupiah untuk jangka waktu sangat pendek (s.d. 1 bulan) Des07 Mrt08 Jun08 Sep08 Des08
BUSN Campuran BPD Persero Asing SELURUH
cenderung semakin meningkat seiring dengan gencarnya
perbankan dalam menarik dana masyarakat untuk Gejolak pasar keuangan global juga menimbulkan
meningkatkan likuiditas. Sebaliknya, untuk aset/kewajiban tekanan terhadap nilai tukar rupiah. Bahkan rupiah sempat
dalam valas, posisi shortnya cenderung menurun sejalan mencapai Rp12.150 per USD pada November 2008,
dengan meningkatnya risiko akibat depresiasi rupiah yang sehingga rata-rata nilai tukar rupiah selama semester II
cukup tajam. 2008 mencapai Rp10.138 per USD dibandingkan semester
Meningkatnya posisi short jangka pendek ini I 2008 sebesar Rp9.235 per dolar AS. Namun demikian,
berpotensi meningkatkan risiko pasar perbankan akibat rasio PDN perbankan yang relatif rendah (6,2%)
kenaikan suku bunga, terlebih dengan spread yang menyebabkan eksposur perbankan terhadap risiko nilai
semakin menyempit. Meskipun selama semester II 2008 tukar relatif terbatas. Hasil stress test menunjukkan bahwa
32
Bab 2 Sektor Keuangan
250
perlu diwaspadai pengaruh fluktuasi nilai tukar terhadap
101,4
130,6
200
perbankan melalui penurunan kemampuan membayar
16,9
150
28,2
debitur.
100
Tekanan terhadap pasar saham dan pasar utang
156,4
126,8
50
domestik selama semester II 2008 semakin tinggi akibat
0
krisis pasar keuangan global yang semakin buruk. Salah Des Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
2007 2008
satu dampaknya adalah harga surat utang negara yang
sempat turun signifikan pada Oktober, meski pada akhir pada laporan laba rugi yang menurun pada Desember
2008 sudah mulai meningkat. Perkembangan ini sangat 2008, setelah sempat meningkat tinggi pada Oktober
mempengaruhi neraca dan laba rugi perbankan, karena 2008.
sebagian besar bank memiliki SUN sebagai salah satu Harga SUN yang turun tajam juga mendorong
portofolio dalam aktiva produktif. perbankan untuk mengalihkan tujuan kepemilikan SUN dari
Untuk mengurangi kerugian yang lebih besar, pada AFS menjadi HTM untuk mengurangi kerugian. Akibatnya,
tanggal 9 Oktober 2008, Bank Indonesia, Pemerintah selama semester II 2008, pangsa kepemilikan SUN untuk
(Bapepam-LK), dan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) AFS turun 10,8% menjadi 36,9%, sedangkan pangsa HTM
menerbitkan keputusan bersama yang memungkinkan naik 11,3% menjadi 56,9%. Pangsa kepemilikan SUN
perbankan untuk menunda penerapan marking to market trading yang cukup rendah dan penundaan berlakunya
dalam penetapan nilai wajar untuk SUN. Selain itu, marking to market menjadikan perbankan tidak terlalu
perbankan juga dimungkinkan untuk mengalihkan tujuan terekspos dengan risiko penurunan harga SUN. Hasil stress
kepemilikan SUN dari kategori Trading dan Available for test menunjukkan bahwa apabila harga SUN turun sampai
Sale (AFS) menjadi kategori Hold to Maturity (HTM). 20%, tidak terdapat bank yang mengalami penurunan CAR
Kebijakan tersebut memberikan dampak positif terhadap menjadi di bawah batas minimum 8%.
neraca dan laba rugi perbankan. Hal ini tercermin pada
net unrealized loss di neraca dan nilai kerugian bersih 2.3.4. Profitabilitas dan Permodalan
Profitabilitas
Grafik 2.32
Pangsa Kepemilikan SUN Perbankan Di tengah peningkatan tekanan terhadap
% perekonomian, industri perbankan masih mampu
60
Des07
Jun08
mempertahankan profitabilitasnya, meskipun menurun bila
50
Des08
40
dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Net Interest
30
Income (NII), sebagai salah satu indikator profitabilitas,
20
menunjukkan peningkatan yaitu dari Rp53,2 triliun (Juni
10
2008) menjadi Rp59,9 triliun (Desember 2008).
33
Bab 2 Sektor Keuangan
kredit yang tinggi sejak awal tahun dan baru mulai terkait melambatnya pertumbuhan ekonomi ke depan
melambat sejak bulan November 2008. Dengan demikian, dengan meningkatkan beban Penyisihan Penghapusan
peningkatan NII lebih ditopang oleh pendapatan bunga Aktiva Produktif (PPAP). Akibatnya, terjadi penurunan laba
kredit. operasional sekitar 30,6%, yaitu dari Rp17,6 triliun (Juni
2008) menjadi Rp12,2 triliun (Desember 2008). Setelah
Grafik 2.34
memperhitungkan pajak, perolehan laba selama semester
Profitabilitas Bank-mtm 2008
Rp triliun
II 2008 turun 33,9%, yaitu dari Rp18,4 triliun menjadi
25
Pend. Bunga
Beban Bunga
Rp12,2 triliun.
20 NII
Penting dicatat bahwa penurunan laba yang terjadi
15
pada paruh kedua tahun 2008 ini, merupakan
10 kecenderungan tahunan yang juga terjadi pada tahun
0
terhadap kondisi perbankan pada tahun 2008,
Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
2007 2008 menyebabkan perolehan laba berjalan menjadi lebih
menurun, yaitu dari sebesar Rp35,0 triliun pada akhir 2007
Grafik 2.35
Pendapatan Bunga Bank menjadi Rp30,6 triliun pada akhir 2008. Sementara itu,
250 pada periode yang sama total aset perbankan juga
Lainnya SSB
200
Kredit BI mengalami peningkatan. Hal ini kemudian menyebabkan
ROA perbankan juga menjadi menurun.
150
Tabel 2.1
Laba/Rugi Perbankan
Rp triliun
2007 2008
Semester I Semester II Total Semester I Semester II Total
34
Bab 2 Sektor Keuangan
Penurunan laba operasional sepanjang tahun 2008 Sementara itu, rasio modal inti (Tier 1) terhadap
tampaknya juga dipicu oleh tingkat efisiensi yang ikut Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) juga masih
berkurang. Penurunan efisiensi ini tercermin pada rasio cukup tinggi, yaitu sebesar 14,4%. Dengan demikian,
Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional permodalan perbankan diperkirakan masih cukup kuat
(BOPO) yang meningkat. Oleh karena itu, salah satu untuk menyerap berbagai risiko, serta masih memiliki
agenda penting perbankan ke depan adalah upaya untuk ruang gerak yang mencukupi untuk terus bertumbuh dan
meningkatkan efisiensi. melakukan ekspansi kredit.
Sementara itu, data yang ada menunjukkan bahwa
Grafik 2.38
inefisiensi ternyata lebih banyak terlihat pada kelompok Modal, ATMR, dan CAR
Rp triliun %
bank kecil dibandingkan kelompok bank lainnya. Dengan 2.000 25
Modal
ATMR
demikian, salah satu cara untuk meningkatkan efisiensi CAR (kanan)
20
1.600
Grafik 2.37 - 0
Perkembangan Rasio BOPO per Kelompok Bank Des Feb Apr Jun Ags Okt Des
2007 2008
%
120
BOPO Des'07 BOPO Des'08
Ketahanan perbankan terhadap tekanan berbagai
100
risiko tersebut tercermin pada hasil integrated stress test,
80
yang mencakup risiko kredit, risiko suku bunga, risiko nilai
60
tukar, risiko harga SUN dan risiko likuiditas. Stress test ini
40
dilakukan terhadap 15 bank besar yang mencakup sekitar
20
70% dari total aset industri perbankan. Skenario yang
-
15 BB S. Menengah S. Kecil BPD Campuran Asing Industri digunakan adalah rasio NPL gross meningkat menjadi
sebesar 5,6% (proyeksi pesimis rasio NPL tahun 2009),
Permodalan harga SUN turun 20%, suku bunga turun 1% dan rupiah
Secara umum, rasio permodalan (CAR) industri terdepresiasi sampai dengan Rp5.000 per USD. Selain itu,
perbankan pada akhir semester II 2008 masih cukup tinggi,
Grafik 2.39
yaitu 16,2%. Namun demikian, jika dibandingkan dengan Integrated Stress Test terhadap CAR 15 Bank Besar
posisi akhir semester sebelumnya sebesar 16,4%, terdapat 30%
CAR AWAL
sedikit penurunan. Hal tersebut disebabkan oleh tingginya 25% CAR BARU
35
Bab 2 Sektor Keuangan
kekurangan likuiditas diasumsikan dipenuhi dari dana dampak lanjutannya (second round effects) berpotensi
PUAB. Hasil stress test menunjukkan bahwa tidak terdapat membuat 24 bank lainnya ( multiple failure ) juga
bank yang CARnya turun menjadi di bawah 8%. menghadapi tekanan permodalan.
Selanjutnya, mengingat beberapa bank dewasa ini Sementara itu, apabila dilihat secara individual,
sedang menghadapi potensi kerugian terkait structured beberapa bank masih memiliki modal inti minimum kurang
products , telah dilakukan pula stress test untuk dari Rp100 miliar. Meskipun ketentuan modal inti minimum
mengetahui ketahanan permodalan dari bank-bank sebesar Rp100 miliar baru akan berlaku pada akhir tahun
tersebut. Hasil stress test ini menunjukkan bahwa secara 2010, bank-bank yang dewasa ini masih belum memiliki
umum permodalan bank cukup kuat, meskipun beberapa modal inti Rp100 miliar perlu segera menyiapkan langkah-
Kantor Cabang Bank Asing tertentu yang aktif melakukan langkah untuk pemenuhannya. Salah satu langkah yang
transaksi structured products harus siap-siap segera mungkin dapat dilakukan adalah dengan melakukan
meningkatkan modal apabila potensi kerugian menjadi merger dan akuisisi sehingga dapat mempercepat proses
semakin meningkat. konsolidasi perbankan.
Untuk mendapatkan gambaran tentang ketahanan
perbankan dalam menghadapi gejolak faktor-faktor 2.4. LEMBAGA KEUANGAN BUKAN BANK DAN
makroekonomi, telah dilakukan macroeconomic stress test, PASAR MODAL
khususnya terhadap 15 bank besar. Hasil stress test ini 2.4.1. Perusahaan Pembiayaan
memperlihatkan bahwa pada akhir 2009, sejalan dengan Perusahaan Pembiayaan (PP) merupakan salah satu
proyeksi perlambatan pertumbuhan ekonomi, maka secara jenis lembaga keuangan bukan bank yang berfungsi
rata-rata rasio NPL 15 bank besar akan meningkat, namun melakukan pembiayaan melalui berbagai jenis pembiayaan
masih pada kisaran 5%. antara lain pembiayaan konsumen, sewa guna usaha,
Selain itu, telah dilakukan pula interbank stress test, anjak piutang dan kartu kredit. Selama semester II 2008
yaitu untuk mengetahui dampak contagion kegagalan (s.d November), kinerja PP meningkat cukup signifikan,
suatu bank terhadap bank lainnya dalam sistem perbankan tercermin pada peningkatan total asset dan modal masing-
(contagion risk). Hasil stress test ini menunjukkan bahwa masing sebesar 23,80% dan 2,01%, sementara kegiatan
apabila 11 bank pemicu gagal (single failure) terdapat 14 pembiayaan meningkat sebesar 16,58%.
bank yang berpotensi permodalannya tertekan, sementara Pesatnya kegiatan usaha PP ditopang oleh kenaikan
pendanaan, terutama yang bersumber dari kredit
Grafik 2.40
Interbank Stress Test perbankan yang meningkat cukup pesat yaitu sekitar
24,42% sehingga pangsanya menjadi 42% dari total
Bank Kena Dampak
F M N O P Q R S T U V J W K pendanaan. Krisis keuangan global yang memperketat
Bank Pemicu
A
B
C
likuiditas menyebabkan tingginya biaya emisi saham dan
D
E obligasi. Akibatnya, PP semakin tergantung pada sumber
F
G
H
dana kredit perbankan.
I
J Dari segi jenis pembiayaan yang diberikan, pangsa
K
L
pembiayaan konsumen semakin berkurang dan cenderung
36
Bab 2 Sektor Keuangan
200,00
180,00 23,80% Jun 07 Jun»08 Total Swasta Nasional Patungan
Des'07
160,00
16,58% Jun'08 Sewa Guna Usaha 33,34% 11,31% 44,85%
140,00 28,19% Nov'08 Anjak Piutang 1,82% 3,10% 1,05%
120,00 Kartu Kredit 1,07% 0,01% 1,69%
100,00 Pembiayaan Konsumen 63,76% 85,59% 52,40%
80,00
60,00 Nov»08 Total Swasta Nasional Patungan
40,00
2,01% Sewa Guna Usaha 37,88% 12,45% 49,72%
20,00
Anjak Piutang 1,57% 2,56% 1,07%
0,00
Aset Pembiayaan Pendanaan Modal Kartu Kredit 0,83% 0,01% 1,25%
Pembiayaan Konsumen 59,71% 84,99% 47,96%
Grafik 2.42
Sumber Dana Perusahaan Pembiayaan
Sementara itu, keuntungan PP meningkat cukup
Rp miliar
140.000 signifikan, yaitu sebesar Rp2,85 triliun menjadi Rp5,96
28,19%
Jun'07 Jun'08
120.000 triliun. Kenaikan laba tersebut mendorong meningkatnya
Des'07 Nov'08
100.000
ROA dan ROE. Efisiensi usaha juga berhasil dipertahankan
80.000
24,42% dengan rasio Biaya Operasi terhadap Pendapatan Operasi
60.000
40.000
(BOPO) sebesar 77%.
-7,33%
20.000
0
Tabel 2.3
Pinjaman Bank Surat Berharga yang Total Sumber Dana* Rasio-rasio Keuangan Perusahaan Pembiayaan
Domestik Diterbitkan
*Total Sumber Dana: SSB, Pinjaman Subordinasi dan Total Pinjaman Dalam dan Luar Negeri
Des-06 Mei-07 Des-07 Mei-07
Asset 116.000.000.000 127.000.000.000 140.649.000.000 174.124.731.707
Grafik 2.43
Debt (Pinjaman/
Komposisi Nominal Pembiayaan PP (Nov'08)
Obligasi) 81.524.052.728 90.319.642.214 100.183.895.911 128.423.157.567
Kewajiban 95.241.046.752 102.466.196.738 113.722.737.895 143.568.726.785
Pembiayaan (dalam Rp miliar)
160.000 Equity 20.758.953.248 24.533.803.262 26.926.262.105 30.556.004.922
140.000 Profit Before Tax 2.978.914.227 5.763.866.446 4.134.560.328 8.078.856.892
Profit After Tax 2.244.670.921 4.379.780.690 3.114.695.467 5.961.654.328
120.000
ROA 0,03 0,05 0,03 0,05
100.000 ROE 0,14 0,23 0,15 0,26
80.000 BOPO 0,81 0,83 0,77 0,77
60.000 Debt/Equity 3,93 3,68 3,72 4,2
Kewajiban/Equity 4,59 4,18 4,22 4,7
40.000
20.000
0
Total Swasta Nasional Patungan
Tetap baiknya kinerja PP pada semester laporan
Piutang pembiayaan 141.179 46.257 93.795
53.480 5.759 46.634
Sewa Guna Usaha
didukung oleh perkembangan pasar kendaraan bermotor
Anjak Piutang 2.222 1.182 1.001
Kartu Kredit 1.178 2 1.175
yang masih tetap menggembirakan. Berdasarkan data
Pembiayaan Konsumen 84.299 39.314 44.985
37
Bab 2 Sektor Keuangan
Sementara itu, berdasarkan data Asosiasi Industri Sepeda Selain itu, risiko likuiditas juga berpotensi meningkat.
Motor Indonesia (AISI), penjualan sepeda motor selama Hal tersebut terutama karena membesarnya mismatch
tahun 2008 juga meningkat mencapai 6,22 juta, atau jauh liquidity. Arus masuk likuiditas yang bersumber dari
lebih banyak dibandingkan penjualan pada tahun 2007 pendanaan sebenarnya cukup tinggi, namun tetap tidak
sebesar 4,69 juta unit. mampu mengimbangi tingginya arus kas keluar karena
Suku bunga kredit yang cukup tinggi pada semester aktivitas operasi yang meningkat pesat.
laporan meningkatkan potensi risiko pembiayaan oleh PP.
Grafik 2.46
Di samping itu, menurunnya pendapatan nasabah sebagai
Arus Kas PP Swasta Nasional
dampak krisis global juga berpotensi meningkatkan NPL. Rp miliar
4.000
Pada tahun 2008 rasio NPL pembiayaan PP tetap menurun,
3.000
namun secara nominal terindikasi adanya peningkatan 2.000
guna usaha. 0
-1.000
-2.000
Grafik 2.44
-3.000 - -
NPL Pembiayaan Jun 07 Des 07 Jun 08 Nov 08
Arus kas neto dari
aktivitas operasi 792 1.184 1.312 1.772
NPL (%)
16,00 Arus kas neto dari
aktivitas investasi -45 -162 -177 -322
14,00
Arus kas neto dari
aktivitas pendanaan -903 -811 1.721 3.109
12,00
10,00
0,00
Sewa Guna Anjak Piutang Kartu Kredit Pembiayaan 10.000
Usaha Konsumen
Jun'07 2,67% 14,14% 4,28% 1,55% 5.000
Des'07 2,28% 11,59% 3,66% 1,68%
Jun'07 1,90% 11,32% 2,79% 1,70% 0
Nov'08 1,67% 9,04% 3,09% 1,66%
-5.000
-10.000
2.000.000.000
SGU PK
AP Total Meningkatnya risiko pembiayaan dan risiko likuiditas
1.500.000.000 KK
500.000.000
meningkatkan risiko bagi bank yang menjadi sumber dana
0
bagi PP. Dengan demikian, potensi risiko yang lebih besar
Jun Des Jun Nov
2007 2008 akan dihadapi oleh bank-bank yang memiliki anak
38
Bab 2 Sektor Keuangan
10000000 10000000
semester II 2008, channeling meningkat 23,74% menjadi
8000000 80000000
Rp9,33 triliun, sedangkan joint financing meningkat 9,8%
6000000 60000000
menjadi Rp49,61 triliun.
4000000 40000000
39
Bab 2 Sektor Keuangan
mengakibatkan terjadinya net beli saham sebesar Rp11,5 pelepasan SUN oleh investor domestik (khususnya lembaga
triliun. keuangan) sekitar Rp10,1 triliun. Akibatnya, pelemahan
pasar SUN sangat mendalam dan recovery pasar menjadi
Grafik 2.51
Penanaman Investor Asing: SBI-SUN-Saham sangat lambat. Pada sisi lain, tetap tingginya portofolio
-35
Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
Grafik 2.53
2007 2008
Kepemilikan SUN dan SBI Investor Asing
Rp triliun
Grafik 2.52 120
Penanaman Investor Asing: SBI-SUN-Saham SBI SUN
100
Rp triliun
35
80
25
60
15
40
5
-5 20
-15 0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
-25 2008
-35
Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Grafik 2.54
2007 2008
Penyerapan SUN Lembaga Keuangan Domestik dan Asing
Rp triliun
Perilaku profit taking oleh investor asing berpotensi 20
0
memicu pembalikan arus dana secara tiba-tiba dan
-10
serentak ( sudden reversal ). Kerawanan terutama
-20
bersumber pada portofolio SUN yang dimiliki investor asing -30
40
Bab 2 Sektor Keuangan
menyentuh level terendah 7.552,2 (pertengahan pertambangan yang masing-masing turun sekitar 70% dan
November 2008). Prospek memburuknya kondisi 74%. Pelemahan cukup besar juga dialami indeks sektoral
perekonomian global dan adanya ekspektasi resesi di AS yang rentan terhadap pelemahan nilai tukar yaitu indeks
dan beberapa negara di Eropa berdampak pada turunnya sektor perdagangan dan indeks sektor aneka industri yang
kinerja bursa regional Asia. Dalam hal ini, IHSG tercatat masing-masing turun sekitar 58% dan 40%.
turun sekitar 42,3% menjadi 1.355,41 (Desember 2008)
Tabel 2.6
dan sempat mencapai level terendah sebesar 1.111,39 Pertumbuhan Indeks Sektoral
pada tanggal 28 Oktober 2008. Dengan perkembangan
Pertumbuhan (%)
tersebut, rata-rata IHSG selama semester II 2008 sekitar Jun 07 Des 07 Jun 08 Sep 08 Des 08
Sem II 07 Sem II 08 Jun-Sep 08
1.723,06, atau jauh lebih rendah dibandingkan rata-rata IHSG 2.139,28 2.745,83 2.349,11 1.832,51 1.355,41 28,35 (42,30) (21,99)
Indeks Sektor Keuangan 223,14 260,57 203,74 203,37 176,33 16,78 (13,45) (0,18)
selama semester sebelumnya sebesar 2.485,47. Indeks Sektor Pertanian 1.680,12 2.754,76 3.061,06 1.489,57 918,77 63,96 (69,99) (51,34)
Indeks Sektor Industri Dasar 196,10 238,05 200,05 162,93 134,99 21,39 (32,52) (18,55)
Tabel 2.5 Indeks Sektor Konsumsi 437,01 436,04 398,29 381,36 326,84 (0,22) (17,94) (4,25)
Indeks Sektor Properti 211,72 251,82 168,53 142,42 103,49 18,94 (38,59) (15,49)
Pertumbuhan Indeks Bursa Regional
Indeks Sektor Pertambangan 1.647,04 3.270,09 3.415,96 1.833,24 877,68 98,54 (74,31) (46,33)
Indeks Sektor Infrastruktur 750,43 874,07 652,81 570,91 490,35 16,47 (24,89) (12,55)
Pertumbuhan (%) Indeks Sektor Perdagangan 387,38 392,24 356,76 261,33 148,33 1,26 (58,42) (26,75)
Jun 07 Des 07 Jun 08 Sep 08 Des 08
Sem II 07 Sem II 08 Jun-Sep 08 Indeks Sektor Aneka Industri 324,96 477,35 360,65 326,15 214,94 46,89 (40,40) (9,57)
Grafik 2.56
1,70 Volatilitas (30 hari) beberapa Indeks Bursa Asia
1,20 %
120
Indonesia Jepang
0,70 Thailand Malaysia
100 Singapore Hongkong
0,20 80
Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
2007 2008 60
IHSG FSSTI SET KLCI
PCOMP NKY Hang Seng KOSPI 40
FTSE NYA DJIA
20
Seluruh indeks sektoral mengalami pelemahan,
0
Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
terutama indeks sektor pertanian dan indeks sektor 2007 2008
41
Bab 2 Sektor Keuangan
Turun tajamnya indeks saham diiringi pula dengan Selama semester laporan, harga sebagian besar
berkurangnya aktivitas transaksi. Hal tersebut antara lain saham perbankan melemah signifikan meskipun
karena adanya libur panjang menjelang akhir tahun 2008. menjelang akhir semester terindikasi rebound. Sementara
Selama semester II 2008, transaksi saham turun sekitar itu, dari sisi Price/Earning Ratio (PER), sebagian besar saham
64% menjadi Rp34,88 triliun. Transaksi saham investor bank mengalami penurunan.
asing menurun, namun tetap tingginya minat investor
mengakibatkan terdapatnya net beli sebesar Rp7,77 triliun. Grafik 2.59
Penurunan harga yang disertai turunnya transaksi Perkembangan Harga Saham Beberapa Bank
40 70
60
20
50
0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des 40
2008
30
20
10
Grafik 2.58 0
Danamon BCA BRI Mandiri BNI BII CIMB
Nilai Kapitalisasi & Nilai Emisi Niaga
Rp triliun
3500 450
400
3000
N Kap (BEI)
2500 N Kap (BEJ)
350 Pasar Surat Utang
N Kap (BES) 300
2000
IHSG (RHS)
N Emisi 250 Tingginya suku bunga sejak awal sampai
200
1500 pertengahan semester II 2008 menyebabkan kinerja pasar
150
1000
100 surat utang menjadi tertekan. Harga SUN mengalami
500
50
penurunan, tercermin pada turunnya indeks IDMA sekitar
0 0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
2008 11% menjadi 88,21. Bahkan, indeks IDMA sempat
42
Bab 2 Sektor Keuangan
mencapai level terendah 67,11 pada tanggal 29 Oktober berkembangnya transaksi SUN untuk tenor jangka
2008. Untuk mengurangi potensi kerugian investor karena panjang. Tidak adanya acuan yield yang wajar untuk
turun pesatnya harga SUN, telah ditempuh kebijakan untuk penanaman rupiah berjangka panjang (berjangka waktu
melonggarkan aturan marking to market bagi investor lebih dari 10 tahun) juga menghambat perkembangan
SUN. Sejalan dengan penurunan BI rate sejak awal transaksi SUN berjangka panjang.
November 2008, pasar mulai rebound, terindikasi pada
Grafik 2.63
turunnya yield penanaman rupiah berbagai tenor. SUN: Likuiditas Pasar Berbagai Tenor
Rp triliun
45
Grafik 2.61 FR VR ORI Zero Coupon SPN
40
Perkembangan Harga Beberapa Seri FR
35
140 30
25
120
20
100 15
10
80
5
60 0
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2037 2038
40
FR02 FR49 FR27
FR48 FR47 FR45
20 Tertekannya pasar surat utang mengurangi minat
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
2008 emiten untuk menghimpun dana melalui penerbitan
obligasi. Pada tahun 2008, pembiayaan melalui emisi
Grafik 2.62
obligasi korporasi tercatat rendah, yaitu nilai emisi hanya
Yield SUN 1 s.d. 30 tahun
% naik sekitar 9% menjadi Rp145,9 triliun dengan tambahan
20
emiten hanya 3 perusahaan sehingga menjadi 178
18
43
Bab 2 Sektor Keuangan
pada akhir Desember 2008 tercatat sebesar Rp73 triliun, sejalan dengan melemahnya pasar surat utang, NAB
atau turun sebesar 13,7% dibandingkan posisi pada akhir reksadana pendapatan tetap turun 15% menjadi Rp14,0
Desember 2007. triliun.
Sementara itu, pemberlakuan ketentuan Bapepam-
Reksadana LK yang melarang redemption reksadana terproteksi yang
Semakin melemahnya pasar keuangan menyebabkan belum selesai masa pengelolaannya, menyebabkan NAB
memburuknya kinerja reksadana. Hal tersebut terlihat pada reksadana terproteksi tetap meningkat, yaitu naik 21%
perkembangan Nilai Aktiva Bersih (NAB) pada semester menjadi Rp24,9 triliun. Sejalan dengan itu, pangsa
laporan (s.d Oktober 2008) yang turun 25% menjadi reksadana terproteksi pada akhir Desember 2008 menjadi
Rp68,9 triliun. Dengan perkembangan tersebut, selama yang terbesar yaitu sekitar 36%, padahal pada akhir
tahun 2008 NAB reksadana turun sekitar 27%. Desember 2007 pangsanya masih sekitar 17%. Tetap
Perkembangan bursa saham yang kurang meningkatnya NAB reksadana terproteksi berhasil
menggembirakan yang disertai meningkatnya volatilitas mengurangi tekanan redemption. Bahkan, selama tahun
IHSG mengakibatkan NAB reksadana saham turun sebesar 2008 redemption tetap lebih kecil dibandingkan dengan
53% menjadi Rp16,6 triliun, sementara NAB reksadana subscription, yaitu Rp81,6 triliun berbanding Rp83,8
campuran turun 38% menjadi Rp8,7 triliun. Selanjutnya, triliun.
15 800
40
600
10
400
20
5 200
0 0 0
Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt
2007 2008 2007 2008
Pend Tetap Saham Camp Ps Uang Terproteksi
12 140 540
100
120
10 520
80
100
8 500
60 80
6 480
60
40
4 460
40
2 20 440
20
0 0 0 420
Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep
2007 2008 2007 2008
44
Bab 2 Sektor Keuangan
Namun demikian, terdapat tanda-tanda bahwa minat menjadi sekitar 62,5 miliar unit. Selain itu, peningkatan
investor terhadap reksadana semakin menurun. Hal tersebut penghimpunan dana melalui reksadana pada tahun 2008
antara lain terlihat pada unit penyertaan. Meskipun (s.d September) tergolong kecil yaitu hanya sebesar 2%
sepanjang tahun 2008 terdapat peningkatan unit penyertaan menjadi Rp135,5 triliun, sementara jumlah reksadana
sebesar 17%, namun sejak September 2008 menurun meningkat cukup besar yaitu sekitar 16% menjadi 549.
45
Bab 2 Sektor Keuangan
Kondisi sektor keuangan pada tahun 2008, Berikut ini disampaikan ringkasan kronologis
khususnya selama semester II, penuh gejolak. gejolak keuangan di Indonesia selama semester II 2008
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, gejolak tersebut dan respon kebijakan yang telah diambil untuk
telah membuat Indeks Stabilitas Keuangan (Financial menjaga stabilitas sistem keuangan.
Stability Index - FSI) meningkat tajam selama semester
laporan, bahkan pernah melampaui batas indikatif Tabel Boks 2.1.1
Kronologis Gejolak Sektor Keuangan Indonesia 2008
maksimum angka 2 pada bulan November dan
Desember 2008. Sementara itu, nilai tukar rupiah juga Tanggal Kejadian
mengalami tekanan. Dalam perkembangan terakhir, 8-10 Oktober 2008 Bursa Efek Indonesia ditutup sementara.
28 Oktober 2008 IHSG: 1.111,39, terendah sejak Desember 2005.
FSI mulai sedikit menurun sejalan dengan
29 Oktober 2008 Indeks Harga SUN (IDMA): 67,11, terendah sejak
membaiknya IHSG dan harga SUN, namun nilai tukar penerbitan SUN pertama kali pada Januari 2005.
rupiah masih belum kembali kepada level sebelum 20 Nopember 2008 LPS mengambilalih 1 bank yang dinilai berdampak
sistemik (Bank Century).
Oktober 2008, meskipun volatilitasnya sudah semakin 24 Nopember 2008 Nilai tukar Rp/USD: 12.650, terendah sejak krisis 1997/
berkurang. 1998.
Tanggal Kejadian
16 September 2008 BI menurunkan O/N repo rate dari BI rate plus 300 bps menjadi BI rate plus 100 bps.
BI menyesuaikan FASBI rate dari BI rate minus 200 bps menjadi BI rate minus 100 bps.
23 September 2008 BI memperpanjang jangka waktu Fine Tune Operation (FTO) dari 1 hari s.d 14 hari menjadi 1 hari s.d 3 bulan
(PBI No.10/14/PBI/2008).
13 Oktober 2008 BI merubah ketentuan tentang GWM rupiah dan GWM valas bagi Bank Umum (PBI No.10/19/PBI2008).
BI meniadakan pembatasan posisi saldo harian Pinjaman Luar Negeri (PLN) jangka pendek (PBI No.10/20/PBI/2008).
Penerbitan PERPPU No.2 Tahun 2008 tentang perubahan Undang-Undang Bank Indonesia yang memungkinkan kredit
berkolektibilitas lancar dijadikan agunan untuk mendapatkan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP).
Penerbitan PERPPU No.3 Tahun 2008 yang mengatur kenaikan nilai simpanan nasabah yang dijamin LPS dari Rp100 juta
menjadi Rp 2 milyar.
15 Oktober 2008 BI memperpanjang tenor FX Swap dari paling lama 7 hari menjadi 1 bulan (PBI No.10/21/PBI/2008).
BI berkomitmen menyediakan valas bagi korporasi domestik melalui perbankan (PBI No.10/22/PBI/2008).
Penerbitan PERPPU No.4 Tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK).
24 Oktober 2008 BI mengeluarkan perubahan atas PBI No.10/19/PBI2008 untuk menyempurnakan perhitungan GWM Rupiah menjadi
GWM utama sebesar 5% dari DPK Rupiah, dan GWM sekunder sebesar 2.5% dari DPK Rupiah (PBI No.10/25/PBI/2008).
29 Oktober 2008 BI mengeluarkan peraturan tentang Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek bagi Bank Umum (FPJP)
(PBI No.10/26/PBI/2008).
13 Nopember 2008 BI mengeluarkan peraturan yang membatasi transaksi spekulatif valas terhadap rupiah dengan mewajibkan adanya
underlying transaksi untuk setiap pembelian valas yang melebihi USD100.000 (PBI No.10/28/PBI/2008).
14 Nopember 2008 BI mengeluarkan perubahan atas PBI No.10/26/PBI/2008 tentang Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) bagi Bank
Umum (PBI No. 10/30/PBI/2008).
18 Nopember 2008 BI mengeluarkan aturan mengenai Fasilitas Pinjaman Darurat (FPD) (PBI No.10/31/PBI/2008).
16 Desember 2008 BI melarang transaksi derivatif structured product yang terkait transaksi valas (PBI No.10/38/PBI/2008).
46
Bab 2 Sektor Keuangan
Pada semester II 2008 terdapat 2 permasalahan Sementara itu, De Indonesische Overzeese Bank
di perbankan yang banyak mendapat perhatian. Yang atau lebih dikenal dengan Bank Indover adalah anak
pertama adalah pengambilalihan Bank Century oleh perusahaan Bank Indonesia yang berkedudukan di
LPS dan yang kedua adalah penutupan Bank Indover. Amsterdam, Belanda. Bank Indover sempat memiliki
Pertanyaannya adalah apakah kedua permasalahan kinerja yang cukup bagus sebelum mengalami
tersebut mengganggu stabilitas sistem keuangan kesulitan likuiditas akibat penurunan secara drastis
Indonesia? money market line sebagai dampak dari gejolak pasar
Bank Century adalah hasil merger Bank CIC, keuangan global, khususnya yang terjadi di Eropa.
Bank Pikko dan Bank Danpac pada bulan Desember Bank ini akhirnya dibekukan oleh pengadilan Belanda
2004. Bersamaan dengan terjadinya kekeringan pada tanggal 6 Oktober 2008.
likuiditas global yang berimbas ke dalam negeri, pada Salah satu potensi tekanan terhadap stabilitas
bulan Juli 2008 Bank Century mengalami kesulitan keuangan adalah penanaman yang dilakukan oleh
likuiditas yang ditandai dengan pelanggaran GWM bank-bank domestik pada Bank Indover. Data yang
beberapa kali. Setelah itu, kinerja bank terus menurun ada menunjukkan terdapat sekitar 14 bank domestik
sehingga masuk dalam pengawasan khusus (Special yang melakukan penanaman pada Bank Indover
Surveillance ) Bank Indonesia. Namun demikian, sebelum ditutup. Mengingat jumlah eksposur ke14
kondisi bank terus memburuk sehingga dinyatakan bank domestik pada Bank Indover tersebut hanya
sebagai bank gagal pada tanggal 20 November 2008. sekitar Rp1,6 triliun atau 0,07% dari total asset industri
Selanjutnya, mengingat bank tersebut dinilai perbankan per Oktober 2008, maka penutupan Bank
berdampak sistemik maka Bank Century kemudian Indover tidak menimbulkan dampak yang signifikan
diambilalih oleh LPS untuk disehatkan. terhadap ketahanan sistem keuangan Indonesia.
Dalam kenyataannya pengambilalihan Bank Selain itu, dampaknya terhadap rasio
Century oleh LPS tidak menimbulkan gejolak atau permodalan (CAR) industri perbankan juga tidak besar.
shock yang signifikan di perbankan. Baik nasabah Penutupan Bank Indover hanya mengakibatkan
maupun lembaga perbankan relatif tenang sehingga penurunan CAR dari 16,18% menjadi 16,09%. Hasil
tidak menimbulkan tekanan terhadap stabilitas sistem interbank stress test juga menunjukkan bahwa bank-
keuangan. Pengambilalihan bank yang tidak bank yang mengalami penurunan CAR karena
menimbulkan gejolak ini sekaligus juga merupakan penutupan Bank Indover bukanlah bank-bank yang
cerminan semakin kuatnya koordinasi antara dapat menimbulkan dampak sistemik. Dari sisi
lembaga-lembaga terkait dalam sistem keuangan di likuiditas, juga tidak berdampak signifikan karena
Indonesia dan berjalannya mekanisme protokol hanya mengakibatkan penurunan likuiditas dalam
manajemen krisis (crisis management protocol) yang kisaran antara 0,01% s.d 7,28% dari secondary
telah disepakati bersama. reserves perbankan.
47
Bab 2 Sektor Keuangan
Segmentasi PUAB adalah suatu kondisi dimana Negeri (DN) penurunan rata-rata per hari volume
transaksi antar bank cenderung terbatas dan hanya transaksi baru terjadi satu bulan kemudian, yaitu sejak
terjadi antara sesama kelompok bank tertentu saja. bulan Oktober 2008.
Dengan tersegmentasinya PUAB, bank yang memiliki Pada Tabel di bawah ini tahun 2008 dipecah
likuiditas menjadi semakin berhati-hati dalam menjadi dua periode. Periode I adalah sebelum
menempatkan atau mengelola likuiditasnya. terjadinya tekanan likuiditas (Januari s.d. Agustus
Sementara, bank yang memerlukan likuiditas menjadi untuk PUAB Rupiah atau Januari s.d. September untuk
semakin berhati-hati dalam meminjam dana di PUAB, PUAB Valas DN), sedangkan periode II adalah setelah
bukan hanya karena keterbatasan supply, namun juga terjadi tekanan likuiditas (September s.d. Desember
untuk menjaga reputasi. untuk PUAB Rupiah atau Oktober s.d. Desember untuk
Segmentasi PUAB dapat ditelusuri dari PUAB Valas DN). Dengan memperbandingkan kedua
perkembangan penurunan rata-rata perhari volume periode tersebut, terlihat bahwa pada periode II hampir
transaksi PUAB. Pada PUAB Rupiah, penurunan rata- semua kelompok bank membatasi transaksi, baik
rata per hari volume transaksi terjadi sejak bulan dalam hal menempatkan dana (placing) maupun
September 2008, sementara pada PUAB Valas Dalam dalam hal meminjam (taking). Selain itu, kalaupun ada
48
Bab 2 Sektor Keuangan
transaksi, hal itu cenderung hanya terjadi terbatas serangkaian kebijakan yang diambil Bank Indonesia
pada kelompok bank-bank tertentu saja. Bank-bank dan Pemerintah, maka mulai penghujung tahun 2008,
besar terlihat hanya mau bertransaksi dengan sesama baik PUAB rupiah maupun valas DN, sama-sama
bank besar pula, sementara bank-bank kecil dan menunjukkan peningkatan rata-rata per hari volume
menengah relatif kesulitan dalam mendapatkan dana transaksinya. Dengan demikian, ke depan diharapkan
antar bank. permasalahan segmentasi PUAB ini segera
Perkembangan terakhir, seiring mulai terselesaikan secara menyeluruh sehingga tidak
membaiknya kondisi likuiditas domestik paska menimbulkan tekanan terhadap stabilitas keuangan.
49
Bab 2 Sektor Keuangan
50
Bab 2 Sektor Keuangan
pada reksadana onshore , yaitu reksadana yang negeri pada semester II 2008 turun 14% menjadi
diterbitkan oleh manajer investasi (MI) domestik, sekitar Rp32 triliun. Penurunan tersebut terkait dengan
namun juga mencakup penawaran produk keuangan melemahnya pasar keuangan global sehingga
offshore, baik yang bersifat structured funds maupun mengurangi minat investor terhadap produk-produk
structured notes. Pada dasarnya, structured funds investasi terstruktur. Namun demikian, jumlah bank
merupakan reksadana yang diterbitkan oleh MI luar penyelenggara semakin meningkat. Hal tersebut
negeri, sementara structured notes merupakan jenis antara lain karena bertambahnya bank domestik yang
produk keuangan terstruktur yang yang diterbitkan telah diambil alih pihak asing.
oleh investment banks di luar negeri. Di samping perbankan, penawaran produk
Beberapa alasan utama dilakukannya kegiatan keuangan offshore juga dilakukan oleh MI domestik.
penawaran produk keuangan offshore oleh Berdasarkan data sementara s.d November 2008,
perbankan adalah: (i) adanya permintaan dari penawaran produk keuangan offshore oleh MI
nasabah utama (prime customers); (ii) dalam rangka domestik jauh lebih rendah, yaitu hanya berkisar Rp2,5
memelihara hubungan dengan nasabah atau triliun. Bahkan, selama semester II 2008 (data s.d
menjaga agar nasabah tidak pindah ke bank lain; dan November) jumlahny menurun sekitar 6% sehingga
(iii) untuk menghadapi persaingan dengan semakin menjadi sekitar Rp2 triliun. Namun demikian, secara
maraknya penawaran produk-produk keuangan luar keseluruhan, posisi produk keuangan offshore yang
negeri oleh bank dan MI luar negeri yang dilakukan ditawarkan oleh bank dan MI domestik relatif kecil,
dengan cara mengunjungi calon investor langsung yaitu pangsanya secara rata-rata hanya sekitar 29%
ke Indonesia. dari reksadana onshore.
Dengan latar belakang tersebut, kantor cabang Penawaran produk keuangan offshore yang
bank Asing (KCBA) adalah kelompok bank yang paling dilakukan oleh perbankan tampaknya masih
aktif dalam melakukan keagenan produk keuangan cenderung terbatas, yaitu hanya ditujukan bagi calon
offshore, khususnya melalui unit private banking atau investor yang telah memiliki pemahaman yang cukup
unit wealth management. Pada sebagian bank, unit tentang risiko penanaman pada produk keuangan
wealth management di Indonesia berhubungan offshore. Meskipun masih cenderung terbatas, kehati-
langsung dan merupakan bagian dari unit wealth hatian perlu ditingkatkan mengingat kegiatan
management pada global office bank yang keagenan produk keuangan offshore berpotensi
bersangkutan di luar negeri. Hal lain yang membuat bank lebih terekspose terhadap risiko
menyebabkan KCBA menjadi cukup aktif dalam reputasi dan risiko hukum, disamping memperbesar
melakukan penawaran produk keuangan offshore peluang meningkatnya kesalahpahaman dengan
adalah karena kegiatan serupa telah sering dilakukan investor, khususnya apabila masalah tranparansi dan
di kantor-kantor cabang bank tersebut di negara- perlindungan nasabah kurang diperhatikan. Dampak
negara lain. penting lainnya yang perlu diperhatikan adalah
Berdasarkan laporan dari beberapa bank penanaman yang berlebihan dalam offshore products
penyelenggara keagenan produk keuangan offshore berpotensi mendorong terjadinya pelarian dana
diketahui bahwa penawaran produk keuangan luar investor domestik ke luar negeri.
51
Bab 2 Sektor Keuangan
52
Bab 3 Infrastruktur Keuangan dan Mitigasi Risiko
Bab 3
Infrastruktur Keuangan
dan Mitigasi Risiko
53
Bab 3 Infrastruktur Keuangan dan Mitigasi Risiko
54
Bab 3 Infrastruktur Keuangan dan Mitigasi Risiko
pembayaran semakin penting karena dari sisi nilai transaksi, 12,0 50.000
Volume (jutaan)
sekitar 93% pembayaran menggunakan sistem ini. 10,0 Nominal (trilyun)
40.000
10.000
pembayaran. 2,0
- -
Nilai transaksi pembayaran melalui Sistem BI-RTGS 2004 2005 2006 2007 2008
55
Bab 3 Infrastruktur Keuangan dan Mitigasi Risiko
Rp105,35 triliun (14,31%) menjadi Rp631 triliun. Dari sisi Grafik 3.4
Perkembangan Transaksi E-Money
volume transaksi juga terdapat penurunan yaitu 19,35 juta
500,00 20,00
Volume (ribu)
transaksi (47,96%) menjadi 21 juta transaksi. Nominal (milyar)
400,00
15,00
Penggunaan alat pembayaran menggunakan kartu 3.1.1. Risk Assessment dan Mitigasi Risiko
(APMK) juga cukup tinggi dengan jumlah transaksi melalui Dalam rangka mitigasi risiko kredit dalam sistem
kartu ATM/Debit masih mendominasi hingga mencapai pembayaran dan dalam upaya mengantisipasi dampak
89%, sedangkan penggunaan kartu kredit hanya sebesar krisis global yang berpotensi membahayakan kebutuhan
11%. Dari sisi nilai transaksi, penggunaan kartu ATM/Debit likuiditas dalam sistem pembayaran, Bank Indonesia telah
juga tetap tertinggi yaitu sebesar 95%, sedangkan kartu menyempurnakan ketentuan Fasilitas Likuiditas Intrahari
kredit hanya 5%. (FLI) dan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP), serta
Transaksi electronic money ( e-money ) dalam mengeluarkan ketentuan baru mengenai Fasilitas
semester II 2008 mengalami pertumbuhan secara Pembiayaan Darurat (FPD).
signifikan dibandingkan dengan semester I 2008. Dari sisi Selain itu, dalam rangka mitigasi risiko setelmen
nilai transaksi, penggunaan e-money meningkat sebesar dalam penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional, Bank
Rp0,05 triliun (398,44%). Sementara, dari sisi volume Indonesia telah menetapkan prefund sebagai salah satu
Grafik 3.3
Perkembangan Transaksi APMK
5% 11%
95% 89%
Kartu Berbasis (ATM dan ATM + Debit) Kartu Kredit Kartu Berbasis (ATM dan ATM + Debit) Kartu Kredit
56
Bab 3 Infrastruktur Keuangan dan Mitigasi Risiko
mekanisme failure to settle (FtS) sebagaimana diatur dalam tanggal 24 Desember 2008 perihal Perizinan KUPU, yang
Peraturan Bank Indonesia No.7/18/PBI/2005 tentang mencabut ketentuan pelaksanaan sebelumnya (Surat
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKN-BI). Edaran Bank Indonesia No.8/32/DASP tanggal 20
Mekanisme prefund merupakan kewajiban bank peserta Desember 2006 perihal Pendaftaran KUPU). Dengan
SKN-BI untuk penyediaan dana awal baik berupa dana berlakunya SE baru tersebut, masa transisi selama 2 tahun
tunai ( cash prefund ) atau surat berharga ( collateral yang diberikan kepada penyelenggara KUPU untuk
prefund ) dalam rekening giro dan agunan di Bank melakukan pendaftaran kegiatan usaha KUPU telah
Indonesia untuk dapat mengikuti kegiatan kliring debet. berakhir dan setiap penyelenggara KUPU diwajibkan untuk
Dengan adanya kewajiban prefund ini diharapkan dapat memperoleh izin dari Bank Indonesia. Dengan adanya
meminimalkan risiko terjadinya bank yang tidak memiliki ketentuan baru ini diharapkan penyelenggaraan KUPU
likuiditas yang cukup untuk memenuhi kewajibannya dapat termonitor dengan lebih baik dan memiliki standar
dalam setelmen kliring debet. Kegagalan pemenuhan kegiatan sesuai international best practices.
prefund pada waktu yang ditetapkan dapat Bank Indonesia juga terus berupaya untuk
mengakibatkan bank peserta tidak dapat mengikuti kliring menyempurnakan ketentuan dan pengawasan APMK
debet pada hari tersebut. guna memastikan bahwa penyelenggara APMK dapat
Dalam rangka mitigasi risiko gagal bayar dalam mengelola potensi risiko. Dalam rangka meningkatkan
penyelesaian hasil kliring transaksi pembayaran debet keamanan dan mitigasi potensi risiko penyalahgunaan dan/
antar-bank, pada akhir tahun 2008 Bank Indonesia telah atau pemalsuan kartu kredit termasuk keamanan
mengeluarkan kebijakan untuk menerapkan pula prinsip perangkat Electronic Data Capture, Bank Indonesia telah
no money no game untuk kliring debet.Ω Melalui penerapan mengeluarkan kebijakan bahwa penggunaan chip pada
kebijakan penyempurnaan penyelesaian hasil kliring kartu kredit harus dilakukan selambat-lambatnya 31
transaksi pembayaran debet antar-bank tersebut, risiko Desember 2009.
gagal bayar dalam penyelesaian hasil kliring debet dapat Sementara itu, sebagai tindak lanjut hasil security
dimitigasi, dan Bank Indonesia sebagai Penyelenggara assessment dan progress implementasi chip kartu kredit
Kliring tidak akan menanggung risiko gagal bayar dari bank yang telah dilakukan pada semester I tahun 2008 dapat
peserta kliring debet (mitigasi credit risk yang berpotensi diinformasikan bahwa 46 temuan atau 58% dari 80 total
dihadapi oleh Bank Indonesia). Penerapan kebijakan no temuan telah diselesaikan pada akhir semester II tahun
money no game dengan instrumen pre-fund tersebut akan 2008. Selanjutnya, Penerbit dan Acquirer diminta
membuat seluruh transaksi pembayaran debet dari suatu menyampaikan laporan progres implementasi chip dan
bank dapat dibatalkan oleh Penyelenggara Kliring apabila tindak lanjut security assessment secara berkala
pre-fund untuk meng-cover kewajiban dari hasil kliring (triwulanan).
debet-nya tidak mencukupi. Sebagai upaya untuk terus memitigasi potensi risiko
Terkait dengan upaya mengurangi risiko dalam dalam sistem pembayaran antar-bank di Indonesia, pada
penyelenggaraan Kegiatan Usaha Pengiriman Uang Sistem BI-RTGS direncanakan akan dikembangkan
(KUPU), Bank Indonesia mengeluarkan ketentuan mekanisme Payment-Versus-Payment (PVP) Settlement. Hal
pelaksana Surat Edaran Bank Indonesia No.10/49/DASP ini dimaksudkan untuk memitigasi risiko kegagalan
57
Bab 3 Infrastruktur Keuangan dan Mitigasi Risiko
pembayaran dalam penyelesaian transaksi perdagangan Untuk menjaga kelangsungan sistem BI-RTGS pada
valuta asing (valas) antar-bank di Indonesia (mitigasi FX penyelenggara, Bank Indonesia melaksanakan ujicoba sistem
settlement risk). Dengan PVP settlement, pembayaran mata backup secara berkala dengan menggunakan berbagai
uang domestik dan mata uang asing dari transaksi skenario. Sementara untuk memastikan keberfungsian
perdagangan valas antar-bank di Indonesia akan dilakukan sistem backup pada peserta, Bank Indonesia memberikan
secara bersamaan (simultaneous settlement), sehingga dua kesempatan untuk melakukan ujicoba koneksi ke
pihak dalam perdagangan valas antar-bank tidak akan penyelenggara. Selain itu, Bank Indonesia juga menyediakan
mengalami kondisi telah melakukan serah mata uang yang alternatif mekanisme penyelesaian transaksi yang dapat
dijualnya namun belum menerima mata uang yang digunakan oleh peserta dalam kondisi gangguan dan/atau
dibelinya (FX settlement risk). keadaan darurat berupa fasilitas Guest Bank (penggunaan
Mekanisme PVP settlement yang akan dikembangkan fasilitas hardware dan software di Bank Indonesia) dan
pada Sistem BI-RTGS terutama untuk penyelesaian penggunaan instrumen Cek dan Bilyet Giro Bank Indonesia.
perdagangan Dolar Amerika Serikat terhadap Rupiah (USD/ Dalam rangka menjaga kehandalan infrastruktur
IDR). Hal ini karena perdagangan USD/IDR merupakan porsi Sistem BI-RTGS dalam kondisi gangguan atau keadaan
terbesar dalam perdagangan valas antar-bank di Indonesia. darurat, Bank Indonesia terus melakukan ujicoba dan
Mekanisme PVP yang dinamai USD/IDR PVP tersebut akan analisa untuk meminimalkan recovery time objective (RTO).
dikembangkan dengan membangun USD/IDR PVP Link yang RTO adalah target waktu yang ditetapkan dalam proses
akan menghubungkan Sistem BI-RTGS (untuk setelmen pemulihan kegiatan operasional dan sistem untuk
pembayaran IDR) dengan Sistem USD-CHATS4 di HongKong memastikan kesinambungan kegiatan operasional apabila
(untuk setelmen pembayaran USD). Untuk itu, Bank terjadi gangguan (disaster). Penetapan RTO merupakan
Indonesia dan Hong Kong Monetary Authority telah iterative process dan negotiation process yang dilakukan
menandatangani Nota Kesepahaman (Memorandum of dengan mempertimbangkan antara biaya dan risiko yang
Understanding) pada tanggal 24 Oktober 2008. akan ditanggung. Mengingat BI-RTGS merupakan sistem
penyelesaian transaksi nilai besar dan merupakan
3.1.2. Business Continuity Plan (BCP) Sistem BI- systemically important payment system (SIPS), maka RTO
RTGS diupayakan seminimal mungkin. Dalam kaitan ini, upaya-
Kegagalan sistem pembayaran dapat menimbulkan upaya peningkatan percepatan proses recovery terus
gangguan terhadap stabilitas sistem keuangan. Oleh dilakukan melalui kajian teknis dan penyelenggaran uji
karena itu, sistem pembayaran harus memiliki kinerja baik, coba disaster recovery plan (DRP) secara berkala.
handal, serta termitigasi risikonya. Untuk itu, diperlukan
kesiapan sumber daya manusia dan kehandalan 3.1.3. Upaya Pemenuhan CP-SIPS
infrastruktur (aplikasi, hardware dan jaringan) baik pada Bank Indonesia terus berupaya untuk memenuhi
penyelenggara maupun peserta dalam menghadapi standar internasional dalam penyelenggaraan sistem
kondisi darurat. pembayaran yang bersifat sistemik seperti pemenuhan core
principle systemically important payment system (CP-SIPS)
4 CHATS singkatan dari Clearing House Automated Transfer System, yang merupakan
salah satu sistem RTGS di HongKong. yang dikeluarkan oleh Bank for International Settlements
58
Bab 3 Infrastruktur Keuangan dan Mitigasi Risiko
Grafik 3.5
Peran Biro Informasi Kredit
PERTUMBUHAN
EKONOMI
PERTUMBUHAN SEKTOR RIIL
SEKTOR BIRO INFORMASI KREDIT
MASYARAKAT
KEUANGAN MEMPERLANCAR
BADAN USAHA
FUNGSI
PERORANGAN
BANK
BANK
NON
INTERMEDIASI
MEMINIMALKAN
INFOR- GAP INFORMASI INFOR-
SEKTOR MASI DAN RISIKO MASI
NON KEUANGAN MEMPERCEPAT
PENGAMBILAN
PERUSH. KEPUTUSAN
UTILITAS PUBLIK
MENURUNKAN
BIAYA
(BIS) untuk penyelenggaraan Sistem BI-RTGS. Upaya yang 3.2. PENGEMBANGAN BIRO INFORMASI KREDIT
dilakukan antara lain mencakup peningkatan good Pembentukan Biro Informasi Kredit (BIK), yang
corporate governance melalui reorganisasi satuan kerja diresmikan pada bulan Juni 2006, merupakan salah satu
penyelenggara Sistem BI-RTGS. upaya Bank Indonesia untuk memperkuat infrastruktur
Pada akhir tahun 2008, Bank Indonesia telah sistem perbankan dan sistem keuangan di Indonesia. Hal
menerbitkan ketentuan internal No.10/86/Intern tanggal ini merupakan wujud pelaksanaan Arsitektur Perbankan
23 Desember 2008 mengenai Reorganisasi Direktorat Indonesia (API) khususnya Pilar V yaitu penguatan
Akunting dan Sistem Pembayaran (DASP) sebagai salah infrastruktur untuk menciptakan perbankan yang sehat,
satu langkah agar penyelenggaraan sistem pembayaran kuat dan efisien.
dilakukan secara efektif, dapat dipertanggungjawabkan Tugas utama BIK adalah menghimpun dan
dan transparan. Reorganisasi DASP merupakan menyimpan data perkreditan, mempertukarkan dan pada
perwujudan dari kewajiban penyelenggara SIPS untuk akhirnya mendistribusikannya sebagai informasi debitur
menerapkan prinsip tata kelola yang baik antara lain dalam rangka mendukung pelaksanaan fungsi intermediasi
melalui adanya pemisahan tanggung jawab pelaporan lembaga keuangan. Keberadaan BIK diharapkan dapat
(reporting line) unit kerja yang menangani pengawasan membantu meminimalkan permasalahan asymmetric
( payment system oversight) dengan unit kerja yang information antara penyedia dana dan penerima dana.
melaksanakan operasional Sistem BI-RTGS. Guna mendukung pencapaian tugas tersebut, BIK
Selain itu, Bank Indonesia bekerjasama dengan mengoperasikan dan mengelola sebuah sistem dengan
beberapa peserta Sistem BI-RTGS membentuk suatu nama Sistem Informasi Debitur (SID). Sistem ini telah
working group sebagai bagian dari upaya meningkatkan mengalami penyempurnaan secara berkesinambungan
transparansi antara penyelenggara dan peserta dengan dan sejak tahun 2005, telah berbasis web . Dengan
melibatkan para peserta dalam pengembangan Sistem BI- demikian pelaporan data disampaikan secara on-line dan
RTGS. Pendekatan ini diharapkan akan meningkatkan permintaan informasi debitur dapat dilakukan secara on-
efisiensi dan kehandalan sistem yang ada. line dan real-time. Data perkreditan sebagai input SID,
59
Bab 3 Infrastruktur Keuangan dan Mitigasi Risiko
Tabel 3.1
Perkembangan Data SID 2006-2008
dihimpun dari semua lembaga penyedia dana yang ke atas selama 6 bulan berturut-turut, dan PKKSB.
meliputi Bank Umum, Bank Perkreditan Rakyat (BPR), Sedangkan pelapor sukarela adalah BPR yang total asetnya
Lembaga Keuangan Non Bank (LKNB) termasuk belum sesuai dengan persyaratan menjadi pelapor wajib,
Penyelenggara Kartu Kredit Selain Bank (PKKSB). LKNB, dan Koperasi Simpan Pinjam.
Dari angka statistik, penyelenggaraan BIK telah
Grafik 3.6 menunjukan hasil yang cukup menggembirakan. Selama
Kebijakan Strategis BIK
2 tahun pasca beroperasi, telah terjadi peningkatan yang
cukup signifikan pada jumlah pelapor, debitur, fasilitas
KETENTUAN &
PENGATURAN
PELAPOR &
kredit maupun akses terhadap informasi debitur. Namun
SISTEM & PENGGUNA
APLIKASI demikian, dapat dicatat bahwa pelapor SID dari LNKB,
BIK
khususnya Perusahaan Pembiayaan (PP) masih tergolong
minim. Hal tersebut terutama karena kepesertaannya
PRODUK & EDUKASI
KUALITAS LAYANAN MASYARAKAT
DATA bersifat sukarela, serta adanya gap yang cukup besar antara
struktur data yang dimiliki LKNB dengan struktur data yang
dipersyaratkan dalam SID.
Saat ini terdapat 2 jenis kepesertaan dalam SID yaitu Sementara itu, dari sisi pemanfaatan output SID, rata-
kepesertaan yang bersifat wajib dan sukarela. Pelapor wajib rata permintaan informasi debitur selama tahun 2008
terdiri dari Bank Umum, BPR dengan total aset Rp10 miliar mengalami peningkatan sebesar 55% dibandingkan tahun
60
Bab 3 Infrastruktur Keuangan dan Mitigasi Risiko
2007. Share terbesar dari pemanfaatan informasi debitur Dalam kajian rencana pengembangan BIK, telah
dilakukan oleh Bank Umum, sementara pemanfaatan dirumuskan rencana pengembangan SID dalam jangka
output SID oleh BPR masih sangat rendah. pendek, menengah dan panjang. Pada tahap awal,
Untuk lebih mengembangkan BIK sekaligus pengembangan SID akan lebih difokuskan pada
mengatasi kendala-kendala yang masih ada, Bank peningkatan akurasi data dan performance sistem.
Indonesia menjalankan beberapa kebijakan strategis yang Sedangkan untuk tahap selanjutnya, akan dilakukan
mencakup aspek peningkatan kualitas data, perubahan terhadap mekanisme penyampaian laporan
penyempurnaan sistem dan aplikasi, perluasan cakupan debitur agar lebih efektif dan efisien. Pelaksanaan dari
pelapor dan pengguna, penyempurnaan ketentuan dan kajian ini dimulai tahun 2009 dan akan berlangsung sampai
pengaturan, pengembangan produk dan layanan, serta dengan 2 tahun ke depan.
edukasi kepada masyarakat.
3.2.3. Perluasan Cakupan Pelapor dan Pengguna
3.2.1. Peningkatan Kualitas Data Keandalan informasi debitur yang dihasilkan oleh BIK
Untuk meningkatkan kualitas data dan informasi ditentukan pula oleh luasnya cakupan sumber data. Masih
yang dihasilkan SID, upaya yang dilakukan Bank Indonesia minimnya jumlah LKNB yang melaporkan SID saat ini
meliputi absensi secara periodik untuk memastikan menunjukan bahwa masih terdapat potensi data yang
ketepatan waktu pelaporan, pembersihan data duplikat belum dimanfaatkan. Untuk itu, Bank Indonesia bekerja
dan pemberian teguran atas kesalahan pelaporan, dan sama dengan Departemen Keuangan (Bapepam LK) telah
pemeriksaan terhadap pelapor untuk meningkatkan berupaya mendorong keikutsertaan LKNB dalam SID
kesadaran pelapor terhadap ketentuan yang berlaku dan melalui penandatanganan Nota Kesepahaman pada bulan
pentingnya pelaporan secara benar. Disamping itu, telah September 2007. Sebagai tindak lanjutnya, telah disusun
dilakukan pula pelatihan kepada petugas pelapor untuk rencana kegiatan sosialisasi kepada pegawai Bapepam LK,
meningkatkan pengetahuan serta kualitas pelaporan. workshop secara bertahap untuk Asosiasi Perusahaan
Upaya lainnya adalah peningkatan layanan help-desk SID. Pembiayaan Indonesia (APPI) dan LKNB calon pelapor SID,
serta penyusunan standard operating procedure (SOP)
3.2.2. Penyempurnaan Sistem dan Aplikasi untuk joint procedure pengecekan kepada LKNB pelapor
Penyempurnaan sistem dan aplikasi SID dilakukan SID mulai tahun 2009.
secara berkesinambungan. Kegiatan ini dimulai dengan Selain itu, mengikuti standar credit bureau
melakukan evaluasi terhadap existing sistem dan aplikasi, internasional, sumber data SID direncanakan akan
yang dilakukan oleh internal Bank Indonesia maupun diperluas sehingga mencakup data pelanggan perusahaan
dengan melibatkan para pelapor. Evaluasi tersebut tidak utilitas publik, seperti Telkom, PLN dan PDAM. Hal ini telah
hanya sebatas pada aplikasi SID, namun terhadap aplikasi tertuang dalam Paket Kebijakan Sektor Keuangan (PKSK)
lainnya yang terkait. Hasil evaluasi selanjutnya tahun 2008, dengan target keluaran ≈tercakupnya data
dipergunakan sebagai dasar penyempurnaan, serta perusahaan utilitas publik pada SID∆. Terkait dengan hal
masukan dalam pembuatan kajian rencana tersebut, telah dilakukan kajian terhadap
pengembangan BIK ke depan. integrasi∆ database dari perusahaan utilitas publik.
61
Bab 3 Infrastruktur Keuangan dan Mitigasi Risiko
Berdasarkan kajian tersebut masih terdapat beberapa Checking. Informasi debitur yang dihasilkan mencakup
kendala, termasuk kendala legal. Untuk itu, akan dilakukan informasi positif (yaitu informasi kredit yang tidak
harmonisasi ketentuan yang terkait dengan pemberian mengalami kegagalan dalam penyelesaiannya) dan
data dari perusahaan utilitas publik ke dalam SID. informasi negatif (yaitu informasi kredit yang mengalami
Sementara itu, untuk meningkatkan jumlah penggunaan kegagalan dalam penyelesaiannya) untuk seluruh
informasi debitur oleh BPR telah dilakukan sosialisasi serta penyediaan dana mulai dari Rp1 ke atas, serta mencakup
pelatihan SID kepada pejabat dan petugas BPR. pula informasi tentang historis pembayaran yang dilakukan
oleh debitur dalam kurun waktu 24 bulan terakhir. Dengan
3.2.4. Penyempurnaan Ketentuan demikian, informasi debitur yang dihasilkan dapat
Untuk menjamin kelancaran operasional BIK, pada memberikan gambaran mengenai exposure kredit, serta
tahun 2007-2008 telah dilakukan penyempurnaan performance dan kualitas kredit dari debitur yang
Peraturan Bank Indonesia tentang SID beserta Surat bersangkutan.
Edaran Bank Indonesia sebagai aturan pelaksanaannya. Produk lain yang telah dikembangkan adalah
Secara garis besar, ketentuan SID tersebut mengatur penyediaan consumer report atau informasi debitur yang
mengenai pihak yang dapat menjadi pelapor; kewajiban dapat diminta oleh debitur atas nama dirinya sendiri di
pelapor; cakupan dan prosedur penyampaian laporan Gerai Info - Bank Indonesia atau di lembaga keuangan
debitur; pihak yang dapat meminta informasi debitur pelapor SID yang memberikan penyediaan dana kepada
beserta batasan penggunaannya; pengawasan Bank debitur tersebut. Penyediaan consumer report ini
Indonesia kepada pelapor; serta pengenaan sanksi atas merupakan salah satu bentuk pelaksanaan transparansi
pelanggaran yang dilakukan. Dengan adanya ketentuan pelapor kepada debitur, serta sebagai sarana cross check
ini, seluruh hak dan kewajiban dari pelapor dan debitur debitur atas pelaporan yang telah dilakukan. Lokasi layanan
dapat lebih diperjelas. penyediaan consumer report juga diperluas pada Kantor
Proses penyusunan ketentuan tersebut telah Bank Indonesia di daerah dan counter informasi kredit yang
mengakomodir kebutuhan industri perkreditan melalui disediakan pada beberapa event khusus seperti Bazar
keterlibatan perwakilan pelapor SID, yang terdiri dari UMKM dan Festival Ekonomi Syariah.
perwakilan Bank Pemerintah, Bank Asing, BPR dan LKNB Pada credit bureau berstandar internasional, produk
yang tergabung dalam Working Group SID. Kontribusi aktif yang dihasilkan tidak hanya berupa basic report tetapi
dari Working Group tersebut telah memperkaya materi mencakup pula value added services yang merupakan
pengaturan SID serta sebagai masukan untuk penyusunan olahan dan pengembangan data yang dihimpun dan
rencana penyempurnaan aplikasi serta pengembangan BIK. teknologi yang dimiliki oleh credit bureau tersebut. Value
added services ini dapat berupa credit scoring, fraud alert/
3.2.5. Pengembangan Produk dan Layanan detection, pengelolaan risiko kredit, jasa konsultasi, dan
Pengembangan produk dan layanan BIK terus sebagainya. Dari sisi sumber data, data yang dihimpun
diarahkan untuk dapat memenuhi standar credit oleh credit bureau internasional mencakup pula data dari
bureauinternasional. Produk BIK saat ini adalah informasi perusahaan utilitas publik, koperasi dan keputusan
debitur atau dikalangan perbankan dikenal dengan namaBI pengadilan. Sebagai bagian dari upaya menjadikan BIK
62
Bab 3 Infrastruktur Keuangan dan Mitigasi Risiko
berstandar internasional, maka penyediaan value added mengalami tekanan. Secara lebih rinci, manfaat yang dapat
services, khususnya credit scoring dan perluasan sumber diperoleh dari JPSK adalah:
data dari perusahaan utilitas publik, merupakan target terdapat landasan hukum yang kuat dalam melakukan
pengembangan produk BIK berikutnya. tindakan pencegahan dan penanganan krisis;
adanya transparansi dan akuntabilitas dalam
3.2.6. Edukasi Kepada Masyarakat mekanisme pengambilan keputusan dalam rangka
Pencapaian sistem perkreditan yang sehat dan pencegahan dan penanganan krisis;
efisien, tidak hanya tergantung pada kesadaran dari para terdapat mekanisme koordinasi diantara lembaga
penyedia dana dalam melakukan pelaporan, namun juga terkait dalam menghadapi gangguan yang berpotensi
memerlukan kesadaran dari masyarakat akan pentingnya mengancam stabilitas sistem keuangan nasional,
menjaga reputasi kreditnya. Dengan mengetahui bahwa tanpa mengurangi independensi masing-masing
riwayat kreditnya terdata di BIK dan dapat diakses oleh otoritas;
seluruh lembaga penyedia dana yang menjadi pelapor SID, penanganan permasalahan lembaga keuangan yang
diharapkan awareness debitur untuk menjaga nama berdampak sistemik dapat dilakukan secara tuntas;
baiknya akan meningkat. terdapat sumber pendanaan yang jelas untuk
Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan tindakan pencegahan dan penanganan krisis dengan
kesadaran masyarakat akan keberadaan BIK, antara lain memperhatikan tatacara dan mekanisme hak budget
melalui sosialisasi berupa seminar di beberapa daerah, serta Dewan Perwakilan Rakyat.
edukasi masyarakat melalui advertorial di media massa Sementara itu, di Indonesia, pada semester II 2008
nasional. Dampaknya adalah semakin meningkatnya terdapat beberapa bulan yang penuh tekanan di sektor
jumlah permintaan consumer report melalui Gerai Info keuangan, antara lain ditandai dengan keringnya likuiditas
Bank Indonesia oleh masyarakat. Hal tersebut sesuatu yang rupiah dan valas yang dibarengi dengan penurunan nilai
positif bagi pengembangan BIK ke depan, karena dengan tukar rupiah yang cukup signifikan. Untuk itu, pada
semakin seringnya output SID diakses oleh masyarakat, pertengahan Oktober 2008, Pemerintah telah menerbitkan
semakin tinggi pula tuntutan untuk meningkatkan kualitas beberapa Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
data dan informasi debitur. undang (PERPPU) yang salah satunya adalah mengenai
JPSK (PERPPU No.4 Tahun 2008 tanggal 15 Oktober 2008).
3.3. JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN Berdasarkan PERPPU tersebut, JPSK merupakan suatu
Infrastruktur keuangan lainnya yang dinilai sangat mekanisme pengamanan sistem keuangan dari ancaman
penting bagi stabilitas sistem keuangan suatu negara krisis yang mencakup pencegahan dan penanganan krisis.
adalah Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK). Secara Adapun tindakan pencegahan dan penanganan krisis
konseptual, adanya JPSK akan sangat membantu dalam meliputi: (i) penanganan kesulitan likuiditas dan/atau
memitigasi risiko sistemik. Lazimnya dalam JPSK diatur masalah solvabilitas bank yang berdampak sistemik, dan
protokol manajemen krisis (crisis management protocol) (ii) penanganan kesulitan likuiditas dan/atau masalah
sebagai bagian dari mekanisme koordinasi diantara solvabilitas lembaga keuangan bukan bank (LKBB) yang
lembaga-lembaga pada saat sektor keuangan sedang berdampak sistemik. Untuk mencapai tujuan dari JPSK,
63
Bab 3 Infrastruktur Keuangan dan Mitigasi Risiko
dibentuk Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang mengatasi permasalahan: (i) Bank yang mengalami
beranggotakan Menteri Keuangan (sebagai Ketua) dan permasalahan likuiditas yang berdampak Sistemik; (ii) Bank
Gubernur Bank Indonesia. KSSK berwenang menetapkan yang mengalami permasalahan solvabilitas atau kegagalan
kebijakan dan langkah-langkah dalam rangka pencegahan pelunasan Fasilitas Pinjaman Darurat (FPD) yang berdampak
dan penanganan krisis di sektor keuangan dan melakukan sistemik; dan (iii) LKBB yang mengalami permasalahan
koordinasi dengan berbagai otoritas dalam likuiditas dan/atau permasalahan solvabilitas yang
pelaksanaannya. berdampak sistemik. Sementara itu, penanganan krisis
Dalam perjalanannya PERPPU No.4 Tahun 2008 meliputi tindakan mengatasi permasalahan (i) beberapa
tentang JPSK tidak mendapat persetujuan DPR sehingga bank yang mengalami permasalahan likuiditas dan/atau
harus disusun ulang dan diajukan kembali ke DPR. Pada solvabilitas yang secara individu berdampak sistemik; (ii)
saat ini Rancangan Undang-undang (RUU) JPSK sudah Bank yang secara individu dalam keadaan normal tidak
berhasil disusun dan telah mulai dibahas di DPR. berdampak sistemik tetapi dalam kondisi krisis berdampak
Adapun ruang lingkup yang diatur dalam RUU JPSK sistemik dan berpotensi krisis; dan (iii) Beberapa LKBB yang
adalah pencegahan dan penanganan krisis yang meliputi mengalami permasalahan likuiditas dan/atau solvabilitas
tindakan mengatasi permasalahan likuiditas dan yang berdampak sistemik. Sementara itu, kerangka kerja
permasalahan solvabilitas pada bank dan LKBB yang yang diusulkan adalah sebagaimana yang tercantum pada
berdampak sistemik. Pencegahan krisis meliputi tindakan Tabel 3.2
Tabel 3.2
Kerangka Kerja Jaring Pengaman Sistem Keuangan
64
Bab 3 Infrastruktur Keuangan dan Mitigasi Risiko
Salah satu kebijakan penting yang diambil berdasarkan hasil penilaian lembaga pemeringkat yang
Pemerintah pada pertengahan Oktober 2008 adalah kompeten dan sewaktu-waktu dengan mudah dapat
penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- dijual ke pasar untuk dijadikan uang tunai.
Undang (PERPPU) Republik Indonesia No. 2 Tahun 2008 Perubahan yang diatur PERPPU menyebutkan
tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang bahwa yang dimaksud dengan agunan berkualitas
Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. PERPPU tinggi dan mudah dicarikan, tidak saja meliputi surat
ini penting artinya bagi stabilitas sistem keuangan berharga dan/atau tagihan yang diterbitkan oleh
karena memberikan dasar hukum bagi Bank Indonesia Pemerintah atau badan hukum lain yang mempunyai
dalam memberikan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek peringkat tinggi berdasarkan hasil penilaian lembaga
(FPJP) secara lebih luas bagi bank yang memerlukan. pemeringkat yang kompeten dan sewaktu-waktu
Perluasan akses bagi bank tersebut didasarkan atas dengan mudah dapat dijual ke pasar untuk dijadikan
perubahan terhadap Pasal 11 Undang-Undang Bank uang tunai, namun juga termasuk aset kredit
Indonesia. kolektibilitas lancar. Dengan demikian, obyek yang
Sebelum dilakukan perubahan, Pasal 11 pada dapat dijadikan sebagai agunan oleh bank untuk
intinya mengatur bahwa Bank Indonesia dapat mendapatkan FPJP menjadi lebih banyak jenisnya,
memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan sehingga memperluas akses bagi bank untuk
prinsip syariah untuk jangka waktu paling lama 90 hari menggunakan FPJP.
kepada bank untuk mengatasi kesulitan pendanaan Dalam pencegahan maupun penanganan krisis,
jangka pendek bank. Pelaksanaan pemberian kredit diperlukan dasar hukum yang kuat serta mekanisme
atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah tersebut kerja yang jelas untuk mendukung pengambilan
wajib dijamin oleh bank penerima dengan agunan yang keputusan-keputusan yang penting untuk mencegah
berkualitas tinggi yang nilainya minimal sebesar jumlah terjadinya krisis ataupun menyelamatkan perekonomian
kredit atau pembiyaan yang diterimanya. Sedangkan dari krisis. Perubahan Undang-Undang Bank Indonesia
yang dimaksud dengan agunan yang berkualitas tinggi yang dilakukan melalui PERPPU tersebut di atas
dan mudah dicairkan meliputi surat berharga dan/atau merupakan contoh langkah antisipatif Pemerintah dari
tagihan yang diterbitkan oleh Pemerintah atau badan sisi dasar hukum guna menjaga stabilitas sistem
hukum lain yang mempunyai peringkat tinggi keuangan dalam menghadapi krisis global.
65
Bab 3 Infrastruktur Keuangan dan Mitigasi Risiko
Secara konseptual, dampak sistemik terhadap dampak sistemik sulit untuk ditetapkan diawal. Suatu
sistem keuangan terjadi apabila permasalahan dari lembaga keuangan dapat dinyatakan berdampak
suatu lembaga keuangan, baik secara individu maupun sistemik pada situasi tertentu, namun tidak berdampak
bersama-sama yang karena ukuran (size) dari lembaga sistemik pada situasi yang lain. Dengan demikian,
keuangan tersebut dan potensi penyebaran masalah penetapan dampak sistemik memerlukan professional
(contagion effect) yang ditimbulkannya, menyebabkan judgement.
kegagalan pada sistem keuangan secara keseluruhan. Salah satu sumber referensi dalam penilaian
Berdasarkan best practices atau praktek yang dampak sistemik adalah dokumen Memorandum of
berlaku umum di dunia internasional, maka kriteria Understanding on Cooperation between the Financial
dampak sistemik tidak ditetapkan secara eksplisit Supervisory Authorities, Central Banks and Finance
dimuka (ex ante) dalam suatu ketentuan perundang- Ministries of the European Union on Cross Border
undangan, dengan dua alasan pokok sebagai berikut. Financial Stability (Annex 2 Template for Systemic
Pertama, penetapan secara ex ante berpotensi Assessment Framework). Dokumen ini antara lain
menimbulkan moral hazard. Adanya kriteria yang merekomendasikan bahwa penilaian dampak sistemik
eksplisit, akan mendorong lembaga keuangan untuk perlu memperhatikan dampak kegagalan atau
melakukan pengambilan risiko yang tidak terkendali permasalahan yang dihadapi lembaga keuangan
( excessive risk taking ) karena yakin akan tetap terhadap: (i) institusi keuangan lainnya secara
diselamatkan oleh Pemerintah. keseluruhan, (ii) pasar keuangan, (iii) sistem
Kedua, penetapan dampak sistemik cenderung pembayaran, dan (iv) psikologi pasar. Selain itu,
bersifat situasional. Hal itu karena pemicu krisis sistemik penilaian juga harus mencakup perkiraan
dapat berbeda-beda tergantung situasi, baik yang kemungkinan akan terganggunya sektor riil dengan
bersifat internal lembaga keuangan, maupun yang memperhatikan peranan atau kontribusi lembaga
bersifat eksternal seperti krisis keuangan global, keuangan yang bersangkutan terhadap sektor
serangan teroris, dan bencana alam. Oleh karena itu, tersebut.
66
Bab 4 Prospek Sistem Keuangan Indonesia
Bab 4
Prospek Sistem
Keuangan Indonesia
67
Bab 4 Prospek Sistem Keuangan Indonesia
68
Bab 4 Prospek Sistem Keuangan Indonesia
dunia. Perlambatan pertumbuhan ekonomi akan PDB (% yoy) 6,3 6,4 6,4 5,2 4,5 4,3 4,4 4,7
Inflasi (% yoy) 7,6 11,0 12,0 11,1 10,2 8,0 5,8 5,8
mengurangi tekanan dari sisi permintaan sehingga inflasi
Neraca Perdagangan (US$ miliar) 7,5 5,3 5,8 8* 6,7 7,1 6,8 7,7
relatif terkendali. Hal-hal lainnya yang diperkirakan akan
* Prediksi dari Asia Pacific Concensus Forecast
turut berkontribusi terhadap penurunan inflasi adalah
penurunan harga komoditas di pasar global yang Sementara itu, krisis keuangan global yang berimbas
mendorong penurunan harga komoditas domestik, pada sektor keuangan domestik telah semakin
penurunan harga BBM pada awal tahun 2009, meningkatkan persepsi risiko tentang Indonesia. Hal itu
swasembada dan surplus beras yang diperkirakan akan tercermin pada yield spread yang cenderung meningkat.
terus berlanjut pada tahun 2009. Oleh karena itu, pada Tingginya persepsi risiko tersebut berpotensi menghambat
kuartal II 2009 diperkirakan inflasi berada di bawah satu aliran investasi masuk, apalagi di negara asalnya para
digit, yaitu 8%, turun dari 11.1% pada akhir 2008. Namun, investor umumnya sedang kesulitan likuiditas karena krisis
perlambatan ekonomi dunia dan penurunan harga global. Bagi perbankan, tingginya persepsi risiko akan
komoditas di pasar global menyebabkan nilai ekspor membuat penyaluran kredit menjadi semakin selektif.
menurun sehingga kinerja Neraca Perdagangan 2009 Aliran investasi masuk yang rendah cenderung
diperkirakan akan mengalami penurunan. menekan pertumbuhan ekonomi sehingga sektor riil, baik
69
Bab 4 Prospek Sistem Keuangan Indonesia
korporasi maupun rumah tangga (household), dapat 16,2%. Berdasarkan hasil stress test, permodalan tersebut
terganggu kinerjanya. Pada gilirannya hal ini dapat masih mampu menyerap berbagai jenis risiko, seperti risiko
mendorong peningkatan risiko kredit di perbankan. pasar (mencakup risiko suku bunga, risiko nilai tukar, dan
Disamping itu, rendahnya aliran investasi yang masuk juga risiko penurunan harga SUN), risiko likuiditas dan risiko
berpotensi menimbulkan tekanan pada nilai tukar. kredit, termasuk pula risiko yang berasal dari kerugian
Akibatnya, bank-bank yang mengalami posisi short dalam karena structured products.
valas berpotensi mengalami kerugian karena risiko nilai Risiko pasar berada pada level moderat meskipun
tukar. Hal-hal ini perlu diwaspadai agar stabilitas sistem pada paruh kedua tahun 2008 sempat mengalami
perbankan dan sistem keuangan tetap terjaga. peningkatan yang signifikan terutama karena penurunan
harga SUN dan nilai tukar rupiah yang terus terdepresiasi,
Tabel 4.2
disamping karena trend kenaikan suku bunga pada waktu
Persepsi Risiko Indonesia
itu. Namun menjelang akhir 2008, risiko penurunan harga
Yield Spread (bp)
Obligasi Rating Ytm (%) September Desember
SUN berkurang dengan terbitnya Surat Edaran Bank
2008 2008 Indonesia yang membolehkan bank untuk menangguhkan
Indo 49 Ba3 (Moody's) 11,70 997,47 1015,41
kewajiban marking to market. Sementara, risiko nilai tukar
Indo 48 Ba3 (Moody's) 11,86 932,46 965,17
cukup terkendali mengingat Posisi Devisa Netto (PDN) yang
Indo 45 Ba3 (Moody's) 11,95 918,30 925,92
dipegang industri perbankan tergolong rendah (sekitar
6,2%) dan kebanyakan bank memiliki posisi long dalam
4.2. PROFIL RISIKO PERBANKAN: TINGKAT DAN valas. Selanjutnya, risiko suku bunga juga berkurang
ARAH sejalan dengan penurunan BI rate yang dilakukan
Tantangan terhadap stabilitas sistem keuangan yang berulang-ulang sejak bulan Desember 2008 hingga
dialami pada semester I 2008 terus berlanjut pada semester menjadi sebesar 8,25% pada bulan Februari 2009.
II 2008 dan bahkan semakin besar. Seperti telah diuraikan Namun demikian, ke depan perbankan tampaknya
dalam bab-bab sebelumnya, gejolak pasar keuangan global masih tetap memiliki potensi risiko pasar yang cukup besar
dan perlambatan ekonomi dunia yang berimbas pada mengingat gejolak krisis keuangan global masih belum
kondisi pasar keuangan dan perekonomian domestik telah sepenuhnya mereda. Di samping itu, sejalan dengan
menimbulkan tekanan pada sektor keuangan Indonesia. pelemahan nilai tukar rupiah, beberapa bank diketahui
Hal tersebut antara lain ditandai dengan merosotnya Indeks memiliki potensi kerugian yang terkait dengan structured
Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia dan products. Meskipun berdasarkan hasil stress test potensi
menurunnya harga Surat Utang Negara (SUN). Namun kerugian tersebut masih dapat diserap oleh permodalan
demikian, secara keseluruhan kondisi sektor keuangan bank. Ke depan perbankan tampaknya perlu lebih
tetap terkendali. meningkatkan kehati-hatian terhadap produk serupa dan
Sementara itu, perbankan yang merupakan industri transaksi derivatif pada umumnya, termasuk offshore
yang paling dominan dalam sektor keuangan domestik, products.
secara umum masih memiliki ketahanan yang relatif baik Risiko likuiditas pada awal semester II 2008, terutama
yang tercermin dari CAR yang masih cukup tinggi di level pada bulan Agustus, cenderung meningkat sejalan dengan
70
Bab 4 Prospek Sistem Keuangan Indonesia
Grafik 4.1
Profil Risiko Perbankan dan Arah ke Depan
Moderate
Harga
Nilai SUN
Tukar
Suku
Bunga
Low
berkurangnya ekses likuiditas perbankan akibat ke depan juga tercermin pada hasil estimasi Probability of
pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) yang masih tetap Default (PD) menggunakan data keuangan dari
lambat sementara kredit yang disalurkan cenderung sangat perusahaan non-financial go public yang listed di Bursa
ekspansif. Pada saat itu, terimbas krisis keuangan global, Efek Indonesia. Selain itu, potensi kenaikan risiko kredit
kondisi pasar uang antar bank (PUAB) cenderung ketat juga dapat berasal dari debitur yang mengalami kerugian
dan terjadi segmentasi yang membatasi akses bank-bank karena pelemahan nilai tukar rupiah yang kemudian
khususnya dari kelompok menengah dan kecil untuk mempengaruhi kemampuan mereka dalam menyelesaikan
masuk ke PUAB. Namun, dengan pelonggaran ketentuan semua jenis kewajiban kepada perbankan.
GWM yang dilakukan oleh Bank Indonesia dan Risiko lain yang juga cukup penting diperhatikan
peningkatan jumlah simpanan yang dijamin LPS, kondisi adalah risiko operasional. Secara umum masih banyak
likuiditas industri perbankan terus membaik. Bahkan sejak tantangan yang harus dihadapi perbankan terkait dengan
November 2008 sejalan dengan peningkatan DPK dan risiko operasional ini, terutama yang berkaitan dengan
berkurangnya penyaluran kredit, penanaman bank dalam kapasitas dan integritas sumber daya manusia untuk
alat likuid seperti SBI kembali mengalami peningkatan yang meminimalisir human error maupun kemungkinan fraud,
signifikan. Ke depan, walaupun risiko likuiditas serta infrastruktur pendukung seperti teknologi informasi
diperkirakan akan relatif stabil, tetap perlu diwaspadai yang memadai dan good governance. Sementara itu,
potensi tekanan yang berasal dari belum pulihnya kondisi tekanan yang berasal dari krisis global juga perlu
likuiditas global serta masih adanya segmentasi di PUAB. diperhitungkan dampaknya terhadap kemampuan
Sementara itu, risiko kredit perbankan relatif stabil perbankan dalam melakukan penilaian terhadap risiko
pada tingkat moderat dengan rasio kredit bermasalah (NPL) operasional. Untuk meningkatkan kesiapan perbankan di
yang terus menurun. Namun, ke depan perlu diwaspadai tengah krisis global tersebut, rencana implementasi Basel
potensi kenaikan risiko kredit karena proyeksi akan II yang ditandai dengan kewajiban membentuk capital
memburuknya kondisi ekonomi. Sebagaimana charges untuk risiko operasional yang rencananya dimulai
dikemukakan pada Bab 1, potensi peningkatan risiko kredit pada tahun 2009 ditunda sampai dengan 2010.
71
Bab 4 Prospek Sistem Keuangan Indonesia
Penundaan tersebut diharapkan tetap membuat Saat itu, pengawasan bank masih berorientasi pada
perbankan memperhatikan aspek-aspek yang terkait compliance-based, tidak risk-based seperti yang sekarang
dengan risiko operasional, termasuk memperkuat ini dijalankan. Para pengawas bank dewasa ini diharuskan
pelaksanaan fungsi pengendalian intern pada masing- mengikuti program sertifikasi dan diberi kesempatan yang
masing bank. lebih luas untuk mengikuti training dalam rangka capacity
building . Ke depan, untuk meningkatkan kualitas
4.3. PROSPEK SISTEM KEUANGAN INDONESIA pengawasan, hasil pengawasan dan pemeriksaan juga
Prospek sistem keuangan Indonesia ke depan akan dibahas dengan panel ahli (expert panel).
diperkirakan masih tetap positif di tengah-tengah Prospek positif stabilitas keuangan juga diperkuat
perlambatan pertumbuhan ekonomi global dan domestik. oleh telah semakin dipercayanya Lembaga Penjamin
Beberapa hal yang mendasari perkiraan ini sebagai berikut. Simpanan (LPS) oleh masyarakat luas. Keberadaan LPS juga
Pertama, gejolak keuangan yang terjadi akhir-akhir ini sudah semakin teruji dengan penutupan sejumlah Bank
terjadi lebih banyak karena faktor eksternal, sementara Perkreditan Rakyat (BPR) bermasalah serta pengambilalihan
perbankan domestik relatif tidak memiliki masalah seberat 1 bank umum yang dinilai berdampak sistemik pada bulan
perbankan di luar negeri. Hal ini sangat berbeda November 2008. Dalam kenyataannya penutupan BPR
dibandingkan dengan situasi krisis 1997/1998 yang lebih maupun pengambilalihan bank umum tersebut sama sekali
banyak dipicu oleh berbagai kelemahan pada perbankan tidak menimbulkan gejolak di perbankan. Ke depan, upaya
dalam negeri seperti tingginya NPL serta pelanggaran Batas memperkuat infrastruktur keuangan tersebut akan
Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) dan Posisi Devisa semakin mantap apabila rancangan Undang-undang
Netto (PDN). Dengan demikian, diperkirakan dampak dari tentang Jaring Pengaman Sektor Keuangan (JPSK) dapat
krisis global terhadap sektor keuangan dalam negeri akan disetujui DPR.
sangat terbatas. Secara keseluruhan, prospek positif stabilitas
Kedua, dewasa ini perbankan lebih siap menghadapi keuangan tercermin pada Indeks Stabilitas Keuangan
krisis dibandingkan kondisi tahun 1997/1998. Kesiapan (Financial Stability Index - FSI) yang setelah meningkat tajam
itu antara lain tercermin pada membaiknya pelaksanaan selama semester II 2008, kemudian mulai menunjukkan
manajemen risiko dan good governance di perbankan. penurunan sejak beberapa bulan terakhir. Sebagaimana
Dibandingkan satu dawarsa yang lalu, sekarang ini tidak dikemukakan pada Bab 2, ke depan pada akhir Juni 2009,
mudah untuk menjadi pengurus dan pemegang saham FSI diperkirakan mencapai sekitar 1,77-2,13, dengan
pengendali bank karena harus lulus Fit and Proper Test. skenario moderat sebesar 1,95 atau relatif lebih rendah
Dengan governance perbankan yang semakin baik, dibandingkan posisi akhir Desember 2008 sebesar 2,10.
perbankan semakin tahan terhadap gejolak keuangan. Perkiraan FSI yang relatif akan lebih rendah tersebut
Ketiga, otoritas pengawasan bank juga semakin siap memberikan harapan bahwa ketahanan sektor keuangan
menghadapi krisis dibandingkan kondisi tahun 1997/1998. ke depan masih akan tetap terjaga.
72
Artikel I - Dampak Contagion Risk pada Pasar Modal Indonesia
Artikel
73
Artikel I - Dampak Contagion Risk pada Pasar Modal Indonesia
74
Artikel I - Dampak Contagion Risk pada Pasar Modal Indonesia
Artikel I
Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah terdapat contagion risk pada pasar modal Indonesia.
Pendekatan yang dipakai adalah Multivariate GARCH/ Dynamic Conditional Correlations (DCC) dan Markov Regime
Switching. Adapun data yang digunakan dalam studi ini adalah data harian indeks saham dari 15 negara yaitu
Indonesia, Australia, Amerika Serikat (Dow Jones dan Nasdaq), Inggris, Jerman, Jepang, Korea, Hong Kong,
Cina, Taiwan, India, Filipina, Thailand, Singapura, dan Malaysia, data T-Bill 3 bulan, nilai tukar Rp/USD, suku
bunga PUAB dan harga minyak dunia, dengan periode 2 Januari 1995 sampai 13 November 2008. Dengan
menggunakan Indonesia sebagai titik referensi, data harian ini dibagi menjadi 4 periode. Hasil estimasi
menunjukkan bahwa terdapat contagion antara Indonesia dengan negara-negara lainnya dalam penelitian ini
dan Indonesia lebih merupakan shock absorber dan bukan merupakan shock transmitter, terutama untuk negara-
negara maju (Jepang, Australia, Jerman, Inggris, dan AS).
Key words: Financial Aspect of Economic Integration, International Financial Market, Time Series Model
JEL classification: F36, G15, C22
1 Kepala Biro Stabilitas Sistem Keuangan, Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan,
emerging market lainnya. Yang terakhir adalah krisis
Bank Indonesia; alamat email: wimboh@bi.go.id
2 Peneliti, Universitas Gadjah Mada, email: bagussantoso@ugm.ac.id subprime mortgage 2007 di AS yang berdampak terutama
3 Peneliti Senior Biro Stabilitas Sistem Keuangan, Direktorat Penelitian dan Pengaturan
Perbankan, Bank Indonesia, email: rulina@bi.go.id pada pasar saham di negara-negara Eropa dan mulai
4 Peneliti Yunior Biro Stabilitas Sistem Keuangan, Direktorat Penelitian dan Pengaturan
Perbankan, Bank Indonesia, email: elis_deriantino@bi.go.id menyebar ke negara-negara lain di dunia.
75
Artikel I - Dampak Contagion Risk pada Pasar Modal Indonesia
76
Artikel I - Dampak Contagion Risk pada Pasar Modal Indonesia
selama periode krisis. Oleh karena itu digunakan Dalam keadaan S t tidak dapat diamati secara
metode regime-switching untuk melakukan deteksi langsung, diperlukan informasi mengenai sifat
contagion. stokastik St. Estimasi parameter dilakukan dengan
Markov-switching merupakan metode untuk menggunakan metode maximum likelihood.
menangkap adanya perubahan sifat stokhastik data
time series dengan memodelkan data dalam beberapa DATA
persamaan. Keunggulan metode switching regime Data yang digunakan dalam studi ini adalah data
dibandingkan dengan model GARCH dalam harian (berdasarkan 5 hari kerja) indeks saham dari 15
melakukan estimasi adalah kemampuannya dalam negara: Indonesia, Australia, Amerika Serikat (Dow Jones
mengestimasi data yang memiliki nilai ekstrim yang dan Nasdaq), Inggris, Jerman, Jepang, Korea, Hong Kong,
merupakan indikasi adanya peristiwa yang ekstrim. Cina, Taiwan, India, Filipina, Thailand, Singapura, dan
Metode ini mampu memberikan periode krisis yang Malaysia, data T-Bill 3 bulan, nilai tukar Rp/USD, suku
secara endogen didefinisikan dalam sistem bunga PUAB dan harga minyak dunia,
persamaan. Oleh karena itu, metode switching regime Data harian dimulai dari 2 Januari 1995 sampai 13
ini dianggap mampu menyelesaikan masalah generasi November 2008. Dengan menggunakan Indonesia
pertama pengujian contagion yang mensyaratkan sebagai titik referensi, data harian ini dibagi menjadi 4
bahwa periode krisis dan tranquil didefinisikan periode. Adapun periode-periode tersebut adalah sebagai
terlebih dahulu sebelum pengujian dilakukan. berikut:
Misalkan return saham dalam suatu pasar memiliki 1. Periode Pertama disebut dengan periode sebelum Pra-
dua keadaan atau state, yaitu tranquil state (St=1) Krisis
Krisis. Periode ini dimulai dari 2 Januari 1995 sampai
dan volatile state (St=2), untuk menggambarkan 15 Juli 1997.
perpindahan dari St=1 ke St=2 digunakan prinsip 2. Periode Kedua disebut periode Krisis II. Periode ini
rantai Markov yaitu : dimulai dari 16 Juli 1997 sampai 29 Desember 2000.
Pr (St = j l St-1 = i, St-2 = k,..., yt-1, yt-2,...) = Pr (St = j l 3. Periode Ketiga adalah periode Setelah Krisis
Krisis. Periode
St-1 = i ) = pij ini dimulai dari 1 Januari 2001 sampai 14 Agustus
Dengan first order Markov-switching, probabilitas 2007.
transisi (transition probabilities) dapat diformulasikan 4. Periode Keempat adalah periode Krisis IIII. Periode ini
sebagai berikut. dimulai dari 15 Agustus 2007 sampai 13 November
2008.
P11 P12
P= Salah satu permasalahan dalam studi ini adalah
P21 P22
menentukan break pada data harian dan bulanan. Dalam
dimana p11+p12=p21+p22=1 dan menentukan break, Indonesia merupakan titik referensi
P11 - Pr [St - 1lSt -1- 1] atau pusat hubungan dengan negara-negara amatan
P12 - Pr [St - 2lSt -1- 1] dalam studi ini, kecuali penentuan break pada estimasi
P22 - Pr [St - 2lSt -1- 2] dalam menentukan adanya break pada data harian adalah
sebagai berikut:
77
Artikel I - Dampak Contagion Risk pada Pasar Modal Indonesia
Penentuan Periode Kedua sebagai periode Krisis I Grafik A1.2 menunjukkan korelasi antara Indonesia
(16 Juli 1997-29 Desember 2000) dipilih berdasarkan krisis dengan negara-negara di Asia (kecuali negara-negara di
di Indonesia. Break pada periode tersebut dipilih karena kawasan Asia Tenggara). Terlihat bahwa Indonesia memiliki
return saham Indonesia menunjukkan volatilitas yang korelasi yang relatif rendah untuk negara-negara dalam
tinggi. grafik sampai dengan sebelum Periode Krisis II, kecuali
Penentuan break pada Krisis II (15 Agustus 2007-13 Hong Kong. Indonesia mengalami peningkatan korelasi
November 2008) berdasarkan krisis global. Pada periode pada periode Krisis I dengan Hong Kong, yang
itu menunjukkan bahwa indeks harga saham Dow Jones mengindikasikan adanya contagion antara Indonesia
dan Nasdaq mengalami penurunan yang signifikan. dengan Hong Kong. Periode Krisis II menunjukkan
peningkatan korelasi yang cukup signifikan antara
HASIL ESTIMASI DETEKSI CONTAGION Indonesia dengan semua negara dalam grafik, kecuali
1. Multivariate GARCH/ Dynamic Conditional Cina, dengan korelasi yang cukup tinggi antara Indonesia
Correlations (DCC) dengan Hong Kong.
Grafik A1.1 menunjukkan korelasi antara Indonesia
Grafik A1.2
dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Terlihat
Dynamic Conditional Correlations (DCC) Indonesia
bahwa korelasi antara Indonesia dengan Thailand lebih dengan Negara-Negara di Asia (kecuali Asia Tenggara)
0,5
mengindikasikan adanya contagion antara Indonesia
0,4 dengan Australia.
0,3
Untuk melihat apakah kenaikan korelasi yang
0,2
78
Artikel I - Dampak Contagion Risk pada Pasar Modal Indonesia
Grafik A1.3 hipotesis alternatif dalam uji ini adalah korelasi pada
Dynamic Conditional Correlations (DCC) Indonesia
dengan Negara-Negara Maju periode volatilitas tinggi lebih tinggi dibandingkan dengan
0,7
korelasi pada periode volatilitas rendah (∑i < ∑h).
R_IND_UK R_IND_DOW R_IND_AUS
0,6
R_IND_GER R_IND_NASDAQ
Hasil yang diperoleh berdasarkan Uji Fisher pada tabel
0,5
0,4 A1.1 menunjukkan tidak adanya peningkatan korelasi yang
0,3
signifikan pada Periode 2 antara return saham Indonesia
0,2
0,1 dengan return saham negara lain. Hal ini berarti pada
0
periode Krisis Asia, tidak ada contagion antara Indonesia
-0,1
-0,2 dengan negara-negara dalam penelitian ini.
1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Untuk Periode 3, hasil estimasi dengan DCC
Krisis, Krisis I, Setelah Krisis, dan Krisis II. Dari seri korelasi menunjukkan adanya peningkatan korelasi yang signifikan
yang diperoleh tersebut kemudian diperoleh nilai rata-rata antara Indonesia dengan Jepang dan India pada tingkat
korelasi untuk keempat periode. Nilai korelasi yang signifikansi 5 persen, serta antara Indonesia dengan Korea
diperoleh ini kemudian diuji dengan menggunakan Uji dan Taiwan pada tingkat signifikansi 1 persen. Hal ini
Fisher. Adanya peningkatan korelasi pada pengujian ini berarti terdapat contagion di Indonesia yang berasal dari
mengindikasikan adanya contagion antara Indonesia negara-negara tersebut. Sedangkan untuk Periode 4,
dengan negara lain. Null hypothesis dalam uji ini adalah peningkatan korelasi yang signifikan terjadi di hampir di
tidak ada perbedaan korelasi antara periode volatilitas semua negara, kecuali korelasi antara Indonesia dengan
rendah dengan periode volatilitas tinggi (∑i = ∑h). Sedangkan Filipina, Jerman, Dow Jones, dan Nasdaq.
Tabel A1.1
Deteksi Contagion dengan Dynamic Conditional Correlation (DCC)-Return Saham harian
IDN - CHN 0,02885 0,01949 0,06040 0,21785 0,18315 -0,69170 -2,77582 ***
IDN - HK 0,38930 0,36340 0,35565 0,62349 0,59024 0,85513 -4,60957 ***
IDN - JPN 0,20369 0,21825 0,27484 0,44552 -0,29805 -1,65232 ** -3,92898 ***
IDN - KOR 0,14951 0,16979 0,29427 0,47997 -0,40707 -3,33905 *** -5,36774 ***
IDN - TWN 0,13661 0,16031 0,26543 0,44685 -0,47405 -2,94255 *** -4,94937 ***
IDN - PHIL 0,35927 0,32417 0,25437 0,37696 0,77732 2,53743 -0,29511
IDN - SIN 0,42429 0,40541 0,37972 0,54769 0,44598 1,16358 -2,33810 ***
IDN - MLY 0,33618 0,26867 0,27986 0,52233 1,45414 1,36211 -3,31258 ***
IDN - THAI 0,32858 0,33702 0,30109 0,44945 -0,18549 0,66773 -2,05835 **
IDN - AUS 0,28818 0,27669 0,30222 0,55227 0,24430 -0,33648 -4,68655 ***
IDN - UK 0,17723 0,15270 0,16984 0,31572 0,49313 0,16669 -2,13033 **
IDN - GER 0,18563 0,18358 0,15692 0,26901 0,04146 0,64712 -1,26861
IDN - INA 0,17594 0,13356 0,27282 0,47507 0,84920 -2,23446 ** -4,88472 ***
IDN - DOW 0,07272 0,03421 0,05611 0,12253 0,75542 0,36499 -0,72521
IDN - NASDAQ 0,05999 0,00406 0,04681 0,11701 1,09522 0,28916 -0,82877
79
Artikel I - Dampak Contagion Risk pada Pasar Modal Indonesia
Tabel A1.2
Markov Switching Mean Equation
a0 a1 a2 a3 a4 a5 a6
IDN - CHN regime 1 0,004 *** 0,010 -0,142 *** -0,014 *** -0,019 0,005 0,011
regime 2 -0,006 *** 0,714 *** -0,696 *** 0,035 *** 0,017 0,054 * 0,152 ***
IDN - HK regime 1 0,003 *** 0,053 ** -0,068 *** -0,009 *** -0,027 ** 0,001 0,174 ***
regime 2 -0,001 0,159 *** -0,518 *** 0,005 0,035 0,055 ** 0,616 ***
IDN - JPN regime 1 0,003 *** 0,002 -0,132 *** -0,010 *** 0,015 0,003 0,137 ***
regime 2 -0,002 0,658 *** -0,622 *** -0,002 0,036 0,046 0,393 ***
IDN - KOR regime 1 0,003 *** -0,004 -0,120 *** 0,014 *** -0,015 -0,001 0,090 ***
regime 2 -0,004 ** 0,484 *** -0,614 *** 0,026 *** 0,016 0,050 * 0,334 ***
IDN - TWN regime 1 0,003 *** 0,006 -0,128 *** -0,014 *** -0,013 0,006 0,059 ***
regime 2 -0,004 ** 0,538 *** -0,640 *** 0,029 *** -0,001 0,046 0,451 ***
IDN - PHIL regime 1 0,004 *** -0,010 -0,116 *** -0,013 *** -0,020 0,003 0,119 ***
regime 2 -0,005 *** 0,442 *** -0,562 *** 0,021 *** 0,033 0,021 0,549 ***
IDN - SIN regime 1 0,003 *** -0,002 -0,040 ** -0,012 *** -0,015 -0,006 0,194 ***
regime 2 -0,001 0,243 *** -0,415 *** 0,008 0,007 0,045 *** 0,686 ***
IDN - MLY regime 1 0,003 *** -0,015 -0,104 *** -0,014 *** -0,018 -0,008 0,112 ***
regime 2 -0,002 * 0,297 *** -0,500 *** 0,015 ** 0,020 0,051 ** 0,672 ***
IDN - THAI regime 1 0,003 *** 0,009 -0,127 *** -0,011 *** -0,019 -0,002 0,085 ***
regime 2 -0,004 ** 0,357 *** -0,474 *** 0,008 0,065 * 0,047 * 0,603 ***
IDN - AUS regime 1 0,003 *** 0,009 -0,127 *** -0,011 *** -0,019 -0,002 0,085 ***
regime 2 -0,004 ** 0,357 *** -0,474 *** 0,008 0,065 * 0,047 * 0,603 ***
IDN - UK regime 1 0,003 *** 0,014 -0,135 *** -0,016 *** -0,004 0,015 0,050 ***
regime 2 -0,002 0,522 *** -0,608 *** 0,045 *** -0,080 ** -0,018 0,754 ***
80
Artikel I - Dampak Contagion Risk pada Pasar Modal Indonesia
Tabel A1.2
Markov Switching Mean Equation (lanjutan)
a0 a1 a2 a3 a4 a5 a6
IDN - GER regime 1 0,003 *** 0,014 -0,135 *** -0,016 *** -0,004 0,015 0,050 ***
regime 2 -0,002 0,522 *** -0,608 *** 0,045 *** -0,080 ** -0,018 0,754 ***
IDN - INA regime 1 0,003 *** 0,004 -0,122 *** -0,015 *** -0,015 0,001 0,056 ***
regime 2 -0,004 ** 0,387 *** -0,582 *** 0,029 *** 0,008 0,053 ** 0,437 ***
IDN - DOW regime 1 0,003 *** 0,000 -0,142 *** -0,012 *** -0,020 * 0,006 0,042 **
regime 2 -0,004 ** 0,796 *** -0,650 *** 0,007 0,042 0,042 0,051
IDN - NASDAQ regime 1 0,003 *** 0,000 -0,141 *** -0,012 *** -0,020 0,006 0,034 ***
regime 2 -0,004 ** 0,800 *** -0,651 *** 0,007 0,043 0,043 0,020
signifikan dan mengalami peningkatan pada Regime 2 Conditional Correlation-Multivariate GARCH) dan Markov-
untuk semua negara, kecuali Amerika Serikat (baik untuk Switching. Kedua uji ini merupakan pengujian contagion
Dow Jones maupun Nasdaq). tanpa memperhitungkan negara yang menjadi awal krisis.
Berdasarkan analisis dengan metode Markov- Markov-Switching melakukan pengujian adanya contagion
Switching diperoleh kesimpulan bahwa contagion terjadi tanpa memberikan terlebih dahulu periodisasi krisis.
antara Indonesia dengan hampir semua negara yang Metode ini merupakan salah satu upaya untuk mengatasi
diteliti, kecuali dengan Amerika Serikat (Dow Jones dan permasalahan dalam pengujian contagion yang
Nasdaq). mensyaratkan adanya titik krisis dan non-krisis yang
ditetapkan secara arbitrary.
KESIMPULAN Tabel tersebut menunjukkan bahwa terdapat
Tabel A1.3 merupakan rangkuman hasil estimasi contagion antara Indonesia dengan negara-negara lainnya
dengan menggunakan metode DCC-MG (Dynamic dalam penelitian ini. Contagion terutama terjadi antara
Indonesia dengan negara-negara Asia Timur, seperti
Tabel A1.3
Kesimpulan Hasil Pengujian Deteksi Contagion (1)
Jepang, Taiwan, dan Korea. Terdapat pula contagion antara
Indonesia dengan India. Selain itu, perilaku pasar saham
DCC/Multivariate GARCH
Markov-Regime Switching di Indonesia pun tidak jauh berbeda dengan pasar saham
P2 P3 P4
India. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh banyaknya
IDN-MLY √*** √***
IDN-SIN √*** √*** investor asing yang berinvestasi baik di India dan Indonesia.
IDN-THA √*** √***
IDN-PHI √*** Indonesia dan India memiliki kondisi fundamental dan
IDN-JPN √*** √*** √*** kondisi sosial yang mirip, sehingga investor menggunakan
IDN-TWN √*** √*** √***
IDN-HK √*** √*** India sebagai sinyal bagi kondisi pasar di Indonesia, dan
IDN-CHN √*** √***
IDN-KOR √*** √*** √***
sebaliknya menggunakan Indonesia sebagai sinyal bagi
IDN-INA √*** √*** √*** kondisi pasar di India. Hal ini menunjukkan adanya wake-
IDN-AUS √*** √***
IDN-GER √*** up call hypothesis.
IDN-UK √*** √***
Hasil estimasi juga menunjukkan bahwa tidak ada
IDN-US(DJ)
IDN-US(NQ) contagion antara Indonesia dan Amerika Serikat, baik
Keterangan: ***: Signifikan untuk α=1% (critical value: -2,32)
**: Signifikan untuk α=5% (critical value: -1,64) untuk estimasi dengan menggunakan indeks Dow Jones
*: Signifikan untuk α=10% (critical value: -1,28)
Tanda √ menunjukkan bahwa terdapat contagion antara kedua negara. maupun dengan indeks Nasdaq. Oleh karena itu, apabila
81
Artikel I - Dampak Contagion Risk pada Pasar Modal Indonesia
Indonesia terpengaruh krisis global yang terjadi saat ini, Asia, seperti Jepang, Taiwan, Korea, Hongkong, dan
yang berawal dari krisis sub-prime mortgage di Amerika India. Hubungan contagion ini merupakan hubungan
Serikat, pengaruh ini bukan merupakan pengaruh dua arah, dalam artian Indonesia mempengaruhi negara
langsung dari pasar Amerika Serikat, melainkan lain dan negara lain pun memiliki pengaruh terhadap
merupakan pengaruh terusan dari pasar-pasar modal di Indonesia. Namun berdasarkan uji deteksi error, dapat
Asia yang memiliki hubungan langsung dengan pasar dilihat bahwa Indonesia lebih merupakan shock absorber
modal Amerika Serikat. dan bukan merupakan shock transmitter terutama untuk
Tabel A1.4 menunjukkan bahwa Indonesia memiliki negara-negara maju (Jepang, Australia, Jerman, Inggris,
hubungan contagion dengan negara-negara di kawasan dan AS).
Tabel A1.4
Kesimpulan Hasil Pengujian Deteksi Contagion (2)
IDN-MLY √ ^^^ √ ^ √ ^
IDN-SIN √ ^^^ √ ^
IDN-THA √ ^^^ √ ^ √ ^ √ ^ √ ^
IDN-PHI √ ^^^ √ ^
IDN-JPN √ ^^^ √ ^ √ ^^^ √ ^ √ ^^^ √ ^^^
IDN-TWN √ ^^^ √ ^ √ ^^^ √ ^^^ √ ^^^
IDN-HK √ ^^^ √ ^^^
IDN-CHN √ ^ √ ^^^ √ ^^^ √ ^^^ √ ^^^
IDN-KOR √ ^^^ √ ^ √ ^^^ √ ^^^ √ ^^^ √ ^^^
IDN-INA √ ^^^ √ ^ √ ^^^ √ ^^^ √ ^^^
IDN-AUS √ ^ √ ^
IDN-GER √ ^ √ ^ √ ^^
IDN-UK √ ^ √ ^
IDN-US(DJ) √ ^ √ ^
IDN-US-(NQ) √ ^
Keterangan: P2 : Periode 2 (data harian: 16 Juli 1997 - 29 Desember 2000; data bulanan Agustus 1997-Desember 2000)
P3 : Periode 3 (data harian: 1 Januari 2001 - 14 Agustus 2007; data bulanan Januari 2000-September 2008)
P4 : Periode 4 (15 Agustus - 13 November 2008)
^^^ : Hubungan contagion dua arah
^^ : Hubungan contagion dengan Indonesia sebagai asal shock
^ : Hubungan contagion dengan negara lain sebagai asal shock
Tanda √ menunjukkan bahwa terdapat contagion antara kedua negara
Tingkat signifikansi yang digunakan adalah 5% dan 1%
82
Artikel I - Dampak Contagion Risk pada Pasar Modal Indonesia
Daftar Pustaka
Agenor, Aizenman, dan Hoffmaister. 2008. ≈External Collins dan Gavron, 2004. ≈Channels of Financial Market
Shocks, Bank Lending Spreads, External Shocks,Bank Contagion∆, Applied Economics, 36:21, 2461- 2469.
Lending Spreads, and Output Fluctuations∆, Review Collins dan Gavron. 2005. ≈Measuring Equity Market
of International Economics,16:1, 1-20. Contagion in Multiple Financial Events∆, Applied
Arestis, et al. 2005. ≈Testing for Financial Contagion Financial Economics, 15:8, 531-538.
between Developed and Emerging Markets during Dornbusch, Park, dan Claessens. 2000. ≈Contagion: How
the 1997 East Asian Crisis∆, International Journal of It Spreads and How It Can be Stopped∆, Forthcoming
Finance and Economics, 10, 359-367. World Bank Research Observer.
Caporale, Cipollini, dan Spagnolo. 2005. ≈Testing for Duggar dan Mitra. 2007. ≈External Linkages and
Contagion: a Conditional Correlation Analysis∆, Contagion Risk in Irish Bank∆, IMF Working Paper.
Journal of Empirical Finance, 12, 476-489. Engle, G. 2000. ≈Dynamic Conditional Correlation √ A
Caramazza, Ricci, dan Salgado. 2004. ≈International Simple Class of Multivariate GARCH Models∆, UCSD
Financial Contagion in Currency Crisis∆, Journal of Economics Discussion Paper, 2000-9.
International Money and Finance, 23, 51-70. Essaadi, Jouini, dan Khallouli. 2007. ≈The Asian Crisis
Cartapanis, Dropsy, dan Mametz. 2002. ≈The Asian Contagion: A Dynamic Correlation Approach
Currency Crises: Vulnerability, Contagion, or Analysis∆, Documents De Travail-Working Papers, 07-
Unsustainability∆, Review∆of International Economics, 25.
10(1), 79-91. Forbes dan Rigobon. 2000. ≈Contagion in Latin America:
Castiglionesi. 2007. ≈Financial Contagion and the Role of Definition, Measurement and Policy Implication∆,
the Central Bank∆, Journal of Banking and Finance, NBER Working Paper Series, 7885.
31, 81-101. Hatemi-J dan Hacker. 2005. ternative Method to Test for
Chiang, Bang Nam Jeon, dan Huimin Li. 2007. ≈Dynamic Contagion with an Application to the Asian Financial
Correlation Analysis Of Financial Contagion: Evidence Crisis∆, Applied Financial Economics Letters, 1:6, 343-
From Asian Markets∆, Journal of International Money 347.
and Finance, 26, 1206-1228. Horta, Mendes, dan Vieira. 2008. Contagion Effects of
Chu-Sheng Tai. 2004. ≈Contagion: Evidence from the U.S Subprime Crisis on Developed Countries∆,
International Banking Industry∆, Journal of CEFAGE-UE Working Paper, 08.
Multinational Financial Management, 14, 353-368. Luo dan Tang. 2007. ≈Capital Openness and Financial
Cifuentes, Ferrucci, dan Shin. 2005. ≈Liquidity Risk and Crises: A Financial Contagion Model with Multiple
Contagion∆, Journal of the European Economic Equilibria∆, Journal of Economic Policy Reform, 10:4,
Association, 3(2-3), 556-566. 283-296.
83
Artikel I - Dampak Contagion Risk pada Pasar Modal Indonesia
Marais dan Bates. 2006. ≈An Empirical Study to Identify Suliman. 2005. ≈Interest Rate Volatility, Exchange Rates,
Shift Contagion during the Asian Crisis∆, International and External Contagion∆, Applied Financial
Financial Markets Institutions and Money, 16, 468- Economics, 15:12, 883-894.
479. Van Horen, Jager, dan Klaassen. 2006. ≈Foreign Exchange
Marongiu. 2005. ≈Towards a New Set of Leading Indicators Market Contagion in the Asian Crisis: A Regression-
of Currency Crisis for Developing Countries: an Based Approach∆.
Application to Argentina∆. Walti. 2003. ≈Contagion and Interdependence among
Rodriguez. 2007. ≈Measuring Financial Contagion: A Central European Economies: the Impact
Copula Approach∆, Journal of Empirical Finance,14, of≈Common External Shocks∆, HEI Working Paper,
401-423. 02.
Sojli. 2007. ≈Contagion in Emerging Markets: the Russian Yang dan Lim. 2004. ≈Crisis, Contagion, and East Asian
Crisis∆, Applied Financial Economics, 17:3, 197-213. Stock Markets∆, Review of Pacific Basin Financial
Sriananthakumar dan Silvapulle. 2008. ≈Multivariate Markets and Policies, 7:1, 119-151.
Conditional Heteroscedasticity Models with Dynamic Yoon. 2005. ≈Correlation Coefficients, Heteroskedasticity
Correlations for Testing Contagion∆, Applied Financial and Contagion of Financial Crises∆, The Manchester
Economics, 18:4, 267-273. School, 73:1, 92-100.
84
Artikel II - Corporate Balance Sheet Modelling: Determinants of Indonesian Corporate Debt
Artikel II
Penelitian ini bertujuan untuk menguji faktor-faktor yang mempengaruhi hutang perusahaan Indonesia
yang pada gilirannya akan mempengaruhi keputusan pembiayaan dan investasi perusahaan tersebut. Model
yang digunakan merupakan pengembangan dari model Gibbard dan Stevens (2006) yang dikombinasikan
dengan pendekatan tradisional struktur modal trade-off theory dan pecking order theory. Penelitian ini akan
memodelkan corporate leverage dengan mengkombinasikan hutang, equity issuance serta model investasi dan
mengaplikasikan Generalized Moment of Method (GMM) dengan panel data dari 218 perusahaan yag sudah go
public. Hasil estimasi menunjukkan bahwa penentuan level hutang korporasi di Indonesia dipengaruhi oleh
default probability effect, sehingga membutuhkan penilaian yang hati-hati dalam penentuan sumber pendanaan.
Diketahui pula bahwa aktivitas Investasi, akuisisi serta ketersediaan kas akan mempengaruhi tingkat hutang
korporasi. Selanjutnya, hasil estimasi juga menggambarkan bahwa teori pecking order berkontribusi signifikan
terhadap model neraca korporasi.
85
Artikel II - Corporate Balance Sheet Modelling: Determinants of Indonesian Corporate Debt
besar hutang korporasi semakin besar eksposur korporasi mempengaruhi optimal level of debt dari suatu perusahaan
terhadap sistem keuangan. Peningkatan jumlah hutang dengan menggunakan teori pecking order dan teori trade-
yang diiringi penurunan pendapatan lebih lanjut berpotensi off.
menurunkan kemampuan membayar korporasi. Disisi lain,
penurunan pendapatan berpotensi menurunkan 2. TINJAUAN PUSTAKA
kemampuan membayar korporasi terhadap kewajibannya Menurut Modigliani dan Miller (1963), korporasi
kepada pihak ketiga sehingga dapat menjadi sumber cenderung akan menjaga kapasitas cadangan hutang
instabilitas sistem keuangan. dalam kondisi pasar yang sempurna. Oleh karena itu,
Terdapat beberapa alasan suatu perusahaan fasilitas pinjaman yang akan diterima perusahaan akan
menerbitkan hutang sebagai sumber pembiayaan usahanya. berkurang seiring dengan meningkatnya pinjaman yang
Menurut Jensen (1986), hutang merupakan cara yang efisien telah diterima oleh perusahaan tersebut. Sementara itu,
untuk mengurangi biaya-biaya yang terkait dengan Farrar dan Selwyn (1967) yang berpendapat sama dengan
penerbitan saham sedangkan Klaus dan Litzenberger Stiglitz (1972) menyatakan bahwa perbedaan dari pajak
berpendapat bahwa hutang dapat mengoptimalkan struktur personal income yang dikenakan pada penambahan modal
permodalan korporasi melalui keuntungan pajak. Ross dan pendapatan tetap mengurangi keyakinan pada teori
(2008) dan Leldan & Pyle (1977) berpendapat bahwa hutang yang menyatakan bahwa keuntungan pajak dari fasilitas
merupakan poin yang penting dari nilai suatu perusahaan. pinjaman akan berdampak pada penolakan penggunaan
Raviv (1991) menemukan bahwa peningkatan leverage fasilitas pinjaman sebagai modal. Di sisi lain, literatur
sejalan dengan peningkatan hutang, non-debt tax shield, mengenai credit rationing menjelaskan sudut pandang
kesempatan investasi. Sebaliknya, penurunan leverage kreditur dan perbankan tentang alasan korporasi
sejalan dengan peningkatan volatilitas, advertising membatasi jumlah pinjamannya. Jaffe (1971)
expenditure, default probability dan keunikan dari suatu menggambarkan bahwa ketidakinginan seorang manajer
produk. Oleh karena itu, optimal debt ratio ditentukan untuk mendapatkan pinjaman disebabkan mereka ingin
dengan mempertimbangkan keuntungan dan biaya yang menjaga posisi dan kesejahteraan mereka. Faktor lain yang
dikeluarkan untuk menerbitkan hutang (Frydenberg, 2004). dianggap mempengaruhi penggunaan pinjaman adalah
Sampai dengan Juni 2008, perbankan berkontribusi besarnya biaya yang dicadangkan apabila terjadi
memberikan pembiayaan ke perusahaan berupa kredit kebangkrutan atau apabila kondisi keuangan sedang buruk
modal kerja dan kredit investasi sebesar 71% dari total (Warner, 1976 dan Robichek dan Myers, 1966).
kredit perbankan. Hal ini mengindikasikan bahwa eksposur Menurut teori, sebuah perusahaan akan melakukan
terbesar dari perbankan dan institusi keuangan lainnya investasi apabila mempunyai cash. Oleh karena itu,
adalah korporasi Indonesia. Oleh karena itu, sangatlah keputusan untuk menggunakan sumber pembiayaan dari
penting untuk membuat suatu model yang dapat internal maupun eksternal tidak hanya bergantung pada
menentukan neraca korporasi Indonesia dengan meneliti waktu berinvestasi, namun juga pada ketersediaan
peran dari optimal debt dalam mengambil keputusan kesempatan investasi. Keputusan untuk tidak menerbitkan
pembiayaan dan investasi. Penelitian ini bertujuan untuk saham dan tidak menggunakan kesempatan berinvestasi
membangun model neraca korporasi dengan meneliti akan berakibat pada ketidaktepatan pengalokasian dana
struktur hutang dan juga faktor-faktor yang yang nantinya akan menurunkan nilai perusahaan tersebut
86
Artikel II - Corporate Balance Sheet Modelling: Determinants of Indonesian Corporate Debt
atau dikenal dengan financing trap (Myers dan Majluf, perusahaan dalam memilih sumber internal sebagai
1984). Berdasarkan perkembangan ini, perusahaan sumber pembiayaan daripada menggunakan hutang.
cenderung akan menggunakan hutang sebagai sumber Namun, apabila sumber eksternal sangat dibutuhkan,
eksternal saat pemegang saham yang ada tergolong hutang lebih baik dibandingkan dengan equity (Myers dan
sebagai passive investors. Dampaknya, perusahaan yang Majluf, 1984). Teori ini lebih fokus pada bagaimana cara
mempunyai kelonggaran pembiayaan yang cukup besar mengatur perusahaan agar mencapai keseimbangan
cenderung akan mengambil kesempatan investasi yang antara ekonomi dengan stabilitas keuangan. Teori ini dapat
ada. Jensen (1986) berpendapat bahwa sebuah dijelaskan sebagai berikut (1) pembiayaan dari internal
perusahaan yang lebih memilih untuk menerbitkan dan (modal yang ditahan) digunakan karena dinilai lebih aman
mempergunakan hutang sebagai sumber pembiayaan dibandingkan dengan hutang yang memiliki default risk,
akan menguntungkan tidak hanya bagi manajer dalam (2) menerbitkan surat hutang sebagai sumber pembiayaan
kaitannya dengan hak untuk menunda pemberian future paling aman apabila pembiayaan dari eksternal tidak dapat
dividends, namun juga memberikan hak bagi pemilik dihindari lagi. Dalam teori ini pula, menerbitkan saham
perusahaan untuk mengambil legal action saat terjadi sebagai sumber pembiayaan merupakan pilihan
default. Adanya kenaikan penggunaan hutang akan pembiayaan yang kurang tepat mengingat nantinya tetap
meningkatkan leverage dari suatu perusahaan maupun akan dibutukan pembiayaan dari sumber lain. Oleh karena
agency dan bankruptcy cost. itu, kondisi tersebut dapat menciptakan gap antara
Terdapat 2 (dua) teori yang umum digunakan untuk corporate expenses dan free cash flow yang membutuhkan
menjelaskan struktur hutang korporasi yaitu teori trade pembiayaan dari hutang (financing gap). Berdasarkan teori
off dan teori pecking order. Teori trade off mengenai ini, perubahan dari hutang harus sama dengan financing
struktur permodalan menjelaskan bahwa tingkat hutang gap. Studi lain yang dilakukan oleh Shyam-sunder dan
korporasi bisa dijelaskan dengan keseimbangan antara Myers (1999) mempergunakan debt ratio sebagai proxy
biaya dan keuntungan dari penggunaan hutang sebagai untuk optimal level of debt dengan asumsi target level of
sumber pembiayaan, dengan biaya kebangkrutan sebagai debt konstan.
biaya hutang dan pengurangan pajak sebagai keuntungan Gibbard dan Stevens (2006) meneliti faktor-faktor
dari penggunaan hutang. Hal ini menjelaskan adanya trade penentu hutang korporasi di UK, US, Perancis, dan Jerman.
off antara keuntungan pajak dan biaya karena adanya Studi ini menjelaskan peran hutang korporasi dengan
tekanan keuangan. Teori ini fokus pada keseimbangan menghitung investasi dan penerbitan equity. Dengan
antara keuntungan dari hutang dan tingginya biaya menggunakan persamaan, ditemukan bahwa variabel
penggunaannya serta kesempatan dari tekanan keuangan. pecking order terutama cash flow dan akuisisi mempunyai
Selain itu, teori ini juga menjelaskan keterkaitan antara pengaruh yang signifikan terhadap corporate debt level.
hutang dan risiko gagal bayar maupun hutang dan Studi ini juga menemukan bahwa hutang memiliki korelasi
kesempatan pertumbuhan. yang positif dengan kebutuhan pembiayaan perusahaan,
The pecking order theory menyatakan mengenai sementara level optimal hutang korporasi berkorelasi
strategi pembiayaan jangka panjang dari perusahaan dan negatif dengan market to book ratio. Selanjutnya,
penggunaan sumber internal sebagai suatu pilihan procyclicality hutang merupakan efek dari procyclicality
pembiayaan. Secara umum, teori ini menjelaskan prioritas gap pembiayaan. Temuan lain menggambarkan bahwa
87
Artikel II - Corporate Balance Sheet Modelling: Determinants of Indonesian Corporate Debt
pertumbuhan hutang korporasi pada saat ekonomi Wanzenried (2002) meneliti pengaruh dari faktor-faktor
membaik tidak dapat dijelaskan oleh kenaikan hutang tertentu di perusahaan dan faktor makroekonomi
optimal namun dijelaskan oleh gap pembiayaan. terhadap speed of adjustment untuk target leverage 90
Sementara itu, Welch (2002) menyarankan bahwa struktur perusahaan di Swiss. Penelitian ini menemukan bahwa
modal korporasi ditentukan dari return saham (misalnya, makin tinggi tingkat pertumbuhan suatu perusahaan dan
nilai equity, perkiraan nilai equity saat ini dan debt equity makin jauh dari tingkat optimal debt akan makin cepat
ratio). Oleh sebab itu, faktor penentu utama dari struktur mencapai target leverage. Selain itu, ditemukan juga
permodalan adalah pengaruh eksternal daripada struktur bahwa tangibility dan besar kecilnya perusahaan tidak
internal. Di satu sisi, Welch (2004) menemukan bahwa mempunyai hubungan yang positif dengan leverage.
40% perubahan di struktur hutang korporasi Sebaliknya, profitability mempunyai hubungan yang
kemungkinan besar karena pendapatan dari saham. negatif terhadap leverage. Tingginya pertumbuhan
Sementara itu, penerbitan hutang jangka panjang perusahaan (market to book ratio) mempunyai leverage
mempengaruhi 30% dari perubahan debt level. yang lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan yang
Fama dan French (2002) memperkenalkan two-step memiliki market to book ratio yang rendah. Historis dari
regression untuk menentukan level optimal dari hutang market to book value digunakan oleh Hovakimian (2003)
dengan menggabungkan Teori Trade off dan Teori pecking untuk meneliti pengaruh dari faktor ini terhadap
order dan menemukan 4 (empat) faktor penentu yaitu (1) keputusan investasi dan pembiayaan. Hasilnya ditemukan
profitability, (2) investment opportunity, (3) ukuran bahwa terdapat pengaruh yang signifikan terhadap
perusahaan (dilihat dari total aset) dan (4) target dividend keputusan investasi dan pembiayaan. Hal ini menunjukkan
payout . Hasil penelitian ini menunjukkan adanya bahwa current market to book value terhadap hutang
perbedaan dan hasil yang bertolak belakang dari aplikasi gagal menggambarkan kesempatan pertumbuhan suatu
ke-2 teori tersebut. Contohnya, saat mengaplikasikan teori perusahaan.
trade off, ditemukan bahwa perusahaan dengan investasi
yang besar memiliki hutang yang kecil. Sebaliknya, teori 3. METODOLOGI PENELITIAN
pecking order menunjukkan bahwa terdapat hubungan Penelitian ini menggabungkan teori trade off dan
yang negatif antara expected investment dan book teori pecking order untuk membangun neraca korporasi
leverage. Selain itu, terdapat hubungan yang positif antara di Indonesia. Teori pecking order menyatakan bahwa
leverage dan besarnya perusahaan maupun antara dividen penggunaan sumber internal merupakan sumber
payout dengan besarnya perusahaan. Hal ini pembiayaan yang lebih utama dibandingkan dengan
mengindikasikan bahwa perusahaan dengan pendapatan penerbitan saham. Teori ini berpendapat bahwa penerbitan
yang cukup besar memiliki pengaruh yang signifikan saham akan dianggap sebagai sentimen negatif oleh
terhadap struktur permodalan. investor. Sementara itu, teori trade off mengajukan konsep
Tsiplakov (2007) menggunakan model dinamis dari proxy tingkat optimal hutang dengan membandingkan
optimal capital structure dan menemukan adanya keuntungan marginal dengan biaya marginal dari
hubungan yang kuat antara pendapatan dari saham penggunaan hutang. Berdasarkan tujuan penelitian ini,
perusahaan dan perubahan debt level. Penemuan ini selanjutnya akan disusun neraca korporasi Indonesia
mendukung Welch (2004). Sementara itu, Drobetz dan dengan menggunakan model penelitian empiris mengenai
88
Artikel II - Corporate Balance Sheet Modelling: Determinants of Indonesian Corporate Debt
struktur permodalan, seperti yang pernah dilakukan oleh (2) rata-rata rasio hutang selama periode penelitian (Sunder
Gibbard dan Stevens (2006). dan Myers 1999); dan (3) penentuan tingkat optimum debt
Terdapat perbedaan sudut pandang dalam melihat dengan meregressi variabel yang mungkin mempengaruhi
perubahan posisi hutang apabila didasarkan pada 2 (dua) target debt ratio perusahaan (Fama dan French, 1999).
teori tersebut. Teori pecking order berpendapat bahwa Nilai yang sesuai dari hasil regresi akan menggambarkan
perubahan posisi hutang bergantung pada financing gap optimal debt dari korporasi.
yaitu gap antara pengeluaran korporasi (investasi & akuisisi) Beberapa penelitian empiris telah dilakukan untuk
dengan sumber pembiayaan yang berupa cash. Untuk memodelkan struktur permodalan korporasi dengan
mengatasi keterbatasan cash , perusahaan akan menggunakan beberapa model seperti debt model, equity
menggunakan hutang sebagai sumber utama dari issuance model, dan investment model seperti yang
pembiayaan eksternal. Di satu sisi, teori trade off dijelaskan dibawah ini:
berpendapat bahwa perubahan posisi hutang adalah
perbedaan antara tingkat optimal hutang dengan hutang 3.1. Debt Model
aktual. Gambar A2.1 menunjukkan kerangka konsep Model ini menjelaskan faktor-faktor yang
model hutang dari neraca korporasi Indonesia. mempengaruhi tingkat hutang korporasi. Menurut teori
pecking order, variabel investasi (I) dan akuisisi (A) memiliki
Gambar A2.1 hubungan yang positif dengan tingkat hutang korporasi,
Kerangka Konsep dari Model Neraca Korporasi
sementara cash (C) mempunyai hubungan yang negatif
dengan tingkat hutang. Selain itu, tingkat optimal dari
DEBT
INVESTMENT
EQUITY Use to finance hutang (M) diharapkan memiliki hubungan negatif dengan
ACQUISITION
CASH
tingkat aktual hutang korporasi. Penelitian lain yang
dilakukan oleh Welch (2002) memberikan kesimpulan yang
Penelitian yang dilakukan Gibbard dan Stevens berbeda, dimana market to book value of debt mempunyai
(2006) menggabungkan 2 (dua) teori mengenai struktur hubungan yang negatif dengan tingkat hutang korporasi.
permodalan. Penelitian ini memberikan kemungkinan Namun, secara statistik hubungan ini tidak signifikan. Hasil
untuk melihat siklus pergerakan dari hutang korporasi dan yang ambigu ini dapat dijelaskan melalui dua pendekatan
menghitung seberapa jauh pergerakan hutang memicu yaitu efek pertumbuhan kesempatan (Myers, 1977) dan
kebutuhan pembiayaan dan kecepatan penyesuaian dari efek kemungkinan untuk default (Welch, 2002) seperti
tingkat hutang, seperti yang digambarkan dalam dalam persamaan dibawah ini:
persamaan dibawah ini: Dit = α + α1Di,t-1 + α2Iit + α3Ii,t-1 + α4Ait + α5Ai,t-1 + α6Cit +
*
Dit = αGit + βDit + (1-β) Di,t-1 (1) α7Ci,t-1 + α8Mit + α9Mi,t-1 + η1 + εit (2)
Dimana, Dit adalah hutang korporasi pada suatu waktu t; η 1 di persamaan (2) menggambarkan efek khusus
Git = financing gap; dimana variabel utama yang digunakan perusahaan, yang disebabkan oleh ketidakkonsistenan
adalah arus kas, pengeluaran investasi dan akuisisi. Dit* dalam koefisien regresi, namun bisa diselesaikan
adalah optimal debt (dinyatakan oleh teori trade off) dan menggunakan teknik differencing. Namun, dengan
bisa ditentukan dari salah satu model berikut ini: (1) market mendifferensialkan variabel endogen dapat menyebabkan
to book value (Gibbard dan Stevens 2006, Welch 2002); korelasi antara differenced of error term dan differenced
89
Artikel II - Corporate Balance Sheet Modelling: Determinants of Indonesian Corporate Debt
lag of endogenous term. Masalah ini bisa diatasi dengan 3.4. Spesifikasi Model
menggunakan lebih dari satu lag untuk tingkat variabel. Berdasarkan model-model sebelumnya, model yang
Misalnya, Arellano dan Bond (1991) menggunakan disusun untuk penelitian ini terutama menggunakan model
Generalized Methods of Moment (GMM) yang akan dari Gibbard dan Stevens (2006). Penelitian Welch (2002)
menghasilkan estimasi yang efisien. memasukkan pendapatan saham (R) sebagai salah satu
variabel yang mempengaruhi tingkat hutang perusahaan
3.2. Equity Issuance Model Indonesia. Penggunaan pendapatan saham bertujuan
Persamaan (3) menggambarkan model dari untuk menguji inertia dari penggunaan hutang di dalam
penerbitan equity yang dipengaruhi oleh financing gap struktur permodalan. Pendekatan perilaku ini secara tidak
maupun tingkat optimal hutang korporasi, berdasarkan langsung akan menjelaskan bahwa pendapatan saham
model empiris yang dibangun oleh Benito dan Young yang negatif akan memberikan sinyal yang negatif
(2002). Model ini mendukung debt model dalam sehingga akan meningkatkan tingkat hutang korporasi.
persamaan (2) dan digunakan untuk menentukan tingkat Model dapat digambarkan sebagai berikut :
hutang korporasi Indonesia. Model ini mengharapkan Dit = α + α1Di,t-1 + α2Iit + α3Ii,t-1 + α4Ait + α5Ai,t-1 + α6Cit +
pengeluaran modal (A & I) memiliki hubungan yang positif α7Ci,t-1 + α8Mit + α9Mi,t-1 + α10Ri,t,t-1 + η1 + εit (5)
dengan kenaikan jumlah saham yang diterbitkan, dimana, Di,t-1 adalah hutang pada waktu t-1; I adalah
sementara cash (C) diharapkan memiliki hubungan yang investasi pada waktu t; Ait menunjukkan akuisisi pada waktu
negatif. Tingkat hutang optimal memiliki hubungan yang t; Cit adalah arus kas korporasi pada waktu t; Mit adalah
ambigu dengan kenaikan jumlah saham yang diterbitkan target debt ratio pada waktu t; dan Ri,t,t-1 menggambarkan
dimana tingkat hutang optimal memiliki hubungan yang pendapatan saham perusahaan pada waktu t.
positif atau negatif dengan jumlah saham yang diterbitkan.
Equity Issuance Model dapat ditunjukkan dalam persamaan 3.4.1. Menentukan Tingkat Optimal Hutang
(3) berikut: Perusahaan
Eit = α + α1Di,t-1 + α2Iit + α3Ait + α4Cit + α5Mit + η1 + εit (3) Menurut Fama dan French (2002), rasio target
leverage dari perusahaan ditentukan oleh nilai tetap dari
3.3. Investment Model persamaan (6). Rasio target leverage perusahaan (M)
Persamaan (4) memodelkan tingkat investasi dari nantinya menjadi model neraca perusahaan Indonesia.
perusahaan. Model ini mengharapkan bahwa cash (C) Mt = b0 + b1MVt-1 + b2EBITt-1 + b3DPt-1 + b4RDt-1 +
memiliki hubungan yang positif dengan nilai investasi b5 ln(At-1) + b6FAt-1 + b7MIt + b8Mt-1 + et+1 (6)
perusahaan. Pertama, variabel Q (variabel yang digunakan Hal ini diasumsikan bahwa perusahaan memiliki laba
berdasarkan bukti-bukti empiris dari Blundell, at.al.,1992) sebelum pajak (EBIT) tinggi atau tingkat leverage yang
dimasukkan di dalam persamaan. Variabel ini diharapkan rendah. Rendahnya leverage bisa terjadi di perusahaan
menjadi pengaruh yang positif terhadap investasi yang mempunyai laba ditahan cukup besar atau saat
korporasi. Model ini dapat dituliskan dalam persamaan perusahaan membatasi leverage untuk melindungi
dibawah ini: franchise dalam menghasilkan laba yang besar. Tingginya
Iit = α + α1Di,t-1 + α3Ii,t-1 + α4Ait + α6Cit + α7Ci,t-1 + α8Qit + leverage menggambarkan kemampuan perusahaan untuk
α9Qi,t-1 + η1 + εit (4) memenuhi pembayaran hutang diluar relatif tingginya arus
90
Artikel II - Corporate Balance Sheet Modelling: Determinants of Indonesian Corporate Debt
91
Artikel II - Corporate Balance Sheet Modelling: Determinants of Indonesian Corporate Debt
financing gap yaitu investasi dan cash flow. Komponen ACTA : Hasil regresi menunjukkan hubungan negatif
lain, akuisisi memiliki unexpected sign (negative sign) dan dengan penggunaan hutang korporasi walaupun
tidak signifikan. hasilnya tidak signifikan. Studi empiris
menunjukkan hasil koefisien yang berbeda.
Tabel A2.2
Determinants of Corporate Debt Hubungan negatif antara akuisisi
mengindikasikan prioritas sumber pembiayaan
DEBT EQUATION (GMM Sys)
Dependent Variable :DEBT lain untuk membiayai aktivitas akuisisi.
Variable Coefficient t-Statistic Prob. Hasil estimasi seperti tercantum pada Tabel A2.2
DEBT(-1) 0.5740 13.0137 0.0000 menunjukkan bahwa Fitted Values of Debt (OD-1) sebagai
ACTA -0.1456 -1.2976 0.1971
suatu proxy level optimal dari hutang korporasi
ACTA(-1) 0.0692 0.4581 0.6478
CASH 0.0574 0.6196 0.5368 menunjukkan hubungan negatif dan signifikan dengan
CASH(-1) 0.0359 0.6204 0.5362
INVTA 0.1816 2.0067 0.0472 level hutang aktual. Koefisien negatif ini mendukung efek
INVTA(-1) 0.1186 1.3022 0.1956
default probability (Myers, 1977 dan Jensen, 1986). Hal
OD 0.0054 0.5342 0.5943
OD(-1) -0.5757 -41.0524 0.0000 ini mengindikasikan bahwa keputusan mengambil hutang
RETURN -0.0341 -3.0392 0.0030
RETURN(-1) -0.0158 -4.1306 0.0001 sebagai sumber pembiayaan merupakan hal penting dan
Cross-section fixed (first differences)
perlu dilakukan perusahaan secara hati-hati. Selanjutnya,
R-squared 0.983631
P-value (Chi square) 0.00000 variabel stock return perusahaan sebagai proxy ekspektasi
SSE 0.07645
N (Firms) 201 pasar menunjukkan bahwa stock return berpengaruh
92
Artikel II - Corporate Balance Sheet Modelling: Determinants of Indonesian Corporate Debt
investasi dan arus kas. Temuan juga mengindikasikan memperhatikan penyesuaian biaya karena level hutang
bahwa teori pecking order berkontribusi signifikan ditentukan oleh efek default probability.
terhadap model neraca korporasi Indonesia. Selanjutnya, Temuan study ini menunjukkan faktor-faktor yang
level hutang optimal mendukung efek default probability menjadi penentu hutang perusahaan sehingga perusahaan
seperti yang dijelaskan Myers (1977) dan Jensen (1986). menyesuaikan level hutangnya sedemikan rupa sampai
Karena hasil temuan menunjukkan bahwa neraca korporasi mencapai level optimal hutangnya. Lebih lanjut, temuan
Indonesia secara umum dipengaruhi oleh teori pecking tersebut dapat digunakan untuk memonitor hutang
order, hal ini mengindikasikan bahwa aktivitas investasi perusahaan yang digunakan untuk aktivitas investasi dan
dan akuisisi akan mempengaruhi level hutang korporasi. akuisisi sehingga pada akhirnya dapat digunakan untuk
Berdasarkan estimasi GMM-SYS, ditemukan bahwa mnghitung potensi risiko default. Untuk itu, kreditur dan
hutang korporasi Indonesia menyesuaikan sedikit lebih regulator perlu melakukan penilaian komprehensif untuk
rendah dari level optimalnya, yaitu dengan implied mengurangi dampak negatif penggunaan hutang yang
adjustment rate sebesar 0,43. Artinya bahwa perusahaan berlebihan. Pada akhirnya, manajemen level hutang yang
perlu mempertimbangkan seluruh faktor yang baik yang mengarah pada level optimal hutang akan
mempengaruhi level hutangnya dan secara hati-hati perlu mendorong naiknya nilai perusahaan.
93
Artikel II - Corporate Balance Sheet Modelling: Determinants of Indonesian Corporate Debt
Daftar Pustaka
Arellano Manuel dan Stephen Bond (1991), ≈Some Tests dan France:a comparative analysis for west German
of Specification of Panel Data: Monte Carlo Evidence dan French incorporated enterprises with special
dan Application to Employment Equations∆. The reference to institutional factors∆.
Review of Economic Studies, Vol. 58, No. 2 (Apr., Frydenberg,Stein (2004), ≈Theory of capital structure √ a
1991), pp. 277-297 review∆. Sor-Trondelag University College,
Antoniou, A., Guney, Y dan Paudyal, K (2003), Department of Business Administration, Jonsvannsun,
≈Determinants of corporate debt ownership structure: 82,7004 Trondheim, Norway. http://www.ssrn.com/
evidence from market-based dan bank-based abstract=556631.
economies∆, mimeo, University of Durham Business Gibbard, P dan Stevens, I (2006), ≈Corporate debt dan
School. financial balance sheet adjustment: a comparison of
Blundell, Richard dan Stephen Bond (1998), ≈Initial the United States, the United Kingdom, France dan
Conditions dan Moment Restrictions in Dynamic Panel Germany∆, WP No. 317, Bank of Engldan.
Data Models∆. Journal of Econometrics 87, pp. 115- Hovakimian, Harmen (2003), ≈Are Observed Capital
143. Structures Determined by Equity Market Timing?∆.
Davis, E. P. (1995): Banking, corporate finance dan Baruch College, the City University of New York, One
monetary policy: an empirical perspective, Oxford Bernard Baruch Way, Box B 10-225, NY 10010.
Review of Economic Policy, 10, pp. 49-67 Jaffe, D. M., 1971, Credit Rationing dan the Commercial
Deminguc-Kunt A. dan Maksimovic V. (1996): ≈Financial Loan Market, (Wiley, New York).
constraints, uses of funds dan firm growth. An Jensen, M (1986). ≈Agency costs of free cash flow,
international comparison∆, World Bank, Policy corporate finance dan takeovers∆, American
Research Working Paper 1671. Economic Review, Vol. 76, pages 323-29.
Drobetz, Wolfgang dan Gabrielle Wanzenried (2002), Modigliani, F. dan M. H. Miller (1963). ≈The Cost of Capital,
≈What determines the speed of adjustment to the Corporation Finance dan the Theory of Investment:
target capital structure?∆. Corrections,∆ American Economic Review 53, 433-
Fama, E dan French, K (2002), ≈Testing trade-off dan 443
pecking order prediction about dividends dan debt∆, Myers, Stewart C (1977). ≈The determinants of corporate
The Review of financial studies, vol. 15 (1), pp. 1-33. borrowing∆. Journal of Financial Economics, Vol. 5,
Farrar, Donald dan Lee Selwyn (1967),∆Taxe, corporate No. 2. pp. 147-175.
policy, dan return to investors.∆. National Tax Journal Myers dan Majluf, N (1984). ≈Corporate Financing dan
20,pp. 444-54. Investment Decision when Firms have information
Friderichs, Hans, Bernard Paranque dan Annie Sauve» that investors do not have∆. Journal of Financial
(1999), ≈Structures of corporate finance in Germany Economics, Vol.13, pp. 187-221.
94
Artikel II - Corporate Balance Sheet Modelling: Determinants of Indonesian Corporate Debt
Robichek, A. A. dan S. C. Myers, ≈Problems in the Theory Titman, Sheridan dan Sergei Tsiplakov (2007),∆A dynamic
of Optimal Capital Structure ≈Journal of Financial dan model of optimal capital structure∆. McCombs
Quantitative Analysis 1,(12).pp. 1-35. Research Paper Series No. FIN-03-06. SSRN: http://
Ross, Westerfield dan Jaffe (2008), ≈Corporate Fianance∆. ssrn.com/abstract=332042 .
McGraw Hill InternationalEdition. Warner, J. B., 1976, ≈Bankruptcy Costs, Absolute Priority
Von Thadden, E. L. (1992): The commitment of finance, dan the Pricing of Risky Debt Claims, Journal of
duplicated monitoring dan the investment horizon, Financial Economics, 4.
Working Paper, Centre for Economic Policy Research, Welch, Ivo (2002): Columbus» Egg: The real determinant
London of capital structure, Working Paper,8782, National
Stiglitz, J. E., 1972, ≈On Some Aspects of the Pure Theory Bureau of Economics Research.
of Corporate Finance, Bankruptcies dan Takeovers,∆ Welch, Ivo (2004): Capital structure dan stock returns.
Bell Journal of Economics 3,458-82. Journal of Political Economy, Vol.112, No. 1. The
Shyam-Sunder, Laksmi dan Stewart C. Myers (1999), University of Chicago.
≈Testing static trade-off against pecking order models
of capital structure. Journal of Financial Economics
51, pp. 219-244.
95
Artikel II - Corporate Balance Sheet Modelling: Determinants of Indonesian Corporate Debt
96
Kajian Stabilitas Keuangan
No. 12, Maret 2009
PENGARAH
Agusman
TIM PENYUSUN
Ardiansyah, Linda Maulidina, Ratih A. Sekaryuni, Anto Prabowo, Tirta Segara, Wini
Purwanti, Endang Kurnia Saputra, Ita Rulina, Boyke Wibowo Suadi, Ida Rumondang,
Azka Subhan, Pipih Dewi Purusitawati, Noviati, Rosita Dewi, Erma Kusumawati,
Darmawan Tohap B, Sagita Rachmanira, Reska Prasetya, Elis Deriantino, Hero Wonida,
Mestika Widantri, Heny Sulistyaningsih, Primitiva Febriarti, Adidoyo Prakoso
KONTRIBUTOR
PENGOLAHAN DATA