Anda di halaman 1dari 20

PENDIDIKAN ISLAM DALAM PERSPEKTIF DAKWAH

Oleh Nadzmi Akbar'


ABSTRACT

In terms of dakwah, Islamic education, is a mediator by which Islamic teachings and values could be understood and practiced by Muslims in all aspects of their life. Islamic education teaches the tenets of Islam and shapes the life of Muslims for their goods in the world and for their happiness in the hereafter. However, in their life today Muslims are influenced by the Western uiorld in implementing the education. They are stagnant in the science and technology and degraded in understanding and practicing Islam. This condition is the deviationfrom the aims and functions of Islamic education. Key words: Islamic education. Western education, dakwah.

A. Pcndahuluan Dalam sejarahnya pendidikan mempunyai peran yang sangat signiflkan dalam penyiaran Islam. Pendidikan Islam merupakan mediator agar ajaran dan nilai-nilai Islam dapat difahami, dihayati dan diamalkan oleh umat disetiap aspek kehidupan. Dapat dikatakan bahwa pendidikan Islam merupakan pilar utama dalam upaya mengajak umat untuk menjalankan perintah Allah SWT. dan menjauhi laranganNya.

' Nadzmi Akbar, Dosen Fakultas Dakwah IAJN Antasari Banjarmasin.

Jumal Athotlharah, Vol 5. No. 8 Juli-Desember 2006 -

86

Seiring dengan perkembangan jaman di dunia Islam (di Negara-negara sebagaian besar penduduknya pemeluk Islam) terjadi pergeseran dalam memanfaatkan pendidikan. Ada upaya pemisahan objek studi dalam pendidikan, sehingga ada istilah pendidikan sekuler (khusus untuk kemajuan kehidupan dunia) dan pendidikan Agama (khusus untuk urusan kehidupan akhirat). Sedangkan dalam Islam tidak mengenal pemisahan antara kemajuan hidup di dunia dan keselamatan hidup di akhirat, artinya pendidikan apapun selama tidak merugikan umat dalam demensi kehidupan dunia dan akhirat adalah pendidikan Islami. Tetapi umat Islam begitu takjub terhadap kemajuan pendidikan Barat, hal itu disebabkan karena di dunia Islam pendidikannya mengalami kemunduran yang sangat derastis, itulah sebabnya ada upaya-upaya untuk meniru dan mengambil sistem pendidikan Barat untuk diterapkan di Dunia Islam. Apalagi sejak awal abad XIX sebagian besar dunia Islam di bawah penjajahan Barat yang tentunya juga sangat berpengaruh pada kegiatan pendidikan di dunia Islam. Setelah terjadi adobsi besar-besaran terhadap sistem pendidikan Barat. temyata justru mendatang masalah baru, misalnya dalam sains dan teknologi umat Islam tetap tidak mengalami kemajuan, justru yang terjadi pada umat Islam adalah degradasi pada pemahaman, penghayatan dan pengamalan nilai-nilai ajaran Islam. Dalam perkembangan selanjutnya juga terjadi degradasi yang sangat tajam dalam kegiatan pendidikan Islam, pendidikan Islam seakan tidak dimaknai sebagai upaya-upaya pengembangan manusia seutuhnya yang memiliki potensi

spritual, intelektual dan emosional. Terjadi reduksi makna


yang berakibat penyempitan wilayah objek studinya. Pada akhimya tercipta output pendidikan yang justru tidak Islami. Sehingga dalam persefektif dakwah Islamiyah output dari pelaksanaan Pendidikan khususnya di Indonesia masih belum mencapai sasaran sebagai manusia yang seutuhnya. yang diproyeksikan untuk selalu mengemban nilai spritual, moral, intelektual, nilai profesional yang Islami. Atau dalam tataran

Jumol Alhadharah, Voi 5. No- 8 Juli-Desember 2006 -

87

praktis adalah menjadikan manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT., berakhlak mulia, sehatjasmani dan rohani, berilmu, cakap. kreatif, mandiri. B. Konsep Pendidikan Islam Dalam persefektif sejarah, Rasulullah SAW menyebarluaskan Islam, juga memanfaatkan pendidikan, beliau bertindak sebagai guru, sebagai karunia dari Allah SWT, firman Allah dalam Al Qur'an Surah Ali Tmran/3 ayat 164 berbunyi "Sesungguhnya Allah memberi karunia kepada orangorang yang beriman ketika mengutus diantara mereka seorang rasul dari gdlogan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat AUah. Membersihkan (jiwa) mereka, dan mengqjarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebehim (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata. ( Tim Terjemah, 1990 : 104). Dalam waktu singkat masyarakat Islam ketika itu mengalami kemajuan yang sangat pesat dalam berbagai bidang tidak hanya terbatas pada pemahaman, penghayatan, pengamalan ajaran agama yang bersifat ukhrawl saja tetapi juga teraplikasi pada aspek kehidupan duniawi. Kejayaan Islam di masa Dinasti Abbasiyah, juga tidak terlepas dari Pendidikan Islam yang utuh dan komprehenship. "Pada masanya pemerintahan bani Abbas telah memiliki ilmu pengetahuan yang sangat tinggi. la tidak hanya menyangkut persoalan ritual keagamaan, tetapi hampir seluruh sektor kehidupan". (Nourouzzaman Smddiqi. 1986 : 19). Pendidikan Islam ketika itu tidak mengenal pemisahan antara wahyu dan akal bahkan keduanya saling menyempumakan. Sehingga Pendidikan Islam dapat didefinisikan sebagai pendidikan akhlak. Namun pendidikan tersebut tidak mengabaikan tentang usaha dan rezeki seseorang dalam kehidupan dunia. (Muhammad Athiyah al-Abrasyi, 1975 : 157) Hasan Langgulung mendefinisikan pendidikan Islam sebagai suatu proses penyiapan generasi muda untuk mengisi peranan, memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai Islam

Jumcil Alhadharah, Vol 5, No. 8 Jtdi-Desember 2006 -

88

yang diselaraskan dengan fungsi manusia untuk beramal di dunia dan memetik hasilnya di akhirat. (Hasan Langgulung, 1980 : 94). Inti dari Pendidikan Islam adalah usaha untuk mencari ketinggian spritual, moral, sosial dan intelektual. (Mujamil Qamar, 2005 : 238). Dengan demikian pendidikan Islam akan mempunyai output yang ideal dan mempunyai orientasi keseimbangan hidup di dunia dan akhirat. Pada dasarnya pendidikan Islam adalah upaya untuk mencapai kemajuan perkembangan bagi individu peserta didik. "Dalam Islam yang disebut kemajuan itu adalah mencakup kemajuan fisik material dan kemajuan mental spritual yang keduanya ditujukan untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat". (Kamrani Buseri. 2003 : 123). Dari beberapa pendapat tentang pendidikan Islam dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan Islam merupakan kegiatan yang dilakukan untuk membentuk manusia muslim yang mempunyai karakter kepribadian Islami. memiliki kemampuan dalam menghadapi tantangan jaman, dan bermakna bagi dirinya sendiri. orang lain dan lingkungan. Sehingga dapat terwujud manusia sebagai makhluk yang mempunyai kelebihan dari makhluk lain (Q.S. 17 : 70). Jika kelebihan potensi manusia tidak dikembangkan akan fatal akibatnya sebagaimana firman Allah dalam Alquran Surah At-Tiin (95) ayat 4 dan 5 yang berbunyi : Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembaltkan dia ke tempat yang serendahrendahnya (nerdka). (Tim Terjemah, 1990 : 95).
Oleh karena itu. pendidikan Islam harus menghasilkan

manusia yang beriman. berpengetahuan dan berketarmpilan dengan senantiasa memodifikasi diri agar sesuai dan sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hanya pendidikan yang megemban tugas ganda secara proporsional yang mampu mewujudkan kejayaan peradaban secara hakiki. Keimanan menjadi kendali bagi moral seseorang dalam aktivitas pemanfaatan pengetahuan dan keterampilannya sehingga dapat meredam keinginan-keinginan jahat.

____________

Jun-iol Alhodhomh. Vol 5, No. 8 JuIi-Desembcr 2006 -

89

sebaliknya ia selalu mendorong seseorang untuk melakukan kebaikan atau perbuatan-perbuatan bermanfaat. Pendidikan Islam harus selalu mengemban misi yang memihak kepada kebaikan. untuk itu corak yang diinginkan oleh pendidikan Islam ialah pendidikan yang mampu membentuk manusia unggul secara intelektual, kaya dalam amal serta anggun dalam moral dan kebijakan. (A. Syafi'i Ma'arif dalam Muslih, 1991: 155). Ketiga keunggulan tersebut memiliki fungsi sendirisendiri secara bertingkat: keunggulan intelektual berfungsi mempertajam pemikiran, sehingga mampu menghasilkan ideide segar orisinal. mempercepat tumbuhnya kreativitas, dan mengejar kemajuan: keunggulan amal berfungsi mentransfer pengetahuan yang bermanfaat kepada orang lain agar kemanfaatan itu bisa berkembang terus menerus. menumbuhkan kesadaran untuk memberikan kontribusi yang terbaik bagi umat, dan berusaha keras untuk mengangkat derajat dan martabat mereka; sedangkan keunggulan moral berfungsi penjagaan dari tindakan-tindakan yang merugikan, tindakan yang merusak dan tindakan yang menyesatkan. Seharusnya ketiga hal tersebut bertumpu pada keimanan, sehingga terselamatkan dari segala pengaruh yang menyesatkan. (Mujamil Qomar, 2005 : 246). C. Pendidikan Barat dan Problem Pendidikan di Dunia Islam Ditengah berkembangnya berbagai macam ilmu pengetahuan dan teknologi, dengan vareabel berkembang pula paham-paham yang menjalar ke berbagai bidang kehidupan manusia termasuk pada bidang pendidikan Islam. menyebabkan umat Islam berada dalam dilema yang berkepanjangan dalam menentukan visi. dan misi pelaksanaan pendidikan Islam. Apalagi umat Islam di Indonesia berada dalam alam demokrasi, nasionalisme, dan perbedaan agama. Pengaruh sistem Barat terhadap sistem pendidikan Islam tidak hanya pendidikan Islam tidak lagi berorientasi

_______________Jumal Alhadharah. Vol 5. No. 8 Juli-Desember 2006 -

90

sepenuhnya pada tujuan Islam (yaitu membentuk manusia yang bertaqwa kepada Allah) tetapijuga tidak dapat mencapai tujuan pendidikan Barat yang bersifat sekuler. [Yusuf Aniir Feisal, 1995 : 115). M. Rusli Karim menegaskan bahwa pendidikan Islam di beberapa negara Islam atau yang mayoritas penduduknya beragama Islam tidak lebih dari duplikasi dari pendidikan di negera-negara Barat sekuler yang banyak mereka cela. Dengan demikian produk sistem pendidikan mereka tidak mungkin menjadi atau berupa altematif. ( Muslih Usa (ed), 1991 : 37) Pendidikan Barat yang diadaptasikan oleh pendidikan Islan, meskipun mencapai kemajuan, tetap tidak layak dijadikan sebagai sebuah model untuk menunjukan peradaban Islam yang damai, anggun dan ramah terhadap kehidupan manusia. Jika ditelusuri ke belakang Muhammad Mubarak menuturkan "karakteristik sistem pendidikan Barat adalah sebagai refleksi dari pemikiran dan budaya abad XVIIIXIX yang ditandai dengan isolasi terhadap agama, sekulerisme, negara, materialisme, penyangkalan terhadap wahyu, dan penghapusan nilai-nilai etika, yang kemudian diganti dengan pragmatisme.(Amrullah Ahmad dalam Muslih Usa. 1991 : 86) maka corak pendidikin Barat tersebut tidak terlepas dari pandangan Barat terhadap ilmu pengetahuan. Di Barat ilmu pengetahuan hanya berdasarkan pada akal dan indra, sehingga ilmu pengetahuan itu hanya mencakup hal-hal yang dapat diindrakan dan di nalar semata. Pada kenyataannya penerapan pendidikan Islam dengan mengikuti model Barat, justru merugikan masyarakat Muslim sendiri, karena disatu sisi mereka telah mengorbankan petunjuk-petunjuk wahyu hanya untuk mengikuti model. namun disi lain temyata tidak menghasilkan sesuatu yang signifikan dalam mengembangkan peradaban Islam. Hasil pendidikan tetap tidak mampu memobilisasi pekembangan peradaban Islam (Mujamil Qamar, 2005 : 212). Materi dan metodologi yang kini diajarkan di dunia Islam adalah jiplakan dari materi dan metodologi Barat, namun

tidak mengandung wawasan yang selama ini menghidupkannya di dunia Barat. Tanpa disadari, materi dan metologi yang hampa itu terus memberi pengaruh jelek yang mendeislamisasikan siswa, dengan berperan sebagai alternatif bagi materi dan metodologi Islam dan sebagai bantuan untuk mencapai kemajuan dan modernisasi.(Ismail Raji Al Faruqi, 1984 : 17). Hal tersebut justru akan membahayakan upaya-upaya proyek Islamisasi pengetahuan termasuk juga Islamisasi pendidikan. Munawar Ahmad Anees juga menyimpulkan bahwa "saat ini reformasi pendidikan di dunia Islam lebih mengarah pada replika intelektual Barat. daripada reformasi 'oqt-nya sendiri. (Ziauddin Sardar. 2000 : 17). Pada akhimya oautput dunia pendidikan Islam juga replika Barat yang sekularis dan materialis. Sikap mengikuti pola-pola pendidikan Barat dalam seluruh dimensinya seolah-olah persoalan sepele. tetapi sesungguhnya di sinilah tempat jebakan yang paling efektif untuk menjauhkan umat Islam dari substansi Islam itu sendiri. Akibatnya meskipun secara intelektual makin maju atau pandai. tetapi kepribadian terbelah, sehingga menjadi sekularis, materialis. hedonis, pragmatis dan seterusnya. Ditinjau dari aspek sejarah, sejak Napoleon melakukan ekspedisi ke Mesir pada tahun 1798 M. membuat umat Islam terkesima melihat kemajuan Barat, sehingga dalam prosesnya ada kemauan dari tokoh pemikir Islam untuk bangkit lagi dari keterpurukan yang seakan tidak disadari selama berabad-abad lamanya. Salah satu harapan dari para tokoh Islam saat itu adalah melakukan modernisasi sistem pendidikan Islam. Ada yang melakukan pembaharuan dengan kembali pada pencarian konsep pendidikan dalam tradisi Islam sendiri, yang berpandangan bahwa Islam adalah agama yang lengkap seperti yang dilakukan oleh Hasan Al Bana dengan organisasi Ikhwanul Musliminnya, ada juga yang meniru sistem barat seperti Thaha Husein yang terkenal dengan ide sekularisasi Alquran. Di Turki Sultan Mahmud II juga melakukan pembaharuan di bidang pendidikan

Jumal Alfiadfvarah, Vol 5. No. 8 Juli'Desember 2006 -

92

menambah kurikulum madrasah dengan menambah pengetahuan umum ke dalamnya. Madrasah tradisional tetap berjalan tetapi disamping itu Sultan juga mendirikan sekolah umum yang siswanya dipilih dari lulusan madrasah yang bermutu tinggi (Taufik Abdullah, tth ; 534). Dalam perkembangan selanjutnya terjadi semacam degradasi dan penyimpangan dalam sistem pendidikan Islam yang sering disebut dengan dikotomi dalam pendidikan ada semacam pertentangan antara pendidikan Islam dengan pendidikan umum atau adanya pemisahan bahwa pendidikan Islam hanya untuk urusan akhirat dan pendidikan umum hanya untuk urusan dunia. Tak pelak lagi keadaan tersebut membuat rancu sistem pendidikan bahkan sampai kepada kebijakan dan pengelolaannya. Fazlurrahman dalam Amrullah Achmad menyimpulkan bahwa penyebab dikotomi dalam pendidikan Islam adalah adanya sikap yang memberi peluang yang lebih besar bagi ilmu agama. Sikap tersebut diperparah dengan adanya penyebaran sufisme yang cenderung anti ilmu yang rasional dan intelektual. Pada akhimya praktisi pendidikan Islam salah kaprah yang hanya menekankan pendidikan aspek ilmu Agama saja seperti tauhid, fiqih, dan tasawuf. Ikhrom menyebutkan penyebab dikotomi pendidikan karena 1) stagnasi pemikiran Islam, 2) penjajahan barat atas dunia Islam dan 3) modemisasi atas dunia Islam. (Jamal Syarif, 2005 : 158). Secara empiris. terutama jika ditilik dari kegiatan pendidikan formal, hampir semua aspek terkontaminasi dikotomi yang sekularis misalnya bagaimana pengelolaan pendidikan yang lebih berorientasi pada sekolah umum sedangkan madrasah yang notabene sebagai tempat Pendidikan Islam dibiarkan dalam kemunduran dalam berbagai aspek. Dikotomi yang kelihatan dipermukaan hanya sebagai persoalan sepele, tetapi sebenarnya berakibat fatal yang menghamtam sangat dahsyat terhadap eksistensi fitrah Ilahiah manusia, yang mampu merubah orientasi bahkan menghilangkan roh pendidikan Islam itu sendiri. Akhimya

Jumol Alhadharah, Vol 5, No. 8 JuIi-Desemter 2006 -

93

output pendidikan diukur dengan apa yang akan didapat dengan indikator materi. Ammlllah Ahmad dalam Mujamil Qamar. (2005 :217-218) berpendapat bahwa sistem pendidikan yang dikotomik menyebabkan lahimya sistem pendidikan umat Islam yang sekuleristik, rasionalistik-emperik, intuitif dan materialistik. Keadaan ini tidak mendukung tata kehidupan umat yang mampu melahirkan peradaban Islami. Secara rinci dikotomi pendidikan itu menyebabkan : 1. Kegagalan merumuskan tauhid dan bertauhid 2. Lahimya syirik yang berakibat adanya dikotomi flkrah Islam. 3. Dikotomi kurikulum 4. Terjadinya dikotomi dalam proses pencapaian tujuan pendidikan. 5. Adanya dikotomi lulusan pendidikan dalam bentuk split personality ganda dalam arti kemusyrikan, kemunafikan yang melembaga dalam sistem keyakinan. sistem pemikiran, sikap, cita-cita dan perilaku yang disebut dengan sekulerisme. 6. Rusaknya sistem pengelolaan lembaga pendidikan.
7. Lembaga pendidikan melahirkan manusia yang

berkepribadian ganda, yang justru menimbulkan dan memperkokoh sistem kehidupan umat yang sekuleristik, rasionalistik-empiristik-intuitif dan materialistik. 8. Lahimya peradaban Barat sekuler yang dipolis dengan nama Islam. 9. Lahimya da'i yang berusaha merealisasikan Islam dalam bentuknya yang memisahkan kehidupan sosiopolitik-ekonomi ilmu pengetahuan-teknologi dengan ajaran Islam, agama hanya untuk urusan akhirat. Dari persefektif dakwah Ihslamiyah, pengaruh paradigma dan sistem pendidikan Barat, jelas berakibat sangat merugikan output pendidikan Islam, misalnya syirik sudah jelas sesuatu yang sangat jelek sekali, perhatikan firman

__

Jumal Alhadharah. Vol 5. No. 8 Juli Desember 2006 -

94

Allah dalam Q.S. An-Nisaa ayat 116, "Allah tidak akan mengampuni dosa orang yang mempersekutukan Allah dengan apapun. karena orang yang mempersekutukan Allah ia telah tersesat sangat jauh". (Tim Terjemah, 1990 : 143) Umat Islam seharusnya mempunyai paradigma tersendiri dalam kegiatan pendidikannya meskipun dalam beberapa hal mempunyai kemiripan dengan gaya pendidikan non Islam, tetapi semua itu memang diperoleh dari akar ajaran Islam itu sendiri, tidak minta bantuan orang non Islam untuk merumuskan filsafat efistemologi pendidikannya. Dalam
Alquran Surah 17 ayat 139 berbunyi Orang-orang yang

mengambil orang-orang kqfir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang-orang kqftr itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan AHah. (Tim Terjemah. 1990 : 145).
Sedangkan split personality juga telah disinggung dalam Alquran Surah 2 ayat 8 berbunyi; "Diontora manusia ada yang mengatakan: kami beriman kepada Allah dan Hart kemudian, padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman". (Tim Terjemah. 1990 : 9). Kemudian di surah 63 ayat 6, disebutkan " ...Allah tidak akan mengampuni mereka; sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni mereka: sesungguhnya Allah tidak mernberipeturyuk kepada orang-orang yangfasik". (Tim Terjemah, 1990 : 937).

Akan terjadi sesuatu yang sangat paradoksal ketika seorang Individu tekun beribadah tetapi juga tekun berprilaku yang menyimpang dari ajaran-ajaran agama. D. Pendidikan Islam dalam Perspektif Dakwah 1. Pendidikan Islam sebagai Pengembangan Fitrah Manusia dilahirkan dengan potensi kebaikan, sebagaimana Firman Allah dalam Q.S. 30 : 30 yang berbunyi " Maka hadapkanlah wqiahmu dengan lums kepada Agama (Allah):
(tetaplah atas)jitrahAHah yang telah menciptakan manusia menurut jib-ah itu. Tidak ada perubahan padafttrah Allah. (Itulahf agama

_______________Jwnal Aihodharoh. Vot 5, No. 8 Juli-Desember 2006 -

95

yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak men^etahui". (Tim Terjemah, 1990 : 654). Dalam perjalanan hidupnya temyata manusia banyak yang tersesat, bodoh, zaiim, munafik dan lain sebagainya, hal tersebut disebabkan manusia tidak mampu menahan godaan dan ujian. Allah telah memberitahukan hal tersebut Q.S. 76 : 2 berbunyi "Sesungguhr^aKa7ruteI<^menciptafcanm^usiadcu1setete^ mani yang bercampur yang kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kamijadikan dia mendengar dan melihar.(Tim Terjemah, 1990 : 1003). Fitrah manusia akan berkembang jika manusia selalu melakukan hubungan dengan Allah, untuk melakukan hubungan dengan Allah manusia harus mengaktifkan ruh untuk selalu berdekatan dengan Allah, sehingga aktivitas apapun semua bersumber dari Allah semata. Jadi dalam hal ini aktivitas pendidikan harus berupaya mengaktifkan ruh untuk menarik potensi-potensi lainnya menuju Allah SWT. Proses tersebut dapat dilihat dari skema yang dikemukakan Kaiyono Ibnu Ahmad (2006) sebagai berikut : Skema Proses Psikologis Pendidikan Islami

Ruh

Rasa

-^

Ingat Kasih sayang, santun, cinta, lembut, dll Bennakna

Benar Tawadhu

Junud AUiodhoroh, Vd 5, No. 8 Jidi-Desember 2006 -

96

Seluruh proses pendidikan Islami harus menjadikan struktur kepribadian Muslim sebagaimana tergambar di atas. keuka ruh selalu ingat dan berkomunikasi dengan Allah, maka dia akan menarik potensi rasa menuju Allah sehingga termanifestasi rasa kasih sayang, cinta, lembut. Rasa, menarik qalbu sehingga termanifestasi hidup yang bermakna/ berguna bagi diri sendiri orang lain dan lingkungan secara lebih luas. Qalbu, menarik akal agar selalu mempergunakan akal pada hal-hal yang tepat dan benar. Pada akhimya akal, menarik hawa nafsu ke arah Allah sehingga berkembang tawadhu. Dengan demikian akan terbentuk seorang individu yang berkualitas Islami, ikhlas dan gemar dalam beribadah, dan merasa jijik terhadap prilaku menyimpang, sehingga menghindari sejauh mungkin perbuatan munkar. Sebaliknya jika proses pendidikan tidak berupaya menjalankan proses psikis sebagaimana diuraikan di atas, maka proses pendidikan tersebut bukan kegiatan pendidikan Islami, meskipun dilaksanakannya di madrasah atau pesantren sekalipun. Proses psikologis dalam pedidikan non Islami dapat digambarkan dengan skema berikut ini : Skema Proses Psikologis Pendidikan Non Islami

___

Jumol Aihodhoroh. Vol 5, Wo. 8 Juii-Desember 2006 -

97

Suasana psikologis yang di tank ke bawah (nafsu) pada pada setiap tingkatan mempunyai konsekwensi negatif, yang menjauhkan manusia kepada Allah, secara aplikatif individu yang berasangkutan berorientasi kepada pemenuhan hawa nafsu. Apapun akan dilakukan tanpa batas norma agama, bahkan agamapun justru dimanfaatkan untuk upaya memenuhi keinginan hawa nafsu. Kesalahan dalam proses pendidikan berakibat terbentuknya pribadi jelek yang sukar untuk diperbaiki, Dengan kecerdasan dan ilmu pengetahuan yang didapat seorang individu mampu menjustifikasi dusta/kesalahan menjadi benar menurut pemikirannya. 2. Pendidikan Untuk Keselamatan Pragmatisme dan materialisme melanda hampir semua aspek kehidupan, sebuah paham yang menjebak umat agar selalu berorientasi pada kehidupan dunia, hal tersebut digambarkan Allah sebagaimana firman-Nya (Q.S All 'Imran/ 3 : 14) berbunyi "Dyodifcon Indah pada (pandangan) manusia kedntaan kepada apa-apayang dunging ycutu wantta-wardta, anakanak. harta yang banyak darijenis emas, perak, kuda pilihan, binatang temak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia; dan di sisiAUah tempat kembali yang baik. (Tim Terjemah. 1990 : 77). Sehingga dalam refleksi kehidupan di dunia umat Islam terkadang meninggalkan nilai-nilai ajaran Islam, untuk mencapai kesenangan dunia. Dalam beberapa kasus ada seorang muslim yang taat beribadah. tetapijuga begitu mudahnya melakukan perbuatan mungkar, hal tersebut terjadi karena kepribadiannya tidak terbentuk sebagai pribadi seorang muslim. Untuk itulah diperlukan kegiatan pendidikan untuk membentuk kepribadian atau manusia Islam yang seutuhnya tangguh dan teguh memegang ajaran Islam. Dalam perspektif dakwah, secara teoritis praktis pendidikan Islam hams berparadigma kepada Al Qur'an dan Hadis. Aspek yang sangat urgen dilakukan dalam dalam pendidikan Islam adalah membentuk aspek jiwa agar selalu mendapat

____ ____ ____

Jumal AlhadlTarah, Vol 5. No. 8 Juli-Desember 2006-

98

ketenangan (Q.S 89 : 27-30), untuk mencapai ketenangan jiwa sistem pendidikan Islam harus mengandung unsur-unsur yaitu; Abdillah, berpegang pada kitab. nabi. berkah/bermakna. selalu sholat, berzakat, menghormati orangtua, dan tidak sombong (lihat Q.S. 19 : 30-32). 1. Manusia sebagai Abid Semua yang terlibat dalam pendidikan Islam harus menanamkan dalam diri sebagai 'abid. Sebagai 'abid seorang individu dengan keyakinannya mengakui keEsaan Allah (lihat Q.S. 112), sehingga yang bersangkutan akan terhindar dari kesyirikan, hidupnya hanya untuk menyembah dan mengabdi kepada Allah (Q.S 51 : 56). Menurut Nawawi manusia sebagai abid diwujudkan dalam tiga bentuk. yakni kerendahan diri kepada-Nya, yang menciptakan tujuan beribadah; selalu mentaati perintah-Nya, dan menunjukan kasih sayang terhadap makhluk-Nya. Karena manusia sebagai 'abid diberi berbagai potensi, berilmu pengetahuan, maka ia disuruh beribah kepada-Nya. (Maragustam, 2003 : 10). Dengan demikian manusia sebagai abid tidaklah cukup hanya menjaga hubungan balk dengan Tuhan, tetapi juga hubungan baik dengan sesama manusia. Kecintaan dan kepasrahan mempunyai arti jika diikuti pula rasa cinta kepada makhluk-Nya. Ini berarti manusia sebagai 'abid disamping memiliki muatan individual juga nilai-nilai sosial. Implikasi dari konsep 'abid tersebut akan membebaskan manusia dari segala bentuk perbudakan, baik perbudakan yang bersumber dari kesombongan, cinta keabadian,
maupun nafsu birahi. Menurut an-Nahlawi (1989 : 95)

bahwa pendidikan yang didasarkan atas ibadah, menjadikan manusia kuat rohaninya dengan 1) kekuatan yang bersumber dari kekuasaan Allah, 2) kepercayaan diri yang bersumber pada iman kepada Allah. 3) harapan akan masa depan yang bersumber pada harapan akan pertolongan Allah dan pahala surga, dan 4) kesadaran dan cahaya yang bersumber pada cahaya Allah.

_____ ___

Jumal Alhodftaroh. Vol 5. No. 8 Jidi-Desember 2006 -

99

2. Berpegang pada Kitab Artinya segala kegiatan pendidikan baik itu sistem maupun tujuannya harus didapat dari akar ajaran Islam itu sendiri melalui Alquran, hadis, tulisan-tulisan ulama

peimkir Islam, tidak diambil dengan meniru budaya Barat


atau Timur yang belum tentu sesuai dengan ajaran Islam (lihat Q.S. 2 : 177) 3. Nabi Prinsip Nabi adalah membawa berita atau informasi Ilahiah bagi orang lain. Segala sesuatu yang disampaikan adalah kebenaran yang menuntun keselamatan hidup di dunia dan akhirat. 4. Berkah / bermakna Hidup bermakna mempunyai pengertian yang sangat luas, sebagai manusia yang diciptakan Allah yang sempuma memiliki potensi fisik dan psikis harus punya peran yang strategis sebagai pemakmur kehidupan di bumi, itulah makna kehidupan manusia dalam perspektif duniawi. Ketinggian derajat manusia menjadikan dirinya mempunyai tanggung jawab lebih berat. Amanah tanggung jawab untuk menjadi khalifah yang telah ditawarkan kepada kangit, bumi, dan gunung-gunung. namun mereka menolaknya. Kemudian manusia menerima amanah tersebut (Q.S 33 : 72). Ini menunjukan bahwa manusia secara potensial dan keilmuan mampu melaksanakan
tugas-tugas kekhalifahan tersebut. Pemberian amanah ini

kepada manusia, menurut al-Ainain, menjadikan manusia terangkat kedudukannya menjadi lebih unggi dibandingkan dengan malaikat. (Lowis Ajail dkk, 1987 : 192). Tugas khalifah adalah memakmurkan bumi dan mengembangkan amanat risalah serta menegakkan segala amal yang mengandung kemaslahatan. kebaikan. dan kebenaran. Sebagai sombo atau poros kekhalifahan

Jumol Aihodhanah. Vot 5. Mo. 8 Juli-Desember 2006 -

100

ialah menggunakan akal, pemikulan tugas samawi, pelaksana amanah melalui jalur ilrnu pengetahuan yang dipelajari seseorang, realisasi pemahaman, dan kemampuan membedakan antara yang buruk dan yang baik".(Abdul Fatah Jalal, 1977 : 3). Dalam terma lain, menurut Ibnu Qayyim, tugas kekhalifahan ialah memakmurkan bumi dengan amal dan aktivitas yang berdasarkan manhaj (kurikulum) Allah. Pembebanan manusia menjadi khalifah tentu telah Allah persiapkan sedemikian rupa. Untuk itu, Allah memberikan fitrah yang baik atau potensi-potensi yang dapat dikembangkan (Q.S. 95 : 1-4; 30:30), jasmam-rohani. kebebasan berkehendak dan berbuat. dan dianugerahkan akal sehingga manusia bukan sekadar makhluk biologis, nielainkan juga sebagai makhluk berbudaya. ( Maragustam 2003 : 14). Artinya sebagai khalifah pemakmur bumi manusia berkewajiban menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi bahkan menjadi pioner pengembangannya. 5. Sholat Prinsip sholat adalah mengajarkan kepada manusia secara fisik dan psikis selalu sujud dan tunduk kepada Allah. Sujud dan tunduk dimanifestasikan dalam segala kegiatan dan aktivitas manusia, tidak hanya secara formal ketika melakukan shalat. 6. Zakat Prinsip zakat mengajarkan untuk mengayomi orang yang tidak mampu, menolong orang-orang yang masih berada dibawah baik ditinjau dari ekonominya, ilmu pengetahuannya, keimanan dan ketaqwaannya. 7. Bakti pada Orang Tua Dalam ajaran Islam, orangtua adalah harus dimuliakan, kapan pun dan di mana pun. Oleh karena itu maka bakti kepada orang tua merupakan sesuatu yang niscata dan harus dilakukan oleh siapa pun

Jumal Alhadharcih. Vol 5. No. 8 Juli-Desember 200G -

101

8. Rendah hati /tidak sombong Apapun yang didapat dari kegiatan pendidikan justru menjadikan individu rendah hati/ tidak sombong. Karena semakin banyak dan tinggi ilmu didapat semakin banyak kekurangan yang tampak pada diri kita. Kegiatan pendidikan dalam perspektif dakwah dapat dilakukan secara kolektif (Q.S. 3 : 104) dan bersifat individual. Meskipun dalam Q.S. 3 : 104 mengisyaratkan hanya pada dakwah kolektif akan tetapljuga mengandung dakwah bersifat individual dengan pemahaman bahwa kewajiban umat juga kewajiban individu. Pemahaman tersebut didukung hadis Nabi dari Abu Hurayrah bahwa Rasulullah SAW pemah bersabda ; "Barang siapa diantara kalian melihat kemungkaran maka hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya; jika tidak mampu maka hendaklah dengan lidahnya (perkataannya); jika tidak mampu maka hendaklah dengan hatinya, dan itulah selemah-lemahnya iman. (Imam Muslim, tt. : 39). Pendidikan sebagai starategi dakwah, idealnya diselenggarakan dengan kolektif dan individual. Kolektif dalam arti pendidikan ditinjau sebagai sistem yang melibatkan berbagai komponen misalnya; pendidik, anak didik. metode, lingkungan, kurikulum, metode, manajemen. Individual pendidikan ditinjau dari interaksi antara pendidik dan anak didik. (orangtua dengan anak). Pihak-pihak pelaksana pendidikan Islam, harus
memiliki kualitas kepribadian sebagai berikut ; beriman.

amal shaleh, ikhlas. sabar teguh pendirian, rela berkorban, jujur, amanah, adil, kasih sayang, yang pada akhirnya teradobsi oleh anak didik. Dengan sistem manajemen pendidikan Islam yang berlandaskan nilainilai yang terkandung dalam Alquran dan Hadis akan tercapai tujuan pendidikan Islam sekaligus juga sasaran dakwah yaitu menciptakan manusia yang berimanan dan taqwa, Wahyu Ilahi (2003 : 58) menambahkan terbentuknya manusia kreatif (ajaran Islam dapat mendorong melakukan kerja produktif, inovatif (ajaran Islam

Jumal AlhcuSharah. Vol 5. No. 8 Juli-Desember 2006 -

102

melandasi cita-cita dan amal perbuatan manusia dalam seluruh aspek kehidupan). sublinatif (ajaran Islam meningkatkan dan mengkuduskan fenomena manusia baik dalam hal keduniawian dan akhirat) dan integratif (agama Islam dapat mempersatukan sikap dan pandangan manusia serta aktivitasnya baik secara individu maupun kolektif dalam menghadapi tantangan hidup). E. Kesimpulan Dalam persepektif dakwah pendidikan Islam merupakan strategi yang efektif dalam mengajak manusia untuk memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam. Pendidikan di dunia Islam dalam perkembangannya seakan mengalami pergeseran orientasi dan pengerutan makna, karena kekeliruan umat Islam sendiri dalam memanfaatkan pendidikan yang dominan dipengaruhi kemajuan sistem pendidikan Barat dan juga paham-paham yang berkembang di dunia Barat. Sehingga ada yang memprediksikan bahwa pendidikan Islam ditimpa banyak masalah, padahal sebenarnya yang bermasalah adalah manusia/umat Islam sendiri dalam memperlakukan atau memanfaatkan pendidikan. Keliru dalam menerapkan pendidikan di dunia Islam berakibat pada terciptanya umat Islam justru mengalami kemunduran diberbagai aspek, artinya pada aspek sains dan teknologi tidak megalami kemajuan, pada aspek pemahaman dan pengamalan nilai-nilai Islam justru mengalami kemunduran sehingga tidak dapat lagi membedakan antara ketaqwaan dan kemunkaran. Keadaan tersebut sangat bertentangan dengan perspektif dakwah Islamiyah yang selalu berupaya meningkatkan ketaqwaan umat. Pendidik dalam persepektif dakwah adalah proses pendidikan yang berupaya memajukan aspek sprituaL moral, mental dan inteketual, sehingga tercipta karakter manusia yang berkualitas dalam kehidupan dunia, selamat dalam kehidupan akhirat.

DAFTAR KEPUSTAKAAN
Abdurrahman an-Nahlawi, Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam Dalam dalam Keluarga, di Sekolah. dan Masyarakat,. Penerjemah Herry Nor Ali, Diponegoro Bandung. Abdul Fattah Jalal. 1977. Min al-Ushul al-Tarbiyahji al-Islam. t.tp Al-Imam Muslim bin al Hajjah al-Naisaburi, t.th., Shahih. Muslim: Kitab al-Imam, Bab Kauniah al-Nahyi'an al-Munkar mm al-Iman... vol. Ke-1 Bathba'ah al-Babi al-halabi wa Syirkahu, Kairo. Hasan Langgulung. 1980. Beberapa Pemikiran tentang Pendidikan Islam, Al-Ma'arif, Bandung. Ismail Raji al Faruqi. 1984. Islamisasi Pengetahuan, terj. Anas 1 Wahyudin. Pustaka. Bandung. Jamal Syarif. 2005. Menelusuri Muncumya Dikotomi Pendidikan Islam, Jumal Khazanah. Vol IV Nomor 02, Maret April. IAIN Antasari Banjarmasin. Kamrani Buseri. 2003. Antologi Pendidikan Islam dan Dakujah, UII Press, Yogyakarta. Lowis Ajail dkk. 1987. Al-Munjidji al-Lughah wa al-A'lam, Dar al-Masyriq, Bairut. Maragustam. 2003. Pemikiran SyaikhNawaLuiAl-BantaniTentang Manusia dan ImpHkasinya Dalam Pendidikan Islam. Jumal Kependidikan Islam Vol 1 Pebruari- Juli, Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan KaUjaga, Yogyakarta. M. Athiyah al Abrasyi. 1975. Al-Tarbiyah al-Islamiyah wa Falasifatuha, Isa al-Babi al-Halabi, Mesir. Muslih Usa (ed). 1991. Pendidikan Islam di Indonesia antaraCita dan Fakta, Tiara Wacana, Yogyakarta.

Jumol AUvadharcih, Vol 5. No. 8 Jidi-Desember 2006

104

Mujamil Qomar. 2005. EpisernologiPendidikan Islam Eriangga. Jakarta.

Nouruzzaman Shiddiqi. 1986. TcmuuMum Muslim: BimgaRampca. kebudayaan Muston. Bulan Bintang Jakarta. Taufik Abdullah, tth. Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve. Tim Terjemah. 1990. Al Qur'an Dan TeJjemahanya, Depag RI, Jakarta. Wahyu Ilahi. 2003. Rekayasa Sosial Sebagai Strategi Dakujah Perspektif Al-Qw'an, Jumal Ilmu Dakwah Vol 7, No. 1 April, Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel, Surabaya. Yusuf Amir Feisal. 1995. Reorientctsi Pendidikan Islam, Gema Insani Press, Jakarta. Ziauddin Sardar (ed). 2000. Merombak Pola Ptfcir Intelekual Muslim, Terj. Agung Prihantoro dan Fuad Arif Fudyartanto. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai