Anda di halaman 1dari 38

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 Latar Belakang Pergaulan hidup diatur oleh berbagai macam kaidah atau norma yang pada hakekatnya bertujuan untuk menciptakan kehidupan bersama yang tertib dan tentram. Untuk menciptakan kehidupan yang tertib dan tentram tersebut, maka diperlukan sarana yang mempunyai kekuatan dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Setiap masyarakat memerlukan suatu mekanisme pengendalian sosial agar sesuatunya berjalan dengan tertib. Menurut Soerjono Soekanto bahwa : Mekanisme pengendalian sosial (mechanism of social control) adalah segala proses yang direncanakan maupun tidak direncanakan untuk mendidik, mengajak atau bahkan memaksa para warga masyarakat agar menyesuaikan diri dengan kaidah-kaidah dan nilai-nilai kehidupan masyarakat yang bersangkutan.1 Transportasi adalah pergerakan manusia, barang dan informasi dari suatu tempat ke tempat lain dengan aman, nyaman, cepat, murah dan sesuai dengan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia.2 Sedangkan dalam Blacks Law Dictionary , dinyatakan bahwa :

Transportation is the removal of goods or persons from one place to another.3

Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, selanjutnya disingkat Soerjono Soekanto I, hal. 179.
2 3

Arif Budiarto dan Mahmudah, 2007, Rekayasa Lalu Lintas, UNS Press, Surakarta, Hal. 1.

Henry Campbel Black, 1968, Blacks Law Dictionary, West Publishing Co., ST. Paul Minn, hal. 1670.

Dari uraian tersebut, maka transportasi merupakan pergerakan manusia dari suatu tempat ke tempat lain. Transportasi dibutuhkan berdasarkan pada persoalan :
1. Kebutuhan manusia akan barang, jasa dan informasi dalam proses

kehidupannya.
2. Barang, jasa dan informasi tidak berada dalam satu kesatuan dengan

tempat tinggalnya. Dua hal pokok tersebut menyebabkan terjadinya arus manusia, barang dan informasi dari suatu zona asal menuju ke zona tujuan melalui berbagai prasarana untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia.4 Dalam kehidupan saat ini, manusia tidak dapat memenuhi segala

kebutuhan hidupnya hanya dari tempat tinggalnya saja. Pemenuhan kebutuhan tersebut mengakibatkan terjadinya arus pergerakan sehingga muncul permasalahan transportasi. Kebutuhan bergerak dari suatu tempat ke tempat lainnya merupakan suatu kebutuhan dalam kehidupan manusia. Perpindahan manusia tersebut didasari dari kenyataan bahwa sumber kehidupan manusia tidak terdapat di sembarang tempat. Untuk itu diperlukan sarana ataupun prasarana transportasi guna mendukung pergerakan manusia dalam pemenuhan kebutuhannya. Bentuk perpindahan manusia atau barang tersebut secara fisik dapat dilihat dari besarnya hubungan lalu lintas melalui suatu prasarana
4

Arif Budiarto dan Mahmudah, Ibid.

penghubung yang disebut dengan jalan. Oleh sebab itu, jalan sebagai prasarana transportasi diharapkan dapat menampung semua kendaraan yang melintas dan memberikan pelayanan yang baik bagi semua pengguna jalan. Meningkatnya kebutuhan masyarakat baik dari segi kuantitas maupun kualitas harus dibarengi dengan peningkatan, pengembangan dan pengaturan transportasi yang cepat dan lebih baik yaitu peningkatan ketersediaan prasarana dan sarana baik berupa jalan maupun fasilitas lainnya yang dapat menunjang kegiatan transportasi. Akan tetapi kenyataannya bahwa

peningkatan sarana maupun prasarana tak bisa mengimbangi peningkatan kebutuhan dan perpindahan tersebut. Transportasi jalan diselenggarakan dengan tujuan untuk mewujudkan lalu lintas dan angkutan jalan dengan selamat, aman, cepat, lancar, tertib dan teratur, nyaman dan efisien, serta menjangkau seluruh pelosok wilayah daratan, untuk menunjang pemerataan, pertumbuhan dan stabilitas sebagai pendorong, penggerak dan penunjang pembangunan nasional dengan biaya yang terjangkau oleh daya beli masyarakat. Dari uraian tersebut, dapat dipahami bahwa sistem transportasi memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia, karena transportasi memiliki tujuan-tujuan sosial seperti menyediakan mobilitas dan akses yang sangat penting bagi sebagian besar kegiatan. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Robert Preddle menyatakan bahwa transport system are the life blood of cities, providing mobility and access that critical to most activities. But many transport system are beginning to threaten the very live

ability of the cities they serve.5 Sedangkan Martin Wohl dan Chris Hendrickson menyatakan bahwa transportation facilities may serve social objectives.6 Walaupun transportasi memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia, akan tetapi permasalahan yang ditimbulkannya pun semakin banyak. Penanganan lalu lintas dan permasalahannya perlu dilakukan suatu penguraian dari setiap komponen yang terlibat di dalamnya baik secara langsung maupun tidak langsung yang akan berpengaruh terhadap situasi lalu lintas jalan raya sehingga dapat ditemukan solusi terbaik dan terintegrasi dalam suatu program kegiatan yang mampu mengakomodir setiap komponen tersebut dengan harapan upaya penanganan dapat berhasil sesuai dengan harapan atau point goal, terpeliharanya keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas guna mendukung terselenggaranya pembangunan nasional. Dari hasil pengamatan sementara, faktor yang berpotensi

menimbulkan permasalahan terhadap Keamanan, Keselamatan, Ketertiban dan Kelancaran lalu lintas antara lain :

Robert Preddle, 2002, Bus System for the Future, Achieving Sustainable Transport Worlwide, International Energy Agency, Paris, hal. 19. Martin Wohl & Chris Hendrickson, 1984, Transportation Investment and Pricing Principles, An Introduction for Engineers Planners and Economist , A Wiley-Interscience Publication, Canada, hal. 88.
6

a. Prasarana Jalan yang dioperasional harus dilengkapi dengan prasarana jalan sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 angka 6 Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, bahwa : Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah ruang lalu lintas, terminal, dan perlengkapan jalan yang meliputi marka, rambu, alat pemberi isyarat lalu lintas, alat pengendali dan pengaman pengguna jalan, alat pengawasan dan pengamanan Jalan, serta fasilitas pendukung. Selanjutnya Pasal 25 angka 1 Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyatakan bahwa : Setiap jalan yang digunakan untuk Lalu Lintas umum wajib dilengkapi dengan perlengkapan Jalan berupa : a. Rambu lalu lintas; b. Marka jalan; c. Alat pemberi isyarat lalu lintas; d. Alat penerangan jalan; e. Alat pengendali dan pengaman Pengguna Jalan; f. Alat pengawasan dan pengamanan jalan; g. Fasilitas untuk sepeda, pejalan kaki, dan penyandang cacat; dan h. Fasilitas pendukung kegiatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang berada di jalan dan di luar badan jalan. Untuk keselamatan, keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas serta kemudahan bagi pemakai jalan, jalan wajib dilengkapi dengan : 1. Rambu-rambu 2. Marka jalan 3. Alat pemberi isyarat lalu lintas 4. Alat pengendali dan alat pengamanan pemakai jalan 5. Alat pengawasan dan pengamanan jalan

6. ada fasilitas pendukung kegiatan lalu lintas dan angkutan jalan yang berada di jalan dan di luar jalan. b. Lokasi Jalan : 1. Dalam kota (di daerah pasar, pertokoan, perkantoran, sekolah, perumahan), 2. luar kota (pedesaan, penghubung antar daerah).

c. Volume Lalu Lintas Situasi lalu lintas saat ini khususnya di kota-kota besar diwarnai dengan mobilitas masyarakat yang cukup tinggi, dimana pertambahan kendaraan cukup pesat namun kurang diimbangi dengan penambahan sarana dan prasarana jalan. Berdasarkan pengamatan sementara diketahui bahwa kemacetan yang terjadi di kota Denpasar terdapat pada Jalan Imam Bonjol, Jalan Gajah Mada dan Jalan Diponegoro. Salah satu penyebab kemacetan tersebut adalah jumlah kendaraan yang melalui jalan tersebut tidak sebanding dengan lebar jalan yang ada. Adanya komposisi lalu lintas seperti tersebut, diharapkan para pengemudi yang sedang mengendarai kendaraannya agar selalu berhati-hati dengan keadaan tersebut. d. Kelas Jalan Untuk keperluan pengaturan penggunaan dan pemenuhan

kebutuhan angkutan, jalan dibagi dalam beberapa kelas sesuai dengan Pasal 19 angka 1 Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yaitu :

Jalan dikelompokkan dalam beberapa kelas berdasarkan : a. Fungsi dan intensitas lalu lintas guna kepentingan pengaturan penggunaan jalan dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan; dan b. Daya dukung untuk menerima muatan sumbu terberat dan dimensi kendaraan bermotor. Selanjutnya Pasal 19 angka 2 Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dinyatakan bahwa : a. Jalan kelas I, yaitu jalan arteri dan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 (dua ribu lima ratur) milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 (delapan belas ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat 10 (sepuluh) ton; b. Jalan kelas II, yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 12.000 (dua belas ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat 8 (delapan) ton; c. Jalan kelas III, yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100 (dua ribu seratus) millimeter, ukuran panjang tidak melebihi 9.000 (Sembilan ribu) millimeter, ukuran paling tinggi 3.500 (tiga ribu lima ratus) millimeter, dan muatan sumbu terberat 8 (delapan) ton; dan d. Jalan kelas khusus, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) millimeter, ukuran panjang melebihi 18.000 (delapan belas ribu) millimeter, ukuran paling tinggi 4.200 (empat ribu dua ratus) millimeter, dan muatan sumbu terberat lebih dari 10 (sepuluh) ton. Pembagian jalan dalam beberapa kelas tersebut didasarkan pada kebutuhan transportasi, pemilihan moda secara tepat dengan

mempertimbangkan keunggulan karakteristik masing-masing moda, perkembangan teknologi kendaraan bermotor, muatan sumbu terberat

kendaraan bermotor serta konstruksi jalan, penetapan kelas jalan pada ruas-ruas jalan wajib dinyatakan dengan rambu-rambu. e. Fasilitas pendukung Fasilitas pendukung jalan diatur dalam Pasal 45 angka 1 Undangundang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yaitu : Fasilitas pendukung penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan meliputi : a. Trotoar; b. Lajur sepeda; c. Tempat penyeberangan pejalan kaki; d. Halte; dan/atau e. Fasilitas khusus bagi penyandang cacat dan manusia usia lanjut. Fasilitas pendukung meliputi fasilitas pejalan kaki, parkir pada badan jalan, halte, tempat istirahat, dan penerangan jalan. Fasilitas pejalan kaki terdiri dari trotoar : tempat penyeberangan yang dinyatakan dengan marka jalan dan/atau rambu-rambu, jembatan penyeberangan dan terowongan penyeberangan. Pembangunan di bidang lalu lintas dan angkutan jalan ditata dalam satu kesatuan sistim dengan mengintegrasikan dan mendinamisasikan unsurunsur seperti jaringan transportasi jalan, kendaraan maupun manusia sebagai penggunanya. Jalan sebagai salah satu unsur transportasi tidak dapat dipisahkan dari unsur-unsur transportasi lain yang ditata dalam sistem transportasi nasional yang dinamis dan mampu mengadaptasi kemajuan di masa depan,

mempunyai karakteristik yang mampu menjangkau seluruh pelosok wilayah daratan dan memadukan unsur-unsur transportasi lainnya. Jaringan transportasi jalan merupakan serangkaian simpul dan/atau ruang kegiatan yang dihubungkan oleh ruang lalu lintas sehingga membentuk satu kesatuan sistem jaringan untuk keperluan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan. Pasal 1 angka 12 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dinyatakan bahwa : Jalan adalah seluruh bagian Jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi Lalu Lintas umum, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan rel dan jalan kabel. Selanjutnya Pasal 1 angka 27 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dinyatakan bahwa : Pengguna Jalan adalah orang yang menggunakan Jalan untuk berlalu lintas. Penanganan faktor jalan merupakan sebuah ranah yang memiliki kompleksitas kepentingan serta tanggung jawab yang melibatkan berbagai instansi terkait, sehingga dalam penanganannya perlu dilakukan koordinasi yang komprehensip antar instansi tersebut, dimana setiap instansi berkewajiban memberikan masukan dilengkapi dengan data dan fakta serta analisis sesuai dengan bidang tugasnya untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam merumuskan solusi secara bersama. Interaksi antara faktor Manusia, Kendaraan, Jalan dan Lingkungan sangat bergantung dari perilaku manusia sebagai pengguna jalan menjadi hal

yang paling dominan terhadap keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas. Budaya hukum yang berkembang di masyarakat kita ternyata lebih banyak mencerminkan bentuk prilaku opportunis, mereka yang berkenderaan di jalan raya, ketika lampu merah dan kebetulan tidak ada polisi yang jaga maka banyak diantara mereka nekat tetap jalan terus dengan tidak mengindahkan atau memperdulikan lampu merah yang sedang menyala. Pelanggaran lalu lintas merupakan salah satu faktor terjadinya kecelakaan lalu lintas. Semakin banyak terjadi kecelakaan, maka semakin banyak pula terjadi pelanggaran lalu lintas. Di Kota Denpasar, jumlah kecelakaan lalu lintas tiap tahunnya selalu meningkat, hal ini dapat dilihat pada data dari Kepolisian Kota Denpasar, yaitu : Tabel 1 Banyaknya Kecelakaan Lalu Lintas di Kota Denpasar

Sumber : Kepolisian Kota Denpasar7

Data kecelakaan dari Kepolisian Kota Denpasar. Lebih jelasnya dapat dilihat dalam bukunya BAPPEDA & BPS, 2011, Denpasar Dalam Angka (Denpasar In Figures 2010) , Kerjasama BAPPEDA dan BPS, Denpasar, hal. 388.

Apabila dianalisa dan dievaluasi lebih lanjut ternyata keamanan dan ketertiban lalu lintas banyak disebabkan oleh faktor manusia sebagai pengguna atau pemakai jalan. Polri khususnya satuan lalu lintas telah berupaya secara terus menerus baik melalui kegiatan preventif meliputi kegiatan penjagaan, pengaturan, patroli dan penyuluhan tentang pengetahuan lalu lintas maupun kegiatan dalam penegakan hukum berupa penindakan terhadap para pelaku pelanggaran lalu lintas sebagai salah satu upaya untuk menumbuhkan efek jera terhadap pelanggaran lalu lintas, tetapi masih banyak perilaku masyarakat sebagai pengguna jalan tidak taat terhadap peraturan yang ada. Oleh karena itu penulis tertarik untuk meneliti tentang Kesadaran Hukum Masyarakat Sebagai Pengguna Jalan di Kota Denpasar. 1.2 Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang masalah tersebut, maka permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini, antara lain : 1. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi kesadaran hukum masyarakat dalam menggunakan jalan di Kota Denpasar? 2. Usaha-usaha apakah yang dilakukan oleh Kepolisian Kota Denpasar dalam meningkatkan kesadaran hukum masyarakat sebagai pengguna jalan di Kota Denpasar?

1.3 Ruang Lingkup Masalah Dalam penelitian ini, lingkup permasalahan dibatasi pada kesadaran hukum masyarakat sebagai pengguna jalan khususnya pengendara sepeda motor di kota Denpasar, yang mencakup faktor-faktor yang mempengaruhi kesadaran hukum masyarakat di bidang lalu lintas, usaha-usaha yang dilakukan oleh Kepolisian Kota Denpasar dalam meningkatkan kesadaran hukum masyarakat sebagai pengguna jalan di Kota Denpasar termasuk hambatan-hambatan serta upaya-upaya penanggulangannya yang dilakukan oleh Kepolisian Kota Denpasar dalam meningkatkan kesadaran hukum masyarakat sebagai pengguna jalan di Kota Denpasar terhadap pelaksanaan UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. 1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum Secara umum, penelitian ini dimaksudkan untuk mengkaji kesadaran hukum masyarakat sebagai pengguna jalan khususnya pengendara sepeda motor di Kota Denpasar. Hal ini merupakan upaya pengembangan ilmu hukum di bidang transportasi darat terkait dengan paradigma science as a process (ilmu sebagai proses), sehingga ilmu tidak akan pernah mandek (final) dalam penggaliannya atas kebenaran hukum yang hidup dalam masyarakat (living law).

1.4.2 Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus dari penelitian ini, antara lain : 1. Mendiskripsikan dan melakukan analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi kesadaran hukum masyarakat sebagai pengguna jalan di Kota Denpasar. 2. Untuk mengetahui usaha-usaha yang dilakukan oleh Kepolisian Kota Denpasar dalam meningkatkan kesadaran hukum masyarakat sebagai pengguna jalan di Kota Denpasar? 1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis bagi pengembangan ilmu hukum khususnya yang berkaitan dengan kesadaran hukum masyarakat di bidang lalu lintas dan angkutan jalan, serta dapat digunakan sebagai acuan oleh pihak-pihak yang ingin melakukan penelitian lebih mendalam tentang Kesadaran Hukum Masyarakat di bidang lalu lintas dan angkutan jalan. 1.5.2 Manfaat Praktis 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil kebijakan yang berkaitan dengan lalu lintas dan angkutan jalan.

2.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat pengguna jalan sebagai acuan penggunaan jalan sehingga terwujud keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas.

1.6 Orisinalitas Penelitian Pembangunan hukum tidak hanya menambah peraturan baru atau merubah peraturan lama dengan peraturan baru tetapi juga harus dapat memberikan kepastian dan perlindungan hukum bagi semua pihak yang terkait dengan sistem transportasi terutama pengguna jasa transportasi. Mengingat penting dan strategisnya peran lalu-lintas dan angkutan jalan yang menguasai hajat hidup orang banyak serta sangat penting bagi masyarakat, maka pembangunan dan pengembangan prasarana dan sarana pengangkutan perlu di tata dan dikembangkan dalam sistem terpadu dan kepentingan masyarakat umum sebagai pengguna jasa transportasi perlu mendapatkan prioritas dan pelayanan yang optimal baik dari pemerintah maupun penyedia jasa transportasi. Selain itu perlindungan hukum atas hak-hak masyarakat sebagai konsumen transportasi juga harus mendapatkan kepastian. Melihat kondisi tersebut, maka penelitian tentang lalu lintas dan angkutan jalan selalu menarik untuk dijadikan sebagai objek penelitian. Adapun penelitian-penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan lalu lintas dan angkutan jalan, antara lain : 1. Penelitian yang dilakukan oleh Soerjono Soekanto yang berjudul Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum (Suatu Percobaan Penterapan Metode Yuridis-Empiris Untuk Mengukur Kesadaran Hukum dan

Kepatuhan Hukum Mahasiswa Hukum Terhadap Peraturan Lalu Lintas). Penelitian tersebut menggunakan metode penelitian yuridisempiris dan permasalahan yang dikaji adalah sampai sejauh manakah kesadaran hukum mempengaruhi derajat kepatuhan terhadap hukum?.8 Dari hasil penelitian tersebut, Soerjono Soekanto berpendapat bahwa : Tinggi rendahnya derajat kepatuhan hukum positif tertulis, antara lain ditentukan oleh taraf kesadaran hukum yang didasarkan pada faktorfaktor sebagai berikut : a. Pengetahuan tentang peraturan b. Pengetahuan tentang isi peraturan c. Sikap terhadap peraturan d. Perikelakuan yang sesuai dengan peraturan.9
2. Penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Dofiri yang berjudul Penegakan

Hukum Lalu Lintas di Wilayah Hukum Polres Tanggerang. Penelitian tersebut menggunakan metode penelitian kualitatif dan permasalahan yang dikaji adalah mengenai praktek penengakan hukum lalu lintas di wilayah hukum Polres Tanggerang dengan lingkup pembahasan pada pelaksanaan penindakan serta proses penyelesaian pelanggaran lalu lintas yang diwarnai adanya penyimpangan yang dilakukan oleh anggota lalu lintas.10 Bentuk penyimpangan yang dilakukan oleh polisi lalu lintas berupa : denda damai, pengawalan tidak resmi, menerima uang setoran

Soerjono Soekanto, 1977, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum (Suatu Percobaan Penterapan Metode Yuridis-Empiris Untuk Mengukur Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum Mahasiswa Hukum Terhadap Peraturan Lalu Lintas), Disertasi, Program Doktor Universitas Indonesia, Jakarta, selanjutnya disingkat Soerjono Soekanto II, hal. 16.
9

Ibid., hal. 355-356.


10

Ahmad Dofiri, 2000, Penegakan Hukum Lalu Lintas di Wilayah Hukum Polres Tanggerang, Tesis, Program Pascasarjana Universitas Indonesia, Jakarta, hal. 8.

dan menerima uang mei.11 Ada beberapa teknik yang digunakan oleh anggota polisi lalu lintas dalam melakukan penyimpangan tersebut, antara lain : selektif dalam memilih pelanggar, selektif terhadap jenis kendaraan, membawa pelanggar ke tempat tertentu, berpura-pura mengisi blanko tilang, kerjasama dengan sesama rekan, menerima uang titipan dan memanfaatkan blanko tilang.12 3. Penelitian yang dilakukan oleh Indar Triyanto yang berjudul

Penyimpangan Polisi Dalam Pelaksanaan Hukum Lalu Lintas di Suatu Jalan Tol (Studi Kasus Hubungan Petugas Pengemudi). Penelitian tersebut menggunakan metode penelitian kualitatif dan permasalahan yang dikaji adalah : - Bagaimana pola-pola penyimpangan yang dilakukan dalam penegakan hukum lalu lintas di jalan raya? - Faktor-faktor apa yang mempengaruhi, sehingga penyimpangan polisi dalam penegakan hukum lalu lintas terus terjadi sampai saat ini? - Bagaimanakah penyimpangan petugas polisi ditinjau dari segi hukum?13 Berdasarkan hasil penelitian tersebut bahwa penyimpangan dalam penegakan hukum lalu lintas di jalan tol yang dilakukan oleh PJR terdapat dua pola penyimpangan, yaitu denda damai dan salam tempel. Penyimpangan tersebut berlangsung karena adanya kesempatan dan

11

Ibid., hal. 131-141.


12

Ibid., hal. 149-155.


13

Indar Triyanto, 2003, Penyimpangan Polisi Dalam Pelaksanaan Hukum Lalu Lintas di Suatu Jalan Tol (Studi Kasus Hubungan Petugas Pengemudi), Tesis, Program Pascasarjana Universitas Indonesia, Jakarta, hal. 6.

dukungan teman sejawat serta kurangnya pengawasan dalam pelaksanaan tugas di lapangan. 4. Penelitian yang dilakukan oleh Edi Suroso yang berjudul Membangun Citra Polisi Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Pelanggaran Lalu Lintas di Polres Batang. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian tersebut, antara lain : - Bagaimanakah respon masyarakat terhadap tindakan-tindakan polisi dalam menanggulangi tindak pidana pelanggaran lalu lintas? - Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi citra polisi dalam penanggulangan tindak pidana pelanggaran lalu lintas? - Bagaimana strategi yang perlu diambil kepolisian untuk membangun citranya dalam menanggulangi tindak pidana pelanggaran lalu lintas?14 Metode penelitian yang digunakan adalah Socio Legal yang melihat hukum sebagai sebuah tatanan normatif yang dioperasionalisasikan dalam kehidupan sosial tertentu. Dari analisa dan pembahasan hasil penelitian di dapat jawaban bahwa respon masyarakat terhadap tindakan polisi amat positif, sebab harmonisasi kerja sama antara polisi dan masyarakat tampak nyata. Faktor yang mempengaruhi citra polisi diantaranya ; profesionalisme / intelektualisme, keteladanan dan ketaqwaan polisi. Strategi yang diambil polisi dalam rangka membangun citra polisi diantaranya peningkatan kemitraan dengan masyarakat. 5. Penelitian yang dilakukan oleh Haryono Sukarto yang berjudul Interaksi Faktor-faktor Penyebab Kecelakaan Lalu Lintas di Jalan-jalan Tol

14

Edi Suroso, 2008, Membangun Citra Polisi Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Pelanggaran Lalu Lintas di Polres Batang, Tesis, Program Pascasarjana Universitas Diponegoro, Semarang, hal. 6.

Sekitar Jakarta. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian tersebut, antara lain : - Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi kecelakan lalu lintas di jalan tol? - Sejauh mana kesadaran dan pemahaman pengemudi terhadap persyaratan mengemudi di jalan tol?15 Metode yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah metode survey deskriptif (descriptive survey) untuk memperoleh data primer guna menunjang analisis data sekunder menggunakan metode komperatif (korelasi). Dari hasil analisa di dapat jawaban bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kecelaksaan lalu lintas di jalan tol secara berurutan adalah faktor pengemudi, faktor kendaraan, faktor lingkungan dan faktor jalan. Kesadaran dan pemahaman pengemudi terhadap ketentuan mengemudi di jalan tol masih kurang. Hal ini didasarkan pada sebagian besar pengemudi memperoleh keterampilan mengemudi bukan dari sekolah mengemudi, dan kebanyakan belum pernah menerima informasi tentang cara mengemudi di jalan tol. Dari pemaparan judul dan rumusan masalah yang telah dikaji dalam penelitian sebelumnya, khusus mengenai kesadaran hukum masyarakat sebagai pengguna jalan di kota Denpasar belum pernah dilakukan penelitian, sehingga masih relevan untuk dilakukan penelitian.

15

Haryono Sukarto, 1993, Interaksi Faktor-faktor Penyebab Kecelakaan Lalu Lintas di Jalanjalan Tol Sekitar Jakarta, Tesis, Program Pascasarjana Universitas Indonesia, Jakarta, hal. 9.

1.7 Landasan Teoritis Dan Kerangka Berpikir 1.7.1 Landasan Teoritis Dalam setiap penelitian selalu harus disertai dengan

pemikiran-pemikiran teoritis. landasan teoritis adalah upaya untuk mengidentifikasi teori hukum umum/teori khusus, konsep-konsep hukum, aturan hukum, norma-norrma dan lain-lain yang akan dipakai sebagai landasan untuk membahas permasalahan penelitian. 16 Dalam Penelitian ini digunakan teori-teori hukum serta konsep-konsep hukum sebagai landasan analisis terhadap permasalahan yang ada. a. Konsep Konsep-konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Kesadaran Hukum Menurut Otje Salman Soemodiningrat bahwa : Suatu aturan hukum hanya akan efektif apabila selaras dengan hukum yang hidup dalam masyarakat.17 Walaupun hukum yang dibuat itu memenuhi persyaratan yang ditentukan secara filosofis dan yuridis, tetapi kalau kesadaran hukum masyarakat tidak mempunyai respon untuk mentaati dan mematuhi peraturan hukum tidak ada, maka peraturan hukum yang dibuat itu tidak akan efektif berlakunya.18

16

PS. Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Unud, 2008, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian dan Tesis, PS. Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Unud, Denpasar, hal. 26.
17

H. R. Otje Salman Soemodiningrat, 2009, Filsafat Hukum (Perkembangan dan Dinamika Masalah), Refika Aditama, Bandung, selanjutnya disingkat Otje Salman I, hal. 72.
18

Abdul Manan, 2005, Aspek-Aspek Pengubah Hukum, Kencana Prenada Media, Jakarta, hal. 97.

Artinya efektivitas suatu aturan hukum, selain berisikan norma-norma yang hidup dalam masyarakat juga mempunyai hubungan yang sangat erat dengan kesadaran hukum masyarakat. Tujuan dari hukum adalah tercapainya keadilan, ketertiban dan kepastian. Di samping kepastian hukum juga diharapkan suatu kesadaran hukum, karena kesadaran hukum terkait dengan ketaatan terhadap hukum.19 Hasil Simposium dengan tema Kesadaran Hukum Masyarakat dalam Masa Transisi yang dilaksanakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) di Jakarta pada tahun 1975 dalam kesimpulannya menyatakan bahwa kesadaran hukum mencakup tiga hal yaitu : 1. Pengetahuan terhadap hukum 2. Penghayatan fungsi hukum, dan 3. Ketaatan terhadap hukum.20 Dari kesimpulan Simposium tersebut, dapat dilihat bahwa ketaatan terhadap hukum merupakan salah satu unsur dalam kesadaran hukum. Pengetahuan dan pemahaman terhadap hukum merupakan unsur penting dalam proses ketaatan hukum. Pengetahuan dan pemahaman terhadap hukum belum tentu menjamin timbulnya kesadaran masyarakat terhadap hukum apabila hukum tersebut tidak dipatuhi atau ditaati oleh warga masyarakat.21
19

H. R. Ojte Salman Soemodiningrat, 1989, Beberapa Aspek Sosiologi Hukum, Alumni, Bandung, selanjutnya disingkat Otje Salman II, hal. 52.
20

Simposium BPHN, 1975, Kesadaran Hukum Masyarakat dalam Masa Transisi, Jakarta, dalam Muslan Abdurrahman, 2009, Sosiologi dan Metode Penelitian Hukum, UMM Press, Malang, hal. 34.
21

Ibid, hal. 35.

Batasan-batasan mengenai kesadaran hukum juga diberikan oleh Soerjono Soekanto yang menyatakan bahwa : Derajat tinggi rendahnya kepatuhan hukum terhadap hukum positif tertulis ditentukan oleh taraf kesadaran hukum yang didasarkan pada faktor-faktor sebagai berikut : 1. Pengetahuan tentang peraturan, 2. Pemahaman hukum, 3. Sikap hukum, dan 4. Pola perilaku hukum.22 Apabila hasil Simposium Nasional yang

diselenggarakan oleh BPHN tersebut dikaitkan dengan pendapatnya Soerjono Soekanto, dapat diketahui bahwa ketaatan hukum terbentuk dari adanya sikap hukum (legal attitude) dan pola perilaku hukum (legal behavior). Yang dimaksud dengan sikap hukum (legal attitude) dan pola perilaku hukum (legal behavior) adalah : Sikap hukum adalah suatu kecenderungan untuk menerima hukum karena adanya penghargaan terhadap hukum sebagai sesuatu yang bermanfaat atau menguntungkan jika hukum itu ditaati. Sedangkan pola perilaku hukum merupakan hal yang utama dalam kesadaran hukum, karena disini dapat dilihat apakah suatu peraturan berlaku atau tidak dalam masyarakat.23 Setelah peraturan perundang-undangan disahkan, maka masyarakat dianggap mengetahui isi dari peraturan tersebut, baik perilaku yang dilarang maupun perilaku yang

diperbolehkan. Sehingga pengetahuan terhadap hukum atau


22

Soerjono Soekanto, 1982, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum, Rajawali Pres, Jakarta, selanjutnya disingkat Soerjono Soekanto III, hal. 272.
23

Muslan Abdurrahman, Op cit, hal. 36.

peraturan perundang-undangan merupakan unsur penting dalam awal proses kesadaran hukum itu sendiri. Pemahaman hukum berkaitan dengan pengertian dari adanya peraturan tersebut, baik dari segi tujuan yang ingin dicapai maupun manfaatnya bagi yang diaturnya. Oleh karena itu, kesadaran hukum masyarakat tidak identik dengan kepatuhan hukum masyarakat itu sendiri. Kepatuhan hukum pada hakikatnya adalah kesetiaan seseorang atau subyek hukum terhadap hukum itu yang diwujudkan dalam bentuk prilaku nyata, sedangkan kesadaran hukum masyarakat masih bersifat abstrak belum merupakan bentuk prilaku nyata yang mengakomodir kehendak hukum itu sendiri. Dalam Kamus Pintar Bahasa Indonesia, yang disebut dengan kesadaran hukum adalah kesadaran seseorang akan nilai-nilai yang terdapat dalam diri manusia mengenai hukum yang ada, kesadaran seseorang akan pengetahuan bahwa suatu prilaku tertentu diatur oleh hukum.24 Berdasarkan uraian tersebut, maka batasan-batasan kesadaran hukum yang dimaksud dalam penelitian ini adalah : 1. Pengetahuan tentang peraturan lalu lintas; 2. Pemahaman tentang peraturan lalu lintas; dan

24

Istiyono Wahyu Y., Ostaria Silaban, 2006, Kamus Pintar Bahasa Indonesia, Karisma Publishing Group, Jakarta, hal. 499.

3. Ketaatan terhadap peraturan lalu lintas. 2. Pengguna Jalan Pasal 1 angka 12 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, menyatakan bahwa : Jalan adalah seluruh bagian Jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi Lalu Lintas umum, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan rel dan jalan kabel. Selanjutnya Pasal 1 angka 27 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, menyatakan bahwa : Pengguna jalan adalah orang yang menggunakan jalan untuk berlalu lintas. Dalam Kamus Pintar Bahasa Indonesia, Jalan

disamakan dengan perlintasan yaitu tempat untuk lalu lintas orang atau kendaraan berat.25 Pengguna jalan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah masyarakat yang menggunakan jalan sebagai sarana lalu lintas khususnya pengendara sepeda motor, baik sebagai penghubung antar tempat maupun sebagai tempat parkir. b. Teori Hukum

25

Ibid., hal. 234.

Teori-teori hukum yang digunakan berkaitan dengan kesadaran hukum masyarakat sebagai pengguna jalan dalam penelitian ini yaitu : 1. Teori Sistem Hukum (Legal System Theory) dan teori efektivitas hukum Inti dari teori sistem hukum ini adalah suatu hukum dalam operasionalnya terdiri atas komponen/perangkat yang saling berhubungan dan saling mendukung. Komponenkomponen tersebut yaitu : substansi hukum (legal substance), struktur hukum (legal structure), dan budaya hukum (legal culture). Hal ini sesuai dengan pendapat Lawrence M. Friedman bahwa a legal system in actual operation is a complex organism in which structure, substance, and culture interact.26 Komponen substansi hukum (legal substance) terdiri dari aturan substantif dan aturan tentang bagaimana lembagalembaga harus bertindak. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Lawrence M. Friedman bahwa The substance is composed of substantive rules and rules about how institutions should behave.27 Substansi di sini

dimaksudkan adalah aturan atau norma, substansi juga berarti


26

Lawrence M. Friedman, 1975, The Legal System A Sosial Sentencw Perspective , Rusell Sage Foundation, New York, hal. 16.
27

Ibid., hal. 14.

produk atau aturan baru yang dihasilkan oleh orang yang berada dalam sistem hukum itu, yang dipakai pada waktu melaksanakan. Komponen struktur hukum (legal structure) merupakan unsur nyata dari sistem hukum. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Lawrence M. Friedman bahwa Structure, to be sure, is one basic and obvious element of the legal system .... The structure of a system is its skeletal fremework, it is the elements shape, the institutional body of the system.28 Struktur dalam sebuah sistem adalah kerangka permanen, atau unsur tubuh lembaga dengan berbagai fungsinya dalam rangka mendukung bekerjanya sistem hukum tersebut. Dalam hal ini adalah institusi penegak hukum yang merupakan unsur nyata dari suatu sistem hukum. Komponen budaya hukum (legal culture) merupakan sikap perilaku manusia, kebiasaan-kebiasaan yang dapat membentuk kekuatan-kekuatan sosial untuk mentaati hukum atau sebaliknya melanggar hukum. Budaya hukum bagian dari budaya pada umumnya, berupa adat istiadat, pandangan, cara berpikir dan bertingkah laku, kesemuanya itu dapat

membentuk kekuatan sosial yang bergerak mendekati hukum dan cara-cara tertentu. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan
28

Ibid.

oleh Lawrence M. Friedman bahwa Legal culture refers, then, to those parts of general culture, customs, opinion, ways of doing and thinking, that bend social forces toward or away from the law and in particular ways.29 Dengan kata lain budaya hukum adalah bentuk prilaku masyarakat bagaimana hukum digunakan, dipatuhi dan ditaati. Sedangkan menurut H. L. A. Hart bahwa a legal system is the union of primary and secondary rules.30 Sistem hukum merupakan persatuan antara aturan primer dan sekunder. Aturan primer (primary rules) mengatur perilaku manusia untuk bertindak atau tidak bertindak, sedangkan aturan sekunder (secondary rules) merupakan aturan yang ditujukan kepada pejabat dan yang ditetapkan untuk

mempengaruhi pengoperasian aturan utama. Aturan sekunder menangani tiga masalah yaitu : 1. Aturan tentang validitas/sahnya suatu peraturan (rule of recognition) 2. Aturan tentang perubahan suatu peraturan (rule of change) 3. Aturan tentang bagaimana menyelesaikan sengketa hukum (rule of adjudication).

29

Ibid, hal. 15.


30

H. L.. A. Hart, 1961, The Concept of Law, Oxford University Press, London, hal. 91.

Di Indonesia teori legal system dijabarkan lebih lanjut oleh Soerjono Soekanto menjadi teori efektivitas hukum. Inti teorinya adalah hukum berlaku efektif ditentukan oleh lima faktor. Kelima faktor yang menentukan efektivitas berlakunya hukum adalah : a. Faktor Hukumnya sendiri. b. Faktor Penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum. c. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum. d. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan. e. Faktor Kebudayaan, yakni hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.31 Apabila menimbulkan hukum perubahan, berlaku dan efektif perubahan maka itu akan dapat

dikatagorikan sebagai perubahan sosial. Dalam pandangan ini Soerjono Soekanto mengemukakan bahwa dalam setiap proses perubahan senantiasa akan dijumpai faktor-faktor penyebab terjadinya perubahan, baik yang berasal dari dalam masyarakat itu sendiri maupun yang berasal dari luar masyarakat tersebut.32 Teori sistem hukum (legal system) dan efektivitas hukum dapat digunakan untuk mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi
31

kesadaran

hukum

masyarakat

dalam

Soerjono Soekanto, 1983, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan hukum, Rajawali Pers, Jakarta, selanjutnya disingkat Soerjono Soekanto IV, hal. 8.
32

Soerjono Soekanto, 1993, Pendekatan Sosiologi Terhadap Hukum, Bina Aksara, Jakarta, selanjutnya disingkat Soerjono Soekanto V, hal. 17.

meningkatkan kesadaran hukum masyarakat sebagai pengguna jalan di Kota Denpasar. 2. Aliran Sociological Jurisprudence Penelitian ini menggunakan aliran Sociological jurisprudence yang dikembangkan oleh Eugen Ehrlich dan Roscoe Pound. Aliran ini menjelaskan tentang hukum yang hidup ( living law) dan keefektifan hukum di dalam masyarakat yang menjalankan fungsi sebagai social engineering. Inti pemikiran dari aliran ini terletak pada penekanan bahwa hukum yang baik adalah yang sesuai dengan hukum yang hidup dalam masyarakat.33 Roscoe Pound menguraikan lebih lanjut inti dari pemikiran tersebut yaitu hukum sebagai alat untuk mengubah

masyarakat (law as a tool of social engeneering).34 Artinya hukum dapat berperan memimpin perubahan dalam kehidupan masyarakat untuk mewujudkan ketertiban. Agar benar-benar efektif sebagai alat rekayasa sosial, Pound mengajukan 6 langkah, antara lain : 1. Mempelajari social effect yang nyata dari peran lembaga dan doktrin-doktrin hukum. 2. Melakukan studi sosiologis untuk menyiapkan perundangundangan dan dijalankan. 3. Melakukan studi bagaimana peraturan hukum menjadi Efektif.
33

Erwin, Muhammad, 2011, Filsafat Hukum : Refleksi Kritis Terhadap Hukum , PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, hal. 195.
34

Riduan Syahrani, 1999, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 56.

4. Melakukan studi sejarah hukum tentang social effect yang timbul dari doktrin hukum masa lalu. 5. Melakukan penyelesaian individu berdasarkan nalar, bukan semata peraturan hukum. 6. Mengusahakan efektifnya pencapaian tujuan hukum.35 Teori ini digunakan untuk mengkaji usaha-usaha yang dilakukan oleh Kepolisian Kota Denpasar dalam meningkatkan kesadaran hukum masyarakat sebagai pengguna jalan di Kota Denpasar.

LEGAL SUBSTANCE LEGAL STRUCTURE

KESADARAN HUKUM MASYARAKAT SEBAGAI PENGGUNA JALAN

SARANA/ FASILITAS

SOCIAL ENGENEERING

LEGAL CULTURE 1.7.2 Kerangka Berpikir


USAHA-USAHA DALAM MENINGKATKAN KESADARAN HUKUM

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI


35

Satjipto Rahardjo, 2009, Hukum dan Perubahan Sosial : Suatu Tinjauan Teoretis Serta Pengalaman-pengalaman di Indonesia, Genta Publishing, Yogyakarta, selanjutnya disingkat Satjipto Rahardjo I, hal. 134 135.

MENINGKATNYA KESADARAN HUKUM MASYARAKAT

Keterangan : Kesadaran hukum masyarakat sebagai penguna jalan, tidak lepas dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesadaran hukum masyarakat sebagai pengguna jalan dikaji dengan teori sistem hukum dari Lawrence M. Friedman dan teori efektivitas hukum dari Soerjono Soekanto. Kedua teori tersebut memberikan gambaran bahwa variable-variabel yang mempengaruhi kesadaran hukum masyarakat sebagai pengguna jalan khususnya pengendara sepeda motor, antara lain : variabel

substansi hukum (legal substance), variabel struktur hukum (legal structur), variabel budaya hukum (legal culture), dan variabel Sarana atau fasilitas. Dalam meningkatkan kesadaran hukum masyarakat sebagai pengguna jalan yang dilakukan oleh pihak kepolisian banyak mengalami hambatanhambatan, maka perlu dikaji lebih mendalam mengenai hambatan-hambatan tersebut dan penanggulangannya dengan menggunakan turunan teori dari teori sistem hukum dengan teori efektivitas hukum, yaitu substansi hukum, struktur hukum, budaya hukum dan sarana atau fasilitas. Dengan menggunakan pandangan dari Roscoe Pound yaitu hukum sebagai alat untuk mengubah masyarakat (law as a tool of social engeneering), maka perlu dikaji tentang usaha-usaha yang dilakukan oleh Kepolisian Kota Denpasar untuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakat sebagai pengguna jalan khususnya pengendara sepeda motor di Kota Denpasar. Dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat dijadikan pedoman dalam meningkatkan kesadaran hukum masyarakat melalui pembaharuan prilaku masyarakat yang mengarah pada kepatuhan terhadap hukum.

1.8 METODE PENELITIAN 1.8.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian ilmu hukum dengan aspek empiris yaitu penelitian tentang fakta-fakta sosial masyarakat atau fakta tentang berlakunya hukum ditengah-tengah masyarakat.36 Penelitian semacam ini juga disebut socio legal research.37 Penelitian empiris ini berguna untuk mengetahui tingkat kesadaran hukum masyarakat sebagai pengguna jalan khususnya pengendara sepeda motor di Kota Denpasar dengan mengacu pada Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. 1.8.2 Sifat Penelitian penelitian ini bersifat deskriptif.38 Dalam penelitian ini penulis ingin menggambarkan secara rinci dan mengkaji secara kritis faktafakta hukum terkait dengan kesadaran hukum masyarakat sebagai pengguna jalan khususnya pengendara sepeda motor di Kota Denpasar. 1.8.3 Data dan Sumber Data a. Jenis Data.
36

Bahder Johan Nasution, 2008, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung, hal. 135.
37

Bambang Sunggono, 2003, Metodologi Penelitian Hukum, Rajawali Pres, Jakarta, hal. 41.

Penelitian deskriptif secara umum bertujuan untuk menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan penyebaran suatu gejala, atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat. Lebih lanjut dapat dilihat pada Buku Pedoman PS. Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Unud, Op cit., hal. 37. Sedangkan Menurut Bungin bahwa Penelitian deskriptif bertujuan untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi atau berbagai variabel yang timbul di masyarakat yang menjadi obyek penelitian itu. Kemudian menarik ke permukaan sebagai suatu ciri atau gambaran tentang kondisi, situasi ataupun variabel tertentu. Lebih lanjut dapat dilihat pada bukunya Burhan Bungin, 2001, Metodologi Penelitian Sosial : Format-Format Kantitatif
dan Kualitatif, Airlangga University Press, hal. 48.

38

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui hasil penelitian lapangan (field research), sedangkan data sekunder diperoleh melalui hasil penelitian kepustakaan (library research). b. Sumber data. Data primer bersumber dari hasil penelitian langsung di lapangan. Sumber data lapangan dalam penelitian ini berupa hasil pengamatan (Observation) dan wawancara (Interview). Data sekunder bersumber dari penelitian kepustakaan. Penelitian kepustakaan dalam penelitian ini bersumber dari berbagai bentuk bahan hukum, antara lain :
1. Bahan hukum primer39 yang dikaji dalam penelitian ini, antara

lain : 1) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 3480) yang selanjutnya diganti dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3840).
39

Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang sifatnya mengikat (hukum positif) dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan objek penelitian. Lebih lanjut dapat dilihat pada buku Amiruddin dan H. Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 118.

2) Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan. 3) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1993 tentang Kendaraan dan Pengemudi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3530) yang selanjutnya diganti dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 120, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5317). 4) Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 40/M-IND/PER/6/2008 tentang Pemberlakuan Standar

Nasional Indonesia (SNI) Helm Pengendara Kendaraan Bermotor Roda Dua Secara Wajib. 5) Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 40/M-IND/PER/4/2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 40/MIND/PER/6/2008 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) Helm Pengendara Kendaraan Bermotor Roda Dua Secara Wajib. 6) Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 120/M-IND/PER/11/2010 tentang Pemberlakuan Standar

Nasional Indonesia (SNI) Pelek Kendaraan Bermotor Kategori M, N, O, dan L Secara Wajib. 7) Peraturan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 595/MPP/Kep/9/2004 tentang

Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) Ban Secara Wajib. 8) Peraturan Daerah Denpasar Nomor 11 Tahun 2005 tentang Sistem Penyelenggaraan Perparkiran.
2. Bahan hukum sekunder40 yang digunakan dalam penelitian ini

adalah hasil-hasil penelitian yang dilakukan para sarjana sebelumnya, baik berupa tesis maupun literatur-literatur atau buku-buku yang berkaitan dengan kesadaran hukum masyarakat, khususnya kesadaran hukum masyarakat sebagai pengguna jalan di Kota Denpasar. 3. Bahan hukum tersier berupa kamus hukum dan encyclopedia. Selain data sekunder yang berasal dari bahan-bahan hukum, penulis juga menggunakan bahan-bahan non hukum yang dinilai relevan dengan penelitian ini, misalnya dari bidang keilmuan Sosiologi, Antropologi dan Psikologi. 1.8.4 Teknik Pengumpulan Data

40

Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan tentang bahan hukum primer, seperti rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum, lebih lanjut dapat dilihat pada buku Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, 2006, Penelitian Hukum Normatif, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 13.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :


1. Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara wawancara41

(Interview) dan Pengamatan (Observation). Wawancara dilakukan dengan cara tanya jawab secara langsung di lapangan kepada responden dan informan. Wawancara dilakukan dengan

menggunakan pedoman wawancara yang disusun bertujuan untuk memperoleh jawaban-jawaban yang relevan dengan permasalahan yang diteliti. Teknik observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik observasi langsung dimana peneliti mengadakan pengamatan secara langsung terhadap gejala-gejala tertentu dalam masyarakat, tetapi peneliti tidak menjadi anggota dari kelompok yang diamati. Pengamatan dalam penelitian ini dilakukan di tempat-tempat umum yaitu Pasar (Pasar Kreneng dan Pasar Badung) serta jalan-jalan yang ramai digunakan oleh masyarakat di Kota Denpasar. Di Kota Denpasar terdapat 23 jalan dengan padat arus lalu lintas42 dan dipilih 11 jalan untuk diamati yaitu Jalan Gatot Subroto, Jalan WR. Supratman, Jalan Hayam Wuruk, Jalan Imam Bonjol, Jalan Waturenggong, Jalan P.B. Sudirman, Jalan Gajah Mada, Jalan By Pass Ngurah Rai, Jalan Kamboja, Jalan Ratna dan Jalan Diponegoro.

41

Wawancara merupakan suatu proses dan interaksi dan komunikasi, lebih lanjut dapat dilihat pada buku Muslan Abdurrahman, Op cit, hal. 114.
42

Berdasarkan sumber dari Kepolisian Kota Denpasar. Lebih jelas dapat dilihat dalam bukunya BAPPEDA & BPS, Op cit, hal. 391 392.

2.

Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan teknik dokumen dengan kajian pustaka yaitu berupa bahan hukum yang berkaitan dengan permasalahan penelitian.

1.8.5 Teknik Penentuan Sampel Penelitian Teknik penentuan sampel yang digunakan adalah teknik non probability sampling yaitu tidak semua subyek atau individu mendapat kemungkinan yang sama untuk dijadikan sampel.43 Jenis teknik non probability sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah Purposive Sampling. Purposive sampling44 digunakan untuk menentukan informan dan responden. Responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah masyarakat pengguna jalan khususnya pengendara sepeda motor di Kota Denpasar dan Polisi yang jaga pos dibeberapa tempat pengamatan. Sedangkan informan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembaga yang berkaitan langsung dengan kegiatan pembinaan dan penegakan hukum lalu lintas di kota Denpasar yaitu Kepolisian Resort Kota Denpasar. 1.8.6 Pengolahan dan Analisis Data Setelah data terkumpul, maka tahap selanjutnya adalah melakukan pengolahan data dan menganalisisnya agar data tersebut
43

Bahder Johan Nasution, Op cit. hal. 156.


44

purposive sampling adalah pengambilan contoh dengan cara langsung berdasarkan tujuan tertentu. Lebih lanjut dapat dilihat dalam bukunya Hilman Hadikusuma, 1995, Metode Pembuatan Kertas Kerja atau Skripsi Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung, hal. 74.

memiliki kebenaran-kebenaran yang dapat dipakai untuk menjawab permasalahan-permasalahan dalam penelitian ini. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif. Semua data dari hasil penelitian yang terkumpul baik dari data primer maupun data sekunder, diolah dan dianalisis dengan cara menyusun data secara sistematis. Data yang telah tersusun tersebut, dihubungan antara data yang satu dengan data yang lainnya, kemudian dilakukan interpretasi untuk memahami makna dari keseluruhan data. Setelah melakukan penafsiran terhadap keseluruhan data dari perspektif peneliti, langkah selanjutnya adalah penyajian data hasil penelitian yang dilakukan secara deskriptif kualitatif dan sistematis.

Anda mungkin juga menyukai