Anda di halaman 1dari 43

BAB IV USAHA-USAHA YANG DILAKUKAN OLEH KEPOLISIAN KOTA DENPASAR DALAM MENINGKATKAN KESADARAN HUKUM MASYARAKAT SEBAGAI PENGGUNA

JALAN DI KOTA DENPASAR 4.1 Kesadaran Hukum Masyarakat Sebagai Pengguna Jalan di Kota Denpasar Kesadaran hukum pada hakekatnya adalah bicara tentang kesadaran atau nilai-nilai yang terdapat di dalam diri manusia tentang hukum yang ada atau tentang hukum yang diharapkan. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Soerjono Soekanto bahwa kesadaran hukum merupakan suatu penilaian terhadap hukum yang ada atau yang diharapkan. 1 Selanjutnya dinyatakan bahwa pada umumnya manusia akan taat pada hukum dan penegaknya atas dasar imitasi, sugesti, identifikasi dan simpati baik secara terpisah maupun secara akumulatif.2 Sedangkan Scholten menjelaskan tentang kesadaran hukum yaitu sebagai berikut : Kesadaran yang ada pada setiap manusia tentang apa hukum itu, apa seharusnya hukum itu, suatu kategori tertentu dari hidup kejiwaan kita dengan mata kita membedakan antara hukum dengan tidak hukum, antara yang seyogyanya dilakukan dan tidak dilakukan.3 Menurut Abdurahman, bahwa kesadaran hukum itu adalah tidak lain daripada suatu kesadaran yang ada dalam kehidupan manusia untuk selalu
1

Soerjono Soekanto, 1983, Penegakan Hukum, Bina Cipta, Bandung, selanjutnya disingkat Soerjono Soekanto VIII, hal. 62.
2

Soerjono Soekanto VII, Op.Cit., hal. 51.


3

Scholten dalam Mertokusumo, 1984, Meningkatkan Kesadaran Hukum Masyarakat, Liberty, Jakarta,hal. 2.

patuh

dan

taat

pada

hukum.4

Sedangkan

menurut

Otje

Salman

Soemodiningrat, bahwa kesadaran hukum merupakan bagian dari budaya hukum di dalam mewujudkan ketertiban dan kepastian hukum.5 Masalah kesadaran hukum, menurut Selo Sumarjan berkaitan erat dengan faktor-faktor sebagai berikut : a. Usaha-usaha menanamkan hukum dalam masyarakat, yaitu menggunakan tenaga manusia, alat-alat, organisasi, dan metode agar masyarakat mengetahui, menghargai, mengakui dan mentaati hukum b. Reaksi masyarakat yang didasarkan pada sistem nilai-nilai yang berlaku c. Jangka waktu penanaman hukum diharapkan dapat memberikan hasil.6 Berdasarkan pendapat tersebut, maka kesadaran hukum merupakan suatu kesadaran yang terdapat dalam diri manusia terhadap hukum yang ada, yaitu yang akan dimanifestasikan dalam bentuk kepatuhan dan ketidakpatuhan terhadap hukum. Melalui proses kejiwaan manusia dapat membedakan perilaku mana yang harus dilakukan, yaitu yang sesuai dengan hukum dan mana yang tidak boleh dilakukan. Berkaitan dengan kesadaran terhadap peraturan hukum,

Koentjaraningrat menyatakan bahwa : Salah satu kelemahan dari sifat mental warga masyarakat sesudah revolusi adalah apa yang disebut sebagai mental menerabas yaitu nafsu untuk mencapai tujuan secepat-cepatnya, dan sifat-sifat negatif lainnya seperti ketidaktaatan, pelanggaran disiplin, meremehkan mutu dari proses yang dilakukan.7
4

Abdurahman, 1979, Aneka Masalah Hukum dan Pembangunan di Indonesia , Alumni, Bandung, hal. 29.
5 6

H. R. Otje Salman Soemodiningrat II, Op.Cit., hal. 52.

Selo Sumarjan, Op.Cit., hal. 26.


7

Koentjaraningrat, 1999, Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan , Sinar Grafika, Jakarta, hal. 15.

Terbentuknya kesadaran hukum masyarakat sebagai pengguna jalan pada umumnya dan khususnya kesadaran pengendara sepeda motor dalam berlalu lintas dipengaruhi oleh faktor-faktor yang dapat dilihat dari beberapa sudut pandang, antara lain mencakup sudut pengetahuan dan pemahamannya terhadap hukum, serta dari sudut sikapnya terhadap hukum. Hal ini sejalan dengan pendapat Soerjono Soekanto yang mengemukakan bahwa : untuk mengetahui tingkat kesadaran hukum masyarakat terdapat empat indikator yang dijadikan tolok ukur, yaitu : 1. Pengetahuan tentang peraturan-peraturan hukum (law awareness) 2. Pengetahuan tentang isi peraturan-peraturan hukum (law acquaintance) 3. Sikap terhadap peraturan-peraturan hukum (legal attitude) 4. Pola-pola perikelakuan hukum (legal behaviour).8 Menurut Sally Lubis bahwa : kesadaran hukum adalah paduan sikap mental dan tingkah laku terhadap masalah-masalah yang mempunyai segi hukum meliputi pengetahuan mengenai seluk beluk hukum, penghayatan atau internalisasi terhadap nilainilai keadilan dan ketaatan atau kepatuhan ( abedience) terhadap hukum yang berlaku.9 Sedangkan menurut Abdul Manan bahwa kesadaran hukum masyarakat meliputi mengetahui, memahami, menghayati, mematuhi atau mentaati hukum.10 Disisi lain, Achmad Ali menyatakan bahwa kesadaran hukum adalah persoalan hukum sebagai perilaku dan bukan hukum sebagai aturan norma atau asas.11
8

Soerjono Soekanto III, Op.Cit., hal. 140.


9

Sally Lubis, 2000, Politik dan Hukum di Era Reformasi, Mandar Maju, Bandung, hal. 31.
10

Abdul Manan, Op.Cit., hal. 19.


11

Achmad Ali, 2009, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicial Prudence), Kencana, Jakarta, hal. 511.

Pengetahuan tentang peraturan-peraturan hukum tersebut berkaitan dengan perilaku yang dilarang maupun perilaku yang diperbolehkan oleh hukum dalam hal ini yaitu tentang peraturan lalu lintas, dilihat berdasarkan pelanggaran yang dilarang oleh hukum, yang sering dilakukan oleh pengendara sepeda motor berdasarkan hasil wawancara dengan D. D. Gonzales pada hari senin 9 Juli 2012 antara lain : membawa barang melebihi kapasitas, menerobos lampu menggunakan helm Standar Nasional Indonesia (SNI), menunjukkan Surat Izin Mengemudi (SIM), tidak dapat STNK pada saat mengendarai kendaraan bermotor dan tidak berlalu lintas. merah, tidak tidak mampu menunjukkan disiplin dalam

Kecenderungan tingkat pengetahuan para pengendara sepeda motor tentang Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan khususnya tentang ketentuan adanya peraturan khusus dalam berlalu lintas, umumnya hampir sebagian besar mereka mengetahui bahwa ada peraturan khusus yang mengatur lalu lintas diatur dalam suatu Undang-undang. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan 19 pengendara sepeda motor (I Ketut Suarsana, Ni Kadek Suartini, Ni Nyoman Wistariani, Heni, Herik Krisnawan, Ni Wayan Suniasih, I Wayan Susanto, I Komang Suastika, Ni Ketut Sariasih, Ni Wayan Martini, I Wayan Juni Antara, I Ketut Kayun Wardaya, Ni Ketut Siwiasih, Ni Wayan Santiani, Nyoman Suryana Putra, I Ketut Wenten, Ni Putu Uma Arisanti, Anggara Putu Dharma Putra, dan I Gede Sedana Suci) yang menyatakan bahwa membawa beban melebihi kapasitas, menerobos lampu merah, tidak membawa syarat-syarat perlengkapan mengemudi saat mengendara kendaraan bermotor adalah dilarang.

Umumnya para pengendara sepeda motor mengetahui peraturan lalu lintas yang diatur dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dari teman seprofesi, sekolah, dan dari buku panduan lalu lintas sehingga para pengendara sepeda motor hanya sebatas mengetahui aturan-aturan mana yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan dalam berlalu lintas. Salah satu upaya yang dilakukan agar pengendara sepeda motor mengetahui peraturan lalu lintas adalah melalui kerjasama polisi lalu lintas dengan berbagai instansi baik swasta maupun negeri untuk mengadakan sosialisasi Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan berupa penyuluhan atau seminar hukum. Pengetahuan tentang isi peraturan-peraturan hukum atau lebih dikenal dengan pemahaman hukum, dapat diartikan sebagai sejumlah informasi yang dimiliki oleh seseorang mengenai isi dari peraturan suatu hukum tertentu. Dalam hal ini pengendara sepeda motor mampu memahami tujuan dan tugas hukum yakni untuk menjaga kehidupan dan ketertiban masyarakat. Hal ini sesuai dengan tujuan hukum, yaitu : a. Hukum sebagai pemelihara ketertiban dan keamanan b. Hukum sebagai sarana pembangunan c. Hukum sebagai sarana penegak keadilan d. Hukum sebagai sarana pendidikan masyarakat. 12 Sedangkan menurut Roscoe Pound bahwa the central purpose of law as maintaining social control, through, among other things, promoting

12

Muchsin dan Fadilah, 2002, Hukum dan Kebijakan Publik, Averroes Press, Malang, hal. 20.

shared values.13 Tujuan utama dari hukum sebagai kontrol sosial untuk mempertahankan nilai-nilai bersama. Berkaitan dengan lalu lintas, dalam Pasal 3 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 secara mendetail menyebutkan mengenai tujuan dari Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yakni : 1. Terwujudnya pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan moda angkutan lain untuk mendorong perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan umum, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung tinggi martabat bangsa; 2. Terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa; dan 3. Terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat. Pemahaman terhadap isi peraturan hukum ini adalah salah satu indikator selanjutnya untuk mengetahui tingkat kesadaran hukum masyarakat sebagai pengguna jalan di Kota Denpasar khususnya pengendara sepeda motor terhadap peraturan lalu lintas. Menurut H. R. Otje Salman Soemodiningrat bahwa fokus pemahaman hukum adalah persepsi masyarakat dalam menghadapi berbagai hal yang berkaitan dengan normanorma yang berlaku dalam masyarakat. 14 Pada dasarnya pengendara sepeda motor paham akan simbol-simbol yang dipasang di jalan seperti huruf P dicoret (Letter P) petunjuk dimana kendaraan dilarang parkir, menerobos lampu merah, tidak membawa surat-surat kendaraan dan lainlain sehingga dapat dikatakan pemahaman pengendara sepeda motor tentang

13

Roscoe Pound dalam Max Traver, 2010, Understanding Law and Society, Routledge, New York, hal. 31.
14

H. R. Otje Salman Soemodiningrat, 2002, Rekonsotualisasi Hukum Adat Kontemporer, Alumni, Bandung, selanjutnya disingkat H. R. Otje Salman Soemodiningrat III, hal. 207.

peraturan lalu lintas cukup baik akan tetapi pada praktiknya para pengendara sepeda motor masih banyak yang melanggar peraturan tersebut. Sikap merupakan realisasi dari pengetahuan dan pemahaman yang diperoleh para pengendara sepeda motor yang selanjutnya ditunjukan dalam bentuk perilaku. Secara umum alasan-alasan mengapa seseorang itu patuh pada hukum atau taat pada hukum, dimana setiap individu itu berbeda-beda dalam memberikan alasannya, maka dengan demikian akan timbul di dalam lingkungan masyarakat berbagai derajat kepatuhan terhadap hukum. Pola perilaku hukum merupakan hal terpenting dalam kesadaran hukum, karena disini dapat dilihat apakah suatu peraturan berlaku atau tidak dalam masyarakat. Dengan demikian sampai seberapa jauh kesadaran hukum suatu masyarakat dapat dilihat dari pola perilakunya. Mengamati pola perilaku masyarakat sebagai pengguna jalan khususnya pengendara sepeda motor dalam berlalu lintas tidak terlepas dari faktor pemahaman dan proses kesadaran terhadap adanya peraturan lalu lintas tersebut. Perilaku pengendara sepeda motor dalam berlalu lintas didasarkan kepada adanya proses penghayatan yang dalam terhadap Undangundang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Hal ini akan memberikan dampak positif terhadap perilaku yang baik dalam berlalu lintas. Namun jika dilihat, proses kesadaran pengendara sepeda motor cenderung memiliki tingkat kesadaran yang cenderung berubah-ubah yang disebabkan oleh pemahaman yang masih rendah. Salah satu contohnya mereka lebih sering mentaati

peraturan apabila mereka mengetahui ada polisi yang sedang berjaga-jaga. Soerjono Soekanto mengemukakan bahwa : dari sekian banyaknya pengertian yang diberikan pada hukum, terdapat kecenderungan yang besar pada masyarakat, untuk mengartikan hukum dan bahkan mengidentifikasikannya dengan petugas. Salah satu akibatnya adalah bahwa baik-buruknya hukum senantiasa dikaitkan dengan pola perilaku penegak hukum tersebut, yang menurut pendapatnya merupakan pencerminan dari hukum sebagai struktur maupun proses.15 Mengamati perilaku pengendara sepeda motor yang cenderung mentaati peraturan apabila mengetahui ada polisi yang sedang bertugas, hal ini sesuai dengan pendapat Soerjono Soekanto yang menyebutkan bahwa : beberapa faktor yang mempengaruhi kesadaran hukum masyarakat dalam kaitannya dengan kepatuhan hukum, salah satunya yaitu compliance, yang diartikan sebagai suatu kepatuhan yang didasarkan pada harapan akan suatu imbalan dan usaha untuk menghindarkan diri dari hukuman atau sanksi yang mungkin dikenakan jika seseorang melanggar hukum.16 Sehingga dapat disimpulkan bahwa ketaatan pengendara sepeda motor dalam berlalu lintas disebabkan karena mereka hanya sebatas ingin menghindarkan diri dari hukuman atau sanksi jika mereka melanggar hukum. Sebagai anggota masyarakat, pengendara sepeda motor merupakan bagian dari warga Negara yang memiliki peranan di bidang hukum, hal ini dapat dipahami dari ketentuan Pasal 27 ayat 1 UUD 1945 bahwa segala warga Negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Dari pasal tersebut dapat diungkapkan bahwa setiap warga

15

Soerjono Soekanto V, Op.Cit., hal. 33.


16

Soerjono Soekanto dalam Rony Hanitijo Sumitro, Op.Cit., hal. 17 18.

Negara memiliki kewajiban yang sama untuk menjunjung atau mematuhi hukum dan pemerintahan. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai dan sikapsikap yang ada dalam masyarakat berpengaruh dalam penegakan hukum, karena pada pokoknya penegakan hukum itu merupakan kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidah-kaidah yang mantap dari perilaku yang tujuannya adalah untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup. Hal ini sesuai dengan pendapat Soerjono Soekanto bahwa : Masalah kesadaran hukum masyarakat sebenarnya menyangkut faktorfaktor apakah suatu ketentuan hukum tertentu diketahui, dimengerti, ditaati dan dihargai. Apabila warga masyarakat hanya mengetahui adanya suatu ketentuan hukum, maka taraf kesadaran hukumnya masih rendah daripada apabila mereka memahaminya dan seterusnya.17 Berdasarkan pendapat tersebut, tinggi rendahnya derajat kepatuhan hukum terhadap hukum ini berkaitan dengan taraf kesadaran hukum yang didasarkan pada pengetahuan tentang peraturan, pengetahuan tentang isi peraturan, sikap terhadap peraturan dan perikelakuan yang sesuai dengan peraturan. Sebagaimana yang dikemukakan Sanusi menyatakan bahwa : Sebagai indikator tentang tinggi rendahnya tingkat kesadaran hukum masyarakat itu dapat diperhatikan disatu pihak dari sudut ketaatannya pada peraturan hukum dan lain pihak dari sudut banyaknya pelanggaran hukum yang dilakukan oleh anggota masyarakat yang bersangkutan.18

17

Soerjono Soekanto IV, Op.Cit., hal. 122.


18

Achmad Sanusi, Op.Cit., hal. 184.

Atas dasar kriteria tersebut, dapat dikemukakan bahwa kesadaran hukum pengendara sepeda motor dewasa ini masih rendah. Peneliti mengasumsikan bahwa rendahnya kesadaran hukum pengendara sepeda motor karena tidak mengetahui, tidak memahami peraturan hukum yang berlaku. Hal ini terjadi karena kurangnya sosialisasi, komunikasi hukum sehingga menyebabkan pemahaman yang kurang merata terhadap hukum yang berlaku. Berdasarkan uraian pembahasan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa tingkat kesadaran hukum pengendara sepeda motor baru sebatas mengetahui saja, tingkat pemahamannya sudah cukup baik karena pada umumnya mereka sudah paham dengan tata tertib peraturan berlalu lintas, sikap mereka pada umumnya akan patuh atau taat apabila ada kepolisian yang sedang berjaga-jaga. Menurut data yang diperoleh dari Satlantas Kepolisian Wilayah Kota Denpasar tahun 2012, dapat dilihat bahwa : Tabel 14 Pelanggaran Tahun 2012

Sumber : Polresta Denpasar

Jumlah keseluruhan pelanggaran lalu lintas yang terjadi pada tahun 2012 berjumlah 6.256 kasus, dan 4.999 kasus diantaranya merupakan pelanggaran yang dilakukan pengendara sepeda motor. Berdasarkan hasil wawancara dengan Andy Prihastomo pada hari senin 9 Juli 2012 bahwa jenis pelanggaran yang dilakukan oleh pengendara sepeda motor meliputi pelanggaran dalam hal marka atau rambu lalu lintas, surat, perlengkapan kendaraan, melawan arus, melebihi kapasitas

(boncengan), tidak menggunakan helm SNI. Pengetahuan para pengendara sepeda motor masih kurang, karena mereka hanya sebatas mengetahui aturan-aturan mana yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan, pernyataan tersebut sesuai dengan hasil wawancara dengan 15 orang responden (Nyoman Suryana Putra, Ni Putu Uma Arisanti, I Ketut Suarsana, Ni Kadek Suartini, Ni Nyoman Wistariani, Heni, Herik Krisnawan, Ni Wayan Suniasih, I Wayan Susanto, I Komang Suastika, Ni Wayan Martini, I Wayan Juni Antara, I Ketut Kayun Wardaya, Ni Ketut Siwiasih, dan Ni Wayan Santiani) pengendara sepeda motor yang mengungkapkan bahwa mereka mengetahui peraturan lalu lintas dari teman dan dari buku pedoman lalu lintas dan tidak mengetahui secara detail mengenai peraturan lalu lintas tersebut. Berdasarkan hasil wawancara dengan D. D. Gonzales pada tanggal 12 Juli 2012 bahwa : secara keseluruhan para pengemudi sudah memahami peraturan-peraturan dalam berlalu lintas seperti tidak boleh berhenti sembarangan, menggunakan helm Standar Nasional Indonesia, tidak boleh menerobos lampu merah, dan lain-lain. Apabila melanggar peraturan lalu lintas tersebut mereka sudah

paham dengan konsekuensi atau sanksi hukum yang akan diberikan oleh polisi lalu lintas, ternyata kebanyakan dari mereka pernah melanggar peraturan lalu lintas. Sedangkan menurut Sandra Dewi berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 12 Juli 2012, bahwa : sebenarnya tingkat pengetahuan dan pemahaman pengendara sepeda motor terhadap pelanggaran lalu lintas sudah bagus dan sudah mengerti, hanya saja terkadang pengetahuan tersebut tidak diimbangi dengan sikap dan perilaku mereka di lapangan, karena kurangnya kesadaran hukum para pengendara sepeda motor tersebut, maka mereka secara sengaja melanggar peraturan lalu lintas untuk kepentingan sendiri tanpa memperhatikan peraturan lalu lintas yang berlaku. kebanyakan para pengendara sepeda motor yang melanggar, mereka menolak untuk diberi surat tilang dan mereka meminta sidang ditempat saja. Sesuai aturan yang ada para pengendara sepeda motor tidak diperbolehkan untuk menjalankan kendaraannya di atas trotoar, padahal trotoar diperuntukkan untuk pejalan kaki. Namun kadang aturan tersebut justru tidak diindahkan oleh para pengendara sepeda motor sehingga dapat menimbulkan kecelakaan dan kemacetan di ruas jalan utama. Berdasarkan pengamatan bahwa para pengendara sepeda motor yang mengendarai kendaraannya di atas trotoar terjadi pada hari kerja baik pagi hari maupun siang hari dimana volume kendaraan pada saat itu cukup padat. Berdasarkan hasil wawancara dengan Sandra Dewi pada tanggal 12 Juli 2012 bahwa : mereka sudah mengerti peraturan lalu lintas karena jikalau ada petugas kepolisan yang berjaga-jaga hampir tidak ada yang melanggar. Para pengendara sepeda motor sebenarnya sudah tahu peraturan lalu lintas, akan tetapi mereka melanggar karena tingkat kesadarannya kurang yang ditunjukan dengan perilaku mereka yaitu hanya patuh kalau ada petugas saja. Kebanyakan para pengendara sepeda motor yang melanggar, mereka menolak untuk diberi surat tilang dan mereka meminta sidang di tempat saja.

25 responden pengendara sepeda motor mengungkapkan bahwa mereka pernah melakukan pelanggaran lalu lintas, yaitu seperti parkir di letter P, dan menerobos lampu merah. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah seorang pengendara sepeda motor yaitu Nyoman Suryana Putra dinyatakan bahwa mereka melakukan pelanggaran tersebut karena tidak ada petugas kepolisian yang sedang berjaga-jaga. Hasil observasi memperlihatkan bahwa dari sekian banyaknya pengendara sepeda motor khususnya di sepanjang jalan Hayam Wuruk, jalan Gatot Subroto, jalan Iman Bonjol, jalan Ratna, jalan WR. Supratman, dan jalan Waturenggong ternyata tidak sedikit yang melanggar peraturan lalu lintas misalnya para pengendara sepeda motor yang masih banyak terlihat parkir di atas trotoar, mengendarai sepeda motor melawan arus, mengendarai sepeda motor diatas trotoar, tidak menggunakan helm Standar Nasional Indonesia (SNI) dan membawa muatan melebihi kapasitas yang ditentukan serta melanggar ramburambu lalu lintas yang lainnya. Namun secara keseluruhan lebih sering ditemukan bahwa kebanyakan para pengendara sepeda motor akan mentaati peraturan lalu lintas apabila ada aparat yang sedang berjaga-jaga di jalan. 4.2 Peranan Kepolisian Dalam Meningkatkan Kesadaran Hukum

Masyarakat Sebagai Pengguna Jalan di Kota Denpasar Peranan polisi lalu lintas sangatlah penting karena merupakan sebuah lembaga formal, mempunyai misi untuk mensosialisasikan Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan kepada para pengendara sepeda motor agar

mengetahui peraturan dan tata tertib berlalu lintas di jalan raya. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan salah satu anggota Satlantas Polresta Denpasar yaitu D. D. Gonzales bahwa : Polisi lalu lintas berperan sebagai pencegah dan sebagai penindak, agar tercipta warga negara khususnya pengendara sepeda motor yang baik yang sadar dan patuh terhadap hukum yang berlaku maka pihak kepolisian melakukan sosialisasi Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Sosialisasi ini berupa penyuluhan atau seminar hukum yang meliputi informasi tentang lalu lintas jalan, peraturan, dan kecelakaan. Sosialisasi Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan kepada para pengendara sepeda motor diadakan secara rutin dengan menyelenggarakan penyuluhan ke organisasi-organisasi baik swasta maupun negeri, tujuannya mengingatkan kembali para pengendara sepeda motor tentang Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 yaitu mengenai tata cara berlalu lintas sehingga para pengendara sepeda motor mengetahui secara langsung bagaimana cara sopan santun berlalu lintas yang baik dan benar, biasanya penyuluhan tersebut dilakukan secara berkala dan kadang pihak kepolisian itu sendiri diundang oleh beberapa organisasi yang salah satunya adalah sebagai narasumber pada seminarseminar di perguruan tinggi, biasanya pihak-pihak yang mengikuti penyuluhan tersebut dikoordinasi sendiri oleh organisasi tersebut. Menurut anggota Satlantas Polresta Denpasar yaitu Sandra Dewi bahwa kegiatan tersebut disambut dengan baik, akan tetapi keterlibatan para pengendara sepeda motor masih kurang.

Selain kegiatan penyuluhan, bentuk sosialisasi lain yang dilakukan pihak kepolisian yaitu membagi-bagikan selebaran atau brosur mengenai tata cara berlalu lintas dan juga memasang spanduk-spanduk mengenai imbauan tertib berlalu lintas yang di pasang di beberapa tempat sepanjang jalan By Pass Ngurah Rai. Menurut salah satu anggota polisi lalu lintas yaitu D. D. Gonzales dan Sandra Dewi serta berdasarkan penelitian di lapangan terungkap pula bahwa selain upaya preventif, pihak kepolisian pun melakukan upaya represif yaitu menerapkan peraturan lalu lintas dengan tegas, melakukan razia/operasi secara rutin dan menindak pelanggaran dengan tilang agar pengendara sepeda motor jera. Dari upaya-upaya tersebut pihak kepolisian ( berdasarkan hasil wawancara dengan D. D. Gonzales pada tanggal 12 Juli 2012) menilai bahwa pengadaan razia atau operasi secara rutin dinilai lebih efektif untuk meminimalisir pelanggaran yang dilakukan pengendara sepeda motor dibanding dengan upaya lainnya, karena dengan kehadiran polisi lalu lintas di lapangan, para pengendara sepeda motor cenderung mentaati peraturan lalu lintas dan lebih memperhatikan kelengkapan surat-surat kendaraan mereka. Dari hasil wawancara dengan 25 responden, 15 orang responden (Nyoman Suryana Putra, Ni Putu Uma Arisanti, I Ketut Suarsana, Ni Kadek Suartini, Ni Nyoman Wistariani, Heni, Herik Krisnawan, Ni Wayan Suniasih, I Wayan Susanto, I Komang Suastika, Ni Ketut Sariasih, Ni Wayan Martini, I

Wayan Juni Antara, I Ketut Kayun Wardaya, dan Ni Ketut Siwiasih) diantaranya menyatakan bahwa : mereka belum pernah mengikuti penyuluhan-penyuluhan khusus bagi pengendara sepeda motor yang diselenggarakan pihak kepolisian dengan alasan tidak mengetahui informasi tentang adanya penyuluhan tersebut, namun mereka hanya mendapat pengetahuan mengenai peraturan lalu lintas pada waktu mereka membuat SIM, melalui teman lainnya yang seprofesi dan melalui spanduk yang dipasang di sepanjang jalan. Berbeda halnya dengan Anggara Putu Dharma Putra yang mengaku pernah mengikuti kegiatan penyuluhan yang diadakan pihak kepolisian dengan alasan ingin menambah wawasan dalam berlalu lintas. Mengenai peranan polisi lalu lintas tersebut, menurut salah satu pengendara sepeda motor yaitu Anggara Putu Dharma Putra diungkapkan bahwa : polisi sudah melaksanakan tugasnya secara maksimal walaupun masih banyak pelanggaran yang dilakukan oleh pengendara sepeda motor lainnya karena menjaga agar tetap tertib berlalu lintas bukanlah hal yang mudah mengingat besarnya volume kendaraan bermotor di sepanjang jalan Gatot Subroto. Lain halnya menurut I Gede Sedana Suci bahwa : kinerja polisi saat ini belum maksimal karena terkadang polisi memperlakukan pengendara sepeda motor satu dengan yang lain tidak sama alias membeda-bedakan, polisi terkadang tidak konsisten dengan peraturan yang ada, cenderung bertindak kasar dalam memberi teguran. Harapannya polisi harus konsisten dengan tugasnya memberlakukan setiap pengendara dengan sama, memberikan pengarahan kepada pengguna jalan khususnya pengendara sepeda motor dengan baik karena tingkat pengetahuan pengendara sepeda motor yang satu dengan yang lain berbeda. Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa polisi lalu lintas mempunyai peranan yang sangat penting dalam mengatur kegiatan lalu lintas di Kota Denpasar, agar peranan tersebut dapat berfungsi dengan baik, maka

diperlukan partisipasi dari masyarakat pengguna jalan di Kota Denpasar untuk tetap tertib dalam berlalu lintas. 4.3 Usaha-usaha yang Dilakukan oleh Kepolisian Kota Denpasar Dalam Meningkatkan Kesadaran Hukum Masyarakat Sebagai Pengguna Jalan di Kota Denpasar Mengingat kompleksnya permasalahan yang terjadi pada sistem transportasi di Kota Denpasar, maka Kepolisian Kota Denpasar melakukan berbagai usaha-usaha untuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakat sebagai pengguna jalan pada umumnya dan pengendara sepeda motor pada khususnya. Metode yang digunakan dalam meningkatkan kesadaran hukum masyarakat sebagai pengguna jalan di Kota Denpasar yaitu perekayasaan prasarana dan sarana lalu lintas (engineering), pembinaan unsur pengguna jalan (education), serta rekayasa dalam bidang hukum atau pengaturannya termasuk penegakan hukumnya (enforcement). Metode dalam meningkatkan kesadaran hukum masyarakat sebagai pengguna jalan pada dasarnya merupakan bagian dari sub sistem manajemen transportasi. Berdasarkan hasil wawancara dengan D. D. Gonzales pada tanggal 12 Juli 2012 bahwa : metode dalam meningkatkan kesadaran hukum masyarakat secara garis besar meliputi : 1. Metode pre-emptif (penangkalan), diarahkan untuk mengeliminir dampakdampak negatif yang mungkin akan timbul. 2. Metode preventif (pencegahan), diarahkan untuk mengamankan kondisi yang potensial terhadap terjadinya pelanggaran.

3. Metode represif (penanggulangan), berupa penindakan terhadap setiap bentuk pelanggaran. Peran masyarakat di bidang lalu lintas merupakan salah satu fungsi lalu lintas dalam memberikan pemahaman tentang lalu lintas sebagai suatu upaya preventif dalam menanggulangi masalah lalu lintas. Peranan masyarakat di bidang lalu lintas dengan sasaran terhadap masyarakat umum dapat menciptakan sikap mental mentaati peraturan perundang-undangan lalu lintas, serta tercapainya peningkatan keikutsertaan masyarakat dalam menertibkan lalu lintas. Dalam proses penegakan hukum yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dihadapkan pada beberapa permasalahan seperti kurangnya sumber daya, terbatasnya dukungan anggaran, kurangnya keterpaduan dan adanya visi unsur penegak hukum yang berbeda-beda. Namun demikian dalam rangka penegakan hukum di bidang lalu lintas pada umumnya, Polri yang dalam hal ini Polantas mempunyai peran yang cukup besar sehingga keberadaannya diharapkan dapat mengemban misi yang jelas guna lebih efektifnya pelaksanaan penegakan hukum. Menurut Pasal 5 angka (1) Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan bahwa Negara bertanggung jawab atas lalu lintas dan angkutan jalan dan pembinaannya dilaksanakan oleh pemerintah. Pembinaan lalu lintas dan angkutan jalan tersebut meliputi : perencanaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan. Selanjutnya Pasal 7 ayat (2) huruf (e) Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyatakan bahwa

urusan pemerintahan di bidang registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor dan pengemudi, penegakan hukum, operasional manajemen dan rekayasa lalu lintas, serta pendidikan berlalu lintas, oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia. Selanjutnya Pasal 12 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyatakan bahwa : Penyelenggaraan di bidang registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor dan pengemudi, penegakan hukum, opersional manajemen dan rekayasa lalu lintas, serta pendidikan berlalu lintas, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf e meliputi : a. Pengujian dan penerbitan Surat Ijin Mengemudi Kendaraan Bermotor; b. Pelaksanaan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor; c. Pengumpulan, pemantauan, pengolahan, dan penyajian data lalu lintas dan angkutan jalan; d. Pengelolaan pusat pengendalian Sistem Informasi dan Komunikasi lalu lintas dan angkutan jalan; e. Pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patrol lalu lintas; f. Penegakan hukum yang meliputi penindakan pelanggaran dan penanganan kecelakaan lalu lintas; g. Pendidikan berlalu lintas; h. Pelaksanaan manajemen dan rekayasa lalu lintas; dan i. Pelaksanaan manajemen operasional lalu lintas. Usaha dalam rangka mewujudkan keselamatan jalan raya merupakan tanggung jawab bersama antara pengguna jalan dan aparatur negara yang berkompeten terhadap penanganan jalan raya baik yang bertanggung jawab terhadap pengadaan dan pemeliharaan infra dan supra struktur, sarana dan prasarana jalan maupun pengaturan dan penegakkan hukumnya hal ini bertujuan untuk tetap terpelihara serta terjaganya situasi Kamseltibcar Lantas di jalan raya secara terarah dan mencapai sasaran yang diharapkan, partisipasi aktif dari pemakai jalan terhadap etika. Sopan santun dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku merupakan suatu hal yang paling penting guna terwujudnya keamanan, keselamatan, ketertiban dan

kelancaran lalu lintas, sesuai dengan sistem perpolisian modern menempatkan masyarakat sebagai subjek dalam menjaga keselamatan pribadinya akan berdampak terhadap keselamatan maupun keteraturan bagi pengguana jalan lainnya, untuk mewujudkan hal tersebut perlu dilakukan beberapa perumusan dalam bentuk 5 (lima) Strategi penanganannya, berupa : 1) Engineering Wujud strategi yang dilakukan melalui serangkaian kegiatan pengamatan, penelitian dan penyelidikan terhadap faktor penyebab gangguan/hambatan keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas serta memberikan saran-saran berupa langkah-langkah perbaikan dan

penangulangan serta pengembangannya kepada instansiinstansi yang berhubungan dengan permasalahan lalu lintas. 2) Education Segala kegiatan yang meliputi segala sesuatu untuk menumbuhkan pengertian, dukungan dan pengikutsertaan masyarakat secara aktif dalam usaha menciptakan keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran berlalu lintas dengan sasaran masyarakat terorganisir dan masyarakat tidak terorganisir sehingga menimbulkan kesadaran secara personal tanpa harus diawasi oleh petugas. 3) Enforcement Merupakan segala bentuk kegiatan dan tindakan dari polri dibidang lalu lintas agar Undang-undang atau ketentuan perundang-undangan lalu lintas

lainnya ditaati oleh semua para pemakai jalan dalam usaha menciptakan Kamseltibcar lantas. a. Preventif Segala usaha dan kegiatan untuk memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, memelihara keselamatan orang, benda, masyarakat termasuk memberikan perlindungan dan pertolongan khususnya mencegah terjadinya pelanggaran yang meliputi pengaturan lalu lintas, penjagaan lalu lintas, pengawalan lalu lintas dan patroli lalu lintas. b. Represif Merupakan serangkaian tindakan penyidik untuk mencari dan menemukan sesuatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana yang meliputi penindakan pelanggaran lalu lintas dan penyidikan kecelakaan lalu lintas. 4) Encouragement Encouragement bisa diartikan : desakan/pengobar semangat. Bahwa untuk mewujudkan kamseltibcar Lantas juga dipengaruhi oleh faktor individu setiap pemakai jalan, dimana Kecerdasan Intelektual individu/kemampuan memotivasi dalam diri guna menumbuhkan kesadaran dalam dirinya untuk beretika dalam berlalu lintas dengan benar sangat dibutuhkan untuk mewujudkan hal tersebut. Menumbuhkan motivasi dalam diri bisa dipengaruhi oleh faktor Internal (kesadaran diri seseorang) maupun eksternal (lingkungan sekitarnya). Selain dari pada itu desakan semangat untuk menciptakan situasi lau lintas harus dimiliki oleh semua stake holder

yang berada pada struktur pemerintahan maupun non pemerintah yang berkompeten dalam bidang lalu lintas sehingga semua komponen yang berkepentingan serta pengguna jalan secara bersama memiliki motivasi dan harapan yang sama dengan mengaplikasikannya didalam aksi nyata pada kehidupan berlalu lintas di jalan raya. 5) Emergency Preparedness and Response Kesiapan dalam tanggap darurat dalam menghadapi suatu permasalahan lalu lintas harus menjadi prioritas utama dalam upaya penanganannya, kesiapan seluruh komponen stake holder bidang lalu lintas senantiasa mempersiapkan diri baik sumber daya manusia, sarana dan prasarana serta hal lainnya dalam menghadapi situasi yang mungkin terjadi,

pembernayaan kemajuan informasi dan teknologi sangat bermanfaat sebagai pemantau lalu lintas jalan raya disamping keberadaan petugas dilapangan, dalam mewujudkan Emergency Preparedness and response ini perlu adanya konsignes yang jelas di seluruh stake holder dan dalam pelaksanaannya harus dapat bekerja sama secara terpadu sesuai dengan S.O.P yang telah ditetapkan bersama. Kegiatan pembinaan masyarakat tentang lalu lintas dapat dijalankan dengan baik terus menerus konsisten dan berkesinambungan sehingga pada gilirannnya masyarakat dapat menyadari bahwa masalah lalu lintas adalah merupakan kepentingan bersama. Pendidikan masyarakat tentang lalu lintas yang disingkat Dikmas Lantas adalah kegiatan yang meliputi segala usaha untuk menumbuhkan

pengertian, dukungan dan pengikut serta meliputi segala usaha peran serta masyarakat secara aktif dalam usaha menciptakan keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas. Tujuannya yaitu untuk memperdalam dan memperluas pengertian pada masyarakat terhadap masalah-masalah lalu lintas yang dihadapi serta menyadarkan masyarakat untuk membantu rencana

kebijaksanaan dan cara-cara yang ditempuh dalam menyelesaikan masalahmaslah lalu lintas, sehingga dapat menemukan kesadaran masyarakat pemakai jalan pada umumnya dan para pengemudi pada khususnya. Upaya penanggulangan untuk menekan pelanggaran lalu lintas oleh pihak Satlantas Polresta Denpasar dianggap belum maksimal, karena dalam hasil operasi terakhir Satlantas Polres Metro Jakarta Selatan selama tahun 2010 dan tahun 2012 angka kasus pelanggarannya cukup tinggi. Dalam melaksanakan tugas pokok kepolisian untuk selalu memelihara keamanan, ketertiban, kelancaran lalu lintas, dan menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat sudah sepantasnya pihak kepolisian dalam hal ini Satlantas Polresta Denpasar melaksanakan tugasnya dengan mengutamakan upaya preventif atau tindakan pencegahan dan upaya represif atau menindak dengan mengkaji ulang suatu peristiwa yang terjadi sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undangundang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dari hasil penelitian terlihat bahwa pihak Polresta Denpasar telah melakukan upaya pencegahan untuk mengantisipasi terjadinya pelanggaran

lalu lintas. Upaya pertama adalah melakukan patroli-patroli rutin atau operasi rutin. Kebijakan melakukan patroli tersebut sudah sesuai dengan Pasal 14 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, dimana aparat kepolisian harus selalu memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum. Apabila operasi atau patroli tersebut kurang maksimal maka pihak Satlantas Polresta Denpasar menggelar operasi khusus lalu lintas. Operasi khusus ini dengan melakukan razia kendaraan bermotor, baik razia kelengkapan kendaraan bermotor maupun razia kelengkapan surat kendaraan bermotor. Berdasarkan hasil wawancara dengan D. D. Gonzales pada tanggal 12 Juli 2012 bahwa : upaya-upaya penegakan hukum preventif yang dilakukan pihak Satlantas Polresta Denpasar guna mencegah terjadinya pelanggaran lalu lintas yaitu : 1. Pengaturan lalu lintas yang diartikan sebagai pemberitahuan kepada pemakai jalan, bagaimana dan dimana mereka dapat atau tidak bergerak atau berhenti terutama waktu ada kemacetan atau keadaan darurat. Dalam arti luas pengaturan lalu lintas meliputi semua aktifitas dari polisi dalam mengatur lalu lintas dijalan umum. 2. Penjagaan lalu lintas adalah suatu kegiatan pengawasan lalu lintas pada tempat-tempat tertentu yang diadakan sesuai kebutuhan terutama bersifat pencegahan, perlindungan pelayanan terhadap pengguna jalan, bila menemukan pelanggaran lalu lintas maupun kecelakaan lalu lintas segera mengambil tindakan represif sesuai prosedur yang berlaku. Upaya yang dilakukan pihak Polresta Denpasar berikutnya adalah melakukan penyuluhan atau seminar mengenai masalah lalu lintas atau undang-undang lalu lintas di berbagai tempat seperti sekolah, kampus maupun tempat lainnya. Melalui penyuluhan ini diharapkan masyarakat pengguna jalan mengerti dan paham akan peraturan lalu lintas. Selain

mengerti diharapkan juga masyarakat mematuhi semua peraturan lalu lintas yang ada. Satlantas Polresta Denpasar juga melakukan kampanye untuk mematuhi peraturan lalu lintas melalui pemasangan spanduk di pinggir jalan. Diharapkan masyarakat pengguna jalan dapat melihat spanduk-spanduk tersebut dan mematuhi peraturan lalu lintas yang ada. Karena salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya pelanggaran lalu lintas adalah lupa akan peraturan lalu lintas. Selain melakukan kegiatan kampanye untuk mematuhi peraturan lalu lintas Satlantas Polresta Denpasar juga mengimpelementasikan Polmas (Pemolisian Masyarakat) pada fungsi lalu lintas. Proses edukasi ditingkat komuniti guna membentuk budaya tertib lalu lintas ini merupakan bagian penting bagi implementasi Polmas pada fungsi lalu lintas di wilayah hukum Polresta Denpasar. Berkaitan dengan proses pembentukan budaya tertib lalu lintas ini Satlantas Polresta Denpasar merancang dan megimplementasikan sejumlah kegiatan guna mewujudkan dan dan memelihara lalu keamanan, Dalam

keselamatan,

ketertiban,

kelancaran

lintas.

mengimplementasikan Polmas pada fungsi lalu lintas, masalah kemanusiaan yang menjadi perhatian dan fokus pemolisiannya. Langkah-langkah tersebut dijabarkan melalui fungsi-fungsi dan kegiatan lalu lintas sebagaimana tercakup dalam road safety. Berdasarkan hasil wawancara dengan D. D. Gonzales pada tanggal 12 Juli 2012 bahwa :

pendidikan masyarakat dalam pembinaan kesadaran hukum masyarakat sebagai pengguna jalan di kota Denpasar, dibedakan menjadi 2 yaitu : 1. Pendidikan masyarakat terhadap masyarakat umum, meliputi : a. Penerangan Lalu Lintas b. Pameran Lalu Lintas c. Perlombaan/Sayembara d. Taman Lalu Lintas 2. Pendidikan masyarakat terhadap masyarakat yang terorganisir, meliputi : a. Badan Keamanan Lalu Lintas b. Kamra Lantas c. Dikmas Lantas kepada Gerakan Pramuka d. Sukarelawan Pengatur Lalu Lintas Penerangan merupakan kegiatan komunikasi berisi keteranganketerangan, gagasan atau kebijaksanaan yang disertai pesan atau anjuran dengan maksud menjelaskan, mendidik dan mempengaruhi atau mengajak agar penerima pesan bersedia untuk bersikap dan bertindak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan hasil wawancara dengan D. D. Gonzales pada tanggal 12 Juli 2012 bahwa : Penerangan lalu lintas dilaksanakan melalui kegiatan : 1. Penerangan lalu lintas melalui radio 2. Penerangan lalu lintas melalui surat kabar, majalah, tabloid. 3. Penerangan lalu lintas melalui televisi 4. Penerangan lalu lintas melalui film 5. Penerangan lalu lintas melalui pemasangan poster/spanduk, penyebaran brosur/pamphlet dan pemasangan papan peringatan. 6. Penerangan lalu lintas melalui ceramah atau permainan 7. Penerangan melalui alat peraga (rambu-rambu) seperti penempatan rambu-rambu tertentu dalam ruang kelas. 8. Penerangan lalu lintas melalui pertunjukkan kesenian tradisional. Pameran lalu lintas adalah suatu usaha polentas untuk memberikan informasi/gambaran kepada masyarakat mengenai tugas dan kegiatan polentas serta masalah-masalah yang dihadapi dengan cara visual. Disamping pameran lalu lintas, Polresta Denpasar juga melakukan kegiatan perlombaan atau sayembara. Perlombaan lalu lintas adalah perlombaan keterampilan

mengendarai kendaraan bermotor yang diselenggarakan oleh polentas dan diikuti oleh masyarakat umum, sedangkan sayembara lalu lintas adalah sayembara mengenai pengetahuan lalu lintas melalui karya tulis, gambar, karikatur dan photo yang berkaitan dengan lalu lintas. Taman lalu lintas adalah suatu taman atau tempat yang dibuat menyerupai kota dalam bentuk mini yang dilengkapi sarana lalu lintas, dengan tujuan mendidik bagi para pengunjung khususnya anak-anak sekolah tentang tata cara berlalu lintas, sopan santun dan kesadaran lalu lintas. Penyelenggaraan taman lalu lintas sesuai dengan petunjuk pelaksanaan Nomor Polisi : Juklak/Lantas/2/IV/1975 tanggal 25 Mei 1975 tentang Penyelenggaraan Taman Mini Lalu Lintas dan Maket Lalu Lintas. Badan keamanan lalu lintas (BKLL) adalah organisasi masyarakat sebagai wadah untuk berpartisipasi dalam membantu memelihara

memajukan/mewujudkan keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas. Lembaga ini diharapkan mampu mengkoordinasikan kegiatan wadah dibawahnya dalam rangka membina peran serta masyarakat untuk terwujudnya disiplin dan kesadaran berlalu lintas yang baik. Berdasarkan hasil wawancara dengan D. D. Gonzales pada tanggal 12 Juli 2012 bahwa : Badan keamanan lalu lintas membawahi : a. Kamra lalu lintas yaitu kekuatan rakyat terlatih yang merupakan kekuatan bantuan Polri dalam pelaksanaan tugas sebagai alat Negara penegak hukum terutama di bidang keamanan dan ketertiban masyarakat. b. Gerakan pramuka lalu lintas (Prasbhara) sebagai wadah saluran aspirasi pemuda Indonesia dalam melakukan kegiatan yang nyata di bidang keamanan dan ketertiban masyarakat.

c. Patroli keamanan sekolah (PKS) merupakan suatu wadah dari partisipasi pelajar di bidang lalu lintas, khususnya mengatur penyeberangan pada jalan umum di lingkungan sekolah. d. Sukarelawan pengatur lalu lintas (Supeltas) merupakan suatu wadah yang menampung kegiatan masyarakat usia dewasa secara perorangan dan sukarela di bidang keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa metodemetode dalam meningkatkan kesadaran hukum masyarakat sebagai pengguna jalan di kota Denpasar dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Metode pre-emptif Metode pre-emptif sebagai upaya penangkal di dalam menanggulangi pelanggaran lalu lintas, pada dasarnya meliputi perekayasaan berbagai bidang yang berkaitan dengan masalah transportasi, sehingga dapat mengeliminir secara dini dampak-dampak yang mungkin akan timbul. Metode pre-emptif dalam menanggulangi pelanggaran lalu lintas dapat diterapkan melalui tindakan terpadu di dalam : a. Perencanaan pengembangan kota, seperti pengaturan pengembangan sepanjang sisi jalan. b. Perencanaan tata guna lahan, seperti tata guna lahan yang meminimumkan konflik antara lalu lintas dengan pengguna jalan lainnya dan mengurangi kebutuhan melakukan perjalanan. c. Perencanaan pengembangan transportasi. d. Perencanaan pengembangan angkutan umum yang meliputi : 1) Perencanaan jenis, ukuran, kapasitas kendaraan bermotor yang sesuai dan serasi dengan tingkat kebutuhan masyarakat, kondisi

daerah-daerah yang akan dilayani, jaringan jalan serta perencanaan proyeksi kebutuhan transportasi di masa mendatang. 2) Perencanaan pengembangan angkutan umum yang berorientasi pada pemakaian ruas alan dengan mempertimbangkan dampak sosial, dampak lingkungan dan tingkat keselamatannya. 3) Perencanaan pengembangan industry kendaraan bermotor yang baik untuk menunjang perencanaan angkutan umum secara lebih efektif. e. Pembudayaan disiplin berlalu lintas. 2. Metode preventif Metode preventif adalah upaya-upaya yang ditujukan untuk mencegah terjadinya pelanggaran lalu lintas dalam bentuk konkritnya berupa kegiatan-kegiatan pengaturan lalu lintas, penjagaan, patrol dan

pengawalan. Hal ini dilakukan mengingat bahwa permasalahan lalu lintas terjadi karena faktor manusia, kendaraan, jalan dan lingkungan secara simultan maka upaya-upaya pencegahannyapun dapat ditujukan kepada pengaturan komponen-komponen lalu lintas serta sistem lalu lintasnya. Secara garis besar upaya-upaya yang dilakukan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : a. Upaya pengaturan faktor jalan 1) Karakteristikk prasarana jalan akan mempengaruhi intensitas dan kualitas pelanggaran lalu lintas, maka dalam pembangunan setiap jaringan jalan harus disesuaikan dengan pola tingkah laku dan kebiasaan pengguna jalan. Hal ini berarti jalan harus dirancang,

dilengkapi, dipelihara serta dioperasionalkan secara terencana dan mengutamakan pemenuhan kebutuhan informasi pemakai jalan dalam rangka mengantisipasi dan pengambilan keputusan. Dengan demikian jalan harus dibangun sesuai dengan standar desain geometriknya. 2) Lebar jalan yang cukup, permukaan yang aman dan nyaman, rancangan yang tepat untuk persimpangan dengan jarak pandang yang cukup aman, dilengkapi dengan rambu-rambu, marka jalan, dan tanda jalan yang cukup banyak serta cukup jelas dapat dilihat, lampu penerangan jalan yang baik serta koefisien gesek permukaan jalan yang sesuai dengan standar geometri. b. Upaya pengaturan faktor kendaraan Faktor kendaraan merupakan faktor terjadinya kecelakaan. Berdasarkan hasil wawancara dengan D. D. Gonzales bahwa penyebab utama dari kecelakaan sebagian besar disebabkan karena terjadinya pelanggaran. Faktor karakteristik kendaraan juga sering membawa dampak tingginya intensitas dan kualitas tingginya tingkat kecelakaan. Untuk

menanggulangi kecelakaan lalu lintas, kendaraan harus dirancang, dilengkapi, dirawat sebaik-baiknya. Kecelakaan lalu lintas dapat terhindar bila kondisi kendaraan prima, stabil, berfungsi dengan baik, bodi tidak keropos serta cukup kuat melindungi penumpangnya. c. Upaya pengaturan faktor manusia

1) Faktor pengguna jalan merupakan elemen yang paling kritis dalam sistem lalu lintas karena keterampilan dalam berlalu lintas sangat sulit untuk ditingkatkan dalam waktu yang singkat. Karakter dasar yang sulit untuk dirubah yaitu keterampilan dalam mengantisipasi jarak, mengerem serta kebiasaan-kebiasaan lainnya dalam

mengemudikan kendaraannya hanya dapat ditingkatkan melalui latihan secara konsisten. 2) Metode yang harus diterapkan dalam meningkatkan unjuk kerja pengemudi adalah dengan tes kesehatan fisik dan psikis, dengan pendidikan dan latihan serta ujian yang ketat, kampanye umum dan pengawasan terhadap setiap pelanggaran melalui hukum yang ketat pula. Tes kesehatan dan psikis harus diterapkan untuk meyakinkan calon pengemudi tersebut benar-benar telah memenuhi persyaratan dasar yang menyangkut pengelihatan, pendengaran serta kondisi psikis. 3) Pendidikan dan latihan harus mencakup pula pelajaran tentang sopan santun berlalu lintas. Pendidikan dan latihan tentang sopan dantu berlalu lintas perlu dilaksanakan sedini mungkin dari TK diteruskan secara konsisten pada tingkat SD, SMP, SMA serta melalui kelompok-kelompok ekstrakulikuler. 4) Informasi tentang situasi lalu lintas serta kampanye keselamatan lalu lintas dalam bentuk kegiatan olahraga, penerbitan brosur-brosur secara berkala maupun melalui media massa.

5) Pengawasan, penegakan hukum dan pemberian sanksi hukuman harus terus diterapkan seefektif mungkin agar pengguna jalan selalu mentaati peraturan. d. Upaya pengaturan lingkungan 1) Komunikasi, peningkatan prasarana komunikasi sehingga dapat mengurangi kebutuhan transportasi secara umum. Peningkatan pajak kendaraan, retribusi parker dapat mengurangi beroperasinya kendaraan pribadi dan meningkatnya pemakaian sarana transportasi umum. 2) Kecelakaan lalu lintas dapat ditekan bila tata guna tanah dikontrol dan dikendalikan dengan memperpendek jarak perjalanan serta mempromosikan sarana transportasi umum yang aman dan mengurangi titik konflik pada persimpangan sebidang. 3) Pembangunan daerah pemukiman yang dilengkapi dengan segala sarana dan prasarana dapat mengurangi masalah transportasi terutama mengurangi kecelakaan lalu lintas. e. Upaya pengaturan sistem lalu lintas Sistem lalu lintas diatur dalam peraturan perundang-undangan lalu lintas yang disertai dengan penegakan hukumnya. Tujuan dibuatnya peraturan lalu lintas adalah untuk kepentingan pengendalian umum kepada pengguna jalan, kendaraan dan prasarana jalan serta interaksi di dalam sistem lalu lintas sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, antara

lain masalah prasarana kendaraan, pengemudi dan pejalan kaki serta tata cara berlalu lintas. Keseluruhan pengaturan tersebut harus rasional, dalam arti harus dilengkapi dengan fasilitasnya terlebih dahulu, dikondisikan masyarakat pengguna jalan baru diawasi dan ditegakkan melalui penegakan hukum bagi pelanggarnya. f. Upaya pengaturan pertolongan pertama pada kecelakaan Masalah pengaturan pertolongan pertama pada kecelakaan seperti keterlambatan datang ke tempat kejadian kecelakaan lalu lintas, seringkali membawa dampak tingginya angka fatalitas. Peningkatan pengaturan pertolongan pertama pada kecelakaan melalui penataan organisasi, penyediaan fasilitas, serta kemudahan kontak sangat berperan dalam upaya pengaturan pertolongan pertama pada

kecelakaan. 3. Metode represif Metode represif pada hakekatnya dalam rangka menjaga ketertiban, keamanan, kelancaran dan keselamatan lalu lintas merupakan upaya akhir yang biasanya disertai dengan upaya penerapan paksa. Tindakan represif dilakukan terhadap setiap jenis pelanggaran lalu lintas atau dalam bentuk pelanggaran kasus kecelakaan lalu lintas. Penegakan hukum lalu lintas sebagai bentuk kegiatan metode represif dilakukan terhadap setiap pengguna jalan yang melanggar peraturan lalu lintas dan angkutan jalan, apabila dengan tindakan edukatif yang dilakukan melalui metode preemptif dan preventif tidak dapat menanggulangi masalahnya. Penegakan

hukum yang dilakukan secara efektif dan intensif, pada hakekatnya bukan semata-mata ditujukan untuk memberikan pelajaran secara paksa atau untuk menghukum kepada setiap pelanggar yang tertindak, namun juga dimaksudkan untuk menimbulkan kejeraan bagi yang bersangkutan agar tidak mengulangi perbuatannya lagi. Dengan demikian setiap penindakan represif juga mengandung unsure preventif. Sehubungan dengan metode represif ini, perlu disadari bersama bahwa keberhasilan upaya

penanggulangan ketertiban, keamanan, keselamatan dan kelancaran lalu lintas melalui penindakan tidak dapat bertumpu hanya pada keaktifan aparat penegak hukum saja, melainkan harus diperhatikan pula faktorfaktor lainnya seperti pengguna jalan yang disiplin dan mentaati semua peraturan yang berlaku yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan penegak hukum. Penegakan hukum akan efektif tidak hanya dipengaruhi oleh faktor kualitas para aparatnya, tetapi juga didukung oleh faktor-faktor lainnya, seperti perlengkapan sarana untuk menegakkan hukum, efektifitas hukumnya sendiri serta tingkat kesadaran masyarakat. 4.4 Hambatan-hambatan yang di Hadapi oleh Kepolisian Kota Denpasar Dalam Meningkatkan Kesadaran Hukum Masyarakat Sebagai Pengguna Jalan di Kota Denpasar Berdasarkan penelitian di lapangan menurut anggota Satlantas Polresta Denpasar (D. D. Gonzales dan Sandra Dewi) dinyatakan bahwa : hambatan yang dialami kepolisian dalam meningkatkan kesadaran hukum masyarakat sebagai pengguna jalan di kota Denpasar adalah kurangnya partisipasi atau respon para pengguna jalan khususnya para pengemudi untuk

mengikuti kegiatan penyuluhan atau seminar yang diadakan oleh pihak Kepolisian, masih banyak para pengemudi dalam memperoleh SIM tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku, para pengemudi yang mementingkan kepentingan pribadi seperti menerobos lampu merah, mengendarai sepeda motor di atas trotoar. Faktor pendidikan pengendara sepeda motor umumnya menjadi salah satu hambatan bagi pihak kepolisian untuk menanamkan kesadaran hukum dalam diri pengemudi karena tidak sedikit dari mereka yang hanya mengenyam pendidikan sampai tingkat SD bahkan ada pula yang tidak sampai tamat SD. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan D. D. Gonzales pada tanggal 12 Juli 2012 yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan yang rendah, menyebabkan pengendara sepeda motor mengalami hambatan dalam menerima informasi dan perubahan di bidang hukum lalu lintas. Faktor dari dalam pengendara sepeda motor lainnya yaitu kurangnya kepercayaan mereka terhadap kinerja polisi lalu lintas, seperti yang diungkapkan Nyoman Suryana Putra salah satu pengendara sepeda motor yang berfikir bahwa polisi memberikan tilang agar uang denda bisa masuk ke dalam kantong pribadi mereka. Sehingga pengendara sepeda motor terlalu pesimistis terhadap kinerja kepolisian saat ini. Hambatan lain yang dirasakan pihak kepolisian dalam meningkatkan kesadaran hukum pengendara sepeda motor adalah dari faktor pengguna jalan lainnya. Masyarakat seharusnya juga melakukan pengawasan, berani mengingatkan terhadap pelanggaran lalu lintas khususnya pengendara sepeda motor yang seenaknya menggunakan jalan sehingga memungkinkan terjadi kecelakaan maupun kemacetan. Namun kenyataannya jarang sekali

dilakukan karena mereka mendahulukan kepentingan sendiri, disisi lain polisi lalu lintas itu sendiri tidak mungkin melaksanakan pengawasan terus menerus terhadap pengguna jalan karena polisi lalu lintas dirasakan masih kekurangan bermotor. Upaya pencegahan dan penanggulangan yang dilakukan pihak kepolisian selama ini dirasa belum maksimal melihat masih tingginya angka pelanggaran lalu lintas. Dalam menghadapi peningkatan pelanggaran lalu lintas, Polresta Denpasar selalu menghadapi kendala yang cukup sulit dan belum terpecahkan hingga saat ini. Kendala tersebut antara lain kurangnya personil dan sarana operasional yang ada. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan D. D. Gonzales pada tanggal 12 Juli 2012 bahwa perbandingan jumlah personil kepolisian dengan jumlah masyarakat pengguna jalan di kota Denpasar yang kurang ideal akan mempengaruhi terhadap efektivitas dan kinerja polisi ditengah-tengah masyarakat. Kurangnya personil ini menyebabkan pihak Polresta Denpasar kesulitan dalam memantau daerah rawan pelanggaran lalu lintas, terutama di wilayah pingiran. Sarana dan prasarana yang ada di Polresta Denpasar juga sangat kurang memadai. Hal ini juga menyebabkan pihak Polresta Denpasar kesulitan untuk menanggulangi pelanggaran lalu lintas. Banyak pelaku pelanggaran lalu lintas yang tidak jera untuk melakukan pelanggaran lalu lintas karena hukuman atau denda yang diterima terasa sangat ringan, sehingga fungsi hukuman sebagai efek jera tidak dapat tercapai. personil mengingat meningkatnya volume kendaraan

4.5 Upaya Kepolisian Kota Denpasar Untuk Mengatasi Hambatanhambatan Dalam Meningkatkan Kesadaran Hukum Masyarakat Sebagai Pengguna Jalan di Kota Denpasar Melihat rendahnya kesadaran hukum pengendara sepeda motor dalam berlalu lintas maka pihak kepolisian melakukan berbagai upaya untuk mengatasi berbagai hambatan dalam meningkatkan kesadaran hukum pengendara sepeda motor.. Memberikan informasi secara maksimal terhadap kegiatan sosialisasi yang akan dilakukan oleh pihak kepolisian, kegiatan sosialisasi yang dilakukan pihak kepolisian seperti penyuluhan mengenai Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dimana sosialisasi tersebut tidak hanya bagi pengendara sepeda motor saja tetapi secara kesuluruhan bagi masyarakat sebagai pengguna jalan di kota Denpasar, karena masyarakatlah yang menjadi salah satu faktor penentu dalam meningkatkan kesadaran hukum pengendara sepeda motor. Kegiatan sosialisasi tidak hanya dilakukan dengan penyuluhan saja namun juga dapat dilakukan dengan menyebarkan brosur dan juga memasang spandukspanduk mengenai tertib berlalu lintas di sepanjang jalan. Upaya selanjutnya yang dilakukan pihak kepolisian adalah

melakukan razia/operasi secara rutin dan menindak pelanggaran dengan tilang agar pengendara sepeda motor menjadi jera.

Mengenai kurangnya kepercayaan masyarakat khususnya pengendara sepeda motor terhadap kinerja polisi, pihak kepolisian akan terus berupaya mengembalikan kepercayaan tersebut salah satunya dengan cara

menghimbau kepada mereka untuk melaporkan polisi apabila terbukti ada yang melakukan upaya melawan hukum dalam hal ini mengenai penyalahgunaan tilang. Diungkapkan oleh salah satu pengendara sepeda motor yaitu Anggara Putu Dharma Putra mengenai harapannya terhadap polisi lalu lintas, agar kehadiran polisi lalu lintas dapat membuat situasi keamanan terjamin bukan sebaliknya malah meresahkan pengendara sepeda motor ketika mereka berusaha mencari kesalahan dari pengendara sepeda motor untuk mendapat keuntungan pribadi. Disamping itu juga, ada harapan besar agar proses penegakan hukum berlangsung tanpa diskriminasi. Untuk meningkatkan kesadaran hukum pengendara sepeda motor dalam berlalu lintas di kota Denpasar, pihak kepolisian terus berupaya untuk menjalankan tanggung jawabnya secara maksimal namun ternyata hal tersebut tidak terlepas dari adanya berbagai hambatan yang ditemukan di lapangan. Diantaranya adalah hambatan yang berasal dari dalam diri pribadi pengendara sepeda motor itu sendiri atau yang disebut faktor internal yaitu kurangnya disiplin dan ketidak patuhan mereka yang menunjukan

kurangnya kesadaran hukum dalam mematuhi peraturan lalu lintas. Tingkat pendidikan yang rendahpun menjadi salah satu faktor yang menyebabkan kurangnya kesadaran hukum pengendara sepeda motor karena mengalami

sedikit kesulitan dalam menerima informasi dan perubahan di bidang hukum lalu lintas. Perbedaan tingkat pengetahuan dan atau pemahaman terhadap aturan yang berlaku mengakibatkan suatu kesenjangan yang berpotensi memunculkan permasalahan dalam berlalu lintas, baik antar pengguna jalan itu sendiri maupun antara pengguna jalan dengan aparat yang bertugas untuk melaksanakan penegakkan hukum di jalan raya. Namun selain faktor dari kurangnya kesadaran hukum pengendara sepeda motor itu sendiri ada juga faktor lain yang berasal dari luar dirinya, hal ini sesuai dengan yang diungkapkan Masripal Marhun yang mengatakan bahwa faktor yang mempengaruhi kesadaran hukum seseorang terhadap peraturan lalu lintas dan angkutan jalan meliputi faktor manusianya sendiri, kendaraan, jalan, dan lingkungan.19 Selanjutnya dipertegas oleh J. Salusu bahwa : Seseorang melanggar peraturan lalu lintas dan angkutan jalan karena berbagai alasan internal. Apa yang dibuatnya itu sebenarnya dianggap itulah yang terbaik bagi dirinya pada saat itu. Pelanggaran lalu lintas dapat juga terjadi karena hal-hal yang berada diluar jangkauannya, sedang ada perubahan jalan, tidak ada trotoar, ramburambu lalu lintas tidak lengkap, terlalu banyak kendaraan. Semuanya merupakan faktor eksternal.20 Faktor-faktor lain yang mempengaruhi kesadaran hukum masyarakat selain beberapa faktor tersebut diatas adalah faktor masyarakat, yaitu bagaimana masyarakat memahami fungsi hukum dan mampu berpartisipasi dalam usaha penegakan hukum dengan sasaran terwujudnya kesadaran

19

Masripal Marhun dalam Kokom Komalasari, Op.Cit., hal. 147.


20

J. Salusu dalam Kokom Komalasari, Ibid., hal. 147

hukum. Faktor masyarakat disini yaitu sebagai pengguna jalan khususnya pengendara sepeda motor dirasakan masih terlihat kurang berpartisipasi dalam menegakan hukum karena mereka sendiri memiliki kesadaran hukum yang rendah yang ditunjukan dengan tidak tertib dalam berlalu lintas. Faktor lain adalah faktor penegak hukum dalam hal ini yaitu polisi lalu lintas itu sendiri, yang dirasakan masih kekurangan personil mengingat meningkatnya volume kendaraan bermotor khususnya sepeda motor, Petugas polisi lalu lintas yang masih sedikit akan mengalami kesulitan untuk mengatur jalan. Namun tampaknya kepercayaan masyarakat dalam hal ini

pengendara sepeda motor terhadap polisi pun berkurang karena banyak oknum polisi lalu lintas yang selalu berusaha memanfaatkan kesalahan pemakai jalan agar mendapat keuntungan pribadi. Keadaan serupa itu membuat citra polisi menjadi tidak ada harganya di masyarakat, sehingga pelanggaran pun tidak berkurang, sebab masyarakat akhimya hanya takut kepada polisi bukan patuh kepada hukum yang berlaku. Ada beberapa upaya yang dilakukan oleh Polisi Lalu Lintas untuk mengatasi hambatan dalam meningkatkan kesadaran hukum berlalu lintas pengendara sepeda motor yaitu dengan memberikan sosialisasi atau penyuluhan kepada pengendara sepeda motor dengan memberikan informasiinformasi mengenai peraturan lalu lintas. Sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Soerjono Soekanto bahwa habitati adalah manusia dari sejak kecil mengalami proses sosialisasi, maka lama kelamaan menjadi suatu

kebiasaan-kebiasaan untuk mematuhi kaidah-kaidah sejak kecil yang berlaku.21 Dalam meningkatkan kesadaran hukum berlalu lintas

pengendara sepeda motor, peneliti sependapat dengan pernyataan beliau karena apabila Undang-undang Lalu Lintas disosialisasi sejak kecil dan secara terus menerus maka hal tersebut akan menjadi suatu kebiasaan yang harus dijalankan dalam berlalu lintas di jalan raya. Memang pada mulanya sukar sekali untuk mematuhi kaidah-kaidah tadi seolah-olah mengekang kebebasan. Akan tetapi apabila hal itu setiap hari dialami, lama kelamaan menjadi kebiasaan untuk mematuhinya terutama apabila manusia sudah mulai mengulangi perbuatannya dengan bentuk dan cara yang sama. Selain sosialisasi polisi pun melakukan upaya untuk menumbuhkan efek jera dalam melakukan pelanggaran lalu lintas yaitu melalui penegakan hukum berupa penindakan terhadap para pelaku pelanggaran lalu lintas. Polisi harus bersikap tegas dalam melakukan peneguran kepada pengendara sepeda motor yang sembarangan dalam menggunakan jalan yang bias memungkinkan potensial terjadi kecelakaan dan kemacetan. Sebagai pengguna jalan, masyarakat sendiri masih terlihat kurang berpartisipasi dalam menegakkan hukum karena mereka sendiri memiliki kesadaran hukum yang rendah yang ditunjukan dengan mennggunakan jalan yang tidak seharusnya. Sehingga merekapun mendapat perhatian khusus yaitu dengan cara memberikan penerangan hukum. Penerangan hukum sendiri yaitu suatu kegiatan penyampaian materi hukum/materi perundangan21

Soerjono Soekanto III, Op.Cit., hal. 225.

undangan yang terencana dan terorganisir dilaksanakan terhadap aparatur Negara, organisasi masyarakat, tokoh-tokoh masyarakat dan lain-lain, yang pada umumnya berada di perkotaan atau masyarakat berpendidikan tinggi, agar mereka mengetahui, memahami dan melaksanakan ketentuan-ketentuan yang terkandung dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Penyuluhan atau penerangan dapat dilakukan melalui segala bentuk mass media seperti televisi, radio, majalah, surat kabar dan sebagainya. Polisi lalu lintas dalam menjalankan tugasnya memerlukan dukungan dan kerjasama masyarakat dengan landasan kepercayaan (trust) kemudian membangun kerjasama yang erat dengan berbagai pihak yang terkait dengan pekerjaan Polri, dalam hal ini salah satunya adalah dalam hal memberikan informasi mengenai peraturan lalu lintas serta melengkapi rambu-rambu lalu lintas untuk kelancaran jalan. Selanjutnya yang terus diupayakan adalah faktor internal dari polisi lalu lintas itu sendiri mengingat citra polisi menjadi tidak ada harganya di masyarakat, sehingga pelanggaran pun tidak berkurang, sebab masyarakat akhimya hanya takut kepada polisi bukan patuh kepada hukum yang berlaku. Itulah sebabnya keteguhan penegak hukum dalam hal ini polisi lalu lintas senantiasa ditingkatkan agar polisi tidak mudah terjebak oleh berbagai bujuk rayu masyarakat yang selalu saja menggoda polisi untuk tidak mematuhi hukum yang berlaku. Polri sedang berproses diri untuk berubah kearah yang lebih baik. Melakukan perubahan dalam paradigma berfikir, sikap, mental seluruh

anggota Polri, juga reformasi birokrasi Polri. Untuk mewujudkan itu semua membutuhkan waktu, proses dan kerja keras dari semua pihak. Untuk itu polisi sudah memasang spanduk-spanduk yang menghimbau masyarakat untuk melaporkan pihak kepolisian yang melakukan upaya pelanggaran hukum. Paradigma yang muncul kemudian adalah paradigma penyadaran masyarakat bahwa penegakan hukum adalah untuk kepentingan bersama seluruh anggota masyarakat, karena itu tidak dapat dibebankan secara sepihak kepada polisi lalu lintas belaka. Proses penegakan hukum harus berlangsung sesuai dengan prinsip kesetaraan di muka hukum (equality before the law) alias tanpa diskriminasi. Kesetaraan di muka hukum bisa membuat setiap orang merasa nyaman, terlindungi, dan tidak meragukan jaminan penegakan hukum.

Anda mungkin juga menyukai