Anda di halaman 1dari 28

BAB 1 PENDAHULUAN Kejang berkaitan dengan demam merupakan masalah pediatrik yang umum terjadi.

Kejang merupakan gangguan neurologis yang lazim pada kelompok umur pediatri dan terjadi dengan frekuensi 4-6 kasus/1000 anak. Kejang merupakan suatu serangan mendadak yang dapat nampak sebagai gangguan atau kehilangan kesadaran, aktifitas motorik abnormal, kelainan perilaku, gangguan sensoris, atau disfungsi outonom. Beberapa kejang ditandai oleh gerakan abnormal tanpa kehilangan atau gangguan kesadaran. Kebanyakan kejang pada anak-anak disebabkan oleh gangguan somatik yang berasal dari luar otak seperti demam tinggi, infeksi, pingsan, trauma kepala, hipoksia, toksin, atau aritmia jantung. Keadaan lain seperti gangguan pernafasan dan refluks gastroesofageal juga dapat menyebabkan kondisi yang menstimulasi terjadinya kejang. 1 Membedakan kejang demam dari kejang simtomatik akut akibat dari infeksi sistem saraf pusat (SSP) ataupun kejang yang dipacu demam pada anak dengan epilepsi merupakan hal yang esensial. Sindrom kejang demam didefinisikan sebagai kejang yang berkaitan dengan demam tanpa adanya infeksi sistem saraf pusat atau ketidakseimbangan elektrolit akut pada anak.1 Berdasarkan definisi konferensi National Institutes of Health Consensus tahun 1980, kejang demam merupakan suatu keadaan pada bayi atau anak, biasanya antara 3 bulan dan 5 tahun, berkaitan dengan demam tetapi tanpa bukti infeksi atau penyebab yang pasti pada intrakranial. Kejang disertai demam pada anak yang menderita kejang nonfebril sebelumnya dieksklusi. Definisi ini juga yang dipakai acuan dalam mendefinisikan kejang demam oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) tahun 2006. 2 Kejang demam telah banyak dibahas pada literatur medis sejak zaman Hippocrates, tetapi tidak dikenali hingga abad pertengahan bahwa kejang demam merupakan sindrom yang berbeda dengan epilepsi. Klasifikasi awal yang diperkenalkan oleh Livingstone membagi kejang demam menjadi kejang demam sederhana dan epilepsi yang dipicu demam. Definisi ini tidak digunakan lagi karena melalui studi epidemiologi prospektif dijelaskan bahwa tidak terdapat

risiko untuk timbulnya epilepsi atau kejang afebril rekuren oleh karena kejang yang dipicu demam. Saat ini, kejang demam dibagi menjadi 2 subgrup yaitu kejang demam sederhana, yang berlangsung <15 menit dan pada seluruh tubuh, serta kejang demam kompleks, yang berlangsung lama, multipel dalam 24 jam, atau bersifat fokal.2 Prevalensi kejang demam ialah antara 3-8% anak dengan usia hingga 7 tahun. Variasi dari prevalensi berkaitan dengan perbedaan definisi kasus, metode penelitian yang digunakan, variasi geografi, dan faktor kultural.
2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. 3 Dari definisi tersebut, terdapat penjelasan dari definisi kejang demam sebagai berikut. Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan 5 tahun. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi susunan saraf pusat, atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam. 3 2.2 Epidemiologi Kejang demam terjadi pada sekitar 2-4% anak di Amerika Serikat, Amerika Selatan, dan Eropa Barat. Dilaporkan bahwa pada negara-negara Asia kasus kejang demam lebih sering terjadi. Beberapa studi prospektif besar mendapatkan bahwa pada sekitar 20% kasus, kejang demam pertama merupakan kejang demam kompleks. Usia paling sering awitan dari kejang demam ialah pada tahun kedua kehidupan. Kejang demam dilaporkan sedikit lebih sering pada laki-laki. Hal tersebut disebabkan karena pada wanita didapatkan maturasi serebral yang lebih cepat dibandingkan laki-laki. 2 Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6 bulan sampai 4 tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah menderita kejang demam. 4 Setelah kejang demam pertama kali, sekitar 33% anak akan mengalami rekurensi sebanyak satu kali atau lebih. Makin muda usia kejang demam pertama terjadi, lebih besar kemungkinan mengalami rekurensi. Semua rekurensi (75%)

terjadi dalam 1 tahun. Studi terbaru menunjukkan peningkatan risiko rekurensi berkaitan dengan durasi demam yang yang lebih pendek sebelum serangan kejang terjadi dan suhu yang lebih rendah. 2 Meskipun dilaporkan bahwa kejang demam mendahului 15% epilepsi dengan awitan pada anak, karena kejang demam lebih umum terjadi daripada epilepsi pada anak, kurang dari 5% anak dengan kejang demam secara aktual mengalami epilepsi. Kecepatan epilepsi cenderung lebih tinggi pada populasi yang menderita kejang demam dari sumber yang diseleksi seperti dari rumah sakit atau rujukan spesialis. 2 Anak dengan kejang demam sederhana tidak memiliki peningkatan risiko mortalitas. Namun, pada kejang demam kompleks, yang terjadi sebelum usia 1 tahun atau dipicu oleh suhu tubuh <39 0C, berkaitan dengan peningkatan angka mortalitas 2 kali setelah terjadinya serangan kejang. Anak dengan kejang demam memiliki sedikit peningkatan insiden epilepsi dibandingkan dengan populasi umum. Faktor risiko terjadinya epilepsi termasuk kejang demam kompleks, riwayat keluarga epilepsi atau abnormalitas neurologik, dan perlambatan perkembangan. Pasien dengan 2 faktor risiko memiliki kemungkinan 10% mengalami kejang afebril. 5 2.3 Etiologi Etiologi dan patogenesis kejang demam sampai saat ini belum diketahui, akan tetapi umur anak, tinggi dan cepatnya suhu meningkat mempengaruhi terjadinya kejang. Faktor hereditas juga mempunyai peran yaitu 8-22% anak yang mengalami kejang demam mempunyai orang tua dengan riwayat kejang demam pasa masa kecilnya. 4, 6 Semua jenis infeksi bersumber di luar susunan saraf pusat yang menimbulkan demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling sering menimbulkan kejang demam adalah infeksi saluran pernafasan atas terutama tonsillitis dan faringitis, otitis media akut (cairan telinga yang tidak segera dibersihkan akan merembes ke saraf di kepala pada otak akan menyebabkan kejang demam), gastroenteritis akut, exantema subitum dan infeksi

saluran kemih. Selain itu, imunisasi DPT (pertusis) dan campak (morbili) juga dapat menyebabkan kejang demam. 1,2,5 2.4 Patofisiologi Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.7,8 Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh : Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan neurotransmitter dan terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia,

hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat. 7,8 Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seorang anak. Ada anak yang ambang kejangnya rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38 derajat celcius, sedangkan pada anak dengan ambang kejang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40 derajat celcius. 2.5 Klasifikasi Menurut Ikatan Dokter anak Indonesia (IDAI) tahun 2004, kejang demam dapat dibagi menjadi dua tipe anatar lain sebagai berikut.3 1. Kejang Demam Sederhana (Simple Febrile Seizure), atau KDS 2. Kejang Demam Kompleks (Complex febrile seizure), atau KDK Kejang Demam Sederhana atau disebut juga dengan simple febrile seizure atau KDS adalah kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang demam. 3 Kejang Demam Kompleks atau complex febrile seizure atau KDK adalah kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini. 3 Kejang lama > 15 menit Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam. 3 Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang didahului kejang parsial. 3

Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, di antara 2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% di antara anak yang mengalami kejang demam. 3 Menurut Livingstone (1970), membagi kejang demam menjadi dua : 2,9 1 . Kejang demam sederhana Umur anak ketika kejang antara 6 bulan & 4 tahun Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tak lebih dari 15 menit Kejang bersifat umum, frekuensi kejang bangkitan dalam 1 th tidak > 4 kali Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) yang dibuat sedikitnya seminggu sesudah suhu normal tidak menunjukkan kelainan 2 . Epilepsi yang diprovokasi demam sebagai berikut. 1 . Kejang demam kompleks Umur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun Kejang berlangsung lebih dari 15 menit Kejang bersifat fokal/multipel Didapatkan kelainan neurologis EEG abnormal Frekuensi kejang lebih dari 3 kali / tahun Temperatur kurang dari 390C Kejang lama dan bersifat lokal Umur lebih dari 6 tahun Frekuensi serangan lebih dari 4 kali / tahun EEG setelah tidak demam abnormal

Dikutip dari bagian saraf anak FK-UI terdapat tiga jenis kejang demam

2. Kejang demam sederhana Kejadiannya antara umur 6 bulan sampai dengan 5 tahun

Serangan kejang kurang dari 15 menit atau singkat Kejang bersifat umum (tonik/klonik) Tidak didapatkan kelainan neurologis sebelum dan sesudah kejang Frekuensi kejang kurang dari 3 kali / tahun Temperatur lebih dari 39 0C

3. Kejang demam berulang Kejang demam timbul pada lebih dari satu episode demam

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kejang demam berulang antara lain: 1,3 1. Usia < 15 bulan saat kejang demam pertama 2. Riwayat kejang demam dalam keluarga 3. Kejang demam terjadi segera setelah mulai demam atau saat suhu sudah relatif normal 4. Riwayat demam yang sering 5. Kejang pertama adalah kejang demam kompleks Perbedaan kejang demam dengan epilepsi yaitu pada epilepsi, tidak disertai demam. Epilepsi terjadi karena adanya gangguan keseimbangan kimiawi sel-sel otak yang mencetuskan muatan listrik berlebihan di otak secara tiba-tiba. Penderita epilepsi adalah seseorang yang mempunyai bawaan ambang rangsang rendah terhadap cetusan tersebut. Cetusan bisa di beberapa bagian otak dan gejalanya beraneka ragam. Serangan epilepsi sering terjadi pada saat ia mengalami stres, jiwanya tertekan, sangat capai, atau adakalanya karena terkena sinar lampu yang tajam. 2.6 Manifestasi Klinis Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat, otitis media akuta, bronkitis, furunkulosis dan lain-lain. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Namun anak akan 8

terbangun dan sadar kembali setelah beberapa detik atau menit tanpa adanya kelainan neurologik. 2,5 Gejala yang timbul saat anak mengalami kejang demam antara lain : anak mengalami demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang terjadi secara tiba-tiba), kejang tonik-klonik atau grand mal, pingsan yang berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir selalu terjadi pada anak-anak yang mengalami kejang demam). Kejang dapat dimulai dengan kontraksi yang tiba-tiba pada otot kedua sisi tubuh anak. Kontraksi pada umumnya terjadi pada otot wajah, badan, tangan dan kaki. Anak dapat menangis atau merintih akibat kekuatan kontaksi otot. Anak akan jatuh apabila dalam keadaan berdiri. 2,5 Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya berlangsung selama 10-20 detik), gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya berlangsung selama 1-2 menit), lidah atau pipinya tergigit, gigi atau rahangnya terkatup rapat, inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau tinja diluar kesadarannya), gangguan pernafasan, apneu (henti nafas), dan kulitnya kebiruan. 2,5 Saat kejang, anak akan mengalami berbagai macam gejala seperti : 1. Anak hilang kesadaran 2. Tangan dan kaki kaku atau tersentak-sentak 3. Sulit bernapas 4. Busa di mulut 5. Wajah dan kulit menjadi pucat atau kebiruan 6. Mata berputar-putar, sehingga hanya putih mata yang terlihat. 2.7 Diagnosis Diagnosis kejang demam hanya dapat ditegakkan dengan menyingkirkan penyakit-penyakit lain yang dapat menyebabkan kejang, di antaranya: infeksi susunan saraf pusat, perubahan akut pada keseimbangan homeostasis, air dan elektrolit dan adanya lesi structural pada sistem saraf, misalnya epilepsi. Diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang yang menyeluruh untuk menegakkan diagnosis ini.1,3,5,6 Anamnesis5,6

waktu terjadi kejang, durasi, frekuensi, interval antara 2 serangan kejang sifat kejang (fokal atau umum) Bentuk kejang (tonik, klonik, tonik-klonik) Kesadaran sebelum dan sesudah kejang (menyingkirkan diagnosis meningoensefalitis) Riwayat demam ( sejak kapan, timbul mendadak atau perlahan, menetap atau naik turun) Menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (ISPA, OMA, GE) Riwayat kejang sebelumnya (kejang disertai demam maupun tidak disertai demam atau epilepsi) Riwayat gangguan neurologis (menyingkirkan diagnosis epilepsi) Riwayat keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan Trauma kepala

Pemeriksaan fisik5,6 Tanda vital terutama suhu Manifestasi kejang yang terjadi, misal : pada kejang multifokal yang berpindah-pindah atau kejang tonik, yang biasanya menunjukkan adanya kelainan struktur otak. Kesadaran tiba-tiba menurun sampai koma dan berlanjut dengan hipoventilasi, henti nafas, kejang tonik, posisi deserebrasi, reaksi pupil terhadap cahaya negatif, dan terdapatnya kuadriparesis flasid mencurigakan terjadinya perdarahan intraventikular. Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau mulase kepala berlebihan yang disebabkan oleh trauma. Ubun ubun besar yang tegang dan membenjol menunjukkan adanya peninggian tekanan intrakranial yang dapat disebabkan oleh pendarahan subaraknoid atau subdural. Pada bayi yang lahir dengan kesadaran menurun, perlu dicari luka atau bekas tusukan janin dikepala atau fontanel enterior yang disebabkan karena kesalahan penyuntikan obat anestesi pada ibu.

10

Pemeriksaan umum penting dilakukan misalnya mencari adanya sianosis dan bising jantung, yang dapat membantu diagnosis iskemia otak. Pemeriksaan tanda-tanda infeksi di luar SSP untuk menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (ISPA, OMA, GE) Pemeriksaan refleks patologis Pemeriksaan tanda rangsang meningeal (menyingkirkan diagnosis meningoensefalitis)

Pemeriksaan laboratorium1,3,5 Darah tepi lengkap mencari penyebab demam Elektrolit, glukosa darah menyingkirkan diare, muntah, hal lain yang dapat mengganggu keseimbangan elektrolit atau gula darah. Pemeriksaan fungsi hati dan ginjal mencari gangguan metabolisme Kadar TNF alfa, IL-1 alfa & IL-6 pada CSS meningkat pada ensefalitis akut/ensefalopati.

Pemeriksaan penunjang1,2,3,5 Lumbal Pungsi curiga meningitis, umur kurang dari 12 bulan diharuskan dan umur di antara 12-18 bulan dianjurkan. EEG tidak dapat mengidentifikasi kelainan yang spesifik maupun memprediksi terjadinya kejang yang berulang, tapi dapat dipertimbangkan pada KDK CT-scan atau MRI tidak dilakukan pada KDS yang terjadi pertama kali, akan tetapi dapat dipertimbangkan untuk pasien yang mengalami KDK untuk menentukan kelainan struktural berupa kompleks tunggal atau multipel.

2.8 Diagnosis Banding Menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang, harus dipikirkan apakah penyebab kejang itu di dalam atau diluar susunan saraf pusat. Kelainan di dalam otak biasanya karena infeksi, misalnya meningitis, ensefalitis, abses otak, dan lain-lain. Oleh sebab itu perlu waspada untuk menyingkirkan dahulu apakah ada kelainan organis di otak. 2,5 11

Menegakkan diagnosa meningitis tidak selalu mudah terutama pada bayi dan anak yang masih muda. Pada kelompok ini gejala meningitis sering tidak khas dan gangguan neurologisnya kurang nyata. Oleh karena itu agar tidak terjadi kekhilafan yang berakibat fatal harus dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinal yang umumnya diambil melalui pungsi lumbal. Baru setelah itu dipikirkan apakah kejang demam ini tergolong dalam kejang demam kompleks atau epilepsi yang dprovokasi oleh demam. Table 2.1. Diagnosa Banding Kejang Demam No. 1. 2. 3. 4. Kriteria banding Demam Kelainan otak Kejang berulang Penurunan kesadaran Kejang demam Pencetusnya demam (-) (+) (+) Epilepsi Tidak Meningitis ensefalitis berkaitan Salah satu

dengan demam (+) (+) (-)

gejalanya demam (+) (+) (+)

2.9

Penatalaksanaan

Dalam penanggulangan kejang demam ada 6 faktor yang perlu dikerjakan, yaitu sebagai berikut. 2,3,4,5,7 1. Mengatasi kejang secepat mungkin 2. Pengobatan penunjang 3. Memberikan pengobatan rumat 4. Mencari dan mengobati penyebab 5. Mencegah terjadinya kejang dengan cara anak jangan sampai panas 6. Pengobatan akut 1. Penatalaksanaan saat Kejang 2,7 Pemberian diazepam rektal pada saat kejang sangat efektif dalam menghentikan kejang. Diazepam rektal dapat diberikan di rumah. Dosis diazepam rektal adalah : Dosis 5 mg untuk anak di bawah 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak di atas usia 3 tahun, atau 12

Dosis 5 mg untuk berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg, atau 0,5 - 0,75 mg/kg BB/kali

Di rumah, maksimum diberikan 2 kali berturutan dengan jarak 5 menit. Hatihati dengan depresi pernafasan. Bila 2 kali dengan diazepam rektal masih kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Dan disini dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu lebih dari 2 menit, dengan dosis maksimal 20 mg. Bila kejang berhenti sebelum dosis habis, hentikan penyuntikan. Diazepam dapat diberikan 2 kali dengan jarak 5 menit bila anak masih kejang. Diazepam jangan diberikan secara intramuskular karena tidak diabsorbsi dengan baik. Bila tetap masih kejang, berikan fenitoin intravena dengan dosis awal 10-20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, yaitu 12 jam setelah dosis awal. Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif. Berikan pentobarbital dan pasang ventilator bila perlu. Bila kejang sudah berhenti dengan diazepam dapat diberikan antikonvulsan long acting (phenobarbital) jika ada faktor resiko: kejang lama, kejang fokal/parsial, adanya kelainan neurologis yang nyata, kejang multiple >2 kali, riwayat epilepsi keluarga. Dosis phenobarbital, loading dose intramuskular dengan dosis pada neonates 30 mg, bayi 50 mg, >1 tahun 75 mg, dilanjutkan 12 jam kemudian dengan phenobarbital oral 8-10mg/kgBB/hari dibagi dua dosis (selama 2 hari) selanjutnya 3-5mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis. 2. Pengobatan Penunjang 2,4,5 Pengobatan penunjang dapat dilakukan dengan memonitor jalan nafas, pernafasan, sirkulasi dan memberikan pengobatan yang sesuai. Sebaiknya semua pakaian ketat dibuka, posisi kepala dimiringkan untuk mencegah aspirasi lambung. Penting sekali mengusahakan jalan nafas yang bebas agar oksigenasi terjamin, kalau perlu dilakukan intubasi atau trakeostomi. Pengisapan lendir dilakukan secara teratur dan pengobatan ditambah dengan pemberian oksigen. Cairan intavena sebaiknya diberikan dan dimonitor sekiranya terdapat kelainan

13

metabolik atau elektrolit. Fungsi vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah, pernafasan dan fungsi jantung diawasi secara ketat. Pada demam, pembuluh darah besar akan mengalami vasodilatasi, sedangkan pembuluh darah perifer akan mengalami vasokontrisksi. Kompres es dan alkohol tidak lagi digunakan karena pembuluh darah perifer bisa mengalami vasokontriksi yang berlebihan sehingga menyebabkan proses penguapan panas dari tubuh pasien menjadi lebih terganggu. Kompres hangat juga tidak digunakan karena walaupun bisa menyebabkan vasodilatasi pada pembuluh darah perifer, tetapi sepanjang waktu anak dikompres, dirasakan tubuh menjadi semakin panas, anak menjadi semakin rewel dan gelisah. Menurut penelitian, apabila suhu penderita tinggi (hiperpireksi), diberikan kompres air biasa. Dengan ini, proses penguapan bisa terjadi dan suhu tubuh akan menurun perlahan-lahan. Bila penderita dalam keadaan kejang obat pilihan utama adalah diazepam yang diberikan secara per rektal, disamping cara pemberian yang mudah, sederhana dan efektif telah dibuktikan keampuhannya. Hal ini dapat dilakukan oleh orang tua atau tenaga lain yang mengetahui dosisnya. Dosis tergantung dari berat badan, yaitu berat badan kurang dari 10 kg diberikan 5 mg dan berat badan lebih dari 10 kg rata-rata pemakaiannya 0,4-0,6 mg/KgBB. Kemasan terdiri atas 5 mg dan 10 mg dalam rectiol. Bila kejang tidak berhenti dengan dosis pertama, dapat diberikan lagi setelah 15 menit dengan dosis yang sama. Untuk mencegah terjadinya udem otak diberikan kortikosteroid yaitu dengan dosis 20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Golongan glukokortikoid seperti deksametason diberikan 0,5-1 ampul setiap 6 jam sampai keadaan membaik. 3. Pengobatan rumat/pencegahan/profilaksis 1,3,7 Pengobatan rumatan diberikan jika: 1. Kejang lama > 15 menit 2. Ada kelainan neurologis nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental, hidrosefalus. 3. Kejang fokal

14

Dipertimbangkan jika : 1. Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam 2. Terjadi pada bayi < 12 bulan 3. Kejang demam 4 kali/tahun Pengobatan rumatan mulai diberikan setelah kejang diatasi, pasien dikirim ke rumah sakit untuk memperoleh perawatan lebih lanjut. Profilaksis Intermiten Untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari, penderita kejang demam diberikan obat campuran anti konvulsan dan antipiretika yang harus diberikan kepada anak selama episode demam. Antipiretik yang diberikan adalah paracetamol dengan dosis 10-15mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari (tidak > 5 kali sehari) atau ibuprofen dengan dosis 5-10mg/kg/kali, 3-4 kali sehari. Asam asetil salisilat tidak dianjurkan terutama pada usia < 18 bulan karena risiko sindrom Reye. Antikonvulsan yang ampuh dan banyak dipergunakan untuk mencegah terulangnya kejang demam ialah diazepam. Diazepam oral 0,3 mg/kgBB tiap 8 jam saat demam menurunkan risiko berulangnya kejang demam pada 30% - 60 % kasus, begitu pula diazepam rektal 0,5 mg/kgBB setiap 8 jam pada suhu > 38.5C. Profilaksis intermitten ini sebaiknya diberikan sampai kemungkinan anak untuk menderita kejang demam sedehana sangat kecil yaitu sampai sekitar umur 4 tahun. Fenobarbital, karbamazepin dan fenition pada saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam. Profilaksis Jangka Panjang Profilaksis jangka panjang gunanya untuk menjamin terdapatnya dosis teurapetik yang stabil dan cukup di dalam darah penderita untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari. Lama pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang; kemudian dihentikan bertahap dalam 1-2 bulan. Obat yang dipakai untuk profilaksis jangka panjang ialah: 1. Fenobarbital Dosis 4-5 mg/kgBB/hari. Efek samping dari pemakaian fenobarbital jangka panjang ialah perubahan sifat anak menjadi hiperaktif, perubahan siklus tidur dan kadang-kadang gangguan kognitif atau fungsi luhur.

15

2. Sodium valproat / asam valproat Dosisnya ialah 20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Namun, obat ini harganya jauh lebih mahal dibandingkan dengan fenobarbital dan gejala toksik berupa rasa mual, kerusakan hepar, pankreatitis. 3. Fenitoin Diberikan pada anak yang sebelumnya sudah menunjukkan gangguan sifat berupa hiperaktif sebagai pengganti fenobarbital. Hasilnya tidak atau kurang memuaskan. Pemberian antikonvulsan pada profilaksis jangka panjang ini dilanjutkan sekurang-kurangnya 3 tahun seperti mengobati epilepsi. Menghentikan pemberian antikonvulsi kelak harus perlahanlahan dengan jalan mengurangi dosis selama 3 atau 6 bulan. 4. Mencari dan Mengobati Penyebab Penyebab dari kejang demam baik sederhana maupun kompleks biasanya infeksi traktus respiratorius bagian atas dan otitis media akut. Pemberian antibiotik yang tepat dan kuat perlu untuk mengobati infeksi tersebut. Secara akademis pada anak dengan kejang demam yang datang untuk pertama kali sebaiknya dikerjakan pemeriksaan pungsi lumbal. Hal ini perlu untuk menyingkirkan faktor infeksi di dalam otak misalnya meningitis. Apabila menghadapi penderita dengan kejang lama, pemeriksaan yang intensif perlu dilakukan, yaitu pemeriksaan pungsi lumbal, darah lengkap, misalnya gula darah, kalium, magnesium, kalsium, natrium, nitrogen, dan faal hati. Bagan Penghentian Kejang Demam KEJANG 1. Diazepam rektal 5-10mg/rektal Berat badan <10 kg : 5 mg Berat badan > 10 kg : 10 mg 2x dengan jarak 5 menit

KEJANG Diazepam rektal

16

(5 menit) Di Rumah Sakit

KEJANG Diazepam IV 0,25-0,5 mg/kgBB/iv (kecepatan 2 mg/menit)

KEJANG Fenitoin bolus IV 10-20 mg/kg BB/iv (Pastikan ventilasi adekuat)

KEJANG Phenobarbital 20mg/kgBB/iv (kecepatan >5-10 menit, maksimal 1 g)

KEJANG ICU

2.10 Prognosis 1,2,3 1. Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis

17

Kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal. Penelitian retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum atau fokal. 2. Kemungkinan mengalami kematian Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan 3. Kemungkinan berulangnya kejang demam Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko berulangnya kejang demam adalah: 1. Riwayat kejang demam dalam keluarga 2. Usia kurang dari 12 bulan 3. Temperatur yang rendah saat kejang 4. Cepatnya kejang setelah demam Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam ialah 80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan hanya 10%15%. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar pada tahun pertama. 4. Faktor risiko terjadinya epilepsi Beberapa faktor risiko terjadinya epilepsi antara lain sebagai berikut. 1. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum KD pertama 2. Kejang demam kompleks 3. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung Setiap faktor risiko meningkatkan kemungkinan 4%-6%. Kombinasi dari faktor risiko tersebut meningkatkan kemungkinan 10%-49%. Tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumat pada kejang demam. 2.11 Edukasi Pada Orang Tua 3,10

18

Kejang selalu menakutkan bagi orang tua. Pada saat kejang, mereka beranggapan anaknya meninggal. Kecemasan dikurangi dengan cara: 1. Meyakinkan bahwa KD mempunyai prognosis baik 2. Memberitahukan cara penanganan kejang 3. Memberikan informasi kemungkinan kejang kembali 4. Pemberian obat untuk mencegah frekuensi memang efektif tetapi harus diingat adanya efek samping obat 2.12 Bila terjadi Kejang (berulang) 3 Bila terjadi kejang, hal-hal yang dapat dilakukan antara lain sebagai berikut. 1. Tetap tenang dan tidak panik 2. Kendorkan pakaian, terutama di sekitar leher 3. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Jangan memasukkan sesuatu ke dalam mulut 4. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang 5. Tetap bersama pasien selama kejang 6. Berikan diazepam rektal dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti 7. Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih 2.13 Vaksinasi pada Kejang Demam 3 Tidak ada kontraindikasi vaksinasi pada penderita kejang demam. Kejang demam setelah vaksinasi sangat jarang terjadi. Angka kejadian kejang demam pasca vaksinasi: DPT: 6 9 kasus per 100.000 anak MMR: 25 34 kasus per 100.000 anak Anjuran: Berikan diazepam oral/rektal bila demam Berikan parasetamol saat vaksinasi s.d 3 hari BAB III

19

LAPORAN KASUS Identitas Pasien Nama Umur Tanggal lahir Jenis kelamin Alamat No. CM Tanggal MRS : P.A.S.A : 2 tahun : 21 mei 2010 : Perempuan : Jalan Gunung Batur no. 10 : 323744 : 24 Juni 2012

Tanggal pemeriksaan : 26 Juni 2012 HETEROANAMNESIS Alloanamnesa dengan ibu kandung pasien tanggal 26 Juni 2012 pada pukul 09.00 WITA. Keluhan Utama: Kejang Riwayat Penyakit Sekarang: (tanggal 24 Juni 2012) Pasien dikeluhkan kejang di rumahnya sebanyak satu kali, kira-kira 20 menit sebelum masuk rumah sakit (SMRS) (tanggal 24 Juni 2012 pada pukul 16.30), kejang terjadi di seluruh tubuh, dengan tangan dan kaki awalnya kaku, lalu menghentak-hentak, lidah tidak tergigit, mata mendelik ke atas, selama kurang lebih 5 menit, tanpa disertai mulut keluar busa dan kencing. Setelah kejang, pasien lalu tersadar dan menangis. Pasien juga dikatakan mengalami panas badan pada pagi hari SMRS (tanggal 24 Juni 2012 pada pukul 05.00 WITA), tiba-tiba mendadak tinggi dan menetap, tidak diberikan obat penurun panas. Pasien dikatakan mengalami batuk disertai dahak yang sulit dikeluarkan serta pilek sejak 1 minggu SMRS. BAB dan BAK dikatakan sama seperti sebelum pasien sakit. Nafsu makan dan minum mulai berkurang sejak batuk dan panas muncul. Keluhan mual muntah disangkal oleh ibu pasien. Riwayat jatuh terbentur pada kepala disangkal.

20

Riwayat Penyakit Sekarang: (tanggal 26 Juni 2012) saat dirawat diruang Sakura Panas badan serta kejang sudah tidak muncul lagi. Pasien dikeluhkan masih batuk berdahak tetapi sudah berkurang dibandingkan sebelumnya. BAB serta BAK normal seperti biasa, nafsu makan dan minum masih menurun. Riwayat Pengobatan: Keluhan batuk, pilek, maupun panas, pasien belum sempat dibawa berobat sebelumnya. Setelah kejang pasien dibawa ke UGD karena panas yang tinggi, pada saat pasien di UGD pasien diberikan obat paracetamol dan puyer serta diberikan infus Riwayat Penyakit Dahulu: Pasien dikatakan tidak pernah menderita kejang sebelumnya. Riwayat alergi dan sesak nafas pada pasien disangkal. Pasien sering mengalami batuk dan pilek. Pada tanggal 12 juni 2012 pasien juga menderita panas badan kemudian berobat ke UGD diberikan obat lalu dipulangkan. Riwayat Kesehatan Keluarga Kedua orang tua pasien tidak mempunyai riwayat kejang demam pada masa kanak-kanak ataupun epilepsi. Riwayat penyakit sistemik seperti DM, hipertensi juga tidak didapatkan. Tidak ada anggota keluarga lain yang mengalami riwayat kejang. Riwayat Sosial Pasien merupakan pertama. Pasien sehari-hari lebih banyak diasuh oleh ibu dan nenek pasien. Pasien tinggal bersama kedua orang tua serta kakek dan nenek pasien. Riwayat Kehamilan dan Persalinan: Pada saat hamil ibu pasien rutin memeriksa kandungannya ke dokter spesialis kandungan. Dilahirkan dengan partus sectio caesaria di rumah sakit ditolong oleh

21

dokter dengan masa gestasi 8 bulan, dengan berat lahir 2400 gr, panjang badan ibu lupa, langsung menangis, kelainan (-), anus (+). Riwayat Imunisasi: Imunisasi dikatakan lengkap (BCG 1x, Hep B 3x, Polio 4x, DPT 3x, Campak 1x). Riwayat Nutrisi: ASI Susu Formula Bubur susu Bubur nasi Makanan Dewasa Riwayat Tumbuh Kembang Pertumbuhan gigi Psikomotor: Menegakkan kepala Membalikkan badan Duduk Berdiri Berjalan Bicara : 3 bulan : 3 bulan : 6 bulan : 9 bulan : 10 bulan : 12 bulan : 8 bulan : lahir-1,5 tahun : 1,5 tahun-sekarang : 6 bulan-12 bulan : 12 bulan-20 bulan : 20 bulan-sekarang

PEMERIKSAAN FISIK (pada saat tanggal 26 Juni 2012 di ruang Sakura) Status present: Keadaan Umum Kesadaran GCS Nadi RR Tax BB : sakit sedang : Compos mentis : E4 V3 M5 (12/12) : 120x/menit, reguler, isi cukup : 34x/menit : 38,4 C : 10,3 kg

22

PB Status general: Kepala :

: 82 cm

- Inspeksi : Normocephali, rambut warna hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut, ubun-ubun besar datar. Mata : - Inspeksi : Pucat -/- ; ikterus -/- ; refleks pupil +/+ isokor ; oedema (-) THT : : sekret -/: Napas cuping hidung (-), sianosis (-), sekret hidung -/-, mukosa hiperemi (-) - Tenggorok : Faring hiperemis (+), Tonsil T1/T1, hiperemis (+) Mulut : - Inspeksi : mukosa mulut dan lidah basah, bibir merah muda, tidak kering Leher : - Inspeksi - Palpasi Thorax : Jantung : Inspeksi Palpasi Perkusi Paru : Inspeksi Palpasi Auskultasi Abdomen : Inspeksi Palpasi : Distensi (-), bentuk datar : Hepar, lien tidak teraba, turgor normal 23 Auskultasi : Bising usus (+) normal : Saat diam simetris, gerakan dada saat bernafas simetris, retraksi (-) : Gerakan dada simetris : Suara napas vesikuler +/+ , Rh -/- , Wh -/: Ictus cordis tidak tampak, precordial bulging (-) : Ictus cordis teraba di apex, thrill (-), kuat angkat (-) : Redup : benjolan (-), bendungan vena jugularis (-) : pembesaran kelenjar getah bening (-), kaku kuduk (-) - Telinga - Hidung

Auskultasi : S1S2 normal, reguler, murmur (-)

Perkusi Extremitas : Inspeksi Palpasi Refleks Fisiologis Refleks Patologis Refleks Meningeal

: timpani

Genitalia : tidak tampak kelainan : edema cyanosis + + + + -

: akral hangat

: (+) pada keempat ekstremitas : (-) pada keempat ekstremitas : kaku kuduk Brudzinsky I Brudzinsky II (-) (-) (-)

DIAGNOSIS KERJA : Kejang Demam Simple + Tonsilofaringitis akut DIAGNOSIS BANDING : Epilepsi yang diprovokasi demam Meningitis

PEMERIKSAAN PENUNJANG : Darah lengkap : 24 Juni 2012 pukul 21.27 WITA Leukosit Eritrosit Hematokrit Platelet MCV MCH MCHC RDW : 13,9 x103/mikroL : 5,09 x 106/mikroL : 35,7% : 315 K/uL :70,1fL : 21,4 pg : 30,5 g/dl : 18,4% (3,8-10,6 x103/mikroL) (4,40-5,90 x106/mikroL)

Hemoglobin : 10,9 g/DL

(12,0-17,3 g/dL) (40-52 %) (150-440 K/uL) (84,0-96,0 fl) (28-34 pg) (32-36 g/dl) (11,5-14,5%)

ASSESMENT : Kejang Demam Simple + Tonsilofaringitis akut

24

PENATALAKSANAAN : (tanggal 26 Juni 2012) IVFD D5 NS Diazepam Parasetamol sirup Cefotaxim MONITORING Vital sign 10 tetes/menit 2 x 2 mg 3 x1 cth 2 x 300mg

PROGNOSIS Dubius ad bonam

BAB IV PEMBAHASAN

25

Dari hasil pengamatan dan anamnesis didapatkan pasien perempuan, usia 2 tahun dengan keluhan utama berupa kejang. Kejang terjadi saat badan demam tinggi dan menetap. Pasien kejang di rumahnya sebanyak satu kali, selama kurang lebih 5 menit, tanpa disertai mulut keluar busa dan kencing. Suhu setelah kejang (Tax) 38,5 oC. Dari keluhan ibu pasien, pasien juga mengalami batuk berdahak serta pilek yang mengganggu aktivitas pasien. Batuk berdahak dan pilek ini kemungkinan yang menyebabkan terjadinya demam yang menimbulkan kejang (proses ekstrakranial). Hal tersebut sesuai dengan kepustakaan yang ada bahwa bahwa kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu (suhu rektal lebih dari 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (diluar rongga kepala). Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Dari pemeriksaan fisik yang dilakukan terhadap pasien ditemukan adanya infeksi pada saluran nafas atas yang ditandai oleh faring yang hiperemis dan tonsil yang kemerahan. Tanda-tanda kelainan neurologis yaitu berupa kaku kuduk, refleks-refleks tidak ditemukan pada pasien ini. Reflek fisiologis positif pada pasien ini, tenaga dan tonus pada pasien ini juga masih dalam kesan normal. Hal ini sesuai dengan teori yang meyatakan bahwa reflex-refleks patologis dan tanda rangsang meningeal negative yang dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis meningitis dan encephalitis. Berdasarkan epidemiologi kejang demam biasanya terjadi pada anak-anak umur 6 bulan 5 tahun. Pada kasus ini, pasien mengalami kejang pada umur 2 tahun yang sesuai dengan teori dimana masih berada di antara rentang umur umumnya terjadinya kejang demam. Dari berbagai kepustakaan menyebutkan penyebab kejang demam sampai saat ini belum diketahui tetapi beberapa pihak menganggap bahwa penyakit ini berkaitan dengan demam. Dan demam banyak sekali penyebabnya, diantaranya infeksi saluran pernapasan atas, radang telinga tengah (otitis media), pneumonia, infeksi saluran cerna dan infeksi saluran kemih.Dari pemeriksaan fisik yang

26

dilakukan terhadap pasien ditemukan adanya infeksi pada saluran nafas atas yang ditandai oleh faring yang hiperemis dan tonsil yang kemerahan. Berdasarkan kepustakaan dimasukkan dalam kejang demam sederhana apabila terdapat gejala klinis sebagai berikut : a. Kejang bersifat umum tonik dan atau klonik b. Lamanya kejang kurang dari 15 menit, umumnya akan berhenti sendiri c. Umur penderita 6 bulan 5 tahun d. Kejang tidak berulang dalam 24 jam e. Tidak ada kelainan neurologis yang permanen atau sebelumnya tidak pernah menunjukkan kejang tanpa panas. Pada pasien ini didiagnosis sebagai kejang demam sederhana karena memenuhi gejala klinis kejang demam sederhana sebagai berikut : a. Lamanya kejang kurang dari 15 menit, yaitu kurang lebih 5 menit b. Umur penderita 6 bulan 5 tahun, pada pasien ini berumur 2 tahun c. Kejang tidak berulang dalam 24 jam, kejang hanya 1 kali dalam 24 jam d. Tidak ada kelainan neurologis yang permanen atau sebelumnya tidak pernah menunjukkan kejang tanpa panas Pada saat pasien di UGD pasien diberikan diazepam per rectal, hal ini sudah sesuai teori bahwa terapi pertama yang dilakukan untuk kejang demam adalah diazepam per rectal, apabila 2x pemberian diazepam per rectal diberikan kejang masih berlangsung, dilanjutkan dengan pemberian diazepam intravena. Setelah diruangan pasien diberikan terapi diazepam 2 x 2mg, paracetamol 3x1, dan cefotaxim 3x 300mg. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa untuk mencegah terulangnya kejang, penderita kejang demam diberikan obat campuran anti konvulsan dan antipiretika yang harus diberikan kepada anak selama episode demam. Antipiretik yang diberikan adalah paracetamol dengan dosis 10-15mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari (tidak > 5 kali sehari) atau ibuprofen dengan dosis 5-10mg/kg/kali, 3-4 kali sehari. Antikonvulsan yang ampuh dan banyak dipergunakan untuk mencegah terulangnya kejang demam ialah diazepam. Diazepam oral 0,3 mg/kgBB tiap 8 jam saat demam menurunkan risiko berulangnya kejang demam pada 30% - 60 % BAB V

27

PENUTUP 5.1 Simpulan Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang Demam Sederhana atau disebut juga dengan simple febrile seizure atau KDS adalah kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang demam. Diagnosis kejang demam hanya dapat ditegakkan dengan menyingkirkan penyakit-penyakit lain yang dapat menyebabkan kejang, di antaranya: infeksi susunan saraf pusat, perubahan akut pada keseimbangan homeostasis, air dan elektrolit dan adanya lesi structural pada sistem saraf, misalnya epilepsi. Diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang yang menyeluruh untuk menegakkan diagnosis ini. 5.2 Saran Apabila terjadi kejang demam, dokter dapat memberika edukasi kepada orang tua pasien agar melakukan hal-hal seperti berikut: 1. Tetap tenang dan tidak panik 2. Kendorkan pakaian, terutama di sekitar leher 3. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Jangan memasukkan sesuatu ke dalam mulut 4. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang 5. Tetap bersama pasien selama kejang 6. Berikan diazepam rektal dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti 7. Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih

28

Anda mungkin juga menyukai