Anda di halaman 1dari 39

I. A. PENDAHULUAN 1.

Latar Belakang

FAKTOR LINGKUNGAN

Faktor lingkungan akan sangat mempengaruhi pertumbuhan serta perkembangan tanaman. Lingkungan merupakan sumber atau faktor potensi sebagai penyebab keragaman jenis yang berkembang di lapangan. Karena unsur-unsur penyusun lingkungan tersebut sering terdapat dalam kuantitas yang bervariasi dari suatu tempat ke tempat lain dan dari waktu ke waktu. Keadaan lingkungan yang bervariasi dari satu tempat ketempat lain dan kebutuhan tanaman akan keadaan lingkungan yang khusus mengakibatkan keseragaman jenis tanaman yang berkembang dapat terjadi menurut perbedaan tempat. Pertumbuhan sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Faktorfaktor lingkungan tersebut dapat berupa pancaran cahaya matahari, air, udara, tanah, kelembaban udara, angin dan suhu. Faktor-faktor tersebut biasa disebut dengan faktor biotik. Peranan tanah yaitu sebagai faktor penentu pertumbuhan, perkembangan serta produksi tanaman. Peranan suhu yaitu sebagai pengendali proses-proses fisik dan kimiawi yang kemudian akan mengendalikan reaksi biologi di dalam tubuh tanaman. Selain itu, suhu juga berpengaruh pada kestabilan sistem enzim. Cahaya matahari sendiri memiliki peranan sebagai sumber energi utama yang menentukan kehidupan dan produksi tanaman. Selain itu manusia, tumbuhan, hewan dan mikroorganisme juga dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Manusia, tumbuhan, hewan dan mikroorganisme disebut faktor abiotik. Perubahan lingkungan akan memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan tanaman akan melakukan adaptasi terhadap perubahan lingkungan tersebut. Cahaya matahari sebagai sumber energi primer di muka bumi, sangat menentukan kehidupan dan produksi tanaman. Pengaruh cahaya tergantung mutu berdasarkan panjang gelombang Sebagai sumber energi pengaruh cahaya ditentukan oleh

intensitas cahaya maupun lama penyinaran (panjang hari). Reaksi cahaya dari tanaman (fotosintesis, fototropisme, dan fotoperiodisitas) didasarkan atas reaksi fotokimia yang dilaksanakan oleh sistem pigmen spesifik. 2. Tujuan Praktikum Praktikum agroekosistem tentang pengaruh faktor lingkungan terhadap pertumbuhan tanaman bertujuan untuk mempelajari perbedaan pertumbuhan tanaman yang ditempatkan di rumah kaca, di tempat terbuka dan diletakkan di tempat tertutup. 3. Waktu dan Tempat Praktikum Praktikum agroekosistem acara I dan acara II, pengaruh fator lingkungan terhadap pertumbuhan tanaman, dilaksanakan pada tanggal 30 Oktober 2010 pada pukul 07.00-08.00 WIB bertempat di Laboratorium Rumah Kaca, Fakultas Pertanian UNS. B. TINJAUAN PUSTAKA

C. ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA 1. Alat a. Pot plastik atau polibag diameter 30 cm b. Termometer c. Meteran d. Light meter e. Higrometer f. Timbangan analtik 2. Bahan a. Biji Padi dan kacang tanah b. Tanah atau media tanam 3. Cara Kerja a. Sediakan pot plastik diameter 30 cm atau polibag sejumlah 45 buah masing-masing lokasi diletakkan 15 polibag sebagai ulangan, isi

masing-masing polibag dengan media campuran tanah dengan pupuk kendang dengan perbandingan 2:1 hingga penuh. b. Pilih biji padi dan kacang tanah yang baik c. Tanamkan 2 biji padi dan kacang tanah pada setiap pot yang telah terisi tanah dan setelah satu minggu pada setiap pot disisakan satu tanaman yang baik. d. Letakan pot yang telah ditanami di dalam rumah kaca, dibawah pohon, dan dietmpat terbuka masing-masing 15 pot. e. Siram tanaman setiap hari sampai tanaman berumur 6 minggu. f. Pengamatan meliputi : tinggi tanaman diukur tiap minggu sekali, panjang dan lebar daun sebanyak 30 daun, berat 30 daun kering, berat kering batang, berat kering daun sisa, dan berat kering akar dengan cara di oven hingga kering konstant, kemudian ditimbang dengan timbangan analtik. g. Ukur suhu, intensitas radiasi matahari, dan kelembaban, siang hari selama pertumbuhan berlangsung

D. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Pengamatan


a. Padi (Oriza sativa)

Gambar 1.1 Grafik Pertumbuhan Tinggi Tanaman Padi ( Oriza sativa)

b. Kacang tanah (Arachis hypogaea)

Minggu ke
Gambar 1.2 Grafik Pertumbuhan Tinggi Kacang Tanah (Arachis hypogaea)

2. Pembahasan a. Padi (Oriza sativa) Tinggi tanaman padi (Oriza sativa) dari minggu pertama hingga minggu keenam mengalami kenaikan yang signifikan, baik tanaman padi yang diletakkan di rumah kaca, di bawah naungan maupun di tempat terbuka. Suhu tertinggi untuk tanaman padi adalah yang di rumah kaca, sedangkan suhu terendah adalah yang di bawah naungan. Kelembapan tertinggi adalah di bawah naungan, sedangkan kelembapan terendah adalah di rumah kaca. IRM yang tertinggi adalah yang di tempat terbuka dan yang terendah adalah di bawah naungan. Pada umumnya kondisi yang baik untuk pertanian yaitu ketika tanaman padi yang merupakan tanaman tropik ditanam di daerah dataran rendah, di dataran rendah dengan suhu yang tinggi seperti halnya praktikum ini dimana padi pada rumah kaca. Berat biomassa padi dibagi menjadi 2 yaitu : berat basah dan berat kering. Berat basah : akar padi yang terberat adalah dari tanaman padi yang diletakkan di tempat terbuka, begitu juga dengan batang dan daun. Berat kering : akar, batang dan daun padi yang terberat (setelah di oven) ternyata juga sama dengan berat basah. Pada berat basah dan berat kering diperoleh hasil untuk berat akar serta batang dan daun, ditempat terbuka pertumbuhannya lebih pesat. Hal ini dikarenakan

ditempat terbuka paling banyak dipengaruhi berbagai faktor seperti air, udara matahari secara langsung. Luas daun tanaman padi yang terluas adalah dari tanaman padi yang diletakkan di rumah kaca. Berat daun padi yang terberat adalah dari padi yang diletakkan di rumah kaca. Tebal daun padi yang terbesar juga dari padi yang ditanam di rumah kaca. Hal ini dikarenakan suhu di rumah kaca yang cukup tinggi sangat mempengaruhi pertumbuhan tersebut.

b. Kacang Tanah (Arachis hypogaea)

Tinggi tanaman kacang tanah (Arachis hypogaea) dari minggu pertama hingga minggu keenam mengalami kenaikan yang signifikan, baik tanaman padi yang diletakkan di rumah kaca, di bawah naungan maupun di tempat terbuka. Suhu tertinggi untuk tanaman padi adalah yang di rumah kaca, sedangkan suhu terendah adalah yang di bawah naungan. Kelembapan tertinggi adalah di bawah naungan, sedangkan kelembapan terendah adalah di rumah kaca. IRM yang tertinggi adalah yang di tempat terbuka dan yang terendah adalah di bawah naungan. Berat biomassa kacang tanah dibagi menjadi 2 yaitu : berat basah dan berat kering. Berat basah : akar kacang tanah yang terberat adalah dari tanaman kacang tanah yang diletakkan di bawah naungan, sedangkan batang dan daun yang terberat adalah dari kacang tanah yang diletakkan di tempat terbuka. Berat kering : akar, batang dan daun padi yang terberat (setelah di oven) adalah dari kacang tanah yang diletakkan di tempat terbuka. Luas daun tanaman kacang tanah yang terluas adalah dari tanaman kacang tanah yang diletakkan di rumah kaca. Berat daun kacang tanah yang terberat adalah dari kacang tanah yang diletakkan di bawah

naungan. Tebal daun kacang tanah yang terbesar juga dari padi yang ditanam di bawah naungan.

E. KESIMPULAN Pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh factor dari dalam maupun dari luar tumbuhan yaitu enzim dan lingkungan. Pertumbuhan tanaman tersebut mengarah pada daerah apical karena adanya pengaruh enzim, fotoperiodisme sinar matahari, suhu, dan kelmbapan. Berdasarkan dari hasil pengamatan di atas dapat disimpulkan bahwa kelembaban di bawah naungan merupakan kelembaban yang paling tinggi persentasenya dibandingkan dengan di tempat yang lain dan hal ini tidak terlalu mempengaruhi ketinggian tanaman padi yang tingginya tidak terpaut jauh setiap minggunya namun cukup berpengaruh pada tanaman kacang tanah yang mempunyai tinggi yang berbeda cukup signifikan, dan berat kering tanaman padi dan kacang tanah di tempat terbuka lebih berat daripada berat kering di rumah kaca dan di bawah naungan. Luas daun tanaman padi dan kacang tanah di rumah kaca lebih luas daripada di tempat terbuka dan di bawah naungan. Seadangakn cahaya matahari mempengaruhi proses fotosintesis pada tanaman yang mampu mempengaruhi ukuran tinggi dan besar tanaman, karena semakin besar tanaman melakukan fotosintesis maka semakin banyak pula cadangan makanan yang diperolehnya sehingga ukuran tanaman tersebut semakin besar.

Daftar Pustaka

II PERSAINGAN ANTARA TANAMAN YANG SEJENIS

A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Persaingan dapat terjadi antara tanaman yang sejenis atau yang berlainan spesies. Persaingan antara tanaman yang sejenis pada umumnya terjadi lebih awal dan menimbulkan pengaruh yang buruk dibandingkan persaingan antara yang berlainan spesies. Dari dua tanaman yang ditumbuhkan bersama-sama biasanya salah satu akan menunjukkan keunggulan bersaing di atas lainnya. Cahaya matahari, air dan nutrisi merupakan unsur utama yang diperebutkan oleh dua jenis tanaman yang berbeda yang kedudukannya berdekatan. Pengaturan jarak tanam, populasi serta pengolahan tanah akan sangat berpengaruh terhadap parameter pertumbuhan. 2. Tujuan Praktikum

Praktikum agroekosistem tentang persaingan antara tanaman sejenis bertujuan untuk mempelajari pengaruh jarak tanaman (kerapatan tanaman) terhadap pertumbuhan tanaman sawi. 3. Waktu dan Tempat Praktikum Praktikum agroekosistem acara III, persaingan antara tanaman sejenis, dilaksanakan pada tanggal 30 Oktober 2010 pada pukul 07.00-08.00 WIB bertempat di Laboratorium Rumah Kaca, Fakultas Pertanian UNS. B. TINJAUAN PUSTAKA Semua organisme lain merupakan bagian dari lingkungan suatu individu. Organisme lain bisa berkompetisi dengan suatu individu untuk mendapatkan makanan dan sumber lainnya, memangsa atau mengubah lingkungan fisik dan kimia. Efek faktor-faktor yang bergantung kerapatan akan meningkat secara proporsional jika populasi meningkat. Contoh pengaruh daya dukung terhadap persamaan ligistik laju pertumbuhan populasinya semakin tertekan oleh persaingan intra jenis juga kerapatannya meningkat (Gampbell, 2007). Kompetisi diantara tanaman adalah suatu interaksi antar tanaman memiliki kebutuhan yang bersama terhadap satu jenis sumber atau satu kualitas sumber, tetapi persediaan sumber tidak mencukupi semua kebutuhan semua makhluk hidup. Kompetisi terjadi pada individu sejenis atau beda jenis. Kompetisi mempengaruhi kemampuan individu untuk bertahan hidup dan bereproduksi. Kompetisi dapat ditunjukan dengan perubahan ukuran populasi pada suatu waktu (S.J McNaughton, 2002). Pengaturan populasi tanaman pada hakekatnya adalah pengaturan jarak tanam yang berpengaruh pada persaingan dalam menyerap hara, air dan cahaya sehingga apabila tidak diatur dengan baik akan mempengaruhi hasil tanaman. Jarak tanam rapat akan mengakibatkan terjadinya kompetisi intraspesies dan interspesies. Beberapa penelitian tentang jarak tanam menunjukan bahwa semakin rapat jarak tanam akan berakibat pada pemanjangan ruas karena cahaya yang diterima oleh tanaman berkurang

sehingga terjadi peningkatan aktivitas auksin. Pemanjangan ruas tercermin pada jumlah batang cabang tanaman yang merupakan tempat tumbuh daun. Jumlah cabang kecil menyebabkan jumlah daun juga akan kecil yang berkaitan langsung dengan luas daun seluruh tanah.(Sri Budiastuti, 2000). Faktor-faktor tanaman dan lingkungan yang mempengaruhi kerapatan tanaman yang optimum yaitu: 1. Ukuran tanaman (menggambarkan luas daun pertanaman) Luas daun pertanaman menentukan jumlah tanaman yang diperlukan untuk mengembangkan LAI kritis. Inklinasi daun akan memodifikasi nilai LAI kritis dan sesuai dengan itu maka kerapatan tanaman juga harus disesuaikan. 2. Persrisipan dan/atau percabangan Percabangan sebagai cara yang efektif untuk meningkatkan luas daun per tanaman ternyata menurunkan kepekaan hasil panen terhadap kerapatan tanaman. 3. Jatuh rebah Peningkatan kerapatan menyebabkan batang tanaman menjadi lebih kecil, lebih lemah dan seringkali lebih tinggi. 4. Reduksi perlengkapan buah. Dengan meningkatnya kerapatan maka bunga dan buah yang potensial tidak jadi atau gugur, sehingga menurunkan hasil panen biji (Franklin P. Gardner, 2001). Kerapatan tanaman merupakan faktor yang mempengaruhi

pertumbuhan tanaman. Penyerapan energi matahari oleh permukaan daun yang sangat menentukan pertumbuhan tanaman juga dipengaruhi oleh kerapatan tanaman. Kondisi tanaman terlalu rapat akan memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan tanaman karena perkembangan vegetatif dan hasil panen akan menurun akibat menurunnya laju fotosintesis dan perkembangan daun. Pengaruh persaingan dapat dilihat dalam laju pertumbuhan (misalnya

tinggi tanaman dan diameter batang), warna daun dan kandungan klorofil, serta komponen daya hasil (Anonim, 2007). C. ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA 1. Alat a. Pot plastik atau polibag b. Tanah atau media tanam c. Cawan d. Meteran 2. Bahan a. Biji sawi b. Media tanam 3. Cara Kerja a. Menyediakan (4X12) pot plastik atau polibag yang telah berisi tanah atau media tanam. b. Pilih biji sawi yang masih baik c. Tanamlah biji-biji tersebut ke dalam pot-pot/polibag yang berbeda dan diatur sedemikian rupa sehingga dalam percobaan ini terdapat beberapa perlakuan. d. Pot yang ditanami dengan 1 biji, 3 biji, 5 biji, 7 biji, dan pada setiap perlakuan dilakukan 12 kali pengulangan. e. Menyediakan 48 pot yang ditanami biji sawi sesuai perlakuan tersebut. Penyiraman dan perawatan tanaman yang lain dilakukan setiap hari. f. Melakukan pengamatan sampai tanaman berumur 6 minggu dan mengukur tinggi tanaman, luas berat daun, dan berat berangasan kering tanaman pada akhir panen. g. Melakukan pengujian statistik apabila ada pengaruh terhadap pertumbuhan tinggi tanaman.

D. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Pengamatan

Gambar 2.1 Grafik Pertumbuhan Tinggi Tanaman Sawi (Brassica rapa)

2. Pembahasan

Tinggi rata- rata tanaman sewi berbeda-beda, hal itu dikarenakan jumlah tanaman yang ditanam di dalam pot berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Semakin banyak jumlah tanaman yang di tanam di

dalam pot maka tinggi rata-rata tanaman semakin rendah, karena tanaman di dalam pot bersaing untuk mendapatkan unsur hara sehingga tanaman tidak mendapatkan cukup nutrisi. Namun untuk perlakuan 5 biji dalam satu pot mempunyai kesempatan hidup untuk tumbuh lebih rendah terbukti pada matinya tanaman pada minggu ke lima daripada perlakuan 7 biji dalam satu pot. Jarak tanam sangat penting dalam penanaman tanaman karena apabila menanam pada jarak yang terlalu dekat akan mengakibatkan antar tanaman berebut unsur hara sehingga tanaman yang kalah bersaing dapat mati karena kekurangan unsur hara. Selain itu kebutuhan akan air juga sangat mempengaruhi pertumbuhan. Apabila tanaman kekurangan air maka tanaman itu tidak dapat tumbuh dengan subur, atau akibatnya salah satu dari tanaman akan ada yang mati karena kalah bersaing / kalah berkompetisi mencari makan untuk bertahan hidup. Berat biomassa sawi pada perlakuan 1 biji dalam 1 pot menunjukkan angka yang paling berat dibandingkan dengan perlakuan biji yang lain yang lebih banyak. Jadi meskipun dalam penyerapan unsur hara, antar tanaman sejenis terjadi persaingan, namun tanaman tersebut masih tetap dapat bertahan hidup. E. KESIMPULAN Berdasarkan hasil pengamatan dapat diperoleh kesimpulan bahwa ketersediaan unsur hara dan mineral sangat mempengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Sehingga jika lingkungan tanaman tersebut menyediakan unsur hara yang tidak sesuai dengan jumlah tanaman, maka akan terjadi persaingan antar tanaman tersebut untuk mendapatkan unsure hara dan mineral. Jarak tanam sangat penting dalam penanaman tanaman karena apabila menanam pada jarak yang terlalu dekat akan mengakibatkan antar tanaman berebut unsur hara sehingga tanaman yang kalah bersaing dapat mati karena kekurangan unsur hara. Selain itu kebutuhan akan air juga sangat mempengaruhi pertumbuhan. Apabila tanaman kekurangan air maka tanaman itu tidak dapat tumbuh dengan subur, atau

akibatnya salah satu dari tanaman akan ada yang mati karena kalah bersaing / kalah berkompetisi mencari makan untuk bertahan hidup. Berat biomassa sawi pada perlakuan 1 biji dalam 1 pot menunjukkan angka yang paling berat dibandingkan dengan perlakuan biji yang lain yang lebih banyak. Jadi meskipun dalam penyerapan unsur hara, antar tanaman sejenis terjadi persaingan, namun tanaman tersebut masih tetap dapat bertahan hidup.

Daftar Pustaka

Anonim. 2004. Komponen Agroekosistem. http://www.toodoc.com. Diakses pada tanggal 4 November 2009. Anonim. 2007. Persaingan Antara Tanaman yang Sejenis. http://www.toodoc.com. Diakses pada tanggal 29 Oktober 2009.

Anonim. 2008. Persaingan Antara Tanaman Sejenis. http://www.scribd.com/doc. Diakses pada tanggal 29 Oktober 2009. Malcolm B. Wilkins. 1989. Fisiologi Tanaman. Jakarta : PT Bina Aksara.

III ANALISIS BEBERAPA TIPE AGROEKOSISTEM A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Ekologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara organisme dan lingkungan. Sedangkan penerapan ekologi disebut agroekosistem. Agroekosistem secara teoritis telah dipahami, namun perlu

pemahaman lebih dalam mengenai hubungan antara subsistem dengan agroekosistem. Agroekosistem mempunyai berbagai macam subsistem yang memiliki ciri serta didominasi tanaman-tanaman tertentu. Beberapa contoh subsisten yaitu, sawah, sungai, tegal, talun dan perkebunan. Subsistemsubsistem tersebut akan sangat berpengaruh bagi kelangsungan hidup makhlik hidup sekitar. Setiap subsistem perlu mendapat aliran energi yang baik serta berbagai mineral dan nutrisi yang diperlukan tumbuhan dan beberapa makhluk hidup lainnya yang hidup di subsistem tersebut. 2. Tujuan Praktikum Tujuan dari praktikum ini adalah menghantarkan mahasiswa untuk dapat mengenali berbagai lingkungan yang memiliki tipe dan karakteristik yang berbeda-beda. Sehingga mampu memanfaatkan dengan baik dalam kehidupan. 3. Waktu dan Tempat Praktikum Praktikum acara analisis beberapa tipe agroekosistem dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 23 Desember 2010 pada pukul 11.00 WIB sampai 16.0 WIB. Bertempat di empat lokasi yaitu areal persawahan desa Popongan, Mbejen, Karanganyar; areal pekarangan desa Delingan, Karanganyar; waduk Tirtomarto, Karanganyar; areal tegalan di desa Butuh, Mojosongo, Boyolali; areal talun Karangduwet, Karanganyar; dan areal perkebunan karet Batu Jamus, Karanganyar.

B. TINJAUAN PUSTAKA 1. Sawah Topografi Bergelombang Sawah merupakan sebidang tanah dengan batas kepemilikan berupa pematang lurus membujur. Masing-masing petak dibagi dengan pematang juga. Sistem sawah, merupakan teknik budidaya yang tinggi, terutama dalam pengolahan tanah dan pengelolaan air, sehingga tercapai stabilitas biologi yang tinggi, sehingga kesuburan tanah dapat

dipertahankan. Ini dicapai dengan sistem pengairan yang sinambung dan drainase yang baik. Sistem sawah merupakan potensi besar untuk produksi pangan, baik padi maupun palawija. Pada sistem sawah, petani menggunakan sistem pengolahan tanah yang monokultur, karena sawah ini menggunakan irigasi teknis dan bukan merupakan sawah tadah hujan. Untuk pengairan, airnya cukup dengan sedikit tergenang, atau macakmacak. Hal ini untuk menanggulangi gulma. Jarak antar tanaman pun juga diatur ( Anonim a, 2002). Sawah memberikan potensi nilai ekonomi yang jauh lebih besar daripada sebagai penghasil beras. Dari satu ton padi dapat dihasilkan 220 kg sekam dengan nilai listrik sebesar 150 kwh. Dengan produksi padi 55 juta ton maka kita bisa mendapatkan listri sebanyak 8200 Gwh, abu sekamnya mengandung 94% silica yang bermanfaat untuk berbagai kebutuhan industri (Anonim b, 2004). Pada system pengairan, pertanian lahan kering, kondisi topogragfi memegang peranan cukup penting dalam penyediaan air, serta menentukan cara dan fasilitas pengairan. Sumber sumber air biasanya berada pada bagian yang paling rendah, sehingga air perlu dinaikkan terlebih dahulu agar pendistribusiannya merata dengan baik. Oleh karena itu, pengairan pada lahan kering dapat berhasil dan efektif pada wilayah yang datar datar berombak (Kurnia, 2004). Sawah-sawah mapan yang kurang produktif masih ditemuan pada statu daerah. Rendahnya produktifitas lahan sawah sudah diketahui sejak tahun 1960, yang disebabkan oleh Fe, Mn, SO4 dan tanah yang mengakibatkan pertumbuhan tanaman kerdil warna daun menguning dan ujung daun coklat. Kemudian pengelolaan lahan pertanian berkelanjutan memiliki lima pilar penyangga, yaitu produktifitas, keamanan, proteksi, viabilitas dan akseptibilitas. Pada lahan miring dengan kemiringan diatas 15 % aapabila tanah tidak dikelola dengan baik/ditanami, maka sangat rentan terhadap terjadinya erosi diwaktu hujan. Hal ini terjadi karena

tanah tidak mampu meresapkan air hujan ke dalam tanah, sehingga terjadi aliran permukaan (Run of) yang menghanyutkan butiran-butiran tanah sehingga tanah menjadi tidak subur lagi (Sarwono Hardjowigeno, 2005). Lapangan produksi ada bermacam-macam, antara lain adalah lahan terbuka yang terdiri dari subsistem sawah, subsistem tegalan, subsistem kebun buah dan sayur. Sawah terdiri dari beberapa macam, antara lain sawah berpengairan teknis, stngah teknis dan tadah hujan. Perbedaan antara sawah dan tegalan adalah pada lahan sawah terdapat pematang sedangkan ditegalan tidak terdapat pematang (Supriyono, 2002). 2. Waduk 3. Tegal Sistem pertanian tegal merupakan sistem pertanian yang paling primitif. Suatu sistem peralihan dari tahap budaya pengumpul ke tahap budaya penanam. Pengolahan tanahnya sangat minimum, produktivitas bergantung kepada ketersediaan lapisan humus yang ada, yang terjadi karena sistem hutan. Sistem ini pada umumnya terdapat di daerah yang berpenduduk sedikit dengan ketersediaan lahan tak terbatas. Tanaman yang diusahakan umumnya tanaman pangan, seperti padi darat, jagung, atau umbi-umbian (Anonim, 2001). Pada lahan tegal, biasanya siklus haranya adalah terbuka, semua hasilnya diangkut keluar areal, dan tidak ada yang ditinggal. Hal ini tidak dibenarkan. Seharusnya, masih ada sisa-sisa panen yang dibiarkan di lahan itu, agar lama-kelamaan berubah menjadi pupuk untuk menambah unsur hara tanah. Namun petani malah menggunakannya sebagai pakan ternak. Tetapi apabila kotoran ternak itu dikembalikan ke lahan, maka akan ada siklus hara yang masuk. Untuk sistem tegal sendiri, biasanya tetap mendapat masukan (input) dari luar. Karena tanaman atau komoditas yang ditanam pada lahan ini biasanya hanya sejenis, sehingga belum dapat dikatakan sebagai sistem pertanian yang terpadu. Akan tetapi berbeda masalahnya apabila dalam tegal itu ditanam dua atau lebih jenis komoditas ( Soetriono, 2003).

Lapangan produksi ada bermacam-macam, antara lain adalah lahan terbuka yang terdiri dari subsistem sawah, subsistem tegalan, subsistem kebun buah dan sayur. Sawah terdiri dari beberapa macam, antara lain sawah berpengairan teknis, stngah teknis dan tadah hujan. Perbedaan antara sawah dan tegalan adalah pada lahan sawah terdapat pematang sedangkan ditegalan tidak terdapat pematang (Supriyono, 2002). 4. Talun Talun adalah suatu tata guna lahan, dimana vegetasi yang menutupinya didominasi oleh berbagai jenis tumbuhan/tanaman berumur panjang (perennial) dimana strukturnya menyerupai hutan, secara umum ditemui di luar pemukiman dan hanya sedikit yang berada di dalam pemukiman. Talun merupakan subsistem yang memiliki vegetasi yang cukup bervariasi, sehingga tingkat diversitas, stabilitas, dan resiliensinya tinggi (Yanto 2007). Talun yang merupakan gabungan antara tegal dan pekarangan kebanyakan tanaman yang berada pada lahannya tidak terspesifik. Di samping itu, jenis tanaman yang tumbuh di talun tidak ditentukan. Petani hanya menanam komoditasnya, sementara tanaman lain tumbuh dengan sendirinya. Dengan kata lain, pada lahan talun ini tanaman yang ada pada lahannya merupakan tanaman dengan sistem tumpang sari (multiple cropping) (Anonim b, 2006) Talun dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu talun permanen dan talun tidak permanen (talun-kebun). Talun permanen, tidak ditemukan adanya pergiliran tanaman dan pohon-pohonnya rapat dengan kanopi menutupi area, sehingga cahaya yang tembus sedikit dan hanya sedikit tanaman toleran yang ditanam. Talun yang pohonnya jarang, cahaya bisa banyak tembus, sehingga tanaman musiman tumbuh dan dapat ditemukan ditemuakan, talun seperti itu disebut juga Kebun Campuran. Talun tidak permanen, ditemukan adanya pergiliran tanaman, biasanya terdiri dari tiga fase, yaitu kebun, kebun campuran, dan talun sehingga disebut dengan sistem talun-kebun (Yanto, 2008).

Fungsi ekologi talun antara lain adalah memberikan perlindungan terhadap plasma nutfah, sebagai habitat satwa liar seperti jenis burung dan serangga penyerbuk, memberi perlindungan terhadap tanah dari bahaya erosi, dan sebagai penghasil seresah dan humus. Sedangkan fungsi sosial ekonominya antara lain adalah memberikan manfaat ekonomi dari hasil produksinya yang dapat dijual atau yang dapat dimanfaatkan secara langsung seperti kayu bakar, bahan bangunan, dan buah-buahan. Pengolahan tanah: Lahan talun ini benar-benar menggunakan sistem tanam campuran. Karena petani hanya menanam dan membiarkan lahannya dan tidak ada perawatan yang intensif seperti pada tegal (Sri Budiastuti, 2005). Sistem pertanian talun merupakan sistem pertanian yang cukup kompleks, sehingga dapat dikatakan bahwa pengolahan dari sistem pertanian ini merupakan pertanian yang terpadu. Hal ini dikarenakan dalam prosesnya, melibatkan bermacam-macam komoditas yang berbeda, dan biasanya pengolahannya sangat minimal dan hampir dapat dikatakan perawatannya seperti perawatan lahan pekarangan. Interaksi antar komponen biotik dan abiotiknya pun sangat variatif mengingat lahan ini tergolong cukup kompleks. Sistem pertanian ini sering disebut dengan agroforestri (wanatani) yang biasanya terdapat di desa (pengelolaan hutan desa) (Anonim 2000). 5. Pekarangan Pekarangan adalah sebidang tanah yang terletak di sekitar rumah dan umumnya berpagar keliling. Di atas lahan pekarangan tumbuh berbagai ragam tanaman. Bentuk dan pola tanaman pekarangan tidak dapat disamakan, bergantung pada luas tanah, tinggi tempat, iklim, jarak dari kota, jenis tanaman. Pada lahan pekarangan tersebut biasanya dipelihara ikan dalam kolom , dan hewan piaraaan seperti ayam, itik, kambing, domba, kelinci, sapi dan kerbau. Keragaman tumbuhan dan bintang piaraan inilah yang menciptakan pelestarian lingkungan hidup pada pekarangan (Supriyadi, 2003)

Lahan pekarangan beserta isinya merupakan satu kesatuan kehidupan yang saling menguntungkan. Sebagian dari tanaman dimanfaatkan untuk pakan ternak, dan sebagian lagi untuk manusia, sedangkan kotoran ternak digunakan sebagai pupuk kandang untuk menyuburkan tanah pekarnagn. Dengan demikian, hubungan antara tanah, tanaman, hewan piaraan, ikan dan manusia sebagai unit-unit di pekaranagn merupakan satu kesatuan terpadu (Anonim a, 2000) 6. Perkebunan Perkebunan didefenisikan sebagai segala bentuk kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai; termasuk mengolah dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan dan manajemen untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pekebun dan masyarakat. Sistem perkebunan, baik perkebunan rakyat maupun perkebunan besar (estate) yang dulu milik swasta asing dan sekarang kebanyakan perusahaan negara, berkembang karena kebutuhan tanaman ekspor. Dimulai dengan bahan-bahan ekspor seperti karet, kopi, teh dan coklat yang merupakan hasil utama, sampai sekarang sistem perkebunan berkembang dengan manajemen yang industri pertanian (Anonim 2000) Perkebunan dengan pola inti rakyat secara local (PIR) dapat ditanami kopi, karet kelapa sawit. Perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu areal perkebunan yang diindrodusirkepada masyarakat tani local. Kondisi wilayah perkebunan yang bergelombamg diantara perbukitan dengan luas areal 34,09 ha mampu ditanami 38.934 pohon sawit dan berprduksi 35.569 kg sawit. Perkebunan banyak yang produktivitas lahannya rendah dan terjadi erosi. Erosi disebabkan oleh tidak adanya sengkedan, penyiangan bersih dan pembersihan seresah (Yulius Yagung, 2001).

C. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN 1) Hasil Pengamatan a. Subsistem Sawah Topografi Bergelombang 1) Alamat 2) Ketinggian : Desa Popongan, Mbejen, Karanganyar : 687 feet = 209 meter

3) Letak geografis

: LS : 7 36,133 BT : 110 58,745

4) Kelembaban udara Kelembaban tanah 5) pH 6) Luas lahan 7) Topografi 8) Batas

: 58% : 100% :6 : 100m2 : Bergelombang : Utara = Perumahan Timur = Sungai Selatan = Tebu Barat = Tebu

9)

Vegetasi

: Padi : Monokultur/ sistem tunggal : Teratur 10 cm x 10 cm : Pupuk, pestisida dan bibit : Gabah, beras dan jerami : Siklus hara terbuka : Ternaung: 850 FC Tidak ternaung: 4100 FC

10) Pengolahan tanah 11) Jarak tanam 12) Input 13) Output 14) Siklus hara 15) Intensitas Cahaya

Gambar 3.1 Denah tanaman atau pola tanam sawah

U
tebu

vvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvv Rumah penduduk vvvvvvvvv SAWAH vvvvvvvv


vvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvv

sungai

JALAN RAYA

desa

b. Pembahasan Lokasi pengamatan sub sistem sawah dilaksanakan di daerah Dusun Popongan, Desa Mbejen, Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Karanganyar. Tempat ini berada pada 7 36,133 LS dan 110 58,745 BT dengan ketinggian tempat 209 m dpl. Memiliki pH 6 dan tingkat kelembapan udara 58% dan kelembapan tanah 100%. Sawah sawah di daerah ini diolah dengan terasering. Pola tanam yang digunakan adalah monokultur. Sawah harus selalu basah, untuk itu sawah harus selalu tergenang air. Apabila debit air untuk daerah tertentu sangat terbatas, dapat diatasi dengan cara hanya menggenangi sawah pada saat tanaman masih kecil. Yang pasti satu atau dua minggu sebelum panen, padi harus selalu digenangi agar kuningnya merata. Dan pada sawah ini memiliki sistem pengairan ketaon. Pengairan semi seminggu sekali dan sisanya sietem tadah hujan. Input yang diberikan untuk sawah kebanyakan diberi input pupuk anorganik. Outputnya berupa gabah yang akan diolah menjadi beras dan hasil sampingan berupa jerami. Jerami dari padi dapat digunakan sebagai pakan ternak sedangkan akarnya ditinggal untuk kemudian diolah bersama tanah. Yang perlu diperhatikan adalah penggunaan pupuk anorganik yang masih mendominasi di sawah. Hal ini masih

kurang diperhatikan oleh petani. Penggunaan pupuk anorganik yang terus - menerus dapat menyebabkan kerusakan pada ekosistem dan lingkungan di sekitar sawah. Siklus hara yang terjadi adalah siklus hara terbuka. Karena petani memberi pupuk dari anorganik ke tanah kemudian ada proses pengolahan tanah oleh petani. 2) Subsistem Waduk a. Hasil pengamatan 1) Alamat 2) Ketinggian 3) Letak geografis 4) Kelembapan udara 5) Intensitas cahaya 6) Suhu 7) Batas- batas : Waduk Tirtomarto, Karanganyar : 740 feet = 226 Meter : LS : 7 35,290 BT : 110 59,21 : 48% : Ternaung 8250 FC : 42% : Barat : Tegal Selatan : Pemukiman Timur : Pemukiman Utara : Tegal

Gambar 3.2 Denah tanaman atau pola tanam waduk

Tega

b. Pembahasan Waduk yang diamati pada kuliah lapang Agroekosistem terletak di Desa Delingan, Kecamatan Karanganyar. Waduk yang kami kunjungi pada saat itu baru meluap karena terjadi curah hujan tinggi. Sistem pengelolaan waduk kurang baik karena mengandalkan hujan yang datang. Memiliki letak geografis 7 35,290 LS dan 110 59,21 BT. Terletak di ketinggian 226 m dpl. Memiliki kelembapan 48 %. Intensitas cahaya yang tidak ternaung 8250 FC. Jenis tanaman yang terdapat di sekitar waduk adalah Pacing, johar, sukun, kelapa, talas, bambu, nangka, kelapa, pisang, salak, aren, kolang kaling, gliri sidae dan jarak. seharusnya petani di sekitarnya melakukan pengolahan lahan dengan terasering mengingat di atas waduk adalah talun yang rawan erosi ataupun longsor. Akan tetapi, para petani tidak melakukannya, melainkan menggunakan cara alami yaitu dengan cara menanam bambu di sekitar waduk. Akar bambu dapat mencengkeram tanah dan menahan erosi.

3) Subsistem Tegal

a. Hasil pengamatan 1) Alamat 2) Ketinggian 3) Letak geografis : Desa Butuh, Mojosongo, boyolali : 1048 feet = 319 meter : LS : 7 34,489 BT : 111 00,260 4) Kelembaban udara 5) Kelembaban tanah 6) pH pinggir pH tengah 7) Luas lahan 8) Kemiringan 9) Batas : 65% : 66% :6 :4 : 100m2 : 10% : Utara = Rumah warga Selatan = Lahan tebu Timur = Jalan raya Barat = Talun 10) Vegetasi 11) Pengolahan tanah 12) Jarak tanam 13) Input 14) Output 15) Siklus hara 16) Intensitas Cahaya : Padi, jagung, tebu, dan kacang : Monokultur/ sistem tunggal : Teratur 10 cm x 10 cm : Pupuk dan pestisida : Kacang-kacangan dan jagung : Siklus hara tertutup : Ternaung: 480 FC Tidak ternaung: 1760 FC

Gambar 3.3 denah tanaman atau pola tanam tegal

sum ur

Kacang tanah

Jagung

Ketela pohon

b. Pembahasan Lokasi pengamatan tegal dilakukan di desa Butuh, Mojosongo, Boyolali. Tegal hampir sama dengan pekarangan namun letaknya jauh dari rumah penduduk. Lahan ini berada pada ketinggian antara 319 m dpl serta memiliki letak geografis 7 34,489 LS dan 111 00,260 BT dan topografi sangat miring. Intensitas cahaya untuk daerah ternaungi adalah 480 FC dan untuk daerah tidak ternaungi adalah 1760 FC. Memliki pH pinggir 4,2 dan pH tengah 4. Lahan ini juga memiliki kelembapan udara 65 % dan kelembapan tanah 66%. Tegal ini merupakan lahan kering yang pengairannya tergantung pada air hujan ( tadah hujan ). Pengelolaan tanahnya berupa guletan, bedengan. Pola tanamnya campuran namun teratur. Pada lahan yang tanahnya biasanya ditanami tanaman semusim berupa palawija seperti singkong dan ketela pohon. Dan sebagai tanaman pembatas, tedapat rumput gajah dan pohon petai. Rumput gajah dapat digunakan untuk pakan ternak sapi, yang nantinya kotoran sapi tersebut dapat digunakan sebagai pupuk kandang. Menjelang musim hujan pupuk kandang

ditaburkan pada saat pengolahan tanah. Untuk pupuk anorganik diberikan pada saat tanaman sudah agak dewasa dan bisa juga tergantung pemilik tegal. Siklus hara yang terjadi lebih cenderung ke arah Tertutup. Perbedaan tegal dan pekarangan selain dari jaraknya dari rumah pemiliknya juga terletak pada pemanfaatan output. Pada tegal hasilnya dijual, karena pada umumnya tegal lebih luas daripada pekarangan. Sedangkan pada pekarangan hasilnya lebih variatif dan digunakan untuk kebutuhan sehari hari. Karena pada pada tegalan ini hanya menanam dua tanaman saja,sehingga diversitas, stabilitas dan resiliensi nya rendah. 4) Talun a. Hasil Pengamatan 1) 2) 3) Alamat Ketinggian Letak geografis : Karangduwet, Karanganyar : 1040 feet = 319 meter : LS : 7 34,543 BT : 111 0,275 4) 5) 6) 7) 8) 9) Kelembaban udara Kelembaban tanah pH luar pH dalam Luas lahan Kemiringan Batas : 62% : 65% : 4,2 :4 : 100m2 : 15% : Utara = Rumah warga Selatan = Rumah warga Timur = Jalan raya Barat = Tegal 10) Vegetasi 11) Pengolahan tanah 12) Jarak tanam 13) Input : Padi, ketela, dan kacang : Tumpang sari : Teratur 10 cm x 10 cm : Pupuk dan pestisida

14)

Output Kacang-kacangan, jagung, singkong

15) Siklus hara 16) Intensitas Cahaya

: Siklus hara tertutup : Ternaung: 720 FC Tidak ternaung: 2600 FC

Gambar 3.4 denah tanaman atau pola tanam talun

Kacang tanah

Pisang Jagung

b. Pembahasan Pengamtan sub sistem talun dilaksanakan di Karangduwet, Karanganyar. Berdasarkan keterangan hasil pengukuran dari GPS, diketahui bahwa lokasi pengamatan berada pada ketinggian 317 m dpl serta memiliki letak geografis yang berada pada 7 34,543 LS dan 111 0,275 BT dan topografi sangat miring. Talun ini mempunyai tingkat kemiringan 15 % topografi sangat miring. Selain hal tersebut, dari hasil pengukuran intensitas cahaya diketahui untuk tempat ternaungi adalah 720 footcandle dan tidak ternaungi 2600 footcandle. Talun ini merupakan lahan kering, apabila musim hujan tanaman

banyak sehingga talun akan terlihat hijau, namun pada musim kering talun terlihat tidak sehijau pada musim hujan. Usaha yang dilakukan petani untuk mengkonservasi lahannya dengan cara membuat talunnya berupa pola tanam campuran. Selain itu, pencegahan erosi juga dilakukan dengan cara menanam pohon jati di batas batas teraseringnya. Tanaman yang terdapat di talun ini adalah tahunan seperti Albisia (sengon laut), suren, nangka, petai, pohon waru, dan palawia seperti jagung.Jarak tanam yang diterapkan cukup teratur meskipun agak tidak rapi. Pada petak ketela dan kacang tanah terdapat tanaman pembatas berupa jati dan tanaman tahunan lainnya. Dan disekelilingnya terdapat pohon waru, nangka, dan suren.. Input yang diberikan kepada talun berupa pupuk, sedikit pupuk anorganik berupa urea dan banyak pupuk organik. Pupuk anorganik berasal dari daun yang rontok yang dibiarkan begitu saja sehingga bisa menjadi pupuk bagi tanaman, sedangkan hijauan dari tanaman waru digunakan sebagai pakan ternak yang kemudian kotoran hewan tersebut digunakan sebagai pupuk. Sehingga yang terjadi adalah daur hara tertutup karena hasil yang ditanam pada akhirnya juga dikembalikan lagi ke tanah yang sama. Output yang dihasilkan dari lahan berupa jagung, nangka, dan singkong. Begitu dengan jati yang dapat digunakan untuk bahan pintu dan kusen yang memiliki kualitas kayu yang lebih baik. Talun memiliki pola tanam yang memilki vegetasi yang cukup bervariasi, sehingga tingkat stabilitas, diversitas dan resiliensinya tinggi.

5) Subsistem Pekarangan a. Hasil pengamatan 1) 2) 3) Alamat Ketinggian Letak geografis : Desa Delingan, Karanganyar : 700 feet = 213 Meter : LS : 7 35,302 BT : 11059,21 4) 5) 6) 7) 8) 9) Kelembaban udara Kelembaban tanah pH pinggir pH tengah Luas lahan Kemiringan Batas : 56% : 100% : 4,6 : 4,8 : 100m2 : 5% : Utara = Rumah warga Selatan = Rumah warga Timur = Jalan desa Barat = Pekarangan warga 10) Vegetasi 11) Pengolahan tanah 12) Jarak tanam 13) Input 14) Output 15) Siklus hara 16) Intensitas Cahaya : Rambutan, ketela, dan kacang : Tumpang sari : Teratur 10 cm x 10 cm : Pupuk : Kacang, Nangka, Rambutan : Siklus hara tertutup : Ternaung: 3700 FC Tidak ternaung: 13000FC

Gambar 3.5 Denah tanaman atau pola tanam pekarangan U


Pekarangan warga Kacang tanah Pemuki man Pendud uk

~~~~~~~~ ~~~~~~~~ Rumah ~~~~~~~~ penduduk ~~~~~~~~ ~~~~~~~~


Jalan desa b. Pembahasan

pohon

Pengamatan sub sistem pekarangan dilakukan di desa Delingan, Karanganyar. Ketinggian pekarangan terletak pada ketinggian 213 m dpl serta memiliki letak geografis 7 35,302 LS dan 110 59,21 BT. Intensitas cahaya untuk tempat yang ternaungi adalah 3700 footcandle dan untuk tempat yang tidak ternaungi adalah 13000 footcandle. Lahan ini kemiringanya 5% karena memang letaknya di sekitar / di belakang rumah. Memiliki pH yang pinggir 4,6 dan yang tengah adalah 4,8. Pekarangan ini tidak mempunyai sistem pengolahan tanah (zero tillage) dan tidak mempunyai sistem pola tanam, lubuk hidup yang setiap saat dapat dipanen. Dan tidak memiliki jarak tanam (rapat). Tanaman tanaman yang ada antara lain : pisang, melinjo, kelapa, nangka, mangga, durian, pohon kenanga, kantil, pepaya, serai, jati, petai, bunga daun salam, kopi, sukun dan lain-lain. Siklus hara yang terjadi adalah siklik atau tertutup. Tanaman dengan akar yang dalam akan mengambil hara kemudian diangkut ke atas permukaan sehingga dapat dimanfaatkan juga oleh tanaman yang akarnya tidak terlalu dalam.

Hama yang menyerang pada lahan ini adalah kebanyakan kutu putih yang dapat menyebabkan kerusakan pada pohon pepaya. Output yang dihasilkan dari lahan tersebut dikonsumsi sendiri. Pengelolaan pada subsistem ini cukup intensif. Karena memiliki banyak jenis vegetasi, sehingga tingkat diversitas, stabilitas dan resiliensi nya tinggi. Jika satu tanaman terkena hama panyakit, kecil kemungkinan untuk menyebar dan mengenai tanaman lainnya karena setiap tumbuhan memiliki tingkat kekebalan terhadap hama berbeda. 6) Subsistem Perkebunan a. Hasil Pengamatan 1) 2) 3) Alamat Ketinggian Letak geografis : Batu Jamus, Karanganyar : 1202 feet = 336 Meter : LS : 7 33,411 BT : 1112,336 4) 5) 6) 7) Kelembaban udara Luas lahan Kemiringan Batas : 63% : 100m2 : 10% : Utara = Jalan raya Selatan = Rumah warga Timur = Lahan Karet Barat = Pemukiman warga 8) 9) Vegetasi Pengolahan tanah : Karet : Monokultur : Teratur 10 cm x 10 cm : Pupuk dan bibit : Getah karet : Siklus hara tertutup dan terbuka : Ternaung: 140 FC (Mendung)

10) Jarak tanam 11) Input 12) Output 13) Siklus hara 14) Intensitas Cahaya

Gambar 3.6 denah tanam atau pola tanaman perkebunan U

Perkebunan karet

Jalan

Rumah penduduk

b. Pembahasan Lokasi pengamatan sub sistem perkebunan berada di daerah perkebunan karet di batu jamus Kabupaten Karanganyar. Ketinggian tempat 336 m dpl dan terletak pada 7 33,411 LS dan 111 2,336 BT, dan memiliki intensitas cahaya 140 footcandle. Lahan ini memiliki tingkat kemiringan 10 % ( sangat curam ). Pengolahan tanah yang dilakukan di perkebunan karet batu jamus menggunakan pola tanam monokultur. Artinya, lahan ini hanya ditanami oleh satu jenis tanaman saja ( karet ). Dan pengolahannya tergolong maximum karena dapat menghasilkan outpout yang baik dan menguntungkan.

Daftar Pustaka

Anonim. 2000. Komponen Agroekosistem. http://www.toodoc.com. Diakses pada tanggal 15 Desember 2010. Anonim. 2001.Subsistem Pertanian. http://www.toodoc.com. Diakses pada tanggal 15 Desember 2010. Anonim. 2002.Berbagai Komponen Pertanian. http://www.toodoc.com. Diakses pada tanggal 15 Desember 2010. Anonim a. 2000. http://id.wikipedia.org/wiki/sawah.htm. Diakses pada tanggal 17 Desember 2010. Anonim a. 2002. http://id.wikipedia.org/wiki/sawah.htm. Diakses pada tanggal 17 Desember 2010. Anonim b. 2004. http://www.pdfsearchengine.org. Diakses pada tanggal 17 Desember 2010. Anonim b. 2006. http://www.pdfsearchengine.org. Diakses pada tanggal 17 Desember 2010. Kurnia. 2004. Lahan Pertanian Indonesia. Jakarta. Sarwono Hardjowigeno. 2005. Subsistem Pertanian Berkelanjutan. Jakarta. Soetriono. 2003. Berbagai Subsistem Memiliki Manfaat. Surabaya. Budiastuti, Sri. Pengantar Agroekosistem. 2000. Jakarta Supriyadi. 2003. Pengaruh Ekosistem Pertanian. Jakarta Supriyono. 2002. Pengantar Ilmu Pertanian. Surakarta : UNS Press. Yanto. 2007. Analisis Agroekosistem 1. http://www.docstoc.com/does. Diakses pada tanggal 18 Desember 2009. Yanto. 2008. Analisis Agroekosistem 2. http://www.docstoc.com/does. Diakses pada tanggal 18 Desember 2009.

Anda mungkin juga menyukai