BUKU II
Program Pengembangan
Industri Kecil Menengah
Bismillahirrahmanirrahim
Dengan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, Buku II yang merupakan
bagian dari Buku I Rencana Induk Pengembangan Industri Kecil Menengah (RIP-IKM)
untuk masa pembangunan Tahun 2002 – 2004 telah selesai disusun.
Buku I berisi tentang Kebijakan dan Strategi Umum Pengembangan Industri Kecil
Menengah yang disusun dengan tujuan sebagai pedoman umum yang berlaku secara
nasional untuk digunakan sebagai arahan ke mana industri kecil menengah akan
dikembangkan. Buku II adalah merupakan penjelasan serta penjabaran Buku I, dimana
dalam buku ini lebih dibahas dengan rinci tentang hal-hal yang disinggung dalam Buku
I. Dalam buku ini dibahas pengertian, prioritas, misi serta sasaran pengembangan
komoditi prioritas secara lebih rinci.
Buku II memuat Program Pengembangan Industri Kecil Menengah yang terdiri dari 5
(lima) bab utama,yang terdiri atas :
Bab I : Memuat Perhitungan Target Kuantitatif Pengembangan Industri Kecil
Menengah.
Bab II : Memuat Program Pengembangan Industri Kecil Menengah Penggerak
Perekonomian Daerah.
Bab III : Memuat Program Pengembangan Industri Kecil Menengah
Pendukung (Supporting Industry).
Bab IV : Memuat Program Pengembangan Industri Kecil Menengah
Berorientasi Ekspor.
Bab V : Memuat Program Pengembangan Industri Kecil Menengah Inisiatif
Baru.
Perlu sedikit diulas bahwa terdapat sedikit perbedaan angka-angka antara angka total
PDB, unit usaha dan tenaga kerja, pada Buku I dan Buku II. Perbedaan angka yang
dimaksud adalah karena pada Buku I data diambil dari Buku Pengukuran dan Analisis
Ekonomi Kinerja Penyerapan Tenaga Kerja, Nilai Tambah dan Ekspor Usaha Kecil
Menengah serta Peranannya terhadap Tenaga Kerja Nasional dan Produk Domestik
Bruto, hasil kerjasama Proyek Pengembangan Sistem Informasi Koperasi Usaha Kecil
dan Menengah, Kantor Menteri Negara Urusan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah
dengan Badan Pusat Statistik Tahun 2001, sedangkan pada Buku II digunakan data
yang bersumber dari Badan Pusat Statistik yang meliputi Survey Usaha Terintegrasi,
Profil Usaha Kecil dan Menengah Tidak Berbadan Hukum, Statistik Industri Besar dan
Sedang serta hasil monitoring Direktorat Jenderal Industri dan Dagang Kecil
Menengah. Bahan-bahan tersebut diolah oleh Direktorat Jenderal Industri dan Dagang
Kecil Menengah dalam rangka kebutuhan Buku II ini. Perbedaan terjadi karena Buku I
i
menyajikan PDB, unit usaha dan tenaga kerja, tetapi tidak dapat ditelusuri lebih lanjut
untuk mendapatkan data-data menurut komoditi prioritas yang tingkatnya sudah sangat
rinci.
Selanjutnya kepada semua pihak dan jajaran aparat terkait diharapkan menggunakan
acuan program ini dalam melakukan upaya pengembangan industri kecil menengah
sesuai dengan tugas dan misinya masing-masing.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu memberkati upaya kita dalam mengembangkan
industri kecil menengah sehingga dapat mencapai sasaran yang dituju.
Amin.
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar…………………………………………………………………… i
Daftar Isi…………………………………………………………………………. iii
Daftar Tabel……………………………………………………………………… vi
Daftar Lampiran …………………………………………………………………. viii
2.1. Umum………..……………………………………..……….. 8
a. Pengertian, Ciri/Kriteria dan Lingkup Komoditi
Prioritas…..….………………..…………………….…. 8
b. Misi Serta Tujuan ……………………………………. 9
c. Target Group Pembinaan dan Pengembangan……..….. 9
d. Kondisi Umum Saat Ini………..……………….……… 9
e. Sasaran Pengembangan Tahun 2003 - 2004…………… 10
f. Arah Pengembangan……………………………..…….. 11
g. Kebijakan Pengembangan………………………..……. 12
h. Strategi Pengembangan…………………………..……. 12
i. Program Pengembangan……………………………..… 13
iii
k. Industri Tenun Tradisional………………..…………… 28
l. Industri Perhiasan……………………..………………. 30
m. Industri Kerajinan Anyaman………………….………. 32
4.1 Umum…………………………..……….………………….. 45
a. Pengertian, Ciri/Kriteria dan Lingkup Komoditi
Prioritas……………………………………………….. 45
b. Misi Serta Tujuan……………..………………………. 46
c. Target Group Pembinaan dan Pengembangan ……….. 46
d. Kondisi Umum Saat Ini ………………..……….…….. 46
e. Sasaran Pengembangan Tahun 2003-2004 ….………….. 47
f. Arah Pengembangan …………………………………. 49
g. Strategi Pengembangan ……………………………… 49
h. Program Pengembangan………………………….….. 49
iv
h. Industri Arang Kayu/Tempurung……………….……. 59
i. Industri Furniture Kayu/Rotan…..……….………….. 60
j. Industri Batik………….……………….……………… 62
k. Industri Perhiasan………………………………..……. 64
l. Industri Sulaman/Bordir………………….…………… 65
m. Industri Mainan Anak…………………………..…….. 66
n. Industri Keramik/Gerabah……………………….……. 67
o. Industri Kerajinan Kayu……………………….……… 69
p. Industri Kerajinan Anyaman …………………………. 70
5.1. Umum……………………………………………………….. 72
a. Pengertian, Ciri/Kriteria dan Lingkup Komoditi
Prioritas……………………………………………….. 72
b. Misi Serta Tujuan……………..…………..………… 72
c. Target Group Pembinaan dan Pengembangan .…..…… 72
d. Kondisi Umum Saat Ini…………..…………..………. 73
e. Sasaran Pengembangan Tahun 2003 – 2004…………. 74
f. Arah Pengembangan………………………………….. 75
g. Kebijakan Pengembangan……………………………. 75
h. Strategi Pengembangan……………………………….. 75
i. Program Pengembangan………………………………. 76
---------------------
v
BAB I
PERHITUNGAN TARGET KUANTITATIF
PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL MENENGAH
1.1 PENDAHULUAN
Sektor industri Indonesia selama enam Repelita dari tahun 1965 sampai
dengan tahun 1999 tumbuh dengan laju rata-rata diatas 10%/tahun, hal ini selaras
dengan pertumbuhan PDB ekonomi yang tumbuh dengan rata-rata 7%/tahun.
Pada periode ini negara tetangga ASEAN seperti Malaysia dan Thailand tumbuh
dengan rata-rata 7,8% dan 7,2%.
Krisis telah menekan pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan hebat
dimana untuk pertama kalinya sejak 30 tahun, yaitu pada tahun 1998
perekonomian terkontraksi hingga 14,6%. Namun secara berangsur-angsur
ekonomi Indonesia mampu membaik kembali walaupun belum dapat mencapai
tingkat pertumbuhan sejauh 30 tahun yang lalu, disamping masih berfluktuasi.
Tahun 2001 PDB Indonesia hanya tumbuh 3,98% atau lebih rendah dibandingkan
dengan pertumbuhan tahun 2000 yang mencapai 5,19%. Tahun 2002
pertumbuhan sedikit lebih baik dari tahun 2001 dan diharapkan pada tahun 2003
ekonomi Indonesia mampu tumbuh 5%.
Peran PDB sektor industri terhadap PDB Nasional sedikit meningkat
dari 25,24% naik menjadi 25,71% dan 26,01% pada tahun 1999, 2000 dan 2001.
Namun hal ini tidak diikuti peningkatan peran PDB Industri Kecil Menengah
(IKM). Peran PDB sektor ini hanya berkisar antara 38 hingga 39% pada tahun
1999 hingga tahun 2001, sektor industri perannya sangat didominasi oleh industri
besar. Hingga saat ini sumbangan sektor industri besar sekitar 61% terhadap PDB
sektor industri secara keseluruhan.
Propenas 2000 – 2004 menggariskan bahwa salah satu tujuan
pembangunan sektor industri adalah pengembangan pengusaha kecil menengah
dan koperasi yang mampu memperluas basis ekonomi dan dapat memberikan
kontribusi yang signifikan dalam mempercepat perubahan struktural, yaitu dengan
meningkatnya perekonomian daerah dan ketahanan ekonomi nasional. Perubahan
struktur dalam pembangunan sektor industri yang dimaksud mencerminkan
tuntutan peningkatan pada dimensi jenis maupun skala industri, yaitu bahwa
selain sektor ini tumbuh, tetapi juga memiliki struktur yang kuat. Kekuatan
struktur tercermin dari sumbangan sektor yang makin berarti dari setiap sub-sub
sektor industri yang merupakan elemen-elemen industri. Sub-sub sektor yang
dimaksud seperti misalnya sub-sub (cabang industri) pangan, sandang, kimia,
engineering dan sebagainya. Kekuatan struktur dimaksud juga mencerminkan
bahwa semakin meningkatnya peran sektor IKM terhadap sektor industri secara
keseluruhan.
1
Secara kuantitatif apa yang diamanatkan oleh Propenas mengindikasikan
bahwa sektor industri harus dibangun sehingga PDB-IKM mampu menyamai atau
bahkan melebihi PDB-Industri Besar (IB). Pertanyaan kini yaitu berapa besar
pertumbuhan industri kecil, industri menengah dan berapa industri besarnya
sendiri, serta kapan kondisi keseimbangan antara peran IKM dan IB tercapai.
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini dilakukan simulasi untuk
menghitung pertumbuhan industri kecil maupun industri menengah yang
selanjutnya disebut dengan IKM dalam mencapai target Program Pembangunan
Nasional (Propenas) dimaksud dengan asumsi umum dalam simulasi yaitu
pertumbuhan ekonomi akan konstan pada tingkat 5% setelah tahun 2004.
2
IKM yang lebih besar, sehingga proses iterasi perlu dilanjutkan dengan
mencoba merubah skenario pertumbuhan.
c. Iterasi Ketiga
Dengan pendekatan yang sama, selanjutnya dilakukan suatu set iterasi
dengan mempertimbangkan perilaku industri berdasarkan pengalaman enam
Repelita yang lalu. Bila ditetapkan pertumbuhan industri besar antara 7 –
8% (lebih mendekati rata-rata 6 Repelita terdahulu) dan industri menengah
14%, maka keseimbangan IKM dengan IB ternyata dapat tercapai. Secara
lengkap sub-iterasi pada iterasi ketiga tersaji dalam Lampiran 1 dan 2.
Secara lengkap ringkasan dari hasil iterasi tersaji pada Tabel 1.1
Tabel 1.1
Set Iterasi Ketiga Pertumbuhan IK, IM dan IB
serta Ketercapaian Keseimbangan IKM dan IB
PERTUMBUHAN (%) KESEIMBANGAN IKM =
ITERASI KE TIGA
IB TERCAPAI PADA
SUB-ITERASI KE IK IM IB
TAHUN KE
1 6 10 7,8,9,10 ~
2 6 12 7 18
3 6 12 8,9,10 ~
4 6 14 7 12
5 6 14 8 16
6 6 14 9 22
7 6 14 10 ~
8 7 10 7,8,9,10 ~
9 7 12 7 16
10 7 12 8,9,10 ~
11 7 14 7 14
12 7 14 8 18
13 7 14 10 ~
14 8 10 7,8,9,10 ~
15 8 12 7 15
16 8 12 8,9,10 ~
17 8 14 7 13
18 8 14 8 17
19 8 14 10 ~
20 9 10 7 18
21 9 10 8,9,10 ~
22 9 12 7 14
23 9 12 9,10 ~
24 9 14 7 12
25 9 14 8 16
26 9 14 10 ~
27 10 10 7 15
28 10 10 8,9,10 ~
29 10 12 7 12
30 10 12 8 17
31 10 12 9,10 ~
32 10 14 7 10
33 10 14 8 13
34 10 14 9 18
35 10 14 10 ~
3
d. Hasil yang Diperoleh
Dengan mempertimbangkan bahwa angka ideal untuk industri kecil adalah
pada tingkat sebesar 7% dan industri besar pada tingkat sekitar 8%, serta
keinginan untuk mencapai keseimbangan struktur seperti yang ditargetkan
oleh Propenas harus dipenuhi, maka iterasi ketiga diatas menginformasikan
bahwa yang harus dipacu adalah industri menengah dengan angka
pertumbuhan sebesar 14%. Dengan kondisi ini diharapkan pada tahun 2020
atau 18 tahun yang akan datang kondisi keseimbangan yang dimaksud dapat
tercapai. Angka-angka ini selanjutnya akan dijadikan pegangan menghitung
pertumbuhan IKM kedepan dengan pendekatan pada asumsi pertumbuhan
seperti yang tersaji Tabel 1.2.
Tabel 1.2
Pola Perhitungan Target Pertumbuhan IK, IM , IB
TAHUN
JENIS INDUSTRI
2003 2004 2005 ……… 2020
PDB IKM tahun 1998-2001 yang tersaji dalam Tabel 1.3. selanjutnya
diaplikasikan untuk menghitung proyeksi PDB IKM tahun 2003 dan 2004 dengan
laju pertumbuhan IK sebesar 7% dan IM 9% untuk tahun 2003, dan 12% untuk
tahun 2004, sedangkan IB dihitung dengan laju pertumbuhan 7% untuk tahun
2003 dan 2004, yang hasilnya tersaji pada Tabel 1.4.
4
Tabel 1.4
Proyeksi PDB IKM tahun 2002-2004
(Rp. juta)
Sama hasilnya seperti perhitungan PDB proyeksi perkembangan unit usaha serta
tenaga kerja industri kecil menengah untuk tahun 2003 dan 2004 dihitung
berdasarkan angka populasi unit usaha, tenaga kerja dan nilai produksi tahun
1998-2004 seperti yang tersaji pada Tabel 1.5 s/d Tabel 1.10.
Tabel 1.5.
Perkembangan Unit Usaha Industri Kecil Menengah
tahun 1998-2001 (unit)
Tabel 1.6.
Proyeksi Unit Usaha Industri Kecil Menengah
tahun 2002-2004 (unit)
5
Tabel 1.7
Perkembangan Tenaga Kerja Industri Kecil Menengah
tahun 1998-2001 (ribu orang)
Tabel 1.8
Proyeksi Tenaga Kerja Industri Kecil Menengah
tahun 2002-2004 (ribu orang)
Tabel 1.9
Perkembangan Nilai Produksi Industri Kecil Menengah tahun 1998-2001
Menurut Harga Konstan tahun 1993 (Rp juta)
6
Tabel 1.10
Proyeksi Nilai Produksi Industri Kecil Menengah tahun 2002-2004
Menurut Harga Konstan tahun 1993 (Rp juta)
7
BAB II
PROGRAM PENGEMBANGAN
INDUSTRI KECIL MENENGAH PENGGERAK PEREKONOMIAN DAERAH
2.1. UMUM
a. Pengertian, Ciri/Kriteria dan Lingkup Komoditi Prioritas
1) Pengertian:
IKM Penggerak Perekonomian Daerah adalah industri yang memproduksi
barang dan jasa yang menggunakan bahan baku utamanya berbasis pada
pendayagunaan sumber daya alam, bakat dan karya seni tradisional dari
daerah setempat.
2) Ciri/Kriteria:
(1) Bahan bakunya mudah diperoleh, utamanya karena tersedia di
daerah.
(2) Menggunakan teknologi sederhana sehingga mudah dilakukan alih
teknologi.
(3) Keterampilan dasar umumnya sudah dimiliki secara turun temurun.
(4) Bersifat padat karya atau menyerap tenaga kerja yang cukup
banyak.
(5) Peluang pasar cukup luas, sebagian besar produknya terserap di
pasar lokal/domestik dan tidak tertutup sebagian lainnya berpotensi
untuk diekspor.
(6) Beberapa komoditi tertentu memiliki ciri khas terkait dengan karya
seni budaya daerah setempat
(7) Melibatkan masyarakat ekonomi lemah setempat.
(8) Secara ekonomis menguntungkan.
3) Lingkup Komoditi Prioritas :
(1) Makanan ringan.
(2) Sutera alam.
(3) Penyamakan kulit.
(4) Minyak sawit (CPO-IKM).
(5) Pupuk (alam dan organik).
(6) Garam.
(7) Genteng.
(8) Alsintani dan pande besi.
(9) Kapal < 100 GT.
8
(10) Motorisasi kapal nelayan.
(11) Alat pertanian tradisional.
(12) Tenun tradisional.
(13) Perhiasan.
(14) Anyaman.
9
2) Lingkungan Eksternal
Peluang
(1) Pangsa pasar dalam negeri cukup luas.
(2) Fundamental ekonomi makro Indonesia mulai membaik
(3) Dapat dikembangkan untuk pasar ekspor.
Tantangan/Ancaman
(1) Daya saing produk masih lemah.
(2) Persaingan semakin ketat baik dari produksi dalam negeri maupun
barang impor.
(3) Iklim usaha belum kondusif bila dibandingkan fasilitasi negara-
negara pesaing terhadap IKM-nya.
(4) Kebijakan pemerintah di berbagai bidang seperti tarif BBM, tarif
transport dan tarif listrik telah meningkatkan biaya yang tidak kecil.
(5) Pemahaman/interpretasi otoda belum terstandardisasi antar daerah
menjadikan iklim usaha tidak kondusif.
2) Kuantitatif
Sasaran kuantitatif pengembangan industri penggerak perekonomian
daerah dapat dilihat pada Tabel 2.1 :
10
Tabel 2.1
Sasaran Peningkatan Jumlah Unit Usaha,
Penyerapan Tenaga Kerja dan Nilai Produksi
IKM Penggerak Perekonomian Daerah
tahun 2003 - 2004
UNIT USAHA (Unit) TENAGA KERJA (Orang) NILAI PRODUKSI (Juta Rp.)
NO INDUSTRI Posisi Proyeksi Posisi Proyeksi Posisi Proyeksi
2002 2002 2002
2003 2004 2003 2004 2003 2004
1 Makanan Ringan 66.28 68.277 70.325 240.650 252.680 265.310 1.996.2 2.154.3 2.324.9
8 01 14 53
2 32.54
Sutera Alam 33.524 34.530 187.870 197.260 207.120 347.898 374.068 402.212
7
3 Penyamakan Kulit 386 398 405 12.050 12.650 13.280 141.367 148.638 156.279
4 1.114.6 1.222.6 1.341.0
CPO-IKM 10 10 11 10.330 10.850 11.390
07 13 84
5 Pupuk 412 425 437 9.660 10.150 10.660 142.133 152.407 163.481
6 Garam 2.866 2.952 3.041 30.190 31.700 33.290 156.239 170.333 185.734
7 197.9 1.038.2 3.870.1 4.095.5 4.334.3
Genteng 203.846 209.962 941.710 988.800
09 40 77 05 13
8 Alsintani 404 416 429 5.230 5.490 5.760 32.403 36.214 40.506
9 Motorisasi Kapal Nelayan 2.516 2.591 2.669 17.110 17.960 18.860 83.604 91.003 99.166
10 Kapal < 100 GT 2.010 2.070 2.132 26.370 27.690 29.070 350.150 386.214 426.446
11 Mesin alat pertanian 24.32
25.054 25.806 66.360 69.680 73.160 467.352 496.130 526.721
tradisional 4
12 185.4 1.119.1 1.219.6 1.329.4
Tenun Tradisional 191.021 196.752 381.840 400.930 420.980
58 54 50 61
13 18.95 1.037.2
Perhiasan 19.524 20.110 49.400 51.870 54.460 866.379 947.801
5 94
14 659.9 1.087.8 1.142.2 1.199.3 1.567.7 1.705.6 1.855.7
Anyaman 679.766 700.159
67 10 00 10 96 22 96
f. Arah Pengembangan
Pengembangan IKM penggerak perekonomian daerah diarahkan pada :
1) Menetapkan suatu kerangka kebijakan pengembangan IKM penggerak
perekonomian daerah yang selaras antara kebijakan pengembangan IKM
nasional dan kebijakan pembangunan di daerah.
2) Meningkatkan IKM penggerak pembangunan daerah di bidang teknologi,
manajemen dan kualitas SDM yang didukung oleh berbagai pihak:
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, BUMN, BUMD dan lembaga-
lembaga terkait.
3) Memperluas kesempatan berusaha dan kesempatan kerja di daerah
sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya di
daerah.
11
4) Memperluas jangkauan pasar, dari lokal menjadi pasar antar provinsi
bahkan pasar ekspor melalui peningkatan daya saing dan informasi pasar
luar negeri.
g. Kebijakan Pengembangan
Untuk mewujudkan visi, misi dan arah pengembangan IKM penggerak
perekonomian daerah ditetapkan kebijakan sebagai berikut :
1) Pengembangan industri ditekankan pada upaya optimalisasi penggunaan
sumber daya alam lokal untuk meningkatkan nilai tambah, memperkuat
struktur industri, memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri dan
memperkuat daya saing produk terutama dalam pasar bebas AFTA tahun
2003.
2) Selalu mengacu kepada pengaruh lingkungan internal dan eksternal, yaitu
faktor-faktor kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman yang
dimiliki masing-masing komoditi terpilih dari kelompok IKM penggerak
perekonomian daerah.
3) Memperkuat struktur industri melalui hubungan vertikal hulu hilir antara
pemasok/penghasil dengan pengguna bahan baku dan hubungan
kemitraan antara lembaga terkait dengan IKM atau antara perusahaan
besar dengan IKM terpilih.
4) Menciptakan iklim usaha yang semakin kondusif, antara lain:
kemudahan-kemudahan yang dituangkan dalam peraturan perundang-
undangan, fasilitasi untuk dukungan akses permodalan, akses pasar, akses
teknologi informasi, peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan dan
pelatihan.
h. Strategi Pengembangan
12
(2) Memperbaiki dan meningkatkan produktivitas mesin/peralatan.
(3) Meningkatkan kualitas SDM.
(4) Fasilitasi akses permodalan, informasi dan pemasaran.
Penerapan strategi disesuaikan dengan kemampuan internal (kekuatan dan
kelemahan) di IKM masing-masing daerah serta faktor-faktor eksternal
(peluang dan ancaman) untuk setiap komoditi IKM penggerak perekonomian
daerah.
i. Program Pengembangan
1) Pengembangan Teknologi
(1) Pengenalan/sosialisasi teknologi pengolahan yang lebih baik.
(2) Bantuan peralatan pengolahan bagi IKM tertentu.
(3) Fasilitasi pengembangan mutu.
2) Peningkatan kualitas SDM
(1) Memberi bimbingan dan pelatihan teknis/keterampilan dan
peningkatan manajemen.
(2) Sosialisasi peraturan-peraturan menyangkut IKM.
(3) Sosialisasi penemuan balai-balai penelitian.
3) Fasilitasi Bantuan Permodalan
Fasilitasi akses terhadap lembaga permodalan Bank/Non Bank.
4) Bantuan Pemasaran
(1) Fasilitasi pendirian trading house.
(2) Fasilitasi penyediaan informasi pasar dan peningkatan teknologi
informasi.
(3) Fasilitasi untuk mengikuti pameran.
5) Memfasilitasi Kerjasama/Kemitraan
Fasilitasi kemitraan antara BUMN/Swasta besar dengan IKM.
6) Iklim dan Sarana Usaha
(1) Fasilitasi penyediaan sarana dan prasarana usaha.
(2) Penyusunan dan peninjauan kembali kebijakan dan peraturan yang
membantu IKM (penciptaan iklim usaha yang kondusif).
7) Pemanfaatan hasil Litbang dan Peningkatan Mutu Produk
(1) Penyediaan jasa pengujian dan assessment mutu produk.
(2) Sosialisasi penemuan yang baru dari Balai-balai Litbang.
13
a. Industri Makanan Ringan
1) Keadaan Spesifik
(1) Kurang memperhatikan aspek higienis.
(2) Masih ada penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP) tidak
benar/bahan tambahan yang dilarang.
(3) Pengelolaan/manajemen usaha masih sederhana.
(4) Mutu sangat beragam dan masih banyak yang belum memenuhi
standar.
(5) Kemasan sangat sederhana, tidak menarik dan label tidak sesuai
dengan isi.
(6) Masuknya produk-produk makanan ringan dari negara lain yang
mempunyai daya saing cukup tinggi.
2) Sasaran Pengembangan
Sasaran peningkatan jumlah Nilai Tambah, Nilai Produksi, Unit Usaha
dan Tenaga Kerja yang ingin dicapai pada tahun 2003-2004, tersaji pada
Tabel 2.2 :
Tabel 2.2
Sasaran Peningkatan Nilai Tambah, Nilai Produksi, Unit Usaha dan
Tenaga Kerja Industri Kecil Menengah Makanan Ringan
tahun 2003 – 2004
14
(a). Partisipasi pamasaran.
(b). Penyediaan dan penyusunan informasi bisnis IKM makanan
ringan.
(c). Fasilitasi pendirian pusat pelayanan bisnis makanan ringan.
15
3. Unit Usaha (Unit) 32.547 33.524 34.530 3,00%
3) Program Pengembangan
(1) Penerapan teknologi tepat guna.
(2) Fasilitasi kemitraan suplai bahan baku.
(3) Pengembangan desain.
(4) Bantuan tenaga ahli desain dan pengembangan produk sutera.
(5) Penerapan teknis pencelupan dengan menggunakan cat warna alam
dan alternatif lainnya
(6) Promosi Pemasaran
(7) Promosi penggunaan merek sendiri dan pendaftaran HaKI.
(8) Pengembangan BDS.
(9) Pengembangan layanan informasi.
4) Lokasi Pengembangan
(1) Kab. Wajo, Enrekang, Soppeng – Sulawesi Selatan.
(2) Kab. Garut, Sukabumi, Tasik Malaya – Jawa Barat.
(3) Kab. Boyolali, Purworejo, Magelang, Banyumas, Pemalang – Jawa
Tengah.
(4) Kab. Sleman, Kota Yogyakarta – DI. Yogyakarta.
(5) Kab. Tanah Datar – Sumatera Barat.
(6) Kota Denpasar – Bali.
1) Keadaan Spesifik
(1) Tingkat utilitas produksi penyamakan rendah.
(2) Suplai kulit mentah dalam negeri terbatas.
(3) Mesin peralatan umumnya relatif tua.
(4) Kualitas produksi kulit samak belum memenuhi persyaratan industri
besar.
(5) Persaingan yang ketat dengan negara pesaing, seperti: Korea.
(6) Pencemaran lingkungan.
2) Sasaran Pengembangan
16
Tabel 2.4
Sasaran Peningkatan Nilai Tambah, Nilai Produksi, Unit Usaha,
Tenaga Kerja Industri Kecil Menengah Penyamakan Kulit
tahun 2003 – 2004
SASARAN
POSISI LAJU PERTUM
NO. INDIKATOR
2002 BUHAN/THN
2003 2004
3) Program Pengembangan
(1) Fasilitasi pengadaan bahan baku dari berbagai sumber di luar
negeri.
(2) Fasilitasi kemitraan dalam rangka peningkatan produksi dan
pemasaran.
(3) Fasilitasi relokasi industri.
(4) Penyusunan panduan pengolahan limbah.
(5) Penerapan cleaner production/teknologi produksi bersih.
(6) Penerapan Sertifikasi Penerapan Sistem Mutu (SPSM)/ISO 9000.
(7) Fasilitasi pendirian sarana untuk proses penyamakan kulit, dari kulit
mentah hingga menjadi wet blue (beam house).
(8) Diversifikasi bahan baku kulit hewan lain seperti: kulit ikan, kulit
reptil dan lainnya.
4) Lokasi Pengembangan
(1) Kab. Padang Panjang – Sumatera Barat.
(2) Kota Jakarta Barat –DKI Jakarta
(3) Kab. Sukaregang (Garut) – Jawa Barat.
(4) Kab. Batang – Jawa Tengah.
(5) Kab. Bantul, Kota Yogyakarta – DI. Yogyakarta.
(6) Kab. Magetan – Jawa Timur.
(7) Kab. Kupang – Nusa Tenggara Timur.
(8) Kota Medan – Sumatera Utara.
17
(9) Papua
2) Sasaran Pengembangan
Sasaran peningkatan jumlah Nilai Tambah, Nilai Produksi, Unit Usaha
dan Tenaga Kerja tahun 2003–2004 disajikan pada Tabel 2.5 berikut
Tabel 2.5
Sasaran Peningkatan Nilai Tambah, Nilai Produksi, Unit Usaha
dan Tenaga Kerja Pengolahan Minyak Sawit (CPO-IKM)
tahun 2003 – 2004
SASARAN
POSISI LAJU PERTUM
NO. INDIKATOR
2002 BUHAN/THN
2003 2004
18
4. Tenaga Kerja (Orang) 10.330 10.850 11.390 5,00%
3) Program Pengembangan
(1) Promosi investasi mini plant CPO IKM.
(2) Kajian pemasaran/perdagangan dan distribusi CPO IKM.
(3) Pilot project pendirian industri minyak goreng terpadu dari produk
olahan CPO, di Kab. Pasaman, Deli Serdang dan Lampung Selatan.
(4) Pilot project pendirian industri CPO – IKM terpadu di Kab.
Lampung Selatan, Mamuju, Pasir dan Sanggau.
(5) Pengembangan industri pupuk kompos berbahan baku tandan
kelapa sawit.
(6) Pengembangan industri biodiesel dan biolubricant bahan baku CPO
untuk skala IKM.
4) Lokasi Pengembangan
(1) Kab. Aceh Selatan, Kab. Aceh Timur, Kab. Aceh Barat, Kab. Aceh
Utara – Nanggore Aceh Darusalam.
(2) Kab. Tapanuli Selatan, Kab. Tapanuli Tengah, Kab. Tapanuli Utara,
Kab. Labuhan batu, Kab. Asahan, Kab. Simalungun, Kab. Deli
Serdang – Sumatera Utara.
(3) Kab. Pesisir Selatan, Kab. Sawahlunto/Sijunjung, Kab. Pasaman,
Kab. Solok, Kab. Agam – Sumatera Barat.
(4) Kab. Batanghari, Kab. Bungo Tebo, Kab. Tanjung Jabung, Kab.
Sarolangun Bangko – Jambi.
(5) Kab. Bengkulu Utara, Kab. Bengkulu Selatan – Bengkulu.
(6) Kab. Lampung Selatan, Kab. Lampung Tengah. Kab. Lampung
Utara, Kab. Lampung Barat, Kab. Tulang Bawang – Lampung.
(7) Kab. Sanggau, Kab. Ketapang, Kab. Sintang, Kab. Sambas, Kab.
Pontianak – Kalimantan Barat.
(8) Kab. Kota Waringin Barat, Kab. Kota Waringin Timur, Kab. Barito
Utara – Kalimantan Tengah.
(9) Kab. Pasir, Kab. Kutai – Kalimantan Timur.
(10) Kab. Poso - Sulawesi Tengah.
(11) Kab. Luwu, Kab. Mamuju – Sulawesi Selatan.
(12) Kab. Manokwari, Kab. Jayapura – Papua .
19
(4) Berkembangnya agro industri, meningkatkan kebutuhan penyediaan
pupuk alternatif yang diproduksi oleh produsen pupuk skala kecil
menengah.
(5) Perlu adanya pengaturan yang serasi antara produsen pupuk besar
dengan produsen pupuk IKM.
(6) Masih lemah didalam masalah permodalan
2) Sasaran Pengembangan
Sasaran peningkatan jumlah Nilai Tambah, Nilai Produksi, Unit Usaha
dan Tenaga Kerja tahun 2003 – 2004 disajikan pada Tabel 2.6 berikut
Tabel 2.6
Sasaran Peningkatan Nilai Tambah, Nilai Produksi, Unit Usaha,
Tenaga Kerja Industri Kecil Menengah Pupuk
tahun 2003 – 2004
SASARAN
POSISI LAJU PERTUM
NO. INDIKATOR 2002 BUHAN/THN
2003 2004
3) Program Pengembangan
(1) Peningkatan keterampilan pembuatan pupuk IKM.
(2) Sosialisai SNI pupuk IKM di wilayah Jawa dan Sumatera.
(3) Pengadaan peralatan dan sarana laboratorium uji pupuk di Jatim
(Kab. Sidoarjo).
(4) Peningkatan kemitraan antara pengusaha pupuk IKM dengan
BUMN Pupuk dan PTP
(5) Menghilangkan peraturan yang menghambat peredaran pupuk IKM
dalam upaya mendukung sektor pertanian dan perkebunan.
(6) Fasilitasi sertifikasi SNI khususnya SNI wajib bagi IKM pupuk.
4) Lokasi Pengembangan
(1) Provinsi NAD
(2) Provinsi Sumatera Utara.
(3) Provinsi Lampung.
(4) Provinsi Banten
(5) Provinsi DKI Jakarta
(6) Provinsi Jawa Barat.
(7) Provinsi Jawa Tengah.
(8) Provinsi DI. Yogyakarta.
20
(9) Provinsi Jawa Timur.
(10) Provinsi Bali
(11) Provinsi Nusa Tenggara Barat
(12) Provinsi Sulawesi Utara
(13) Provinsi Sulawesi Tengah
(14) Provinsi Sulawesi Selatan
f. Industri Garam
1) Keadaan Spesifik
(1) Umumnya kualitas garam rakyat masih rendah, sehingga tidak
dapat diproses secara langsung untuk garam beryodium (garam
konsumsi).
(2) Peralatan produksi garam beryodium (IKM) masih sederhana.
(3) Masih kurangnya kesadaran produsen garam beryodium untuk
produksi sesuai dengan SNI 01-3556-1994.
(4) Masih adanya produsen garam beryodium yang belum memiliki ijin
industri tetapi telah memasarkan hasil produksinya.
(5) Masih rendahnya kesadaran konsumen untuk mengkonsumsi garam
beryodium.
(6) Kualitas garam impor lebih baik dan harganya lebih murah,
sehingga impor garam curah dari luar negeri, khususnya Australia,
India dan RRC makin meningkat dari tahun ke tahun.
2) Sasaran Pengembangan
Sasaran peningkatan jumlah Nilai Tambah, Nilai Produksi, Unit Usaha
dan Tenaga Kerja tahun 2003–2004 disajikan pada Tabel 2.7 berikut:
Tabel 2.7
Sasaran Peningkatan Nilai Tambah, Nilai Produksi,
Unit Usaha dan Tenaga Kerja Industri Kecil Menengah Garam
tahun 2003 – 2004
SASARAN
POSISI LAJU PERTUM
NO. INDIKATOR
2002 BUHAN/THN
2003 2004
3) Program Pengembangan
(1) Membantu peningkatan produktivitas dan kualitas garam rakyat di
NTB, NTT, Sulteng, NAD.
21
(2) Peningkatan kemampuan pengemasan dan yodisasi untuk IKM
garam di provinsi NTT, NTB, Sulteng, NAD.
(3) Pelatihan peningkatan mutu IKM garam di provinsi Jabar, Banten,
Jateng dan Jatim.
(4) Sosialisasi penerapan mutu garam beryodium terhadap petani
produsen dan pedagang di 2 provinsi (Jatim, Jateng).
(5) Monitoring dan evaluasi industri IKM garam yang tidak memiliki
ijin.
4) Lokasi Pengembangan
(1) Kab. Aceh Utara, Kab. Pidie – Nanggroe Aceh Darusalam
(2) Kab./Kota Tangerang – Banten
(3) DKI Jakarta.
(4) Kab. Indramayu, Kab. Cirebon – Jawa Barat.
(5) Kab. Pati, Kab. Rembang – Jawa Tengah.
(6) Kab. Sampang, Kab. Pamekasan, Kab. Pasuruan – Jawa Timur.
(7) Kab. Bima, Kab, Sumbawa – Nusa Tenggara Barat.
(8) Kab. Ngada, Kab. Ende – Nusa Tenggara Timur.
(9) Kab. Takalar, Kab. Jeneponto – Sulawesi Selatan.
g. Industri Genteng
1) Keadaan Spesifik
(1) Umumnya kualitas genteng yang diproduksi IKM mutunya masih
rendah.
(2) Peralatan dan mesin produksi yang digunakan IKM masih
sederhana.
(3) Masih kurangnya kesadaran produsen genteng dalam menerapkan
SNI.
(4) Diberlakukannya perdagangan bebas akan memberikan peluang
produk genteng untuk memperluas pemasarannya.
(5) Masuknya produk genteng terutama dari Itali perlu diwaspadai oleh
industri genteng dalam negeri.
2) Sasaran Pengembangan
Sasaran peningkatan jumlah Nilai Tambah, Nilai Produksi, Unit Usaha
dan Tenaga Kerja tahun 2003–2004 disajikan pada Tabel 2.8 berikut:
Tabel 2.8
Sasaran Peningkatan Nilai Tambah, Nilai Produksi, Unit Usaha dan
Tenaga Kerja Industri Kecil Menengah Genteng
tahun 2003 – 2004
SASARAN LAJU
POSISI
NO. INDIKATOR PERTUM
2002
2003 2004 BUHAN/THN
22
1. Nilai Tambah (Rp. Juta) 2.602.114 2.709.748 2.911.136 7,04%
2. Nilai Produksi (Rp. Juta) 3.870.177 4.095.505 4.334.313 7,52%
3. Unit Usaha (Unit) 197.909 203.846 209.962 3,00%
4. Tenaga Kerja (Orang) 941.710 988.800 1.038.240 5,00%
3) Program Pengembangan
(1) Sosialisasi dan penerapan SNI genteng
(2) Meningkatkan mutu dan desain produk melalui penyediaan tenaga
ahli, instruktur dan fasilitator.
(3) Melaksanakan pelatihan teknis, magang dan studi banding untuk
meningkatkan kemampuan teknis dan desain.
(4) Fasilitasi akses permodalan dan pemasaran.
4) Lokasi Pengembangan
(1) Kab. Cirebon – Jawa Barat.
(2) Kab. Jepara – Jawa Tengah.
(3) Kab. Malang – Jawa Timur.
(4) Kab. Bima – Nusa Tenggara Barat.
(5) Kab. Deli Serdang – Sumatera Utara.
(6) Kab. Makasar – Sulawesi Selatan.
(7) Kab. Pandeglang – Banten.
(8) Kab. Bantul – DI Yogyakarta.
1) Keadaan Spesifik
(1) Memproduksi alat-alat dan mesin-mesin pertanian baik dengan
menggunakan teknologi tepat guna maupun modern, dalam rangka
membantu meningkatkan produktivitas sektor pertanian.
(2) Produk-produk tersebut antara lain: hand tractor, reaper, tresher dan
casava mills.
(3) Pandai besi membuat alat-alat pertanian yang berskala kecil dan
dilaksanakan dengan teknologi sederhana seperti: cangkul, sekop
(4) Masih berorientasi pada pasar dalam negeri.
(5) SDM yang handal sesuai dengan kebutuhan sulit ditemukan.
(6) Penguasaan teknologi manufaktur modern jumlahnya masih
terbatas.
(7) Untuk mencapai kualitas ekspor, produk dibanyak sektor belum
memadai.
(8) Tingkat kepercayaan konsumen akan kualitas dan keandalan produk
dalam negeri, terlebih lagi IKM belum juga membaik.
23
(9) Globalisasi memaksa produk IKM langsung harus berbenturan
dengan produk-produk perusahaan multinasional.
(10) Tuntutan masyarakat/konsumen akan mutu produk/hasil produksi
yang kian tinggi dengan bench-mark pada produk-produk luar
negeri.
(11) Minat bekerja generasi muda di industri alsintani terus berkurang.
2) Sasaran Pengembangan
Sasaran peningkatan jumlah Nilai Tambah, Nilai Produksi, Unit Usaha
dan Tenaga Kerja tahun 2003–2004 disajikan pada Tabel 2.9 berikut
Tabel 2.9
Sasaran Peningkatan Nilai Tambah, Nilai Produksi, Unit Usaha dan
Tenaga Kerja Industri Kecil Menengah Alsintani
tahun 2003 – 2004
SASARAN
POSISI LAJU PERTUM
NO. INDIKATOR
2002 BUHAN/THN
2003 2004
3) Program Pengembangan
Alsintani
(1) Memperkenalkan desain-desain dan prototipe sederhana tetapi
bermanfaat (teknologi tepat guna).
(2) Mendorong bengkel-bengkel alsintani untuk memproduksi alat-alat
tersebut bekerjasama antar IKM dan atau menjalin kemitraan
dengan industri besar pemegang merek.
(3) Meningkatkan mutu produk melalui bantuan penyediaan tenaga ahli
dan instruktur serta fasilitator.
(4) Sosialisasi dan penerapan Gugus Kendali Mutu (GKM) dan
Standardisasi seperti SNI dan ISO-9000.
(5) Melaksanakan pelatihan teknis, magang, studi banding dan
sejenisnya untuk lebih meningkatkan kemampuan teknis dan
memperkenalkan budaya manufaktur.
(6) Fasilitasi pertemuan-pertemuan (business matching) diantara para
pengusaha IKM yang saling terkait dan saling membutuhkan dalam
peningkatan bisnisnya.
24
(7) Penguatan pasar spesifik alsintani di daerah-daerah Sumatera
Selatan, DKI Jakarta dan Jawa Timur.
(8) Memberikan kesempatan yang sebesar-besarnya bagi kelompok
IKM Alsintani untuk memperkuat kelembagaan dalam kaitan
pengembangan usaha.
Pande Besi
(1) Memberikan bantuan tenaga ahli untuk teknologi tepat guna pande
besi dan peningkatan Quality, Cost dan Delivery (QCD).
(2) Membantu akses pinjaman modal dana bergulir.
(3) Fasilitasi pembangunan pasar spesifik alat pertanian.
(4) Fasilitasi pasar alat pertanian di BUMN dan pembelian pemerintah
lainnya.
(5) Membantu akses kemudahan pengadaan bahan baku.
4) Lokasi Pengembangan
(1) Bengkel Alsintani : Kota Bukittinggi (Sumbar); Kab. Sidrap,
Pinrang (Sulsel); Kab. Pringsewu (Lampung); Kab. Serang
(Banten); Kab. Bandung (Jabar); Kab. Kulonprogo (DIY); dan Kab.
Pasuruan (Jatim).
(2) Bengkel Pande Besi : Kab. Labuhan Batu, Simalungun, Nias,
Tapanuli Selatan (Sumut); Kab. 50 Koto, Agam, Pasaman
(Sumbar); Kota Palembang, Kab. OKI (Sumsel); Kab. Serang,
Lebak (Banten); Kab. Garut, Majalengka, Bogor, Sukabumi (Jabar);
Kab. Pati, Kudus, Banjarnegara, Wonosobo (Jateng); Kab.
Bondowoso, Pamekasan, Lumajang, Jombang, Blitar, Bangkalan
(Jatim); Kab. Karang Asem, Klungkung, Gianyar, Tabanan (Bali);
Kab. Sumbawa, Lombok Tengah (NTB); Kab. Manggarai, Sumba
Barat, Kota Kupang (NTT); Kab. Hulu Sungai Selatan (Kalsel);
Kab. Bolaang Mongondow, Sangir Talaud (Sulut); Kab. Buton
(Sultra); Kab. Poso (Sulteng) dan Kab. Gorontalo (Gorontalo).
25
(4) Teknologi yang dikembangkan perajin kapal kayu masih
tradisional.
(5) Fasilitas penunjang galangan serta peralatan produksi sebagian
besar masih manual.
(6) Peraturan tentang penyediaan kayu sebagai konstruksi kapal belum
ada.
(7) Terbatasnya jangkauan pelayanan/operasi kapal karena disamping
ukuran kapal kecil juga karena belum dimotorisasi.
(8) Kemampuan permodalan perajin kapal kayu maupun nelayan
pemilik kapal rendah.
2) Sasaran Pengembangan
Sasaran peningkatan jumlah Nilai Tambah, Nilai Produksi, Unit Usaha
dan Tenaga Kerja tahun 2003 – 2004 disajikan pada Tabel 2.10 berikut :
Tabel 2.10
Sasaran Peningkatan Nilai Tambah, Nilai Produksi,
Unit Usaha dan Tenaga Kerja Industri Kecil Menengah
Produksi Motorisasi Kapal Nelayan
tahun 2003 – 2004
3) Program Pengembangan
(1) Demo teknologi, temu bisnis, akses pasar IKM.
(2) Bantuan tenaga ahli/kerjasama dengan industri motor penggerak <
100 GT.
(3) Mapping penggunaan motor penggerak pada kapal nelayan.
(4) Penumbuhan bengkel perawatan dan perbaikan.
4) Lokasi Pengembangan
(1) Kab. Bagansiapiapi - Riau.
(2) Kab. Kuala Tungkal - Jambi.
(3) Kab. OKI, Kota Palembang - Sumsel.
(4) Kab. Belitung - Babel.
26
(5) Kab. Lampung Selatan - Lampung.
(6) Kab. Indramayu - Jabar.
(7) Kab. Serang - Banten.
(8) Kab. Tegal - Jateng.
(9) Kab. Banyuwangi - Jatim.
(10) Kab. Badung - Bali.
(11) Kab. Lombok Barat - NTB.
(12) Kota Samarinda - Kaltim.
(13) Kota Banjarmasin - Kalsel.
(14) Kota Pontianak - Kalbar.
(15) Kab. Bulukumba - Sulsel.
(16) Kab. Donggala - Sultra.
(17) Kota Kendari - Sultra.
(18) Kota Menado - Sulut.
(19) Kab. Kota Baru - Maluku Utara.
(20) Kota Jayapura - Papua.
1) Keadaan Spesifik
(1) Kurang tenaga trampil di bidang teknik produksi (sangat
tradisional).
(2) Peralatan produksi sederhana/manual.
(3) Konstruksi tradisional.
(4) Kualitas pembuatan kapal belum memenuhi standar kelaikan BKI.
(5) Bahan baku kayu, fiberglass, aluminium, ferrocement, atau
laminasi.
2) Sasaran Pengembangan
Sasaran peningkatan jumlah Nilai Tambah, Nilai Produksi, Unit Usaha
dan Tenaga Kerja tahun 2003 – 2004 disajikan pada Tabel 2.11 berikut :
Tabel 2.11
Sasaran Peningkatan Nilai Tambah, Nilai Produksi,
Unit Usaha dan Tenaga Kerja Industri Kecil Menengah Kapal <100 GT
tahun 2003 – 2004
SASARAN
POSISI LAJU PERTUM
NO. INDIKATOR 2002 BUHAN/THN
2003 2004
27
2. Nilai Produksi (Rp. Juta) 350.150 386.214 426.466 12,49%
3) Program Pengembangan
(1) Mendorong penggunaan standar BKI dalam pembuatan kontruksi
kapal kayu; yang meliputi antara lain :
• Menyusun panduan konstruksi kapal kayu berdasarkan BKI.
• Sosialisasi panduan konstruksi ke IKM kapal kayu.
• Mendorong pelatihan pembuatan kapal kayu berdasarkan BKI
dibeberapa daerah potensi melalui temu usaha bekerjasama
dengan pemerintah Kabupaten/Kota.
(2) Memberikan fasilitasi pemasaran kapal seperti ke perusahaan
KOPELRA, Himpunan Nelayan Indonesia (HNI), dan lain-lain.
(3) Melakukan sinergi program lain yang mendukung langsung
ekonomi daerah (transportasi laut, pengembangan galangan kapal,
motorisasi, elektronisasi kapal, peningkatan SDM dll).
(4) Bantuan tenaga ahli.
4) Lokasi Pengembangan
(1) Kota Medan, Kab.Belawan-Sumut.
(2) Kab. Bengkalis, Kota Pekanbaru-Riau.
(3) Kota Padang-Sumbar
(4) Kota Pelembang-Sumsel.
(5) Kab. Belitung-Babel
(6) Kab. Cirebon-Jabar
(7) Kab. Serang-Banten
(8) Kota Jakarta Utara-DKI Jakarta
(9) Kab Batang-Jateng
(10) Kab. Banyuwangi-Jatim
(11) Kab. Badung-Bali
(12) Kab Lombok Barat-NTB
(13) Kota Samarinda-Kaltim
(14) Kota Banjarmasin, Sanggata-Kalimantan Selatan.
(15) Kota Palangkaraya-Kalimantan Tengah
(16) Kota Pontianak-Kalimantan Barat
(17) Kab. Bulukumba-Sulawesi Selatan
(18) Kab. Buton-Sulawesi Tenggara
(19) Kota Manado-Sulawesi Utara
28
(20) Kab. Gorontalo-Gorontalo
Tabel 2.12
Sasaran Peningkatan Nilai Tambah, Nilai Produksi, Unit Usaha dan
Tenaga Kerja Industri Kecil Menengah Tenun Tradisional
tahun 2003 – 2004
SASARAN
POSISI LAJU PERTUM
NO. INDIKATOR
2002 BUHAN/THN
2003 2004
3) Program Pengembangan
(1) Promosi dan Pemasaran
(a) Partisipasi pameran.
(b) Uji coba pasar melalui outlet.
(c) Penyusunan sistem informasi dan kit-kit promosi.
(2) Pengembangan SDM
(a) Diklat dalam pengembangan desain dan teknik produksi.
(b) Magang bagi pengusaha tenun.
(c) Bantuan tenaga ahli desain dan teknik produksi dalam rangka
diversifikasi produk.
(3) Pengembangan produksi dan teknologi
29
(a) Sosialisasi standard mutu bahan baku.
(b) Sosialisasi dan bimbingan HaKI.
(4) Pengembangan permodalan serta fasilitasi akses ke sumber-sumber
permodalan.
(5) Pengembangan kemitraan melalui temu usaha dengan instansi
terkait dalam rangka pemasaran dan fasilitasi perolehan bahan baku.
(6) Pemetaan produk indikasi geografis.
4) Lokasi Pengembangan
(1) Songket dari Kota Palembang - Sumatera Selatan; Kota
Bukittinggi-Sumatera Barat
(2) Tapis dari Kota Bandar Lampung – Lampung; Kabupaten Agam –
Sumatera Barat
(3) Ulos dari Kab. Tapanuli Utara, Kab. Toba Samosir – Sumatera
Utara
(4) Tenun cak-cak dari Kabupaten Gianyar - Bali.
(5) Tenun ikat dari NTT; Kabupaten Jepara – Jawa Tengah; Kabupaten
Wajo; Kabupaten Luwu Utara; Kabupaten Toraja; Kabupaten
Mamasa; Kabupaten Mamuju; Kabupaten Goa/Takalar – Sulawesi
Selatan; Kabupaten Buton; Kabupaten Kendari – Sulawesi
Tenggara; Kabupaten Lombok Barat; Kabupaten Lombok Timur -
NTB
l. Industri Perhiasan
1) Keadaan Spesifik
(1) Memiliki nilai budaya dan seni tradisional yang tinggi.
(2) Belum mampu bersaing dengan negara-negara lain.
(3) Mesin dan peralatan produksi belum memadai.
(4) Produksi monoton/statis umumnya berupa sejenis batu akik
(cobochon).
(5) Diversifikasi produk terbatas dengan desain yang kurang inovatif.
(6) Mutu dan desain belum sepenuhnya sesuai permintaan selera pasar.
(7) Informasi pasar terbatas.
(8) Kurang mampu mengakses pasar langsung melalui teknologi
informasi.
(9) Standarisasi mutu bahan belum ada.
(10) Peluang pasar dalam negeri dan luar negeri masih belum terbuka
luas.
(11) Desain produk dan diversifikasi produk akan sangat beragam bila
didukung oleh mesin dan peralatan yang memadai.
2) Sasaran Pengembangan
30
Sasaran peningkatan jumlah Nilai Tambah, Nilai Produksi, Unit Usaha
dan Tenaga Kerja tahun 2003 – 2004 disajikan pada Tabel 2.13 berikut :
Tabel 2.13
Sasaran Peningkatan Nilai Tambah, Nilai Produksi,
Unit Usaha dan Tenaga Kerja Industri Kecil Menengah Perhiasan
tahun 2003 – 2004
SASARAN
POSISI LAJU PERTUM
NO. INDIKATOR
2002 BUHAN/THN
2003 2004
3) Program Pengembangan
(1) Promosi dan pemasaran, seperti :
(a) Peningkatan jumlah pameran di dalam dan luar negeri.
(b) Promosi potensi batu mulia di pusat-pusat wisata kerjasama
dengan PHRI dan sektor pariwisata.
(c) Penyusunan sistem informasi
(2) Mengoptimalkan potensi sumber daya alam batu mulia yang belum
digali dengan meningkatkan peran tenaga ahli dibidang
pertambangan.
(3) Pengembangan keahlian tenaga kerja, khususnya dalam bidang :
(a) Peningkatan kemampuan penggosok batu mulia.
(b) Pengembangan kemampuan diversifikasi produk melalui
penyediaan bantuan tenaga ahli dan desainer.
(4) Pengembangan produksi dan teknologi
(a) Peningkatan kemampuan penerapan manajemen mutu.
(b) Pengembangan desain.
(c) Bimbingan dan penyuluhan penerapan HaKI.
31
(5) Pengembangan kemitraan peningkatan sistem subkontraktor dengan
para eksportir dan industri besar yang saling menguntungkan.
(6) Peningkatan dukungan faktor-faktor eksternal (iklim dan
pemasaran)
(a) Dukungan pemerintah pusat dan daerah dalam upaya
perlindungan terhadap eksploitasi pengiriman bahan mentah
batu mulia ke luar negeri yang belum diolah.
(b) Mengupayakan Pengembangan Kawasan Khusus Industri
Perhiasan
4) Lokasi Pengembangan
(1) Kab. Sukabumi, Kab. Garut-Jawa Barat.
(2) Kab. Pacitan-Jawa Timur.
(3) Kab. Ketapang-Kalimantan Barat.
(4) Kab. Langkat-Sumatera Utara.
(5) Kab. Pesisir Selatan-Sumatera Barat.
(6) Kab. Sarko-Jambi.
(7) Kab. Pidie, Kab. Aceh Tenggara-NAD.
(8) Pulau Bacan- Maluku Utara.
(9) Kab Banjar, Kota Banjar Baru-Kalimantan Selatan
Tabel 2.14
Sasaran Peningkatan Nilai Tambah, Nilai Produksi, Unit Usaha dan
Tenaga Kerja Industri Kecil Menengah Kerajinan Anyaman
tahun 2003 – 2004
SASARAN
POSISI LAJU PERTUM
NO. INDIKATOR 2002 BUHAN/THN
2003 2004
32
1. Nilai Tambah (Rp. Juta) 1.069.554 1.178.611 1.263.481 9,26%
2. Nilai Produksi (Rp. Juta) 1.567.796 1.705.622 1.855.796 9,84%
3. Unit Usaha (Unit) 659.967 679.766 700.159 3,00%
4. Tenaga Kerja (Orang) 1.087.810 1.142.200 1.199.310 5,00%
33
(16). Kab. Kendari-Sulawesi Tenggara.
(17). Kab. Gowa-Sulawesi Selatan.
(18). Kab. Gorontalo-Gorontalo.
(19). Kab. Bangli-Bali.
(20). Kab. Lombok Tengah, Kab. Lombok Timur, Kab. Dompu-NTB.
(21). Kab. Timor Tengah Selatan, NTT.
34
BAB III
PROGRAM PENGEMBANGAN
INDUSTRI KECIL MENENGAH PENDUKUNG (SUPPORTING INDUSTRY)
3.1. UMUM
a. Pengertian, Ciri/Kriteria dan Lingkup Komoditi Prioritas
1) Pengertian:
Industri pendukung (supporting industry) adalah industri yang
membuat barang dan jasa bukan untuk memenuhi kebutuhan sendiri
tetapi dijual ke pasar bebas atau industri lain untuk mendukung
produk akhirnya yang memiliki nilai tambah yang lebih tinggi.
2) Ciri/Kriteria
(1) Hasil produksinya dipasok ke pasar bebas/ke industri lain.
(2) Terjadi peningkatan nilai tambah.
(3) Bersifat substitusi impor.
(4) Pada umumnya berfungsi sebagai subcontracting
3) Lingkup Komoditi Prioritas
(1) Komponen Kendaraan Bermotor (Roda 4 dan Roda 2), Jasa
Reparasi, Jasa Rekondisi.
(2) Komponen Permesinan (Mesin Tekstil/Migas, Permesinan
Sederhana), Bengkel Perakitan, Reparasi/Maintenance.
(3) Komponen Elektronika (Alat Komunikasi, Panel dan Gear
Listrik, Alat Rumah Sakit, Alat Bangunan/Rumah.
(4) Komponen barang-barang karet dan plastik.
34
c. Target Group Pembinaan dan Pengembangan
1) IKM dan bengkel komponen alat angkut (KBM-R4, KBM-R2, kapal
dan lain-lain).
2) IKM dan bengkel komponen peralatan dan mesin (CPO, pupuk,
tekstil, migas dan lain-lain).
3) IKM dan bengkel elektronika (alat komunikasi, alat rumah sakit, panel
listrik, gear listrik, pendingin dan lain-lain).
4) Bengkel perbaikan dan pemeliharaan (jasa service, toko onderdil dan
lain-lain).
35
(2) Pengetahuan tentang strategi pemasaran sangat minim dan
kurang aktif melakukan kegiatan promosi pemasaran.
(3) Kurang motivasi untuk mengembangkan teori-teori manajemen
di dalam perusahaannya.
(4) Pelatihan yang diadakan di dalam perusahaan masih dilakukan
secara sederhana.
(5) Keterlambatan pengiriman barang (delivery) sering terjadi.
(6) Sistem quality control (QC) pada umumnya belum dikuasai
(masih lemah).
Bidang Teknologi
(1) Penerapan teknologi dan pengendalian produksi secara modern
sangat kurang.
(2) Belum terbiasa melaksanakan budaya manufakturing sesuai
teknologi yang digunakan.
Lingkungan Eksternal
Peluang di Dalam Negeri
(1) Potensi pasar yang cukup besar, impor barang modal dan
permesinan tahun 1995 sebesar US$ 8,61 milyar dan tahun 2000
sebesar US$ 4,68 milyar, dengan peningkatan rata-rata 17,95%
per tahun.
(2) Liberalisasi perdagangan dunia khususnya AFTA (regional).
(3) Adanya trend Global Sourcing di industri otomotif, permesinan
dan elektronika.
Ancaman
(1) Masalah keamanan dan ketidakpastian hukum yang
mengakibatkan menyusutnya investasi.
(2) Masalah ketenagakerjaan (kenaikan UMP/UMK).
(3) Kurs rupiah terhadap mata uang asing (US $) yang tidak stabil.
(4) Persaingan yang ketat dan insentif yang lebih menarik dari
negara tetangga seperti Thailand, Malaysia dan Cina.
(5) Posisi prinsipal dan buyers yang banyak menentukan
penggunaan industri pendukung.
(6) Birokrasi yang masih menghambat dan menimbulkan ekonomi
biaya tinggi.
1) Kualitatif
(1) Adanya kesempatan kerja baru sebagai akibat dari hasil ekspansi
produksi komponen dan sub komponen.
(2) Berkurangnya impor komponen.
(3) Meningkatnya daya saing industri perakitan dan komponen
dengan meningkatkan jumlah pembuatan komponen di dalam
negeri dengan mutu tinggi dan efisiensi biaya produksi.
36
(4) Meningkatnya basis kemampuan teknologi sehingga
memperkuat infrastruktur teknologi.
(5) Meningkatnya teknologi proses dan desain produk
(6) Meningkatnya bantuan permodalan, perpajakan dan insentif
lainnya.
2) Kuantitatif
Sasaran kuantitatif pengembangan industri pendukung tahun 2002 -
2004 tersaji pada Tabel 3.2 :
Tabel 3.2
Sasaran Pengembangan Industri Pendukung
tahun 2002-2004
LAJU
SASARAN PENGEMBANGAN INDUSTRI 2002 2003 2004 PERTUM-
BUHAN/THN
1. Komponen:
- Kendaraan - Nilai Tambah (Rp. Juta) 659.938 740.482 842.587 12,73 %
bermotor
- Nilai Produksi (Rp. Juta) 1.238.971 1.401.918 1.586.584 12,49 %
- Unit usaha 834 859 885 3,04 %
- Tenaga kerja 50.200 52.710 55.350 5,00 %
- Mesin & - Nilai Tambah (Rp. Juta) 244.459 266.326 295.061 12,73 %
peralatan - Nilai Produksi (Rp. Juta) 394.515 438.964 488.877 12,49 %
pabrik
- Unit Usaha (Unit) 721 743 765 3,04 %
- Tenaga Kerja 28.850 30.290 31.810 5,00 %
- Elektronika - Nilai Tambah (Rp. Juta) 547.929 611.603 692.730 12,73 %
- Nilai Produksi (Rp. Juta) 1.345.452 1.522.114 1.722.306 12,49 %
- Unit Usaha 2.292 2.361 2.432 3,04 %
- Tenaga Kerja 56.580 59.410 62.380 5,00 %
2. Komponen - Nilai Tambah (Rp. Juta) 839.120 865.967 1.004.356 7,04 %
(barang karet dan
plastik) - Nilai produksi (Rp. Juta) 2.722.209 2.980.132 3.262.720 7,52 %
- Jumlah unit usaha 13.886 14.302 14.731 3,00 %
- Tenaga kerja 229.300 240.760 252.800 5,00 %
f. Arah Pengembangan
1) Pengembangan industri pendukung diarahkan untuk meningkatkan
dan menumbuhkan IKM atau bengkel-bengkel di dalam negeri, agar
mampu memproduksi komponen-komponen yang masih banyak di
impor, khususnya KBM-R4 dan komponen permesinan.
2) Penumbuhan rancang bangun permesinan baru hasil reverse
engineering yang dapat diproduksi dan dijual di dalam negeri.
3) Peningkatan kemampuan bengkel-bengkel perbaikan dan
pemeliharaan untuk keperluan industri-industri BUMN/besar.
4) Penumbuhan wirausaha-wirausaha baru permesinan modern.
5) Penumbuhan IKM/bengkel logam dan mesin berorientasi ekspor.
37
g. Kebijakan Pengembangan
Kebijakan pengembangan industri pendukung ditetapkan berdasarkan
prinsip-prinsip, sebagai berikut:
1) Pengembangan industri ditekankan pada mekanisme pasar dalam
upaya meningkatkan daya saing yang cukup untuk memasuki pasar
internasional.
2) Industri pendukung yang dikembangkan diutamakan pada industri
yang berskala kecil menengah.
3) Pengembangan industri diarahkan untuk memperkuat struktur industri
melalui hubungan vertikal antara industri pendukung dengan para
assembler dan para pemasok komponen skala global.
4) Melibatkan secara aktif perusahaan besar dalam rangka menarik
supporting industry-nya di luar negeri untuk menanamkan modalnya
di Indonesia.
5) Meningkatkan iklim usaha yang semakin kondusif serta menyediakan
fasilitas dan kemudahan lainnya.
h. Strategi Pengembangan
Dengan memperhatikan berbagai hambatan baik ditingkat internal maupun
eksternal perusahaan dapat dilakukan langkah sebagai berikut :
1) Meningkatkan Pemintaan (Pull Factors)
(1) Strategi untuk memperkuat hubungan kemitraan antara perakit
dan pasar cuku cadang dengan pembuat komponen.
(2) Strategi untuk mengembangkan permintaan pasar/industri untuk
mengisi pasar suku cadang dan (pengembangan industri sepeda
motor, elektronika konsumsi, kendaraan roda 4 sektor
transportasi, mendorong lokalisasi komponen) serta pasar IKM
mesin dan peralatan pabrik.
2) Meningkatkan Upaya Pengembangan (Push Factors)
(1) Strategi untuk mengembangkan infrastruktur teknologi,
distribusi dan pemasaran perkuatan MIDC, menarik investasi
baru, QS-9000, perkuat database, perkuat jaringan keteknikan
nasional, pasar mesin dan peralatan pabrik IKM.
(2) Strategi untuk mengembangkan infrastruktur ekonomi, jalan
listrik, telepon dan air (peraturan konsisten, suplai tenaga kerja
berkualitas, insentif perpajakan).
38
Pendekatan II
Meningkatkan kemampuan industri pendukung dalam bidang
teknologi produksi dan keterampilan manajemen. Dalam hal ini perlu
adanya dukungan dari Pemerintah, dukungan dari assemblers,
distributor dan bengkel-bengkel after market serta organisasi-
organisasi lainnya.
Pendekatan III
Meningkatkan volume dan nilai sub kontrak industri pendukung dari
assemblers, transfer teknologi dari assemblers kepada sub kontrak
akan mendorong informasi untuk promosi bisnis sub kontrak, seperti
informasi pembeli, informasi penjual, kebutuhan pasar juga akan
dipacu perkembangannya.
i. Program Pengembangan
1) Peningkatan dukungan teknis dan kemampuan R&D, melalui:
peningkatan promosi, transfer teknologi, penumbuhan dunia
usahabaru industri kecil permesinan modern.
2) Peningkatan kemampuan manajemen dengan mengadopsi dan
sertifikasi QS 9000.
3) Peningkatan kemampuan pengembangan produk/komponen berupa
peningkatan kemampuan komponen lokal oleh assembler.
4) Penyediaan dukungan keuangan melalui two step loan komersial
bantuan ADB sebesar US $ 85 juta.
5) Revitalisasi Kemampuan Balai Besar Logam dan Mesin
(BBLM/MIDC):
(1) Mendidik bidang teknologi kunci yang masih lemah,
pendidikan kewirausahaan dan manajerial serta meningkatkan
kemampuan UPT-UPT logam di Sukabumi, Tegal dan Surabaya
untuk menjadi rujukan dibidang permesinan modern.
(2) Peningkatan jaringan kerja dengan Balai-balai latihan kerja
Depnaker.
6) Penataan kembali lingkungan industri untuk didorong menjadi
lingkungan industri komponen serta mendorong kawasan industri
swasta dalam rangka menyediakan lingkungan industri di dalam
kawasan.
7) Peningkatan dukungan sistem tarif dan perpajakan melalui penataan
pajak yang kurang mendukung inisiatif para assembler eksportir untuk
membeli komponen dan bahan baku dari dalam negeri.
8) Peningkatan akses terhadap pasar internasional melalui peningkatan
hubungan dengan perusahaan komponen dunia yang melaksanakan
global sourcing seperti dengan Delphi dan lain sebagainya.
39
9) Promosi pasar dan investasi, untuk mendorong IKM komponen luar
negeri bermitra dengan IKM dalam negeri dan penanaman modal di
Indonesia (promosi di Jepang, Korea, Taiwan).
j. Lokasi Pengembangan
1) Komponen permesinan dan peralatan pabrik dari logam, karet, plastik
di :
(1). Kota Medan-Sumatera Utara
(2). Kota Padang-Sumatera Barat
(3). DKI Jakarta
(4). Kota Cilegon, Kab. Tangerang, Serang-Banten
(5). Kota Bandung, Kab. Kuningan-Jawa Barat
(6). Kota Semarang, Kab. Tegal, Boyolali, Ceper-Jawa Tengah
(7). DI Yogyakarta
(8). Kota Surabaya, Kab. Pasuruan, Gresik, Sidoarjo-Jawa Timue
(9). Kota Banjarmasin-Kalimantan Selatan
(10). Kota Samarinda, Kota Balikpapan, Kab. Bontang- Kalimantan
Timur
(11). Kota Makasar-Sulawesi Selatan
2) Komponen elektronika di
(1). Kota Batam-Riau
(2). DKI Jakarta
(3). Kota Bandung, Kab. Kuningan-Jawa Barat
(4). Kota Surabaya, Kab. Pasuruan, Gresik, Sidoarjo-Jawa Timur
40
3.2. PENGEMBANGAN KELOMPOK INDUSTRI KOMODITI TERPILIH.
a. Komponen Kendaraan Bermotor (KBM) :
Tabel 3.3
Sasaran Peningkatan Jumlah Unit Usaha,
Tenaga Kerja dan Nilai Produksi Komponen KBM
tahun 2003 – 2004
SASARAN LAJU
POSISI
PERTUMBUH-
INDIKATOR 2002
2003 2004 AN/TAHUN
41
4). Lokasi Pengembangan :
(1). DKI Jakarta
(2). Bogor, Sukabumi, Bandung-Jawa Barat
(3). Tangerang-Banten
(4). Tegal, Klaten-Jawa Tengah
(5). Yogyakarta-DI Yogyakarta
(6). Sidoarjo, Pasuruan-Jawa Timur
Tabel 3.4
Sasaran Peningkatan Jumlah Unit Usaha, Tenaga Kerja
dan Nilai Produksi Mesin dan Peralatan Pabrik
tahun 2003 – 2004
SASARAN LAJU
POSISI PERTUMBUH
INDIKATOR
2002 2003 2004 AN/TAHUN
42
(4). Bogor, Bekasi, Sukabumi, Bandung-Jawa Barat
(5). Tegal, Klaten, Semarang-Jawa Tengah
(6). DI Yogyakarta
(7). Sidoarjo-Jawa Timur
(8). Kota Makasar- Sulawesi Selatan
c. Elektronika.
1). Keadaan Spesifik.
(1) Share pasar domestik yang cenderung semakin tertekan.
(2) Banyaknya industri Multi National Company yang melakukan
relokasi yang berakibat kurangnya aktifitas sub contracting.
Tabel 3.5
Sasaran Peningkatan Jumlah Unit Usaha,
Tenaga Kerja dan Nilai Produksi Elektronika
tahun 2003 – 2004
SASARAN LAJU
POSISI
PERTUMBUHAN
INDIKATOR 2002
2003 2004 PER TAHUN
43
d. Komponen (Barang Karet dan Plastik).
1). Keadaan Spesifik.
(1) Bahan baku sebagian besar tergantung pada impor
(2) Keterbatasan Teknologi Produksi
2) Sasaran Pengembangan
Sasaran peningkatan jumlah unit usaha, tenaga kerja dan nilai
produksi tahun 2003 – 2004 tertera pada Tabel berikut.
Tabel 3.6
Sasaran Peningkatan Jumlah Unit Usaha, Tenaga Kerja
dan Nilai Produksi Komponen (Barang Karet dan Plastik)
tahun 2003 – 2004
SASARAN LAJU
PERTUMBUHAN
INDIKATOR POSISI 2002 PER TAHUN
2003 2004
44
BAB IV
4.1. UMUM
45
- Kerajinan Anyaman.
- Batik.
1)
Catatan : Nilai ekspor dari komoditi terpilih oleh karena sangat sulit untuk dipisahkan dari nilai
ekspor industri besar dihitung berdasarkan suatu rasio tertentu dari keduanya. Rasio
diambil dari sampling yang dilakukan terhadap sejumlah besar perusahaan IKM dan IB
dari komoditi terpilih tersebut.
46
7 00 50 68 00 2
Lingkungan Eksternal
Peluang
(1) Peluang pasar di pasaran dunia cukup besar, saham ekspor
Indonesia relatif masih kecil (0,1% s/d 4%) terhadap pasar
dunia.
(2) Kerjasama perdagangan regional (AFTA) maupun internasional
(WTO).
Ancaman
(1) Munculnya negara berkembang pesaing baru.
(2) Perubahan pola konsumen global.
(3) Meningkatnya biaya tenaga kerja, energi, dll.
(4) Muncul isu-isu non trade yang menjadi hambatan perdagangan,
seperti isu ecolabeling dan isu non trade lainnya.
(5) Penyelundupan bahan-bahan baku (seperti kayu, rotan, dll),
sangat membantu negara-negara pesaing Indonesia.
1) Kualitatitf
47
(2) Meningkatnya produktivitas dan effisiensi IKM binaan
sehingga mampu memenuhi persyaratan permitaan ekspor.
(3) Berkurangnya jumlah dan nilai impor dari produk orientasi
ekspor dipasaran.
(4) Meningkatnya minat, volume dan nilai ekspor para eksportir
produk IKM.
(5) Penghematan devisa.
2) Kuantitatif
Sasaran kuantitatif pengembangan industri berorientasi ekspor dapat
dilihat pada Tabel 4.2 :
Tabel 4.2
Sasaran Kuantitatif Nilai Ekspor
Pengembangan Industri Kecil
Berorientasi Ekspor
( Juta US $)
POSISI SASARAN LAJU
NO JENIS KOMODITI PERTUMBUH-
2002
2003 2004 AN/THN
48
f. Arah Pengembangan
g. Strategi Pengembangan
1) Meningkatkan permintaan pasar ( pull factors).
(1) Membuka outlet-outlet pemasaran untuk produk ekspor di dalam
dan luar negeri.
(2) Meningkatkan bisnis intelejen dan marketing di luar negri.
(3) Meningkatkan promosi dan pemasaran melalui pameran di luar
negeri dan pameran internasional di dalam negeri
(4) Melakukan kemitraan usaha dengan trader/eksportir besar
(5) Memperbaiki iklim usaha perdagangan luar negeri agar para
pedagang tentengan kecil dengan mudah dan murah keluar
masuk Indonesia.
(6) Peningkatan intensitas komunikasi dengan Atperindag dan ITPC
h. Program Pengembangan
1) Peningkatan Effisiensi dan Produktivitas
(1) Restrukturisasi permesinan.
(2) Peningkatan proses produksi yang lebih effisien serta teknologi
baru.
2) Peningkatan Pasar Ekspor
(1) Promosi dan pemasaran di Bali, serta lokasi-lokasi strategis
ekspor lainnya.
49
(2) Pengembangan trading house.
(3) Peningkatan kemampuan SDM bidang ekspor.
(4) Pengembangan kemitraan dengan BUMN dan industri
pengekspor.
3) Peningkatan Mutu
(1) Pengembangan desain.
(2) Peningkatan penerapan GMP.
(3) Peningkatan kualitas kemasan.
(4) Peningkatan kemampuan SDM bidang mutu.
4) Bantuan Permodalan
(1) Kredit Ekspor.
(2) Penjaminan/asuransi kredit.
Tabel 4.3
Sasaran Pengembangan Ekspor IKM Pengolahan Ikan
tahun 2003 - 2004
SASARAN LAJU
POSISI
NO URAIAN PERTUM-
2002
2003 2004 BUHAN/THN
50
5. Tenaga Kerja (Orang) 144.660 151.890 159.480 5,00 %
51
(1). Kab. Cilacap, Kab. Batang, Kab. Pekalongan, Kab. Semarang,
Kab. Rembang-Jawa Tengah.
(2). Kab. Minahasa, Kab. Manado-Sulawesi Utara.
(3). Kab. Maluku Utara-Maluku Utara.
b. Industri Kerupuk
1) Lingkup Komoditi Terpilih/ Prioritas
(1) Kerupuk hewani khususnya kerupuk ikan dan kerupuk udang.
(2) Kerupuk non hewani seperti kerupuk bawang.
2) Keadaan Spesifik
(1) Memiliki peluang pasar yang cukup luas.
(2) Bahan baku lokal cukup tersedia.
(3) Teknologi sudah dikuasai.
(4) Menyerap banyak tenaga kerja.
3) Sasaran Pengembangan
Sasaran pengembangan Ekspor IKM kerupuk tahun 2003 – 2004,
tersaji pada Tabel 4.4
Tabel 4.4
Sasaran Pengembangan Ekspor IKM Kerupuk
tahun 2003 – 2004
POSISI SASARAN LAJU
NO URAIAN 2002 PERTUM-
2003 2004 BUHAN/THN
52
(3) Pengembangan promosi dan pemasaran IKM Kerupuk.
- Mengikuti pameran internasional produk IK kerupuk yang
diproduksi dengan baik.
- Penyediaan informasi melalui penyusunan dan penyebaran
direktori, leaflet, booklet dan audio visual IKM kerupuk.
- Pengembangan pusat pelayanan bisnis industri kerupuk.
- Pengembangan forum konsultasi bisnis IKM kerupuk.
(4) Pengembangan iklim usaha IKM Kerupuk.
- Fasilitasi kemitraan antara IKM kerupuk dengan perusahaan
besar, khususnya untuk membantu pemasaran ke luar negeri.
5) Lokasi Pengembangan
(1). Kab. Sidoarjo - Jawa Timur.
(2). Kab. Palembang - Sumatera Selatan.
(3). Kab. Tegal, Kab. Pekalongan - Jawa Tengah.
(4). Kab. Cirebon, Kab. Indramayu – Jawa Barat.
3) Program Pengembangan
(1) Fasilitasi pengembangan pasar spesifik barang jadi kulit.
(2) Fasilitasi pengembangan trading house.
(3) Peningkatan kemampuan SDM.
53
(4) Fasilitasi restrukturisasi peralatan.
(5) Penerapan SPSM/ISO 9000.
(6) Bantuan tenaga ahli desain.
(7) Promosi penggunaan merek sendiri dan pendaftaran HaKI.
(8) Promosi pemasaran/partisipasi pameran.
(9) Pengembangan BDS.
(10) Pengembangan layanan informasi.
4) Lokasi Pengembangan
(1) Kab. Bogor, Garut, Kota Bandung – Jawa Barat.
(2) Kab. Sidoarjo – Jawa Timur.
(3) Kab. Bantul – DI. Yogyakarta.
(4) Kota Jakarta Timur – DKI. Jakarta.
(5) Kota Denpasar – Bali.
(6) Kota Bukittinggi – Sumatera Barat.
(7) Kab. Tebing Tinggi – Sumatera Utara.
Tabel 4.6.
Sasaran Pengembangan Ekspor IKM Alas Kaki/Sepatu Kulit
tahun 2003 – 2004
SASARAN LAJU
POSISI
NO URAIAN PERTUM-
2002 2003 2004 BUHAN/THN
3) Program Pengembangan
(1) Fasilitasi pengembangan pasar spesifik.
(2) Promosi pemasaran/partisipasi pameran.
(3) Promosi penggunaan merek sendiri dan pendaftaran HaKI.
54
(4) Peningkatan kemampuan SDM dibidang produksi.
(5) Fasilitasi bantuan permodalan serta bantuan tenaga ahli.
(6) Pembangunan Indonesia Footwear Service Centre (IFSC) di
Sidoarjo.
(7) Penerapan SPSM/ISO 9000.
(8) Pengembangan BDS.
(9) Pengembangan layanan informasi.
4) Lokasi Pengembangan
(1) Kab. Bogor, Kota Bandung – Jawa Barat.
(2) Kab. Sidoarjo, Kab. Mojokerto, Kota Surabaya – Jawa Timur.
(3) Kota Medan – Sumatera Utara.
(4) Kota Jakarta Timur – DKI. Jakarta.
Tabel 4.7
Sasaran Pengembangan Ekspor IKM Pakaian Jadi
tahun 2003 – 2004
SASARAN LAJU
POSISI
NO URAIAN PERTUM-
2002 2003 2004 BUHAN/THN
3) Program Pengembangan
(1) Peningkatan mutu dan desain.
(2) Fasilitasi pengembangan trading house.
(3) Fasilitasi kemitraan dalam rangka peningkatan produksi dan
pemasaran ekspor.
55
(4) Promosi penggunaan merek sendiri dan pendaftaran HaKI.
(5) Promosi pemasaran/partisipasi pameran.
(6) Fasilitasi modernisasi mesin dan peralatan.
(7) Penerapan SPSM/ISO 9000.
(8) Pengembangan BDS.
(9) Pengembangan layanan informasi.
4) Lokasi Pengembangan
(1) Kab. Deli Serdang – Sumatera Utara.
(2) Kota Bukittinggi – Sumatera Barat
(3) Kab. Bandung – Jawa Barat.
(4) Kota Tangerang – Banten.
(5) Kota Jakarta Selatan, Kota Jakarta Barat – DKI Jakarta.
(6) Kab. Pekalongan, Pemalang, Semarang, Kudus – Jawa Tengah.
(7) Kab. Probolinggo, Malang, Pasuruan, Tulung Agung – Jawa
Timur.
(8) Kota Yogyakarta – DI. Yogyakarta.
Tabel 4.8
Sasaran Pengembangan Ekspor IKM Barang Jadi Tekstil
tahun 2003 – 2004
POSISI SASARAN LAJU
NO URAIAN 2002 PERTUM-
2003 2004 BUHAN/THN
3) Program Pengembangan
(1) Pengembangan desain dan diversifikasi produk.
56
(2) Fasilitasi kemitraan bahan baku dan pemasaran.
(3) Promosi pemasaran/partisipasi pameran.
(4) Pengembangan BDS.
(5) Pengembangan layanan informasi.
3) Lokasi Pengembangan
(1) Kab. Bandung – Jawa Barat.
(2) Kota Jakarta Selatan – DKI Jakarta.
(3) Kab. Jepara, Pekalongan – Jawa Tengah.
(4) Kota Pasuruan – Jawa Timur.
(5) Kab. Gianyar, Kota Denpasar – Bali.
57
3) Program Pengembangan
(1) Peningkatan Promosi dan Pemasaran
(a). Merintis marketing arm serta ekspor langsung dari IKM ke
luar negeri
(b). Merintis kerjasama pemasaran ke luar negeri.
(c). Penyusunan informasi bisnis
(2) Peningkatan SDM
(a). Magang para pengusaha minyak atsiri ke Jawa Barat dan
Jawa Timur.
(3) Peningkatan Mutu dan Teknologi
(a). Rumusan dan revisi SNI minyak Atsiri.
(b). Pendirian laboratorium mini minyak atsiri di Kab. Garut
dan Blitar.
(c). Mengaktifkan penyulingan minyak atsiri di Provinsi NAD
untuk meningkatkan mutu ekspor minyak atsiri.
(d). Kajian alat penyulingan dengan rendemen > 2%
(e). Pembinaan langsung dengan bantuan tenaga ahli di Jawa
Tengah dan Jawa Timur.
4) Lokasi Pengembangan
Minyak Nilam:
(1). Kab. Aceh Selatan, Kab. Aceh Utara, Kab. Aceh Barat – NAD
(2). Kab. Dairi, Kab. Nias – Sumatera Utara
(3). Kab. Solok, Mentawai, Kab. Pasaman – Sumatera Barat
(4). Kab. Kuningan – Jawa Barat.
Minyak Sereh Wangi:
(1). Kab. Sukabumi – Jawa Barat
(2). Kab. Karanganyar – Jawa Tengah
(3). Kab. Banjar Baru – Kalimantan Selatan
(4). Kab. Soppeng – Sulawesi Selatan
(5). Kab. Fak-fak - Papua.
Minyak Cengkeh:
(1). Kab. Banyumas – Jawa Tengah
(2). Kab. Kulonprogo – DI Yogyakarta.
Minyak Akar Wangi:
(1). Kab. Garut – Jawa Barat
Minyak Pala:
(1). Kab. Aceh Selatan – NAD
(2). Kab. Deli Serdang – Sumatera Utara
(3). Kota Bukit Tinggi – Sumatera Barat
(4). Kab. Cianjur, Sukabumi – Jawa Barat
Minyak Kenanga:
(1). Kab. Kuningan – Jawa Barat
(2). Kab. Boyolali – Jawa Tengah
58
(3). Kab. Blitar – Jawa Timur
Minyak Jahe:
(1). Kab. Cirebon, Sukabumi – Jawa Barat
Minyak Kayu Putih:
(1). Kab. Lamongan- Jawa Timur
(2). Maluku Utara
(3). Pulau Buru - Maluku
Tabel 4.10
Sasaran Pengembangan Ekspor IKM Arang Kayu/Tempurung
tahun 2003 – 2004
SASARAN LAJU
POSISI PERTUM-
NO URAIAN
2002 BUHAN/THN
2003 2004
59
5. Tenaga Kerja (Orang) 7.070 7.420 7.790 5,00 %
4) Program Pengembangan
(1) Peningkatan SDM
(a). Pelatihan teknis produksi dan pengadaan peralatan
inkubator.
(2) Peningkatan Mutu dan Teknologi
(a). Pengadaan peralatan tungku bakar (drum kiln) arang
tempurung untuk provinsi Lampung (Bandar Lampung),
Sumatera Barat (Padang Pariaman), Jawa Barat (Bekasi),
Banten (Lebak), Jambi (Kuala Tungkal), Kalimantan
Selatan (Barito Kuala) dan Sulawesi Selatan (Makassar).
(b). Penerapan standard mutu produk
(c). Pembinaan langsung melalui tenaga ahli
5) Lokasi Pengembangan
(1). Kab. Padang Pariaman – Sumatera Barat
(2). Kab. Kuala Tungkal, Kab. Jambi - Jambi
(3). Kab. Bandar Lampung – Lampung
(4). Kab. Bekasi– Jawa Barat
(5). Kab. Lebak - Banten
(6). Kab. Barito Kuala – Kalimantan Selatan
(7). Kota Manado – Sulawesi Utara.
Furniture Kayu
1) Keadaan Spesifik
(1) Bahan baku walau cukup tersedia, tetapi seringkali tidak mudah
diperoleh oleh IKM.
(2) Pangsa pasar dalam negeri maupun ekspor terbuka luas.
(3) Menyerap banyak tenaga kerja.
(4) Menghasilkan devisa cukup besar.
2) Program Pengembangan
(1) Peningkatan Promosi dan Pemasaran
(a). Pendirian pusat desain dan pemasaran produk furnitur
kayu
(b). Penyusunan profil industri meubel kayu.
(2) Peningkatan SDM
60
(a). Pelatihan pengembangan desain meubel kayu di provinsi
Jawa Tengah dan Jawa Timur.
(b). Pelatihan peningkatan manajemen pemasaran dan
keuangan.
3) Lokasi Pengembangan
(1). Kota Jambi - Jambi
(2). DKI Jakarta
(3). Kab. Cirebon, Kab. Sumedang – Jawa Barat
(4). Kab. Jepara, Blora, Sukoharjo, Klaten- Jawa Tengah
(5). Kab. Pasuruan – Jawa Timur
(6). Kota Pontianak – Kalimantan Barat
(7). Kota Banjarmasin – Kalimantan Selatan
(8). Kota Samarinda – Kalimantan Timur
Furniture Rotan
1) Keadaan Spesifik
(1) Bahan baku yang tersedia cukup melimpah.
(2) Peluang pasar dalam negeri dalam mendukung ekspor cukup
besar.
(3) Teknologi secara sederhana mudah dikuasai.
(4) Menjadi sumber devisa dan sumber pendapatan asli daerah.
(5) Bersifat padat karya/ menyerap banyak tenaga kerja.
(6) Menjadi penggerak sektor ekonomi lainnya.
2) Keadaan Industri tahun 2000
(1) Jumlah IKM: 548 perusahaan.
(2) Investasi Rp. 944 Milyar.
(3) Tenaga Kerja yang diserap 198.990 orang.
(4) Nilai ekspor tahun 2001 US $ 67,52 Juta Program
Pengembangan
(1) Peningkatan Promosi dan Pemasaran
(a). Pendirian pusat desain pemasaran furniture rotan.
(b). Kajian distribusi bahan baku rotan lintas daerah dalam
rangka peningkatan ekspor industri rotan.
(c). Pelatihan manajemen pemasaran, produksi dan keuangan
bagi UKM rotan.
61
(2) Peningkatan Mutu dan Teknologi.
(a). Sosialisasi dan bimbingan penerapan HaKI untuk produk
furniture rotan.
(b). Optimalisasi mesin pengolahan rotan dalam rangka
peningkatan kemampuan centra furniture rotan di Hulu
sungai Utara (Amuntai) Kalimantan Selatan.
(c). Pengadaan peralatan finishing.
(d). Pembinaan langsung melalui tenaga ahli.
3) Lokasi Pengembangan
(1). Sentra mebel rotan : Tegal Wangi-Cirebon-Jawa Barat
(2). Sentra mebel rotan : Kecamatan Menganti-Gresik-Jawa Timur
(3). Sentra Rotan : Kab. Donggala-Sulawesi Tengah
(4). Sentra Rotan : Kab. Mona-Sulawesi Tenggara.
5) Sasaran Pengembangan
Sasaran pengembangan ekspor IKM furniture kayu / rotan tahun 2003
– 2004, tersaji pada Tabel 4.11 berikut.
Tabel 4.11
Sasaran Pengembangan Ekspor IKM Furniture Kayu / Rotan
tahun 2003 – 2004
SASARAN LAJU
POSISI
NO URAIAN PERTUM-
2002 2003 2004 BUHAN/THN
j. Industri Batik
1) Keadaan Spesifik
(1) Basis produksi tersebar di 17 propinsi.
(2) Bersifat padat karya/ menyerap banyak tenaga kerja.
(3) Adanya dukungan litbang (balai) dan kelembagaan yang cukup
kuat (Koperasi, Yayasan, dll).
(4) Pangsa pasar dalam negeri cukup besar untuk mendukung
kemampuan ekspor.
(5) Peluang pasar ekspor cukup besar.
2) Sasaran Pengembangan
62
Sasaran pengembangan ekspor IKM batik tahun 2003 – 2004, tersaji
pada Tabel 4.12
Tabel 4.12
Sasaran Pengembangan Ekspor IKM Batik
tahun 2003 – 2004
POSISI SASARAN LAJU
NO URAIAN 2002 PERTUM-
2003 2004 BUHAN/THN
3) Program Pengembangan
(1) Promosi dan pemasaran
(a). Penyusunan informasi industri.
(b). Pemetaan produk indikasi geografis dan pengetahuan
tradisional.
(c). Promosi dan peningkatan pasar diantaranya melalui
partisipasi pameran di dalam dan luar negeri.
(d). Bimbingan/pemanfaatan teknologi informasi untuk
melakukan akses pasar di luar negeri.
(2) Pengembangan SDM
(a). Bantuan tenaga ahli proses desain dan finishing.
(b). Pelatihan informasi, mutu dan desain teknologi.
(c). Peningkatan jenis dan desain kemasan diantaranya melalui
pelatihan dan bantuan tenaga ahli.
(d). Peningkatan kemampuan SDM bidang tata niaga di negara
tujuan ekspor.
(3) Pengembangan produksi dan teknologi
(a). Peningkatan apresiasi, penerapan dan sosialisasi ISO
9000.
(b). Peningkatan penerapan dan sosialisasi HaKI.
(c). Pengembangan desain.
(d). Bantuan teknis pencelupan dan pewarnaan dengan
menggunakan zat pewarna alami (zat warna nabati) dan
pencampur warna untuk zat warna buatan.
(e). Perlindungan batik motif khas daerah melalui HaKI.
63
(f). Penerapan standar mutu produk.
(g). Bantuan kemudahan pengadaan bahan baku kain sutera.
(4) Pengembangan permodalan
(a). Dukungan perbankan/lembaga keuangan (misal ventura)
serta lembaga penjamin (trading house).
k. Industri Perhiasan
1) Keadaan Spesifik
(1) Bahan baku tersedia dalam jumlah yang memadai.
(2) Peluang pasar dalam negeri cukup besar untuk mendorong
kemampuan ekspor.
(3) Menjadi sumber devisa dan sumber pendapatan asli daerah.
(4) Padat karya yang/menyerap banyak tenaga kerja.
2) Sasaran Pengembangan
Sasaran pengembangan ekspor IKM perhiasan tahun 2003 – 2004,
tersaji pada Tabel 4.13 berikut.
Tabel 4.13
Sasaran Pengembangan Ekspor IKM Perhiasan
tahun 2003 – 2004
SASARAN LAJU
POSISI PERTUM-
NO URAIAN
2002 2003 2004 BUHAN/THN
3) Program Pengembangan
(1) Promosi dan pemasaran
(a). Mengikuti pameran/promosi nasional dan internasional.
(b). Membangun portal sistim informasi untuk ekspor.
64
(c). Mengikuti perlombaan desain di luar negeri
(d). Studi banding bagi para pengusaha/perajin ke luar negeri
(e). Promosi melalui media cetak, leaflet dan katalog
(2) Pengembangan SDM
(a). Peningkatan kemampuan dibidang desain.
(b). Peningkatan kemampuan bidang ekspor-impor dan teknik
negosiasi.
(c). Peningkatan keterampilan di bidang mutu produk.
(d). Peningkatan kemampuan mengasah batu mulia.
(3) Pengembangan produksi dan teknologi
(a). Peningkatan kemampuan sistem manajemen mutu.
(b). Peningkatan kesadaran serta dorongan mengaplikasikan
tentang HaKI.
(c). Bantuan mesin/peralatan untuk meningkatkan mutu
penggosokan batu mulia
(d). Penguatan peran perguruan tinggi dalam teknik
perencanaan/pembuatan perhiasan CAD/CAM serta
penjaminan kualitas batu mulia.
(4) Pengembangan bantuan permodalan
(5) Pengembangan kemitraan
(a). Peningkatan kemitraan dengan perusahaan besar untuk
merintis pasar ekspor dan transfer pengetahuan tentang
desain.
(b). Kemitraan dengan penghasil bahan baku dan pemasaran.
(c). Fasilitasi kemitraan dengan instansi terkait dalam rangka
pemanfaatan asuransi dan pembiayaan ekspor
(d). Mengadakan kerja sama dengan negara-negara yang
unggul dalam desain dan model
(6) Peningkatan dukungan faktor-faktor eksternal (iklim dan
pemasaran)
(a) Dukungan pemerintah pusat dan daerah dalam upaya
perlindungan terhadap eksploitasi pengiriman bahan
mentah batu mulia ke luar negeri yang belum diolah
(b) Mengupayakan tersedianya kawasan khusus
pengembangan industri perhiasan
4) Lokasi Pengembangan
(1). Kota Bandung – Jawa Barat
(2). Kota Gede, Kota Yogyakarta – DI Yogyakarta
(3). Kota Surabaya, Kab. Pasuruan – Jawa Timur
(4). Desa Celuk Kab. Gianyar – Bali
l. Industri Sulaman/Bordir
1) Keadaan Spesifik
(1) Bahan baku tekstil cukup tersedia.
65
(2) Bersifat padat karya serta menyerap banyak tenaga kerja.
(3) Teknologi sederhana dan relatif sudah dikuasai.
(4) Tenaga terampil cukup tersedia.
2) Sasaran Pengembangan
Sasaran pengembangan ekspor IKM sulaman/bordir tahun 2003 –
2004, tersaji pada Tabel 4.14
Tabel 4.14
Sasaran Pengembangan Ekspor IKM Sulaman/Bordir
tahun 2003 – 2004
POSISI SASARAN LAJU
NO URAIAN 2002 PERTUM-
2003 2004 BUHAN/THN
1. Nilai Ekspor IK (US $ juta) 5,13 6,03 7,23 18,74 %
3) Program Pengembangan
(1) Promosi dan pemasaran
(a). Penyusunan data base sistem informasi industri
sulaman/bordir.
(b). Sosialisasi dan pameran hasil Indonesia Good Design
Selection.
(c). Peningkatan pemasaran diantaranya melalui pameran di
dalam/di luar negeri.
(2) Pengembangan SDM
(a). Peningkatan kemampuan teknologi proses, khususnya
melalui bantuan tenaga ahli pengembangan desain.
(b). Pengembangan kemampuan di bidang teknologi informasi.
(c). Peningkatan kemampuan tentang prosedur ekspor.
(3) Pengembangan produksi dan teknologi
(a). Peningkatan penerapan sistem manajemen mutu.
(b). Peningkatan kesadaran dan penerapan HaKI.
(4) Pengembangan terhadap akses permodalan
4) Lokasi Pengembangan
(1). Kab. Agam, Kota Bukit Tinggi – Sumatera Barat
(2). Kota Jakarta Timur – DKI Jakarta
(3). Kab. Tasikmalaya – Jawa Barat
66
(2) Jumlah tenaga kerja terampil dan berbakat cukup banyak dan
memadai.
(3) Investasi yang diperlukan relatif tidak besar.
(4) Peluang pasar dalam negeri maupun ekspor cukup luas.
2) Sasaran Pengembangan
Sasaran pengembangan ekspor IKM mainan anak Tahun 2003 - 2004
dapat dilihat pada Tabel 4.15
Tabel 4.15
Sasaran Pengembangan Ekspor IKM Mainan Anak
tahun 2003 – 2004
SASARAN LAJU
POSISI PERTUM-
NO URAIAN 2002 2003 2004 BUHAN/THN
3) Program Pengembangan
(1) Promosi dan pemasaran
(a). Peningkatan pemasaran diantaranya melalui fasilitasi
pameran dan promosi dalam dan luar negeri.
(b). Peningkatan peluang investasi industri mainan anak dan
industri penunjang untuk memperkuat ekspor.
(2) Pengembangan SDM
(a). Peningkatan kemampuan melalui bantuan Tenaga Ahli
bidang proses produksi, desain dan finishing.
(b). Peningkatan pengembangan desain dan diversifikasi
produk.
(c). Bantuan tenaga ahli bagi pengembangan di bidang
pemasaran dan Teknologi Informasi.
(3) Pengembangan produksi dan teknologi
(a). Peningkatan standard mutu bahan baku.
(b). Peningkatan dan pemanfaatan HaKI.
(c). Peningkatan dan pemanfaatan sistem manajemen mutu.
(4) Pengembangan permodalan melalui fasilitasi kerjasama dengan
lembaga keuangan dan asuransi dalam rangka permodalan.
(5) Pengembangan kemitraan
(a). Fasilitasi dalam rangka peningkatan kemitraan dengan
eksportir dan PHRI.
(b). Fasilitasi peningkatan kerjasama kemitraan dengan
industri penghasil bahan baku dan pemasaran.
67
4) Lokasi Pengembangan
(1). Kab. Bogor, Bekasi, Sukabumi – Jawa Barat
1) Keadaan Spesifik
(1) Deposit bahan baku cukup tersedia di beberapa daerah.
(2) Tenaga terampil dan mudah dilatih cukup tersedia.
(3) Teknologi relatif mudah dikuasai.
(4) Peluang pasar dalam negeri dalam rangka peningkatan ekspor
cukup besar.
(5) Bersifat padat karya yang menyerap banyak tenaga kerja.
(6) Sektor pariwisata merupakan industri penarik yang cukup besar
untuk ekspor.
2) Sasaran Pengembangan
Sasaran pengembangan ekspor IKM keramik/gerabah tahun 2003 –
2004 tersaji pada Tabel 4.16 :
Tabel 4.16
Sasaran Pengembangan Ekspor IKM Keramik/Gerabah
tahun 2003 – 2004
SASARAN LAJU
POSISI
NO URAIAN PERTUM-
2002 2003 2004 BUHAN/THN
3) Program Pengembangan
(1) Peningkatan pemasaran diantaranya melalui
(a). Promosi dan pemasaran.
(b). Uji coba pasar.
(c). Peningkatan partisipasi pameran dalam dan luar negeri.
(2) Pengembangan SDM, diantaranya melalui :
(a). Bantuan Tenaga Ahli bidang desain dan teknologi.
(b). Bantuan Tenaga Ahli bidang teknologi informasi, serta
Diklat teknologi informasi.
(3) Pengembangan produksi dan teknologi, diantaranya melalui :
(a). Pengembangan diversifiksi produk/desain.
68
(b). Sosialisasi hasil riset, Litbang.
(c). Pemanfaatan teknologi informasi secara optimal.
(d). Lomba desain cinderamata.
(4) Peningkatan kemitraan dengan memfasilitasi sistem pembinaan
terpadu (Pembina/LSM, akses pasar, pendanaan dan technical
expert).
4) Lokasi Pengembangan
(1). Desa Pleret, Kab. Purwakarta – Jawa Barat
(2). Desa Kasongan, Kab. Bantul – DI Yogyakarta
(3). Banyumulek Lombok Barat – Nusa Tenggara Barat.
Tabel 4.17
Sasaran Pengembangan Ekspor IKM Kerajinan Kayu
tahun 2003 – 2004
SASARAN LAJU
POSISI PERTUM-
NO URAIAN
2002 2003 2004 BUHAN/THN
3) Program Pengembangan
(1) Peningkatan promosi dan pemasaran, diantaranya :
(a). Partisipasi pameran dalam dan luar negeri.
(b). Peningkatan sistem informasi.
(c). Fasilitasi jaringan bisnis dengan PHRI.
(d). Uji coba pasar.
69
(b). Peningkatan kemampuan teknologi proses dan
diversifikasi produk.
(c). Peningkatan kemampuan untuk mengakses sistem
teknologi informasi.
(d). Peningkatan tentang tata cara dan prosedur ekspor.
2) Sasaran Pengembangan
Sasaran pengembangan ekspor IKM kerajinan anyaman tahun 2003 –
2004 tersaji pada Tabel 4.18
Tabel 4.18
Sasaran Pengembangan Ekspor IKM Kerajinan Anyaman
tahun 2003 – 2004
SASARAN LAJU
POSISI PERTUM-
NO URAIAN
2002 2003 2004 BUHAN/THN
70
5. Tenaga Kerja (Orang) 257.050 269.910 283.400 5,00 %
3) Program Pengembangan
Program pengembangan untuk komoditi ekspor anyaman rotan dan
mendong adalah sebagai berikut :
(1) Peningkatan promosi dan pemasaran
(a). Peningkatn jumlah pameran di dalam dan di luar negeri.
(b). Melaksanakan fasilitasi jaringan bisnis dengan eksportir.
(c). Melaksanakan uji coba pasar.
(2) Pengembangan SDM
(a). Pengembanga desain melalui bantuan tenaga ahli.
(b). Pengembangan kemampuan manajemen usaha dan ekspor.
(3) Pengembangan produksi dan teknologi
(a). Melaksanakan sosialisasi serta fasilitasi penerapan HaKI.
(b). Meningkatkan standar mutu produksi.
(c). Meningkatkan penerapan PMT/GKM.
(d). Peningkatan teknologi proses pengawetan bahan baku.
(4) Pengembangan permodalan serta pendanaan khususnya dalam
rangka ekspor.
(5) Pengembangan kemitraan dengan perusahaan besar dan
eksportir dalam rangka peningkatan mutu dan perluasan pasar
ekspor.
4) Lokasi Pengembangan
Anyaman rotan :
(1). Kab. Cirebon – Jawa
(2). Kab. Lombok Tengah, Lombok Barat – Nusa Tenggara Barat
Anyaman bambu :
(1). Kab. Garut – Jawa Barat
(2). Kab. Sleman – DI Yogyakarta
(3). Kab. Ponorogo – Jawa Timur.
Anyaman mendong, Purun, Agel, dll :
(1). Kab. Tasikmalaya – Jawa Barat
(2). Kab. Pekalongan – Jawa Tengah
(3). Kab. Kulon Progo – DI Yogyakarta
71
BAB V
5.1 UMUM
72
2) Pemilihan didasarkan pada pertimbangan bahwa di daerah yang di
kembangkan tersebut banyak terdapat perguruan tinggi yang mampu
untuk melahirkan usahawan baru di bidang industri ICT dan bio
teknologi.
73
(h) Kemampuan kreasi content cukup kuat.
(i) Terletak di geostationer dan telah berpengalaman
mengoperasikan satelit.
2) Kelemahan
(1) Kesadaran (Awarness) masyarakat terhadap tuntutan penerapan
IT dalam usaha belum tinggi/merata.
(2) Belum mendapat dukungan yang memadai dari hukum,
perundangan, standarisasi dan budaya informasi.
(3) Penguasaan teknologi produk dan manufactur masih lemah.
(4) Kurangnya promosi kemampuan SDM Indonesia di bidang IT.
Industri Bioteknologi
1) Kekuatan
(1) SDM di bidang ini mulai tersedia.
(2) Sumber daya alam dan hayati sebagai bahan baku cukup
beragam dan tersedia.
(3) Tersedianya hasil penelitian dan pengembangan yang sudah
pada tahap aplikasi
(4) Meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap aspek kesehatan
dan lingkungan.
2) Kelemahan
(1) Persepsi masyarakat bahwa industri bioteknologi hanya bisa
dikerjakan dalam skala industri besar.
(2) Untuk memulai usaha ini diperlukan "start-up capital",
sedangkan calon pelaku usaha ini adalah para lulusan perguruan
tinggi yang belum mempunyai modal dan pengalaman usaha.
(3) Ada kecenderungan kurang mempercayai hasil penelitian dan
pengembangan (litbang) lokal dibandingkan dengan luar negeri
sehingga cenderung untuk membeli produk litbang luar negeri.
74
3) Jumlah Unit Usaha:
(1) Industri software komputer 75 unit usaha.
(2) Industri bioteknologi 25 unit usaha.
f. Arah Pengembangan
1) Pengembangan industri kecil menengah inisiatif baru diarahkan untuk
dapat dijadikan wahana bagi penerapan inovasi-inovasi iptek modern
yang ditujukan untuk memperluas kegiatan industri yang unggul
kompetitif di masa depan.
2) Pengembangan industri kecil menengah inisiatif baru diutamakan
pada upaya mendorong faktor-faktor "supply-push", terutama dari segi
SDM intelektual yang inovatif dibantu dengan dukungan sumber
daya, prasarana/sarana dan iklim yang menunjang termasuk fasilitasi
untuk pengembangan pasar.
g. Kebijakan Pengembangan
Untuk mencapai visi, misi yang telah ditetapkan maka kebijakan
pengembangan industri inisiatif baru sebagai berikut :
1) Pengembangan industri ditekankan pada upaya optimalisasi
penggunaan tenaga-tenaga lulusan (fresh-graduate) dari Sekolah
Informatika, Sekolah dengan dasar biologi dan kimia yang kuat,
tenaga terdidik dan berpengalaman eks-PHK.
2) Mengacu kepada pengaruh lingkungan internal dan eksternal, yaitu
faktor-faktor kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman
yang dimiliki masing-masing komoditi terpilih kelompok inisiatif
baru.
3) Menciptakan iklim usaha yang semakin kondusif, antara lain:
kemudahan-kemudahan dan fasilitasi untuk dukungan akses
permodalan, akses pasar, akses teknologi informasi, peningkatan
kualitas SDM melalui pendidikan dan pelatihan.
h. Strategi Pengembangan
1) Menciptakan Permintaan (Pull Factors).
(1) Meningkatkan kesadaran bahwa potensi pasar dikedua bidang
ini cukup besar.
(2) Mendorong perusahaan besar untuk menspin-off kegiatan IT dan
reseachnya menjadi perusahaan-perusahaan yang mandiri.
(3) Mendorong perusahaan besar untuk melakukan out-sourcing.
2) Memperkuat Upaya Pengembangan (Push Factors).
Mengembangkan program inkubator dikedua bidang yang akan
menyediakan
(1) Fasilitasi permodalan.
(2) Meningkatkan keterampilan teknis dan manajerial.
75
(3) Memberikan bantuan peralatan produksi/teknologi.
(4) Membantu pemasaran dengan perusahaan besar dan luar negeri.
i. Program Pengembangan
1) Program inkubator.
2) Program peningkatan pasar.
3) Mencari mitra luar negeri yang akan membantu.
4) Merumuskan insentif yang menunjang akselerasi tumbuhnya industri.
76
(2) Promosi dan Pemasaran
(a) Mengadakan kerjasama untuk inisiasi wira usaha baru
software komputer, dengan perguruan tinggi terpilih dan
dengan industri software komputer yang besar.
(b) Promosi kemampuan perusahaan software komputer
bersangkutan ke dunia usaha untuk memperluas pasar.
(c) Bantuan penerapan sistem mutu dan sertifikasi dalam
rangka perluasan pasar.
(3) Peningkatan kemampuan SDM
(a) Pelatihan, baik aspek kewirausahaan, manajerial maupun
teknis.
(b) Bimbingan usaha.
(c) Mengikutsertakan wira usaha baru tersebut ke dalam
seminar/kursus/pendidikan/pelatihan, baik di dalam
maupun di luar negeri, untuk meningkatkan kemampuan
dan wawasannya.
(d) Bekerjasama dengan negara maju untuk “menset-up”
model pelatihan bagi peningkatan SDM.
(4) Pendirian Prototype
(a) Set-up inkubator :
o Rekruitment calon pengusaha.
o Penyusunan kurikulum.
o Pengadaan fasilitas usaha (untuk digunakan secara
gratis oleh para calon wira usaha selama maksimal 1
tahun), antara lain ;
ü Ruangan kantor dan tempat kerja.
ü Peralatan (komputer dan furniture).
(b) Program Inkubator :
o Pelatihan yang diperlukan sesuai kurikulum
(termasuk kewirausahaaan).
o Membuka hubungan kerja dengan industri software
komputer yang besar untuk mendapat "order".
o Bimbingan teknis dan usaha oleh perguruan tinggi
asal peserta dan industri besar pemberi order.
o Bantuan permodalan (modal kerja dan investasi)
untuk keluar dari inkubator. Pada tahap ini
diberlakukan sistim "matching grant", yaitu : 25%
kebutuhan modal kerja disediakan oleh calon
pengusaha dengan pinjaman dari LPT Indak yang
harus dikembalikan dan sisanya disediakan berupa
grant oleh proyek pemerintah (pusat, provinsi,
kabupaten/kota).
77
(c) Bekarjasama dengan negara maju untuk mengadopsi
sistem yang telah berjalan.
(5) Penerapan HaKI
Bantuan penerapan Hak atas Kepemilikan Intelektual (HaKI).
(6) Monitoring dan evaluasi.
4) Lokasi Pengembangan
Wilayah Utama pengembangan meliputi :
(1) Sumatera Utara.
(2) DKI Jakarta.
(3) Jawa Barat.
(4) Jawa Tengah.
(5) DI Yogyakarta.
(6) Jawa Timur.
(7) Sulawesi Selatan.
(8) Sulawesi Utara.
(9) Bali.
78
4) Lokasi Pengembangan
Wilayah utama sebagai awal pengembangan :
(1) Jawa Timur
(2) Jawa Tengah
(3) Jawa Barat
(4) Sumatera Utara
(5) Nusa Tenggara Barat
1) Ciri Spesifik
(1) Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk keperluan pertanian,
industri dan rumah tangga
(2) Peluang pasar cukup baik dengan harga bersaing
(3) Investasi yang dibutuhkan relatif tidak besar
(4) Beberapa contoh produk yang termasuk dalam golongan ini
antara lain alkohol, asam sitrat dan biopestisida
2) Sasaran Pengembangan
(1) Lulusan perguruan tinggi (fresh graduate) biologi atau kimia.
(2) Para pemodal (investor).
3) Program Pengembangan
(1) Sosialisasi program
(a) Memilih perguruan tinggi dan lembaga penelitian dan
pengembangan; serta melaksanakan sosialisasi program
kepada lembaga terpilih tersebut
(b) Melakukan sosialisasi ke Pemerintah Daerah guna
mendapatkan dukungan dalam pengembangan selanjutnya.
(2) Promosi dan Pemasaran
Promosi investasi (melalui : workshop, temu investor dan
koordinasi program dengan Pemerintah Daerah dan Lembaga
Keuangan).
(3) Penumbuhan Wirausaha Baru
4) Lokasi Pengembangan
Wilayah utama sebagai awal pengembangan :
(1) Jawa Timur
(2) Jawa Tengah
(3) Jawa Barat
(4) Daerah Istimewa Yogyakarta
(5) Sumatera Utara
(6) Lampung
79
d. Industri Kimia Pemanfaat Limbah Pengaplikasi Bioteknologi
80
BAB VI
PENUTUP
ooo O ooo
81
LAMPIRAN - LAMPIRAN
82