Anda di halaman 1dari 9

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian ini dilatarbelakangi berdasarkan pengalaman pribadi peneliti sebagai perawat selama bekerja di ruang Enggang (Ruang perawatan umum kelas 1 dan 2) Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Sudarso Pontianak Kalimantan Barat. Berdasarkan data yang ditemukan terdapat sekitar 4-5 orang yang dirawat dalam setiap bulannya yang didiagnosa menderita gagal ginjal kronik (GGK) dan

diindikasikan harus menjalani hemodialisa. Peneliti mengamati bahwa saat diinformasikan pertama kali harus menjalani HD individu tampak gelisah, cemas, panik, dan stress. Hal tersebut juga terjadi dengan keluarganya. Keluarga berupaya mencari informasi yang terkait dengan tindakan hemodialisa, baik melalui pendapat anggota keluarga yang lain, informasi dari kerabat, tetangga, dan lain-lain. Keluraga dan individu bahkan mendengar semacam adanya mitos-mitos yang terkait hemodialisa, diantaranya jika sekali dilakukan cuci darah pasti akan seumur hidup dan orang yang cuci darah pasti akan mati. Keluarga mengatakan ...saya mendengar dari orang-orang yang mengatakan kalau sudah cuci darah pasti akan seumur hidup dan tetap juga meninggal, dan tetangga kami yang sudah cuci darah tidak mengalami perbaikan dan meninggal juga.... Informasi yang yang didapatkan tersebut menyebabkan pertimbangan individu dan keluarga dalam mengambil keputusan bersedia dilakukan HD atau menolak.

Fenomena lain yang ditemukan peneliti adalah kejadian penyakit ginjal kronis yang harus dilakukan hemodialisa yang terjadi pada anggota keluarga yang berasal dari tenaga kesehatan, baik keluarga dokter, perawat, perawat kesehatan masyarakat dan lain-lain. Peneliti melakukan wawancara dengan anggota keluarga dari tenaga kesehatan terkait anggota keluarganya yang menderita GGK dan harus menjalani HD. Informasi yang peneliti dapatkan bahwa mereka juga mengalami respon psikologis yang sama dengan individu yang mengalami GGK yaitu merasa panik, cemas, sedih dan bahkan ada yang mengatakan tidak akan setuju jika harus dilakukan hemodialisa, dengan mengatakan kepada peneliti...kalau keluarga atau Bapak menderita gagal ginjal dan harus cuci darah, apa Bapak mau...kalau saya tidak akan mau kalau melihat seperti yang dialami keluarga saya... Pada saat peneliti menjalankan residensi di Ruang hemodialisa RSHS Bandung, peneliti juga melakukan wawancara terhadap dua individu yang sedang menjalani hemodialisa. Saat dilakukan wawancara terhadap individu pertama di ruang tunggu hemodialisa, peneliti menanyakan bagaimana perasaan yang dialami individu tersebut saat pertama kali dinyatakan harus menjalani hemodialisa. Individu tersebut menjawab seolah-olah mengalihkan pembicaraan dengan topik yang lain. Kemudian peneliti menanyakan kembali dengan pertanyaan yang sama, individu tersebut kembali menjawab dengan mengalihkan ke topik yang lain. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa individu tersebut berusaha untuk tidak mengingat kembali (supresi) perasaan yang dialaminya saat pertama kali diindikasikan hemodialisa. Namun kemungkinan juga hal tersebut terjadi karena individu belum percaya (trust) dengan peneliti.

Pada individu yang ke 2 (dua) yang berada di ruang hemodialisa, dengan pertanyaan yang sama peneliti mendapatkan informasi bahwa tersebut mampu menjawab pertanyaan yang diajukan peneliti dengan tepat dan jelas. Informasi yang diperoleh bahwa saat pertama mendengar harus dilakukan cuci darah, individu tersebut serasa tidak berdaya, tidak tau apa yang harus dilakukan, stress, tidak bisa tidur dan gelisah. Hal tersebut juga dialami oleh keluarganya kemudian individu tersebut mengatakan bahwa karena ini jalan satu-satunya yang harus dijalaninya, maka individu tersebut pasrah terhadap apapun yang terjadi dan harus mau menjalani cuci darah. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa rencana tindakan hemodialisis pada individu dengan GGK sangat berdampak kepada gangguan psikologis berupa stres, cemas, tidak bisa tidur, gelisah dan bahkan adanya reaksi menghindar dan menekan ingatan serta respon menolak dilakukan tindakan HD. Oleh karena itu, peneliti tertarik melakukan penelitian ini guna mendapatkan gambaran yang lebih mendalam terhadap pengalaman individu dengan GGK saat pertama kali diindikasikan menjalani hemodialisa. Penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi dengan harapan akan mendapatkan informasi secara mendalam dan menyeluruh serta tergambarnya perbedaan respon-respon yang muncul pada individu yang mengalaminya. Gagal ginjal kronis (GGK) atau End Stage Renal Disease (ESDR) merupakan salah satu penyakit kronis, dimana jumlah penderita gagal ginjal kronis setiap tahun semakin meningkat. Di Amerika Serikat, jumlah penderita gagal ginjal tahap akhir meningkat sebesar 20-25% setiap tahunnya ( USRDS,

2008). Indonesia termasuk negara dengan tingkat penderita gagal ginjal yang cukup tinggi. Menurut data dari Pernefri (Persatuan Nefrologi Indonesia), diperkirakan ada 70.000 penderita ginjal di Indonesia, namun yang terdeteksi menderita GGK tahap terminal dari mereka yang menjalani cuci darah atau hemodialisis (HD) hanya sekitar 4000-5000 saja (Alam & Hadibroto, 2007). Kasus GGK atau ESDR yang menjalani hemodialisa di RSUD Dr.

Sudarso mengalami peningkatan setiap tahunnya. Data yang didapatkan menunjukkan bahwa pada tahun 2009 sebanyak 4180 tindakan menjadi 4746 tindakan pada tahun 2010. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 1 Tindakan Hemodialisa di Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Soedarso
600 500 400 300 2009 200 100 0 2010 447 400 367 365 360 358 372 356 354 348 334 331 330 327 320 316 465 370 310 463 497

435 347

354

Sumber : Data olahan RSUD Dr. Soedarso Berdasarkan data di atas, tingginya kasus GGK di RSUD. Dr. Sudarso dengan indikasi HD memerlukan perhatian bagi petugas kesehatan. hal tersebut dikarenakan pada penyakit GGK mempunyai komplikasi bahkan sebelum

dilakukn tindakan HD. Menurut Brunner (2000) dikatakan bahwa komplikasi pada penyalit GGK yaitu adanya gangguan pada penyakit jantung, diabetes, gangguan hemodinamik, anenia, mual muntah, malnutrisi, gangguan kulit dan gangguan psikologis. Menurut Lavenson (2011), kecemasan merupakan kejadian yang sering terjadi pada individu yang terdiagnosa dengan berbagai jenis penyakit dan sering terjadi juga pada individu dengan ESRD. Oleh karena itu sebelum dilakukan tindakan HD individu yang menderita GGK sudah dihadapkan dengan adanya gangguan baik fisik maupun psikologis. Manajemen konservatif yang dilakukan dalam penatalaksanaan penyakit GGK atau ESDR salah satunya adalah dengan dialisis. Menurut Ronco & Rosner (2011), hemodialis merupakan salah satu teknologi yang digunakan dalam penanganan individu dengan ESRD. Dialisis diguanakan sebagai terapi pengganti ginjal yang merupakan satu-satunya pilihan untuk mempertahankan fungsi tubuh (Lemone & Burke, 2008). Meskipun HD merupakan salah terapi yang paling diindikasikan untuk kasus GGK namun selama dalam pelaksanaan juga terdapat komplikasi yang tidak diinginkan. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa individu yang menderita GGK atau ESRD mengalami gangguan baik fisik maupun psikologis sebelum dilakukan tindakan HD. Oleh karena itu sangat penting bagi perawat untuk memberikan asuhan keperawatan yang optimal kepada individu tersebut. Menurut Kallenbach et al (2005), perawat dialisis bukan hanya sebagai perawat klinik yang memberikan asuhan keperawatan saja tetapi juga berperan sebagai educator, counselor, administrator, advocate, researcher dan collaborator. Oleh

karena itu diharapkan perawat di ruang HD mampu memberikan

pemberian

asuhan keperawatan secara menyeluruh dan terstruktur serta mempunyai waktu khusus yang sangat dibutuhkan oleh individu dengan GGK yang akan menjalani hemodialisa. RSUD Dr. Sudarso Pontianak merupakan rumah sakit rujukan Propinsi Kalimantan Barat yang memiliki sumber daya, sarana dan prasarana yang memadai dan terus menerus dikembangkan sebagai rumah sakit pendidikan. Rumah sakit ini memiliki berbagai instalasi salah satunya adalah instalasi hemodialisa. Komunikasi personal yang dilakukan peneliti terhadap beberapa individu yang sedang menjalani hemodialisa terkait bagaimana perasaan dan pikiran saat pertama kali mendengar harus dilakukan cuci darah, didapatkan informasi bahwa munculnya perasaan kecemasan yang berlebihan, takut cuci darah seumur hidup, dan tidak mengerti apa yang harus dilakukan. Wawancara juga dilakukan peneliti baik dengan perawat di ruang perawatan yang merawat kasus GGK dengan indikasi HD maupun dengan perawat di ruang hemodialisa, diperoleh informasi bahwa perawat selalu menemukan individu dalam kecemasan saat pertama kali dinyatakan harus hemodialisa dan sebelum hemodialisa dilakukan, namun tidak dilakukan intervensi khusus terhadap individu tersebut baik terhadap penurunan kecemasan maupun informasi yang terkait dengan prosedur. Berdasarkan fenomena tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa indikasi dan vonis terhadap individu saat pertama kali dinyatakan harus menjalani hemodialisa sangat mempengaruhi kondisi baik individu itu sendiri maupun

keluarga. Dengan demikian peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan metode kualitatif untuk menggali lebih dalam tentang pengalaman hidup individu saat pertama kali diindikasikan harus menjalani hemodialisa.

1.2

Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas yang menjadi rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah bagaimana pengalaman hidup individu saat pertama kali diindikasikan menjalani hemodialisa di RSUD Dr. Sudarso Pontianak?

1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap secara mendalam tentang pengalaman hidup hemodialisa. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Aspek praktis pelayanan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan informasi mengenai pengalaman hidup individu saat pertama kali diindikasikan individu saat pertama kali diindikasikan menjalani

hemodialisa, sehingga dapat diidentifikasikan kebutuhan akan pelayanan keperawatan yang spesifik dan intervensi keperawatan yang optimal terhadap individu dan keluarga. Penelitian ini juga diharapkan bisa memberikan masukan bagi institusi pelayanan sehingga dapat ditentukan perencanaan tindakan terhadap pasien yang baru pertama kali akan menjalani hemodialisa. 1.4.2 Aspek keilmuan keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi pendidikan dalam proses pembelajaran mahasiswa keperawatan, sehingga dapat diperoleh gambaran yang nyata tentang pengalaman individu dengan GGK saat dinyatakan harus menjalani hemodialisa. 1.5 Penjelasan Istilah 1) Pengalaman hidup Pengalaman adalah yang pernah dialami (dijalani, dirasai, ditanggung) (www.kamusbahasaindonesia.org). Pengalaman hidup

merupakan suatu yang lebih kompleks dan luar biasa yang dialami seseorang dalam kehidupannya dan merupakan elemen yang tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata (van Manen, 1990). Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan pengalaman hidup adalah semua pengalaman yang pernah dialami, dirasakan, dan dijalani oleh individu dengan penyakit GGK atau ESRD yang pertama kali diindikasikan menjalani hemodialisa. 2) Hemodialisa Hemodialisis merupakan suatu cara untuk mengeluarkan produk sisa metabolisme berupa larutan (ureum, creatinin) dan air yang berada dalam pembuluh darah melalui membran semipermeabel atau yang disebut dengan Dialyzer (Thomas, 2003). Sedangkan menurut Price & Wilson (2005), hemodialisis adalah suatu proses dimana terjadi difusi partikel terlarut (solut) dan air secara pasif melalui satu kompartemen cair yaitu darah menuju kompartemen cair lainnya yaitu melalui cairan dialisat melewati membran semi permeabel dalam dialiser. Dalam

penelitian ini yang dimaksud dengan HD adalah tindakan dialisis yang dilakukan pada individu dengan diagnosa medis GGK atau ESRD.

Anda mungkin juga menyukai