Anda di halaman 1dari 39

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1.2 Epidemiologi... BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Distosia. 4 2.2 Klasifikasi Distosia 4 2.3 Distosia kelainan his (Power). 5 2.4Distosia kelainan jalan lahir (Passage). 7 2.5 Distosia kelainan janin (Passanger). 13 2.6 Distosia Bahu. 2.6.1 Definisi Distosia Bahu. 25 2.6.2 Faktor risiko 25 2.6.3 Diagnosis 26 2.6.4Penatalaksanaan . 27 2.6.5 Komplikasi . 33 BAB III LAPORAN KASUS.. 35 DAFTAR PUSTAKA . 39 2 2

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Dewasa ini tindakan sectio caesarea meningkat secara drastis, hal ini terutama dihubungkan dengan distosia (ACOG,2003). Distosia atau disebut persalinan yang sulit, ditandai dengan adanya hambatan kemajuan dalam persalinan. Sedangkan persalinan normal menurut WHO adalah persalinan yang dimulai secara spontan, beresiko rendah pada awal persalinan dan tetap selama proses persalinan. Bayi dilahirkan secara spontan dalam persentase belakang kepala usia kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu, setelah persalinan ibu dan bayi dalam kondisi sehat. (RCOG, 2013) Distosia selain meningkatkan angka kejadian sectio caesarea, juga meningkatkan morbiditas dan mortalitas bagi ibu dan bayi. Pada beberapa kasus, distosia bahu dapat menimbulkan Neonatal Brachial Plexus Palsy/NBPP, tapi hanya 10% yang permanen. Selama dua dekade terakhir terjadi evolusi pemikiran yang besar di bidang obstetrik mengenai kemungkinan mencegah distosia bahu.

Pengenalan dini dan penanganan yang tepat dapat memberikan prognosis yang baik bagi ibu, maupun bayi. Namun, sebagian besar kasus distosia bahu tidak dapat diramalkan, oleh karna itu pelaku praktik obstetrik harus mengetahui betul prinsip-prinsip penatalaksanaan penyulit yang terkadang dapat melumpuhkan ini.

1.2

Epidemiologi Angka kejadian distosia sulit ditentukan oleh karena definisi yang digunakan samar-samar, tergantung kriteria definisi yang digunakan. Menurut American College of Obstetricians and Gynecologists (2003), kira-kira 60% seksio sesaria primer di Amerika Serikat dihubungkan dengan distosia. Di Inggris insiden meningkat kurang dari 5% pada tahun 1973 menjadi 10% pada tahun 1986. Di Indonesia, angka seksio sesarea di RSUD. Dr. Pirngadi
2

Medan meningkat dari 20,4% pada tahun 1994 menjadi 34,83% pada tahun 1998. Sedangkan angka kejadian distosia bahu menurut ACOG adalah 0,61,4%. Angka kejadian ini bervariasi mulai dari 1 dalam 750 kelahiran hingga 1 dalam 15 kelahiran (Sokol & Blackwell, 2003 dan Poggi dkk, 2004). Salah satu alasan utama variasi ini adalah kesulitan dalam diagnosis dan adanya kasus distosia bahu yang tidak dilaporkan karena kondisinya yang bersifat ringan dan dapat ditangani dengan outcome yang menguntungkan (Allen & Gurewitsch, 2010). Bahkan kejadian distosia bahu diperkirakan bisa lebih tinggi lagi karena tidak pernah dilaporkan oleh dokter atau bidan yang menolong persalinan karena pertimbangan litigasi (Cluver & Hofmeyr, 2009). Angka kejadian distosia bahu juga bervariasi berdasarkan berat bayi yang dilahirkan, dimana 0,6-1,4% terjadi pada bayi dengan berat 2500-4000 gram, dan meningkat hingga 5-9% pada bayi dengan berat 4000-4500 gram dari ibu tanpa diabetes. Distosia bahu tidak dipengaruhi oleh status wanita yang primigravida maupun dengan multigravida, meskipun lebih sering terjadi pada bayi yang lahir dari ibu dengan diabetes (Sokol & Blackwell, 2003), dimana sebesar 16/1000 kelahiran sering berhubungan dengan obesitas dan kontrol yang buruk terhadap diabetesnya (SOGC, 2005). Diperkirakan angka kejadian distosia bahu akan terus meningkat, yang kemungkinan bisa disebabkan oleh adanya wanita yang memiliki anak pada usia reproduksi lanjut dan juga tingkat obesitas yang semakin meningkat (Cluver & Hofmeyr, 2009). Distosia bahu mempunyai kemungkinan berulang sebesar 10-15%, dimana wanita dengan riwayat persalinan distosia bahu yang mengakibatkan cedera pada bayi yang dilahirkannya mempunyai resiko lebih besar berulang pada persalinan selanjutnya (Lerner, 2004). Sehingga informasi adanya persalinan dengan distosia bahu perlu disampaikan kepada wanita hamil untuk memudahkan perencanaan persalinan pada kehamilan selanjutnya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Definisi Distosia Secara harfiah, distosia berasal dari bahasa Yunani, yang memiliki arti persalinan yang sulit yang ditandai adanya hambatan kemajuan dalam persalinan. Persalinan yang normal (Eutocia) ialah persalinan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung spontan dalam 18 jam. (Marsianto, 2011)

2.2

Klasifikasi Distosia Klasifikasi distosia berdasarkan penyebab dapat dibagi menjadi 3 gologan besar yaitu Power, Passage, dan Passanger : a. (Power) Distosia karena kekuatan-kekuatan yang mendorong anak tidak memadai, yaitu : kelainan his merupakan penyebab terpenting dan tersering dari distosia, kekuatan mengejan kurang kuat, misalnya kelainan dinding perut, seperti luka parut baru pada dinding perut, diastase muskulus rektus abdominis , atau kelainan keadaan umum ibu seperti sesak napas atau adanya kelelahan ibu b. (Passage) Distosia karena adanya kelainan pada jalan lahir baik bagian keras (tulang), seperti adanya panggul sempit, kelainan bawaan pada panggul maupun bagian yang lunak seperti adanya tumor-tumor baik pada genitalia interna maupun pada visera lain di daerah panggul yang menghalangi jalan lahir. c. (Passanger) Distosia karena adanya kelainan letak janin atau kelainan fisik janin, misalnya presentasi bahu, presentasi dahi, presentasi muka, presentasi bokong, anak besar, hidrosefal, dan monstrum (Hill M, 2007)

2.3

Distosia Karena Kelainan Tenaga (Power) Pada seluruh kehamilan terdapat tanda Braxton Hicks yaitu kontraksi ringan dengan amplitudo 5 mmHg/mnt, tidak teratur. Pada kehamilan lebih dari 30 minggu, his makin kuat dan makin sering. Sesudah lebih dari 36 minggu hingga persalinan dimulai, his semakin kuat. Fungsi his yaitu menipiskan dan membuka segmen bawah rahim dan serviks serta bersamaan dengan tenaga meneran ibu unuk melahirkan bayi dan plasenta. His yang adekuat pada persalinan normal : 1. 2. 3. Amplitudo : 40-60 mm Hg Frekuensi : 3-5X/ 10 menit Durasi : 60-90 detik

His yang normal dimulai dari salah satu sudut di fundus uteri kemudian menjalar merata simetris ke seluruh korpus uteri dengan dominasi kekuatan pada fundus uteri (lapisan otot uterus paling dominan) kemudian terdapat relaksasi secara merata dan menyeluruh. (Sarwono, 2009) Kelainan his terutama ditemukan pada primigravida tua. Kelainan anatomis uteri juga menghasilkan kelainan his. Pada multipara lebih banyak ditemukan kelainan yang bersifat inersia uteri. Peregangan rahim yang berlebihan pada kehamilan ganda atau hidramnion juga dapat menyebabkan inersia uteri. Inersia uteri Pada inersia uteri terdapat 2 keadaan yaitu inersia uteri primer dan inersia uteri sekunder. Inersia uteri primer atau disebut juga hypotonic

uterine contraction adalah keadaan saat his didominasi fundus namun kontraksi yang terjadi lebih singkat dan jarang daripada biasanya. Sedangkan pada inersia uteri sekunder kontraksi yang lebih singkat dan jarang itu muncul setelah his kuat dalam waktu yang lama. Setelah diagnosis inersia uteri ditetapkan, harus diperiksa keadaan serviks, presentasi serta posisi janin, turunnya kepala janin dalam panggul dan keadaan panggul. Kemudian disusun rencanan persalinannya. Bila ada
5

disproporsi sefalopelvik yang berarti sebaiknya dilakukan seksio sesarea. Namun bila tidak ada atau ada disproporsi ringan dapat diambil sikap lain. Selanjutnya dapat diberikan oksitosin untuk mempebaiki his sehingga serviks dapat membuka. Oksitosin diberikan sebanyak 5 IU dalam larutan dekstrose 5% IV dengan kecepatan kira-kira 12 tetes per menit (tpm) dan perlahan dapat dinaikkan hingga 50 tpm tergantung hasilnya. Infus harus dihentikan bila kontraksi uterus berlangsung lebih dari 60 detik atau denyut jantung janin menjadi cepat atau menjadi lambat. Tidak dianjurkan memberikan oksitosin pada panggul sempit, terdapat regangan segmen bawah uterus, grande multipara, serta riwayat seksio sesarea atau miomektomi. (Sarwono, 2009)

His terlampau kuat (hypertonic uterine contraction) His yang terlalu kuat dan terlalu efisien menyebabkan persalinan

selesai dalam waktu singkat. Partus yang sudah selesai kurang dari 3 jam dinamakan partus presipitatus. Bahaya partus presipitatus bagi ibu adalah perlukaan luas pada jalan lahir terutama vagina dan perineum. Sedangkan bayinya bisa mengalami perdarahan dalam tengkorak karena pelepasan kompresi dalam waktu yang terlalu singkat. Batas antara bagian atas dan segmen bawah rahim atau lingkaran retraksi menjadi sangat jelas dan meninggi dinamakan lingkaran retraksi patologik atau lingkaran Bandl. Regangan yang melampaui kekuatan segmen bawah uterus dapat menyebabkan terjadinya ruptur uteri. (Sarwono, 2009)

Incoordinate uterine action Sifat his berubah, tonus otot uterus meningkat dan kontraksinya tidak

berlangsung seperti biasa karena tidak ada sinkronisasi kontraksi bagianbagiannya sehingga his tidak efisien dalam mengadakan pembukaan. Selain itu, tonus otot uterus yang meningkat akan menyebabkan rasa nyeri yang lebih keras dan lama bagi ibu serta dapat pula menyebabkan hipoksia janin. Kelainan ini hanya dapat diobati secara simptomatis karena belum ada obat yang dapat memperbaiki koordinasi fungsional bagian-bagian uterus. Usaha
6

yang dapat dilakukan ialah mengurangi tonus otot dan mengurangi ketakutan penderita seperti dengan pemberian analgesic. (Hill McGraw, 2007)

2.4

Distosia Kelainan Jalan Lahir (Passage) Kelainan jalan lahir dapat berkaitan dengan kelainan jalan lahir keras dan kelainan jalan lahir lunak. Kelainan jalan lahir keras

Menurut Caldwell dan Moloy morfologi panggul dibedakan atas: 1. Panggul ginekoid

Panggul dengan pintu atas panggul yang bundar, atau dengan diameter transversa yang lebih panjang sedikit daripada diameter anteroposterior dan dengan panggul tengah serta pintu bawah panggul yang cukup luas. 2. Panggul antropoid

Diameter anteroposterior yang lebih panjang daripada diameter transversa, dan dengan arkus pubis menyempit sedikit. 3. Panggul android

Dengan pintu atas panggul yang berbentuk sebagai segitiga berhubungan dengan penyempitan ke depan, dengan spina iskiadika menonjol ke dalam dan dengan arkus pubis menyempit. 4. Panggul platipelloid

Dengan diameter anteroposterior yang jelas lebih pendek daripada diameter transversa pada pintu atas panggul dan dengan arkus pubis yang luas.

Berhubung dengan pengaruh ras, sosial ekonomi, maka frekuensi dan ukuran jenis panggul berbeda-beda di antara berbagai bangsa. Pengaruh gizi, lingkungan, dan hal-hal lain, membuat ukuan panggul dapat menjadi lebih kecil daripada standart normal, sehingga bisa terjadi kesulitan dalam persalinan per vaginam, terutama kelainan pada panggul android. Klasifikasi panggul menurut Munro Kerr: 1. Perubahan bentuk karena kelainan pertumbuhan intrauterine: panggul Naegele, panggul Robert, split pelvis, panggul asimilasi 2. Perubahan bentuk karena penyakit pada tulang-tulang panggul dan/atau sendi panggul: rakitis, osteomalasia, neoplasma, fraktur, atrofi (karies, nekrosis), penyakit pada sendi sakroiliaka dan sendi sakrokoksigea 3. Perubahan bentuk karena penyakit tulang belakang: kifosis, scoliosis, spondilolistesis 4. Perubahan bentuk karena penyakit kaki: koksitis, luksasio koksa, atrofi/kelumpuhan satu kaki

Diagnosis Panggul Sempit dan Disproporsi Sefalopelvik Pemeriksaan umum kadang-kadang sudah membawa pikiran ke arah kemungkinan kesempitan panggul. Pada wanita yang lebih pendek daripada ukuran normal bangsanya, kemungkinan panggul kecil juga perlu
8

diperhatikan. Anamnesis tentang persalinan-persalinan terdahulu dapat memberi petunjuk tentang keadaan panggul. Pelvimetri klinis dilakukan untuk memperkirakan dimensi pelvik. Untuk menilai pintu atas panggul dapat digunakan konjugata diagonal yang diperoleh dengan mengukur jarak tepi bawah simfisis pubis ke

promontorium. Konjugata obstetri merupakan jarak dari bagian yang paling menonjol dari simfisis pubis ke promontorium, berkisar 1,5 - 2 cm lebih pendek daripada konjugata diagonal. Ukuran konjugata obstetri harus lebih besar dari 10 cm.

Pintu bawah panggul dapat dinilai dengan mengukur diameter intertuberositas dan palpasi arkus subpubik. Diameter intertuberositas lebih dari 8 cm dan arkus subpubik yang luas merupakan karakteristik pintu bawah panggul yang adekuat. Midpelvik dievaluasi secara klinis berdasarkan konvergensi dinding samping, penonjolan spina isiadika dan konkafnya sakrum. Kontraksi pelvik dapat muncul karena presentasi verteks yang tidak disertai penurunan saat kelahiran, presentasi abnormal atau prolaps tali pusat atau ekstremitas. Pada kelahiran yang berkepanjangan disertai dengan kontraksi pelvik dapat ditemukan kepala bayi dengan molase, pembentukan
9

kaput suksedaneum dan ruptur membran yang berkepanjangan. Jika terus berlanjut maka dapat terjadi ruptur uteri karena adanya penipisan abnormal dari segmen bawah uterus dan terbentuknya cincin retraksi Bandl. Pada kala dua yang lama dapat terbentuk fistula. Pada hamil tua dengan janin dalam presentasi kepala dapat dinilai agak kasar adanya disproporsi sefalopelvik, dengan : 1. Metode Osborn, pemeriksaan dengan tangan yang satu menekan kepala janin dari atas ke arah rongga panggul, sedang tangan lain yang diletakkan pada kepala, menentukan apakah bagian ini menonjol di atas simfisis atau tidak. 2. Metode Muller Munro Kerr, tangan yang satu memegang kepala janin dan menekannya ke arah rongga panggul, sedang 2 jari tangan yang lain dimasukkan ke dalam rongga vagina untuk menentukan sampai berapa jauh kepala mengikuti tekanan tersebut. Sementara itu ibu jari tangan yang masuk dalam vagina memeriksa dari luar hubungan antara kepala dan simfisis Mekanisme persalinan Kesempitan pada panggul tengah umumnya juga disertai kesempitan pintu bawah panggul. 1. Kesempitan pada pintu atas panggul Pintu atas panggul dianggap sempit apabila konjugata vera kurang dari 10 cm atau diameter transversa kurang dari 12 cm. Pada panggul sempit, kemungkinan lebih besar bahwa kepala tertahan oleh pintu atas panggul, sehingga serviks uteri kurang mendapat tekanan kepala dan terjadi inersia uteri serta lambannya pendataran dan pembukaan serviks. Apabila pada panggul sempit, pintu atas panggul tidak tertutup sempurna oleh kepala janin, maka ketuban bisa pecah dan ada bahaya terjadinya prolapsus funikuli. Moulage kepala janin dipengaruhi oleh jenis asinklitismus, asinklitismus anterior lebih menguntungkan daripada asinklitismus posterior karena asinklitismus anterior dapat bergerak lebih leluasa ke belakang sedang asinklitismus posterior tertahan oleh simfisis.

10

2. Kesempitan panggul tengah Dengan sacrum melengkung sempurna, dinding-dinding panggul tidak berkonvergensi, foramen iskiadikum mayor cukup luas, dan spina iskiadika tidak menonjol ke dalam, dapat diharapkan bahwa panggul tengah tidak akan menyebabkan rintangan bagi lewatnya kepala janin. Ukuran terpenting adalah distantia interspinarum. Sempit bila <9,5 cm. Pada panggul tengah yang sempit, lebih sering ditemukan posisi oksipitalis posterior persisten atau presentasi kepala dalam posisi lintang tetap (transverse arrest). 3. Kesempitan pintu bawah panggul Pintu bawah panggul tidak merupakan bidang yang datar, tetapi terdiri atas segitiga depan dan segitiga belakang yang mempunyai dasar yang sama, yaitu distantia tuberum. Apabila distansia tuberum mengecil, maka sudut arkus pubis juga mengecil ( <90 ) . Dengan distantia tuberum bersama dengan diameter sagitalis posterior kurang dari 15 cm, timbul kemacetan pada kelahiran janin ukuran biasa.

Prognosis Persalinan dengan disproporsi sefalopelvik menimbulkan bahaya bagi ibu dan janin. 1. Bahaya pada ibu a. Dehidrasi, asidosis, infeksi intrapartum. b. Dengan his yang kuat, sedang kemajuan janin dalam jalan lahir tertahan, dapat timbul regangan segmen bawah uterus dan pembentukan lingkaran retraksi patologik (Bandl), yang sering dikenal dengan rupture uteri mengancam.
11

c. Gangguan sirkulasi karena iskemia dan nekrosis. Beberapa hari post partum akan terjadi fistula vesikoservikalis, atau fistula vesikovaginalis, atau fistula rektovaginalis. 2. Bahaya pada janin a. Kematian perinatal apalagi jika ada infeksi intrapartum. b. Polapsus funikuli. c. Moulage. Dapat ditolerir sampai batas tertentu, bila terlalu berlebihan dapat terjadi robekan tentorium serebelli dan perdarahan intrakranial. d. Perlukaan pada jaringan di atas tulang kepala janin, fraktur pada os parietalis, karena tekanan oleh promontorim atau simfisis. Penanganan Cunam tinggi dengan menggunakan axis-traction forceps, sangat berbahaya bagi janin dan ibu, kini diganti oleh seksio sesarea yang jauh lebih aman. Induksi partus prematurus umumnya juga tidak dilakukan lagi. Dua cara tindakan utama untuk menangani disproporsi sefalopelvik, yakni seksio sesarea dan partus percobaan. Terkadang ada indikasi untuk melakukan simfisiotomi dan kraniotomi (dilakukan pada janin mati). 1. Seksio sesarea Bisa secara elektif atau primer yakni sebelum persalinan mulai atau pada awal persalinan, dan secara sekunder, yakni sesudah persalinan berlangsung selama beberapa waktu. Secara elektif dilakukan pada disproporsi sefalopelvik yang nyata, primigravida tua, kelainan letak janin yang tidak dapat diperbaiki, kehamilan pada wanita dengan masa infertilitas yang lama, penyakit jantung, dll. Secara sekunder dilakukan karena persalinan pecobaan dianggap gagal, indikasi untuk menyelesaikan persalinan selekas mungkin.

2. Persalinan percobaan

12

Dilakukan bila ada harapan bahwa persalinan dapat berlangsung per vaginam dengan selamat. Merupakan suatu tes terhadap kekuatan his dan daya akomodasi, termasuk moulage kepala janin. Indikasi untuk seksio sesarea elektif adalah kontraindikasi untuk persalinan percobaan. Janin harus dalam presentasi kepala dan tua kehamilan tidak lebih dari 42 minggu. Alasannya kepala janin bertambah besar serta lebih sukar moulage.

Indikator keberhasilan: 1. Kemajuan pembukaan serviks (adakah gangguan pembukaan seperti pemanjangan fase laten, pemanjangan fase aktif, sekunder arrest), 2. Kemajuan penurunan bagian terendah janin (belakang kepala), 3. Tanda-tanda klinis bahaya bagi ibu dan anak (gawat janin, ruptur uteri yang membakat). 3. Simfisiotomi Satu-satunya indikasi ialah apabila pada pinggul sempit dengan janin masih hidup terdapat infeksi intrapartrum berat, sehingga seksio sesarea dianggap terlalu berbahaya.

Kelainan jaringan lunak pada jalan lahir Kelainan jaringan lunak pada jalan lahir, massa pada traktus

reproduksi atau neoplasma serta lokasi plasenta. Distosia juga dapat disebabkan oleh kelainan anatomis dari saluran reproduksi. Hal itu karena kelainan kongenital dari vagina atau uterus, bekas luka pada jalan lahir, massa di pelvik atau plasenta letak rendah.

2.5

Distosia Karena Kelainan Janin (Passanger) Kelainan Janin, diklasifikasikan menjadi: Kelainan Letak Janin dengan letak tidak membujur, melainkan lintang
13

Kelainan Presentasi (Malpresentasi) Bagian terendah janin yang berada di segmen bawah rahim, bukan belakang kepala

Kelainan Posisi (malposisi) Penunjuk (Presenting part) tidak berada d anterior. Posisi abnormal ubun-ubun kecil relative terhadap panggul ibu (Sarwono, 2009)

Posisi oksipitalis posterior Ubun- ubun kecil di belakang dapat dianggap sebagai variasi persalinan biasa namun jika tidak berputar ke depan sehingga tetap di belakang maka dinamakan posisi oksiput posterior persistens. Usaha penyesuaian kepala terhadap bentuk dan ukuran panggul. Contoh : pada panggul anthropoid dimana diameter anteroposterior lebih panjang daripada diameter transversa, pada panggul android diaman segmen depan menyempit maka ubun- ubun kecil akan mengalami kesulitan memutar ke depan. Penyebab lainnya adalah otot- otot dasar panggul yang lembek pada multipara atau kepala janin kecil dan bulat sehingga tidak ada paksaan pada belakang kepala janin untuk memutar ke depan. Mekanisme Persalinan Persalinan dapat berlangsung spontan walaupun lama apabila hubungan antara panggul dan kepala janin cukup longgar. Setelah kepala mencapai dasar panggul dan ubun- ubun besar berada di bawah simfisis, oksiput akan lahir, diikuti bagian kepala lainnya. Persalinan ini menyebabkan regangan besar pada vagina dan perineum karena kepala yang sudah dalam keadaan fleksi maksimal tidak dapat menambah flerksinya lagi. Seringkali sirkumferensia frontooksipitalis lebih besar daripada sirkumferensia

suboksipito-bregmatika sehingga menimbulkan kerusakan pada vagina dan perineum yang luas. Prognosis Persalinan umumnya berlangsung lebih lama, kemungkinan

kerusakan jalan lahir lebih besar dan kematian perinatal lebih tinggi. Penanganan
14

Tindakan mempercepat persalinan dilakukan bila kala II terlalu lama atau ada tanda- tanda gawat janin. Usahakan ubun- ubun kecil diputar ke depan dengan cara tangan penolong dimasukkan ke dalam vagina atau dengan cunam. Bila sulit dilakukan maka bayi dilahirkan dengan cunam dalam keadaan semula. Perlu episiotomi luas. Pada waktu dilakukan tarikan ada kalanya perputaran secara spontan sehingga ubun- ubun kecil berada di depan. Kadang- kadang dapat pula terjadi posisi lintang tetap rendah ( deep transverse arrest) yaitu kepala janin sudah berada di dasar panggul dan posisi ubun- ubun kecil melintang sehingga kala II mengalami kemacetan. Maka dapat dilakukan ekstraksi cunam yang dipasang miring sesuai posisi kepala janin atau ekstraksi vakum. (Wikjosastro, 1999)

Presentasi puncak kepala Presentasi puncak kepala ( sinsiput) terjadi bila kepala yang seharusnya fleksi mengalami defleksi ringan sehingga ubun- ubun besar merupakan bagian terendah. Mirip dengan posisi oksipitalis posterior persistens. Hanya saja pada presentasi puncak kepala tidak terjadi fleksi kepala yang maksimal, sirkumferensia frontooksipitalis adalah lingkaran kepala yang melalui jalan lahir dengan glabella sebagai titik perputaran di bawah simfisis. (Wikjosastro, 1999)

Presentasi muka Terjadi bila kepala dalam keadaan defleksi maksimal sehingga oksiput tertekan pada punggung dan muka merupakan bagian terendah yang menghadap ke bawah. Presentasi muka primer yaitu sudah terjadi sejak masa kehamilan. Sekunder bila terjadi waktu persalinan. Diagnosis Pada pemeriksaan luar dapat disalahartikan. Karena kepala ekstensi maka dada akan teraba seperti punggung. Bagian belakang kepala ( paling
15

menonjol) akan berada di sisi yang berlawanan. Di daerah dada dapat diraba bagian- bagian kecil janin dan denyut jantung janin terdengar lebih jelas. Pada pemeriksaan dalam, bila janin sudah masuk ke dalam rongga panggul, dapat diraba bagian- bagian muka. Adanya kaput suksedaneum dapat dikacaukan dengan bokong. Etiologi Pada panggul sempit, janin besar, multiparitas atau perut gantung. Bisa juga terjadi pada janin anensefalus dan tumor di leher depan. Kadangkadang pada janin mati intrauterine yang kehilangan tonus ototnya. Mekanisme Persalinan Kepala turun melalui pintu atas panggul dengan sirkumferensia trakelo- parietalis dengan dagu melintang. Setelah muka mencapai dasar panggul terjadi putar paksi dalam sehingga dagu memutar ke depan dan berada di bawah arkus pubis. Dengan submentum sebagai hipomoklion, kepala lahir dengan gerakan fleksi sehingga dahi, ubun- ubun besar dan belakang kepala lahir melewati perineum. Setelah kepala lahir terjadi putar paksi luar dan badan janin lahir seperti pada presentasi belakang kepala. Kalau dagu berada di belakang, pada waktu putaran dalam dagu harus melewati jarak yang lebih jauh supaya dapat berada di depan. Kadangkadang dagu tidak dapat berada di depan dan tetap di belakang. Keadaan ini dinamakan posisi mento posterior persistens dan janin tidak dapat lahir spontan, kecuali bila janin kecil atau mati. Kesulitan kelahiran pada presentasi muka dengan posisi mento posterior adalah kepala sudah dalam keadaan defleksi maksimal sehingga tidak dapat menambah defleksinya lagi. Hal ini menyebabkan kepala dan dagu terjepit dalam panggul dan persalinan tidak maju. Maka perlu dilakukan tindakan secepatnya. Prognosis Pada umumnya persalinan berlangsung normal. Kesulita persalinan terjadi apabila panggul sempit dan janin besar. Prognosis dagu di belakang kurang baik daripada dagu di depan.
16

Penanganan Bila tidak ada disproporsi sefalopelvik dan dagu di depan diharapkan persalinan berlangsung spontan. Kalau dagu di belakang diusahakan diputar ke depan. Bila pada kala II terjadi posisi mento posterior persistens maka satu tangan dimasukkan ke dalam vagina untuk memutar dagu. Bila berhasil ditunggu persalinan spontan. Bila tidak berhasil maka operasi seksio sesarea. Syarat mengubah presentasi muka menjadi presentasi belakang kepala: dagu harus berada di belakang dan kepala belum turun ke rongga panggul dan masih mudah didorong ke atas. Indikasi ekstraksi cunam pada kasus ini bisa dari ibu, dari janin yaitu dagu sudah berada di depan atau kala II lebih dari 2 jam. Indikasi seksio sesarea adalah posisi mento posterior persistens, panggul sempit dan kesulitan turunnya kepala ke rongga panggul.

Presentasi dahi Keadaan dimana kedudukan kepala berada diantara fleksi maksimal dan defleksi maksimal sehingga dahi merupakan bagian terendah. Diagnosis Pemeriksaan luar memberikan hasil seperti pada presentasi muka namun bagian belakang kepala tidak terlalu menonjol. Pemeriksaan dalam dapat diraba sutura frontalis, yang bila diikuti, pada ujung yang satu dapat diraba ubun- ubun besar dan pada ujung lain teraba pangkal hidung dan lingkaran orbita. Mulut dan dagu tidak teraba. Etiologi Sama dengan presentasi muka. Semua presentasi muka melalui tahap presentasi dahi terlebih dahulu. Mekanisme persalinan Kepala masuk ke pintu atas panggul dengan sirkumferensia maksilloparietalis serta sutura frontalis melintang. Setelah moulage dan ukuran erbesar kepala melalui pintu atas panggul, dagu memutar ke depan. Sesudah dagu di depan, dengan fossa kanina sebagai hipomoklion, terjadi
17

fleksi sehingga ubun- ubun besar dan belakang kepala lahir melewati perineum. Kemudian terjadi defleksi sehingga mulut dan dagu lahir dibawah simfisis. Moulage dan kaput suksedaneum dapat menghalangi presentasi dahi berubah menjadi presentasi muka. Persalinan membutuhkan waktu lama dan hanya sebagian kecil berlangsung spontan. Persalinan pervaginam mengakibatkan perlukaaan luas perineum dan jalan lahir. Prognosis Janin kecil masih mungkin lahir spontan sedangkan janin ukuran normal tidak dapat lahir spontan pervaginam. Penanganan Janin ukuran normal harus dilahirkan secara seksio sesarea. Sedangkan janin kecil dapat dialhirkan secara spontan dengan penangnaan yang sama seperti presentasi muka.

Letak sungsang Ada beberapa jenis letak sungsang yaitu: presentasi bokong, presentasi bokong kaki sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki. Diagnosis Pada pemeriksaan luar, di bagian bawah uterus tidak dapat diraba kepala dan kepala teraba di fundus uteri. Bokong tidak dapat digerakkan semudah kepala. Bagian atas terasa penuh sedangkan gerakan janin lebih banyak di bagian bawah. Denyut jantung janin setinggi atau sedikit lebih tinggi daripada umbilikus. Pada pemeriksaan dalam apabila ketuban sudah pecah, dapat diraba bokong ditandai oleh sakrum, kedua tuber ossis iskii dan anus. Bila teraba tumit berarti bagian kaki. Sedangkan bila teraba ibu jari yang letaknya tidak sejajar dengan jari- jari lain berarti tangan. Perbedaan anus dan mulut adalah pada anus akan teraba sfingter ani sedangkan pada mulut tidak.
18

Etiologi Pada kehamilan belum cukup bulan sering ditemukan letak sungsang karena jumlah air ketuban relative lebih banyak sehingga janin dapat bergerak bebas. Sedangkan pada cukup bulan perkembangan akan pesat dan karena bokong dengan kaki terlipat lebih besar daripada kepala maka bokong dan kaki akan menempati fundus ( bagian terluas). Faktor penyebab lainnya adalah multiparitas, gemelli, hidramnion, hidrosefalus, plasenta previa dan panggul sempit. Mekanisme persalinan Pada persalinan sungsang berturut- turut lahir bagian- bagian yang makin lama makin besar sehingga meskipun bokong dan bahu telah lahir tidak menjamin kelahiran kepala akan berlangsung lancar. Prognosis Sebab kematian perinatal pada sungsang adalah prematuritas dan penanganan persalinan yang kurang sempurna, dengan akibat hipoksia atau perdarahan dalam tulang tengkorak. Penanganan A. Dalam kehamilan Pada primigravida diusahakan versi luar menjadi presentasi kepala. Dilakukan pada kehamilan 34 sampai 38 minggu. Sebelum melakukan versi luar, denyut jantung janin harus baik. Bila bokong sudah engaged maka diusahakan untuk keluar dulu dari rongga panggul. Versi luar hendaknya menggunakan kekuatan ringgan tanpa paksaan. Kontraindikasi versi luar : air ketuban terlalu sedikit, panggul sempit, perdarahan antepartum, hipertensi, gemelli, plasenta previa. B. Dalam persalinan Pertama- tama ditentukan apakah ada indikasi untuk seksio sesarea. Bila tidak ada maka dilakukan pengawasan kemajuan persalinan terutama kemajuan pembukaan serviks dan penurunan bokong. Setelah bokong lahir tidak boleh dilalukan tarikan pada bokong karena dapat mengakibatkan kedua lengan menjungkit sehingga kepala berada diantara kedua lengan.
19

karena saat kepala masuk ke ronggga panggul, tali pusat tertekan diantara kepala janin dan panggul ibu. Perasat Bracht, bokong dan pangkal paha yang telah lahir dipegang dengan kedua tangan kemudian dilakukan hiperlordosis tubuh janin ke arah perut ibu sehingga bagian atas dapat dilahirkan. Untuk mempercepat kelahiran bahu dan kepala dapat dilakukan manual aid atau manual hilfe. Cara Mueller atau Loevset untuk mengeluarkan lengan dan bahu. Prinsipnya adalah lengan kiri dilahirkan dengan tangan kiri sedangkan lengan kanan dilahirkan dengan tangan kanan. Bokong dan pangkal paha yang telah lahir dipegang dengan kedua tangan, badan ditarik ke bawah sampai ujung bawah skapula depan kelihatan di bawah simfisis. Untuk melahirkan lengan depan, dada dan punggung, tubuh janin diputar sehingga mengubah lengan depan supaya berada di belakang. Dasar cara Loevset adalah bahu belakang janin selalu berada lebih rendah daripada bahu depan karena lengkungan jalan lahir, sehingga bahu belakang diputar ke depan dengan sendirinya akan lahir di bawah simfisis. Kepala janin dilahirkan dengan cara Mauriceau. Apabila terjadi kesulitan maka dapat digunakan cunam Piper. Letak sungsang pada janin besar dan disproporsi sefalopelvik merupakan indikasi mutlak untuk seksio sesarea.

Letak lintang Letak janin melintang di uterus dengan posisi bokong sedikit lebih tinggi daripada kepala. Etiologi Multiparitas dengan dinding uterus yang lembek. Selain itu prematur, hidramnion, gemelli, panggul sempit, tumor panggul, plasenta previa, uterus arkuatus dan uterus subseptus. Diagnosis

20

Dari inspeksi terlihat uterus tampak melebar dan fundus uteri lebih rendah. Pada palpasi fundus uteri kosong, simfisis juga kosong, kepala janin berada di samping. Denyut jantung janin di sekitar umbilikus. Mekanisme persalinan Pada letak lintang dengan ukuran panggul normal dan janin cukup bulan tidak terjadi persalinan normal. Bila dibiarkan maka akan terjadi kematian janin dan ruptur uteri. Janin tidak dapat turun lebih lanjut dan terjepit dalam rongga panggul. Dalam usaha untuk mengeluarkan janin, segmen atas uterus terus berkontraksi sedangkan segmen bawah uterus melebar serta menipis, sehingga batas antara dua bagian itu makin lama makin tinggi dan terjadi lingkaran retraksi patologik yang disebut letak lintang kasep. Janin akan meninggal. Bila masuk ke dalam tubuh ibu maka akan mengakibatkan perdarahan dan infeksi. Prognosis Prognosis buruk baik pada ibu maupun janin. Faktor- faktor yang mempengaruhi kematian janin adalah letak lintang kasep, ruptur uteri, tali pusat menumbung serta trauma akibat versi ekstraksi untuk melahirkan janin. Penanganan Apabila ditemukan letak lintang sebaiknya dilakukan versi luar supaya menjadi presentasi kepala. Pada primigravida bila versi luar tidak berhasil maka sebaiknya dialkukan seksio sesarea.(Wikjosastro, 1999)

Presentasi ganda Keadaan diamana selain kepala janin di dalam rongga panggul dijumpai tangan, lengan atau kaki atau keadaan disamping bokong dijumpai tangan. Paling sering adalah adanya tangan atau lengan di samping kepala. Etiologi Terjadi karena pintu atas panggul tidak tertutup sempurna oleh kepala atau bokong. Diagnosis
21

Dengan pemeriksaan luar sulit ditemukan. Harus dibantu oleh periksaan dalam. Penanganan Bila lengan seluruhnya menumbung di samping kepala maka dilakukan reposisi lengan. Tangan penolong dimasukkan ke dalam vagina dan mendorong lengan janin ke atas melewati kepalanya, kemudian kepala didorong ke dalam rongga panggul dengan tekanan dari luar.

Kelainan Bentuk Janin & Letak Tali Pusat 1. Janin besar (makrosomia) Bayi dianggap besar bila beratnya lebih dari 4000 gram. Dapat ditemukan pada wanita hamil dengan DM, postmatur, grande multipara atau faktor keturunan. Perkiraan besarnya janin dapat ditentukan dari tinggi fundus uteri, namun lebih sering baru diketahui setelah tidak adanya kemajuan persalinan pada panggul yang normal dan his yang adekuat. Umumnya janin yang besar memiliki bahu yang lebar. Pemeriksaan yang lebih teliti dilakukan dengan USG. Penanganan : Pada PSP perlu dilakukan episiotomy serta menerapkan maneuver-manuver . Jika janin telah mati sebelumnya dapat dilakukan kleidotomy. SC perlu dipertimbangkan.

2. Hidrosefalus Hidrosefalus adalah keadaan terjadinya penimbunan cairan

serebrospinal dalam ventrikel otak, sehingga sutura-sutura dan ubun-ubun membesar. Cairan yang tertimbun umumnya sekitar 500 -1500 ml, dapat pula sampai 5 liter. Hidrosefalus dapat disertai dengan spina bifida., juga sering ditemukan dengan letak sungsang. Pada pemeriksaan fisik, dalam letak kepala dengan palpasi dapat ditemukan kepala yang besar dan menonjol dibawah simfisis. Djj terletak lebih tinggi dari biasa. Sedangkan pada pemeriksaan dalam dapat diraba

22

sutura-sutura dan ubun-ubun yang melebar dan tegang. Dengan roentgen terlihat tulang kepala yang sangat tipis dan kepala yang besar. Bila terdapat keraguan, dapat dibantu dengan MRI atau USG. Kemungkinan hidrosefalus harus dipikirkan bila : kepala tidak masuk kedalam panggul pada persalinan dengan panggul normal dan his adekuat serta kepala janin teraba sebagai benda besar. Dapat terjadi rupture uteri pada saat persalinan.. Penanganan : sebaiknya dilakukan pungsi dengan jarum spinal saat pembukaan 3 cm pada letak kepala , atau pungsi melalui foramen oksipitalis magnum atau sutura temporalis pada letak sungsang.

3. Janin kembar melekat (double monster) Kesukaran persalinan biasanya terjadi pada bayi melekat secara lateral terutama torakophagus. Penanganan sebaiknya dengan SC

4. Janin dengan perut besar Pembesaran perut yang menyebabkan distosia misalnya asites, tumor hati, limpa dan ginjal. Penanganan : bila perut berisi cairan, dapat dilakukan pungsi perut, bila oleh karen tumor padat sebaiknya dilakukan SC. 5. Prolapsus funikuli Prolapsus funikuli adalah keaadaan dimana talipusat berada

disamping atau melewati bagian terendah janin didalam jalan lahir setelah ketuban pecah. Sedangkan tali pusat terdepan adalah apabila tapi pusat

berada disamping atau terletak dibagian terendah janin. namun ketuban belum pecah. Resiko hipoksia pada janin akibat terjerat tali pusat sangat tinggi. Hal tersebut diatas oleh karena pintu atas panggul tidak tertutup oleh bagian bawah janin, sehingga sering ditemukan pada letak lintang dan sungsang terutama presentasi bokong kaki.
23

Diagnosis

ditegakkan

dengan

terabanya

tali

pusat

melalui

pemeriksaan dalam. Pemeriksaan dalam wajib dilakukan saat ketuban pecah, sementara bagian terendah janin belum masuk rongga panggul serta saat DJJ janin menjadi lambat tanpa sebab yang jelas. Penanganan : Bila tapi pusat masih berdenyut, tapi pembukaan belum lengkap dapat dilakukan reposisi tali pusat dengan posisi ibu trendelenburg atau SC. Pada letak sungsang, janin dilahirkan dengan ekstraksi kaki, pada letak lintang dilakukan versi ekstraksi. Sedangkan pada presentasi belakang kepala dilakukan tekanan yang kuat pada fundus uteri pada waktu his supaya kepala masuk rongga panggul sehingga mudah dilahirkan.

2.5.1 Distosia Bahu Distosia bahu adalah persalinan yang memerlukan tambahan manuver obstetri setelah kegagalan gentle downward traction pada kepala bayi untuk melahirkan bahu (ACOG, 2002). Juga adanya patokan waktu antara lahirnya kepala dengan lahirnya badan lebih dari 60 detik, maka dianggap sebagai distosia bahu dan dibutuhkan manuver obstetrik tambahan (Spong dkk, 1995).

24

2.5.2

Patofisiologi Setelah kelahiran kepala, akan terjadi putaran paksi luar yang

menyebabkan kepala berada pada sumbu normal dengan tulang belakang bahu pada umumnya akan berada pada sumbu miring (oblique) di bawah ramus pubis. Dorongan pada saat ibu meneran akan menyebabkan bahu depan (anterior) berada di bawah pubis, bila bahu gagal untuk mengadakan putaran menyesuaikan dengan sumbu miring dan tetap berada pada posisi anteroposterior, pada bayi yang besar akan terjadi benturan bahu depan terhadap simfisis sehingga bahu tidak bisa lahir mengikuti kepala. 2.5.3 Faktor Risiko dan Pencegahan a. Makrosomia

Diartikan sebagai bayi besar berdasarkan berat badan post partum yang berkisar dari 4000 -5000 gram. Bayi yang besar memiliki peningkatan peluang terjadinya distosia bahu dan sulit diestimasi dengan pemeriksaan Leopold, bahkan pemeriksaan USG juga tidak akurat dalam menilai berat janin (Hendrix dkk, 2000). USG hanya memiliki sensitivitas 22-44% dan nilai prediksi positif 30 - 44% dalam menentukan makrosomia. Dan kebanyakan bayi dengan berat lahir di atas 4000 gram dengan persalinan pervaginam tidak mengalami distosia bahu (Cluver & Hofmeyr, 2009). b. Etnisitas

Wanita Afrika-Amerika memiliki peningkatan resiko terjadinya distosia bahu (Cheng dkk, 2006). Ini dimungkinkan karena kecenderungan memiliki panggul tipe android. c. Presentasi janin

Posisi occipitoposterior memiliki efek protektif untuk distosia bahu, namun risiko cedera pleksus brakialis meningkat dalam persalinan dengan occipitoposterior yang persisten (Cheng dkk, 2006). d. Kelainan persalinan

Insiden yang lebih tinggi distosia bahu bisa didapatkan pada persalinan kala II lama yang mungkin berkaitan dengan makrosomia. Distosia bahu lebih sering terjadi pada persalinan presipitatus (Cluver & Hofmeyr, 2009). Juga
25

banyak dilaporkan pada kala I lama, partus macet, stimulasi oksitosin, dan persalinan pervaginam dengan tindakan (RCOG, 2005) Pencegahan distosia bahu dilakukan dengan menawarkan pilihan dilakukan seksio sesaria pada rencana persalinan pervaginam dengan janin luar biasa besar(>5 kg), janin sangat besar (>4,5 kg) dengan ibu diabetes, janin besar (>4 kg) dengan riwayat distosia bahu pada persalinan sebelumnya atau kala II memanjang dengan janin besar (Smeltzer dkk, 2000). 2.5.4 Diagnosis Salah satu gambaran yang sering terjadi adalah turtle sign dimana bisa terlihatnya kepala janin namun juga bisa retraksi (analog dengan kura-kura menarik ke dalam cangkangnya) dan wajah bayi yang eritematous. Ini terjadi ketika bahu bayi mengalami impaksi didalam panggul ibu (Mir & Abida, 2010). Distosia bahu juga dapat dikenali bila didapatkan keadaan : Kepala bayi telah lahir, tetapi bahu tertahan dan tidak dapat dilahirkan Kepala bayi telah lahir, tetapi tetap menekan vulva dengan kencang Dagu tertarik dan menekan perineum Traksi pada kepala bayi tidak berhasil melahirkan bahu yang tetap berada di cranial simfisis pubis (Broek, 2002). Skoring Prediksi Distosia Bahu I. Antepartum Shoulder Dystocia Score : A Teaching Tool1 Factor Estimated fetal weight (Lb) Maternal weight gain (Lb) Maternal Weight (Lb) Glucose Intolerance Gestational age (Wk) Score : 0-3 4-7 : Great Risk : Intermediate Risk
26

0 91/2 (4309 g) >35 (16 kg) >180 (82 kg) Yes >42

1 81/2-91/2 (3855-4309 g) 25-35 (11-16 kg) 150-180 (68-82 kg) Suspect 41-42

2 81/2 (3855 g) 25 (11 kg) 150 (68 kg) No <41

8-10 : Negligible Risk

Intrapartum Shoulder Dystocia Score : A Teaching Tool1 Factor Second stage Birth weight (Lb) Forceps First stage Antepartum score Score : 0-3 4-7 : Great Risk : Intermediate Risk 0 Prolonged 91/2 (4309 g) Mid Arrest 1-4 1 Borderline 81/2-91/2 (3855-4309 g) Low-Mid Protraction 5-7 2 Normal 81/2 (3855 g) Low None 8-10

8-10 : Negligible Risk (James A. O'Leary, 2009)

2.5.5

Penanganan Yang paling diutamakan dalam penanganan distosia bahu adalah

menghindari 3P yaitu : 1. Panic, semua penanganan dilakukan melalui manuver sistematis dan setiap penolong harus tenang agar dapat mendengar dan mengerti ketika ada permintaan bantuan dan dapat dengan jelas memimpin ibu untuk kapan mengejan dan kapan tidak mengejan. 2. (Pulling) menarik di kepala / leher - traksi lateral akan meningkatkan resiko cedera pleksus brakialis. 3. (Pushing) mendorong fundus, karena tidak akan membantu ketika bahu benar-benar mengalami impaksi dan meningkatkan risiko ruptur uteri. Tekanan dilakukan pada suprapubik untuk melepaskan impaksi bahu anterior. Akronim ALARMER merupakan panduan yang dapat membantu melakukan penanganan yang tepat, yaitu : Ask for help
27

Legs hyperflexed (McRoberts manoeuvre), Anterior shoulder disimpaction (suprapubic pressure) Rotation of the posterior shoulder (Woods screw manoeuvre) Manual delivery of the posterior arm Episiotomy Roll over onto all fours 1. Ask for help / Meminta bantuan Diperlukan penolong tambahan untuk melakukan manuver McRoberts dan penekanan suprapubik. Menyiapkan penolong untuk resusitasi neonatus. 2. Kaki hiperfleksi (manuver McRoberts) Disiapkan masing-masing satu penolong di setiap sisi kaki ibu untuk membantu hyperfleksi kaki dan sekaligus mengabduksi panggul Memposisikan sakrum ibu lurus terhadap lumbal

3. Disimpksi bahu depan (tekanan suprapubik) Bahu bayi yang terjepit didorong menjauh dari midline ibu, ditekan pada atas simfisis pubis ibu. Tekanan suprapubik ini dilakukan untuk mendorong bahu

28

posterior bayi agar dapat dikeluarkan dari jalan lahir dan digunakan tumit tangan.

4. Rotasi bahu posterior (manuver Woods screw) Digunakan 2 jari untuk menekan sisi anterior bahu dan memutarnya hingga 1800 atau oblique, dapat diulang jika diperlukan.

5. Mengeluarkan secara manual lengan posterior Ditentukan siku lengan posterior bayi, difleksikan dengan tekanan pada fossa antecubital sehingga tangan bayi dapat dipegang. Tangan tersebut kemudian
29

ditarik hingga melewati dada bayi sehingga keseluruhan lengan dapat dilahirkan.

6. Episiotomi Prosedur ini secara tidak langsung membantu penanganan distosia bahu, dengan memungkinkan penolong untuk meletakkan tangan penolong ke dalam vagina untuk melakukan manuver lainnya. 7. Roll over on all fours Langkah ini memungkinkan posisi bayi bisa bergeser dan terjadi disimpaksi bahu anterior. Hal ini juga memungkinkan akses yang lebih mudah untuk memutar bahu posterior atau bahkan melahirkannya langsung.

Posisi Merangkak
30

Manfaat posisi merangkak didasarkan asumsi fleksibilitas sendi sakroiliaka bisa meningkatkan diameter sagital pintu atas panggul sebesar 1-2 cm dan pengaruh gravitasi akan membantu bahu posterior melewati promontorium. Pada posisi terlentang atau litotomi, sendi sakroiliaka menjadi terbatas mobilitasnya. Pasien menopang tubuhnya dengan kedua tangan dan kedua lututnya. Pada manuver ini, bahu posterior dilahirkan terlebih dahulu dengan melakukan tarikan kepala ke arah atas dengan hati-hati. Segera setelah lahir bahu anterior, lahirkan bahu posterior dengan tarikan perlahan ke arah bagian bawah dengan hati-hati. Jika manuver tersebut tidak ada yang berhasil, bisa disarankan untuk mematahkan klavikula bayi, simpisiotomi, manuver Zavanelli .
Manuver Zavanelli Mengembalikan kepala kedalam jalan lahir dan anak dilahirkan

melalui SC, memutar kepala anak menjadi occiput anterior atau posterior sesuai dengan PPL yang sudah terjadi, membuat kepala anak menjadi fleksi dan secara perlahan mendorong kepala kedalam vagina dan yang terakhir lakukan seksio sesaria darurat dengan anestesi lokal

31

Pematahan klavikula Mematahkan klavikula dengan cara menekan klavikula anterior terhadap ramus pubis dapat dilakukan untuk membebaskan bahu yang terjepit

Kleidotomi Kleidotomi yaitu memotong klavikula dengan gunting atau benda tajam lain, biasanya dilakukan pada janin mati (Schram, 1983)

Simfisiotomi Simfisotomi yaitu mematahkan simfisis pubis untuk mempermudah persalinan juga dapat diterapkan dengan sukses (Hartfield, 1986). Namun Goodwin dkk. Melaporkan bahwa tiga kasus yang mengerjakan simfisiotomi, ketiga bayi mati dan terdapat morbiditas ibu signifikan akibat cedera traktus urinarius

Bila distosia bahu telah berhasil ditangani, maka dilakukan : Penilaian bayi untuk mengetahui adanya trauma. Analisa gas darah tali pusat. Penilaian ibu untuk tears pada saluran genital. Manajemen aktif kala III untuk mencegah perdarahan postpartum. Mencatat manuver yang telah dilakukan.
32

Menjelaskan semua langkah yang telah dilakukan kepada ibu dan keluarga yang mungkin ada pada saat dilakukan penanganan (SOGC, 2005).

2.6

Komplikasi Sekuel dari distosia bahu dan berbagai manuver obstetrik untuk melahirkan

bahu bayi diantaranya adalah : fraktur klavikula, lesi pleksus brachialis, distensi otot sternocleidomastoid dengan atau tanpa hematoma, paralisis diafragma, sindrom Horner, asfiksia peripartal dan cerebral palsy serta kematian peripartal. Cedera pleksus brachialis merupakan komplikasi janin yang paling penting untuk diperhatikan dari distosia bahu, karena pada beberapa kasus menjadi disfungsi pleksus brachialis permanen (Hruban dkk, 2010).

Komplikasi ibu akibat distosia bahu adalah perdarahan postpartum, laserasi serviks dan vagina, simpisiolisis dan rupture uterus dan dilakukannya seksio cesaria sekunder akibat gagalnya prosedur obstetrik atau sebagai kelanjutan manuver Zavanelli's (Hruban dkk, 2010).

33

BAB III Laporan Kasus


IDENTITAS PASIEN Nama Umur Alamat Pekerjaan Suku / Bangsa Agama No. Register Tanggal Pemeriksaan : Ny. S : 38 Tahun : Ngawi : Ibu Rumah Tangga : Jawa : Islam : 127003 : 6 Mei 2013 pukul 19.30

ANAMNESA Keluhan Utama : Perut kenceng -kenceng Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke Ponek RS dr.Soeroto jam 19.30 tanggal 6 Mei 2013 atas rujukan dari bidan puskesmas dengan G3P2A0 AH1 39minggu dgn perut kenceng. Tidak keluar cairan,darah atau lendir dari kemaluanRiwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat tekanan darah tinggi, diabetes, sakit jantung, ginjal, asma, alergi disangkal Riwayat tumor disangkal Riwayat operasi disangkal Riwayat Penyakit Keluarga : Keluarga tidak ada yang menderita tekanan darah tinggi, diabetes, jantung, ginjal, asma, tumor. Riwayat Sosial Pasien sudah menikah selama 6 tahun, riwayat merokok disangkal Riwayat Haid HPHT 25-08-12
34

TP

02-06-1

Riwayat KB Riwayat Persalinan : 1. 9 bulan/ Spt B / dokter/ /IUFD 2500/ 2007 riwayat solusio plasenta 2. 9 bulan/ Spt B/ bidan/ / Hidup/3400/ 5tahun riwayat distosia bahu 3. Hamil ini

PEMERIKSAAN FISIK Keadaan Umum Kesadaran Vital sign : baik : compos mentis, GCS 4 5 6 : Tensi 130/80 mmHg Nadi: 80 x/menit RR: 18 x/menit to rektal: 36.9o Kepala/ leher Anemis (-), Ikterus (-), Cyanosis (-), Dypsneu (-), Pembesaran KGB Leher (-), Pernapasan cuping hidung (-)

Thorak Simetris, Retraksi (-)

Cor : S1S2 tunggal , murmur (-), Gallop (-) Pulmo : Vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-) Abdomen Inspeksi Auskultasi Perkusi : : Striae Gravidarum (+), Hiperpigmentasi linea Alba (+) : Bising usus (+) normal : Timpani, meteorismus (-)

Palpasi : Gravid (+), hepar/lien sulit dievaluasi

Ekstremitas

: Akral hangat, kering, merah, CRT<2 detik, tidak didapatkan edema pada kedua tungkai
35

Status Obstetrik TFU DJJ His : 31 cm : 12-11-12 : + jarang,

Letak Janin : Membujur kepala

Pemeriksaan Dalam : Pembukaan : 2 cm Penipisan Ketuban Presentasi : 50 % : (+) : Kepala

Denominator : SS Melintang Hodge UPD PS :I : Normal :5

PEMERIKSAAN PENUNJANG : Lab Darah Lengkap WBC Ly Mo Gr RBC HgB Hct MCV MCH MCHC RDW 11.7 2.0 1.4 79.8 3.37 11.1 30.2 89.7 28.9 33 16 x10^3/L % % % x10^3/L g/dL % fL pg g/dL % (4,5-10,5) (20,5-51,1) (1,7-9,3) (52,2-75,2) (4,0-6,0) (11,0-18,0) (35,0-60,0) (80,0-99,9) (27,0-31,0) (33,0-37,0) (11,6-13,7)
36

(tinggi)

Plt MPV

208 6.4

x10^3/L fL

(150-450) (7,8-11,0)

GDA DIAGNOSIS

84 :

GIII P2001 39 minggu + Tunggal Hidup + Obs.inpartu + TBJ 3000 gram

PLANNING Planning Diagnosa NST

Planning terapi (saat ini) Infus Ringer laktat Injeksi amoxicylin 3x1 gram

Planning monitoring Observasi tanda inpartu Bila t rectal 1x24 jam tidak inpartu, KRS kontrol poli sesuai jadwal Bila inpartu pro Spt B Observasi CHPB

Planning Edukasi KIE tentang keadaan ibu dan janin saat ini dan tindakan yang akan dilakukan.

37

DAFTAR PUSTAKA ACOG. 2003. American College of Obstetricians and Gynecologists. Committees on Practice Bulletins-Gynecology. Shoulder dystocia. Int J Gynecol Obstet :80:8792 Allen, Robert H & Edith D Gurewitsch 2010. Shoulder dystocia. http://emedicine.medscape.com/article/1602970-overview Broek, NV 2002. Life saving skills manual essential obstetric care. London : RCOG Press Cheng YW, Norwitz ER, Caughey AB 2006. The relationship of fetal position and ethnicity with shoulder dystocia and birth injury. Am J Obstet Gynecol; 195(3): 856-862. Cluver CA & GJ Hofmeyr 2009. Shoulder dystocia: An update and reviewof new techniques. SAJOG volume 15 No. 3. Hendrix NW, Grady CS, Chauhan SP, 2000. Clinical vs. sonographic estimate of birth weight in term parturients. A randomized clinical trial. J Reprod Med 45: 317-220. Hruban L, Prochzka M, Jank P 2010. Shoulder dystocia during vaginal delivery. Ceska Gynekol 75(4):79-274. Hill, Mc Graw. 2007. Current Diagnosis & Treatment Obstetrics & Gynecology, Tenth Edition. United States of America. Editor: Alan H. DeCherney,Lauren Nathan,T. Murphy Goodwin,Neri Laufer. Dystocia. O'Leary JA, Leonetti HB. 2009. Shoulder dystocia: prevention and treatment. Am J Obstet Gynecol 1990;162(1):5-9. Lerner, Henry 2004. Shoulder dystocia fact, evidence, and conclusions. http://www.shoulderdystociainfo.com/shoulder_dystocia.htm Marsianto. 2011. Slide Kuliah : Persalinan Patologis (Distosia). Surabaya. Lab Obstetri Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga RSUD Dr. Soetomo. Mir, Shylla & Abida Ahmad 2010. Review article : Shoulder dystocia. JK Science volume 12 No.4 Poggi SH, Allen RH, Patel CR, Ghidini A, Pezzullo JC, Spong CY 2004. Randomized trial of McRoberts versus lithotomy positioning to decrease the force that is applied to the fetus during delivery. Am J Obstet Gynecol. Sep 2004;191(3):874-8. RCOG. Royal College of Obstetricians and Gynaecologists, 2013 , http://www.rcog.org.uk/stratog/page/normal-labour-0 RCOG. Royal College of Obstetricians and Gynaecologists 2005. Shoulder dystocia. Guideline no. 42 SOGC. Society of Obstetricians and Gynaecologists of Canada, 2005. Advances in Labour and Risk Management Course (ALARM) 13th edition dalam Perinatal Outreach Program of Southwestern Ontario PERINATAL MANUAL CHAPTER 12 SHOULDER DYSTOCIA. http://www.sjhc.london.on.ca/sjh/profess/periout/chapters/12_shoulder_dystoci a_revised_apr_06.pdf

38

Smeltzer, JS 2000. Shoulder dystocia, dalam Clinical maternal-fetal medicine. New York : Parthenon Publishing 92-183 Wikjosastro H, Haifuddin AB, Rachimhadhi T : Distosia karena kelainan letak serta bentuk janin dalam ilmu kebidanan 3rd ed, Jakarta, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 1999.

39

Anda mungkin juga menyukai