Anda di halaman 1dari 7

BAB I PENDAHULUAN Penggunaan obat alami, seperti pengobatan herbal untuk penyakit sangat umum di daerah Asia dan

negara-negara berkembang termasuk Indonesia, yang penduduknya sangat terkait dengan penggunaan obat-obat tradisional disebabkan harganya lebih murah dan lebih efisien daripada obat sintetis. Salah satu obat tradisional yang telah lama dipercaya masyarakat dapat menyembuhkan berbagai penyakit adalah tanaman Momordica charantia L. atau yang dikenal dalam nama local di Indonesia sebagai pere. Momordica charantia (M.charantia) banyak digunakan sebagai obat di berbagai Negara berkembang seperti Brasil, Cina,Kolombia, Kuba, Ghana, Haiti, India, Panama, dan Peru. Penggunaan Momordica charantia yang paling umum adalah sebagai obat penyakit diabetes, jantung dan sakit perut. Didaerah tropis tanaman ini digunakan sebagai pengobat luka, digunakan sebagai obat luar atau diminum untuk menghindari infeksi dari cacing ataupun parasit, juga dapat digunakan sebagai emenagoga, antiviral untuk campak dan obat hepatitis. Dalam pengobatan tradisional Turki, buah matang dari Momordica charantia digunakan obat luar untuk pengembuhan luka luar dan sebagai obat untuk pengobatan peptic ulcers. Di Cina khasiat buah pare sebagai obat tradisional sudah dicatat Lisin sejak tahun 1578, awalnya sebagai tonikum, obat cacing, obat batuk, antimalaria, sariawan, penyembuh luka, penambah nafsu makan. Di India digunakan sebagai obat obat antidiabetik, anthelmintik, kontrasepsi, antimalaria, dimonorhea, eksim, sakit kuning, batu ginjal, peneumonia, reumatik dan kudis. Dengan berbagai khasiatnya banyak penelitian ilmiah yang mengkaji buah pahit ini dari aspek farmakologisnya. Selain kajian dari aspek farmakologis, tumbuhan ini juga telah secara intensif dikaji dari aspek fitokimianya. Momordica charantia banyak mengandung senyawa metabolit sekunder diantaranya adalah senyawa turunan triterpenoid, turunan flavonoid, dan senyawa turunan steroid. Senyawa tersebut barupa glikosida ataupun aglikon. Selain senyawa mwtabolit sekunder Momordica charantia mengandung senyawa fenolik seperti plifenol; senyawa asam lemak yaitu asam butirat, asam palmitat, asam linoleat, dan asam stearat; serta mengandung protein.

Berdasarkan pelalitian sebalumnya yang dilakukan oleh tim penelitian KBK Hayati program studi kimia FPMIPA UPI mengenai efek antihiperglikemia dari ekstrak daging buah Momordica charantia diketahui bahwa fraksi n-heksan dari daging buah Momordica charantia memiliki aktifitah antihiperglikemia terhadap hewan uji. Pada penelitian tersebut belum diketahui komponen yang terkandung dalam fraksi n-heksan Momordica charantia. Oleh sebab itu diperlukan isolasi lebih lanjut mengenai senyawa yang terkandung pada fraksi n-heksan daging buah Momordica charantia.

BAB II TEORI TAMBAHAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Alat dan bahan 1. 2. 3. 4. 5. 6. Alat-alat gelas Penguap berputar vakum (vaccum rotary evaporator) Pompa vakum Set alat destilasi Spektrofotometer Fourier Transform-Infra Red (FTIR) shimazu 8400 Spektrofotometer Nuclear Magnetik Resonance (NMR) Jeol ECA-500 (untuk proton diukur pada 500 MHz dan untuk karbon pada 125 MHz) 7. Aquadest 8. Aseton 9. Daging buah Momordica charantia 10. Etil asetat 11. H2SO4 pekat 12. Kertas saring 13. Kloroform p.a 14. Methanol 15. n-Heksan 16. Silica gel 60 230-400 mesh for CC 17. Silica gel 60 GF254 for TLC

Prosedur penelitian Proses ekstraksi dan fraksinasi 1. Buah paria dipisahkan dari biji dan dikeringkan kemudian diblender sehingga menjadi serbuk paria. 2. Serbuk daging buah paria diekstraksi menggunakan pelarut methanol sebanyak 3x1 liter berturut-turut selama 24 jam. 3. Ekstrak hasil maserasi disaring menggunakan corong Buchner, lalu filtratnya dipekatkan menjadi setengah volume awal menggunakan rotavapor dalam keadaan vakum.

4. Ekstrak methanol pekat difraksinasi berturut-turut dengan heksan (3 kali 50 mL), etil asetat (3 kali 50 mL) setiap ekstraksi diperoleh fraksi heksan, etil asetat dan methanol sisa. 5. Masing masing fraksi dipekatkan dengan cara penguapan menggunakan rotavapor sampai diperoleh masa tetap dari masing-masing fraksi. Pemisahan dan pemurnian dengan kromatografi cair vakum dan rekristalisasi. Karakterisasi dan penentuan struktur senyawa dalam fraksi : Masingmasing fraksi diukur dengan spektrometri FT-IR (Fourier Transform-Infra Red) dan pengukuran NMR.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Ekstraksi dan fraksinasi daging buah Momordica charantia Serbuk daging buah paria (800 g) dimasersi menggunakan methanol, diperoleh ekstrak methanol. Kemudian difraksinasi menggunakan beberapa pelarut dengan tingkat kepolaran pelarut yang berbeda. Ekstrak methanol tersebut difraksinasi dengan pelarut non polar yaitu heksan masing-masing dilakukan 3 kali 50 mL, diperoleh fraksi heksan berwarna hijau pekat dan fraksi methanol sisa. Fraksi methanol sisa difraksinasi kembali dengan etil asetat masingmasing diakukan 3 kali 50 mL. Pada saat dilakukan fraksinasi, tidak terjadi pemisahan antara etil asetat dengan methanol. Dari hasil ini diperoleh fraksi etil asetat yang berwarna hijau dan fraksi methanol-air. Fraksi methanol-air tidak difraksinasi kembali sehingga fraksi ini dapat disebut sebagai fraksi residu. Dari semua tahapan fraksinasi didapat fraksi heksan (4.1 gram; 8.2%), fraksi etil asetat (54 gram; 42.9%), dan fraksi methanol-air (18 gram; 36%) Pemisahan dan pemurnian Setelah proses fraksinasi dan didapat tiga fraksi yaitu fraksi n-heksan, fraksi etil asetat dan fraksi residu methanol air, tahap selanjutnya adalah pemisahan dan pemurnian dengan tujuan untuk mendapatkan senyawa murni dari fraksi yang ada. Pada penalitian ini difokusakn pada pemisahan dan pemurnian fasa n-heksan saja. Proses pemisahan dan pemurnian dilakukan dengan metode kromatografi kolom. Sebalum pemisahan dan pemurnian dilakukan terlebih dahulu analisis mengunakan kromatografi lapis tipis (KLT), analisis ini bertujuan untuk menetukan pelarut yang akan digunakan pada saat pemisahan dengan kromatografi kolom. Pola kromatogram pada KLT menunjukan pola pemisahan yang terjadi pada kromatografi kolom.

Pemisahan pertama dilakukan dengan KCV, pelarut yang digunakan adalah pelarut organic yang ditingkatkan kepolarannya secara gradient, pada pemisahan ini digunakan pelarut n-heksan dan etil asetat. Berdasarkan hasil analisa KLT fraksi heksan pada eluen heksan dan eti asetat dengan beberapa komposisi perbandingan maka KCV dilakukan dengan beberapa perbandingan yaitu 100% n-heksan sebanyak 2 kali; 24:1 sebanyak 3 kali; 21:4 sebanyak 4 kali; 18:7 sebanyak 2 kali; 15:10 sebanyak 2 kali; 3:22 sebanyak 2 kali; 6:19 sebanyak 2 kali; 3:22 sebanyak 2 kali dan 100% etil asetat sebanyak 2 kali dengan volume 50 ml tiap kali elusi. KCV fraksi heksan dengan massa 4.1 gram mengkasilkan 22 fraksi Fraksi dengan pola kromatogram yang sama digabungkan hingga didapatkan 5 fraksi gabungan. Massa dari masing-masing fraksi tersebut adalah fraksi A (1-4) sebanyak 838 mg, fraksi B (5) sebanyak 1.082 mg, fraksi C (6-7) sebanyak 1.017 mg, fraksi D dan E (8-17) sebanyak 82 mg, dan fraksi F (18-22) sebanyak 91 mg. Fraksifraksi ganungan dianalisis dengan KLT mengunakan eluen heksan : etil asetat perbandingan 6 : 4. Massa dan pola kromatogram tiap fraksi dijadikan pertimbangan untuk menentukan fraksi yang akan dipisahkan lebih lanjut. Terhadap fraksi C dilakukan pemurnian lebih lanjut dengan KCV kembali. Dengan pertimbangan massa yang cukup untuk dilakukan dengan metode KCV dengan kolom diameter 5 cm. Sebelum KCV kedua dilakukan terlebih dahulu pencarian elun yang cocok untuk proses tersebut menggunakan analisa KLT. Menurut analisa KLT diperoleh eluen untuk KCV yang cocok adalah n-heksan : etil asetat dengan berbagai komposisi yaitu :

Anda mungkin juga menyukai