Anda di halaman 1dari 13

Latar Belakang Akuntansi Pendapatan Laporan Operasional (LO) Dalam Akuntansi Pemerintahan

10 JUNE 2013POSTED IN: ARTIKEL

Oleh Dr. Jan Hoesada, CPA.

Basis Penyusunan PSAP Pendapatan LO


Kita sama mafhum bahwa akuntansi pendapatan terbagi menjadi akuntansi pendapatan LRA berbasis kas dan akuntansi pendapatan LO berbasis akrual. Pada LO, Pendapatan wajib diklasifikasi berdasar sumber pendapatan (Paragraf 23 PSAP 12, Lampiran I PP 71/2010). Sumber pendapatan dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar jenis pendapatan, yaitu (1) pendapatan pajak, (2) pendapatan bukan pajak, dan (3) pendapatan hibah, sesuai Paragraf 24 Lampiran 1.13 PSAP 12, PSAP Pendapatan mungkin juga melakukan penjelasan berdasar klasifikasi pendapatan non-transaksi dan pendapat berbasis transaksi agar sesuai IPSAS dan Bultek Pendapatan CTA/ Full Accrual. Pendapatan-LO diakui (tergantung mana yang lebih dahulu terjadi; penerimaan kas atau hak tagih) (1) pada saat diterima (Paragraf 22) atau (2) pada saat timbulnya hak atas pendapatan sesuai Paragraf 19 Lampiran 1.13 PSAP 12, pada saat hak menagih pendapatan sesuai Paragraf 20 Lampiran 1.13 PSAP 12, karena itu pengakuan akuntansi pendapatan berbasis penerimaan KUN/KUD merupakan penyimpangan standar berbasis akrual paripurna. PSAP pendapatan mendukung PSAP 13 vide Lampiran 1.13 PSAP 12, PP 71/2010 tentang Laporan Operasional (LO) untuk pengakuan, pengukuran, pencatatan dan pelaporan pendapatan. Pendapatan berbasis akrual mendukung LO berbasis akrual, karena itu pengakuan akuntansi pendapatan berbasis penerimaan KUN/KUD merupakan penyimpangan dari standar berbasis akrual paripurna. Basis akrual akuntansi pendapatan LO mengakui pengaruh transaksi penghasil pendapatan atau peristiwa lain penghasil pendapatan pada saat transaksi atau peristiwa penyebab timbulnya hak atas pendapatan terjadi, tanpa

memerhatikan saat pendapatan tersebut diterima dalam bentuk tunai atau bentuk penerimaan lain , yang dimodifikasi sejalan dengan sub-bab Definisi tentang Basis Akrual pada Lampiran 1.02 PSAP 01, karena itu pengakuan akuntansi pendapatan berbasis penerimaan KUN/KUD merupakan penyimpangan dari standar berbasis akrual paripurna. PSAP Pendapatan mengatur kebijakan akuntansi pendapatan berdasar prinsip-prinsip, dasar-dasar, konvensikonvensi, aturan-aturan dan praktik spesifik yang boleh dipilih suatu entitas pelaporan dalam penyusunan dan penyajian LK, mengambil hikmah sub-bab Definisi tentang Basis Akrual pada Lampiran 1.02 PSAP 01. Pendapatan-LO adalah hak pemerintah Pusat/Daerah yang diakui sebagai penambah ekuitas dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan dan karena bukan penerimaan hutang maka tidak perlu dikembalikan entitas penerima pendapatan, selaras dengan sub-bab Definisi tentang Basis Akrual pada Lampiran 1.02 PSAP 01. Pendapatan LO menyebabkan munculnya piutang pajak dan piutang bukan pajak berasal dari pendapatandalam neraca, sesuai Paragraf 49 Lampiran 1.02 PSAP 01 diakui sebatas potensi ketertagihan piutang sejalan dengan Paragraf 67 dan 68 Lampiran 1.02 PSAP 01. Untuk SPT Masa Lebih Bayar, pendapatan pajak diterima tunai sebagian harus dikembalikan, menjadi kewajiban pemerintah, sejalan dengan Paragraf 81 sampai dengan 83 Lampiran 1.02 PSAP 01 tentang pengakuan dan pengukuran kewajiban pengembalian penerimaan pajak kepada WP, atau dikompensasi kepada jenis pajak lain yang terhutang sesuai kegiatan kompensasi dan bukti kompensasi dari pemerintah c.q. Ditjen Pajak. Pengembalian pendapatan bersifat normal dan berulang atas pendapatan-LO periode lalu dan periode sekarang diperlakukan sebagai pengurang pendapatan (Pasal 29 Lampiran 1.13 PSAP 12), sedang koreksi dan/atau pengembalian pendapatan bersifat tidak berulang dicatat sebagai pengurang pendapatan periode ditemukan koreksi kesalahan atau periode pengembalian pendapatan (Pasal 30 Lampiran 1.13 PSAP 12). Pendapatan LO diklasifikasi berdasar sumber pendapatan dan klasifikasi ekonomi atau fungsi/program. Pendapatan wajib diklasifikasi berdasar sumber pendapatan sejalan dengan Paragraf 23 PSAP 12, lampiran I PP 71/2010, pendapatan akrual LO diklasifikasi menurut klasifikasi ekonomi atau klasifikasi fungsi/program, sejalan dengan Paragraf 93 Lampiran 1.02 PSAP 01. Beban LO diklasifikasi menurut klasifikasi ekonomi saja, sesuai Paragraf 95, sesuka-hati, secara sukarela & tidak perlu konsisten/terus menerus (arbitrer) dapat diklasifikasi lanjut dalam klasifikasi fungsi, sesuai Paragraf 96 Lampiran 1.02 PSAP 01 dengan memerhatikan kebiasaan, sejarah klasifikasi dan peraturan per-UU-an, disamping Paragraf 32 sampai dengan 41 Lampiran 1.13 PSAP 12. Mengambil hikmah dua paragraf tersebut di atas, matriks persamaan dan perbedaan klasifikasi pendapatan dan beban LO adalah sebagai berikut:

Keterangan

Klasifikasi pertama

Klasifikasi kedua Klasifikasi fungsi/program

Klasifikasi ketiga

Pendapatan LO Sumber Pendapatan

ekonomiAtau Tidak ada

Beban LO

Tidak ada

Klasifikasi ekonomi

Klasifikasi fungsi

CALK mengungk

apkan kebijakan akuntansi pendapatan LO dan kebijakan akuntansi pendapatan LRA, sesuai Paragraf 110 Lampiran

1.02 PSAP 01, mengungkapkan sifat operasi dan kegiatan pokok terkait pada pendapatan pokok entitas sesuai Paragraf 113 Lampiran 1.02 PSAP 01. Lampiran 1 dari Lampiran 1.02 PSAP 01 meminta tampilan Piutang Pajak pada neraca, dalam azas akrual paripurna (full accrual) tentunya berasal dari jurnal munculnya pendapatan pajak berbentuk hak tagih pajak atau piutang pajak, bukan berbasis koreksian akhir tahun seperti pada CTA-PP 24/2005. Kelebihan bayar SPT Masa WP pada saat SPT rampung menyebabkan hutang pemerintah kepada WP, pada Lampiran 1 dari Lampiran 1.02 PSAP 01 mungkin masuk pos neraca Perhitungan Fihak Ketiga (PFK). Pendapatan dari operasi dihentikan dalam pertengahan tahun berjalan dicatat dan dilaporkan sesuai SPAP Pendapatan seperti biasa, seolah-olah operasi itu berjalan sampai akhir tahun LK, sesuai Paragraf 49 Lampiran 1.11 PSAP 10. LO disandingkan dengan periode sebelumnya, karena itu informasi pendapatan tersanding perlu konsisten secara akrual, sesuai Paragraf 5 Lampiran 1.13 PSAP 12. Pendapatan akrual dalam LO berguna untuk evaluasi kinerja pemerintah umumnya, aspek efisiensi, efektivitas, dan kehematan perolehan pendapatan khususnya, sesuai Paragraf 7 (b) Lampiran 1.13 PSAP 12. Pendapatan LO dinyatakan sesuai azas bruto pendapatan, sesuai definisi pada Lampiran 1.13 PSAP 12. Karena beban dicatat berbasis akrual, temu pendapatan dan beban menghasilkan surplus/defisit akrual dari kegiatan operasional dan surplus-defisit LO secara akrual, disajikan sesuai struktur LO vide Paragraf 13 Lampiran 1.13 PSAP 12. Pendapatan LO berasal dari hibah berbentuk barang dan barang rampasan diakui pada tanggal transaksi hibah terjadi, diukur dengan nilai wajar barang tersebut, sesuai Paragraf 57 Lampiran 1.13 PSAP 12. Pendapatan LO berbentuk jasa diterima diakui pada saat jasa profesional diterima atau dinikmati pemerintah, diukur dengan nilai wajar jasa profesional tersebut misalnya tarif jasa dokter umum pada saat pemulihan paska bencana, sesuai Paragraf 57 Lampiran 1.13 PSAP 12 apabila mempunyai bukti transaksi akuntansi cukup handal terpercaya yang dapat diaudit. Pos luar biasa LO pada Paragraf 49 dan 50 Lampiran 1.13 PSAP 12 mungkin mengandung unsur penghasilan kagetan, pendapatan luar biasa, keuntungan neto pelepasan aset tetap. Penjualan persediaan berasal dari belanja barang menyebabkan pendapatan pertukaran, pendapatan karcis heritage assets (seperti Candi Borobudur) atau lokasi pariwisata dipungut retribusi adalah pendapat pertukaran jasa atraksi turisme dengan para turis.

Pengakuan Pendapatan Saat Penerimaan Pendapatan Oleh Kun/Kud


Laporan LO perlu disajikan apabila terdapat perbedaan Pendapatan LO akrual dan pendapatan LRA berbasis kas, sehingga pendapatan LO basis akrual tak dapat menggunakan basis kas pengakuan pendapatan LRA yang diakui pada saat diterima pada Rekening Kas Negara/Daerah sesuai paragraf 21 Lampiran 1.03 PSAP 02.

Apabila KSAP memutuskan pendapatan LO tepat sama dengan pendapatan LRA, maka PSAP Pendapatan versi PP 71/2010 jatuh kebelakang (fall back) kepada PP 24/2005 berbasis kas.

Pengakuan Pendapatan Berbasis Akrual Paripurna


Secara akrual paripurna, Pendapatan-LO adalah hak pemerintah Pusat/Daerah yang diakui sebagai penambah ekuitas dalam period tahun anggaran yang bersangkutan dan karena bukan penerimaan hutang maka tidak perlu dikembalikan entitas penerima pendapatan, selaras dengan sub-bab Definisi tentang Basis Akrual pada Lampiran 1.02 PSAP 01. Pendapatan akrual diakui hanya apabila jumlah dan waktu ketertagihan dapat diperkirakan secara handal, kemungkinan realisasi pendapatan akrual (ketertagihan) adalah besar ( probable). Apabila tak memenuhi syarat tersebut, pendapatan diakui saat pendapatan diterima dan dicatat sebesar penerimaan tersebut (basis kas karena alasan kepraktisan akuntansi / expediency). Pendapatan-LO diakui -tergantung mana yang lebih dahulu terjadi- penerimaan kas atau hak tagih : (1) pada saat tunai pendapatan diterima (Paragraf 22) atau (2) pada saat timbulnya hak atas pendapatan sesuai Paragraf 19 Lampiran 1.13 PSAP 12, pada saat hak menagih pendapatan sesuai Paragraf 20 Lampiran 1.13 PSAP 12, karena itu pengakuan akuntansi pendapatan LO berbasis penerimaan KUN/KUD merupakan penyimpangan standar berbasis akrual paripurna. Pada saat WP terutang pajak, maka negara berpiutang pajak. Karena itu, Undang-undang perpajakan bagi WP merupakan dasar pengakuan dan pengukuran piutang pajak dan pendapatan akrual pemerintah. Apabila menggunakan basis UU Pajak, maka saat pengakuan pendapatan pajak harus menggunakan basis legal tersebut. Setiap jenis pajak mempunyai basis legal yang berbeda, karena itu pengakuan dan pengukuran pendapatan pajak untuk setiap jenis pajak berbeda-beda. Standar Pendapatan dapat menyebutkan secara generik, bahwa pendapatan pajak harus diklasifikasi berdasar jenis pajak berjumlah signifikan, tiap jenis pajak diakui dan diukur berdasar hukum perpajakan. Karena UU Pajak memberi kisi-kisi saat pengakuan pendapatan pada saat pajak-terutang oleh WP, maka PSAP Pendapatan wajib mematuhi UU tentang saat pengakuan timbulnya hak-kewajiban perpajakan itu. Karena itu, basis pengakuan pendapatan saat diterima KUN/KUD mungkin kurang tepat, disamping alasan Akuntansi Berbasis Kas tersebut di paragraf lain makalah ini. Pengakuan pendapatan LO tak boleh berbasis kas. PSAP pendapatan LO mendukung PSAP 13 vide Lampiran 1.13 PSAP 12, PP 71/2010 tentang Laporan Operasional (LO) untuk pengakuan, pengukuran, pencatatan dan pelaporan pendapatan. Pendapatan berbasis akrual mendukung LO berbasis akrual, karena itu pengakuan akuntansi pendapatan berbasis penerimaan KUN/KUD apabila terjadi merupakan penyimpangan dari standar berbasis akrual paripurna. Basis akrual akuntansi pendapatan LO mengakui pengaruh transaksi penghasil pendapatan atau peristiwa lain penghasil pendapatan pada saat transaksi atau peristiwa penyebab timbulnya hak atas pendapatan terjadi, tanpa memerhatikan saat pendapatan tersebut diterima dalam bentuk tunai atau bentuk penerimaan lain, yang dimodifikasi sejalan dengan sub-bab Definisi tentang Basis Akrual pada Lampiran 1.02 PSAP 01, karena itu pengakuan akuntansi pendapatan tersentralisasi berbasis penerimaan KUN/KUD merupakan penyimpangan dari standar tentang saat pengakuan pendapatan.

PSAP Pendapatan mengatur kebijakan akuntansi pendapatan berdasar prinsip-prinsip, dasar-dasar, konvensikonvensi, aturan-aturan dan praktik spesifik yang boleh dipilih suatu entitas pelaporan dalam penyusunan dan penyajian LK, mengambil hikmah sub-bab Definisi tentang Basis Akrual pada Lampiran 1.02 PSAP 01. Karena itu, pendapatan perpajakan berbasis akrual mengikuti hukum pajak. Pendapatan LO menyebabkan munculnya piutang pajak dan piutang bukan pajak berasal dari pendapatandalam neraca, sesuai Paragraf 49 Lampiran 1.02 PSAP 01 diakui sebatas potensi ketertagihan piutang sejalan dengan Paragraf 67 dan 68 Lampiran 1.02 PSAP 01. Untuk SPT Masa Lebih Bayar, pendapatan pajak diterima tunai sebagian harus dikembalikan, menjadi kewajiban pemerintah, sejalan dengan Paragraf 81 sampai dengan 83 Lampiran 1.02 PSAP 01 tentang pengakuan dan pengukuran kewajiban pengembalian penerimaan pajak kepada WP, atau dikompensasi kepada jenis pajak lain yang terhutang sesuai kegiatan kompensasi dan bukti kompensasi dari pemerintah c.q. Ditjen Pajak. Pengembalian pendapatan bersifat normal dan berulang atas pendapatan-LO periode lalu dan periode sekarang diperlakukan sebagai pengurang pendapatan (Pasal 29 Lampiran 1.13 PSAP 12), sedang koreksi dan/atau pengembalian pendapatan bersifat tidak berulang dicatat sebagai pengurang pendapatan periode ditemukan koreksi kesalahan atau periode pengembalian pendapatan (Pasal 30 Lampiran 1.13 PSAP 12). Pendapatan akrual LO diklasifikasi menurut klasifikasi ekonomi atau klasifikasi fungsi/program, sejalan dengan Paragraf 93 Lampiran 1.02 PSAP 01. Beban LO diklasifikasi menurut klasifikasi ekonomi saja, sesuai Paragraf 95, sesuka-hati, secara sukarela & tidak perlu konsisten/terus menerus (arbitrer) dapat diklasifikasi lanjut dalam klasifikasi fungsi, sesuai Paragraf 96 Lampiran 1.02 PSAP 01 dengan memerhatikan kebiasaan, sejarah klasifikasi dan peraturan per-UU-an, disamping Paragraf 32 sampai dengan 41 Lampiran 1.13 PSAP 12. Berdasar dua paragraf tersebut di atas, pendapatan sebaiknya diklasifikasi berdasar klasifikasi ekonomi. Karena beban wajib berklasifikasi ekonomi, basis klasifikasi ekonomi bagi pendapatan adalah terbaik, karena menyebabkan layak-temu-pendapatanbeban (proper matching cost against revenue) pada LO. CALK mengungkapkan kebijakan akuntansi pendapatan LO dan kebijakan akuntansi pendapatan LRA, sesuai Paragraf 110 Lampiran 1.02 PSAP 01, mengungkapkan sifat operasi dan kegiatan pokok terkait pada pendapatan pokok entitas sesuai Paragraf 113 Lampiran 1.02 PSAP 01. Lampiran 1 dari Lampiran 1.02 PSAP 01 meminta tampilan Piutang Pajak pada neraca, dalam azas akrual paripurna (full accrual) tentunya berasal dari jurnal munculnya pendapatan pajak berbentuk hak tagih pajak atau piutang pajak, tidak boleh lagi berbasis koreksian akhir tahun sesuai CTA-PP 24. Kelebihan bayar SPT Masa WP pada saat SPT rampung menyebabkan utang pemerintah kepada WP, pada Lampiran 1 dari Lampiran 1.02 PSAP 01 mungkin masuk pos neraca Perhitungan Fihak Ketiga (PFK). Pendapatan dari operasi dihentikan dalam pertengahan tahun berjalan dicatat dan dilaporkan sesuai SPAP Pendapatan seperti biasa, seolah-olah operasi itu berjalan sampai akhir tahun LK, sesuai Paragraf 49 Lampiran 1.11 PSAP 10. LO dipersandingkan dengan periode sebelumnya, karena itu informasi pendapatan tersanding perlu konsisten secara akrual, sesuai Paragraf 5 Lampiran 1.13 PSAP 12. Bagi pembuat LKK versi PP 24/2005 yang melanjutkan dengan penyajian LO versi PP 71/2010, penyandingan dua periode LKK terakhir & LO pertama pada hemat saya dimungkinkan sepanjang perlakuan akuntansi keduanya kebetulan sama, mengingat PP 24/2005 belum dilengkapi Standar LKK.

Pendapatan akrual dalam LO berguna untuk evaluasi kinerja pemerintah umumnya, aspek efisiensi, efektivitas dan kehematan perolehan pendapatan khususnya, sesuai Paragraf 7 (b) Lampiran 1.13 PSAP 12. Hal ini perlu diungkapkan pada awal PSAP Pendapatan. Pendapatan LO dinyatakan sesuai azas bruto pendapatan, sesuai definisi pada Lampiran 1.13 PSAP 12. Karena beban dicatat berbasis akrual, temu pendapatan dan beban menghasilkan surplus/defisit akrual dari kegiatan operasional dan surplus-defisit LO secara akrual, disajikan sesuai struktur LO vide Paragraf 13 Lampiran 1.13 PSAP 12. Pendapatan LO berasal dari hibah berbentuk barang dan barang rampasan diakui pada tanggal transaksi hibah terjadi, diukur dengan nilai wajar barang tersebut, sesuai Paragraf 57 Lampiran 1.13 PSAP 12. Pendapatan LO berbentuk jasa diterima diakui pada saat jasa profesional diterima atau dinikmati pemerintah, diukur dengan nilai wajar jasa profesional tersebut misalnya tarif jasa dokter umum pada saat pemulihan paska bencana, sesuai Paragraf 57 Lampiran 1.13 PSAP 12 apabila mempunyai bukti transaksi akuntansi cukup handal terpercaya yang dapat diaudit. Pos luar biasa LO pada Paragraf 49 dan 50 Lampiran 1.13 PSAP 12 mungkin mengandung unsur penghasilan kagetan, pendapatan luar biasa, keuntungan neto pelepasan aset tetap. Penjualan persediaan berasal dari belanja barang menyebabkan pendapatan pertukaran. Pendapatan jasa tontonan berupa karcis heritage assets (seperti Candi Borobudur) dan retribusi parkir umum di halaman candi adalah pendapatan pertukaran jasa atraksi turisme dengan para turis.

Bahan Pertimbangan Penyusunan PSAP Pendapatan


Mengambil hikmah dari IFRS tentang pendapatan, berbagai prinsip, dasar, konvensi, praktik yang perlu diperhatikan pada saat penyusunan PSAP Pendapatan LO adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. Pendapatan penjualan barang pemerintah diukur dengan nilai wajar akan diterima, memerhitungkan potongan harga, potongan kuantitas, rabat dan lain-lain. Pendapatan penjualan tunai diakui sebesar kas bersih diterima hasil penjualan tersebut. Pendapatan penjualan jasa secara tunai diakui sebesar kas bersih diterima hasil penjualan jasa tersebut. IFRS menyatakan piutang diukur dengan nilai-tertagih yang terdiskonto dengan nilai tunai kini (net present value), untuk memudahkan, sebaiknya PSAP tak menggunakan nilai realisasi bersih terdiskonto oleh nilai waktu dari uang (time value of money). PSAP agar kasar sedikit, namun lebih praktis, mengingat proses perhitungan NPV dari collectible AR bagi pemerintahan adalah hal yang merepotkan. Audit terhadap tingkat bunga diskonto terpilih bagi NPV juga merepotkan BPK. Bahkan kalau boleh saya mengusulkan basis historis murni saja untuk pendapatan berbentuk piutang, apabila tak tertagih barulah dibuang ke LO sebagai Beban Piutang Gagal Tagih pada tahun piutang negara dinyatakan dihapus buku & hapus tagih (lihat karangan saya pada Bultek Piutang, sebagian besar diadopsi oleh Bultek Piutang). 5. 6. Tak ada pendapatan dari transaksi barter, tukar guling atau semacamnya. Pengakuan pendapatan transaksi penjualan barang dilakukan apabila ada potensi manfaat ekonomi mengalir kepada penjual dalam bentuk tunai atau hak tagih (piutang) yang dapat dihitung atau diukur besarnya, hak kepemilikan atas barang dilepaskan, manfaat dan risiko atas barang beralih kepada

pembeli. Apabila pelepas barang menerima manfaat sosial sebagai ganti manfaat ekonomi, pelepasan barang itu tidak menghasilkan pendapatan transaksi pertukaran. Pelepasan itu mungkin disebut bantuan sosial kepada masyarakat, hibah kepada pemerintahan lain & lembaga internasional. Bukti transaksi pengakuan pendapatan diatur dalam sistem akuntansi pendapatan penjualan barang dagangan/jasa pemerintahan, misalnya faktur, surat jalan barang, tanda terima pembeli. 7. Pengakuan pendapatan atas jasa layanan pemerintah bertarif dilakukan apabila pendapatan jasa bertarif resmi sesuai peraturan pemerintah, jumlah jasa dan nilai pungutan dapat diukur secara handal, pembelian atas dasar manfaat diharapkan bukan paksaan. Bila pungutan dipaksakan tanpa manfaat langsung bagi pembayar, mungkin tergolong pendapatan nontransaksi atau pajak. Bukti transaksi kas untuk transaksi penjualan kas, misalnya karcis masuk museum. Pengakuan pendapatan berlaku pada penjualan bersyarat kredit dengan angsuran. 8. 9. Retur penjualan mengurangi pendapatan saat barang diterima kembali. Pendapatan pemerintah berbasis penjualan barang dan/atau jasa berdasar hubungan langganan diakui sesuai syarat kontrak, misalnya berdasar pengiriman/penerimaan atau berdasar tagihan bulanan dari penjual. 10. Pendapatan pemerintah dari kontrak konstruksi diakui apabila pendapatan dapat diukur secara handal, manfaat akan mengalir dalam bentuk hasil konstruksi, biaya konstruksi dapat diukur dan dicatat secara handal sesuai jenis kontrak konstruksi, misalnya pembayaran bertahap sesuai tahap penyelesaian konstruksi atau pada saat serah terima konstruksi jadi. 11. Pendapatan pemerintah berbentuk rolyalti diakui sesuai perjanjian hak pakai suatu formula atau fasilitas khusus. 12. Pada entitas pemerintah, pertumbuhan alamiah aset pertanian-perikanan-kehutanan (mis. hutan industri) atau aset biologi lain tidak diakui sebagai pendapatan. 13. Pendapatan pertanian-perikanan-kehutanan diakui pada saat barang hasil pertanian-perikanankehutanan dipanen/dipungut/ditambang, diakui dalam neraca pemerintah sebagai persediaan akan digunakan dan/atau dijual. 14. Piutang pemerintah tak tertagih yang dinyatakan hapus tagih dan hapus buku secara hukum (sah, resmi, sesuai prosedur keuangan negara) mengurangi pendapatan tahun berjalan. 15. Pendapatan tertagih dan digunakan langsung oleh penerima, tetap harus dilaporkan sebagai pendapatan LO. Kesalahan/pelanggaran prosedur penyetoran pendapatan ke KUN/KUD harus dinyatakan pada CALK. 16. Hak pemerintah atas dividen dan bunga dicatat sebagai pendapatan akrual.

Kesimpulan
Segala Buletin Teknis tentang pendapatan harus selaras dengan PSAP yang telah terbit, demikian pula pemikiran tentang PSAP Pendapatan LO harus selaras dengan berbagai PSAP terdahulu. Pengakuan pendapatan pada saat diterima KUN/KUD adalah akuntansi berbasis kas, tak layak digunakan sebagai basis utama PSAP Pendapatan. Apabila pendapatan dan piutang tak diakui oleh masing-masing satker penerima pendapatan, maka tak ada akuntansi akrual & pengendalian piutang. Perkecualian sehat diperkenankan, penggunaan basis kas untuk pengakuan pendapatan berkepastian ketertagihan tidak menentu atau kolektibilitas pendapatan akrual yang amat rendah , sebagai perkecualian pendapatan berbasis akrual karena azas kepraktisan berakuntansi (expendiency principle).

KSAP hendaknya memertimbangkan keterterapan PSAP Pendapatan pada tataran sistem akuntansi pemerintahan pemerintah pusat (SPAN). Masyarakat akuntansi pemerintahan hendaknya mewaspadai berbagai hal sebagai berikut: 1. Seluruh sistem akuntansi memberi tekanan perhatian pada penggunaan anggaran dan penggunaan barang, sedikit menyinggung penerimaan anggaran pendapatan. Karena itu berbagai sistem akuntansi yang telah ada, misalnya SIMDA, SPAN, dll amat perlu dilengkapi dimensi akrual pendapatan dan penerimaan pendapatan. 2. 3. 4. Sistem Akuntansi Instansi (SAI) dilaksanakan K/L dipimpin Pejabat Eselon 1 Kesekretariatan K/L, terdiri atas SAK, SIMAK-BMN dan SIM. Sistem Akuntansi Keuangan (SAK) dipimpin Ka. Biro Keuangan/Pejabat yang menangani keuangan dibantu Kabag dan Kasubag verifikasi, akuntansi dan pelaporan. Sistem Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK-BMN) dipimpin Ka. Biro Perlengkapan/ Ka. Biro Umum/ Pejabat yang menangani barang dibantu Kabag dan Kasubag verifikasi & akuntansi barang. Struktur organisasi SIMAK-BMN mencakupi Unit Akuntansi Pengguna Barang (UAPB), Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Barang (UAPPB-E1), Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Barang Wilyah (UAPPB-W) dan Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Barang (UAKPB). UAPB membawahi beberapa UAPPB-E1. UAPPB-E1 membawahi beberapa UAPPB-W dan UAKPB tertentu. UAKPPB-W membawahi beberapa UAKPB. Jadi, 5. sebuah UAKPB dapat di bawah UAPPB-E1 atau di bawah UAPPB-W. Dokumen sumber pengakuan pendapatan adalah (1) Estimasi Pendapatan yang dialokasikan, misalnya pajak, PNBP, hibah pada DIPA, dokumen lain setara DIPA, (2) Bukti Penerimaan Negara (BPN) atas pendapatan diterima dilengkapi SSBP, AAPB, SSBC dan dokumen lain, (3) Dokumen piutang, antara lain 6. kartu piutang, Daftar Rekapitulasi Piutang, Daftar umur Piutang. LK K/L dan Laporan Realisasi Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan K/L dilengkapi SOR dan LK BLU telah mencakupi pengakuan pendapatan akrual, piutang, realisasi penerimaan piutang, penyisihan dan penghapusan piutang, serta koreksi akuntansi pendapatan periode lalu. 7. Dana dekonsentrasi & tugas pembantuan dalam RAPBN/D menjadi komitmen bila disahkan DPR, merupakan bagian anggaran K/L (sebagai Kuasa Pengguna Anggaran) yang menjadi pendapatan akrual dan piutang K/L, apabila diperoleh akan dialokasikan dilimpahkan kepada Gubernur. SKPD ditunjuk K/L sebagai lembaga penyalur dana dekonsentrasi menjadi UAKPA/UAKPB DEKONSENTRASI, dinas provinsi sebagai UAPPA-W/UAPPB-W DEKONSENTRASI. Dokumen sumber SKPD adalah Alokasi Anggaran DIPA, SKO atau dokumen sejenis, bukti akuntansi realisasi penerimaan adalah BPN & SSBP, bukti akuntansi realisasi pengeluaran berbasis SPM/SP2D (surat perintah membayar/ surat perintah pencairan dana). 8. 9. Penanggung jawab UAKPA/UAKPB DEKONSENTRASI adalah Kepala SKPD K/L sebagai penerima dana dekonsentrasi. Pertanggungjawaban berbentuk LK termasuk LO & Laporan BMN. Penanggung jawab UAPPA-W/UAPPB-W DEKONSENTRASI Pertanggungjawaban berbentuk LK termasuk LO & Laporan BMN. adalah Kepala Dinas Provinsi.

10. Gubernur adalah koordinator seluruh UAPPA-W/UAPPB-W DEKONSENTRASI yang berada di bawah kekuasaannya. 11. UAPA/B membawahi UAPPA/B-E1. Sebuah UAPPA-W Dekonsentrasi (Dinas A) membawahi beberapa SKPD Dinas A (beberapa UAKPA/B Dekonsentrasi). 12. UAKPA (unit akuntansi pengguna anggaran) menyampaikan dokumen sumber (DS) perolehan AT kepada UAKPB. Menerima ADK aset dari UAKPB untuk menyusun LK c.q. neraca. Menyampaikan LK bulanan ke KPPN terdiri atas Neraca, LO, LRA, CALK, ADK termasuk Bagian Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan. Menyampaikan LK bulanan ke UAPPA-W terdiri atas Neraca, LO, LRA, CALK, ADK

termasuk Bagian Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan. UAKPA menyampaikan ADK & LK ke Dinas untuk tujuan penggabungan (Gambar IV-1 PMK 171/2007). 13. UAKPA Kantor Pusat melakukan dan menyampaikan LK bulanan ke UAPPA-E1 (untuk

digabungkan) terdiri atas Neraca, LO, LRA, CALK, ADK termasuk Bagian Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan. 14. UAKPB menyampaikan ADK aset secara bulanan kepada UAKPA untuk penyusunan neraca. Menyampaikan Laporan BMN & ADK triwulanan ke KPKNL untuk pemutahiran data BMN. Menyampaikan Laporan BMN & ADK semesteran ke UAPPA-W untuk digabungkan. Melakukan rekonsiliasi data BMN semesteran dengan Kanwil DJKN. 15. UAKPB Kantor Pusat menyampaikan Laporan BMN & ADK semesteran ke UAPPB-E1untuk digabungkan. 16. UAPPA-W melakukan menyampaikan ADK (termasuk Bagian Anggaran Pembiayaan & Perhitungan) secara bulanan kepada Ditjen PBN c.q. Bidang AKLAP; Menyampaikan LRA, Neraca, LO, ADK triwulanan untuk rekonsiliasi wilayah; Menyampaikan LRA, Neraca, LO, ADK (termasuk Bagian Anggaran Pembiayaan & Perhitungan), CALK semesteran untuk rekonsiliasi wilayah. Menyampaikan LRA, Neraca, LO, ADK (termasuk Bagian Anggaran Pembiayaan & Perhitungan) triwulanan kepada UAPPA-E1 untuk digabung pada tingkat eselon 1. Menyampaikan LRA, Neraca, LO, ADK, CALK semesteran kepada UAPPA-E1. Menyampaikan ADK per UAKPA dan Laporan Gabungan SKPD kepada UAPPA/B-E1 (Gambar IV-1 Permenkeu 171/2007). 17. Kanwil DJKN melakukan penyerahan Laporan BMN & ADK semesteran kepada Kanwil DJPBN sebagai bahan rekonsiliasi data BMN. 18. Kanwil Ditjen PBN melakukan pengiriman ADK harian, LK Kuasa BUN triwulanan (termasuk Bagian Anggaran Pembiayaan & Perhitungan) kepada Kantor Pusat Ditjen PBN c.q. Direktorat Akuntansi & Pelaporan Keuangan, sebagai bahan rekonsiliasi tingkat pusat dengan K/L. 19. UAPPAE1 menyampaikan LRA, Neraca, ADK (termasuk BLU dan Bagian Anggaran Pembiayaan & Perhitungan) triwulanan kepada UAPA sebagai bahan LK tingkat K/L. Menyampaikan LRA, Neraca, ADK (termasuk BLU dan Bagian Anggaran Pembiayaan & Perhitungan) dan CALK semesteran kepada UAPA sebagai bahan LK tingkat K/L. Bila perlu, melakukan rekonsiliasi LK tingkat E1 dengan Ditjen PBN c.q. Direktorat APK tiap semester. 20. UAPPB-E1 menyampaikan kepada UAPPA-E1 semesteran, untuk pencocokan dengan LK UAPPA-E1. Menyampaikan ADK, Laporan BMN semesteran kepada UAPB untuk digabung di tingkat KL tiap semester. 21. UAPA menyampaikan LRA, LO, Neraca anggaran pembiayaan dan perhitungan ke Ditjen Anggaran c.q. Dit. Anggaran III sebagai Biro Keuangan Bagian Anggaran & Perhitungan. Menyampaikan LK & ADK (termasuk BLU dan Bagian Anggaran Pembiayaan & Perhitungan) semesteran kepada Ditjen PBN c.q. Dit. APK untuk rekonsiliasi & penyusunan LKPP semesteran. 22. UAPB menyampaikan Laporan BMN semesteran kepada UAPA, untuk dicocokkan dengan LK UAPA. Menyampaikan laporan BMN tingkat K/L kepada Ditjen KN. 23. DJA c.q. Dit. Anggaran III menyampaikan LK & ADK semesteran kepada Ditjen PBN c.q. Dit. APK untuk rekonsiliasi. 24. Ditjen KN menyampaikan laporan BMN PP kepada Ditjen PBN c.q. Dit. APK untuk penyusunan LK c.q. neraca PP. LK K/L mencakupi LRA, LO, Neraca dan CALK. 25. Siklus paripurna akuntansi komersial selalu bermuara pada neraca dan laporan laba atau rugi, pada akuntansi pemerintahan bermuara pada neraca dan LO. Setiap pembuat neraca dipastikan membuat LO, untuk memenuhi kaidah akuntansi terbesar tersebut. Karena Sistem Akuntansi berbasis PP 24 Menuju Akrual belum mencakupi LO, maka PP 71/2010 menyebabkan seluruh peraturan tentang sistem akuntansi perlu diamandemen. Pada sistem akuntansi berbasis PP 24 telah diwajibkan pengakuan pendapatan akrual (disebut estimasi pendapatan) dan catatan piutang atas pendapatan tersebut, pada

PP 71 menjadi makin mantap dan realtime. Azas realtime menuntut pengakuan pendapatan dan piutang dicatat bersamaan di suatu entitas K/L yang bertugas menagih atau menerima piutang tersebut, walaupun dilakukan beberapa direktorat berbeda. Pengakuan pendapatan alokasi APBN, pajak, retribusi, PNBP K/L dicatat secara akrual, walau penerimaan akan disetorkan ke BUN. Sebagian penerimaan PNBP (disebut PNBP Khusus) dilakukan langsung oleh BUN, walau mungkin merupakan tupoksi atau penghasilan/pendapatan K/L tertentu, membutuhkan aturan khusus pada PSAP Pendapatan. Berbagai pendapatan seperti PNBP khusus muncul pada LO Kementerian Keuangan. PNBP khusus diterima melalui Rekening Bendahara Umum Negara antara lain berupa penerimaan minyak dan gas bumi (migas), PNBP migas lain, PPh migas, pungutan ekspor, penerimaan laba BUMN perbankan dan nonperbankan, diproses oleh SAI & Satker Khusus Kementerian Keuangan pengelola PNBP. 26. Penggunaan IPSAP 2 dan 3 terbitan KSAP adalah baik, sebagai sarana harmonisasi sistem tersebut di atas dengan akuntansi pemerintahan yang benar. 27. K/L pengguna Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan wajib menyusun LK berdasar bagian anggaran K/L tersebut, wajib menyusun LRA Pembiayaan dan Perhitungan. Dana Dekonsentrasi & Tugas Pembantuan dilimpahkan/dialokasikan oleh K/L kepada Pemda, hendaknya dilaporkan dalam LKKL tersebut.

Akuntansi Laporan Operasional Pemda


1 MARCH 2013POSTED IN: ARTIKEL, FEATURED

Oleh Dr. Jan Hoesada, C.P.A.

Pendahuluan
Makalah disajikan pada berbagai pelatihan akuntansi di berbagai Pemda dan kuliah magsiter akuntansi. Wacana dalam makalah ini tiba-tiba tidak relevan, apabila Kementerian Dalam Negeri menerbitkan pedoman resmi akuntansi

Laporan Operasional (LO) bagi Pemda, dan apabila KSAP suatu hari nanti menerbitkan Standar tentang Pendapatan LO dan Beban LO yang berbeda dengan makalah. Wacana dibeberkan sekadar sebagai pembangkit kesadaran awal tentang berbagai kemungkinan akuntansi LO. Laporan Kinerja Keuangan (LKK) versi PP 24/2005 (setara Laporan Operasional versi PP 71/2010) tidak wajib disajikan. Penyaji LKK wajib menggunakan akuntansi berbasis akrual paripurna. Entitas penyaji LKK menyelenggarakan akuntansi dan menyajikan laporan keuangan dengan basis akrual sepenuhnya dalam pengakuan [1] pendapatan, belanja, pembiayaan, aset, kewajiban, dan ekuitas dana. Karena LKK tidak wajib, maka praktis belum ada entitas pemerintahan membuat laporan LKK berdasar PP 24/2005, termasuk Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP). Salah satu alasan tidak membuat atau tidak menyajikan LKK adalah karena entitas memilih mazhab akuntansi berbasis menuju akrual, bukan basis akrual paripurna. PP 24/2005 telah mengandung Mazhab atau Basis Akrual Paripurna, berdampingan dengan Mazhab atau Basis Menuju Akrual menuju 2008. PP 71/2010 lebih menegaskan pisah batas kedua Basis Akuntansi tersebut dalam Lampiran I dan II. Tahun 2010-2014 adalah periode fade in fade out atau masa transisi sehingga PP 71/2010 [2] [3] sebagai amandemen PP 24/2005 terpaksa menampilkan fade in standard (akrual) dan fade out standard(towards accrual). Dengan demikian, perubahan bentuk PP 24/2005 menjadi PP 71/2010 sama sekali tak mengubah keberadaan dua mazhab akuntansi PP 24/2005. Setelah masa transisi berakhir, PP 71/2010 akrual paripurna menjadi opsi tunggal. Disimpulkan bahwa standar full accrual telah ada dan berlaku sejak tahun 2005 bagi mereka yang mampu melakukannya, disempurnakan tahun 2010, menjadi wajib tanpa perkecualian tahun 2015.

Akuntansi Pemda
Perbedaan signifikan PP 24/2005 dan PP 71/2010 praktis hanya terletak pada Standar Akuntansi tentang Laporan Operasional (LO). Akuntansi LO Pemda berada pada tataran Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) dan tataran Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).

Inilah Wacana Tentang Akuntansi PPKD


Pada tataran akuntansi Laporan Operasional PPKD, penerimaan Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) berbasis azas bruto, bukan penerimaan utang, berupa penerimaan menambah ekuitas pemerintah daerah. Penerimaan adalah hak pemerintah daerah penerima, tidak perlu dikembalikan. Penerimaan pendapatan berbasis akrual adalah pada saat timbulnya hak atas pendapatan berbentuk kas, piutang, bentuk aset lain. Sebagai contoh, Lain-lain Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang Sah adalah pendapatan diterima dalam bentuk tunai, pendapatan diterima dalam bentuk jasa giro, pendapatan diterima dalam bentuk aset tetap, barang, aset lain, pendapatan bunga deposito, penerimaan hasil tuntutan ganti rugi Pemda, pendapatan komisi, pendapatan potongan, pendapatan selisih nilai tukar, dan pendapatan denda keterlambatan pekerjaan, pendapatan denda pajak, pendapatan denda retribusi, pendapatan eksekusi jaminan, pendapatan dari pengembalian, pendapatan fasos dan fasum, pendapatan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, pendapatan tunai dari angsuran penjualan aset pemerintah daerah, hasil pemanfaatan kekayaan daerah dan pendapatan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Lain lain PAD yang Sah melalui penetapan adalah pendapatan hasil tuntutan ganti rugi, pendapatan denda keterlambatan pelaksanaan pekerjaan, pendapatan denda pajak dan pendapatan denda retribusi. Dalam akuntansi PPKD, pendapatan LO tersebut di atas diakui secara akrual oleh PPKD, pengakuan pendapatan secara akuntansi yang paling tepat mungkin pada saat penerbitan surat ketetapan (SK) dan dijurnal sesuai PP 71/2010 dengan mendebit Piutang Pendapatan dan mengkredit Pendapatan ( keterangan jenis) LO. Pendapatan berbentuk piutang tertagih dan akuntansi PPKD mencatat untuk mengakui penerimaan tagihan piutang diperkirakan akan berdasar penerimaan tunai Bendahara PPKD dan pembuatan Bukti Tanda Pembayaran (TBP), dengan kemungkinan jurnal sebagai berikut; debit Kas di Kas Daerah, kredit Piutang Pendapatan (tentu saja dengan keterangan obyek pendapatan). Kita sama mafhum bahwa pendapatan PAD yang sah tanpa melalui penetapan adalah pendapatan (penerimaan) jasa giro, pendapatan bunga deposito, pendapatan komisi, pendapatan potongan, pendapatan selisih kurs, pendapatan pengembalian, pendapatan fasos/fasum, pendapatan pendidikan dan pelatihan, pendapatan (penerimaan) angsuran penjualan, dan hasil pemanfaatan kekayaan daerah.

Penerimaan transfer adalah penerimaan Pemda dari entitas lain, misalnya penerimaan dana perimbangan dari pemerintah pusat, penerimaan dana bagi hasil dari provinsi. Diperkirakan, bahwa secara akuntansi, pendapatan transfer PPKD diakui saat pengesahan Peraturan Presiden dan APBD tentang dana transfer kepada Pemda disahkan dengan bukti APBD Sah dan Peraturan Presiden, kemungkinan besar dijurnal dengan mendebit Piutang Pendapatan (keterangan PP-Pemerintah Pusat) dan mengredit Pendapatan LO (keterangan jenis pendapatan). Pada saat Pemerintah Pusat telah melakukan transfer dana kepada pemda, akuntansi PPKD mungkin akan menjurnal dengan mendebit Kas di Kas Daerah, mengkredit Piutang Pendapatan untuk menghapus piutang pemerintah daerah kepada pemerintah pusat. Kita sama mafhum bahwa terdapat pula berbagai jenis pendapatan PPKD pemerintah daerah yang tidak dapat digolongkan kepada berbagai jenis pendapatan tersebut di atas, misalnya pendapatan hibah dari luar pemerintah daerah, secara akrual diakui pada saat akad hibah ditandatangani, dijurnal dengan mendebit Piutang Pendapatan Hibah dan mengkredit Pendapatan Hibah-LO-PPKD. Hibah diterima berbentuk uang, barang atau jasa dicatat misalnya debit Kas di Kas Daerah, persediaan barang, jasa diterima, mengkredit (menghapus) Piutang Pendapatan Hibah. Pada saat yang sama, dilakukan jurnal LRA dengan mendebit Estimasi Pendapatan SiLPA, mengkredit Pendapatan Hibah-LRA-PPKD. Pendapatan nonoperasional PPKD pemerintah daerah mencakupi antara lain surplus hasil penjualan aset nonlancar dan surplus penyelesaian kewajiban jangka. Pendapatan LO diakui berdasar Berita Acara. Sebagai misal, pelepasan investasi mungkin dijurnal dengan mendebit Kas di Kas Daerah sebesar penerimaan tunai nyata, dengan mengkredit Surplus Penjualan Aset Non Lancar-Investasi sebesar selisih harga jual dan nilai buku aset, mengkredit Investasi sebagai hapus buku investasi. Akuntansi LRA berbasis kas (bukan akrual) mencatat dengan mendebit Estimasi Perubahan SiLPA, dan mengkredit Penerimaan Pembiayaan. Sebagai misal kedua, pendapatan karena penyelesaian kewajiban jangka panjang, dijurnal dengan mendebit kewajiban dan mengkredit kas di kas daerah sebesar pembayaran nyata berdasar SP2D LS PPKD. Pada sisi beban LO, akuntansi PPKD diperkirakan akan mengakui berbagai beban bunga, beban subsidi, beban hibah, beban bantuan sosial, beban penyisihan piutang, dan beban transfer. Jurnal beban bunga untuk LO tentu saja harus berdasar perjanjian utang, bukti memorial pengakuan beban bunga dari Bendahara PPKD, dengan mendebit Beban Bunga, mengkredit Utang Bunga. Pada saat pembayaran bunga, jurnal mendebit Utang Bunga dan mengkredit Kas di Kas Daerah berdasar bukti SP2D. Untuk dasar akuntansi beban Bantuan Sosial, Beban Bantuan Keuangan, Beban Subsidi dan Beban Transfer, PPKD biasanya menerima SP2D, dan proses akuntansi mungkin mendebit Beban (dengan keterangan), mengkredit Kas di Kas Daerah.

Bagaimana Akuntansi LO pada Tataran SKPD? Inilah Wacana Akuntansi SKPD


Pada tataran LO-SKPD, pendapatan LO dikelompokkan sesuai SAP tentang LO, misalnya menjadi pendapatan menurut organisasi, menurut kelompok pendapatan, menurut jenis pendapatan, menurut obyek pendapatan dan sub-obyek (rincian obyek) pendapatan. Pendapatan LO-SKPD berdasar jenis pendapatan atau sifat pendapatan dibagi enam katagori pendapatan, yaitu pendapatan pajak tipe A, pendapatan pajak tipe B (self assesment), pendapatan pajak tipe C (Diterima Dimuka), tipe D (self assesment dan diterima di muka), pendapatan retribusi tipe A dan tipe B. Pendapatan pajak tipe A mungkin mencakupi PBB, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Rokok, Pajak Air Permukaan dan lain-lain. Pendapatan pajak tipe B (self assesment) mungkin mencakupi berbagai pajak hotel restoran, hiburan, penerangan jalan, BBM kendaraan bermotor, parkir, air bawah tanah, sarang burung walet, lingkungan, mineral bukan logam, batuan, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan.

Pendapatan tipe C (Diterima di muka) misalnya Pajak Kendaraan Bermotor, pendapatan tipe D ( self assesmentdan dibayar di muka) misalnya pajak reklame, pendapatan retribusi tipe A misalnya retribusi jasa umum, dan pendapatan retribusi tipe B misalnya retribusi perizinan tertentu. Pendapatan pajak tipe A diperkirakan akan dicatat berdasar Surat Ketetapan Pajak Daerah, dijurnal dengan mendebit Piutang Pajak, mengkredit Pendapatan LO. Pada hemat saya, akuntansi piutang pajak harus memiliki subsidiary ledger pajak per WP dan per jenis pajak dilengkapi alamat target, nama, nomor telepon dll yang berguna bagi penagih pajak. Dinas seperti biasa menyerahkan SKP kepada wajib pajak, dan WP seperti biasa akan membayar kewajiban pajak sesuai SKP kepada bendahara penerimaan, dan akuntanisi SKPD diperkirakan mendebit Kas di Bendahara Penerimaan dan mengkredit Piutang Pajak. Penyetoran bendahara penerimaan ke kas daerah (PPKD) lazimnya menghasilkan Surat Tanda Setoran sebagai bukti akuntansi Pemda, dijurnal dengan mendebit RK PPKD, mengkredit Kas di Bendahara Penerimaan. Pada akhir periode akuntansi Pemerintah Daerah cq. PPKD membuat bukti memorial tanda pengakuan pendapatan, dijurnal dengan mendebit Pendapatan Diterima Dimuka, dikredit Pendapatan LO. Untuk pendapatan pajak tipe D, biasanya WP menghitung sendiri pajak terutang dan membayar kewajiban pajak kepada bendahara penerimaan pemda. Bendahara membuat Tanda Bukti pembayaran, dan akuntansi SPKD mendebit Kas di Bendahara Penerimaan, mengkredit Pendapatan Diterima dimuka. Setoran bendahara penerimaan kepada PPKD berdasar STS, dan akuntansi SKPD mencatat debit RK PPKD, kredit Kas di Bendahara Penerimaan. PPKD /Dinas berwenang memeriksa dan membuat Surat Ketetapan. Pengakuan utang kepada wajib pajak dicatat Debit Pendapatan Diterima Dimuka, Kredit Pendapatan LO, Debit Pendapatan LO, Kredit Utang. WP kurang bayar dicatat dengan debit Pendapatan Diterima Dimuka, Kredit Pendapatan LO, Debit Piutang Pendapatan, Kredit Pendapatan LO. Beban LO pada tataran SKPD mencakupi beban pegawai pemda dan beban barang. Beban pegawai pemda mencakupi misalnya gaji dan tunjangan, tambahan penghasilan PNS, beban penerimaan lain pimpinan, anggota DPRD, KDH/WKDH, biaya pungutan pajak daerah, honorarium PNS dan non PNS, Uang lembur, Beban Bea Siswa Pendidikan PNS, Beban Kursus, Pelatihan, dan Beban pegawai BLUD. Akuntansi berdasar Bukti Pembayaran Honorarium dan lain-lain, diakui berdasar daftar gaji, dibayar dengan uang persediaan, didebit Kas Panjar di PPTK, dikredit Kas di Bendahara Pengeluaran. Beban barang diakui berdasar Bukti Pembayaran Beban atau Bukti Transaksi, Berita Acara Penerimaan Barang oleh SKPD, Berita Acara Pihak Ketiga Telalh Selesai. Persediaan diakui saat pembelian diterima pemda (hampiran aset) atau diakui sebagai beban pemda (hampiran beban). Persediaan di Pemda boleh dicatat dengan metode perpetual atau metode fisik. Metode perpetual lebih real time ketimbang metode fisik, karena itu lebih baik menggunakan metode perpetual.

Kesimpulan
Sebagai kesimpulan, penerapan PP 71/2010 terfokus pada LO, bagi pemda yang telah sukses menerapkan PP 24/2005. Apabila sukses menerapkan PP 24 yang merupakan bagian terbesar PP 71/2010, maka penerapan PP 71/2010 menjadi lebih ringan bagi Pemda yang bersangkutan

Anda mungkin juga menyukai