Anda di halaman 1dari 9

1.

Membangun semangat nasionalisme, tidak semudah membalikkan telapak tangan. Untuk mewujudkannya, harus menekan sektarianisme (mementingkan kelompok), egoisme (mementingkan diri sendiri), regionalisme (mementingkan daerah asal) dan mengikis separatisme (memisahkan diri dari Indonesia). Bangsa Indonesia mesti terus menerus mencanangkan dan membangkitkan semangat nasionalisme di tengah hiruk-pikuk persoalan kebangsaan yang semakin akut. Kita tahu Indonesia terbentuk sebagai suatu bangsa yang di dalamnya terdapat keragaman budaya, agama, bahasa, adat istiadat, ras, dan lain sebagainya. Namun dengan heterogenitas itu, bangsa Indonesia mampu menguinifikasi semua elemen bangsa dalam kesadaran fundamental Bhinneka Tunggal Ika. Ungkapan integrasi nasional bersatu kita teguh bercerai kita runtuh, merupakan ungkapan yang sangat baik untuk memandang keragaman kebangsaan Indonesia, sehingga keutuhan sebuah peradaban Indonesia tetap dipertahankan. Kita tahu juga bahwa bangsa Indonesia merupakan bangsa yang berperadaban dan mempunyai masa kejayaan di masa lampau. Pada kontek awal NKRI lahir, kepentingan untuk merdeka tentu menjadi landasan utama pemersatu bangsa Indonesia. Masa pendudukan Jepang merupakan masa kelam sejarah bangsa Indonesia. Namun demikian, masa pendudukan Jepang juga membawa hikmah dan dampak positif bagi peningkatan nasionalisme dan wawasan kebangsaan yang pada akhirnya membawa bangsa Indonesia pada Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dimana bangsa Indonesia mulai bernegara. Wawasan kebangsaan itu sendiri adalah kesadaran bangsa Indonesia bahwa mereka merupakan satu bangsa, bukan hanya berbagai suku atau daerah yang dijajah. Mereka menyadari bahwa mereka berbeda tapi dari perbedaan itu, mereka menyatu untuk kemerdekaan mereka. Dengan perkataan lain, bahwa konsep dan elemen dasar wawasan kebangsaan adalah kemajemukan (pluralism), toleransi, dan otonomi. Mengacu pada ketiga konsep dan elemen dasar di atas, maka idealisme untuk mengintegrasikan bangsa Indonesia dalam satu kesatuan yang utuh dapat diaplikasikan. Secara kongkrit, wawasan kebangsaan (nasionalisme) dalam implementasinya, membutuhkan keteladanan dari berbagai pihak, terutama the power holder. Istilah the power holder dapat diartikan sebagai pemegang kekuasan, yakni pemerintah. Dalam hal ini, pemerintah memiliki tanggung jawab untuk membangkitkan semangat nasionalisme generasi muda agar nantinya tumbuh rasa cinta yang mendalam kepada bangsa Indonesia. Selama ini kelemahan mendasar bangsa Indonesia dalam membangun semangat nasionalisme adalah terletak pada orientasi pembangunan sebagai tujuan utama yang paling fundamental, bukan mengacu pada aplikasi instrumen pemberdayaan (empowerment) masyarakat menuju kesejahteraan, sehingga menyebabkan wawasan kebangsaan mulai terkikis oleh mobilisasi pembangunan, yang secara faktual lebih mengarah pada sentralitas negara yang semakin mengemuka. Tidak heran bila, wawasan kebangsaan dan semangat pluralisme dijinakkan melalui politik homogenisasi demi pembangunan. Artinya, politisasi atas pluralisme melalui politik homogenisasi, tentu saja menjadi kendala mendasar bagi tumbuhnya

wawasan kebangsaan masyarakat secara keseluruhan. Dengan kata lain, wawasan kebangsaan pada dasarnya merupakan siasat dalam menyongsong modernisasi dan mencakup penghayatan serta pengalaman tiga elemenya, yakni rasa kebangsaan, faham kebangsaan, dan semangat kebangsaan. Dalam konteks modern sasat ini, semangat kebangsaan (nasionalisme) akan mampu menggerakkan semua individu, yang pada ujungnya mampu menempatkan negara dan bangsa dalam mainstrem dunia. Elemen itulah yang sanggup menarik benang merah kebangsaan di sepanjang jalan perubahan dan kemajemukan masyarakat. Maka tidak heran, kalau Ahmad Baso (1997), menyatakan bahwa dalam faham kemajemukan masyarakat atau pluralisme dengan sikap mengacu dan menerima kemajemukan masyarakat itu bernilai positif sebagai rahmat Tuhan kepada manusia. Hal tersebut akan memperkaya pertumbuhan budaya melalui interaksi yang dinamis dan melalui pertukaran silang budaya yang beraneka ragam. Kita tahu bahwa pluralisme merupakan suatu perangkat untuk mendorong pengkayaan budaya bangsa atau dengan istilah keindonesiaan yang tiada lain adalah interaksi yang kaya (resourceful) dan dinamis antara pelaku budaya beraneka ragam itu dalam satu multing pot yang efektif. Kendati demikian, kekhawatiran mengenai implikasi heterogenitas bangsa Indonesia, semestinya tidak perlu menjadi persoalan yang krusial. Dalam konteks ini, kita masih mempunyai falsafah negara sebagai landasan yang sangat substansial, yakni pancasila. Pancasila merupakan falsafah negara yang dapat meningkatkan faham sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi dari tahun 1926 yang disublimasikan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

8.

Budaya asing menyebabkan suatu bangsa terasingkan dari kebudayaan lokal yang menjadi identitas dari bangsa itu sendiri dalam mengembangkan bangsanya. Kebudayaan asing merapuhkan kesadaran dan ketahanan budaya dari suatu bangsa dan ini disebabkan, pertama adanya anggapan bahwa kebudayaan luar terutama kebudayaan barat (west) adalah superior dan kebudayaan sendiri terutama kebudayaan timur (east) adalan inferior, padahal sesungguhnya barat adalah barat dan timur adalah timur dan keduanya tidak bisa bersatu. Anggapan bahwa kebudayaan luar adalah superior dan kebudayaan sendiri adalan inferior akan menyebabkan situasi masyarakat yang terasing dari kebudayaannya sendiri (cultural alienation). Faktor kedua penyebab rapuhnya Kesadaran Budaya dan Ketahanan Budaya adalah pengaruh globalisasi dan teknologi informasi yang menyebabkan terjadinya pemadatan dimensi ruang dan waktu, jarak semakin diperdekat dan waktu semakin dipersingkat, situasi seperti ini menyebabkan terjadinya banjir deras informasi (information glut) yang menghujani masyarakat dan nyaris tidak terkendali. Sehingga rasa nasionalisme atau cinta terhadap tanah air atau bangsa sendiri akan pudar oleh karena budaya lain tersebut telah mengubah pola pikir, cara hidup dan pandangan suatu bangsa. Globalisasi menjadi pertarungan antara Glokalisasi Vs Grobalisasi. Glokalisasi sebagai interpenetrasi global dan lokal yang memberikan hasil unik dalam wilayah geografis yang berbeda. Jika glokalisasi menekankan pada integrasi antara lokal dan global maka grobalisasi adalah suatu proses yang menciptakan homogenitas melalui perluasan global mengenai format umum dan praktek tertentu. Pada saat ini, Glokalisasi dan Grobalisasi menjadi subtema dari tema besar Globalisasi, dimana Grobalisasi diuraikan berkenaan dengan tiga subproses; Kapitalisme, McDonaldisasi dan Amerikanisasi. Ketiganya inilah yang menjadi kekuatan utama dalam penyebaran kehampaan global ditambah dengan media pendukung melalui internet yang menyediakan ruang penyebaran kehampaan yang canggih dan efektif. Walaupun tidak ada hubungan hukum diantaranya, akan tetapi terdapat elective affinity (hubungan tarikmenarik) antaranya. Salah satu diantaranya cenderung menggantikan eksistensi yang lainnya. Pada satu sisi, sebuah pasar global memaksa sejumlah besar dan banyak jenis kehampaan yang semakin meningkat, setidaknya sebagian darinya dibuat melalui iklan dan pemasaran oleh perusahaan dan negara dengan keuntungan dari penjualan dan distribusi kehampaan. Akhirnya jauh lebih mudah untuk menggrobalisasikan kehampaan daripada keberadaan; produksi kehampaan dalam jumlah besar bertanggungjawab terhadap perkembangan grobal. Grobalisasi bersifat ekspansif dan berorientasi kepada pertumbuhan dan merupakan pasar global yang menawarkan tempat yang paling memungkinkan untuk ekspansi pasar. Karena grobal semakin memasuki yang lokal, semakin lama semakin sedikit lokal yang bebas dari pengaruh-pengaruh grobal. Mereka ini yang akan dibuang, dipindah atau diasingkan ke periferi-periferi dan celah-celah dari komunitas. Bagian terbesar dari yang tersisa jauh lebih baik dideskripsikan sebagai glokal daripada lokal demikianlah globalisasi menjadi pertarungan antara Glokalisasi dan Grobalisasi. Sedangkan penyebab ketiga adalah terjadinya perubahan orientasi pada nilai nilai budaya yang dilanjutkan dengan perubahan norma - norma dan tolak ukur perilaku warga masyarakat. Perubahan orientasi nilai menjelma dalam wujud pergeseran budaya (shift), biasanya cenderung dalam bentuk asimilasi dan akulturasi budaya. Perubahan budaya yang terjadi di dalam masyarakat tradisional, yakni perubahan dari masyarakat tertutup menjadi masyarakat yang lebih terbuka, dari nilai-nilai yang bersifat homogen menuju pluralisme nilai dan norma social merupakan salah satu dampak dari adanya globalisasi. Ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengubah dunia secara mendasar. Komunikasi dan sarana transportasi internasional telah menghilangkan batasbatas budaya setiap bangsa. Kebudayaan setiap bangsa cenderung mengarah kepada globalisasi dan menjadi peradaban dunia sehingga melibatkan manusia secara

menyeluruh. Di saat yang lain dengan teknologi informasi yang semakin canggih. Kondisi yang demikian mau tidak mau membuat semakin tersisihnya kebudayaan lokal, seperti kesenian tradisional Indonesia dari kehidupan masyarakat Indonesia yang sarat akan pemaknaan dalam masyarakat Indonesia. Misalnya saja bentuk-bentuk ekspresi kesenian etnis Indonesia, baik yang rakyat maupun istana, selalu berkaitan erat dengan perilaku ritual masyarakat pertanian. Dengan datangnya perubahan sosial yang hadir sebagai akibat proses industrialisasi dan sistem ekonomi pasar, dan globalisasi informasi, maka kesenian kita pun mulai bergeser ke arah kesenian yang berdimensi komersial. Kesenian-kesenian yang bersifat ritual mulai tersingkir dan kehilangan fungsinya. Pesatnya laju teknologi informasi atau teknologi komunikasi telah menjadi sarana difusi budaya yang ampuh, sekaligus juga alternatif pilihan hiburan yang lebih beragam bagi masyarakat luas. Akibatnya masyarakat tidak tertarik lagi menikmati berbagai seni pertunjukan tradisional yang sebelumnya akrab dengan kehidupan mereka. Misalnya saja kesenian tradisional wayang orang. Hal ini sangat disayangkan mengingat wayang merupakan salah satu bentuk kesenian tradisional Indonesia yang sarat dan kaya akan pesan-pesan moral, dan merupakan salah satu agen penanaman nilai-nilai moral yang baik dan merupakan identitas bangsa yang tentunya dapat meningkatkan rasa cinta dan kebanggan pada bangsa Indonesia. Dan secara tidak langsung, dengan adanya rasa kebanggaan tersebut masyarakat Indonesia dapat mengembangkan kebudayaan lokal tersebut dan dapat dikenali oleh dunia. Jadi, dengan adanya budaya barat atau budaya asing di Indonesia, dapat membawa dampak bagi Indonesia. Dampak masuknya budaya asing antara lain : terjadi perubahan kebudayaan, pembauran kebudayaan, modernisasi, keguncangan budaya, penetrasi budaya , memperkaya keberagaman budaya, melemahnya nilai-nilai budaya bangsa Dampak tersebut membawa pengaruh besar bagi Indonesia, bagi dari segi postif, maupun negatif. Indonesia, masih terlalu lemah dalam menyaring budaya yang baik di ambil dengan yang tidak, maka kita semua sebagai warga Indonesia wajib membanggakan apa saja yang sudah menjadi budaya kita sendiri, jangan sampai melupakan budaya lama, dengan sudah menemukan budaya baru. Sebagai identitas bangsa, budaya lokal harus terus dijaga keaslian maupun kepemilikannya agar tidak dapat diakui oleh negara lain. Walaupun demikian, tidak menutup kemungkinan budaya asing masuk asalkan sesuai dengan kepribadian negara karena suatu negara juga membutuhkan input-input dari negara lain yang akan berpengaruh terhadap perkembangan di negaranya. Untuk membangun Kesadaran Budaya dan Ketahanan Budaya di masyarakat maka perlu dilakukan upaya - upaya yaitu, pertama dengan meningkatkan daya preservatif meliputi upaya perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan kebudayaan serta meningkatkan daya progresif berupa upaya -upaya peningkatan peran pemerintah, swasta, serta pemberdayaan masyarakat adat dan komunitas budaya. Perlindungan adalah upaya menjaga keaslian kebudayaan dari pengaruh unsur - unsur budaya luar atau asing dan penyimpangan dalam pemanfaatannya. Sedangkan pengembangan adalah upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas kebudayaan yang hidup di tengah - tengah masyarakat tanpa menghilangkan nilai - nilai yang terkandung di dalamnya dan kegiatan pemanfaatan adalah pemberdayaan kebudayaan untuk pemenuhan kebutuhan batin masyarakat baik dalam event yang bersifat sakral maupun profan. Upaya kedua untuk membangun Kesadaran Budaya dan Ketahanan Budaya di masyarakat adalah dengan memberdayakan nilai - nilai budaya baik nilai budaya yang terkandung di dalam kebiasaan budaya (cultural habits) maupun yang terkandung di dalam aturan budaya (cultural law). Baik nilai budaya yang tampak (tangible) maupun nilai budaya yang tak tampak

(intangible). Diketahui bahwa kebudayaan dan peradaban dapat diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui tradisi lisan dan tradisi setengah lisan seperti permainan rakyat, kepercayaan rakyat, upacara tradisional, arsitektur tradisional dan rumah adat, pengobatan tradisional, makanan tradisional dan lain-lain. Upaya terakhir untuk membangun kesadaran budaya dan ketahanan budaya adalah dengan memperkuat dan mengukuhkan identitas dan jatidiri karena di dalam jatidiri terkandung kearifan kearifan lokal dan local genius.

8. Maju mundur atau pasang surut kebudayaan (culture) sepanjang sejarah kemanusiaan secara
mendasar ditentukan oleh bagaimana kebudayaan itu dijadikan sebagai kerangka acuan yang dijabarkan melalui suatu tatanan normatif. Sejarah membuktikan bagaimana Kebudayaan Mesir Kuno, Kebudayaan Lembah Sungai Kuning di Cina, Kebudayaan Indian Amerika runtuh karena kebudayaan itu ditinggalkan oleh manusia pendukung peradabannya. Kemudian kebudayaan akan kehilangan dayanya sebagai acuan untuk menjabarkan pola tindak dan pola laku bila didesak oleh adanya suatu sistem nilai baru misalnya Revolusi kebudayaan di China, Modernisasi di Turki, Islamisasi di Arab dan Revolusi Bolsjewik di Rusia. Jadi dalam sejarah kemanusiaan banyak contoh menunjukkan bahwa pasang surut dan timbul tenggelamnya kebudayaan ditentukan oleh perubahan zaman dan kebudayaan lama didesak oleh suatu sistem nilai baru. Kebudayaan akan mengalami masa tumbuh dan berkembang, masa kejayaan atau masa keemasan dan masa kemunduran atau keruntuhannya. Di dalam Kebudayaan sebenarnya terkandung dua daya atau potensi yang menyebabkan kebudayaan itu tetap eksis dalam kehidupan, yang pertama yaitu daya untuk melestarikan kebudayaan (preservatif) dan kedua yaitu daya menarik kebudayaan itu untuk maju (progresif). Di dalam dua daya inilah masyarakat pendukung kebudayaan berada dan menentukan kearah mana kebudayaannya. Untuk dapat menentukan ke arah mana kebudayaannya maka masyarakat pendukung kebudayaan harus memiliki Kesadaran Budaya dan Ketahanan Budaya (Cultural Resilience). Kesadaran Budaya adalah suatu bentuk perasaan yang tinggi soal rasa hati (gemoed), soal daya cipta dan tanggapan (verbeeldingskracht) dari budi dan daya (budhayyah). Sedangkan ketahanan budaya adalah kondisi dinamis suatu bangsa untuk menghadapi segala macam bentuk ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan yang ditujukan terhadap kebudayaan. Permasalahan yang dihadapi masyarakat sekarang adalah karena rapuhnya kesadaran budaya dan ketahanan budaya yang dimiliki dan ini disebabkan, pertama adanya anggapan bahwa kebudayaan luar terutama kebudayaan barat (west) adalah superior dan kebudayaan sendiri terutama kebudayaan timur (east) adalan inferior, padahal sesungguhnya barat adalah barat dan timur adalah timur dan keduanya tidak bisa bersatu, malah Profesor Jan Romein dalam bukunya Aera Eropa mengatakan bahwa kebudayaan timur adalah kebudayaan yang menyimpang dari pola umum yang artinya apa yang di timur dipositifkan justru di barat dinegatifkan. Sebagai contoh bagaimana orang timur memandang fenomena alam secara subjektif dan orang barat justru memandang fenomena alam secara objektif. Anggapan bahwa kebudayaan luar adalah superior dan kebudayaan sendiri adalan inferior akan menyebabkan situasi masyarakat yang terasing dari kebudayaannya sendiri

(cultural alienation). Faktor kedua penyebab rapuhnya Kesadaran Budaya dan Ketahanan Budaya adalah pengaruh globalisasi dan teknologi informasi yang menyebabkan terjadinya pemadatan dimensi ruang dan waktu, jarak semakin diperdekat dan waktu semakin dipersingkat, situasi seperti ini menyebabkan terjadinya banjir deras informasi (information glut) yang menghujani masyarakat dan nyaris tidak terkendali. Pada setiap terjadinya banjir pasti membawa limbah, yang dimaksud di sini adalah limbah budaya. Limbah budaya inilah yang sekarang merasuki hampir disetiap sendi kehidupan masyarakat. Sedangkan penyebab ketiga adalah terjadinya perubahan orientasi pada nilai nilai budaya yang dilanjutkan dengan perubahan norma - norma dan tolak ukur perilaku warga masyarakat. Perubahan orientasi nilai menjelma dalam wujud pergeseran budaya (shift), biasanya cenderung dalam bentuk asimilasi dan akulturasi budaya, contohnya bagaimana saat pasangan pengantin mengenakan beragam macam baju pengantin disaat pesta, mulai dari mengenakan baju pengantin adat, baju pengantin Eropa dan baju baju pengantin lainnya, contoh lain yaitu terjadinya pergeseran budaya dalam aturan menghidangkan makanan dari sistem yang menggunakan dulang ke sistem menghidangkan ala Francis, malah sekarang dalam acara ruwahan di kampung - kampung sudah menggunakan sistem Francis. Kemudian perubahan orientasi nilai juga menyebabkan persengketaan (conflict) yang melahirkan sikap ambivalensi masyarakat, sebagai contoh timbulnya pro dan kontra masyarakat ketika Artika Sari Devi yang diberi gelar oleh Lembaga Adat Serumpun Sebalai dengan gelar Yang Puan Jelita Nusantara harus mengenakan pakaian renang dalam pemilihan Miss Dunia. Sikap pro dan kontra terjadi karena masyarakat menilai Artika Sari Devi adalah Puteri Indonesia serta berasal dari Bangka Belitung yang sangat kental dengan budaya melayunya mau berpakaian mempertontonkan aurat yang bertentangan dengan nilai - nilai budaya yang dianutnya. Terakhir perubahan orientasi nilai pada masyarakat akan menimbulkan perbenturan (clash) yang melahirkan sikap penentangan (rejection), sebagai contoh ketika akan dibangun pendopo di belakang kediaman Gubernur yang direspon oleh masyarakat dengan ketidaksetujuan karena pendopo adalah bangunan dengan arsitektur vernakuler Jawa. Untuk membangun Kesadaran Budaya dan Ketahanan Budaya di masyarakat maka perlu dilakukan upaya - upaya yaitu, pertama dengan meningkatkan daya preservatif meliputi upaya perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan kebudayaan serta meningkatkan daya progresif berupa upaya upaya peningkatan peran pemerintah, swasta, serta pemberdayaan masyarakat adat dan komunitas budaya. Perlindungan adalah upaya menjaga keaslian kebudayaan dari pengaruh unsur - unsur budaya luar atau asing dan penyimpangan dalam pemanfaatannya. Sedangkan pengembangan adalah upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas kebudayaan yang hidup di tengah - tengah masyarakat tanpa menghilangkan nilai - nilai yang terkandung di dalamnya dan kegiatan pemanfaatan adalah pemberdayaan kebudayaan untuk pemenuhan kebutuhan batin masyarakat baik dalam event yang bersifat sakral maupun profan. Upaya kedua untuk membangun Kesadaran Budaya dan Ketahanan Budaya di masyarakat adalah dengan memberdayakan nilai - nilai budaya baik nilai budaya yang terkandung di dalam kebiasaan budaya (cultural habits) maupun yang terkandung di dalam aturan budaya (cultural law). Baik nilai budaya yang tampak (tangible) maupun nilai budaya yang tak tampak (intangible). Diketahui bahwa kebudayaan dan peradaban dapat diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui tradisi lisan seperti ungkapan tradisional, puisi rakyat (pantun, syair dan gurindam), cerita rakyat (mite, legenda, dongeng), nyanyian rakyat. Kemudian dapat diwarisi melalui tradisi setengah lisan seperti permainan rakyat, kepercayaan rakyat, upacara tradisional (daur hidup/life cycle, kepercayaan dan peristiwa alam), arsitektur tradisional/ vernakuler dan rumah adat, pengobatan tradisional, makanan tradisional, pakaian adat, pasar tradisional, pengetahuan dan tekhnologi tradisional serta dapat juga diwarisi melalui tradisi bukan lisan seperti bangunan bangunan kuno dan naskah naskah kuno. Pemberdayaan nilai budaya pada prinsipnya adalah upaya untuk membuat sesuatu peristiwa budaya menjadi lebih bermanfaat, bermakna, lebih berfungsi dan berguna. kegiatan budaya yang menghasilkan nilai budaya adalah kegiatan - kegiatan yang dapat menuntun manusia berperilaku lebih beradab, dan sesuai dengan kaedah atau norma - norma yang berlaku di masyarakat. Perilaku beradab tersebut dapat terealisasi dalam kehidupan masyarakat bila nilai - nilai budaya tersebut sudah terinternalisasi dengan benar

dalam sanubari masyarakat. Untuk mengupayakan terinternalisasinya nilai - nilai budaya diperlukan kerja keras dan upaya yang sungguh - sungguh dari seluruh komponen masyarakat termasuk penggiat budaya, apresian budaya dalam level apapun, oleh para pemangku adat, tokoh adat, dan pemuka adat. Sekarang ini untuk mempermudah pemberdayaan nilai - nilai budaya sehingga terinternalisasi dengan baik, hal utama yang harus dilakukan adalah mempersiapkan event atau peristiwa budaya yang berhubungan dengan peristiwa kemasyarakatan yang biasanya diikuti oleh banyak orang dan mendatangkan anggota masyarakat lainnya, baik peristiwa yang berhubungan dengan agama, peristiwa yang berhubungan dengan adat, maupun peristiwa yang berhubungan dengan siklus kehidupan. Upaya terakhir untuk membangun kesadaran budaya dan ketahanan budaya adalah dengan memperkuat dan mengukuhkan identitas dan jatidiri karena di dalam jatidiri terkandung kearifan - kearifan lokal dan local genius. Setiap masyarakat betapapun sederhananya memiliki Kebudayaan dan mengembangkannya sebagai respon terhadap lingkungan fisik, lingkungan sosial dan lingkungan buatan di sekitarnya. Perbedaan antara lingkungan fisik, sosial dan buatan itulah yang menyebabkan perbedaan kebudayaan di masyarakat. Oleh sebab itu salah satu kebijakan dalam pengembangan kebudayaan adalah upaya untuk menguatkan identitas dan kekayaan budaya nasional yang bertujuan untuk memperkenalkan, menguatkan dan mendorong kreatifitas budaya masyarakat agar mampu berkembang dan beradaptasi dengan perubahan zaman. Kehidupan manusia selalu dikelilingi oleh peristiwa budaya, proses pembentukan peristiwa budaya di atas berlangsung berabad - abad dan betul - betul teruji sehingga membentuk suatu komponen yang betul - betul handal, terbukti dan diyakini dapat membawa kesejahteraan lahir dan batin, komponen inilah yang disebut dengan jatidiri. Di dalam jatidiri terkandung kearifan lokal (local wisdom) yang merupakan hasil dari local genius dari berbagai suku bangsa yang ada. Kearifan lokal inilah seharusnya yang kita rajut dalam satu kesatuan kebudayaan untuk mewujudkan suatu nation (bangsa) yaitu Bangsa Indonesia dan sebagai alat untuk meredam berbagai konflik horizontal yang terjadi di masyarakat yang marak terjadi di berbagai daerah saat ini.

Kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat. Kebudayaan Barat sudah mendominanisasi segala aspek. Segala hal selalu mengacu kepada Barat. Peradaban Barat telah menguasai dunia. Banyak perubahan-perubahan peradaban yang terjadi di penjuru dunia ini. Kebudayan Barat hanya sebagai petaka buruk bagi Timur. Timur yang selalu berperadaban mulia, sedikit demi sedikit mulai mengikuti kebudayaan Barat. Masuknya budaya Barat ke Indonesia disebabkan salah satunya karena adanya krisis globalisasi yang meracuni Indonesia. Pengaruh tersebut berjalan sangat cepat dan menyangkut berbagai bidang kehidupan. Tentu saja pengaruh tersebut akan menghasilkan dampak yang sangat luas pada sistem kebudayaan masyarakat. Begitu cepatnya pengaruh budaya asing tersebut menyebabkan terjadinya goncangan budaya(culture shock), yaitu suatu keadaan dimana masyarakat tidak mamapu menahan berbagai pengaruh kebudayaan yang datang dari luar sehingga terjadi ketidakseimbangan dalam kehidupan masyarakat yang bersangkutan. Adanya penyerapan unsur budaya luar yang di lakukan secara cepat dan tidak

melalui suatu proses internalisasi yang mendalam dapat menyebabkan terjadinya ketimpangan antara wujud yang di tampilkan dan nilai-nilai yang menjadi landasannya atau yang biasa disebut ketimpangan budaya. Secara timbal balik, tiap peradaban akan berpengaruh satu sama lain. Hukum sosial berlaku bagi semua peradaban. Peradaban yang maju, pada suatu masa, cenderung memiliki perngaruh yang luas bagi peradaban-peradaban lain yang berkembang belakangan. Perkembangan terknologi, terutama masuknya kebudayaan asing (barat) tanpa disadari telah menghancurkan kebudayaan lokal. Minimnya pengetahuan menjadi pemicu alkulturasi kebudayaan yang melahirkan jenis kebudayaan baru. Masuknya kebudayaan tersebut tanpa disaring oleh masyarakat dan diterima secara mentah. Akibatnya kebudayaan asli masyarakat mengalami degradasi yang sangat luar biasa. Budaya asing yang masuk keindonesia menyebabkan multi efek. Budaya Indonesia perlahan-lahan semakin punah. Berbagai iklan yang mengantarkan kita untuk hidup gaul dalam konteks modern dan tidak tradisional sehingga memunculkan banyaknya kepentingan para individu yang mengharuskan berada diatas kepentingan orang lain. Akibatnya terjadi sifat individualisme semakin berpeluang untuk menjadi budaya kesehariannya. Ini semua sebenarnya terhantui akan praktik budaya yang sifatnya hanya memuaskan kehidupan semata. Sebuah kebobrokan ketika bangsa Indonesia telah pudar dalam bingkai kenafsuan belaka berprilaku yang sebenarnya tidak mendapatkan manfaat sama sekali jika dipandang dari sudut keislaman. Artinya dizaman Edan sekarang ini manusia hidup dalam tingkat Hidonisme yang sangat tinggi berpikir dalam jangka pendek hanya mencari kepuasaan belaka dimana kepuasaan tersebut yang menyesatkan umat islam untuk berprilaku. Salah satu contoh Serdehana sesuai dengan kenyataan, Dari cara berpakaian banyak remajaremaja kita yang berdandan seperti selebritis yang cenderung ke budaya Barat. Mereka menggunakan pakaian yang minim bahan yang memperlihatkan bagian tubuh yang seharusnya tidak kelihatan. Pada hal cara berpakaian tersebut jelas- jelas tidak sesuai dengan kebudayaan kita. Tak ketinggalan gaya rambut mereka dicat beraneka warna. Pendek kata orang lebih suka jika menjadi orang lain dengan cara menutupi identitasnya. Tidak banyak remaja yang mau melestarikan budaya bangsa dengan mengenakan pakaian yang sopan sesuai dengan kepribadian bangsa. Jika pengaruh di atas dibiarkan, apa jadinya Moral generasi bangsa kita, timbul tindakan anarkis antara golongan muda. dengan adanya budaya barat atau budaya asing di Indonesia, dapat membawa dampak bagi Indonesia. Dampak masuknya budaya asing antara lain. terjadi perubahan kebudayaan, pembauran kebudayaan, modernisasi, keguncangan budaya, melemahnya nilai-nilai budaya bangsa. Dampak tersebut membawa pengaruh besar bagi Indonesia, baik dari segi postif, maupun negatif. Indonesia, masih terlalu lemah dalam menyaring budaya yang baik di ambil dengan yang tidak, maka kita semua sebagai warga Indonesia wajib membanggakan apa saja yang sudah menjadi budaya kita sendiri, jangan sampai melupakan budaya lama dengan sudah menemukan budaya baru. Masuknya budaya asing ke suatu negara sebenarnya merupakan hal yang wajar, asalkan budaya tersebut sesuai dengan kepribadian bangsa namun kita harus tetap menjaga agar budaya kita tidak luntur. Langkah-langkah untuk mengantisipasinya adalah antara lain dengan cara, Menumbuhkan semangat nasionalisme yang tangguh, misal semangat mencintai produk dalam negeri, Menanamkan dan mengamalkan nilai- nilai Pancasila dengan sebaik- baiknya, Melaksanakan ajaran Agama dengan sebaik- baiknya dan Selektif terhadap pengaruh globalisasi di bidang politik, ideologi, ekonomi, sosial budaya bangsa. Sebagai identitas bangsa, budaya lokal harus terus dijaga keaslian maupun kepemilikannya agar tidak dapat diakui oleh negara lain. Walaupun demikian, tidak menutup kemungkinan budaya asing masuk asalkan sesuai dengan kepribadian negara karena suatu negara juga membutuhkan input-input dari negara lain yang akan berpengaruh terhadap perkembangan di negaranya.

Anda mungkin juga menyukai