Anda di halaman 1dari 26

HIPERTENSI Diagnosis, Pencegahan dan Pengobatan Budi Susetyo Pikir SATUAN ACARA PENGAJARAN A.Tujuan Instruksional : 1.

Umum : Setelah mengikuti kuliah Hipertensi, mahasiswa Fakultas Kedokteran Semester VII, akan dapat merencanakan penatalaksanaan penderita Hipertensi. 2. Khusus : - dapat membuat diagram/skema patofisiologi hipertensi - dapat menjelaskan gejala-gejala Umum Hipertensi - dapat menjelaskan gejala-gejala Hipertensi Sekunder - dapat menjelaskan gejala-gejala Komplikasi Hipertensi - dapat menjelaskan faktor-faktor risiko Hipertensi - dapat menyusun Diagnosis Klinik Hipertensi - dapat merencanakan pemeriksaan Penunjang pada Hipertensi - dapat merencanakan Pengobatan Hipertensi - dapat menjelaskan Program Pencegahan Hipertensi - dapat merencanakan Rujukan pada penderita Hipertensi - dapat meramalkan keadaan penyakit penderita Hipertensi B. Pokok Bahasan : 1. Patofisiologi Hipertensi 2. Diagnosis Hipertensi 3. Pengobatan Hipertensi 4. Pencegahan Hipertensi 5. Prognosis 6. Rujukan C. Sub Pokok Bahasan : 1. Patofisiologi Hipertensi 2. Diagnosis Hipertensi dan Evaluasi Klinik Hipertensi : a. Gejala Umum Hipertensi b. Gejala Hipertensi Sekunder c. Gejala Komplikasi Hipertensi d. Faktor-faktor risiko Hipertensi e. Kriteria Diagnosis dan Klasifikasi berat/ringan Hipertensi f. Pemeriksaan penunjang yang diperlukan 3. Pengobatan Hipertensi : a. Pengobatan Non-Farmakologi b. Pengobatan Farmakologi c. Pengobatan pada keadaan khusus 4. Pencegahan Hipertensi : a. Pencegahan Primer Hipertensi b. Pencegahan Sekunder Hipertensi 5. Prognosis 6. Rujukan PENDAHULUAN :

Prevalensi hipertensi didunia sekitar 5-18 %. Prevalensi hipertensi di Indonesia tidak jauh berbeda yaitu sekitar 6-15 %, walaupun dilaporkan adanya prevalensi yang rendah yaitu : - Ungaran 1,8% - Lembah Balim 0,6 % serta adanya prevalensi yang tinggi : - Silungkang 19,4% - Talang 17,8 %. Prevalensi Hipertensi di Jawa Timur hampir sama yaitu : - Sumberpucung (1976) 10 % - Lawang (1987) 11 % - Kampak (1987) 17 %. PATOFISIOLOGI HIPERTENSI : Hal ini tidak dibicarakan lagi karena sudah dibahas pada Kuliah Patofisiologi EVALUASI KLINIK HIPERTENSI : Evaluasi klinik dan laboratorium Hipertensi dilakukan untuk 4 tujuan : 1. Konfirmasi Hipertensi dan menentukan tingkatnya 2. Untuk menyingkirkan dan menemukan Hipertensi Sekunder 3. Untuk menentukan Kerusakan Organ Target dan kuantitas beratnya 4. Untuk mencari Faktor Risiko Kardiovaskuler dan Kondisi Klinik lain yang mempengaruhi Prognosis dan Pengobatan Hipertensi. Riwayat Klinik : Penting riwayat klinik yang lengkap meliputi : Riwayat keluarga hipertensi, diabetes mellitus, dislipidemia, penyakit jantung koroner, stroke atau penyakit ginjal. Lama dan tingkat tekanan darah tinggi sebelumnya dan hasil serta efek samping obat antihipertensi sebelumnya Riwayat atau gejala sekarang penyakit jantung koroner dan gagal jantung, penyakit serebrovaskuler, penyakit vaskuler perifer, diabetes mmelitus, pirai, dislipidemia, asma bronkhiale, disfungsi seksual, penyakit ginjal, penyakit nyata yang lain dan informasi obat yang diminum Gejala yang mencurigakan adanya Hipertensi Sekunder Penilaian faktor risiko termasuk diet lemak, natrium dan alkohol, jumlah rokok, tingkat aktifitas fisik, dan peningkatan berat badan sejak awal dewasa Riwayat obat-obatan atau bahan lain yang dapat meningkatkan tekanan darah termasuk kontrasepsi oral, obat anti-keradangan non-steroid, liquorice, kokain dan amfetamin. Perhatian juga untuk permakaian eritropoeitin, siklosporin atau steroid untuk penyakit yang bersamaan Faktor pribadi, psikososial dan lingkungan yang dapat mempengaruhi hasil pengobatan antihipertensi termasuk situasi keluarga, lingkungan kerja dan latar belakang pendidikan.

Pemeriksaan Fisik : Penting untuk dilakukan pemeriksaan fisik yang lengkap termasuk pengukuran tekanan darah yang teliti. Faktor lain yang penting pada pemeriksaan fisik termasuk : Pengukuran tinggi dan berat serta kalkulasi BMI (Body mass Index) yaitu berat dalam kg dibagi tinggi dalam m2 Pemeriksaan sistim kardiovaskuler terutama ukuran jantung, bukti adanya gagal jantung, penyakit arteri karotis, renal dan perifer lain serta koarktasio aorta Pemeriksaan paru adanya ronkhi dan bronkhospasme serta bising abdomen, pembesaran ginjal serta tumor yang lain Pemeriksaan fundus optikus dan sistim syaraf untuk mengetahui kemungkinan adanya kerusakan serebrovaskuler. Pengukuran Tekanan Darah : Karena adanya variasi yang besar tekanan darah, diagnosis hipertensi harus berdasarkan beberapa kali pengukuran yang diambil pada beberapa kesempatan (waktu) yang terpisah. Pengukuran tekanan darah di praktek atau di klinik : Tekanan darah biasanya diukur secara tak langsung dengan sphygmomanometer air raksa atau alat noninvasif lainnya pada posisi duduk atau telentang. Ketepatan alat yang bukan air raksa harus dibandingkan dengan sfigmomanometer air raksa secara bersamaan dan hal ini (kalibrasi) dilakukan secara berkala. Pada saat mengukur tekanan darah, perhatian utama harus ditujukan pada hal-hal berikut : sebelum pengukuran penderita istirahat beberapa menit diruangan yang tenang ukuran manset lebar 12-13 cm serta panjang 35 cm, ukuran lebih kecil pada anak-anak dan lebih besar pada penderita gemuk (ukuran sekitar 2/3 lengan) diperiksa pada fosa kubiti dengan cuff setinggi jantung (ruang antar iga IV) tekanan darah dapat diukur pada keadaan duduk atau telentang tekanan darah dinaikkan sampai 30 mmHg (4.0 kPa) diatas tekanan sistolik (palpasi), kemudian diturunkan 2 mmHg/detik (0,3 kPa/detik) dan dimonitor dengan stetoskop diatas a brakhialis tekanan sistolik ialah tekanan pada saat terdengar suara Korotkoff I sedangkan tekanan diastolik pada saat Korotkoff V menghilang. Bila suara tetap terdengar, dipakai patokan Korotkoff IV (muffling sound). pada pengukuran pertama dianjurkan pada kedua lengan terutama bila terdapat penyakit pembuluh darah perifer perlu pengukuran pada posisi duduk/telentang dan berdiri untuk mengetahui ada tidaknya hipotensi postural terutama pada orang tua, diabetes mellitus dan keadaan lain yang menimbulkan hal tersebut (pemberian penyekat alfa).

Alat pengukuran lain dengan aneroid atau digital (semi-otomatik atau otomatik) yang kurang tepat dan harus dikalibrasi secara periodik terhadap sphygmomanometer air raksa. Beberapa mesin otomatik dipakai untuk mengukur tekanan darah selama 24 - 72 jam yang biasanya yang menggunakan cara osilometrik. Digunakan pula alat yang dijepitkan pada ujung jari untuk monitor selama operasi atau keadaan lain dalam posisi penderita duduk atau telentang. Pengukuran langsung intra-arteri pada rawat jalan hanya untuk tujuan penelitian.

Pengukuran tekanan darah ambulatory dan di rumah : Sekarang terdapat alat semi-otomatis dan otomatis untuk mengukur tekanan darah selama 24 jam atau lebih. Indikasi pemeriksaan tersebut (ABPM = Ambulatory Blood Pressure Monitoring) ialah sebagai berikut : 1. Adanya variasi tekanan darah yang tidak seperti biasanya pada kunjungan hari yang sama ataupun pada hari yang berbeda 2. Office hypertension pada penderita dengan risiko kardiovaskuler rendah 3. Gejala menunjukkan adanya episode hipotensi 4. Hipertensi yang resisten terhadap pengobatan Keterbatasan cara pengukuran tekanan darah ambulatory dan di rumah tersebut ialah : 1. Data mengenai nilai prognostik pengukuran tekanan darah dengan cara ini terbatas 2. Pengukuran tekanan darah dirumah atau ambulatory lebih rendah dari pada pengukuiran di praktek/klinik. Pengukuran tekanan darah dirumah atau ambulatory (24 jam) sebesar 125/80 mmHg setara dengan pengukuran tekanan darah di praktek/klinik 140/90 mmHg. 3. Alat yang digunakan karus dicek untuk ketepatan dan penampilannya secara berkala (dikalibrasi). Dihindarkan penggunaan alat dengan mengukur tekanan darah pada jari dan tangan dibawah siku. Keuntungan cara pengukuiran ini : 1. Pengukuran dapat dilakukan lebih sering dengan keadaan yang mendekati kehidupan sehari-hari 2. Memperbaiki persepsi penderita terhadap hipertensi dan memperbaiki kepatuhan terhadap pengobatan 3. Mungkin berguna untuk menilai efektifitas pengobatan. Penelitian menunjukkan bahwa kerusakan organ target lebih erat berhubungan dengan tekanan darah 24 jam dibandingkan tekanan darah di praktek/klinik. Demikian pula regresi kerusakan organ target (seperti LVH). 4. Tekanan darah sebelum pengobatan mempunyai nilai prognostik Pemeriksaan Laboratorium : Pemeriksaan rutin : 1. Urinalisis untuk darah, protein dan gula serta pemeriksaan mikroskopik urin 2. Serum kalium, kreatinin, gula darah puasa & 2 jam dan kholesterol total

3. EKG Pemeriksaan tambahan (opsional) tergantung riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik : 1. Kholesterol HDL, kholesterol LDL dan trigliserida 2. Asam urat 3. Pemeriksaan hormonal seperti pengukuran aktifitas renin plasma, aldosteron plasma dan katekolamin urine atas indikasi khusus (hipertensi sekunder) 4. Ekhokardiografi diperiksa bila mencurigakan adanya kerusakan organ target (LVH atau kelainan jantung yang lain) 5. Ultrasonografi vaskuler bila mencurigakan adanya penyakit arteri karotis, aorta atau perifer yang lain 6. Ultrasonografi renal bila dicurigai adanya penyakit ginjal Biaya pemeriksaan harus diperhitungkan sesuai ketersediaan alat/laboratorium yang menunjang. BATASAN (DEFINISI) OPERASIONAL HIPERTENSI : Batasan hipertensi sulit untuk dirumuskan, biasanya secara arbitrary. Karena bentuk kurva seperti bel dan kontinyu, maka tidak ada batas jelas antara normotensi dan hipertensi. Tetapi jelas terdapat korelasi langsung antara tekanan darah dan risiko penyakit kardiovaskuler; makin tinggi tekanan darah makin tinggi risiko terjadi stroke dan penyakit jantung koroner. Batasan (definisi) hipertensi hanya dapat dibuat secara operasional yaitu tingkat tekanan darah yang mana deteksi dan pengobatan lebih menguntungkan daripada merugikan. Menurut WHO-ISH (1999) : Menurut petunjuk WHO-ISH yang baru (WHO-ISH 1999) klasifikasi hipertensi menyerupai JNC VI, dengan definisi tekanan darah optimal < 120/80 mmHg dan tekanan darah normal bila tekanan darah < 130/85 mmHg (tabel 1). Tabel 1. Klasifikasi Derajat Tekanan Darah menurut WHO-ISH 1999. Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg) 1 Optimal < 120 < 80 2 Normal < 130 < 85 3 Normal Tinggi 130 - 139 85 - 89 kebutuhan penderita dan

4 Hipertensi derajat 1 (ringan) Subgrup : perbatasan 140 - 159 140 - 149 90 - 99 90 - 94 5 Hipertensi derajat 2 (sedang) 160 - 179 100 - 109 6 Hipertensi derajat 3 (berat) 180 110 7 Hipertensi Sistolik (Isolated Systolic Hypertension) Subgrup : Perbatasan 140 140 - 149 < 90 < 90 Dikutip dari 1999 WHO-ISH Guidelines for the Management of Hypertension. J Hypertens 1999;17:151-183.

Tabel 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Prognosis.

Faktor Risiko Penyakit Kardiovaskuler I. Digunakan untuk Stratifikasi Risiko . Tingkat tekanan darah sistolik dan di-astolik (derajat 1-3) . Pria > 55 tahun . Wanita > 65 tahun . Merokok . Kholesterol total > 6,5 mmol/l (250 mg %) . Diabetes Mellitus - Riwayat keluarga penyakit kardiovas-kuler dini II. Faktor-faktor lain mempengaruhi prognosis yang jelek . Kholesterol HDL yang turun . Kholesterol LDL yang meningkat . Mikroalbuminemia pada Diabetes Melli-tus . Gangguan toleransi gula . Obesitas . Gaya hidup banyak duduk . Fibrinogen meningkat . Kelompok sosioekonomi risiko tinggi . Kelompok etnik risiko tinggi . Daerah geografik risiko tinggi Kerusakan Organ Target . LVH (left ventricular Hypertrophy) pada pemeriksaan elektrokardiografi, ekhokardiografi atau foto toraks . Proteinuria dan/atau peningkatan ringan konsentrasi kreatinin plasma (1,2 - 2,0 mg %) . Plaque atherosklerosis (arteri karotis, aorta, iliaka dan femoral) pada pemeriksaan ultrasonografi atau radiologi . Penyempitan fokal atau general arteri retina Kondisi Klinik yang Berhubungan Penyakit Serebrovaskuler . Stroke iskhemik . Perdarahan serebral . transient ischemic attack Penyakit Jantung . Infark miokardial . Angina pektoris . Revaskularisasi koroner . Gagal jantung kongestif Penyakit Renal . Nefropati diabetik . Gagal ginjal (kreatinin plasma > 2,0 mg %) Penyakit Vaskuler . Aneurisma diseksi . Penyakit arteri simptomatik Retinopati hipertensi lanjut . Perdarahan atau eksudat . Edema papil

Dikutip dari 1999 WHO-ISH Guidelines for the Management of Hypertension. J Hypertens 1999;17:151-183. WHO-ISH (1999) masih mempertahankan istilah hipertensi ringan, sedang dan berat dengan menggunakan istilah derajat 1, 2, dan 3 sebagai ganti derajat I, II, dan II pada dokumen JNC VI Amerika Serikat (JNC VI 1997). Sebagai tambahan terdapat subgrup hipertensi sistolik (isolated systolic hypertension) dengan batasan bila tekanan darah TDS/TDD 140-149 / < 90 mmHg (WHO-ISH 1999). Perlu diingat bahwa klasifikasi ringan, sedang, berat, tidak menunjukkan berat penyakit (ringan tidak berarti prognosis benigna), tetapi lebih banyak menunjukkan tingkat tekanan darah (WHO-ISH 1999). Stratifikasi Risiko Absolut Kardiovaskuler : Penatalaksanaan hipertensi tidak berdasarkan tingkat tekanan darah saja, tetapi juga tergantung adanya faktor risiko yang lain (dislipidemia, diabetes mellitus, dll), penyakit yang menyertai (asma bronkhiale, penyakit ginjal, dll), komplikasi organ target (gagal jantung, stroke, dll) maupun situasi pribadi, medikal dan sosial penderita.

Tabel 3. Stratifikasi Risiko untuk kualitas Prognosis Tekanan Darah (mmHg) Faktor-faktor Risiko Lain & Riwayat Penyakit Derajat 1 (Hipertensi Ringan) TDS 140 - 159 Atau TDD 90- 99 Derajat 2 (Hipertensi Sedang) TDS 160 - 179 Atau TDD 100 - 109 Derajat 3 (Hipertensi Berat) TDS 180 Atau TDD 110 I. Tidak ada faktor-faktor risiko lain Risiko Rendah Risiko Sedang Risiko Tinggi II 1-2 faktor-faktor risiko Risiko Sedang Risiko Sedang Risiko Sangat Tinggi

III. 3 atau lebih faktor risiko atau kerusakan organ target atau diabetes mellitus Risiko Tinggi Risiko Tinggi Risiko Sangat Tinggi IV. Kondisi Klinik yang Menyertai Risiko Sangat Tinggi Risiko Sangat Tinggi Risiko Sangat Tinggi Dikutip dari 1999 WHO-ISH Guidelines for the Management of Hypertension. J Hypertens 1999;17:151-183. Petunjuk penatalaksanaan hipertensi tersebut memberikan cara sederhana untuk memperkirakan efek kombinasi beberapa faktor risiko dan kondisi tertentu terhadap risiko kejadian kardiovaskuler dimasa mendatang yang dihitung dari risiko kematian kardiovaskuler, stroke nonfatal dan infark miokard nonfatal selama 10 tahun pada penderita umur awal 60 tahun (antara 45-80 tahun) dari penelitian Framingham (WHO-ISH 1999). Pada tabel 3 dapat dilihat stratifikasi risiko kardiovaskuler absolut untuk menentukan prognosis penderita dengan Hipertensi. Kelompok Risiko Rendah : Pada kelompok risiko rendah termasuk pria dibawah 55 tahun dan wanita dibawah 65 tahun dengan hipertensi derajat 1 dan tidak terdapat faktor risiko lain. Pada kelompok ini risiko kejadian kardiovaskuler mayor kurang dari 15 %. Risiko lebih rendah lagi pada penderita dengan Hipertensi Perbatasan (WHO-ISH 1999). Kelompok Risiko Sedang. Pada kelompok ini tingkat tekanan darah dan faktor risiko kardiovaskuler bervariasi. Beberapa penderita mungkin tekanan darah rendah tetapi dengan faktor risiko multipel, sedangkan penderita lainnya mungkin tekanan darah lebih tinggi tetapi tidak ada atau sedikit faktor risiko. Pada kelompok ini risiko terjadinya kejadian kariovaskuler mayor 10 tahun mendatang sebesar 15-20 %. Risiko 15 % pada penderita derajat 1 (hipertensi ringan) dan 1 faktor risiko. Kelompok Risiko Tinggi. Pada kelompok ini termasuk derajat 1 atau 2 yang mempunyai 3 atau lebih faktor risiko (tabel 2), diabetes atau kerusakan organ target dan penderita dengan derajat 3 tanpa faktor risiko lain. Risiko terjadinya kejadian kardiovaskuler pada 10 tahun mendatang sebesar 20-30 %. Kelompok Risiko Sangat Tinggi. Penderita dengan hipertensi derajat 3 dan 1 atau lebih faktor risiko dan seluruh penderita dengan penyakit kardiovaskuler dan penyakit ginjal dengan gejala klinik membawa risiko kejadian kardiovaskuler pada 10 tahun mendatang 30 % atau lebih dan harus dilakukan pengobatan yang cepat dan intensif.

PENGOBATAN :

Tujuan Pengobatan : Tujuan utama pengobatan penderita dengan hipertensi ialah tercapainya penurunan maksimum risiko total morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler. Hal ini memerlukan pengobatan semua faktor risiko reversible yang ditemukan seperti merokok, peningkatan kholesterol, diabetes mellitus dan pengobatan yang memadai kondisi klinik yang berhubungan selain pengobatan tekana darah tingginya sendiri. Intensitas pengobatan sesuai dengan stratifikasi risiko absolut kardiovaskuler seperti yang terlihat pada tabel 3. Karena hubungan antara risiko kardiovaskuler dan tingkat tekanan darah kontinyu, maka tujuan pengobatan antihipertensi harus mengembalikan tekanan darah menjadi normal atau optimal (Tabel 1) yang terbukti pada penelitian HOT (Hypertension Optimal Study). Adanya kurva J seperti yang disinggung oleh banyak peneliti ternyata tak terbukti (Hansson et al 1998). Pada penelitian ini penurunan tekanan darah < 80 mmHg tidak dihubungkan dengan peningkatan risiko kardiovaskuler. Demikian pula pada penderita diabetes mellitus. Demikian pula pada penelitian UKPDS (1998), penurunan tekanan darah yang ketat (TDS/TDD = 144/82 mmHg) menunjukkan penurunan risiko kardiovaskuler lebih besar dibandingkan kontrol tekanan darah yang kurang ketat (TDS/TDD = 154/87 mmHg). Nampaknya tekanan darah optimal untuk penderita muda umur pertengahan atau diabetes mellitus < 130/85 mmHg dan paling tidak normal tinggi pada orang tua yaitu < 140/90 mmHg (Tabel 1). Stratifikasi risiko selain berguna untuk menentukan mulainya pengobatan farmakologi, juga untuk menentukan tekanan darah yang harus dicapai dan intensitas pengobatan. Bila digunakan tekanan darah ambulatory atau dirumah, digunakan tekanan darah sistolik 10-15 mmHg lebih rendah dan tekanan darah diastolik 5-10 mmHg lebih rendah dibandingkan tekanan darah di praktek/klinik (WHO-ISH 1999). Strategi Penatalaksanaan : Setelah menentukan risiko absolut kardiovaskuler (tabel 3), selanjutnya : 1. Segera berikan pengobatan farmakologi untuk penderita hipertensi dengan risiko tinggi dan sangat tinggi. 2. Monitor tekanan darah, faktor risiko dan dapatkan informasi lain untuk beberapa minggu sebelum menentukan untuk memberikan pengobatan farmakologi (risiko sedang). 3. Observasi penderita selama waktu tertentu sebelum memberikan pengobatan farmakologi (risiko ringan). Pada keadaan sumber daya yang terbatas perlu dilakukan modifikasi strategi. Pengobatan Farmakologi : Diberikan pada semua tingkatan dan stratifikasi hipertensi. Tujuan intervensi gaya hidup : 1. Untuk menurunkan tekanan darah 2. Untuk mengurangi kebutuhan dan meningkatkan efikasi obat antihipertensi 3. Untuk mengobati faktor risiko lain yang ada 4. Untuk pencegahan primer hipertensi dan kelainan kardiovaskuler yang berhubungan di masyarakat. Berhenti Merokok : Merupakan perubahan gaya hidup yang paling kuat untuk mencegah penyakit kardiovaskuler dan nonkardiovaskuler pada penderita hipertensi. Untuk penderita yang sulit untuk menghentikan merokok dapat dibantu dengan pengobatan penggantian nikotin.

Penurunan Berat Badan : Obesitas merupakan faktor predisposisi penting terjadinya hipertensi. Penrunan berat badan sebesar 5 kg pada penderita hipertensi dengan obesitas ( kelebihan berat badan > 10 %) dapat menurunkan tekanan darah. Penurunan berat badan juga bermanfaat untuk memperbaiki faktor risiko yang lain (resistensi insulin, diabetes mellitus, hiperlipidemia dan LVH). Konsumsi alkohol sedang : Terdapat hubungan linier antara konsumsi alkohol, tingkat tekanan darah dan prevalensi hipertensi pada masyarakat. Alkohol menurunkan efek obat antihipertensi, tetapi efek presor ini menghilang dalam 1-2 minggu dengan mengurangi minum alkohol sampai 80 %. Pada penderita hipertensi konsumsi alkohol dibatasi 20-30 g etanol per hari untuk pria dan 10-20 g etanol per hari pada wanita. Penurunan diet garam : Diet tinggi garam dihubungkan dengan peningkatan tekanan darah dan prevalensi hipertensi. Efek diperkuat dengan diet kalium yang rendah. Penurunan diet natrium dari 180 mmol (10,5 g) per hari menjadi 80-100 mmol (4,7 - 5,8 g) per hari menurunkan tekanan darah sistolik 4-6 mmHg. Tetapi pengaruh lebih kuat pada etnis kulit hitam, obesitas dan umur tua. Penurunan diet natrium menjadi 40 mmol (2,3 g) per hari ternyata cukup aman pada orang tua. Tujuan diet rendah natrium ialah sampai < 100 mmol (5,8 g) per hari atau < 6 g NaCL per hari (WHO-ISH 1999). Perubahan diet yang kompleks : Vegetarian mempunyai tekanan darah lebih rendah dibandingkan pemakan daging dan diet vegetarian pada penderita hipertensi dapat menurunkan tekanan darah. Meningkatkan konsumsi buah dan sayuran menurunkan tekanan darah TDS/TDD 3/1 mmHg sedangkan mengurangi diet lemak menurunkan tekanan darah 6/3 mmHg. Pada penderita tekanan darah tinggi, kombinasi keduanya dapqat menurunkan tekanan darah 11/6 mmHg. Adanya diet tinggi kalsium, magnesium dan kalium mungkin berperanan terhadap efek tersebut. Makan ikan secara teratur sebagai cara mengurangi berat badan akan meningkatkan penurunan tekanan darah pada penderita gemuk dan memperbaiki profil lemak. Peningkatan aktifitas fisik : Latihan fisik aerobik sedang secara teratur (jalan atau renang selama 30-45 menit 34 x seminggu) mungkin lebih efektif menurunkan tekanan darah dibandingkan olah raga berat seperti lari, jogging. Tekanan darah sistolik turun 4-8 mmHg. Latihan fisik isometrik seperti angkat besi dapat meningkatkan tekanan darah dan harus dihindari pada penderita hipertensi (WHO-ISH 1999). Penanganan faktor psikologi dan stres : Penanganan stres mungkin berpengaruh baik kepatuhan terhadap pengobatan hipertensi. terhadap tekanan darah dan

Cara-cara lain : Cara lain yang belum terbukti ialah bio-feedback, mikronutrien, dan penambahan diet kalsium, magnesium dan serat (WHO-ISH 1999). Pengobatan Farmakologi : 6 golongan obat antihipertensi utama ialah : diuretik, penyekat beta, antagonis kalsium, inhibitor ACE, antagonis angiotensin II dan penyekat adrenergik alfa. Dibeberepa bagian dunia masih digunakan reserpin dan metildopa.

Prinsip Pengobatan Farmakologi : Dimulai dosis rendah, dinaikkan secara perlahan Kombinasi obat yang sesuai dosis rendah sehingga mengurangi efek samping Bila respon kecil atau terdapat efek samping, diberikan golongan obat lain Penggunaan obat berefek jangka panjang, sehingga cukup diberikan sekali sehari akan memperbaiki kepatuhan penderita dan variabilitas tekanan darah. Mengawali Pengobatan Farmakologi : Pada kelompok risiko tinggi dan sangat tinggi, pengobatan dimulai segera sampai beberapa hari setelah konfirmasi tekanan darah penderita. Pada penderita risiko sedang dan ringan pemberian pengobatan farmakologi dipengaruhi oleh : Konsultasi dengan penderita mengenai strategi yang dipilih Derajat penurunan tekanan darah yang dicapai dengan pengobatan nonfarmakologi Derajat kontrol yang dicapai terhadap faktor risiko lain Ketersediaan sumber daya pada sistim kesehatan umum Pada penderita dengan risiko sedang dicoba dengan pengobatan nonfarmakologi selama 3 bulan sebelum memutuskan pengobatan farmakologi; bila tingkat tekanan darah yang diinginkan tidak tercapai setelah 6 bulan, harus dimulai pengobatan farmakologi. Pada penderita dengan risiko rendah dicoba dengan pengobatan nonfarmakologi saja selama 6 bulan. Bila sampai 1 tahun tidak ada respon yang baik diberikan pengobatan farmakologi. Perkecualian untuk rekomendasi ini pada penderita hipertensi perbatasan TDS 140149 mmHg dan TDD 90-94 mmHg setelah konsultasi dengan penderita mungkin memilih pengobatan nonfarmakologi saja (WHO-ISH 1999). Golongan lain yang perlu mendapat perhatian ialah tekanan darah normal tinggi TDS/TDD 130-139/85-89 mmHg. Bila terdapat diabetes mellitus atau insufisiensi renal, pengobatan farmakologi diberikan dini. Tabel 4. Efek pengobatan hipertensi terhadap risiko kardiovaskuler. Kelompok penderita Risiko ansolut (kejadian penyakit kardiovaskuler selama 10 tahun) Efek absolut pengobatan (kejadian penyakit kardiovaskuler yang dicegah per 1000 penderita-tahun) 10/5 mmHg 20/10 mmHg Penderita Risiko Penderita Risiko Penderita Risiko Penderita Risiko < 15 % 15 - 20 % 20 - 30 % > 30 % <5 5- 7 7 - 10 rendah sedang tinggi sangat tinggi

> 10 < 9 8 - 11 11 - 17 > 17 Semua golongan obat yang tersedia dapat dipakai untuk mengawali maupun mempertahankan pengobatasn antihipertensi, tetapi pilihan obat dipengaruhi banyak faktor seperi dapat dilihat pada tabel 5 termasuk : Faktor sosioekonomi menentukan ketersediaan obat dibeberapa negara atau daerah Profil faktor risiko kardiovaskuler setiap penderita Adanya kerusakan organ target, penyakit kardiovaskuler, ginjal dan diabetes mellitus Adanya penyakit lain yang menyertai yang membatasi penggunaan obat antihipertensi tertentu Variasi respopn individu terhadap bermacam golongan obat Kemungkinan adanya interaksi dengan obat yang digunakan penderita untuk penyakit lain yang diderita Kuatnya bukti penurunan risiko kardiovaskuler dari obat yang digunakan. Dokter harus menyesuaikan pilihan obat terhadap kondisi penderita dan memperhitungkan pilihan penderita. Hal dapat dilihat pada tabel 1. Pilihan Obat Antihipertensi : Tabel 5. Petunjuk untuk seleksi Pengobatan Hipertensi Golongan Obat Indikasi Kuat Indikasi yang mungkin Kontraindikasi Kuat Kontraindikasi yang mungkin Diuretik

Penyekat Beta

Penyekat ACE

Antagonis Kalsium

Penyekat Alfa Antagonis Angiotensin II Gagal Jantung Orang tua Hipertensi Sistolik Angina Pektoris Pasca Infark Miokard Takhiaritmia

Gagal Jantung Disfungsio Ventrikel Kiri Pasca Infark Miokard Nefropati Diabetik Angina Pektoris Orang Tua Hipertensi Sistolik Hipertrofi Prostat Batuk karena Penyekat ACE Diabetes Mellitus

Gagal Jantung Kehamilan Diabetes Mellitus

Penyakit Pembuluh Darah Perifer Intoleransi Gula Gagal Jantung Pirai

Asma Bronkhiale dan PPOM Blok Jantung

Kehamilan Hiperkalemia Stenosis Arteri Renalis Bilateral Blok Jantung

Kehamilan Stenosis Arteri Renalis Bilateral Dislipidemia Pria yang seksual aktif Dislipidemia Atlit dan penderita yang fisik aktif Penyakit Pembuluh Darah Perifer

Gagal Jantung Kongestif Hipotensi Ortostatik Diuretik : Golongan obat antihipertensi yang paling berharga. Murah, efektif, ditoleransi dengan baik pada dosis rendah. Dibuktikan dapat mencegah kejadian kardiovaskuler mayor termasuk stroke dan penyakit jantung koroner pada bermacam kelompok penderita hipertensi. Efek samping diuretik seperti hipokalemia, intoleransi gula, irama ektopik ventrikel dan impoten dihubungkan dengan dosis yang tinggi (HCT dan chlorthalidone 50-100 mg ). Diuretik terutama digunakan pada orang tua dan kulit hitam. Obat-obatan yang ada dipasaran ialah : 1. HCT (Hydroclorothiazide) 25 mg (tablet putih) dan 50 mg (tablet merah). Dosis 50-200 mg/hari. Dosis aman 1 x 12,5 - 25 mg / hari . Hati-hati pada dosis lebih tinggi karena akan menyebabkan hipokalemia. 2. Chlorthalidone ( Hygroton, Thalidone ) tablet 50 mg. Dosis 1 x 25-50 mg / hari 3. Bumetanide (Burinex) tablet 1 mg. Dosis 1 x 1 mg / hari 4. Piretanide sustained-release (Arelix) tablet 6 mg. Dosis 1 x 6-12 mg / hari 5. Furosemide (Lasix, Impugan, Cetasix, Diurefo, Furosix, Farsix, Furosetic, Nclex, uresix) tablet 40 mg. Dosis 1-3 x 20-40 mg / hari 6. Torasemide (unat) tablet 2,5 5, dan 10 mg. Dosis 1 x 2,5 - 5 mg / hari.

Maksimal 10 mg / hari 7. Xipamide (Diurexan) tablet 20 mg. Dosis 1 x 2-40 mg / hari 8. Indapamide (Natrilix) tablet 2.5 mg. Dosis 1 x 2.5 mg / hari 9. Spironolactone (Aldactone, Idrolattone, Letonal, Spirolactone, Carpiaton) tablet 25 mg dan 100 mg. Dosis 1 x 50-100 mg / hari 10. Amiloride HCL (Puritride) tablet 5 mg. Dosis 1 x 5-10 mg / gari 11. Kombinasi Spironolactone 25 mg dan Thiabutazide 2,5 mg per tablet (Aldazide). Dosis 1-4 tablet / hari 12. Kombinasi Amiloride 2,5 mg dan Hydrochlorothiazide 25 mg (Amitrid Mite). Dosis 1-2 tablet / hari 13. Kombinasi Amiloride 5 mg dan Hydrochlorothiazide 50 mg (Lorinide Mite, Sacndiuret). Dosis 1-2 tablet / hari dalam 1-2 x dosis. Penyekat Beta : Aman, murah dan efektif sebagai pengobatan tunggal atau kombinasi dengan diuretik, antagonis kalsium dihidropiridin dan penyekat alfa. Gagal jantung biasanya merupakan kontra-indikasi pemberian penyekat beta dosis standar, tetapi bukti terakhir mungkin bermanfaat bila diberikan pada dosis yang rendah. Dihindari pemberian penyekat beta pada penyakit paru obstruktif menahun dan penyakit pembuluh darah perifer. Terdapat laporan yang menunjukkan penyekat beta memperberat angina spastik/varian pada orang Jepang dan sering kurang efektif pada kulit hitam. Obat-obat yang ada dipasaran : 1. Propanolol (Inderal, Propadex, Prestoral, Blocard, Farmadral ) tablet 10 mg dan 40 mg. Dosis 2-3 x 2. Oxprenolol (Trasicor) tablet 80 mg 3. Acebutolol (Sectral, Decretan) tablet 400 mg 4. Pindolol (Visken, Decreten) tablet 5 mg 5. Alprenolol (Alpressor) tablet 50 mgg 6. Metoprolol tartrate (Lopressor, Seloken, Cardiosel) tablet 100 mg. Dosis 1 x 100-200 mg / hari. Metoprolol succinate tablet 95 mg. Dosis 1 x 95-190 mg / hari. 7. Atenolol (Tenormin, Betablok, Zumablok, Fornormin, Cardiosel, Hiblok, Tensinorm) tablet 50 mg dan 100 mg. Dosis 1 x 25-100 mg / hari 8. Carteolol HCL (Mikelan) tablet 5 mg. Dosis 10-30 mg / hari dalam 2-3 kali dosis 9. Nadolol (corgard, Farmagard) tablet 40 mg. Dosis 1 x 40 mg / hari 10. Sotalol (Sotacor) tablet 80 mg dan 160 mg. Dosis 160-320 mg / hari 11. Bisoprolol (Concor, Maintate) tablet 5 mg. Dosis 1 x -2 tablet / hari 12. Kombinasi Oxprenolol HCL 80 mg dan Chlorthalidone 10 mg (Trasitensis). Dosis 1-2 tablet 1-2 x / hari 13. Kombinasi Acebutolol 400 mg dan Hydrochlorothiziade 25 mg (Sectrazide). Dosis 1 x - 1 atau 2 x tablet / hari 14. Kombinasi Metoprolol 100 mg dan Hydrochlorothiziade 12,5 mg (Seloken Comp). Dosis 1-2 tablet 1-2 x / hari 15. Kombinasi Atenolol 50 mg dan Chlorthalidone 12,5 mg (Tenoret 50) dan Atenolol 100 mg dan Chlorthalidone 25 mg (Tenoretic). Dosis 1 x 1 tablet / hari 16. Kombinasi Atenolol 50 mg dan Nifedipine retard 20 mg (Beta-Adalat, Niften). Dosis 1 x 1 kapsul sampai 2 x 1 kapsul / hari Penyekat Alfa dan Beta

1.

Labetalol HCL (Trandate) tablet 50 dan 100 mg. Dosis 2 x 100 mg / hari sampai 2,4 gram / hari dalam 3 - 4 kali dosis 2. Carvedilol (Dilbloc) tablet 25 mg. Dosis 1 x 12,5 - 50 mg / hari. Inhibitor ACE : Aman dan efektif. Berguna terutama pada gagal jantung dan retardasi progresi penyakit ginjal pada diabetes mellkitus terutama bila terdapat proteinuria. Efek samping umum batuk kering dan jarang sekali terjadi angioedema. Kurang efektif pada kulit hitam. Obat-obat yang ada dipasaran ialah : 1. Captopril (Capoten, Captensin, Acepress, Dexacap, Farmoten, Tensicap, Tensobon, Otoryl, Praten, Casipril) tablet 12,5 mg, 25 mg dan 50 mg. Dosis 2-3 x 12,5 - 25 mg / hari. 2. Enalapril (Renivace, Tenace, Inoprilat, Renacardon, Repanitril ) tablet 5 mg, 10 mg dan 20 mg. Dosis 10 - 40 mg dalam 1 x 2 pemberian / hari. 3. Benazepril HCL (Cibacen) tablet 5 mg dan 10 mg. Dosis 1 x 5 - 10 mg / hari 4. Cilazapril (Inhibace) tablet 1 mg dan 2,5 mg. Dosis 1 x 1 mg / hari 5. Dellapril HCL (Cupressin) tablet 15 mg. Dosis 2 x 15-30 mg / hari 6. Imidapril (Tanapress) 5 dan 10 mg. Dosis 1 x 5-10 mg. Dosis 1 x 5-10 mg / hari 7. Lisinopril (Zestril, Interpril, Noperten) tablet 5 mg, 10 mg dan 20 mg. Dosis 1 x 5-20 mg / hari 8. Pirindropil (Prexum) tablet 4 mg. Dosis 1 x 4-8 mg / hari 9. Quinapril (Accupril) tablet 5 mg, 10 mg dan 20 mg. Dosis 1 x 5- 40 mg / hari 10. Fosinopril Na (Acenor-M) tablet 10 mg. Dosis 1 x 10-40 mg / hari 11. Ramipril (Triatec) tablet 1,25 mg, 2,5 mg dan 5 mg. Dosis 1 x 1,25-5 mg / hari 12. Trandolapril sebentar lagi masuk Indonesia 13. Kombinasi Captopril 50 mg dan Hydrochlorothiazide 25 mg (Caporetic). Dosis 2 x tablet / hari 14. Kombinasi Captopril 25 mg dan Hydrochlorothiazide 12,5 mg dan Captopril 50 mg dan Hydrochlorothiazide 25 mg (Capozide). Dosis 2 x tablet / hari 15. Kombinasi Lisinopril 20 mg dan Hydrochlorothiazide 25 mg (Zestoretic). Dosis 1 x 1-2 tablet / hari 16. Kombinasi Enalapril maleate 10 mg dan Hydrochlorothiazide 25 mg (Tenazide). Dosis 1 x 1-2 tablet / hari 17. Kombinasi Benazepril HCL 10 mg dan Hydrochlorothiazide 12,5 mg (Cibadrex). Dosis 1 x - 2 tablet / hari 18. Kombinasi Ramipril 2,5 mg dan Hydrochlorothiazide 12,5 mg (Triatec Plus) dosis 1 x 1 tablet / hari dan Ramipril 5 mg dan Hydrochlorothiazide 25 mg (Triatec 5 Plus) dosis 1 x 1 tablet / hari Antagonis Kalsium : Semua golongan obat ini efektif dan ditoleransi dengan baik oleh penderita hipertensi. Bermanfaat untuk mencegah stroke pada orang tua dengan hipertensi sistolik. Pada penyakit jantung koroner dipilih yang efek jangka lama.

Antagonis kalsium terutama berguna untuk orang tua dengan hipertensi sistolik dan kulit hitam. Efek samping meliputi takhikardia, muka merah, edema tungkai dan konstipasi (pada verapamil). Obat-obat yang ada dipasaran ialah : 1. Diltiazem (Herbessar, Cardizem, Carditen, Dilso, Dilmen, Diltikor, Cardyne , Farmabes) tablet 30 mg, 60 mg dan Herbessaer-SR 90 mg dan Herbassaer SR 180 mg 2. Verapamil (Isoptin, Corpamil) tablet 80 mg dosis 3 x - 1 tablet / hari dan Verapamil-SR 240 mg dosis 1 x 1 tablet / hari 3. Nifedipine (Adalat, Carvas, Cordalat, Coronipin, Farmalat, Calcianta, Fedipin, Ficor, Kemolat, Nifecard, Niprocor, Nifedin, Pincard, Vasdalat, Xepalat) tablet 5 mg, 10 mg. Dosis 3 x 5-20 mg / hari. Adalat Retard 10 dan 20 mg dosis 2 x 10-20 mg / hari, serta Adalat Oros 30 dan 60 mg dosis 1 x 30-60 mg / hari 4. Nicardipin HCL (Loxen, Safcard ) tablet 20 mg dan retard 40 mg. 3 x 20 mg / hari atau 1 x Loxen Retard 40 mg / hari 5. Nilvadipine (Escori) kapsul retard 8 mg. Dosis 1 x 8-16 mg / hari 6. Felodipine (plendil) tablet 2,5 mg, 5 mg dan 10 mg. Dosis 1 x 2,5 -10 mg / hari 7. Lacidipine (Lacipil, Tens) tablet 2 mg dan 4 mg. Dosis 1 x 2-6 mg / hari 8. Amlodipine besylate (Norvask, Tensivask) tablet 5 mg dan 10 mg. Dosis 1 x 5-10 mg / hari Gambar 1. Rekomendasi Pengobatan Hipertensi (WHO-ISH, 1999). Mulai pengobatan TDS 140-180 mmHg atau TDD 90-110 mmHg pqada beberapa kesempatan (Hipertensi Derajat 1 dan 2) Nilai Faktor Risiko yang Lain, Kerusakan organ target dan Kondisi klinik yang berhubungan Intervensi Gaya Hidup Stratifikasi Faktor Risiko Absolut

Sangat Tinggi Mulai Tx Darah Farmakologi lain bulan

Tinggi Mulai Tx Farmakologi

Sedang Monitor Tekanan Darah dan faktor risko lain selama 3 - 6 bulan

Rendah Monitor Tekanan dan faktor risko selama 6 - 12

TDS 140 atau 150 atau TDD 95 Mulai Tx Farmakolopgi TDS < 150 atau TDD < 95 Terus Monitor

TDS < 140 atau TDD < 90 Terus Monitor

TDS

TDD 90 Mulai Tx Farmakolopgi

Antagonis Angiotensin II : Golongan obat antihipertensi paling baru yang gambaran umumnya mirip inhibitor ACE. Efek samping lebih sedikit sehingga meningkatkan kepatuhan penderita, lebih unggul dibanding inhibitor ACE karena tidak menimbulkan batuk. Obat-obat yang ada dipasaran ialah : 1. Losartan K (Cozaar, Insaar, Acetensa) tablet 50 mg. Dosis 1 x 25-50 mg / hari 2. Valsartan (Diovan) tablet 80 mg. Dosis 80-160 (320) mg / hari 3. Candesartan (Blopress) tablet 8 mg dan 16 mg. Dosis 1 x 8-16 mg / hari 4. Irbesartan (Approvel ) 150 mg dan 300 mg. Dosis 1 x 150-300 mg / hari 5. Telmisartan (Micardis) tablet 40 dan 80 mg. Dosis 1 x 40-80 mg / hari Penyekat Alfa : Aman dan efektif untuk menurunkan tekanan darah. Efek samping utama hipotensi postural. Obat mungkin bermanfaat pada penderita dislipidemia, intoleransi gula dan dengan hiperterofi prostat.

Obat-obat yang ada dipasaran ialah : 1. Prazosin HCL (Minipress, Rexibet) tablet 1 dan 2 mg. Dosis 2 x 0,5 - 10 mg / hari 2. Terazosin HCL (Hytrin) tablet 1 mg dan 2 mg. Dosis 1 x 1 - 2 mg / hari 3. Bunazosin HCL (Detantol) tablet 1 mg. Dosis 1-3 mg dalam 2-3 x / hari 4. Doxazosin mesylate (Cardura, Kaltensif) 1 mg dan 2 mg. Dosis 1 x 1 - 16 mg / hari Obat bekerja Sentral : Obat golongan lama Agonis Reseptor Alfa-2 ialah reserpine, metildopa, klonidin, guanfasin; sedangkan golongan baru Agonis Reseptor Imidazolin seperti rilmenidine dan moxonidine. Obat golongan ini jarang dipakai karena efek sampinga yang kurang menguntungkan. Metildopa masih dipakai terutama untuk hipertensi dalam kehamilan. Reserpine masih dipakai terutama pada penderita tidak mampu. 1. Reserpine (Serpasil) tablet 0,1 mg dan 0,25 mg. Dosis 1 x 0,1 0,5 mg / hari 2. Methyldopa (Aldomet, Dopamet, Tensipas ) tablet 250 mg. Dosis 1 x - 1 sampai dengan 2-3 x 125-250 mg / hari 3. Clonidine HCL (Catapres) tablet 0.075 mg dan 0,15 mg. Dosis 2 x 0,075 0,225 mg / hari 4. Guanfacine HCL (Estulic) tablet 1 mg. Dosis 1 x - 3 mg / hari malam hari Obat Vasodilator lama seperti hidralazin masih banyak dipakai dibeberapa belahan dunia. Karena efek samping hidralazin dan minoksidil (takhikardia, pusing kepala dan retensi air dan garam) kurang dianjurkan untuk pengobatan pertama penderita hipertensi. 1. Hydralazine (Apresoline) tablet 25 mg. Tak ada saat ini di Indonesia 2. Kombinasi Reserpine 0,1 mg dan Dihydralazine sulfate 10 mg (Adelphane). Dosis 2-3 x 1 tablet / hari (maksimal 5 tablet / hari) 3. Kombinasi Reserpine 0,1 mg, Dihydralazine 10 mg dan Hydrochlorothiazide 15 mg (Serapes). Dosis 1 x 1-4 tablet / hari 4. Kombinasi Reserpine 0,1 mg, Hydralazine HCL 25 mg dan Hydrochlorothiazide 15 mg (Serapes). Dosis 1 x 1-4 tablet / hari 5. Kombinasi Carbazochrome Na Sulfonate 1,5 mg, vitamin C 20 mg, Reserpine 0,1 mg, dl-Methionine 50 mg dan Inositol 20 mg (Tensidona). Dosis 1 x 1 samapi 2 x 2 tablet / hari 6. Kombinasi L--Methyldopa 125 mg dan Hydrochlorothiazide 15 mg. Dosis 2 x 1 sampai 3 x 1 tablet / hari Pendidikan kesehatan dan Kepatuhan terhadap Pengobatan : Kunci keberhasilan pengobatan ialah komunikasi yang baik antara dokter dengan penderita. Informasi yang baik tentang tekanan darah dan hipertensi, tentang risiko dan prognosis, tentang manfaat pengonatan dan tentang risiko dan efek samping pengobatan akan sangat membantu kontrol jangka panjang hipertensi. Kegagalan membangun hubungan komunikasi yang baik menyebabkan ketidakpatuhan terhadap pengobatan dan kontrol yang tak memuaskan terhadap hipertensinya. 70-75 % penderita hipertensi didunia tidak diobati atau tidak terkontrol dengan baik.

Gambar 2. Stabilisasi, perawatan dan pantauan setelah Tx Farmakologi

Obat Antihipertensi Mulai Diberikan

Sasaran Tekanan Darah Tercapai Risiko Tinggi & Sangat Tinggi Risiko Sedang & Rendah

. Periksa setiap 3 bulan . Monitor TD & faktor risiko . Intensifkan intervensi gaya hidup

. Periksa setiap 6 bulan . Monitor TD & faktor risiko . Intensifkan intervensi gaya hidup Sasaran TD tak tercapai setelah 3 bulan . Tidak ada respon, ganti obat atau kombinasi dosis rendah dari obat yang berbeda kelas . Respon sebagian, naikkan dosis, tambah obat golongan lain atau kombinasi obat dosis rendah . intensifkan intervensi gaya hidup Efek Samping yang Nyata

. Ganti obat atau kombinasi obat dosis rendah dari golongan yang berbeda . Kurangi dosis dan tambahkan obat golongan lain

Hipertensi sulit dikontrol Rujuk ke Spesialis atau RS Rujukan

Hipertensi Resistan / Refrakter : Dianggap refrakter bila dengan intervensi gaya hidup dan pengobatan kombinasi dosis optimal tekanan darah (TSS/TDS) tidak dapat turun dibawah 140/90 mmHg pada hipertensi klasik, atau turun dibawah TDS 140 mmHg pada hipertensi sistolik. Pada keadaamn demikian sebaiknya penderita dirujuk ke Dokter Spesialis atau ke RS Rujukan. Sebab-sebab Hipertensi Refrakter ialah sebagai berikut : Terdapat Hipertensi Sekunder (penyakit ginjal dan endokrin) Tidak patuh terhadap rencana pengobatan Minum obat yang meningkatkan tekanan darah (obat anti kertadangan nonsteroid, dll) Kegagalan untuk merubah gaya hidup (tambah gemuk, tetap minum alkohol berlebih) Kelebihan cairan karena kurang cukup diuretik, insufisiensi renal progresif dan diet tinggi natrium Pengobatan yang Lain : Karena tujuan pengobatan untuk penurunan risiko total kardiovaskuler maka sangat penting untuk mengobati faktor risiko lain dan kondisi klinik lain yang menyertai. Perlu pengobatan diabetes mellitus, hiperlipidemia, penyakit jantung koroner, serebrovaskuler dan ginjal bila ada. Obat Antiplatelet : Aspirin dan obat antiplatele lain diberikan pada penderita penyakit jantung koroner dan serebrovaskuler karena terbukti dapat menurunkan risiko kejadian koroner fatal dan nonfatal, stroke dan kematian kardiovaskuler.

Obat penurun Kholesterol : Diberikan pada penderita hipertensi dengan hiperlipidemia dan risiko tinggi penyakit jantung koroner. Tindakan Lanjutan (follow-up) : Selama masa evaluasi dan stabilisasi pengobatan, perlu monitor yang lebih sering tekanan darah, faktor risiko yang lain serta kondisi klinik yang ada. Monitor juga berguna untuk menilai hasil pengobatan. Frekuensi kunjungan tergantung pada kategori risiko kardiovaskuler total penderita seperti dapat dilihat padsa gambar 2. RINGKASAN : Prevalensi hipertensi di Indonesia (6-15 %) tidak banyak berbeda dengan didunia (5-18 %). Tujuan evaluasi klinik penderita hipertensi ialah konfirmasi hipertensi dan menentukan tingkatnya, menyingkirkan/menemukan hipertensi sekunder, menentukan kerusakan organ target serta kuantititas beratnya serta mencari faktor risiko kardiovaskuler dan kondisi klinik lain yang mempengaruhi prognosis dan pengobatan hipertensinya. Menurut batasan WHO-ISH yang baru (1999) tekanan darah optima bila < 120/80 mmHg dan normal bila < 130/85 mmHg. Hipertensi derajat 1 (140-159/90-99 mmHg), derajat 2 (160-179/100-109 mmHg), derajat 3 ( 180/ 110 mmHg). Berat-ringan hipertensi (stratifikasi risiko absolut kardiovaskuler) yang dibagi menjadi risiko rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi; ditentukan oleh faktor risiko penyakit kardiovaskuler, kerusakan organ target serta kondisi klinik yang berhubungan yang mempengaruhi prognosis. Tujuan pengobatan hipertensi ialah tercapainya menurunan maksimum morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler. Selain mengobati hipertensinya juga mengobati faktor risiko kardiovaskuler, menghobati kerusakan organ target dan mengobati kondisi klinik lain yang menyertai. Pilihan obat tentunya juga ditentukan oleh keadaan tersebut diatas. Pengobatan nonfarmakologi diberikan pada semua tingkat hipertensi yang meliputi mengurangi diet natrium < 100 mmol (5,8 g) per hari atau < 6 g NaCl per hari; mengurangi berat badan pada obesitas, olah raga aerobik, dan lain sebagainya; yang berguna juga untuk pencegahan primer maupun sekunder. Pengobatan farmakologi dimulai dosis rendah. Pada penderita risiko tinggi dan sangat tinggi diberikan segera, sedangkan pada risiko rendah dan sedang dapat ditunda setelah 6-12 bulan. Penderita dengan risiko sangat tinggi dan hipertensi refrakter dirujuk ke dokter spesialis atau ke RS rujukan. Prognosis tergantung stratifikasi risiko kardiovaskuler (rendah, sedang, tinggi, sangat tinggi) dan respon serta kepatuhan terhadap pengobatan. BACAAN WAJIB : 1. WHO Guidelines Subcommittee. 1999 World Health Organization - International Society of Hypertension Guidelines for the Management of Hypertension. J Hypertension 1999;17: 151-184. 2. Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of Hypertension (JNC VI). Arch Intern Med 1997;157:2413-2446. 3. William GH. Hypertensive Vascular Disease. In : Harrison's Principle of Internal Medicine. Fauci AS, Braunwald E, Isselbacher KJ, Wilson JD, Martin JB, Kasper DL, Hauser SL, and Longo DL. Eds. 14th ed. New York : McGraw-Holl Health Professions Division. 1998 : 1380-1394.

KEPUSTAKAAN TAMBAHAN : 1. Hansson L, Zanchetti A, Carruthers SG, et al. For the HOT study. Effects of intensive blood pressure pressure lowring and low dose aspoirin in patioents with hypertension. Principal results of the Hyprtension Optimal Treatment (HOT) randomized trial. Lancet 1998;351:1755-1762. 2. Hanson L, Lindholm LH, Niskanen L, et al for the Captopril Prevention Project (CAPPP) study group. Effect of angiotensin-converting-enzyme inhibition compared with convcentional therapy on cardiovascular morbidity and mortality in hypertension : the Captopril Prevention Project (CAPPP) randomized trial. Lancet 1999;353:611-616. 3. Moser M. A critique of the World Health Organization - International Society of Hypertension for the Management of Hypertension. Cardiovasc Rev & Report 1999;20:1-4. 4. UK Prospective Diabetes Study Group. Tight blood pressure control and risk of macrovascular and microvascular complication in type 2 diabetes. UKPDS 38. Brit Med J 1998;317:705-713. 5. Alderman MH, Ooi WL, Madhavan S, et al. Treatment-induced blood pressure reduction and the risk of Myocardial Infarction. J.A.M.A. l989;262 : 920-924. 6. Ames RP, and Hill P. Antihypertensive therapy and risk of Coronary Heart Disease. J.Cardiovasc.Pharmacol. 1982;4 (Suppl.2) : S206-S212. 7. Berry G. Strokes and hypertension - the effect of treatment. Med J Aust 1987; 146:406-409. 8. Barzizza F, Magnani L, Zocchi MT, et al. Weight loss vs Captopril treatment in Obese Hypertensive patients. J Hypertens 1994;12 (Suppl 3):S86. 9. Chapelon-Abric C. Left ventricular hypertrophy and Hypertension. Hypertens Let 1990;No 25:3-4. 10. Chobanian AV and Gavras H. Hypertension. Clin Symposia. 1990; 42:2-32. 11. Corral JL, Lopez NC, Pecorelli A et al. Doxazosin in the treatment of mild or moderate essential hypertension : An echocardiographic study. Am Heart J 1991;121:352-356. 12. Cruickshank JM, Thorp JM, and Zacharias FJ. Benefits and potential harm of lowering High Blood Pressure. Lancet 1987;1:581-584. 13. Cruicshank JM. Coronary flow reserve and the J curve relation between diastolic blood pressure and myocardial infarction. Br Med J 1988;297 : 1227-1230. 14. Devereux RB. Is the Electrocardiogram still usefull for detection of Left Verntricular Hypertrophy ? Circulation 1990;81:1144-1146. 15. Devereux RB. Does increased blood pressure cause Left Ventricular Hypertrophy or Vice Versa ? Ann Intern Med 1990;112:157-159. 16. Frishman WH. Clinical significance of beta1-selectivity and intrinsic sympathomimetic activity in a Beta-Adrenergic Blocking drug. Am J Cardiol 1987;59 : 33F-37F. 17. Gottdiener JS, Brown J, Zoltick J, and Fletcher RD. Left ventricular mass in men with normal blood pressure : relation to exaggerated blood pressure response to exercise. Ann Intern Med 1990;112:161-166. 18. Hankey GJ and Gubbay SS. Focal cerebral ischaemia and infarction due to antihypertensive therapy. Med J Aust 1987; 146:412-414. 19. Hansson L. Assessment of the patient's response. J Hypert 1985;3(suppl.2). S65S69. 20. Houston MC. Hypertension strategies for therapeutic intervention and prevention of endorgan damage. Primary Care 1991;18:713-753. 21. Joint National Committee. The 4th (1988) report of the Joint National Committee on Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. Arch Intern Med 1988;148 : 1023-1038. 22. Joint National Committee. The 5th (1992) report of the Joint National Committee

on Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC V). Arch Intern Med 1993;153:154-183. 23. Kannel WB. Hypertension. Relationship with other risk factors. Drugs 1986;31 (Suppl.1) : 1-11. 24. Koren, Devereux RB, Casale PN, Savage DD, and Laragh JH. Left Ventricular and Morbidity in Hypertension. Ann Intern Med 1991;114:345-352. 25. Leren P, and Helgeland A. Oslo Hypertension Study. Drugs 1986;31 (Suppl.1) : 4145. 26. Levy, Garrison RJ, Savage DD, Kannel WB, and Castelli WP. Prognostic implications of echocardiographically determined Left Ventricular mass in the Framingham heart study. N Engl J Med 1990;322:1561-1566. 27. Logan AG. Mild Hypertension - Controversies in Management. Ciba-Geigy Limited, Basle, Switzerland, 1987. 28. Messerli FH. Antihypertensive therapy - Going to the Heart of the matter. Circulation 1990;81:1128-1135. 29. Olsson G. Effect on atherosclerotic complications in hypertensives : results of the Stockholm Metoprolol (Secondary Prevention) Trial. Hypertension - the tip of Iceberg ! Attacking the disease, not just the symptoms. Madrid, October 1987, pp. 34-38. 30. O`Rourke RA. Rationale for Calcium Entry-Blocking Drugs in Systemic Hypertension complicated by Coronary Artery Disease. Am J Cardiol 1985;56 : 34H-40H. 31. Panza JA, Quyyumi AA, Brush JE Jr and Epstein SE. Abnormal endothelium dependent vascular relaxation in patients with essential hypertension. N Engl J Med 1990;323:2227. 32. Papademetriou V, Narayan P, Kokkinos P, et al. Antihypertensive therapy and cardiac arrhythmias in hypertensive patients with moderate to severe LVH (Abstract). J Hypertension 1994;12 (Suppl 3): S-94. 33. Pfeffer and Pfeffer. Reversing Cardiac Hypertrophy in Hypertension. N Engl J Med 1990;322:1388-1390. 34. Pringle SD. Regression of hypertensive left ventricular hypertriophy. Hypertens Let 1990;No 25:3-5. 35. Schicken RM. Left Ventricular mass. Development versus Disease. Circulation 1990;82:1525-1527. 36. Simone G, Devereux RM, Roman MJ, Schlussel Y, Alderman MH, and Laragh JH. Echocardiographic Left Ventricular Mass and Electrolyte intake predict Arterial Hypertension. Ann Intern Med 1991;114:202-209. 37. Sleight P. Prevention coronary heart disease and hypertension. J Cardiovasc Pharmacol 1988; 12(Suppl 7):S3-S10. 38. Stadler P, Leonardi L, Riesen W, et al. Cardiovascular effects of Verapamil in essential hypertension. Clin Pharmacol Ther 1987; 42 : 485-492. 39. Stamler J, Stamler R, and Neaton JD. Blood pressure, systolic and diastolic, and Cardiovascular Risks. Arch Intern Med 1993;153:598-615. 40. Weinberger MH. Treatment of Hypertension in the 1990s. Am J Med 1987;82 (Suppl.1A) : 44-49.Wikstrand J. Primary Prevention with Metoprolol in patients with hypertension (MAPHY study). Hypertension - the tip of Iceberg ! Attacking the disease, not just the symptoms. Madrid, October 1987. pp 38-40. 41. Wilhelmsen L. Risk factor for Coronary Heart Disease in perspective. European Intervention Trial. Am J Med 1984;76 (2A):37-40. 42. Wilhelmsen L, Berglund G, Elmfeldt D, Samuelsson O, and Svardsudd K. The Multifactor Primary Prevention Trial in Gotheborg, Sweden - Comparison with a previously Untreated Population Sample. Drugs 1986;31 (Suppl.1) : 47-51. 43. Wilhelmsen L. Factors influencing the choice of first-line therapy in hypertension. Hypertension - the tip of Iceberg ! Attacking the disease, not just the symptoms. Madrid, October 1987. pp 41-43.

44. Zanchetti A. Treatment goals in Hypertension. Am J Med 1987;76 (2A) : 1-7. 45.

Anda mungkin juga menyukai