Anda di halaman 1dari 11

BAB I PENDAHULUAN

Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada saat seorang bayi atau anak mengalami demam tanpa infeksi sistem saraf pusat. Hal ini dapat terjadi pada 2-5 % populasi anak. Umumnya kejang demam ini terjadi pada usia 6 bulan 5 tahun dan jarang sekali terjadi untuk pertama kalinya pada usia < 6 bulan atau > 3 tahun. Sumber demam pada kejang demam antara lain infeksi virus (tersering), otitis media, tonsilitis, ISK, gastroenteritis, infeksi paru2 (saluran napas bagian bawah), meningitis, dan pasca imunisasi. Oleh karena itu diperluikan pemeriksaan lanjutan seperti lumbal pungsi untuk mengetahui penyebab dan pemastian diagnosis agar dapat penaganan dapat dilakukan dengan cepat dan tepat.

BAB II LAPORAN KASUS

Seorang anak usia 1 tahun mengalami kejang sebanyak 3 kali dan demam. Kejang baru pertama kali dan tidak ada riwayat trauma kepala. Pada pemeriksaa fisik didapatkan berat 9 kg, somnolen, suhu 39,5o C disertai tanda rangsangan meningeal.

BAB III PEMBAHASAN

ANAMNESIS Identitas o Nama o Umur o Jenis kelamin o Alamat o Pendidikan : An.X : 1 tahun : ::-

o Status pernikahan : o Suku Keluhan utama ::

Kejang sebanyak 3 kali dan demam. Riwayat penyakit sekarang :

Kejang baru pertama kali dan tidak ada riwayat trauma kepala.

PEMERIKSAAN FISIK KU Kesadaran : : Somnolen ( Anak dalam keadaan mengantuk tetapi mudah dibangunkan

bila diberi rangsangan) Tanda Vital :

o TD o Nadi o Pernapasan o Suhu o TB/BB

: : :: 39,5 oC ( Febris ) : -/9 kg

PEMERIKSAAN NEUROLOGIS - Tanda rangsang meningeal positif. Terdapatnya rangsang meningeal dapat diperiksa dengan beberapa perasat, antara lain pemeriksaan kaku kuduk, tanda Brudzinki I, Brudzinki II, dan Kernig 1. Kaku kuduk yang positif dikatakan apabila terdapat tahanan pada saat leher ditekuk secara pasif.

PEMERIKSAAN PENUNJANG Lumbal pungsi Lumbal pungsi adalah teknik dengan memggunakan jarum untuk cairan cerebrospinal dari Medulla spinalis - Lumbal pungsi dilakukan atas indikasi: 1. Suspek infeksi di sistem saraf pusat seperti meningitis 2. Suspek Perdarahan di ruang subarachnoid 3. Berkurangnya tekanan cairan cerebrospinal 4. Suspek dari penyakit yang mengenai sistem saraf pusat seperti Guillain-barr syndrome - Kontraindikasi lumbal pungsi adalah : 1. Infeksi dekat tempat penusukan kerana kontaminasi dari infeksi ini bisa menyebabkan terjadinya meningitis.

2. Pasien dengan peningkatan tekanan intra cranial. Ini karena bisa terjadi herniasi medulla oblongata yang bisa menyebabkan kematian pada pasien. 3. Deformitas columna spinalis. Hal ini akan sulit untuk penusukan jarum ke ruang interspinal dan memerlukan bantuan alatan fluoroscopic. 4. Kelainan pembekuan darah. 5. Pasien kurang kooperatif (pasien kejang) 6. Ada massa di Medulla Spinalis atau di intracranial - Persiapan yang dilakukan adalah : o Edukasi a. Informed consent b. Informasikan mengenai komplikasi yang mungkin akan terjadi c. Jelaskan mengenai prosedur lumbal pungsi, posisi, dan perawatan postprocedure o Yang perlu diperhatikan a. Periksa gula darah 15-30 menit sebelum dilakukan LP b. Lumbal pungsi dilakukan tidak pada saat kejang o Alat yang dipakai: a. Kasa steril b. Sarung tangan yang sterile c. Plester d. Alkohol 70 % e. Jarum, 20 dan 22 gauge (ga) Quinke dengan stylet f. Manometer g. Tabung reskasi

- Tata cara 1. Pasien diletakkan pada pinggir tempat tidur, dalam posisi lateral decubitus dengan leher, punggung, pinggul dan tumit lemas. Boleh diberikan bantal tipis dibawah kepala atau lutut

2. Tariklah garis antara 2 spina iliaka anterior superior . Tempat melakukan pungsi adalah pada kolumna vetebralis setinggi L 3-4,yaitu setinggi crista iliaca. Bila tidak berhasil dapat dicoba lagi intervertebrale ke atas atau ke bawah. Pada bayi dan anak setinggi intervertebrale L4-L5 3. Setelah kulit dibersihkan secara asepsis dengan iodium dan alcohol, tutuplah daerah sekitar bagian yang akan ditusuk dengan kain suci hama. 4. Pakailah sarung tangan suci hama. 5. Jarum pungsi lumbal ditusukkan tegak lurus dengan ujung jarum, tepat pada garis tengah punggung menyusur tulang vertebra sebelah proksimal dengan mulut jarum terbuka ke atas ( untuk mengurangi kemungkinan memotong serat serat cauda equina ). Bila telah dirasakan menembus jaringan meningen penusukan dihentikan. 6. Bila jarum stilet sudah dikeluarkan dan cairan keluar maka mulut jarum dihadapkan kearah kepala agar mendapatkan aliran cairan yang lebih deras. 7. Dilakukan pemeriksaan tekanan dengan manometer 8. Lalu tampung cairan kedalan 3 tabung plastik. Untuk masing-masing tabung, tampung kurang lebih 10 tetes cairan cerebrospinal untuk pemeriksaan jumlah dan jenis sel, kadar gula, protein, kultur baktrei dan sebagainya 9. Pasang lagi stilet dan cabut perlahan. 10. Tekan dengan kasa dan plester

11. Berikan antibiotik 12. Pasien tidur terlentang tanpa bantal. Setelah cairan cerebrospinal ditampung maka yang akan diperiksa adalah: Warna CSS yang berwarna ( merah, kuning, atau keruh ), selalu abnormal. Hal itu dapat disebabkan oleh darah, empedu atau pigmen kuning ( santokrom). Pungsi Lumbal yang tidak sempurna dapat menghasilkan Css yang tercampur dengan darah. Itulah yang disebut pungsi lumbal yang traumatik. Pada 50% perdarahan intraserebraln dan pada semua perdarahan subarakhnoidcss mengandung darah. Itulah yang disebut liquor yang hemoragik.. Jika hasil pungsi ditampung dalam tiga botol, maka pada likuor yang hemoragik ketiga botol itu memperlihatkan likuor yang serupa.2

Jumlah sel Jumlah sel leukosit normal tertinggi 4-5 sel/mm3, dan mungkin hanya terdapat 1 sel polymorphonuklear saja, Sel leukosit junlahnya akan meningkat pada proses inflamasi. Perhitungan jumlah sel harus sesegera mungkin dilakukan, jangan lebih dari 30 menit setelah dilakukan lumbal punksi. Bila tertunda maka sel akan mengalami lisis, pengendapan dan terbentuk fibrin. Keadaaan ini akan merubah jumlah sel secara bermakna. Leukositosis ringan antara 5-20 sel/mm3 adalah abnormal tetapi tidak spesifik. Pada meningitis bakterial akut akan cenderung memberikan respon perubahan sel yang lebih besar terhadap peradangan dibanding dengan yang meningitis aseptik. Pada meningitis bakterial biasanya jumlah sel lebih dari 1000 sel/mm3, sedang pada meningitis aseptik jarang jumlah selnya tinggi. Jika jumlah sel meningkat secara berlebihan (5000-10000 sel /mm3), kemungkinan telah terjadi rupture dari abses serebri atau perimeningeal perlu dipertimbangkan.

Glukosa Normal kadar glukosa berkisar 45-80 mg%.. Bila kadar glukosa cairan serebrospinalis rendah, pada keadaan hipoglikemia, rasio kadar glukosa cairan serebrospinalis, glukosa serum tetap terpelihara. Hypoglicorrhacia menunjukkan penurunan rasio
7

kadar glukosa cairan serebrospinal, glukosa serum, keadaan ini ditemukan pada derjat yang bervariasi, dan paling umum pada proses inflamasi bakteri akut, tuberkulosis, jamur dan meningitis oleh carcinoma. Penurunan kadar glukosa ringan sering juga ditemukan pada meningitis sarcoidosis, infeksi parasit misalnya, cysticercosis dan trichinosis atau meningitis zat khemikal. Inflamasi pembuluh darah semacam lupus serebral atau meningitis rheumatoid mungkin juga ditemukan kadar glukosa cairan serebrospinal yang rendah. Meningitis viral, mump, limphostic khoriomeningitis atau herpes simplek dapat menurunkan kadar glukosa ringan sampai sedang.

Protein Kadar protein normal cairan serebrospinal pada ventrikel adalah 5-15 mg%. pada sisterna 10-25 mg% dan pada daerah lumbal adalah 15-45 g%. Kadar gamma globulin normal 5-15 mg% dari total protein.

Elektrolit Kadar elektrolit normal CSS adalah Na 141-150 mEq/L, K 2,2-3,3 mRq, Cl 120-130 mEq/L, Mg 2,7 mEq/L. Kadar elektrolit ini dalam cairan serebrospinal tidak menunjukkan perubahan pada kelainan neurologis, hanya terdpat penurunan kadar Cl pada meningitis tapi tidak spesifik.

PH Keseimbangan asam basa harus dipertimbangkan pada metabolik asidosis dan metabolik alkalosis. PH cairan serebrospinal lebih rendah dari PH darah, sedangkan PCO2 lebih tinggi pada cairan serebrospinal. Kadar HCO3 adalah sama (23 mEg/L). PH CSS relatif tidak berubah bila metabolik asidosis terjadi secara subakut atau kronik, dan akan berubah bila metabolik asidosis atau alkalosis terjadi secara cepat.

Kemudian dilakukan juga kultur dan uji resistensi untuk mengetahui jenis bakteri dan antibiotik yang tepat untuk digunakan. - Komplikasi

KESIMPULAN

10

DAFTAR PUSTAKA

1. Latief A, dkk. Diagnosis Fisis Pada Anak. Jakarta : Sagung Seto.2003. p 131. 2. Mardjono M , Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta : Dian rakyat. 2008. p 420 3. Lumbar Puncture. Available at : http://emedicine.medscape.com/article/80773-overview.
Accesed Mei ,!7 2011

4. Lumbar puncture. Available at :

11

Anda mungkin juga menyukai