Anda di halaman 1dari 30

BAB I PENDAHULUAN Malformasi anorektal merupakan penyakit yang secara luas dapat mempengaruhi anak laki-laki dan perempuan,

dan melibatkan anus, rektum bagian distal serta saluran kemih maupun genital. Dimana insiden yang terjadi pada sekitar 1 dari 5000 kelahiran hidup. Penyakit ini menimbulkan kecacatan yang memiliki prognosis yang baik,dan mudah diobati dengan fungsional yang hampir sempurna, namun bagi yang tipe kompleks sulit untuk mengelola, sering dikaitkan dengan anomali lainnya, dan memiliki prognosis fungsional buruk. 1 Malformasi anorektal ini dikenal dengan atresia ani, yang mengenai anal, rectum atau keduanya. Atresia berasal dari bahasa Yunani, a artinya tidak ada, trepis artinya nutrisi atau makanan. Dalam istilah kedokteran atresia itu sendiri adalah keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan normal atau organ tubular secara kongenital disebut juga clausura. Dengan kata lain tidak adanya lubang di tempat yang seharusnya berlubang atau buntunya saluran atau rongga tubuh, hal ini bisa terjadi karena bawaan sejak lahir atau terjadi kemudian karena proses penyakit yang mengenai saluran itu.2 Atresia ani atau anus imperforata adalah kegagalan pertumbuhan ke kaudal dan pelipatan ke dalam dari septum urorektal (uroenterik) yang membagi kloaka menjadi sinus urogenital dan rectum. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan rectum. Atresia Ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang atau saluran anus.1 Inkontinensia tinja dan urin dapat terjadi terutama karena masalah yang terkait seperti sakrum kurang berkembang, kekurangan suplai saraf, dan anomali sumsum tulang belakang. Untuk pasien ini, program manajemen usus yang efektif, termasuk pembatasan enema dan diet telah dirancang untuk meningkatkan kualitas hidup.1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 DEFINISI Malformasi Anorektal merupakan anomali pada anus dan / rektum yang disebabkan oleh gangguan perkembangan kloaka pada masa embrio. 1 Anus imperforata merupakan suatu kelainan malformasi kongenital di mana tidak adanya anus atau tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada bagian anus atau tertutupnya anus secara abnormal. Anus imperforata ini dapat meliputi bagian anus, rektum, atau keduanya.3 II.2 EMBRIOLOGI Secara embriologi, saluran pencernaan berasal dari foregut, midgut dan hindgut. Foregut akan membentuk faring, sistem pernafasan bagian bawah, esofagus, lambung sebagian duodenum, hati dan sistem bilier serta pankreas. Midgut membentuk usus halus, sebagian duodenum, sekum, appendik, kolon asenden sampai pertengahan kolon transversum. Hindgut meluas dari midgut hingga ke membrana kloaka, membrana ini tersusun dari endoderm kloaka, dan ektoderm dari protoderm/analpit . Usus terbentuk mulai minggu keempat disebut sebagai primitif gut. Kegagalan perkembangan yang lengkap dari septum urorektalis menghasilkan anomali letak tinggi atau supra levator. Sedangkan anomali letak rendah atau infra levator berasal dari defek perkembangan proktoderm dan lipatan genital. Pada anomali letak tinggi, otot levator ani perkembangannya tidak normal. Sedangkan otot sfingter eksternus dan internus dapat tidak ada atau rudimenter.4 Kloaka pada saat embrio merupakan suatu rongga yang akan menjadi hindgut, tailgut, allantois dan kemudian duktus mesonefrik. Kloaka pertama kali terbentuk sekitar usia 21 hari kehamilan, berbentuk U, dimana allantois berada di anterior dan hindgut di posterior. Septum yang berada di tengah akan berkembang ke bawah dan berfusi dengan lempeng lateral (Rathkes plicae) sehingga bergabung pada membran kloaka. Pada proses 6 minggu ini, terbentuk rongga urogenital berada di anterior dan rongga anorektal berada

di posterior. Pertumbuhan yang cepat dari tuberkel genital akan merubah bentuk kloaka dan orientasi membran kloaka yang akan bergerak ke posterior. Membran kloaka terpecah saat minggu ke-7 kehamilan , demikian akan menciptakan dua lubang: lubang urogenital dan lubang anus. Otot yang mengelilingi rektum akan berkembang pada saat yang bersamaan dan akan terlihat pada minggu keenam dan ketujuh kehamilan, dan pada minggu ke-9 semua struktur akan berada ditempat seharusnya). Pada tahap ini, diferensiasi menjadi eksternal laki-laki atau perempuan genitalia belum terjadi.5

Gambar 1. Embriologi anorektum

II.3

ANATOMI Bagian usus besar yang terakhir dinamakan rektum dan terbentang dari kolon sigmoid sampai anus (muara ke bagian luar tubuh). Satu inci terakhir dari rektum dinamakan kanalis ani dan dilindungi oleh sfingter ani eksternus dan internus. Panjang rektum dan kanalis ani sekitar 5,9 inci (15 cm). Sekum dan bagian kolon transversum maupun banyak kolon sigmoideum seluruhnya di dalam peritoneum,sedangkan sepertiga bawah rektum di bawah peritoneum dan sepertiga atas ekstra peritoneum di atas permukaan posteriornya. Bagian asendens dan desendens kolon ditutup oleh peritoneum hanya pada permukaan anterior.3,4 Kanalis analis berasal dari proktoderm yang merupakan invaginasi ectoderm, sedangkan rectum berasal dari endoderm. Karena perbedaan asal anus dan rectum ini maka perdarahan, persarafan, serta penyaliran vena dan limfenya berbeda juga, demikian pula epitel yang menutupinya. Rektum memiliki empat lapisan morfologik seperti juga bagian usus lainnya.Rectum dilapisi oleh mukosa glanduler usus sedangkan kanalis analis oleh anoderm yang merupakan lanjutan epitel berlapis gepeng kulit luar. Tidak ada yang disebut mukosa anus. Daerah batas rectum dan kanalis analis ditandai dengan perubahan jenis epitel. Kanalis analis dan kulit luar di sekitarnya kaya akan persarafan sensoris somatik dan peka terhadap rangsangan nyeri , sedangkan mukosa rektum mempunyai persarafan autonom dan tidak peka terhadap nyeri. Nyeri bukanlah gejala awal pengidap karsinoma rektum, sementara fissura anus nyeri sekali. Darah vena di atas garis anorektum mengalir melalui sistem orta, sedangkan yang berasal dari anus dialirkan ke sistem kava melalui cabang v. Iliaka. Distribusi ini menjadi penting dalam upaya memahami cara penebaran keganasan dan infeksi. Sistem limfa sepanjang pembuluh hemoroidales superior ke arah kelenjar limfa paraorta melalui kelenjar limfa paraorta melalui kelenjar limfa iliaka interna, sedangkan limfa yang berasal dari kanalis analis mengalir kearah kelenjar inguinal.

Kanalis analis berukuran panjang kurang lebih 3 cm. Sumbunya mengarah ke ventrokranial yaitu kearah umbilikus dan membentuk sudut yang nyata ke dorsal dengan rektum dalam keadaan istirahat. Batas atas kanalis anus disebut garis anorektum, garis mukokutan, linea pektinata atau linea dentata. Di daerah ini terdapat kripta anus dan muara kelenjar anus antara kolumna rektum. Infeksi yang terjadi disini dapat menimbulkan abses anorektum yang dapt membentuk fistel. Lekukan antar sfingter sirkuler dapat diraba di dalam kanalis analis sewaktu melakukan colok dubur.dan menunjukkan batas antara sfingter intern dan sfingter ekstern (garis hilton) Cincin sfingtern anus melingkari kanalis analis dan terdiri dari sfingter intern dan sfingter ekstern. Sisi posterior dan lateral cincin ini terbentuk dari fusi sfingter intern, otot longitudinal, bagian tengah dari otot levator (puborektalis) dan komponen m. Sfingter eksternus. M. Sfingter internus terdiri atas serabut otot polos, sedangkan m. Sfingter eksternus terdiri atas serabut otot lurik.

Gambar2. Rektum dan anus

Perdarahan arteri Arteri hemoroidales superior adalah kelanjutan langsung a. Mesenterika inferior. Arteri ini membagi diri menjadi dua cabang utama: kiri dan kanan.Arteri hemoroidales medialis merupakan percabangan anterir a.iliaka interna , sedangkan a. Hemoroidales

inferior adalah cabang a. Pudenda interna. Anastomises antara arkade pembuluh inferior dan superior merupakan sirkulasi kolateral yang mempunyai makna penting pada tindak bedah atau sumbatan aterosklerotik di daerah percabangan aorta dan a. Iliaka. Anastomises tersebut ke pembuluh kolateral hemoroid inferior dapat memjamin perdarahan di kedua ekstremitas bawah. Perdarahan di pleksus hemoroidales merupakan kolateral luas dan kaya sekali darah. Perdarahan vena Pembuluh vena kolon berjalan paralel dengan arterinya. Aliran darah vena disalurkan dari Vena hemoridalis superior berasal dari pleksus hemoroidalis internus dan berjalan ke arah kranial ke dalam v. Mesenterika inferior dan seterusnya melalui v. Lienalis ke vena porta. Vena ini tidak berkatup sehingga tekanan rongga perut menentukan tekanan di dalamnya. V. Hemoroidalis inferior mengalirkan darah ke dalam v. Pudenda interna dan kedalam v. Iliaka interna dan vena kava. Pada batas rektum dan anus terdapat banyak kolateral arteri dan vena melalui perdaran hemoroidal antara sistem pembuluh saluran cerna dan sistem arteri dan vena iliaka Aliran darah vena disalurkan melalui v.mesenterika superior untuk kolon asendens dan kolon transversum, dan melalui v.mesenterika inferior untuk kolon desendens, sigmoid dan rektum. Keduanya bermuara ke dalam v.porta, tetapi v.mesenterika inferior melalui v.lienalis. Aliran vena dari kanalis analis menuju ke v.kava inferior. Oleh karena itu, anak sebar yang berasal dari keganasan rektum dan anus dapat ditemukan di paru, sedangkan yang berasal dari kolon ditemukan di hati.

Gambar3. Vaskularisasi usus besar

Penyaliran limfa Pembuluh limfe dari kanalis membentuk pleksus halus yang menyalurkan isinya menuju ke kelenjar limfe inguinal, selanjutnya dari sini cairan limfe terus mengalir sampai ke kelenjar limfe iliaka. Pembuluh limfe dari rektum di atas garis anorektum berjalan seiring dengan v. Hemoroidalis superior dan melanjut ke kelenjar limfe mesenterika inferior dan aorta. Persarafan Persarafan rektum terdiri atas sistem simpatik dan sistem parasimpatik. Serabut simpatik berasal dari pleksus mesenterikus inferior dan dari sistem parasakral yang terbentuk dari ganglion simpatis lumbal ruas kedua, ketiga, dan keempat. Unsur simpatis pleksus ini menuju kearah struktur genital dan serabut otot polos yang mengendalikan emisi air mani dan ejakulasi. Persarafan parasimpatik (nervi erigantes) berasal dari saraf sakral kedua, ketiga dan keempat. Serabut saraf ini menuju ke jaringan erektil penis dan klitoris serta mengendalikan ereksi dengan cara mengatur aliran darah kedalam jaringan ini. Oleh karena itu, cedera saraf yang terjadi pada waktu operasi radikal panggul serta ekstirpasi radikal rektum atau uterus dapat menyebabkan gangguan fungsi vesika urinaria dan gangguan fungsi

seksual. Otot volunter, yaitu levator ani, koksigeus dan sfingter eksternus, dilayani oleh saraf dari segmen sakralis keempat.

II.4

EPIDEMIOLOGI DAN INSEDEN Penyebab atresia ani sampai saat ini masih belum jelas, diduga genetik juga berperan dalam munculnya kelainan ini. Sebagian besar kasus atresia ani tersebar tanpa adanya riwayat keluarga dengan kelainan serupa, tetapi bebrapa keluarga mempunyai anak dengan kelainan atresia ani. Penelitian genetis mengenai hal ini masih dalam penyelidikan. Kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi dan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Pada kelainan bawaan anus umumnya tidak ada kelainan rektum , sfingter dan otot dasar panggul. Kebanyakan penulis telah menulis bahwa insiden rata-rata di seluruh dunia adalah 1 dalam 5000 kelahiran hidup, meskipun kondisi ini lebih umum di beberapa daerah seperti Afrika karena tingkat kesuburan tinggi dan terkait malnutrisi dan perawatan antenatal yang buruk. Malformasi anorektal sedikit lebih sering terjadi pada anak lakilaki, dan anak laki-laki dua kali lebih mungkin sebagai perempuan memiliki anomali yang lebih tinggi. Beberapa keluarga memiliki predisposisi genetik, dengan malformasi anorektal yang didiagnosis pada generasi penerus. Selain itu, anus imperforata terjadi dalam hubungan dengan sindrom beberapa. Meskipun imperforate anus dapat terjadi sebagai kelainan yang terisolasi, berdampingan dengan atresia duodenum, fistula tracheoesophageal, vertebral dan ginjal anomali, sindrom Down, dan penyakit jantung bawaan. Pasien dengan Down sindrom biasanya memiliki anomali yang unik - anus imperforata dengan tidak fistula. Sekitar 60% dari pasien memiliki beberapa bentuk malformasi urologi terkait. 6

II.5

Patofisiologi Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada kehidupan embrional. Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan adanya fistula. Obstruksi

ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah dengan segala akibatnya. Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum, maka urin akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis hiperkloremia, sebaliknya feses mengalir kearah traktus urinarius menyebabkan infeksi berulang. Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik, putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur, gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena ada kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau tiga bulan. Dan juga ketidaksempurnaannya migrasi dan perkembangan struktur kolon antara 7- 10 minggu selama perkembangan janin dimana kegagalan migrasi tersebut juga karena gagalnya agenesis sakral dan abnormalitas pada daerah uretra dan vagina atau juga pada proses obstruksi. Pada keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula antara rektum dengan organ sekitarnya. Pada perempuan, 90% dengan fistula ke vagina (rektovagina) atau perineum (rektovestibuler). Pada laki-laki umumnya fistula menuju ke vesika urinaria atau ke prostat (rektovesika) bila kelainan merupakan letak tinggi, pada letak rendah fistula menuju ke uretra (rektouretralis).2 Sistem urinaria dan alimentrum akan bermuara di kloaka yang akan dipisahkan oleh septum urorektal

Penurunan septum urorektal menutup pada usia 7 minggu kehamilan

Pertumbuhan anus yang masuk ke rectum dipisahkan oleh anal membran

Anal membran yang tidak ruptur jadi lubang anus : atresia ani sedangkan yang ruptur tidak lengkap menjadi stesnosis ani Bagan 1. Patofisiologi atresia ani

II.6

Etiologi Malformasi anorektal memiliki etiologi yang multifaktorial. Salah satunya adalah komponen genetik. Pada tahun 1950an, didapatkan bahwa risiko malformasi meningkat pada bayi yang memiliki saudara dengan kelainan malformasi anorektal yakni 1 dalam 100 kelahiran, dibandingkan dengan populasi umum sekitar 1 dalam 5000 kelahiran. Penelitian juga menunjukkan adanya hubungan antara malformasi anorektal dengan pasien dengan trisomi 21 (Down's syndrome). Kedua hal tersebut menunjukkan bahwa mutasi dari bermacam-macam gen yang berbeda dapat menyebabkan malformasi anorektal atau dengan kata lain etiologi malformasi anorektal bersifat multigenik.6 Atresia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:3 1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur 2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/3 bulan 3. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia kehamilan.

II.7

KLASIFIKASI Kelainan bentuk anorektum dapat ditemukan dalam berbagai macam tipe yang sampai sekarang masih belum dapat diketahui secara lengkap Ladd dan Gross pada tahun 1934 mengajukan klasifikasi terdiri atas 4 tipe yang masih banyak digunakan oleh para ahli hingga saat ini Tipe I: Saluran anus atau rektum bagian bawah mengalami stenosis dalam berbagai derajat. Tipe II: Terdapat suatu membran tipis yang menutupi anus karena menetapnya membran anus. Tipe III: Anus tidak terbentuk dan rektum berakhir sebagai suatu kantung yang buntu terletak pada jarak
tertentu dari kulit di daerah anus seharusnya terbentuk (lekukan anus). Merupakan Jenis yang paling sering ditemukan

Tipe IV: Saluran anus dan rektum bagian bawah membentuk suatu kantung buntu yang terpisah, pada
jarak tertentu dari ujung rektum yang berakhir sebagai suatu kantung buntu. Merupakan bentuk yang paling jarang dijumpai.

Gambar 5. Klasifikasi atresia ani menurut Ladd dan Gross

Berdasarkan pada Smith dan Stephen, klasifikasi Internasional berdasarkan pada prinsip anatomi normal dan abnormal dan membagi lesi menjadi tiga kelompok;3 1. tinggi (supralevator), yaitu Rektum berakhir di atas m. levator ani (m. puborektalis) dengan jarak antara ujung buntu rektum dengan kulit perineum >1 cm. Letak supralevator biasanya disertai dengan fistel ke saluran kencing atau saluran genital. 2. Intermediet yaitu Rektum terletak pada m. levator ani tapi tidak menembusnya. 3. Rendah (translevator) yaitu Rektum berakhir di bawah m. levator ani sehingga jarak antara Pada kulit wanita dan 90% ujung dengan rektum fistula paling ke jauh / 1 cm. vagina perineum

Pada laki-laki umumnya letak tinggi, bila ada fistula ke traktus urinarius.

Gambar 6. Atresia ani letak rendah dan letak tinggi

Tabel 1. Klasifikasi Wingspread, 1984.7 Level kelainan Tinggi 1. Agenesis anorektal a. Fistula rektovesika b. Tanpa fistula 2. Atresia rekti Intermediate 1. Fistula rektourethra Rendah 1. Fistula anocutaneus (perineal) 1. Agenesis anorektal a. Fistula rektovagina b. Tanpa fistula 2. Atresia rekti 1. Fistula rektovestibular 2. Fistula rektovagina 1. Fistula anovestibular (perineal) Laki-laki Perempuan

Laki-laki Kelompok I Kelainan Fistel urin Atresia rectum Perineum datar Tindakan Kolostomi neonates Operasi definitive

Fistel datar Invertogram: udara > 1 cm dari kulit Kelompok II Kelainan Fistel perineum Membrane anal Stenosis anus Fistel tidak ada Invertogram : udara < 1 cm dari kulit

Pada usia 4-6 bulan

Tindakan Operasi langsung pada nonatus

Perempuan Kelompok I Kelainan Kloaka Fistel anovestibuler atau rektovestibuler Atresia rectum Fistel tidak ada Invertrogram: udara > 1 cm dari kulit Kelompok II Fistel perineum Stenosis anus Fistel tidak ada Invertrogram: udara > 1 cm dari kulit Operasi langsung pada neonates Tindakan Kolostomi neonates

Gambar 7. Klasifikasi atresia ani menurut Wingspread

Gambar 8. fistule yang muncul pada atresia ani

gambar 9. Atresia ani tanpa fistula dan dengan fistula

II. 8

DIAGNOSIS Cara penegakan diagnosis pada kasus atresia ani atau anus imperforata adalah semua bayi yang lahir harus dilakukan pemasukan termometer melalui anusnya, tidak hanya untuk mengetahui suhu tubuh, tapi juga untuk mengetahui apakah terdapat anus imperforata atau tidak. Untuk membantu menegakan diagnosis dilakukan pemeriksaan radiologik dengan enema barium yang dimana hasilnya akan terlihat gambaran klasik seperti daerah transisi dari lumen sempit ke daerah yang melebar. 8 Pada inspeksi tidak adanya lubang anus, mekoneum tidak keluar, atau keluar lewat fistula perineal/vaginal/vestibular/ uretra, atau adanya tonjolan di perineum. Pada palpasi dengan jari kelingking meraba membrane, untuk mengetahui sfingter ani yang kontraksi atau mekoneum, dengan ujung termometer. Malformasi anorektal sangat bervariasi, mulai dari anus imperforata letak rendah dimana rectum berada pada lokasi yang normal tapi terlalu sempit sehingga feses bayi tidak dapat melaluinya, malformasi anorektal intermedia dimana ujung dari rektum dekat ke uretra dan malformasi anorektal letak tinggi dimana anus sama sekali tidak ada.9 Sebagian besar bayi dengan anus imperforata memiliki satu atau lebih abnormalitas yang mengenai sistem lain. Insidennya berkisar antara 50% - 60%. Makin tinggi letak abnormalitas berhubungan dengan malformasi yang lebih sering. Kebanyakan dari kelainan itu ditemukan secara kebetulan, akan tetapi beberapa diantaranya dapat mengancam nyawa seperti kelainan kardiovaskuler.10

Beberapa jenis kelainan yang sering ditemukan bersamaan dengan malformasi anorektal adalah:10 1. Kelainan kardiovaskuler Ditemukan pada sepertiga pasien dengan anus imperforata. Jenis kelainan yang paling banyak ditemui adalah atrial septal defect dan paten ductus arteriosus, diikuti oleh tetralogi of fallot dan vebtrikular septal defect. 2. Kelainan gastrointestinal Kelainan yang ditemui berupa kelainan trakeoesofageal (10%), obstruksi duodenum (1%- 2%) 3. Kelainan tulang belakang dan medulla spinalis Kelainan tulang belakang yang sering ditemukan adalah kelainan lumbosakral seperti hemivertebrae, skoliosis, butterfly vertebrae, dan hemisacrum. Sedangkan kelainan spinal yang sering ditemukan adalah myelomeningocele, meningocele, dan teratoma intraspinal. 4. Kelainan traktus genitourinarius Kelainan traktus urogenital kongenital paling banyak ditemukan pada malformasi anorektal. Beberapa penelitian menunjukkan insiden kelainan urogeital dengan malformasi anorektal letak tinggi antara 50 % sampai 60%, dengan malformasi anorektal letak rendah 15% sampai 20%. Kelainan tersebut dapat berdiri sendiri ataupun muncul bersamaan sebagai VATER (Vertebrae, Anorectal, Tracheoesophageal and Renal abnormality ) dan VACTERL (Vertebrae, Anorectal, Cardiovascular, Tracheoesophageal, Renal and Limb abnormality).3 Potential Problem Tests Performed

"V" Vertebral Abnormality (butterfly Spinal ultrasound, Spinal x-ray vertebrae, hemi-vertebrae) "C" Cardiac, Heart Abnormality Cardiac ECHO (VSD, ASD, PDA) "R" Renal, Kidney abnormality (solitary kidney, horse shoe kidney) "TE" tracheoesophogeal abnormality "L" Limb deformity Renal ultrasound, Voiding cystourethra-gram (VCUG) Physical examination Physical examination, x-rays Cardiac ECHO

Tabel 2. kelainan yang menyertai Atresia ani

a. Tanda gejala Gejala yang menunjukan terjadinya atresia ani atau anus imperforata terjadi dalam waktu 24 - 48 jam. Gejala dan tanda itu dapat berupa : 8 1. Tidak dapat atau mengalami kesulitan mengeluarkan mekonium (mengeluarkan tinja yang menyerupai pita). 2. Tinja keluar dari lubang vagina atau urethra 3. Perut membuncit. 4. Muntah. 5. Tidak bisa buang air besar. 6. Tidak adanya lubang anus dengan ada/tidak adanya fistula. 7. Pada atresia ani letak rendah mengakibatkan distensi perut, serta gangguang cairan elektrolit dan asam basa. Diagnosis ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti.4

Pada anamnesis dapat ditemukan :4 a. Bayi cepat kembung antara 4-8 jam setelah lahir b. Tidak ditemukan anus, kemungkinan juga ditemukan adanya fistula c. Bila ada fistula pada perineum maka mekoneum (+) dan kemungkinan kelainan adalah letak rendah Pena menggunakan cara sebagai berikut:4 1. Bayi laki-laki dilakukan pemeriksaan perineum dan urin bila : a. Fistel perianal (+), bucket handle, anal stenosis atau anal membran berarti atresia letak rendah maka dilakukan minimal Postero Sagital Anorektoplasti (PSARP) tanpa kolostomi b. Bila mekoneum (+) maka atresia letak tinggi dan dilakukan kolostomi terlebih dahulu, setelah 8 minggi kemudian dilakukan tindakan definitif. Apabila pemeriksaan diatas meragukan dilakukan invertrogram. Bila akhiran rektum < 1 cm dari kulit maka disebut letak rendah. Akhiran rektum > 1 cm disebut letak tinggi. Pada laki-laki fistel dapat berupa rektovesikalis, rektouretralis dan rektoperinealis.1

2. Pada bayi perempuan 90 % atresia ani disertai dengan fistel.4 Bila ditemukan fistel perineal (+) maka dilakukan minimal PSARP tanpa kolostomi. Bila fistel rektovaginal atau rektovestibuler dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Bila fistel (-) maka dilakukan invertrogram: apabila akhiran < 1 cm dari kulit dilakukan postero sagital anorektoplasti, apabila akhiran > 1 cm dari kulit dilakukan kolostomi terlebih dahulu.

Leape (1987) menyatakan bila mekonium didadapatkan pada perineum, vestibulum atau fistel perianal maka kelainan adalah letak rendah . Bila Pada pemeriksaan fistel (-) maka kelainan adalah letak tinggi atau rendah. Pemeriksaan foto abdomen setelah 18-24 jam setelah lahir agar usus terisis\ udara, dengan cara Wangenstein Reis (kedua kaki dipegang posisi badan vertikal dengan kepala dibawah) atau knee chest position (sujud) dengan bertujuan agar udara berkumpul didaerah paling distal. Bila terdapat fistula lakukan fistulografi.4 Pada pemeriksan klinis, pasien malformasi anorektal tidak selalu menunjukkan gejala obstruksi saluran cerna. Untuk itu, diagnosis harus ditegakkan pada pemeriksaan klinis segera setelah lahir dengan inspeksi daerah perianal dan dengan memasukkan termometer melalui anus.11 Mekonium biasanya tidak terlihat pada perineum pada bayi dengan fistula rektoperineal hingga 16-24 jam. Distensi abdomen tidak ditemukan selama beberapa jam pertama setelah lahir dan mekonium harus dipaksa keluar melalui fistula rektoperineal atau fistula urinarius. Hal ini dikarenakan bagian distal rektum pada bayi tersebut dikelilingi struktur otot-otot volunter yang menjaga rektum tetap kolaps dan kosong. Tekanan intrabdominal harus cukup tinggi untuk menandingi tonus otot yang mengelilingi rektum. Oleh karena itu, harus ditunggu selama 16-24 jam untuk menentukan jenis malformasi anorektal pada bayi untuk menentukan apakah akan dilakukan colostomy atau anoplasty.3 Inspeksi perianal sangat penting. Flat "bottom" atau flat perineum, ditandai dengan tidak adanya garis anus dan anal dimple mengindikasikan bahwa pasien memiliki otot-otot perineum yang sangat sedikit. Tanda ini berhubungan dengan malformasi anorektal letak tinggi dan harus dilakukan colostomy.3 Tanda pada perineum yang ditemukan pada pasien dengan malformasi anorektal letak rendah meliputi adanya mekonium pada perineum, "bucket-handle" (skin tag yang terdapat pada anal dimple), dan adanya membran pada anus (tempat keluarnya mekonium).3 b. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan rektal digital dan visual adalah pemeriksaan diagnostik yang umum dilakukan pada gangguan ini. Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa adanya sel-sel epitel mekonium. Ultrasound dapat digunakan untuk menentukan letak rektal kantong. Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rektal dengan menusukan jarum tersebut sampai melakukan aspirasi, jika mekonium tidak keluar pada saat jarum sudah masuk 1,5 cm defek tersebut dianggap defek tingkat tinggi. Pemeriksaan sinyal X lateral infeksi (teknik Wangensteen-Rice) dapat menunjukkan adanya kumpulan udara dalam ujung rektum yang buntu pada mekonium yang mencegah udara sampai keujung kantong rektal dan Lateral crosstable / knee chest. - Xray Untuk menentukan letak tinggi dan letak rendah Ditentukan dengan 1. Adanya fistula Rektovesikal, Rektourethral ( pada bayi laki-laki ) letak tinggi Rektovaginal, kloaka ( pada bayi wanita ) letak rendah 2. Tanpa fistula X-Ray - Pubococcygeal Line ( PC Line ) * Ujung distal rektum tdk melewati PC Line letak tinggi * Ujung distal rektum melewati PC Line letak rendah - Jarak marker antara kulit dan ujung rektum * Jarak < 1 cm letak rendah * Jarak > 1 cm letak tinggi

Gambar 10. Pemeriksaan radiologis untuk pasien atresia ani

Gambar 11. Invertogram pada tresia ani letak rendah

Pemeriksaan radiologis dapat ditemukan, antara lain :3 1. Udara dalam usus berhenti tiba-tiba yang menandakan obstruksi di daerah tersebut. 2. Tidak ada bayangan udara dalam rongga pelvis pada bagian baru lahir dan gambaran ini harus dipikirkan kemungkinan atresia reftil / anus imperforata, pada bayi dengan anus imperforata. Udara berhenti tiba-tiba di daerah sigmoid, kolon / rektum. 3. Dibuat foto anteroposterior (AP) dan lateral. Bayi diangkat dengan kepala dibawah dan kaki diatas pada anus benda radio-opak, sehingga pada foto daerah antara benda radioopak dengan dengan bayangan udara tertinggi dapat diukur.

II.9

PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan atresia ani tergantung klasifikasinya. Pada atresia ani letak tinggi harus dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Pada beberapa waktu lalu penanganan atresia ani menggunakan prosedur abdominoperineal pullthrough, tapi metode ini banyak menimbulkan inkontinen feses dan prolaps mukosa usus yang lebih tinggi. Pena dan Defries pada tahun 1982 memperkenalkan metode operasi dengan pendekatan postero sagital anorektoplasti, yaitu dengan cara membelah muskulus sfingter eksternus dan muskulus levator ani untuk memudahkan mobilisasi kantong rektum dan pemotongan fistel.4 Keberhasilan penatalaksanaan atresia ani dinilai dari fungsinya secara jangka panjang, meliputi anatomisnya, fungsi fisiologisnya, bentuk kosmetik serta antisipasi trauma psikis. Untuk menangani secara tepat, harus ditentukankan ketinggian akhiran rektum yang dapat ditentukan dengan berbagai cara antara lain dengan pemeriksaan fisik, radiologis dan USG. Komplikasi yang terjadi pasca operasi banyak disebabkan oleh karena kegagalan menentukan letak kolostomi, persiapan operasi yang tidak adekuat, keterbatasan pengetahuan anatomi, serta ketrampilan operator yang kurang serta perawatan post operasi yang buruk. Dari berbagai klasifikasi penatalaksanaannya berbeda tergantung pada letak ketinggian akhiran rektum dan ada tidaknya fistula.4

Leape (1987) menganjurkan pada :4 a. Atresia letak tinggi dan intermediet dilakukan sigmoid kolostomi atau TCD dahulu, setelah 6 12 bulan baru dikerjakan tindakan definitif (PSARP) b. Atresia letak rendah dilakukan perineal anoplasti, dimana sebelumnya dilakukan tes provokasi dengan stimulator otot untuk identifikasi batas otot sfingter ani ekternus c. Bila terdapat fistula dilakukan cut back incicion d. Pada stenosis ani cukup dilakukan dilatasi rutin, berbeda dengan Pena dimana dikerjakan minimal PSARP tanpa kolostomi. Pena secara tegas menjelaskan bahwa pada atresia ani letak tinggi dan intermediet dilakukan kolostomi terlebih dahulu untuk dekompresi dan diversi. Operasi definitif setelah 4 8 minggu.

Saat ini teknik yang paling banyak dipakai adalah posterosagital anorektoplasti, baik minimal, limited atau full postero sagital anorektoplasti.4 Prinsip operasi: 1. Bayi diletakkan tengkurap 2. Sayatan dilakukan di perineum pada garis tengah, mulai dari ujung koksigeus sampai batas anterior marks anus. 3. Tetap bekerja di garis tengah untuk mencegah merusak saraf. 4. Ahli bedah harus mengenal dan melakukan preservasi seluruh otot. 5. Tidak menimbulkan trauma struktur lain. Teknik Operasi : a) Dilakukan dengan general anestesi, dengan intubasi endotrakeal, dengan posisi pasien tengkurap dan pelvis ditinggikan. b) Stimulasi perineum dengan alat Pena Muscle Stimulator untuk identifikasi anal dimple. c) Insisi bagian tengah sakrum kearah bawah melewati pusat spingter dan berhenti 2 cm didepannya. d) Dibelah jaringan subkutis, lemak, parasagital fiber dan muscle complex. e) Os koksigeus dibelah sampai tampak muskulus levator, dan muskulus levator dibelah f) tampak dinding belakang rektum. g) Rektum dibebas dari jaringan sekitarnya. h) Rektum ditarik melewati levator, muscle complex dan parasagital fiber. i) Dilakukan anoplasti dan dijaga jangan sampai tension.

Gambar 11. Kolostomi pada pasien atresia ani

Gambar 3. Alogaritma pada pasien atresia ani Anoplasty PSARP adalah metode yang ideal dalam penatalaksanaan kelainan anorektal. Jika bayi tumbuh dengan baik, operasi definitif dapat dilakukan pada usia 3 bulan. Kontrindikasi dari PSARP adalah tidak adanya kolon. Pada kasus fistula rektovesikal, selain PSARP, laparotomi atau laparoskopi diperlukan untuk menemukan memobilisasi rektum bagian distal. Demikian juga pada pasien kloaka persisten dengan saluran kloaka lebih dari 3 cm.3

Gambar 4 Insisi posterior sagittal. Pemisahan serat otot parasagittal dan eksposure muscle complex

Gambar 5. Posterior sagittal anorectoplasty pada fistula rektovestibular

Perawatan Pasca Operasi PSARP


Antibiotik intra vena diberikan selama 3 hari ,salep antibiotic diberikan selama 8- 10 hari. 2 minggu pasca operasi dilakukan anal dilatasi dengan heger dilatation, 2x sehari dan tiap minggu dilakukan anal dilatasi dengan anal dilator yang dinaikan sampai mencapai ukuran ynag sesuai dengan umurnya . Businasi dihentikan bila busi nomor 13-14 mudah masuk Kalibrasi anus tercapai dan orang tua mengatakan mudah mengejakan serta tidak ada rasa nyeri bila dilakukan 2 kali sehari selama 3-4 minggu merupakan indikasi tutup kolostomi, secara bertahap frekuensi diturunkan. Pada kasus fistula rektouretral, kateter foley dipasang hingga 5-7 hari. Sedangkan pada kasus kloaka persisten, kateter foley dipasang hingga 10-14 hari. Drainase suprapubik diindikasikan pada pasien persisten kloaka dengan saluran lebih dari 3 cm. Antibiotik

intravena diberikan selama 2-3 hari, antibiotik topikal berupa salep dapat digunakan pada luka. Dilatasi anus dimulai 2 minggu setelah operasi. Untuk pertama kali dilakukan oleh ahli bedah, kemudian dilatasi dua kali sehari dilakukan oleh petugas kesehatan ataupun keluarga. Setiap minggu lebar dilator ditambah 1 mm tercapai ukuran yang diinginkan. Dilatasi harus dilanjutkan dua kali sehari sampai dilator dapat lewat dengan mudah. Kemudian dilatasi dilakukan sekali sehari selama sebulan diikuti dengan dua kali seminggu pada bulan berikutnya, sekali seminggu dalam 1 bulan kemudian dan terakhir sekali sebulan selama tiga bulan. Setelah ukuran yang diinginkan tercapai, dilakukan penutupan kolostomi. Setelah dilakukan penutupan kolostomi, eritema popok sering terjadi karena kulit perineum bayi tidak pernah kontak dengan feses sebelumnya. Salep tipikal yang mengandung vitamin A, D, aloe, neomycin dan desitin dapat digunakan untuk mengobati eritema popok ini. II.10 KOMPLIKASI 1. konstipasi feses mengeras dan tidak bisa keluar karena tidak ada lubang, atau ada lubang tetapi letaknya salah dan ukurannya kecil. 2. Kematian Biasanya diakibatkan oleh kelainan sistem organ lai yang menyertai atresia ani, sebagian besar akibat kelianan jantung dan sistem syaraf pusat 3. ileus obstruksi pada atresia ani tanpa fistula, karena gangguan pasase usus, maka akan terjadi ileus dimana bayi akan muntah, perut distende 4. infeksi traktus urinarius yang rekuren akibat pasase feses lewat traktus urinarius.

II.11

PROGNOSIS Prognosis tergantung pada fungsi klinis, Pada atresia letak tinggi, banyak anak-anak

memiliki masalah dalam mengontrol fungsi saluran cerna atau pengendalian defekasi. Sebagian besar mengalami konstipasi. Pada anak-anak dengan atresia letak rendah secara garis besar mempunyai kontrol pencernaan yang baik, tetapi dapat pula mengalami konstipasi. Dengan menggunakan klasifikasi di atas dapat dilakukan evaluasi fungsi klinis: a.kontrol feses dan kebiasaan buang air besar; b.sensasi rektal dan soiling; c.kontraksi otot yang baik pada colok dubur. Evaluasi psikologis penting untuk menilai fungsi kontinensi tidak hanya tergantung integritas atau kekuatan sfingter atau sensasi saja, tetapi tergantung juga pada bantuan orang tua dan kooperasi serta keadaan mental penderita.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sandeep Singh. Anomali Rectal. 2010. (Di akses tanggal 3 September 2012. http://www.scribd.com/doc/37208849/A-No-Rectal 2. Anonim. Atresia ani. 2010. (Diakses tanggal 3 September 2012).

http://ilmubedah.wordpress.com/2010/02/23/atresia-ani/ 3. Pena A., Levitt M A., Operative Mangement. Dalam: Holschsneider A M, Hutson J M Anorectal Malformation. Berlin: Springer; 2006. h. 163-183, 289-313 4. Bedah UGM. Atresia Ani. http://www.bedahugm.net. [diakses tanggal 3 September 2012]. 5. Sadler T W., Digestive system. Dalam: Langmans Medical Embriology. Edisi ke-8. h. 285-319 6. Oxford boys.pdf 7. Pena A, Levitt M A., Imperforate Anus and Cloacal Malformations. Dalam: Ashscarfs Pediatric Surgery. Edisi ke-5. Philadelphia: Philadelphia; 2005. H. 465-490 8. Anonim. Atresia ani. 2010. http://wawan-junaidi.blogspot.com/2009/10/atresia-ani.html 9. University of Michigan. Imperforate Anus. Departement of Surgery University of Michiganhttp://www.medcyclopaedia.com/library/topics/volume_vii/a/anorectalmalform ation [diakses 3 September 2012] 10. Grosfeld J, ONeill J, Coran A, Fonkalsrud E. Pediatric Surgery 6th edition. Philadelphia: Mosby elseivier, 2006; 1566-99. universitys hospital. Alformation Anorectal in boys. 2010.

http://www.oxfordradcliffe.nhs.uk/forpatients/090427patientinfoleaflets/120524anorectal

11. FK UII. Atresia Ani. Fakultas Kedokteran Unversitas Islam Indonesia, 2006. [diakses 3 September 2012]

Anda mungkin juga menyukai