Anda di halaman 1dari 9

Tugas baca

KERATITIS HERPES SIMPLEKS

Oleh Alvina Rosana NIM I1A005028

Pembimbing Dr. Hamdanah, Sp.M

BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT MATA FK UNLAM RSUD ULIN BANJARMASIN Agustus, 2010

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................ i DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii A. BATASAN ......................................................................................................... 1 B. PATOFISIOLOGI .............................................................................................. 2 C. GAMBARAN KLINIK ...................................................................................... 3 D. DIAGNOSIS ...................................................................................................... 4 E. DIAGNOSIS BANDING ................................................................................... 4 F. PENATALAKSANAAN .................................................................................... 5 G. PENCEGAHAN ................................................................................................. 6 H. PROGNOSIS ...................................................................................................... 6 I. KOMPLIKASI ..................................................................................................... 6 DAFTAR PUSTAKA

ii

KERATITIS HERPES SIMPLEKS

A. BATASAN Keratitis adalah bentuk keradangan pada kornea. Keratitis dapat disebabkan oleh bakteri, jamur atau virus. Keratitis herpes simpleks merupakan radang kornea yang disebabkan oleh infeksi virus Herpes simpleks tipe 1 maupun tipe 2. Keratitis ini adalah penyebab ulkus kornea paling umum dan penyebab kebutaan kornea paling banyak di Amerika. 1,2 Keratitis herpes simpleks dapat merupakan infeksi primer dan bentuk kambuhan (rekurens). Infeksi primer ditandai adanya demam, malaise, limfadenopati preaurikuler, konjungtivitis folikutans, blefaritis, dan 2/3 kasus terjadi keratitis epitelial. Kira-kira 99% kasus bersifat unilateral, walaupun pada 40% atau lebih dapat terjadi bilateral khususnya pada pasien-pasien atopik. Infeksi primer dapat terjadi pada setiap umur, tetapi biasanya antara umur 6 bulan-5 tahun atau 16-25 tahun. Beberapa kondisi yang berperan terjadinya infeksi kambuhan antara lain: demam, infeksi saluran nafas bagian atas, stres emosional, pemaparan sinar matahari atau angin, haid, renjatan anafilaksis, dan kondisi imunosupresi.1,2,3 Ada dua bentuk keratitis simpleks yaitu epitelial dan stromal. Bentuk infiltrat dari keratitis epitelial adalah dendrit sedangkan bentuk stromal adalah desiformis. Biasanya infeksi herpes simpleks ini berupa campuran epitel dan stromal. Perbedaan dari kedua bentuk ini terletak pada mekanisme kerusakannya. Pada bentuk epitelial kerusakan terjadi akibat pembelahan virus di dalam sel epitel yang akan mengakibatkan kerusakan sel dan membentuk ulkus kornea superfisial.

Sedangkan bentuk stromal diakibatkan oleh reaksi imunologis antigen dan antibodi yang akhirnya merusak jaringan stromal.3

Gambar 1. kiri keratitis bentuk epitelial, kanan keratitis bentuk stromal

B. PATOFISIOLOGI Herpes Simpleks Virus (HSV) adalah virus DNA yang umumnya mempengaruhi manusia. Infeksi terjadi melalui kontak langsung dari kulit atau selaput lendir. HSV tipe 1 (HSV-1) bertanggung jawab untuk infeksi orofacial dan mata, sedangkan HSV tipe 2 (HSV-2) umumnya pada penyakit menular seksual dan penyakit kelamin. HSV-2 jarang dapat menginfeksi mata melalui kontak dengan lesi genital orofacial. 4 Infeksi primer HSV-1 terjadi paling sering pada saraf trigeminal. Hal ini sering asimtomatik tetapi dapat bermanifestasi sebagai infeksi saluran pernafasan atas spesifik. Setelah infeksi primer, virus menyebar dari sel-sel epitel yang terinfeksi ke ujung saraf sensorik di dekatnya dan diangkut sepanjang akson saraf ke badan sel yang terletak di ganglion trigeminal. Di sana, genom virus memasuki inti neuron, berada dalam keadaan laten. Interneuronal HSV menyebar dalam ganglion, memungkinkan pasien terkena penyakit mata tanpa pernah terinfeksi primer HSV.5

Infeksi HSV rekuren secara tradisional dianggap sebagai reaktivasi virus dalam ganglion trigeminal, yang bermigrasi menuruni akson saraf untuk menghasilkan infeksi litik dalam jaringan okular.4

C. GAMBARAN KLINIK 1. Gejala1-4 Gejala umumnya berupa mata merah, fotofobia, mata berair, merasa kelilipan. Bila kornea bagian sentral yang terkena, terjadi sedikit gangguan penglihatan. 2. Lesi2 Lesi paling khas adalah ulkus dendritik. Pada epitel kornea, memiliki pola percabangan linear khas dengan tepian kabur, memiliki bulbus-bulbus terminalis pada ujungnya. Sensasi kornea menurun. Ulkus geografik adalah bentuk dendritik yang menahun yang lesi dendritiknya berbentuk lebih lebar. Tepian ulkus tidak kabur. Sensasi kornea menurun.

Gambar 2. gambaran ulkus geografik pada keratitis herpes simpleks Kekeruhan subepitel2 Lesi perifer kornea, umumnya linear dan menunjukkan kehilangan epitel sebelum stroma kornea di bawahnya mengalami infiltrasi.2

D. DIAGNOSIS Keratitis Herpes simplex virus (HSV) didiagnosis berdasarkan klinis dan karakteristik dari lesi kornea. Diagnosis keratitis herpes simpleks bentuk epitelial relatif mudah, tanpa diperlukan pemeriksaan laboratorium. Namun biasanya kasus yang dijumpai sudah dalam bentuk kambuhan, sehingga sering sudah terjadi superinfeksi dan secara klinis tidak spesifik. Pemeriksaan penunjang dapat membantu mengkonfirmasi kecurigaan klinis pada kasus dengan temuan yang kurang khas, antara lain dengan pengecatan dengan Giemsa yang menunjukkan sel raksasa multinuklear yang dihasilkan dari peleburan dari sel epitel kornea dan inklusi virus intranuklear. HSV tes deteksi antigen, seperti the enzyme-linked virus inducible system (ELVIS), sangat spesifik untuk mendeteksi infeksi herpes, tetapi memiliki sensitivitas yang lebih rendah. Kultur Cell. untuk konfirmasi HSV dianjurkan bila hasil tes ELVIS negatif. 1,4

E. DIAGNOSIS BANDING Keratitis herpes simpleks bentuk dendrit harus dibedakan dengan keratitis herpes zoster, pada herpes zoster bukan suatu ulserasi tetapi suatu hipertropi epitel yang dikelilingi mucus plaques; selain itu, bentuk dendriform lebih kecil. Tirosinemia juga sering menimbulkan lesi dendriform, tetapi biasanya bilateral dan terjadi pada anak-anak. Lesi semacam ini pernah pula dilaporkan sebagai akibat infeksi Acanthamoeba, trauma kimia, dan akibat toksisitas thiornerosal.3

F. PENATALAKSANAAN Terapi keratitis HSV bertujuan menghentikan replikasi virus di dalam kornea sambil memperkecil efek merusak dari respon radang.2 1. Debridement2,4 Debridement mengurangi beban antigenik virus pada stroma kornea. Dilakukan dengan aplikator berujung kapas khusus. Diberikan obat siklopegik seperti atropin 1% dan bebat mata. 2. Terapi obat2,3,4 Agen antiviral topikal yang dipakai pada keratitis HSVadalah idoxuridine, trifluridine, vidaribine dan acyclovir. Salep idoxuridine 0,5 % diberikan setiap 4 jam selama kurang dari 2 minggu. Acyclovir bersifat selektif terhadap sintesis DNA virus. Dalam bentuk salep 3% setiap 4 jam dengan efek samping kurang. Kortikosteroid topikal dapat mengendalikan respon peradangan yang merusak namun juga memberi peluang untuk replikasi virus. Sehingga perlu ditambahkan obat antivirus untuk penggunaan kortikosteroid topikal.2 3. Terapi bedah2 Terapi bedah pada keratitis HSV berupa pencakokan kornea (keratoplasti), dilakukan untuk rehabilitasi penglihatan pasien yang mempunyai parut kornea berat. Dilakukan beberapa bulan setelah penyakit herpes non aktif. Ada dua jenis keratoplasti yaitu keratoplasti penetrans dan keratoplasti lamelar. Keratoplasti lamelar lebih menguntungkan karena reaksi penolakan lebih kecil.

4. Pengendalian mekanisme pemicu yang mengaktifkan kembali infeksi HSV2

G. PENCEGAHAN Penelitian terus dilakukan untuk vaksinasi HSV.4 H. PROGNOSIS Visual prognosis tergantung pada sejauh mana jaringan parut kornea.4

I. KOMPLIKASI Komplikasi dari keratitis HSV adalah ulkus kornea, endoftalmitis, atau panoftalmitis. Jika sembuh akan menimbulkan jaringan parut (sikatrik). Ada tiga tingkatan sikatrik yaitu leukoma, makula, dan nebula.2,3,4

DAFTAR PUSTAKA 1. Suhardjo. Diagnosis dan penatalaksanaan keratitis herpes simpleks. Cermin Dunia Kedokteran 1995;104:48-51 2. Vaughan D, Asbury T. 1992. Oftalmologi Umum. Jilid 2. Edisi II. Yogyakarta: Widya Medika. 3. Ilyas S, Mailangkay, Hilaman T dkk. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Jakarta : Sangung Seto, 2009. 4. Jim WC. Keratitis herpes simpleks 2010 diakses dari

http://www.emidicinehealth.com 5. Kaye S, Choudhary A. Herpes simplex keratitis. Prog Retin Eye Res Jul 2006;25(4):355-80.

Anda mungkin juga menyukai