Anda di halaman 1dari 45

Responsi Jantung Observasi Dispneu + Acites e.

c CHF NYHA IV Suspect Cardiomiopaty

Pembimbing dr. Yusra Pintaningrum, Sp.JP

Oleh : Lalu Karisma Aditya (H1A 008 003) Oktavia Rinduan (H1A 008 025)

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA DI BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM / SMF JANTUNG RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI NTB UNIVERSITAS MATARAM 2013

BAB I LAPORAN KASUS

IDENTITAS Nama Usia Jenis kelamin Alamat Suku Bangsa Agama Status Pendidikan terakhir Pekerjaan No. RM MRS : Ny. Salmah : 32 tahun : Perempuan : Narmada : Sasak : Indonesia : Islam : Menikah : SMA : IRT : 508050 : 19 Mei 2013

Tanggal pemeriksaan : 22 Mei 2013

SUBJECTIVE (AUTOANAMNESIS) Keluhan Utama :Sesak Napas Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke RSUP NTB mengeluh sesak napas. Sesak dirasakan sejak 6 bulan yang lalu dan dirasakan memberat serta terusmenerus selama 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak dirasakan sedikit berkurang jika pasien duduk atau tidur dengan menggunakan 3 bantal. Sesak napas pada awalnya hanya dirasakan jika pasien memasak atau mengerjakan pekerjaan rumah dan membaik jika pasien istirahat namun 2 hari terakhir sesak dirasakan tidak membaik walaupun pasien istirahat. Sesak tidak disertai bunyi ngik. Pasien juga mengaku sering terbangun di malam hari karena sesak. Selain sesak, pasien juga mengeluhkan nyeri dada sejak 3 hari SMRS. Nyeri dada muncul secara tiba-tiba saat pasien istirahat. Nyeri dada dirasakan hialng timbul tetapi tidak dirasakan menjalar. nyeri dada tidak disertai berkeringat dingin dan nyeri kepala. Selain itu, pasien juga merasakan nyeri di ulu hati dan tidak disertai mual muntah.Pasien juga mengeluhkan perut dan kaki membesar sejak 4 bulan yang lalu. Pasien mengatakan pernah dirawat RSUP NTB dengan keluhan yang sama 2 bulan yang lalu.

Riwayat Penyakit Dahulu 2 bulan yang lalu pasien pernah dirawat dirumah sakit karena mengalami keluhan serupa. Riwayat hipertensi (-), asma (-), diabetes mellitus (-) Riwayat keganasan (-), riwayat batuk lama (-). Riwayat nyeri tenggorokan, batuk pilek, nyeri sendi tidak diketahui (pasien mengaku lupa).

Riwayat Penyakit Keluarga - Riwayat keluhan serupa (-). - Riwayat DM (-), hipertensi (-), asma (-), keganasan (-), TBC (-).

Riwayat Pengobatan Sesak napas dan nyeri dada yang dirasakan saat ini merupakan yang kedua kali dialami pasien. Pasien langsung ke IGD RSUP NTB setelah sesaknya memberat dan nyeri dadanya muncul. Riwayat Pribadi dan Sosial Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga. Pasien tidak pernah merokok atau rutin mengkonsumsi kopi.

OBJECTIVE PEMERIKSAAN FISIK Status Generalis Keadaan Umum: sedang Kesadaran: compos mentis / GCS: E4V5M6 Kesan Sakit: sedang Status gizi: BB: 55kg, TB: 155, (BMI =22,89)normal Vital Signs: Tekanan darah Nadi Frekuensi nafas Suhu : 100/70 mmHg. : 88 x/menit,teratur dan kuat angkat. : 32 x/menit, teratur, tipe abdominothorakal. : 36,8 C, aksiler.

Status Lokalis Kepala Ekspresi wajah : sesak (+) Bentuk dan ukuran : normal. Rambut : normal. Edema (-). Malar rash (-). Parese N VII (-). Hiperpigmentasi (-). Nyeri tekan kepala (-). Massa (-).

Mata Simetris. Alis : normal. Exopthalmus (-/-). Ptosis (-/-). Nystagmus (-/-). Strabismus (-/-). Edema palpebra (-/-).

Konjungtiva: anemis (-/-), hiperemia (-/-). Sclera: icterus (-/-), hyperemia (-/-), pterygium (-/-). Pupil : isokor, bulat, miosis (+/+), midriasis (-/-). Kornea : arcussenilis (-/-). Lensa : normal, katarak (-/-). Pergerakan bola mata ke segala arah : normal Nyeri tekan (-).

Telinga Bentuk : normal simetris antara kiri dan kanan. Lubang telinga : normal, secret (-/-). Nyeri tekan (-/-). Peradangan pada telinga (-) Pendengaran : normal.

Hidung Simetris, deviasi septum (-/-). Napas cuping hidung (-/-). Perdarahan (-/-), secret (-/-). Penciuman normal.

Mulut Bibir : sianosis (-), stomatitis angularis (-), pursed lips breathing (-). Gusi : hiperemia (-), perdarahan (-). Lidah: glositis (-), atropi papil lidah (-), lidah berselaput (-), kemerahan di pinggir (-), tremor (-), lidah kotor (-). Gigi : dbn. Mukosa : normal.

Leher Kaku kuduk (-). Scrofuloderma (-). PembesaranKGB (-). Pembesaran otot sternocleidomastoideus (+).

Penggunaan otot bantu nafas SCM (+). Pembesaran kelenjar thyroid (-). JVP 5+5 cm

Thorax 1. Inspeksi: Bentuk & ukuran: normal, simetris, barrel chest (-). Pergerakan dinding dada: simetris Permukaan dada: scar (-), spider naevi (-), pelebaran vena kolateral (-), massa (-). Penggunaan otot bantu nafas: SCM aktif (+), hipertrofi SCM (+), otot bantu abdomen tidak aktif Iga dan sela iga: simetris, pelebaran atau penyempitan ICS (-) Fossa supraclavicularis, fossa infraclavicularis: simetris kiri dan kanan. Fossa jugularis: berada di tengah. Tipe pernapasan: abdominothorakal. Ictus cordis: tampak di ICS VI linea axilaris sinistra

2. Palpasi: Trakea: tidak ada deviasi. Nyeri tekan (-), benjolan (-), edema (-), krepitasi (-),thrill (-). Gerakan dinding dada: simetris. Fremitus vocal: +/+, simetris. Ictus cordis teraba di ICS VI linea axilaris sinistra menyebar ke anterior aksilaris sinistra 3. Perkusi: Sonor (+/+). Batas paru-hepar Inspirasi: ICS VI, Ekspirasi: ICS V, Ekskursi: 1 ICS Batas paru-jantung: o Kanan: ICS III linea parasternalis dekstra o Kiri: ICS V linea axilary anterior sinistra 4. Auskultasi: Cor: S1 S2 tunggal regular, murmur (+), gallop (-) Pulmo: Vesikuler (+/+) Suara napas tambahan: rhonki(+/+), Wheezing (-/-)

Tes bisik: (-) normal Tes percakapan: (-) normal

Abdomen 1. Inspeksi: Distensi (+) Umbilicus: menonjol ( + ) Permukaan kulit: tanda-tanda inflamasi (-), massa (-), pelebaran vena kolateral (-), caput meducae (-), spider naevi (-) 2. Auskultasi: Bising usus (+) normal, 15x/ menit Metallic sound (-) Bising aorta (-)

3. Perkusi: Timpani (+) pada seluruh lapang abdomen. Shifting dullness (+) Nyeri ketok CVA (-/-)

4. Palpasi: Nyeri tekan (+), massa (-) Hepar/lien/ren: sulit dievaluasi. Tes Undulasi (+)

Ekstremitas - Akral hangat : + + + +

- Edema

- Deformitas

- - -

- Sianosis

- -

- Clubbing finger

Genitourinaria: tidak dievaluasi

RESUME Seorang wanita berusia 32 tahun datang ke IRD RSUP NTB mengeluh sesak napas. Sesak dirasakan sejak 6 bulan yang lalu dan dirasakan memberat serta terusmenerus selama 2 hari SMRS. Sesak dirasakan sedikit berkurang jika pasien duduk atau tidur dengan menggunakan 3 bantal. Sesak tidak disertai bunyi ngik. Pasien juga mengaku sering terbangun di malam hari karena sesak. Selain sesak, pasien juga mengeluhkan nyeri dada sejak 3 hari SMRS. Nyeri dada muncul secara tiba-tiba saat pasien istirahat. Nyeri dada dirasakan hialng timbul tetapi tidak dirasakan menjalar. nyeri dada tidak disertai berkeringat dingin dan nyeri kepala. Selain itu, pasien juga merasakan nyeri di ulu hati dan tidak disertai mual muntah.Pasien juga mengeluhkan perut dan kaki membesar sejak 4 bulan yang lalu. Pasien mengatakan pernah dirawat RSUP NTB dengan keluhan yang sama 2 bulan yang lalu. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 100/70 mmHg, N : 88 x/menit, RR: 32

x/menit, T: 36,8 C, aksiler. Pada pemeriksaan thoraks didapatkan penggunaan otot bantu napas (SCM) aktif dan hipertrofi, ictuskordis tampak di ICS VI linea aksilaris sinistra dan teraba di ICS VI linea aksilaris sinistra menyebar ke anterior aksilaris sinistra. Pada perkusi

dada didapatkan batas paru jantung sinistra di ICS V linea aksilaris sinistra. Pada auskultasi murmur (+) rhonki basah (+/+). Pada pemeriksaan abdomen didapatkan distensi (+), shifting dullness (+), nyeri tekan (+), tes undulasi (+). Pada ekstremitas didapatkan edema kedua tungkai.

PEMERIKSAAN PENUNJANG Hasil EKG tanggal 19 Mei 2013

Interpretasi EKG : Irama sinus HR: 100 x/menit Axis Normal Kelainan anatomi jantung (-) Kelaian PJK (-) Kesan : normal

Rontgen thoraks tgl 19 Mei 2013

Deskripsi hasil rontgen: Foto thoraks proyeksi AP posisi duduk. Soft tissue dalam batas normal Trakea tampak di tengah Tidak tampak adanya fraktur pada klavikula maupun costa. ICS kiri dan kanan simetris. Sudut costofrenikus kiri tampak tumpul. Cor:>50%. Pulmo : Corakan bronkovaskular tampak normal, tidak dijumpai infiltrat, cavitas, maupun eksudat. Kesan :Kardiomegali

Pemeriksaan darah, kimia klinik dan elektrolit Parameter Nilai Nilai Normal P : 13 18 g/dL 82 92 fL 27 31 pg 32 37 g/dL P : 4,5 5,5 [106/L] 4,0 11,0 [103/ L] P : 40 50 [%] 150-400 [103/ L] < 160 mg/dL 0,6 1,1 mg/dL 6 26 mg/dL < 40 mg/dL < 41mg/dL 3,5-5,0 g/dl 135 146 mmol/l 3,4 5,4 mmol/l 95 108 mmol/l

19/05/2013 Hb MCV MCH MCHC Rbc Wbc Hct Plt GDS Creatinin Ureum SGOT SGPT Albumin Na+ K+ Cl11,7 92,6 30,9 33,3 3,79 5,55 35,1 142 123 1,0 80 55 25 3,7 140 4,0 101

DAFTAR MASALAH Subjective SesakNapas Nyeri dada hilang timbul Nyeri ulu hati Perut dan kedua kaki membesar Objective RR: 32 JVP menigkat. SCM aktif (+) hipertrofi (+) Ictus kordis tampak di ICS VI linea aksilaris sinistra dan teraba di ICS VI linea aksilaris sinistra menyebar ke anterior aksilaris sinistra.

AuskultasiThorak. Cor : Murmur (+) Pulmo: Rhonki +/+

Ro Thorak : Kesan Kardiomegali DL :Ureum 80, SGOT 55.

ASESSMENT Observasi dispneu + acites ec. CHF NYHA IV ec. Susp. Kardiomiopati

PLANNING Diagnostik Terapi Medikamentosa O2 IVFD RL Inj. Furosemide Spironolakton 25 mg Digoxin Inj. Ranitidin Inj. Ondansetron Inj. Ceftriaxon Non medikamentosa Tirah baring, posisi setengah duduk. Pasang DC urine tampung 24 jam 4 L/menit 500 cc/24 jam 1 ampul/8 jam 1-0-0 1 x 1 tab 1 ampul/12 jam 1 ampul/12 jam 2 gr/24 jam Ekokardiografi. USG Abdomen. Cek Kolesterol, Trigliserida, CKMB, HDL, LDL

Monitoring Keluhan dan tanda vital harian EKG serial

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

GAGAL JANTUNG Definisi Gagal jantung (GJ) adalah sindrom klinis (sekumpulan tanda dan gejala), ditandai oleh sesak napas dan fatik (saat istirahat atau saat aktivitas) yang disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung (Panggabean, 2009). Definisi gagal jantung menurut Sir Thomas Lewis adalah jantung tidak mampu mengeluarkan isinya dengan adekuat. Sedangkan Paul Wood mendefinisikan gagal jantung sebagai jantung yang tidak mampu mempertahankan sirkulasi untuk memenuhi kebutuhan tubuh meskipun tekanan pengisian adekuat. Definisi yang lazim dianut para klinis adalah definisi dari Poole-Wilson, gagal jantung adalah suatu sindrom klinik yang disebabkan oleh suatu kelainan jantung dan dapat dikenali dari respon hemodinamik, renal, neural, dan hormonal yang karakteristik (Prabowo, 2003). Menurut Braunwald gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologis adanya kelainan fungsi jantung berakibat jantung gagal memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolism jaringan dan/atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri (Suryadipraja, 1996). Definisi alternative menurut Packer, gagal jantung kongestif merupakan suatu syndrome klinis yang rumit yang ditandai dengan adanya abnormalitas fungsi ventrikel kiri dan kelainan regulasi neurohormonal, disertai dengan intoleransi kemampuan kerja fisis (effort intolerance), retensi cairan, dan memendeknya umur hidup (Suryadipraja, 1996). Menurut Sonnenblik, gagal jantung terjadi apabila jantung tidak lagi mampu memompakan darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolic tubuh pada tekanan pengisian yang normal, padahal aliran balik vena ke jantung dalam keadaan normal (Suryadipraja, 1996).

Klasifikasi 1. Gagal Jantung Backward & Forward Hipotesis backward failure pertama kali diajukan oleh James Hope pada tahun 1832: apabila ventrikel gagal untuk memompakan darah, maka darah akan terbendung dan tekanan di atrium serta vena-vena di belakangnya akan naik (Suryadipraja, 1996). Hipotesis forward failure diajukan oleh Mackenzie, 80 tahun setelah hipotesis backward failure. Menurut teori ini manifestasi gagal jantung timbul akibat berkurangnya aliran darah (cardiac output) ke sistem arterial, sehingga terjadi pengurangan perfusi pada organ-organ yang vital dengan segala akibatnya (Suryadipraja, 1996) 2. Gagal Jantung Sistolik dan Diastolik Kedua jenis ini terjadi secara tumpang tindih dan tidak dapat dibedakan dari pemeriksaan jasmani, foto toraks atau EKG dan hanya dapat dibedakan dengan ekoDoppler (Prabowo, 2003). Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi jantung memompa sehingga curah jantung menurun dan menyebabkan kelemahan, fatik, kemampuan aktivitas fisik menurun dan gejala hipoperfusi lainnya (Prabowo, 2003). Gagal jantung diastolik adalah gangguan relaksasi dan gangguan pengisian ventrikel. Gagal jantung diastolik didefenisikan sebagai gagal jantung dengan fraksi ejeksi lebih dari 50%. Diagnosis dibuat dengan pemeriksaan Doppler-ekokardiografi aliran darah mitral dan aliran vena pulmonalis. Tidak dapat dibedakan dengan pemeriksaan anamnesis, pemeriksaan jasmani saja. Ada 3 macam gangguan fungsi diastolik: Gangguan relaksasi Pseudo-normal Tipe restriktif Penatalaksanaan ditujukan untuk menghilangkan atau mengurangi penyebab gangguan diastolik seperti fibrosis, hipertrofi, atau iskemia. Di samping itu kongesti sistemik/pulmonal akibat dari gangguan diastolik tersebut dapat diperbaiki dengan restriksi garam dan pemberian diuretik. Mengurangi denyut jantung agar waktu untuk

diastolik bertambah, dapat dilakukan dengan pemberian penyekat beta atau penyekat kalsium non-dihidropiridin (Prabowo, 2003). 3. Low Output dan High Output Heart Failure Low output HF disebabkan oleh hipertensi, kardiomiopati dilatasi, kelainan katup dan perikard. High output HF ditemukan pada penurunan resistensi vaskular sistemik seperti hipertiroidisme, anemia, kehamilan, fistula A-V, beri-beri dan penyakit Paget. Secara praktis, kedua kelainan ini tidak dapat dibedakan (Prabowo, 2003). 4. Gagal Jantung Akut dan Kronis Contoh klasik gagal jantung akut (GJA) adalah robekan daun katup secara tibatiba akibat endokarditis, trauma atau infark miokard luas. Curah jantung yang menurun secara tiba-tiba menyebabkan penurunan tekanan darah tanpa disertai edema perifer (Prabowo, 2003). Contoh gagal jantung kronis (GJK) adalah kardiomiopati dilatasi atau kelainan multi valvular yang terjadi secara perlahan-lahan. Kongesti perifer sangat menyolok, namun tekanan darah masih terpelihara dengan baik (Prabowo, 2003). 5. Gagal Jantung Kanan dan Gagal Jantung Kiri Gagal jantung kiri akibat kelemahan ventrikel, meningkatkan tekanan vena pulmonalis dan paru menyebabkan pasien sesak napas dan ortopnea. Gagal jantung kanan terjadi kalau kelainannya melemahkan ventrikel kanan seperti pada hipertensi pulmonal primer/sekunder, tromboemboli paru kronik sehingga terjadi kongesti vena sistemik yang menyebabkan edema perifer, hepatomegali, dan distensi vena jugularis. Tetapi karena perubahan biokimia gagal jantung terjadi pada miokard kedua ventrikel, maka retensi cairan pada gagal jantung yang sudah berlangsung bulanan atau tahun tidak lagi berbeda (Prabowo, 2003). 6. Klasifikasi fungsional gagal jantung berdasarkan NYHA (New York Heart Association) KELAS I DEFINISI ISTILAH ventrikel

Klien dengan keainan jantung tapi Disfungsi tanpa pembatasan aktifitas fisik

kiri yang asimtomatik

II

Klien dengan kelainan jantung yang Gagal jantung ringan menyebabkan aktifitas fisik sedikit pembatasan

III

Klien dengan kelaianan jantung yang Gagal jantung sedang menyebabakan banyak pembatasan aktifitas fisik

IV

Klien dengan kelaianan jantung yang Gagal jantung berat segla bentuk ktifitas fisiknya akan menyebabkan keluhan

7. Klasifikasi berdasarkan American College of Cardiology/American Heart Association (ACC/AHA) Stage A: menandakan ada faktor risiko gagal jantung (diabetes, hipertensi, penyakit jantung koroner), namun belum ada kelainan struktural dari jantung (cardiomegali, LVH, dll) maupun kelainan fungsional (Manurung, 2009). Stage B: terdapat faktor-faktor risiko gagal jantung (diabetes, hipertensi, penyakit jantung koroner), dan sudah terdapat kelainan struktural (LVH, cardiomegali) dengan atau tanpa gangguan fungsional, namun bersifat asimptomatik (Manurung, 2009). Stage C: sedang dalam dekompensasi dan atau pernah gagal jantung, yang didasari oleh kelainan struktural dari jantung (Manurung, 2009). Stage D: adalah stage yang benar-benar masuk ke dalam refractory gagal jantung, dan perlu advanced treatment strategies (Manurung, 2009).

Etiologi Gagal jantung paling sering disebabkan oleh gagal kontraktilitas miokard, seperti yang terjadi pada infark miokard, hipertensi lama, atau kardiomiopati. Namun pada kondisi tertentu, bahkan miokard dengan kontraktilitas yang baik tidak dapat memenuhi kebutuhan darah sistemik ke seluruh tubuh untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh. Kondisi ini disebabkan misalnya masalah mekanik seperti regurgitasi katup berat dan, lebih jarang, fistula arteriovena, defisiensi tiamin (beri-beri), dan anemia berat. Keadaan curah jantung yang tinggi ini sendiri dapat menyebabkan gagal jantung tetapi bila tidak

terlalu berat dapat mempresipitasi gagal jantung pada orang-orang dengan penyakit jantung dasar (Gray, 2002). Prevalensi faktor etiologi tergantung dari populasi yang diteliti, penyakit jantung koroner dan hipertensi merupakan penyebab tersering pada masyarakat Barat (>90% kasus), sementara penyakit katup jantung dan defisiensi nutrisi mungkin lebih penting di negaraberkembang. Faktor risiko independen unutk terjadinya gagal jantung serupa dengan faktor risiko pada penyakit jantung koroner (peningkatan kolesterol, hipertensi, dan diabetes) ditambah dengan adanya hipertrofi ventrikel kiri (LVH) pada elektrokardiogram istirahat. Bila terdapat pada hipertensi, LVH dikaitkan dengan 14 kali risiko gagal jantung pada orang berusia lebih dari 65 tahun. Selain itu prevalensi faktor etiologi telah berubah seiring perjalanan waktu. Data kohort dari studi Framingham, yang dimulai tahun 1940-an, mengidentifikasi riwayat hipertensi pada > 75% pasien dengan gagal jantung, sementara penelitian yang lebih baru menyatakan prevalensi yang lebih rendah (10 15%), mungkin karena terapi hipertensi yang lebih baik. Dari telaah studi klinis pada hipertensi, terapi efektif dapat mengurangi insidensi gagal jantung sebesar 50% (Gray, 2002). Berbagai faktor dapat menyebabkan atau mengeksaserbasi perkembangan gagal jantung pada pasien dengan penyakit jantung primer (Gray, 2002): Obat-obatan seperti penyekat dan antagonis kalsium dapat menekan kontraktilitas miokard dan obat kemoterapeutik seperti doksorubisin dapat menyebabkan kerusakan miokard. Alkohol bersifat kardiotoksik, terutama bila dikonsumsi dalam jumlah besar. Aritmia mengurangi efisiensi jantung, seperti yang terjadi bila kontraksi atrium hilang (fibrilasi atrium/AF) atau disosiasi dari kontraksi ventrikel (blok jantung). Takikardia (ventrikel atau atrium) menurunkan waktu pengisian ventrikel, meningkatkan beban kerja miokard dan kebutuhan oksigen menyebabkan iskemia miokard, dan bila terjadi dalam waktu lama, dapat menyebabkan dilatasi ventrikel serta perburukan fungsi ventrikel. Aritmia sendiri merupakan konsekuensi gagal jantung yang umum terjadi, apapun etiologinya, dengan AF dilaporkan pada 20 30 % kasus gagal jantung. Aritmia ventrikel merupakan penyebab umum kematian mendadak pada keadaan ini.

Gagal Jantung berat juga bisa sebagai akibat dari gagal multi organ (multiorgan failure). Berikut ini merupakan tabel dari etiologi dan faktor pencetus timbulnya gagal jantung akut (Manurung, 2009):

Tabel 2.3. Penyebab dan Faktor Pencetu GJA

Patofisiologi Gagal jantung bukanlah suatu keadaan klinis yang hanya melibatkan satu sistem tubuh melainkan suatu sindroma klinik akibat kelainan jantung sehingga jantung tidak mampu memompa memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Gagal jantung ditandai dengan dengan satu respon hemodinamik, ginjal, syaraf dan hormonal yang nyata serta suatu keadaan patologik berupa penurunan fungsi jantung (Corwin, 2000). Respon terhadap jantung menimbulkan beberapa mekanisme kompensasi yang bertujuan untuk meningkatkan volume darah, volume ruang jantung, tahanan pembuluh darah perifer dan hipertropi otot jantung.Kondisi ini juga menyebabkan aktivasi dari mekanisme kompensasi tubuh yang akut berupa penimbunan air dan garam oleh ginjal dan aktivasi system saraf adrenergik (Corwin, 2000). Kemampuan jantung untuk memompa darah guna memenuhi kebutuhan tubuh ditentukan oleh curah jantung yang dipengaruhi oleh empat faktor yaitu: preload; yang

setara dengan isi diastolik akhir, afterload; yaitu jumlah tahanan total yang harus melawan ejeksi ventrikel, kontraktilitas miokardium; yaitu kemampuan intrinsik otot jantung untuk menghasilkan tenaga dan berkontraksi tanpa tergantung kepada preload maupun afterload serta frekuensi denyut jantung (Corwin, 2000). Dalam hubungan ini, penting dibedakan antara kemampuan jantung untuk memompa (pump function) dengan kontraktilias otot jantung (myocardial function). Pada beberapa keadaan ditemukan beban berlebihan sehingga timbul gagal jantung sebagai pompa tanpa terdapat depresi pada otot jantung intrinsik.Sebaliknya dapat pula terjadi depresi otot jantung intrinsik tetapi secara klinis tidak tampak tanda-tanda gagal jantung karena beban jantung yang ringan (Corwin, 2000). Pada awal gagal jantung, akibat CO yang rendah, di dalam tubuh terjadi peningkatan aktivitas saraf simpatis dan sistem renin angiotensin aldosteron, serta pelepasan arginin vasopressin yang kesemuanya merupakan mekanisme kompensasi untuk mempertahankan tekanan darah yang adekuat. Penurunan kontraktilitas ventrikel akan diikuti penurunan curah jantung yang selanjutnya terjadi penurunan tekanan darah dan penurunan volume darah arteri yang efektif. Hal ini akan merangsang mekanisme kompensasi neurohumoral (Corwin, 2000). Vasokonstriksi dan retensi air untuk sementara waktu akan meningkatkan tekanan darah sedangkan peningkatan preload akan meningkatkan kontraktilitas jantung melalui hukum Starling. Apabila keadaan ini tidak segera teratasi, peninggian afterload, peninggian preload dan hipertrofi/ dilatasi jantung akan lebih menambah beban jantung sehingga terjadi gagal jantung yang tidak terkompensasi (Corwin, 2000). Mekanisme yang menasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan kontraktilitas jantung, yang menyebabkan curah jantng lebih rendah dari curah jantng normal. Konsep curag jantung paling baik dijelaskan dengan persamaan CO=HR X SV dimana curah jantung (CO:Cardiac Output) adalah fungsi frekuensi jantung (HR: Heart Rate) X volume sekuncup (SF:Stroke Volume) (Corwin, 2000). Frekuensi jantung adalah fungsi system saraf otonom. Bila curah jantung berkurang, system saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk memperthankan curah jantung bila mekanisme kompensasi untuk mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka volume sekuncup jantunglah yang harus

menyesuaikan diri ntuk mempertahan curah janung. Tapi pada gagal jantung dengan masalah utama kerusakan dan kekakuan serabut otot jantung, volume sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih dapat dipertahankan (Corwin, 2000). Volume sekuncup, jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi tergantung pada tiga faktor; preload; kontraktilitas dan afterload Preload adalah sinonim dengan Hukum Starling pada jantung yang menyatakan bahwa jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung. Kontraktilitas mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium. Afterload mengacu pada besarnya ventrikel yang harus di hasilkan untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yang di timbulkan oleh tekanan arteriol (Corwin, 2000). Disfungsi Sistolik Pada disfungsi sistolik, kontraktilitas miokard mengalami gangguan sehingga isi sekuncup ventrikel berkurang dan terjadi penuruanan curah jantung. Pengosongan ventrikel yang tidak sempurna selanjutnya menyebabkan peningkatan volume diastolik akibatnya juga terjadi peningkatan tekanan. Pada gagal jantung kiri, peningkatan tekanan diastolik akan diteruskan secara retrogard ke atrium kiri kemudian ke vena dan kapiler paru. Kenaikan tekanan hidrostatik kapiler paru diatas 20 mmHg bisa menyebabkan transudasi cairan ke interstisiel paru sehingga timbul keluhan kongesti paru. Cairan akan tertahan di interstisiel paru, menyebabkan edema interstisiel maka pergerakan alveoli akan terganggu. Penderita akan merasa sesak nafas dengan nadi yang cepat. Bila cairan telah memasuki alveoli akan terjadi edema paru dengan gejala sesak nafas yang hebat, takikardia, tekanan darah menurun, dan kalau tidak teratasi dapat menyebabkan syok kardiogenik (Corwin, 2000). Bila ventrikel kanan gagal, peningkatan tekanan diastolik akan diteruskan ke atrium kanan selanjutnya timbul bendungan pada vena sistemik dan mucullah tanda-tanda gagal jantung kanan. Peningkatan berlebihan beban akhir (afterload) pada ventrikel kanan paling sering diakibatkan oleh gagal jantung kiri karena adanya peningkatan tekanan vena dan arteri pulmonalis yang menyertai disfungsi ventrikel kiri. Gagal jantung kanan yang murni (isolated) dimana fungsi ventrikel kiri normal jarang ditemukan. Keadaan gagal

jantung murni sering mencerminkan peningkatan beban akhir ventrikel kanan akibat penyakit parenkim paru atau pembulu paru sehingga gagal jantung ini disebut kor pulmonal (Corwin, 2000). Disfungsi Diastolik Sebagian penderita gagal jantung mempunyai fungsi kontraktilitas (sistolik) yang normal namun menunjukkan kelainan fungsi diastolik berupa gangguan relaksasi, peningkatan kekakuan dinding ventrikel, atau keduanya. Keadaan ini bisa terjadi pada iskemia miokard, hipertrofi ventrikel kiri, atau kardiomiopati restriktif. Dalam fase diastol, pengisian ventrikel menyebabkan tekanan diastolik di atas normal. Penderita disfungsi diastolik memperlihatkan tanda-tanda bendungan akibat peninggian tekanan diastolic yang diteruskan ke vena pulmonalis dan sistemik (Corwin, 2000).

STIMULUS: HIPERTENSI KRONIS Hipertrofi ventrikel kiri Kebutuhan O2 jantung

STIMULUS: INFARK MIOKARD VENTRIKEL KIRI

Kontraktilitas Ventrikel Kiri volume diastolic akhir (preload) ventrikel kiri peregangan serabut otot jantung Curah Jantung Rerata tekanan arteri

pengaktifan simpatis

ADH

pelepasan renin

Denyut Jantung

Volume sekuncup

TPR (afterload)

Volume darah Aliran balik vena (preload)

Angiotensin II

TPR (afterload)

PENINGKATAN KERJA JANTUNG

Manifestasi Klinis Gambaran klinis relative dipengaruhi oleh tiga faktor. 1) kerusakan jantung; 2) kelebihan beban hemodinamik; dan 3) mekanisme kompensasi sekunder yang timbul saat gagal jantung terjadi (Gray, 2002). Pada awalnya mekanisme kompensasi bekerja efektif dalam mempertahankan curah jantung dan gejala gagal jantung hanya timbul saat aktivitas. Kemudian gejala timbul saat istirahat seiring dengan perburukan kondisi (Gray, 2002). Manifestasi klinis juga dipengaruhi oleh tingkat progresivitas penyakit dan apakah terdapat waktu untuk berkembangnya mekanisme kompensasi. Sebagai contoh, perkembangan regurgitasi mitral yang mendadak ditoleransi buruk dan menyebabkan gagal jantung akut, sementara perkembangan regurgitas mitral dengan derajat yang sama secara perlahan-lahan dapat ditoleransi dengan beberapa gejala. Pada tahap awal gagal jantung, gejala mungkin tidak spesifik (malaise, letargie, lelah, dispneu, intoleransi aktivitas) namun begitu keadaan memburuk, gambaran klinis dapat sangat jelas menandakan penyakit jantung. AF terjadi pada 10 50% pasien dengan gagal jantung dan onset AF dapat memperberat perburukan akut. Aritmia ventrikel (ektopik, VT) semakin banyak ditemui seiring dengan perkembangan gagal jantung (Gray, 2002). Gagal jantung dapat mempengaruhi jantung kiri, jantung kanan, atau keduanya (biventrikel), namun dalam praktik jantung kiri sering terkena. Gagal jantung kanan terisolasi dapat terjadi karena embolisme paru mayor, hipertensi paru, atau stenosis pulmonal. Dengan adanya septum interventrikel, disfungsi salah satu ventrikel potensial dapat mempengaruhi fungsi yang lain. Pasien sering datang dengan campuran gejala dan tanda yang berkaitan dengan kedua ventrikel, namun untuk memudahkan dapat dianggap terjadi secara terpisah (Gray, 2002). Gagal Jantung Kiri Peningkatan tekanan atrium kiri meningkatkan tekanan vena pulmonalis dan menyebabkan kongesti paru dan akhirnya edema alveolar, mengakibatkan sesak nafas, batuk, dan kadang hemoptisis. Dispnu awalnya timbul saat aktivitas namun bila gagal ventrikel kiri berlanjut dapat terjadi saat istirahat, menyebabkan dispnu nokturnal paroksismal (paroxysmal nocturnal dyspnoea/PND). Pemeriksaan fisik sering kali

normal, namun dengan perkembangan gagal jantung hal-hal berikut dapat ditemukan (Gray, 2002): Kulit lembab dan pucat menandakan vasokonstriksi perifer; Tekanan darah dapat tinggi pada kasus penyakit jantung hipertensi, normal, atau rendah dengan perburukan disfungsi jantung; Denyut nadi mungkin memiliki volume kecil dan irama mungkin normal, atau ireguler karena ektopik atau AF. Pulsus alterans dapat ditemukan. Sinus takikardia saat istirahat dapat menandakan gagal jantung berat atau sebagian merupakan refleks karena vasodilatasi yang diinduksi obat. Tekanan vena normal pada gagal jantung kiri terisolasi. Pada palpitasi, apeks bergeser ke lateral (dilatasi LV), dengan denyut dipertahankan (hipertrofi LV), atau diskinesia (aneurisma LV). Pada auskultasi, mungkin didapatkan bunyi jantung ketiga (S3), gallop dan murmur total dari regurgitasi mitral sekunder karena dilatasi anulus mitral. Murmur lain mungkin menandakan penyakit katup jantung intrinsik. Suara P2 dapat lebih keras karena tekanan arteri pulmonalis meningkat sekunder karena hipertensi paru sekunder. Terjadi krepitasi paru karena edema alveolar dan edema dinding bronkus dapat menyebabkan mengi (Gray, 2002). Gagal Jantung Kanan Gejala mungkin minimal, terutama jika telah diberikan diuretik. Gejala yang timbul antara lain: 1) pembengkakan pergelangan kaki; 2) dispnu (namun bukan ortopnu atau PND); 3) Penurunan kapasitas aktivitas. Bila tekanan ventrikel kanan (RV) meningkat atau RV menjadi lebih dilatasi, sering ditemukan nyeri dada (Gray, 2002). Pada pemeriksaan denyut nadi memiliki kelainan yang sama dengan gagal jantung kiri, tekanan vena jugularis sering meningkat, kecuali diberikan terapi diuretik, dan memperlihatkan gelombang sistolik besar pada regurgitasi trikuspid. Edema perifer, hepatomegali, dan asites dapat ditemukan. Pada palpasi mungkin didapatkan gerakan bergelombang (heave) yang menandakan hipertrofi RV dan/atau dilatasi, serta pada auskultasi didapatkan bunyi jantung S3 atau S4 ventrikel kanan. Efusi pleura dapat terjadi pada gagal jantung kanan atau kiri. Paling sering, gagal jantung kanan terjadi akibat gagal jantung kiri, namun miokarditis dan kardiomiopati dilatasi dapat mempengarhui keduanya. Bila gagal jantung kanan terjadi cukup berat, gejala dan tanda gagal jantung

kiri bisa menghilang karena ketidakmampuan jantung kanan untuk mempertahankan curah jantung yang cukup untuk menjaga tekanan pengisian sisi kiri tetap tinggi (Gray, 2002). Penurunan curah jantung dan penurunan perfusi organ seperti otak, ginjal, dan otot skelet, baik disebabkan oleh gagal jantung kiri atau kanan berat, menyebabkan gejala umum seperti kebingungan mental, rasa lelah dan cepat capek, serta penurunan toleransi aktivitas (Gray, 2002). Diagnosis Diagnosis dibuat toraks, berdasarkan anamnesis, pemeriksaan dan kateterisasi. jasmani, Kriteria

elektrokardiografi/foto

ekokardiografi-Doppler

Framingham dapat pula dipakai untuk diagnosis gagal jantung kongestif (Panggabean, 2009). Kriteria Major Paroksismal nokturnal dispnea Distensi vena leher Ronki paru Kardiomegali Edema paru akut Gallop S3 Peninggian tekanan vena jugularis Refluks hepatojugular Kriteria Minor Edema ekstremitas Batuk maIarn hari Dispnea d'effort Hepatomegali Efusi pleura Penurunan kapasitas vital 1/3 dari ormal Takikardia(> l20/menit)

Kriteria Major atau minor: Penurunan BB 4.5 kg dalam 5 hari pengobatan. *Diagnosis gagal jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria major dan 2 kriteria minor.

Terapi Terapi Farmakologi Gagal Jantung Kronik Angiotensin-converting enzyme inhibitors/penyekat enzim konversi angiotensin Dianjurkan sebagai obat lini pertama baik dengan atau tanpa keluhan dengan fraksi ejeksi 40-45% untuk meningkatkan survival, memperbaiki simtom, mengurangi kekerapan rawat inap di rumah sakit.

Harus diberikan sebagai terapi awal bila tidak ditemui retensi cairan. Bila disertai retensi cairan harus diberikan bersama diuretik. Harus segera diberikan bila ditemui tanda dan gejala gagal jantung, segera sesudah infark jantung, untuk meningkatkan survival, menurunkan angka reinfark serta kekerapan rawat inap. Harus dititrasi sampai dosis yang dianggap bermanfaat sesuai dengan bukti klinis, bukan berdasarkan perbaikan gejala. Diuretik Loop diuretic, tiazid, metolazon Penting untuk pengobatan simtomatik bila ditemukan beban cairan berlebihan, kongesti paru dan edema perifer. Tidak ada bukti dalam memperbaiki survival, dan harus dikombinasi dengan penyekat enzim konversi angiotensin atau penyekat beta. - Blocker (Obat Penyekat Beta) Direkomendasi pada semua gagal jantung ringan, sedang, dan berat yang stabil baik karena iskemi atau kardiomiopati non iskemi dalam pengobatan standar seperti diuretik atau penyekat enzim konversi angiotensin. Dengan syarat tidak ditemukan adanya kontra indikasi terhadap penyekat beta. Terbukti menurunkan angka masuk rumah sakit, meningkatkan klasifikasi fungsi Pada disfungsi jantung sistolik sesudah suatu infark miokard baik simtomatik atau asimtomatik, penarnbahan penyekat beta jangka panjang pada pemakaian penyekat enzim konversi angiotensin terbukti menurunkan mortalitas. Sampai saat ini hanya beberapa penyekat beta yang direkomendasi yaitu bisoprolol, karvedilol, metoprolol suksinat, dan nebivolol. Antagonist Reseptor Aldosteron Penambahan terhadap penyekat enzim konversi angiotensin, penyekat beta, diuretik pada gagal jantung berat (NYHA III-IV) dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas. Sebagai tambahan terhadap obat penyekat enzim konversi angiotensin dan penyekat beta pada gagal jantung sesudah infark jantung, atau diabetes, menurunkan morbiditas dan mortalitas. Antagonis Penyekat Reseptor Angiotensin II

Masih merupakan altematif bila pasien tidak toleran terhadap penyekat enzim konversi angiotensin. Penyekat angiotensin II sama efektif dengan penyekat enzim konversi angiotensin pada gagal jantung dalam menurunkan morbiditas dan mortalitas. Pada infark miokard akut dengan gagal jantung atau disfungsi ventrikel, penyekat angiotensin II sama efektif dengan penyekat enzim konversi angiotensin dalam menurunkan mortalitas. Dapat dipertimbangkan penambahan penyekat angiotensin II pada pemakaian penyekat enzim konversi angiotensin pada pasien yang simtomatik guna menurunkan mortalitas. Glikosida Jantung (Digitalis) Merupakan indikasi pada fibrilasi atrium pada berbagai derajat gagal jantung, terlepas apakah gagal jantung bukan atau sebagai penyebab. Kombinasi digoksin dan penyekat beta lebih superior dibandingkan bila dipakai sendiri-sendiri tanpa kombinasi. Tidak mempunyai efek terhadap mortalitas, tetapi dapat menurunkan angka kekerapan rawat inap. Vasodilator Tidak ada peran spesifik vasodilator direk pada gagal jantung kronik Hidralazin-isosorbid Dinitrat Dapat dipakai sebagai tambahan, pada keadaan dimana pasien tidak toleran terhadap penyekat enzim konversi angiotensin atau penyekat angiotensin II. Dosis besar hidralazin (300 mg) dengan kombinasi isosorbid dinitrat 160 mg tanpa penyekat enzim konversi angiotensin dikatakan dapat menurunkan mortalitas. Pada kelompok pasien Afrika-Amerika pemakaian kombinasi isosorbid dinitrat 20 mg dan hidralazin 37.5 mg, tiga kali sehari dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas dan memperbaiki kualitas hidup. Nitrat Sebagai tambahan bila ada keluhan angina atau sesak, jangka panjang tidak terbukti memperbaiki simtom gagal jantung, Dengan pemakaian dosis yang sering, dapat terjadi toleran (takipilaksis), oleh karena itu dianjurkan interval 8 atau 12 jam, atau kombinasi dengan penyekat enzim konversi angiotensin. Obat Penyekat Kalsium

Pada

gagal

jantung

sistolik

penyekat

kalsium

tidak

direkomendasi,

dan

dikontraindikasikan pemakaiaan kombinasi dengan penyekat beta. Felodipin dan amlodipin tidak memberikan efek yang lebih baik untuk survival bila digabung dengan obat penyekat enzim konversi angiotensin dan diuretik. Data jangka panjang menunjukkan efek netral terhadap survival, dapat

dipertimbangkan sebagai tambahan obat hipertensi bila kontrol tekanan darah sulit dengan pemakaian nitrat atau penyekat beta. Nesiritid Merupakan klas obat vasodilator baru, merupakan rekombinan otak manusia yang dikenal sebagai natriuretik peptida tipe B. Obat ini identik dengan hormon endogen dari ventrikel, yang mempunyai efek dilatasi arteri, vena dan koroner, dan menurunkan pre dan afterload, meningkatkan curah jantung tanpa efek inotropik. Sejauh ini belum banyak data klinis yang menyokong pemakaian obat ini. Inotropik Positif Pemakaian jangka panjang dan berulang tidak dianjurkan karena meningkatkan mortalitas Pemakaian intravena pada kasus berat sering digunakan, namun tidak ada bukti manfaat, justru komplikasi lebih sering muncul. Penyekat fosfodiesterase, seperti milrinon, enoksimon efektif bila digabung dengan penyekat beta, dan mempunyai efek vasodilatasi perifer dan koroner. Namun disertai juga dengan efek takiaritrnia atrial dan ventrikel, dan vasodilatasi berlebihan dan menimbulkan hipotensi. Levosimendan, merupakan sensitisasi kalsium yang baru, mempunyai efek vasodilatasi namun tidak seperti penyekat fosfodiesterase, tidak menimbulkan hipotensi. Uji klinis menunjukkan efek yang lebih baik dibandingkan dobutamin. Anti Trombotik Pada gagal jantung kronik yang disertai fibrilasi atrium riwayat fenomena tromboemboli, bukti adanya thrombus yang mobil, pemakaian antikoagulan sangat dianjurkan. Pada gagal jantung kronik dengan penyakit jantung koroner, dianjurkan pemakaian antiplatelet. Aspirin harus dihindari pada perawatan rumah sakit berulang dengan gagal jantung yang memburuk.

Anti Aritmia Pemakaian selain penyekat beta tidak dianjurkan pada gagal jantung kronik, kecuali pada atrial fibrilasi dan ventrikel takikardi. Obat aritmia klas I tidak dianjurkan Obat anti aritmia klas II (penyekat beta) terbukti menurunkan kejadian mati mendadak dapat dipergunakan sendiri atau kombinasi dengan amiodaron. Anti aritmia klas III, amiodaron efektif untuk supraventrikel dan ventrikel aritmia amiodaron rutin pada gagal jantung tidak dianjurkan.

KARDIOMIOPATI Kardiomiopati merupakan suatu kelompok penyakit yang langsung mengenai otot jantung atau miokard itu sendiri. Kelompok penyakit ini tergolong khusus karena kelainan yang ditimbulkan bukan terjadi akibat penyakit perikardium, hipertensi, koroner, kelainan kongenital atau kelainan katup. Kardiomiopati ideopatik merupakan penyebab mortalitas dan morbilitas yang utama. Penyakit ini bahkan merupakan penyebab kematian sampai sebesar 30% atau lebih dari pada semua kematian akibat penyakit jantung. Klasifikasi Klasifikasi berdasarkan etiologi 1. Tipe primer: apabila terdapat penyakit pada otot jantung dengan penyebab yang tidak diketahui. Termasuk didalamnya adalah idiopatik kardiomiopati, familial

kardiomiopati, penyakit eosinofilik endomiokardium dan fibrosis endomiokardium. 2. Tipe sekunder: apabila ditemukan penyakit miokardium dengan penyebab yang dapat diketahui, termasuk bila berhubungan dengan penyakit yang melibatkan sistem organ lain. Klasifikasi berdasarkan klinis dan patofisiologi 1. Kardiomiopati dilatasi 2. Kardiomiopati restriktif 3. Kardiomiopati hipertropik

a. Kardiomiopati dilatasi Merupakan jenis miopati yang paling banyak ditemukan. Dengan deskripsi kelainan yang ditemukan: dilatasi ventrikel kanan dan atau ventrikel kiri, disfungsi kontraktilitas pada salah satu atau kedua ventrikel, aritmia, emboli dan sering kali disertai dengan gejala gagal jantung kongestif. Satu dari tiga kasus gagal jantung kongestif terjadi pada kardiomiopati dilatasi dan yang lainnya merupakan konsekuen dari penyakit jantung koroner Etiologi

Etiologi kardiomiopati dilatasi tidak diketahui dengan pasti, tetapi kemungkinan besar kelainan ini merupakan hasil akhir dari kerusakan miokardium akibat produksi berbagai macam toksin, zat metabolit atau infeksi. Pada kardiomiopati dilatasi yang disebabkan oleh penggunaan alkohol, kehamilan, penyakit tiroid, penggunaan kokain dan keadaan takikardi kronik yang tidak terkontrol, dikatakan kardiomiopati tersebut bersifat reversibel. Obesitas akan meningkatan resiko terjadinya gagal jantung, sebagaimana juga gejala sleep apneu. Kira-kira 20-40% pasien memiliki kelainan yang bersifat familial akibat dari mutasi genetik. Kelainan tersebut terjadi pada sitoskeletal gen, kontraktilitas dan membran sel (gen lamin A/C) dan protein protein lainnya. Gejala klinis Gejala klinis yang menonjol adalah gagal jantung kongestif, yang timbul secara bertahap pada sebagain besar pasien. Beberapa pasien mengalami dilatasi ventrikel kiri dalam beberapa bulan bahkan sampai beberapa tahun sebelum timbul gejala. Pada beberapa kasus sering ditemukan nyeri dada yang tidak khas, sedangkan nyeri dada yang tipikal kardiak tidak lazim ditemukan. Bila terdapat keluhan nyeri dada yang tipikal, dipikirkan kemungkinan terdapat penyekit jantung iskemik secara bersamaan. Akibat dari aritmia dan emboli sistemik kejadian sinkop cukup sering ditemukan. Pada penyakit yang telah lanjut dapat pula ditemukan keluhan nyeri dada akibat sekunder dari emboli paru dan nyeri abdomen akibat hepatomegali kongestif. Keluhan sering timbul secara gradual, bahkakn sebagian besar awalnya asimptomatik walaupun telah terjadi dilatasi ventrikel kiri selama berbulan-bulan bahkan brtahun-tahun. Dilatasi ini kadang kala diketahui bila telah timbul gejala atau secara kebetulan bila dilakukan pemeriksan radiologi dada yang rutin. Pemeriksaan fisik Pembesaran jantung dengan derajat yang bervariasi dapat ditemukan, begitu juga dengan gejala-gejala yang menyokong diagnosa gagal jantung kongestif. Pada penyakit jantung yang lanjut dapat ditemukan tekanan nadi yang sempit akibat gangguan pada pengisian sekuncup. Pulsus alternans dapat terjadi bila terdapat gagal ventrikel kiri yang berat. Tekanan darah dapat normal atau rendah. Jenis pernafasan Cheyne-Stokes

menunjukkan prognosis yang buruk. Peningkatan tekanan vena jugularis bila terdapat gagal jantung kanan. Bunyi jantung ketiga dan keempat dapat juga terdengar, serta dapat ditemukan regurgitasi mitral ataupun trikuspid. Hati akan membesar dan seringkali teraba pulsasi, edema perifer serta asites akan timbul pada gagal jantung kanan yang lanjut. Pada pemeriksaan fisik jantung akan terdapat tanda-tanda sebagai berikut: Prekordium bergeser ke arah kiri Impuls pada ventrikel kanan Impuls apikal bergeser kelateral yang menunjukkan dilatasi ventrikel kiri. Gelombang presistolik pada pulsasi, serta pada auskultasi terdengar presistolik gallop (S4) Split pada bunyi jantung kedua Gallop ventrikular (S3) terdengar bila terjadi dekompensasi jantung.

Pemeriksaan penunjang Pada pemeriksaan radiologi dada akan terlihat pembesaran jantung akibat dilatasi ventrikel kiri, walaupun seringkali terjadi pembesaran pada seluruh ruang jantung. Pada lapang paru akan terlihat gambaran hipertensi pulmonal serta edema alveolar dan intertisial. Elektrokardiografi akan menunjukkan gambaran sinus takikardi atau fibrilasi atrium, aritmia ventrikel, abormalitas atrium kiri, abnormalitas segmen ST yang tidak spesifik dan kadang-kadang tampak gambaran gangguan konduksi intraventrikular dan low voltage. Pemeriksaan ekokardiografi dan ventrikulografi radionuklir menunjukkan dilatasi ventrikel dan sedikit penebalan dinding jantung atau bahkan normal atau menipis, gangguan fungsi sistolik dengan penurunan fraksi ejeksi. Dapat pula ditemukan peningkatan kadar brain natriuretiic peptide dalam sirkulasi akan membantu diagnosis pasien dalam gejala sesak napas yang tidak jelas etiologinya. Pemeriksaan katerisasi janung dan angiografi koroner seringkali dibutuhkan untuk dapat menyingkirkan penyakit jantung iskemik. Pada angiografi akan terlihat dilatasi, hipokinetik difus dari ventrikel kiri dan regurgitasi mitral dalam drajat yang bervariasi.

Modalitas pemeriksaan lain seperti biopsi endomiokardial transvena tidak diperlukan untuk kardiomiopati dilatasi yag familial atau ideopatik. Tetapi pemeriksaan dibutuhkan untuk diagnostik kardiomiopati sekunder seperti amiloidosis dan miokarditis akut. Pengobatan Karena penyebab dari kardiomiopati dilatasi idiopatik tersebut sesuai definisi tidak diketahui sehingga pengobatan khusus tidak dapat dilakukan. Pengobatan ditujukan sesuai dengan gambaran klinis yang timbul, dimana sebagian besar timbul gejala gagal jantung kongestif. Sehingga pengobatan standart untuk gagal jantung kongestif tersebut yang dibutuhkan, seperti diuretik untuk mengurangi gejala, ACE Inhibitor, dan penghambat beta. Digoksin merupakan pilihan pengobatan lini kedua, dimana dosis optimal yang akan tercapai adalah bila kadar dalam serum mencapai 0,5-0,8 ng/mL. Pengobatan farmakologis bertujuan untuk modifikasi secara langsung akibat dari aktivitas yang lama sistem adrenergik dan renin angiotensin. Sedangkan pengobatan nonfarmakologis seperti pengaturan diet, latihan fisik dan pengobatan farmakologis seperti yang telah disebutkan diatas bertujuan untuk membantu mengontrol gejala yang mungkin timbul. Mortalitas pengobatan yang terbukti dapat memperpanjang usia harapan hidup dengan menurunkan hampir 50% mortalitas akibat gagal jantung pada waktu-waktu terakhir ini: transplantasi jantung, dan pengobatan farmakologis spesifik seperti vasodilator hidralazin ditambah nitrat, ACE Inhibitor (enalapril), penghambat beta (karvedilol dan metoprolol) serta penghambat aldosteron (spironolakton). Angiotensin II Receptor Blocker dapat diberikan pada pasien dengan intoleransi terhadap golongan ACE Inhibitor. Prognosis Secara umum prognosis penyakit ini jelek, survive rate hanya 5-6 tahun. b. Kardiomiopati hipertrofik Kardiomiopati hipertrofik ini ditandai dengan adanya penebalan pada dinding ventrikel tanpa dilatasi, pada kebanyakan kasus ini menyebabkan gagal jantung. Penyakit ini diturunkan secara genetic (dominant autosomal) dan diduga juga karena rangsangan katekolamin, kelainan pembuluh darah koroner kecil, kelainan yang menyebabkan iskemi miokard, kelainan konduksi atrioventrikuler.

Ada 2 macam kardiomiopati hipertrofik yaitu : 1. hipertrofi yang simetris atau kosentris dan 2. hipertrofi septal asimetris. Perubahan makroskopik dapat ditemukan pada daerah septum, interventrikularis. hipertrofi asimetris pada daerah septum ini bisa ditemukan pada daerah distal katup aorta, didaerah apeks. sedang pada hipertrofi simetris jarang ditemukan. Kardiomiopati hipertropik didaerah apikal biasanya disertai dengan kelainan EKG, gelombang T negatif yang dalam` Etiologi Kelainan ini tidak diketahui. Diduga disebabkan katekolamin, kelainan pembuluh darah koroner kecil, kelainan yang menyebabkan iskemia miokard, kelainan konduksi atrioventrikular dan kelainan kolagen. Penyakit ini dapat ditemukan pada kedua jenis kelamin dalam frekuensi yang sama, serta dapat menyerang semua umur. Gangguan irama sering terjadi dan menyebabkan berdebar-debar, pusing sampai sinkop. Tekanan darah sistolik dapat pula menurun, banyak kasus kardiomiopati hipertrofik tidak bergejala/asimtomatis. Orang tua dengan kardiomiopati hipertropik sering mengeluh sesak napas akibat gagal jantung dan angina pektoris yang mengganggu disertai dengan fibrilasi atrium. Pada kasus yang sudah lanjut, malah bisa terdapat pengerasan/kekakuan katup mitral, sehingga dapat memberikan gejala-gejala stenosis atau regurgitasi mitral. Pemeriksaan fisik Pasien kardiomiopati hipertropik biaanya fisisnya baik, berusia muda, denyut janntung teratur, bising sistolik dihubungkan dengan aliran turbulensi pada jalur keluar ventrikel kiri. Bising sistolik dapat berubah-ubah, bisa hilang atau mengurang bila pasien berubah posisi dari berdiri lalu menjongkok atau dengan melakukan olahraga isometrik. Pada pemeriksaan fisik ditemukan pembesaran jantung ringan. Pada apeks teraba getaran jantung sistolik dan kuat angkat. Bunyi jantung keempat biasanya terdegar. Terdengar bising sistolik yang mengeras pada tindakan valsava. Pemeriksaan penunjang

Pada foto rontgen dada terlihat pembesaran jantung ringan sampai sedang, terutama pembesaran atrium kiri. Pada pemeriksaan elektrokardiografi ditemukan hipertrofi ventrikel kiri (kompleks QRS yang sangat tinggi), kelainan segmen ST dan gelombang T, gelombang Q yang abnormal dan aritmia atrial dan vebtrikular. Ekokardiografi ditemukan pengecilan rongga ventrikel kiri, penebalan septum ventrikel dibandingkan dengan dinding posterior ventrikel kiri dengan rasio > 1,5 : 1, penurunan derajat penutupan katup mitral, SAM katup mitral, obstruksi jalur keluar ventrikel kiri, imobilitas relatif septum ventrikel dengan kontraksi yang hebat dinding posterior. Dengan ekokardiografi 2 D dapat dibedakan 3 jenis hipertrofi ventrikel kiri, yaitu hipertrofi septum saja (41%), hipertrofi septum disertai hipertrofi dinding lateral (53%) dan hipertrofi apikal distal (6%). Pemeriksaan lain yaitu radionuklir akan ditemukan ventrikel kiri mengecil atau normal. Fungsi sistolik menguat dan hipertrofi septal asimetrik. Sedang pada MRI berbagai jenis hipertrofi apical ventrikel kiri dapat dibedakan Penataaksanaan Penatalaksanaan ditujukan untuk meningkatkan kualitas hidup dan mencegah terjadinya kematian mendadak. Obat-obatan yang dipakai meliputi penyekat beta (beta bloker), penghambat saluran kalsium (kalsium antagonis), anti aritmia dan obat profilaksis endokarditis infektif. Miomektomi juga dapat dilakukan pada keadaan tertentu yaitu bila gejalanya tidak membaik dengan terapi obat, pembedahan ini tidak mengurangi resiko kematian tetapi hanya mengurangi gejala saja Prognosis Prognosis kardiomiopati ini cukup baik, dimana angka mortalitasnya hanya 1% hingga 4% per tahun. Sebagian dapat berubah menjadi menjadi kardiomiopati kongestif sekalipun sudah dilakukan miomektomi. c. Kardiomiopati restriktif Kardiomiopati restriktif merupakan kelainan yang amat jarang dan sebabnya pun tidak diketahui. Tanda khas untuk kardiomiopati ini adalah addanya gangguan pada fungsi diastolik, dinding ventrikel sangat kaku dan menghalangi pengisian ventrikel.

Pada pemeriksaan patologi anatomi ditemukan adanya fibrosis, hipertrofi atau infiltrasi pada oto-otot jantung yang menyebabkan gangguan fungsi diastolik tersebut. Etiologi Etiologi penyakit ini tidak diketahui. Kardiomiopati restriktif sering ditemukan pada amiloidosis,hemokromatosis, fibroelastosis, dan lain-lain. Gejala Klinis Pasien merasa lemah, sesak nafas. Ditemukan tanda-tanda gagal jantung sebelah kanan. Juga ditemukan tanda-tanda serta gejala penyakit sistemik seperti amiloidosis, hemokromatosis. Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya pembesaran jantung sedang. Terdengar bunyi jantung ketiga atau keempat dan adanya regurgitasi mitral atau trikuspid. Pemeriksaan penunjang Pada pemeriksaan elektrokardiografi ditemukan low-voltage. Terlihat juga gangguan konduksi intra-ventrkular dan gangguan konduksi atrio-ventrikular. Pada pemeriksaan ekokardiografi tampak dinding ventrikel kiri menebal serta penambahan massa didalam ventrikel. Ruang ventrikel normal atau mengecil dan fungsi sistolik yang masih normal. Pada pemeriksaan radionuklir terlihat adanya infiltrasi pada otot jantung. Ventrikel kiri normal atau mengecil, dan fungsi sistolik yang normal. Pada sadapan jantung ditemukan complience ventrikel kiri mengurang dan peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri dan kanan. Diagnosis banding Perikarditis kontriktif adalah penyakit jantung yang secara klinis dan hemodinamik nsukar ddibedakan dengan kardiomiopati restriktif. Kedua kelainan ini perlu dibedakan karena implikasi pengobatan dan prognosisnya yang berbeda. Pengobatan deposisi glikogen,fibrosis endomiokardial, eosinofilia,

Pengobatan pada umumnya sukar diberikan, karena tidak efisien dan tergantung pada penyakit yang menyertainya, obat antiaritmia dapat diberkan bila terdapat gangguan aritmia karena hal ini yang banyak menyebabkan kematian mendadak. Bila gangguan konduksi yang berat alat pacu jantung dapat diberikan. Prognosis Prognosis umumnya jelek. Pengobatan ditujukan untuk menghilangkan edema dengan pemberian diuretik. Obat-obat calcium channel blocking agent dapat digunakan untuk meningkatkan diastolic compliance. Managemen terakhir berupa transplantasi jantung.

BAB III CLINICAL REASONING Keluhan Utama

Keluhan Penyerta
1. Nyeri dada yang hilang timbul 2. 3. 4. Petut membesar. Kaki Bengkak. Nyeri Uluh Hati.

DD. 1. Efusi Pleura 2. CHF 3. Sirosis Hepatis 4. GGK

Pemeriksaan Fisik RR: 32 x/menit JVP meningkat SCM aktif Ictus cordis teraba di ICS VI linea midclavicula sinistra menyebar ke anterior aksilaris sinistra Batas Paru Jantung Kiri: ICS VI linea axilary anterior sinistra Murmus Sistolik. Rhonki +/+ Undulasi + ( asites ) Edema Ekstremitas Bawah.
DD. 1. 2. 3. 4. CHF Cardiomiopaty GGK Efusi Pleura

Pemeriksaan Penunjang. EKG: Kesan Normal. Ro Thorak: Kesan Kardiomegali. DL: Kreatinin 1,0, ureum 80, SGOT 55, SGPT 25.

Assasmet. Observasi dispneu + asites e.c CHF NYHA IV suspect Cardiomiopati

Data penting yang didapatkan dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang dapat mengarahkan ke diagnosis antara lain, 1. Dispnu Didefinisikan sebagai pernapasan sadar yang abnormal dan tidak nyaman, maka dispnu merupakan gejala umum dari penyakit jantung dan penyakit pernapasan dan paling terlihat menonjol pada aktivitas fisik. Gejala ini berbeda dengan sesak napas pada ansietas di mana pernapasan sadar meningkat mencapai hiperventilasi, dan gejala sesak napas ini memburuk pada waktu istirahat atau situasi stress. Hiperventilasi juga menyebabkan gejalagejala lain (banyak di antaranya karena penurunan PCO2 dan alkalosis), seperti parastesi perioral dan perifer, penurunan kesadaran, nyeri tajam pada dada kiri di bawah payudara dan pada kasus ekstreme, tetani. Semakin parah kelainan jantung yang mendasari, dispnu akan mncul pada aktivitas yang lebih ringan dan akhirnya pada waktu istirahat. Tabel 3.1 memperlihatkan penyebab dispnu (Gray, et al, 2002).

Tabel 3.1. Penyebab Dispnu Penyebab Jantung Akut Iskemia atau Kronis Akut Pneumotoraks katup Asma Sindrom hiperventilasi Disfungsi ventrikel Emboli paru kiri Penyakit Non Jantung Kronis Penyakit obstruktif restriktif Hipertensi pulmonal Kelainan dinding dada Anemia Kegemukan atau kurang fit paru atau

infark miokard Regurgitasi mitral akibat korda Terjadinya pada AF ruptur

mitral atau aorta Miksoma atrium

penyakit

katup mitral atau aorta

Dispnu karena penyakit jantung terjadi karena kongesti vena pulmonalis. Adanya tekanan pada atrium kiri akan menimbulkan tekanan vena pulmonalis. Adanya tekanan pada atrium kiri akan menimbulkan tekanan pada atrium kiri akan menimbulkan tekanan vena pulmonalis, yang normalnya berkisar 5 mmHg. Jika meningkat, seperti pada penyakit katup mitral dan aota atau disfungsi ventrikel kiri, vena pulmonalis akan teregang dan dinding

bronkus terjepit dan mengalami edema, menyebabkan batuk iritatif non-produktif dan mengi. Jika tekanan vena pulmonalis naik lebih lanjut dan melebihi tekanan onkotik plasma (sekitar 25 mmHg), jaringan paru menjadi lebih kaku karena edema interstisial (peningkatan kerja otot pernapasan untuk mengembangakan paru dan timbul dispnu), transudat akan terkumpul dalam alveoli yang mengakibatkan edema paru. Jika keadaan berlanjut akan terjadi produksi sputum yang berbuih yang dapat berwarna kemerahan akibat pecahnya pembuluh darah halus bronkus yang membawa darah ke dalam cairan edema (Gray, et al, 2002). Dispnu jantung akan memburuk dalam posisi berbaring terlentang (ortopnu), dan dapat membangunkan pasien pada dini hari disertai keringat dan ansietas (dispnu nokturnal paroksismal) dan akan berkurang jika duduk tegak atau berdiri. Aliran balik vena sistemik ke jantung kanan meningkat pada posisi jantung kanan meningkat pada posisi setengah duduk (recumbent), terutama pada dini hari ketika volume darah paling tinggi, menyebabkan aliran darah paru meningkat dan disertai pula peningkatan lebih lanjut tekanan vena pulmonalis. Tetapi jika kontraksi ventrikel kanan sangat terganggu, seperti pada kardiomiopati dilatasi atau infark ventrikel kana, ortopnu dapat berkurang karena jantung kanan tidak dapat meningkatkan aliran darah paru sebagai respons terhadap peningkatan aliran balik vena (Gray, et al, 2002). Meskipun dispnu jantung dapat terjadi akut, umpamanya akibat gagal ventrikel kiri pascainfark miokard akut, dispnu lebih sering memiliki onset gradual dan bersifat kronis, membuiruk dengan lambat selama beberapa minggu atau bulan. Pada dispnu yang timbul mendadak harus dipertimbangkan sebab-sebab lain seperti pneumotoraks atau emboli paru (Gray, et al, 2002). Pada pasien ini, penyebab dispnu lebih mengarah ke kelainan jantung karena dispnu memburuk dalam posisi berbaring terlentang dan pasien terkadang bangun pada malam hari akibat dispnu yang dialaminya. Dilihat dari onsetnya, dispnu pada pasien merupakan dispnu yang kronis. Etiologi dispnu kronis yang diakibatkan oleh jantung antara lain adalah disfungsi ventrikel kiri, penyakit katup mitral atau aorta, dan miksoma atrium.

2. Nyeri dada yang hilang timbul. Nyeri dada seperti disebutkan di atas merupakan tanda yang tidak cukup spesifik untuk Acute Coronary Artery (ACS). Dimana Acute Coronary Syndrome merupakan sindroma klinis yang terdiri dari infark miokard akut dengan atau tanpa elevasi segmen ST serta angina tidak stabil. Keluhan utamanya berupa nyeri dada yang dirasakan semakin memberat seperti

tertekan benda berat serta menjalar ke punggung, lengan, atau ke rahang atau daerah sekita jantung, dan klasifikasi berdasarkan gambaran EKG, sebagai berikut : (Daga, 2011) a. Nyeri dada khas disertai elevasi segmen ST (STEMI), yang disebabkan oleh oklusi total arteri koroner epikardial. b. Nyeri dada khas tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI), yang disebabkan oleh penyempitan arteri koroner yang berat, oklusi transien, atau mikroembolisasi oleh trombus.

Mekanisme pasti bagaimana iskemia menyebabkan nyeri masih belum jelas. Diduga reseptor syaraf terangsang oleh metabolit yang tertimbun oleh suatu zat kimia antara yang belum diketahui, atau oleh stres mekanik lokal akibat kelainan kontraksi miokardium (Brown, 2005). Pada pasien ini nyeri dirasakan nyeri pada dada kiri tetapi dirasakan hilang timbul dan tidak menjalar hingga ke punggung serta tidak terasa seperti tertindih beban berat. Pada pasien ini kemungkinan nyeri disebabkan oleh pendesakan akibat pembeseran dari jantung ataupun pembesaran perut akibat asites pada pasien.

3. Murmur Murmur (bising) jantung merupakan akibat aliran darah turbulen yang menimbulkan sejumlah vibrasi. Terdapat empat faktor utama dalam timbulnya murmur (Tilkian dan Kornover, 2002), Kecepatan aliran tinggi melalui katup normal atau abnormal Aliran ke depan melalui katup yang mengalami konstriksi atau irregular atau ke dalam pembuluh darah yang berdilatasi. Aliran kembali melalui katup inkompeten, defek septum, atau PDA. Viskositas berkurang yang menyebabkan turbulensi meningkat dan ikut berpera dalam menimbulkan dan memperkuat murmur. Kuat murmur digradasikan dari I sampai VI (Tilkian dan Kornover, 2002), Grade I Hanya terdengar dengan konsentrasi khusus, nyata tetapi sangat lemah, biasanya tidak terdengar selama beberapa detik pertama mendengarakan. Grade II Lemah, tetapi segera terdengar Grade III Tidak keras, tetapi agak lebih keras dibandingkan dengan Grade II, intensitas sedang.

Grade IV Keras, tetapi masih dengan intensitas sedang; umumnya disertai dengan vibrasi dapat teraba atau thrill.

Grade V Sangat keras dan terdengar dengan hanyasatu pinggir stetoskop pada dinding dada. Terdapat thrill.

Grade VI Demikian keras sehingga masih dapat terdengar bila stetoskop di angkat sedikit dari dari dinding dada. Terdapat thrill. Juga terdengar dengan telinga didekatkan pada dada tanpa stetoskop.

Murmur digambarkan menurut posisi dalam siklus jantung yaitu murmur sistolik dan diastolik. Murmur sistolik terjadi antara S1 dan S2 sementara murmur diastolik terjadi antara S2 dan S1 (Tilkian dan Kornover, 2002).

Gambar 3.1. Lokasi auskultasi jantung. Pada pasien ini, didapatkan murmur sistolik yang terdengar di parasternal kanan ICS 2 hal ini kemungkinan besar disebabkan akibat pembesaran jantung ( kardiomegali ) yang progresis sehingga menyebabkan perubahan dari segi anatomi jantung khususnya katup katup jantung semakin melebar yang akan menyebabkan aliran balik vena.

4. Distensi Vena Jugularis

Bila ventrikel kanan tidak mampu berkompensasi, maka akan terjadi dilatasi venterikel dan peningkatan volume curah jantung pada akhir diastolik dan terjadi peningkatan laju tekanan darah pada atrium kanan. Apabila terjadi dekompensasi venterikel kanan maka kondisi pasien dapat ditandai adanya edema tungkai kaki dan distensi vena jugularis pada leher.

5. Edema Edema merupakan terkumpulnya cairan di dalam jaringan interstisial lebih dari jumlah yang biasa atau di dalam berbagai rongga tubuh mengakibatkan gangguan sirkulasi pertukaran cairan elektrolit antara plasma dan jaringan interstisial. Jika edema mengumpul di dalam rongga maka dinamakan efusi, misalnya efusi pleura dan pericardium. Penimbunan cairan di dalam rongga peritoneal dinamakan asites. Pada jantung terjadinya edema yang disebabkan terjadinya dekompensasi jantung (pada kasus payah jantung), bendungan bersifat menyeluruh. Hal ini disebabkan oleh kegagalan venterikel jantung untuk memopakan darah dengan baik sehingga darah terkumpul di daerah vena atau kapiler, dan jaringan akan melepaskan cairan ke intestisial. Edema pada tungkai kaki terjadi karena kegagalan jantung kanan dalam mengosongkan darah dengan adekuat sehingga tidak dapat mengakomodasi semua darah yang secara normal kembali dari sirkulasi vena. Edema ini di mulai pada kaki dan tumit (edema dependen) dan secara bertahap bertambah keatas tungkai dan paha dan akhirnya ke genitalia eksterna dan tubuh bagian bawah. Edema sakral jarang terjadi pada pasien yang berbaring lama, karena daerah sakral menjadi daerah yang dependen. Bila terjadinya edema maka kita harus melihat kedalaman edema dengan pitting edema. Pitting edema adalah edema yang akan tetap cekung bahkan setelah penekanan ringan pada ujung jari , baru jelas terlihat setelah terjadinya retensi cairan paling tidak sebanyak 4,5 kg dari berat badan normal selama mengalami edema (Brunner Grading edema 1+: pitting sedikit/ 2mm, menghilang dengan cepat 2+: pitting lebih dalam/ 4mm, menghilang dalam waktu 10-15 dtk 3+: lubang yang dalam/6mm, menghilang dalam waktu 1 mnt 4+: lubang yang sangat mendalam/ 8mm berlangsung 2-5 mnt, ekstremitas dep terlalu terdistruksi

Pada gagal jantung, jantung gagal memompa darah secara normal dari vena kedalam arteri; hal ini meningkatkan tekanan vena dan tekanan kapiler, yang menyebabkan peningkatan filtrasi kapiler. Selain itu, tekanan arteri cenderung turun, menyebabkan penurunan ekskresi garam dan air oleh ginjal, yang meningkatkan volume darah dan lebih lanjut meningkatkan tekanan hidrostatik kapiler sehingga edema makin bertambah. Penurunan aliran darah ke ginjal juga merangsang sekresi renin, menyebabkan peningkatan pembentukan angiotensin II dan peningkatan sekresi aldosteron, yang menambah beratnya retensi garam dan air oleh ginjal. Jadi, pada gagal jantung yang tidak diobati, semua faktor bekerja sama membentuk edema ekstrasel yang hebat. Pasien pada gagal jantung kiri tanpa gagal jantung kanan yang bermakna, darah dipompa secara normal keparu-paru oleh jantung kanan tapi tidak dapat keluar dengan dari vena pulmonalis ke jantung kiri karena sisi jantung kiri ini sangat lemah. Akibatnya, semua tekanan pembuluh paru termasuk kapiler paru, meningkat jauh di atas normal,

menyebabkan edema paru berat. Edema paru ini akan menyebabkan terdengarnya rhonki basah halus pada auskultasi.

DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth, Buku Saku Patofisiologi, Jakarta, EGC; 2000. Gray, Huon H., et,al. Gagal Jantung. Dalam: Gray, Huon H., et,al. Ed. Lecture Notes: Kardiologi. Edisi keempat. Jakarta: Erlangga, 2002, h. 80 97 Manurung, Daulat. Gagal Jantung Akut. Dalam: Sudoyo, Aru W., Ed. Buku Ajar ilmu Penyakit Dalam. Edisi Lima. Jakarta: Interna Publishing, 2009, h. 1586 1595. Nafriadi. 2007. Antihipertensi, Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Panggabean, Marulam M. Gagal Jantung. Dalam: Sudoyo, Aru W., Ed. Buku Ajar ilmu Penyakit Dalam. Edisi Lima. Jakarta: Interna Publishing, 2009, h. 1583 1585. Prabowo, Pramonohadi. Gagal Jantung. Dalam: Joewono, Boedi S., Ed. Ilmu Penyakit Jantung. Surabaya: Airlangga University Press, 2003, h. 135 145. Setiawati, A. Nafriadi. 2007. Obat Gagal Jantung, Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Suryadipraja, R. Miftah. Gagal Jantung dan Penatalaksanaannya. Dalam: Noer, Sjaifoellah, Ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 1996, h. 975 985 Suyatna. 2007. Antiangina, Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Anda mungkin juga menyukai