Anda di halaman 1dari 4

I.

ERA REFORMASI

Pengorbanan jiwa dan raga mahasiswa bersama rakyat di seluruh Indonesia pada pertengahan Mei 1998 itu akhirnya berhasil memaksa runtuhnya rezim orde baru yang telah berkuasa selama 32 tahun. Tepat tanggal 21 Mei 1998, pukul 09.00 wib pagi, Presiden Soeharto menyatakan mundur secara terbuka dihadapan wakil dan para pembantu setianya. Bangsa Indonesia mengenal peristiwa itu sebagai gerbang reformasi. Yaitu pintu masuk yang sangat penting untuk mengawali sebuah perubahan secara besar-besaran di berbagai bidang, mulai politik, ekonomi, hukum dan lainnya.

II.

DAMPAK POSITIF ERA REFORMASI

a. Menyelesaikan masalah GAM (Gerakan Aceh Merdeka) Upaya mengakhiri konflik di Aceh anatara RI dan GAM dengan ditandatanganinya Nota Kesepakatan RI-GAM pada tanggal 15 Agustus 2005, di Helsinki, Finlandia yang dilakukan oleh Menteri Hukum dan HAM, Hamid pemerintah RI dan pimpinan GAM, Malik Mahmud. Awalludin sebagai wakil dari

b. Pembentukan Densus 88 Anti Terror Poli berhasil menangkap pelaku peledakan bom bali yaitu Amrozi, Ali Gufron, dan Imam Samudra serta DR. Azahari Husin dan Noordin M.Top. Upaya POLRI untuk lebih mengantisipasi dan mengatasi aksi terorisme, mendorong POLRI membentuk satuan khusus Anti Terror pada 26 Agustus 2009 yang dinamakan Detasemen Khusus 88 Anti Terror atau Densus 88. Densus 88 adalah khusus Kepolisian Negara Republic Indonesia untuk penanggulangan teroris di Indonesia. Pasukan ini dilatih khusus untuk menangani segala macam terror, termasuk terror bom.

c. Pemerintah tidak lagi otoriter dan terjadi demokratisasi di bidang politik (misalnya : munculnya parpol parpol baru), ekonomi ( misalnya : munculnya badan badan umum milik swasta, tidak lagi melulu milik Negara), dan social ( misalnya : rakyat berhak memberikan tanggapan dan kritik terhadap pemerintah).

d. Peranan militer di dalam bidang politik pemerintahan terus dikurangi ( sejak 2004, wakil militer di MPR/DPR dihapus).

III.

DAMPAK NEGATIF ERA REFORMASI

a. Nilai-nilai luhur bangsa yang di era reformasi ini nyaris terkikis oleh hegemoni kebebasan sepatutnya kita gali kembali untuk direaktualisasi agar makin relevan dengan konteks kekinian dan diinternalisasi agar dapatmembentengi anak cucu kita dari monster besar kekerasan.

b. Belenggu kemiskinan masih melilit bangsa. Potret kemiskinan di kota-kota besar ditandai dengan menjamurnya rumah-rumah semi permanen di bantaran sungai dan sisi rel kereta api, banyaknya anak jalanan, pengemis dan gelandangan. Sementara di pedesaan, kemiskinan ditunjukkan dengan keterbatasan infrastruktur, rendahnya akses pendidikan dan informasi, serta semakin banyaknya generasi muda yang memilih bekerja sebagai buruh migran di negara-negara tetangga. Definisi kemiskinan maupun parameter yang digunakan untuk menentukan miskin tidaknya seseorang, seringkali berbeda antara satu dengan lainnya. Hal ini tidak lain disebabkan oleh titik pijak yang berbeda, sebagai misal angka kemiskinan versi BPS akan berbeda dengan versi World Bank. Di tingkat tataran mikro, secara ekstrim dapat digambarkan bahwa miskin tidaknya seseorang ditentukan oleh Surat Keterangan Miskin dari Ketua RT. Angka kemiskinan di Indonesia berdasarkan catatan BPS pada tahun 2010 masih cukup tinggi yaitu di kisaran angka 14 persen. Pencapaian pada angka tersebut selain melalui berbagai program nasional (seperti PNPM Mandiri, pemberian BLT, jaminan kesehatan bagi orang miskin, dll) juga tidak terlepas dari peran lembaga internasional PBB melalui Millenium Development Goals (MDGs) yang berisikan strategi mengurangi kemiskinan hingga periode tahun 2015.

c. Selain kemiskinan, maraknya praktek korupsi di berbagai lini, dapat dilihat mulai dari pengurusan KTP di Kelurahan, calo di berbagai layanan publik, uang suap untuk meloloskan perijinan, manipulasi pajak ataupun mengawal perkara di dunia peradilan.

d. Reformasi sebagi era keterbukaan banyak dimaknai oleh masyarakat sebagai kebebasan yang berlebihan. Misalnya terbentuknya Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Organisasi Papua Merdika (OPM) serta peledakan bom. e. Kerusuhan SARA. Kerusuhan kerusahan banyak terjadi dengan mengatasnamakan SARA. Sebernya konflik ini terjadi hanya karena sedikit perbedaan / masalah, tetapi jadi besar karena ini menyangkut adat dua kebudayaan atau suku atau ras. Misalnya kasus Sampit (Kalimantan tengah) dan Poso serta Sambas ( Kalimantan Barat). f. Rakyat sulit membedakan apakah sang pejabat bertindak sebagai ekssekutif atau pemimpin partai politik karena adanya perangkapan jabatan yang membuat pejabat bersangkutan tidak dapat berkonsentrasi penuh pada jabatan public yang diembannya. IV. KESIMPULAN Setelah 13 tahun berlalu, reformasi tidak menghasilkan apa-apa. Reformasi telah ditumpangi penumpang yang dulu menentangnya. Para mahasiswa yang dulu bergerak berkorban tenaga, pikiran, keringat, darah dan air mata, kini entah dimana. Tapi para oportunis, petualang politik, dan mereka yang sembunyi saat mahasiswa bergerak, kini berpesta pora menikmati hasilnya.

13 TAHUN ERA REFORMASI

Disusun oleh : Ratih Paniti Sari XII A3 (23)

SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 1 BANTUL TAHUN 2011

Anda mungkin juga menyukai