Anda di halaman 1dari 10

1 VITILIGO

PENDAHULUAN Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan.1 Pada pertengahan abad ke- 16, Hieronymous Mercurialis menduga istilah vitiligo berasal dari bahasa Latin yaitu kata vitium atau vitellum yang artinya cacat. 2 Vitiligo merupakan kelainan depigmentasi yang didapat disebabkan tidak adanya melanosit pada epidermis, membran mukosa, mata maupun bulbus dari rambut. Karakteristik lesi berupa makula ataupun bercak depigmentasi yang berbatas tegas dan biasanya asimptomatik. Kelainan ini cenderung progresif dan jarang mengalami regresi spontan.2 Vitiligo dapat mengenai semua usia, namun biasanya lebih sering pada usia 10 30 tahun. Pengobatan vitiligo mempunyai banyak pilihan dan bersifat individual. Repigmentasi biasanya membutuhkan jangka waktu yang lama sehingga membutuhkan kesabaran penderita, orang tua maupun dokter yang merawatnya.2

LAPORAN KASUS REFERAT DEFINISI Vitiligo adalah hipomelanosis idiopatik didapat ditandai dengan adanya makula putih yang dapat meluas. Dapat mengenai seluruh bagian tubuh yang mengandung sel melanosit, misalnya rambut dan mata.3

EPIDEMIOLOGI Insidens yang dilaporkan bervariasi antara 0,1 sampai 8,8%. Dapat mengenai semua ras dan kelamin. Awitan terbanyak sebelum umur 20 tahun. Ada pengaruh faktor genetik. Pada penderita vitiligo, 5% akan mempunyai anak dengan vitiligo. Riwayat keluarga vitiligo bervariasi antara 20-40%.3

ETIOLOGI Penyebab belum diketahui, berbagai faktor pencetus sering dilaporkan, misalnya krisis emosi dan trauma fisis.3,4

PATOGENESIS 1. Hipotesis autoimun Teori ini menganggap bahwa kelainan sistem imun menyebabkan terjadinya kerusakan pada rnelanosit. Beberapa penyakit otoimun yang sering dihubungkan dengan vitiligo antara lain adalah tiroiditis (Hashimoto), anemia pernisiosa, penyakit Addison, alopesia areata, dan sebagainya. Antibodi humoral terhadap tiroid, sel parietal, dan adrenal meningkat secara bermakna, tetapi antibodi spesifik terhadap melanosit tidak dijumpai. Vitiligo juga sering didapatkan pada penderita dengan melanoma, halonevus, dan juga pada sindroma Vogt. Koyanagi-Harada (uveitis dan vitiligo). Pada ketiga penyakit tersebut, dapat pula dijumpai antibodi spesifik beredar dalam darah, namun tidak dijumpai antibodi spesifik terhadap pure vitiligo.5,8 2. Hipotesis neurohumoral Karena melanosit terbentuk dari neuraIcrest, maka diduga faktor neural berpengaruh. Tirosin adalah substrat untuk pembentukan melanin dan katekol. Kemungkinan adanya produk intermediate yang terbentuk selama sintesis katekol yang mempunyai efek merusak melanosit. Pada beberapa lesi ada gangguan keringat dan pembuluh darah terhadap respons transmiter saraf, misalnya asetilkolin.3,8 3. Autositotoksik Sel melanosit membentuk melanin melalui oksidasi tirosin ke DOPA dan DOPA ke dopakinon. Dopakinon akan dioksidasi menjadi berbagai indol dan radikal bebas. Melanosit pada lesi vitiligo dirusak oleh penumpukan prekursor melanin. Secara in vitro dibuktikan tirosin, dopa, dan dopakrom merupakan sitotoksik terhadap melanosit.3 4. Pajanan terhadap bahan kimiawi Depigmentasi kulit dapat terjadi terhadap pajanan Mono Benzil Eter Hidrokinon dalam sarung tangan atau detergen yang mengandung fenol.3

3 GEJALA KLINIS Makula berwarna putih dengan diameter beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter. bulat atau lonjong dengan batas tegas, tanpa perubahan epidermis yang lain. Kadang-kadang terlihat makula hipomelanotik selain makula apigmentasi.3,5 Didalam makula vitiligo dapat ditemukan makula dengan pigmentasi normal atau hiperpigmentasi disebut repigmentasi perifolikular. Kadang-kadang ditemukan tepi lesi yang me- meninggi, eritema dan gatal, disebut inflamatoar.3,5 Daerah yang sering terkena adalah bagian ekstensor tulang terutama diatas jari, periorifisial sekitar mata, mulut dan hidung, tibialis anterior, dan pergelangan tangan bagian fleksor. Lesi bilateral dapat simetris atau asimetris. Pada area yang terkena trauma dapat timbul vitiligo. Mukosa jarang terkena, kadang-kadang mengenai genital eksterna, puting susu, bibir dan ginggiva.3

DIAGNOSIS Kriteria diagnosis bisa didasarkan atas pemeriksaan klinis (anamnesis, pemeriksan fisik), uji diagnostik (untuk membedakan dengan penyakit lain yang menyerupai), dan pemeriksaan laboratorium (untuk membantu mencari adanya kaitan dengan penyakit sistemik, seperti Diabetes melitus, insufisiensi adrenal, anemia pernisiosa, penyakit tiroid. dan lain-lain).4,8 Dari anamnesis, perlu diketahui kapan lesi itu nampak, perjalanan penyakit (stabil atau progresif), riwayat adanya inflamasi, iritasi, atau hal lain menjelang timbulnya depigmentasi, riwayat fotosensitivitas, disfungsi telinga atau mata, bentuk-bentuk pengobatan sebelumnva (termasuk dosis, efek, dan atau toksisitas), hobi, riwayat keluarga, riwayat keluarga atau diri sendiri tentang penyakit (tiroid, alopesia areata, diabetes, penyakit kolagen vaskuler, anemia pernisiosa, penyakit Addison), stres emosional akibai kehilangan pigmen, dll.4,8 Pada pemeriksaan fisik perlu dilakukan pemeriksaan umum, adanya depigmentasi yang asimptomatik, tanpa gejala inflamasi, ada tidaknya batas inflamasi sekitar lesi, tempat lesi pertama kali muncul (tangan, lengan, kaki, muka dan bibir), pola vitiligo (fokal, segmental, universal atau akral/akrofasial). Pemeriksaan lain antara lain perlu

4 dicari adanya poliosis, perubahan pigmentasi pada choroid dan epitel pigmen retina, uveitis.4,8 Tes diagnostik dilakukan untuk membedakan dengan penyakit yang menyerupai, misalnya limfoma kutan sel-T, LED/ LES, lepra, pinta, nevus anemikus, depigmentosus, piebaldisme, pityriasis alba, hipopigmentasi pasca inflamasi, arkoidosis, skleroderma, tinea versikolor dan Iain- lain. 4 Tes laboratorium dilakukan untuk mendeteksi penyakit-penyakit sistemik yang menyertai, missalnya insufisiensi adrenal, diabetes melitus, anemia pernisiosa, penyakit tiroid. Tes-tes yang mungkin dapat membantu antara lain biopsi dari batas lesi (dengan teknik Fontana- Masson) untuk membedakan vitiligo dari beberapa keadaan yang disebut di atas. Penderita yang mempunyai kecenderungan untuk mendapatkan foto-khemoterapi, perlu diperiksa ANA (antinuclcar antibody), tes faal hepar, dan faal ginjal, dsb.4,8

KLASIFIKASI Ada 2 bentuk vitiligo :3 1. Lokalisata yang dapat dibagi lagi: a. Fokal : satu atau lebih makula pada satu area, tetapi tidak segmental. b. Segmental : satu atau lebih makula pada satu area, dengan distribusi menurut dermatom, misalnya satu tungkai. c. Mukosal: hanya terdapat pada membran mukosa. Jarang penderita vitiligo lokalisata yang berubah menjadi generalisata. 2. Generalisata Hampir 90% penderita secara generalisata dan biasanya simetris. Vitiligo generalisata dapat dibagi lagi menjadi: a. Akrofasial: depigmentasi hanya terjadi di bagian distal ekstremitas dan muka, merupakan stadium mula vitiligo yang generalisata. b. Vulgaris : makula tanpa pola tertentu di banyak tempat. c. Campuran : depigmentasi terjadi menyeluruh atau hampir menyeluruh merupakan vitiligo total.

5 DIAGNOSA BANDING Sebagai diagnosis banding ialah piebaldisme, sindrom Wardenburg. dan sindrom Woolf. Vitiligo segmental harus dibedakan dengan nevus depigmentosus.

tuberosklefosis, dan hipomelanosis. Lesi tunggal atau sedikit harus dibedakan dengan tinea versikokor pitiriasis alba, hjpomelanosis gutata, dan hipopigmentasi pasca inflamasi.3

PENGOBATAN Prinsip pengobatan vitiligo adalah pembentukan cadangan baru melanosit, dimana diharapkan melanosit baru yang terbentuk akan tumbuh kedalam kulit yang mengalami depigmentasi.2,6,7,9 Pengobatan vitiligo membutuhkan waktu, dimana sel baru yang terbentuk akan mengalami proliferasi dan kemudian bermigrasi ke dalam kulit yang mengalami depigmentasi, sehingga untuk melihat respon pengobatan dibutuhkan waktu minimal 3 bulan. 7,9 Metode pengobatan vitiligo dapat dibagi atas : 1. Pengobatan secara umum yaitu : Memberikan keterangan mengenai penyakit, pengobatan yang diberikan dan menjelaskan perkembangan penyakit selanjutnya kepada penderita maupun orang tua.2,7 Penggunaan tabir surya (SPF15-30) pada daerah yang terpapar sinar matahari.

Melanosit merupakan pelindung alami terhadap sinar matahari yang tidak dijumpai pada penderita vitiligo. Penggunaan tabir surya mempunyai beberapa alasan yaitu : Kulit yang mengalami depigmentasi lebih rentan terhadap sinar matahari (sunburn) dan dapat mengakibatkan timbulnya kanker kulit. Trauma yang diakibatkan sinar matahari (sunburn) selanjutnya dapat memperluas daerah depigmentasi (Koebner phenomen). Pengaruh sinar matahari dapat mengakibatkan daerah kulit yang normal menjadi lebih gelap.

6 Dianjurkan menghindari aktivitas diluar rumah pada tengah hari dan menggunakan tabir surya yang dapat melindungi dari sinar UVA dan UVB. 2,6,7,9 Camouflage Cosmetik Tujuan penggunaan kosmetik yaitu menyamarkankan bercak putih sehingga tidak terlalu kelihatan. Yang biasa digunakan adalah Covermark dan Dermablend. 2,6,7,9

2. Repigmentasi vitiligo, dapat dilakukan dengan berbagai cara dan melihat usia dari penderita yaitu : A. Usia dibawah 12 tahun. Topikal steroid

Penggunaan steroid diharapkan dapat meningkatkan mekanisme pertahanan terhadap autodestruksi melanosit dan menekan proses immunologis. Topikal steroid merupakan bentuk pengobatan yang paling mudah. Steroid yang aman digunakan pada anak adalah yang potensinya rendah. Respon pengobatan dilihat minimal 3 bulan. Penggunaan topikal steroid yang berpotensi kuat dalam jangka waktu lama, dapat menimbulkan efek samping yaitu terjadinya atrofi pada kulit, telangectasi. 2,6,7,9 Topikal Tacrolimus

Berdasarkan penelitian, topikal Tacrolimus 0,1% dapat digunakan sebagai alternatif pengobatan vitiligo pada anak. Tacrolimus adalah makrolid lakton yang diisolasi dari hasil fermentasi Streptomyces tsukubaensis. Merupakan suatu

immunosupressor yang poten dan selektif. Mekanisme kerja berdasarkan inhibisi kalsineurin yang menyebabkan supresi dari aktivasi sel T dan inhibisi pelepasan sitokin. Berdasarkan penelitian, penggunaan topikal tacrolimus 0,1% memberikan hasil yang baik pada daerah wajah dan memiliki efek samping yang lebih minimal dibandingkan dengan topikal steroid poten yaitu adanya rasa panas atau terbakar dan rasa gatal, namun biasanya menghilang setelah beberapa hari pengobatan. 2,6,7,9 Topikal PUVA

Diindikasikan pada anak yang berusia lebih dari 10 tahun dengan vitiligo tipe lokalisata atau pada lesi yang luasnya kurang dari 20% permukaan tubuh. Digunakan cream atau solution Methoxsalen (8- Methoxypsoralen, Oxsoralen) dengan konsentrasi

7 0,1 ?0,3 %. Dioleskan 15 - 30 menit sebelum pemaparan pada lesi yang depigmentasi. Pemaparan menggunakan UV-A dengan dosis awal 0,12 joule dan pada pemaparan berikutnya dosis dapat ditingkatkan sebanyak 0,12 joule sampai terjadi eritema yang ringan. Pemaparan dapat juga menggunakan sinar matahari. Lamanya pemaparan pada awal pengobatan selama 5 menit pada pengobatan berikutnya dapat ditambahkan 5 menit dan maksimum selama 15-30 menit. Pengobatan diberikan satu atau dua kali seminggu tetapi tidak dalam 2 hari berturut- turut. Setelah selesai pemaparan, daerah tersebut dicuci dengan sabun dan dioleskan tabir surya. Efek samping yang dapat timbul adalah photoaging, reaksi phototoxic dan penggunaan yang lama dapat meningkatkan timbulnya resiko kanker kulit. Respon pengobatan dilihat selama 3-6 bulan. 2,6,7,9

B. Usia lebih dari12 tahun (remaja) SISTEMIK PUVA

Indikasi penggunaan sistemik psoralen dengan pemaparan UV-A yaitu pada vitiligo tipe generalisata. Obat yang digunakan yaitu Methoxsalen (8- MOP, Oxsoralen), bekerja dengan cara menghambat mitosis yaitu dengan berikatan secara kovalen pada dasar pyrimidin dari DNA yang difotoaktivasi dengan UV-A. Dosis yang diberikan 0,20,4 mg/kg BB/ oral, diminum 2 jam sebelum pemaparan. Pemaparan menggunakan UVA yang berspektrum 320-400 nm. Dosis awal pemberian UV-A yaitu 4 joule. Pada setiap pengobatan dosis UV-A dapat ditingkatkan 2-3 joule sehingga lesi yang depigmentasi akan berubah menjadi merah jambu muda. Dosis tersebut akan dipertahankan pada level yang konstan pada kunjungan yang berikutnya, sehingga terjadi repigmentasi pada kulit. Pemaparan dapat juga menggunakan sinar matahari. Lamanya pemaparan pada awal pengobatan selama 5 menit, pada pengobatan berikutnya dapat ditambahkan 5 menit sehingga dicapai eritema ringan dan maksimum selama 30 menit. Terapi ini biasanya diberikan satu atau dua kali seminggu tetapi tidak dilakukan 2 hari berturut-turut. 2,6,7,9 Efek samping yang dapat timbul yaitu mual, muntah, sakit kepala, kulit terbakar dan meningkatnya resiko terjadinya kanker kulit. Penderita yang mendapat pengobatan dengan psoralen secara sistemik, sebaiknya sewaktu dilakukan pemaparan menggunakan kacamata pelindung terhadap sinar matahari hingga sore hari, untuk menghindari

8 terjadinya toksisitas pada mata. Terapi dilanjutkan minimum 3 bulan untuk menilai respon pengobatan. 2,6,7,9 TERAPI BEDAH

Pasien dengan area vitiligo yang tidak luas dan aktivitasnya stabil, dapat dilakukan transplantasi secara bedah yaitu : 1. Autologous skin graft Sering dilakukan pada pasien dengan bercak depigmentasi yang tidak luas. Tekhnik ini menggunakan jaringan graft yang berasal dari pasien itu sendiri dengan pigmen yang normal, yang kemudian akan dipindahkan ke area depigmentasi pada tubuh pasien itu sendiri. Repigmentasi akan menyebar dalam waktu 4-6 minggu setelah dilakukan graft. Komplikasi yang dapat terjadi pada tempat donor dan resipien yaitu infeksi, parut, cobblestone appearance ataupun dijumpainya
2,6,7,9

bercak-bercak

pigmentasi

atau

tidak

terjadi

samasekali

repigmentasi.

2. Suction blister Prosedur tekhnik ini yaitu dibentuknya bula pada kulit yang pigmentasinya normal mengunakan vakum suction dengan tekanan 150 Hg ataupun menggunakan alat pembekuan. Kemudian atap bula yang terbentuk dipotong dan dipindahkan pada daerah depigmentasi. Komplikasi tekhnik ini adalah timbulnya jaringan parut, cobble stone appearance ataupun terjadi repigmentasi yang tidak sempurna. Tetapi dengan tekhnik ini, resiko timbulnya jaringan parut lebih sedikit dibandingkan prosedur graft yang lain. 2,6,7,9 DEPIGMENTATION

Terapi ini merupakan pilihan pada pasien yang gagal terapi PUVA atau pada vitiligo yang luas dimana melibatkan lebih dari 50% area permukaan tubuh atau mendekati vitligo tipe universalis. Pengobatan ini menggunakan bahan pemutih seperti 20% monobenzyl ether dari hydroquinone (Benzoquin 20%), yang dioleskan pada daerah yang normal (dijumpai adanya melanosit). Dilakukan sekali atau dua kali sehari. Efek samping yang utama adalah timbulnya iritasi lokal pada kulit berupa kemerahan ataupun timbul rasa gatal. Oleh karena itu dilakukan test pengolesan hanya pada satu lengan bawah yang dioleskan sehari sekali. Apabila dalam 2 minggu tidak terjadi iritasi selanjutnya cream dapat dioleskan sehari dua kali. Kemudian setelah 2 minggu

9 pengolesan tidak terjadi iritasi maka cream tersebut dapat dioleskan pada tempat dimana saja pada tubuh. Bahan ini bersifat cytotoxic terhadap melanosit dan menghancurkan melanosit. Depigmentasi bersifat permanen dan irreversible. Kulit penderita akan menjadi albinoid dan membutuhkan tabir surya. 2,6,7,9 TATTOO (MIKROPIGMENTATION)

Tattoo merupakan pigmen yang ditanamkan dengan menggunakan peralatan khusus yang bersifat permanen. Tekhnik ini memberikan respon yang terbaik pada daerah bibir dan pada orang yang berkulit gelap. Efek sampingnya yaitu dapat terjadi herpes simplex labialis. 2,6,7,9

PROGNOSIS Perkembangan penyakit vitiligo sukar untuk diramalkan, dimana perkembangan dari lesi depigmentasi dapat menetap, meluas ataupun terjadinya repigmentasi. Biasanya

perkembangan penyakit dari semua tipe vitiligo bertahap, dan bercak depigmentasi akan menetap seumur hidup kecuali diberi pengobatan. Sering diawali dengan perkembangan yang cepat dari lesi depigmentasi dalam beberapa bulan kemudian progresifitas lesi depigmentasi akan berhenti dalam beberapa bulan dan menetap dalam beberapa tahun. Repigmentasi spontan terjadi pada 10-20% pasien tetapi hasilnya jarang memuaskan secara kosmetik. 7,9

DISKUSI KASUS

10 DAFTAR PUSTAKA

1. Wasitaatmadja Syarif M. Anatomi Kulit. Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 4th ed. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2005.p; 3. 2. Lamerson C, Nordlund J J. Vitiligo. In : Harper J, Oranje A, Prose N,

editor.Textbook of Pediatric Dermatology. Vol 1, Blackwell Science, 2000.p ; 880 88. 3. Djuanda A. Kelainan Pigmen. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 4th ed. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2008.p; 296-298. 4. Harahap Marwali. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta : Hipokrates.2000.p: 151-156. 5. Graham robin brown, Burn tony. Lecture notes Dermatologi. Jakarta. 2005.p; 132 6. Boissy R E, Nordlund J J. Vitiligo. In : Cutaneous Medicine And Surgery. Vol 2, W.B. Saunders Company, 1996 ; 1210 -16. 7. Vitiligo. In : Handbook of Dermatology & Venereology. 126-

http://www.hkmj.org.hk/skin/vitiligo.htm. 8. Wolf Klaus, dkk. Fitzpatricks Dermatology In General Medicine.7th Edition. United State Of America. 2003.p; 616-622 9. Vlada Groysman. Vitiligo. http://emedicine.medscape.com/article/1068962-

overview#showall

Anda mungkin juga menyukai