Anda di halaman 1dari 21

KESADARAN HUKUM MASYARAKAT PENGGUNA JALAN DI KOTA DENPASAR Oleh : Dewa Putu Tagel ABSTRACT Kesadaran hukum masyarakat

terhadap pengguna kendaraan sepeda motor merupakan suatu proses penilaian terhadap hukum bidang lalu lintas yang berlaku atau hukum bidang lalu lintas. Setiap manusia yang normal mempunyai kesadaran hukum, masalahnya adalah taraf kesadaran tersebut, yakni ada yang tinggi, sedang dan rendah. Tolok ukur untuk taraf-taraf kesadaran hukum masyarakat sebagai pengguna jalan adalah mencakup unsur-unsur pengetahuan tentang peraturan lalu lintas, pemahaman terhadap peraturan lalu lintas, sikap terhadap peraturan lalu lintas dan perilaku hukum bidang lalu lintas. Key words : Kesadaran Hukum, Pengguna Jalan, Lalu Lintas 1. Pendahuluan Pergaulan hidup diatur oleh berbagai macam kaidah atau norma yang pada hakekatnya bertujuan untuk menciptakan kehidupan bersama yang tertib dan tentram. Untuk menciptakan kehidupan yang tertib dan tentram tersebut, maka diperlukan sarana yang mempunyai kekuatan dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Setiap masyarakat memerlukan suatu mekanisme pengendalian sosial agar sesuatunya berjalan dengan tertib. Menurut Soerjono Soekanto (2007 : 179) bahwa mekanisme pengendalian sosial (mechanism of social control) adalah segala proses yang direncanakan maupun tidak direncanakan untuk mendidik, mengajak atau bahkan memaksa para warga masyarakat agar menyesuaikan diri dengan kaidah-kaidah dan nilai-nilai kehidupan masyarakat yang bersangkutan. Kebutuhan bergerak dari suatu tempat ke tempat lainnya merupakan suatu kebutuhan dalam kehidupan manusia. Perpindahan manusia tersebut didasari dari 1

1.1. Latar Belakang

kenyataan bahwa sumber kehidupan manusia tidak terdapat di sembarang tempat. Untuk itu diperlukan sarana ataupun prasarana transportasi guna mendukung pergerakan manusia dalam pemenuhan kebutuhannya. Bentuk perpindahan manusia atau barang tersebut secara fisik dapat dilihat dari besarnya hubungan lalu lintas melalui suatu prasarana penghubung yang disebut dengan jalan. Oleh sebab itu, jalan sebagai prasarana transportasi diharapkan dapat menampung semua kendaraan yang melintas dan memberikan pelayanan yang baik bagi semua pengguna jalan.
Menurut Arif Budiarto dan Mahmudah (2007 : 1) bahwa transportasi adalah pergerakan manusia, barang dan informasi dari suatu tempat ke tempat lain dengan aman, nyaman, cepat, murah dan sesuai dengan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Sedangkan dalam Blacks Law Dictionary, dinyatakan bahwa Transportation is the removal of goods or persons from one place to another. Jaringan transportasi jalan merupakan serangkaian simpul dan/atau ruang

kegiatan yang dihubungkan oleh ruang lalu lintas sehingga membentuk satu kesatuan sistem jaringan untuk keperluan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan. Pasal 1 angka 12 Undang-undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dinyatakan bahwa jalan adalah seluruh bagian Jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi Lalu Lintas umum, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan rel dan jalan kabel. Selanjutnya Pasal 1 angka 27 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dinyatakan bahwa pengguna jalan adalah orang yang menggunakan Jalan untuk berlalu lintas. Transportasi jalan diselenggarakan dengan tujuan untuk mewujudkan lalu lintas dan angkutan jalan dengan selamat, aman, cepat, lancar, tertib dan teratur, nyaman dan efisien, serta menjangkau seluruh pelosok wilayah daratan, untuk menunjang pemerataan, pertumbuhan dan stabilitas sebagai pendorong, penggerak dan penunjang pembangunan nasional dengan biaya yang terjangkau oleh daya beli masyarakat.

Penanganan lalu lintas dan permasalahannya perlu dilakukan suatu penguraian dari setiap komponen yang terlibat di dalamnya baik secara langsung maupun tidak langsung yang akan berpengaruh terhadap situasi lalu lintas jalan raya sehingga dapat ditemukan solusi terbaik dan terintegrasi dalam suatu program kegiatan yang mampu mengakomodir setiap komponen tersebut dengan harapan upaya penanganan dapat berhasil sesuai dengan harapan atau point goal, terpeliharanya keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas guna mendukung terselenggaranya pembangunan nasional. Pembangunan di bidang lalu lintas dan angkutan jalan ditata dalam satu kesatuan sistim dengan mengintegrasikan dan mendinamisasikan unsur-unsur seperti jaringan transportasi jalan, kendaraan maupun manusia sebagai penggunanya. Jalan sebagai salah satu unsur transportasi tidak dapat dipisahkan dari unsur-unsur transportasi lain yang ditata dalam sistem transportasi nasional yang dinamis dan mampu mengadaptasi kemajuan di masa depan, mempunyai karakteristik yang mampu menjangkau seluruh pelosok wilayah daratan dan memadukan unsur-unsur transportasi lainnya. Penanganan faktor jalan merupakan sebuah ranah yang memiliki kompleksitas kepentingan serta tanggung jawab yang melibatkan berbagai instansi terkait, sehingga dalam penanganannya perlu dilakukan koordinasi yang komprehensip antar instansi tersebut, dimana setiap instansi berkewajiban memberikan masukan dilengkapi dengan data dan fakta serta analisis sesuai dengan bidang tugasnya untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam merumuskan solusi secara bersama. Interaksi antara faktor Manusia, Kendaraan, Jalan dan Lingkungan sangat bergantung dari perilaku manusia sebagai pengguna jalan menjadi hal yang paling dominan terhadap keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas. Budaya hukum yang berkembang di masyarakat kita ternyata lebih banyak mencerminkan bentuk prilaku opportunis, mereka yang berkendaraan di jalan raya, ketika lampu merah dan kebetulan tidak ada polisi yang jaga maka banyak

diantara mereka nekat tetap jalan terus dengan tidak mengindahkan atau memperdulikan lampu merah yang sedang menyala. Apabila dianalisa dan dievaluasi lebih lanjut ternyata keamanan dan ketertiban lalu lintas banyak disebabkan oleh faktor manusia sebagai pengguna atau pemakai jalan. Polri khususnya satuan lalu lintas telah berupaya secara terus menerus baik melalui kegiatan preventif meliputi kegiatan penjagaan, pengaturan, patroli dan penyuluhan tentang pengetahuan lalu lintas maupun kegiatan dalam penegakan hukum berupa penindakan terhadap para pelaku pelanggaran lalu lintas sebagai salah satu upaya untuk menumbuhkan efek jera terhadap pelanggaran lalu lintas, tetapi masih banyak perilaku masyarakat sebagai pengguna jalan tidak taat terhadap peraturan yang ada. Oleh karena itu penulis tertarik untuk meneliti tentang Kesadaran Hukum Masyarakat Sebagai Pengguna Jalan di Kota Denpasar. 1.2. Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang masalah tersebut, maka permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini, antara lain : 1. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi kesadaran hukum masyarakat dalam menggunakan jalan di Kota Denpasar? 2. Usaha-usaha apakah yang dilakukan oleh Kepolisian Kota Denpasar dalam meningkatkan kesadaran hukum masyarakat sebagai pengguna jalan di Kota Denpasar? 1.3. Tujuan dan Metodologi Secara umum, penelitian ini dimaksudkan untuk mengkaji kesadaran hukum masyarakat sebagai pengguna jalan khususnya pengendara sepeda motor di Kota Denpasar. Hal ini merupakan upaya pengembangan ilmu hukum di bidang transportasi darat terkait dengan paradigma science as a process (ilmu sebagai proses), sehingga ilmu tidak pernah mandek (final) dalam penggaliannya atas kebenaran hukum yang hidup dalam masyarakat (living law). Untuk membedah permasalahan tersebut, agar tercapai tujuan penelitian maka digunakan teori pokok yaitu teori kesadaran hukum dari Soerjono Soekanto, 4

dan Sociological Jurisprudence dari Roscoe Pound. Dalam memperoleh data digunakan jenis penelitian hukum dengan aspek empiris, dan jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara, sedangkan data sekunder diperoleh dari penelitian kepustakaan. 2. Pembahasan Pengendalian sosial (social control) merupakan proses yang bertujuan agar masyarakat mematuhi norma dan nilai sosial yang ada dalam masyarakatnya. Dengan pengendalian sosial, terciptalah masyarakat yang teratur. Di dalam masyarakat yang teratur, setiap warganya menjalankan peran sesuai dengan harapan masyarakat. Salah satu bentuk pengendalian sosial yang efektif bagi masyarakat dalam menggunakan lalu lintas dan angkutan jalan adalah peraturan lalu lintas. Peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan lalu lintas antara lain : 1. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3480) yang selanjutnya diganti dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3840). 2. Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168) 3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1993 tentang Kendaraan dan Pengemudi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3530) yang selanjutnya diganti dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan (Lembaran Negara Republik

2.1. Hukum Lalu Lintas

Indonesia Tahun 2012 Nomor 120, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5317). 4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4655). 5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 1999, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4020). 6. Peraturan Bersama Menteri Perindustrian Republik Indonesia dan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 12/M- IND/PER/3/2006 dan Nomor : 07/M-DAG/PER/3/2006 tentang Perubahan Kedua Atas Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 595/MPP/Kep/9/2004 tentang Pemberlakuan Standar Nasional (SNI) Ban Secara Wajib. 7. Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor : 40/MIND/PER/4/2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 40/M-IND/PER/6/2008 Tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) Helm Pengendara Kendaraan Bermotor Roda Dua Secara Wajib. 8. Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor : 120/MIND/PER/11/2010 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) Pelek Kendaraan Bermotor Kategori M, N, O dan L Secara Wajib. Peraturan lalu lintas dan angkutan jalan tersebut memiliki kekuatan untuk diterapkan karena memiliki sifat yang mengikat dan memaksa (mempunyai sanksi bagi yang melanggarnya). Hukum positif tersebut mengikat dan mempunyai wewenang sah yaitu negara dan hukum tersebut dijalankan oleh badan-badan yang diakui oleh masyarakat sebagai badan-badan pelaksana peraturan lalu lintas dan angkutan jalan yang wajib ditaati dan dilaksanakan oleh para pemakai jalan. Dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mengatur asas dan tujuan pengangkutan. Adapun Asas penyelenggaraan lalu lintas adalah diatur dalam Pasal 2 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yaitu : 6

a. asas transparan; b. asas akuntabel; c. asas berkelanjutan; d. asas partisipatif; e. asas bermanfaat; f. asas efisien dan efektif; g. asas seimbang; h. asas terpadu; dan i. asas mandiri. Selanjutnya Pasal 3 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, menyatakan bahwa Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diselenggarakan dengan tujuan : a. Terwujudnya pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan moda angkutan lain untuk mendorong perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan umum, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung tinggi martabat bangsa; b. Terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa; dan c. Terwujudnya masyarakat. Sedangkan menurut M. Karyadi (dalam Soerjono Soekanto, 1982 : 92) bahwa tujuan Peraturan lalu lintas dan angkutan jalan ini dibuat oleh pemerintah, antara lain dengan maksud : 1. Untuk mempertinggi mutu kelancaran dan keamanan yang sempurna dari semua lalu lintas di jalan. 2. Untuk gerobak. 3. Memperlindungi semua jalan-jalan dan jembatan agar jangan dihancurkan atau dirusak dan pula jangan sampai surut melewati batas, dikarenakan kendaraankendaraan yang sangat berat. 7 mengatur dan menyalurkan secara tertib dan segala pengangkutan barangbarang terutama dengan otobis dan dengan mobil penegakan hukum dan kepastian hukum bagi

Dari maksud-maksud tersebut nyatalah bahwa sopan santun lalu lintas adalah sangat penting. Hal ini terutama menyangkut perilaku para pemakai jalan di dalam mematuhi kaidah-kaidah lalu lintas dan angkutan jalan. Sopan santun lalu lintas harus dilaksanakan sebaik-baiknya demi kelancaran dan keamanan para pemakai jalan dan untuk mencegah terjadinya kecelakaan-kecelakaan yang mungkin disebabkan oleh kelalaian dari para pemakai jalan tersebut. Sebagai dasar pemberlakuan dari Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dapat dilihat dari berbagai aspek yang berkaitan dengan undang-undang tersebut yang antara lain dari aspek transportasi, kebutuhan dan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi, yaitu : 1. Bahwa Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan oleh Undangundang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Bahwa Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagai bagian dari sistem transportasi nasional harus dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran berlalu lintas dan Angkutan Jalan dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi dan pengembangan wilayah; 3. Bahwa perkembangan lingkungan strategis nasional dan internasional menuntut penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, otonomi daerah, serta akuntabilitas penyelenggaraan negara; 4. Bahwa Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi, perubahan lingkungan strategis, dan kebutuhan penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan saat ini sehingga perlu diganti dengan undang-undang yang baru; 5. Sesuai Pasal 5 ayat (1) serta Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dari uraian tersebut tampak jelas bahwa dasar dari pemberlakuan Undangundang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan ini tidak 8

hanya menyangkut salah satu aspek saja dari kehidupan bermasyarakat akan tetapi berkait dengan berbagai macam aspek kehidupan yang tidak terlepas dari dan untuk kepentingan masyarakat pada umumnya. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang ditetapkan pada tanggal 15 Mei 2012. Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan, maka Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993 tentang Kendaraan dan Pengemudi dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 187 Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan yang menyatakan bahwa pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993 tentang Kendaraan dan Pengemudi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3530) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Sesuai dengan uraian tersebut mengenai beberapa pokok peraturan lalu lintas dan angkutan jalan, maka perlu dikemukakan secara terperinci mengenai beberapa pokok peraturan lalu lintas dan angkutan jalan yang harus diketahui dan dipatuhi oleh warga masyarakat pada umumnya. Menurut Soerjono Soekanto (1982 : 119-121) mengemukakan beberapa pokok peraturan lalu lintas dan angkutan jalan yang harus diketahui dan dipatuhi masyarakat umum yaitu : 1. Ketentuan untuk pemakai jalan, yaitu dilarang mempergunakan jalan yang : a. Merintangi kebebasan atau keamanan lalu lintas b. Membahayakan kebebasan atau keamanan lalu lintas c. Menimbulkan kerusakan pada jalan 2. Ketentuan-ketentuan bagi orang-orang yang berjalan kaki : a. Bagian dari jalan yang boleh dipergunakan oleh mereka yang berjalan kaki b. Bagaimana berjalan kaki apabila tidak ada trotoar 9

c. Ketentuan tentang berjalan kaki beramai-ramai d. Ketentuan-ketentuan menyeberang jalan : 1) Penggunaan zebra cross dan jembatan penyeberangan 2) Tanda-tanda/isyarat-isyarat penyeberangan 3. Ketentuan-ketentuan terhadap orang-orang yang mempergunakan kendaraan umum : a. Memberhentikan kendaraan umum b. Kewajiban-kewajiban selama berada dalam kendaraan umum 4. Ketentuan-ketentuan bermotor) : a. Kewajiban mempunyai SIM b. Kelengkapan kendaraan c. Kecepatan maksimum d. Cara-cara mengemudikan kendaraan dengan baik e. Pengetahuan tentang rambu-rambu lalu lintas f. Hal-hal yang harus dilakukan apabila terjadi kecelakaan. Dengan demikian jelaslah bahwa semua masyarakat pemakai jalan di Indonesia harus mengetahui dan mematuhi ketentuan-ketentuan umum tentang lalu lintas yang sering mereka gunakan dalam berlalu lintas di jalan sebagaimana yang disebutkan dalam kutipan tersebut di atas. Disamping untuk mengatur, Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan juga berlaku untuk membina dan menyelenggarakan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib, dan lancar melalui : 1. kegiatan gerak pindah Kendaraan, orang, dan/atau barang di Jalan; 2. kegiatan yang menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendukung Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan 3. kegiatan yang berkaitan dengan registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor dan Pengemudi, pendidikan berlalu lintas, Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas, serta penegakan hukum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. 10 untuk pengemudi (khususnya kendaraan

2.2. Kesadaran Hukum Menurut Otje Salman Soemodiningrat (2009 : 72) bahwa suatu aturan hukum hanya akan efektif apabila selaras dengan hukum yang hidup dalam masyarakat. Walaupun hukum yang dibuat itu memenuhi persyaratan yang ditentukan secara filosofis dan yuridis, tetapi kalau kesadaran hukum masyarakat tidak mempunyai respon untuk mentaati dan mematuhi peraturan hukum tidak ada, maka peraturan hukum yang dibuat itu tidak akan efektif berlakunya (Abdul Manan, 2005 : 97). Efektivitas suatu aturan hukum, selain berisikan norma-norma yang hidup dalam masyarakat juga mempunyai hubungan yang sangat erat dengan kesadaran hukum masyarakat. Tujuan dari hukum adalah tercapainya keadilan, ketertiban dan kepastian. Di samping kepastian hukum juga diharapkan suatu kesadaran hukum, karena kesadaran hukum terkait dengan ketaatan terhadap hukum (H.R. Otje Salman Soemodiningrat, 1989 : 52). Hasil Simposium (dalam Muslan Abdurrahman, 2009 : 34) dengan tema Kesadaran Hukum Masyarakat dalam Masa Transisi yang dilaksanakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) di Jakarta pada tahun 1975 dalam kesimpulannya menyatakan bahwa kesadaran hukum mencakup tiga hal yaitu : 1. Pengetahuan terhadap hukum 2. Penghayatan fungsi hukum, dan 3. Ketaatan terhadap hukum. Dari kesimpulan Simposium tersebut, dapat dilihat bahwa ketaatan terhadap hukum merupakan salah satu unsur dalam kesadaran hukum. Pengetahuan dan pemahaman terhadap hukum merupakan unsur penting dalam proses ketaatan hukum. Pengetahuan dan pemahaman terhadap hukum belum tentu menjamin timbulnya kesadaran masyarakat terhadap hukum apabila hukum tersebut tidak dipatuhi atau ditaati oleh warga masyarakat (Muslan Abdurrahman, 2009 : 35). Batasan-batasan mengenai kesadaran hukum juga diberikan oleh Soerjono Soekanto (1982 : 272) yang menyatakan bahwa derajat tinggi rendahnya 11

kepatuhan hukum terhadap hukum positif tertulis ditentukan oleh taraf kesadaran hukum yang didasarkan pada faktor-faktor sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. Pengetahuan tentang peraturan, Pemahaman hukum, Sikap hukum, dan Pola perilaku hukum. Apabila hasil Simposium Nasional yang diselenggarakan oleh BPHN tersebut dikaitkan dengan pendapatnya Soerjono Soekanto, dapat diketahui bahwa ketaatan hukum terbentuk dari adanya sikap hukum (legal attitude) dan pola perilaku hukum (legal behavior). Yang dimaksud dengan sikap hukum (legal attitude) adalah suatu kecenderungan untuk menerima hukum karena adanya penghargaan terhadap hukum sebagai sesuatu yang bermanfaat atau menguntungkan jika hukum itu ditaati. Sedangkan pola perilaku hukum ( legal behavior) merupakan hal yang utama dalam kesadaran hukum, karena disini dapat dilihat apakah suatu peraturan berlaku atau tidak dalam masyarakat (Muslan Abdurrahman, 2009 : 36). Setelah peraturan perundang-undangan disahkan, maka masyarakat dianggap mengetahui isi dari peraturan tersebut, baik perilaku yang dilarang maupun perilaku yang diperbolehkan. Sehingga pengetahuan terhadap hukum atau peraturan perundang-undangan merupakan unsur penting dalam awal proses kesadaran hukum itu sendiri. Pemahaman hukum berkaitan dengan pengertian dari adanya peraturan tersebut, baik dari segi tujuan yang ingin dicapai maupun manfaatnya bagi yang diaturnya. Oleh karena itu, kesadaran hukum masyarakat tidak identik dengan kepatuhan hukum masyarakat itu sendiri. Kepatuhan hukum pada hakikatnya adalah kesetiaan seseorang atau subyek hukum terhadap hukum itu yang diwujudkan dalam bentuk prilaku nyata, sedangkan kesadaran hukum masyarakat masih bersifat abstrak belum merupakan bentuk prilaku nyata yang mengakomodir kehendak hukum itu sendiri. Berdasarkan uraian tersebut, maka batasan-batasan kesadaran hukum yang dimaksud dalam penelitian ini adalah : 12

1. Pengetahuan tentang peraturan lalu lintas; 2. Pemahaman tentang peraturan lalu lintas; dan 3. Ketaatan terhadap peraturan lalu lintas. 2.3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kesadaran Hukum Masyarakat Sebagai Pengguna Jalan di Kota Denpasar Kesadaran hukum merupakan suatu proses penilaian terhadap hukum yang berlaku atau hukum yang dikehendaki ada. Setiap manusia yang normal mempunyai kesadaran hukum, masalahnya adalah taraf kesadaran tersebut, yakni ada yang tinggi, sedang dan rendah. Tolok ukur untuk taraf-taraf kesadaran hukum adalah mencakup unsur-unsur pengetahuan tentang hukum, pemahaman terhadap hukum, sikap terhadap hukum dan perilaku hukum. Seseorang dianggap mempunyai taraf kesadaran hukum yang tinggi apabila perilaku nyatanya sesuai dengan hukum yang berlaku. Dengan demikian maka taraf kesadaran hukum yang tinggi didasarkan pada kepatuhan hukum yang menunjukkan sampai sejauh manakah perilaku nyata seseorang sesuai dengan hukum yang berlaku. Akan tetapi tidak setiap orang yang mematuhi hukum mempunyai kesadaran hukum yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh karena faktorfaktor penyebab terjadinya kepatuhan hukum harus pula dipertimbangkan. Menurut Soerjono Soekanto (1990 : 30) bahwa faktor-faktor yang menyebabkan seseorang mematuhi hukum tersebut adalah : 1. Rasa takut pada sanksi hukum yang akan dijatuhkan apabila melanggar. 2. Untuk memelihara hubungan baik dengan penguasa 3. Untuk memelihara hubungan baik dengan rekan-rekan kelompok 4. Oleh karena kepentingan pribadi terjamin oleh hukum 5. Oleh karena hukum sesuai dengan nilai-nilai yang dianut, terutama nilainilai keterkaitan dan ketentraman. Selanjutnya Djahiri (1985 : 25) mengemukakan faktor-faktor seseorang mematuhi hukum meliputi : 1. Patuh/sadar karena takut pada orang/kekuasaan/paksaan (Authority) 2. Patuh karena ingin dipuji (Good Boy-Nice Girl) 13

3. Patuh karena kiprah umum/masyarakat (contract legality) 4. Taat atas sadar adanya aturan dan hukum serta untuk ketertiban (Law and order oriented) 5. Taat karena memang hal tersebut memuaskan baginya 6. Patuh karena dasar prinsip etis yang layak universal (universal ethical principle). Dalam upaya meningkatkan kesadaran hukum masyarakat ada beberapa faktor penting yang dapat mempengaruhi kesadaran hukum masyarakat. Soerjono Soekanto (dalam Rony Hanitijo Sumitro, 1990 : 17-18) menyebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi kesadaran hukum masyarakat dalam kaitannya dengan kepatuhan hukum, yaitu sebagai berikut : a. Compliance, diartikan sebagai suatu kepatuhan yang didasarkan pada harapan akan suatu imbalan dan usaha untuk menghindarkan diri dari hukuman atau sanksi yang mungkin dikenakan jika seseorang melanggar hukum. b. Identification, terjadi bila kepatuhan terhadap kaidah hukum ada bukan karena nilai intrinstiknya, akan tetapi agar keanggotaan kelompok tetap terjaga serta ada hubungan baik dengan mereka yang diberi wewenang untuk menerapkan kaidah-kaidah hukum tersebut. c. Internalization, pada tahap ini seseorang mematuhi kaidah hukum dikarenakan ssecara intrinstik kepatuhan tadi mempunyai imbalan. Isi kaidah-kaidah tersebut adalah sesuai dengan nilai-nilai dari pribadi yang bersangkutan, atau oleh karena dia mengubah nilai-nilai yang semula dianutnya. d. Kepentingan-kepentingan para waga masyarakat terjamin oleh wadah hukum yang ada. Berdasarkan faktor-faktor tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa kesadaran hukum masyarakat dapat berdiri sendiri atau dapat pula merupakan gabungan dari keseluruhan atau sebagian dari keempat faktor di atas. Jadi kesadaran hukum masyarakat dapat dikarenakan takut sanksi yang akan diterima bila melanggar hukum. Atau kesadaran hukum masyarakat dapat dikarenakan 14

adanya kepentingan-kepentingan masyarakat yang terjamin oleh hukum, bahkan kesadaran hukum masyarakat dapat dikarenakan masyarakat atau anggota masyarakat merasa hukum yang berlaku sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam dirinya. Jika dikaitkan secara khusus dengan kesadaran hukum lalu lintas dan angkutan jalan, beberapa ahli mengungkapkan berbagai faktor penting yang turut mempengaruhi tingkat kesadaran dan kepatuhan hukum terhadap peraturan lalu lintas dan angkutan jalan. Masripal Marhun (dalam Kokom Kumalasari, 1998 : 147) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi kesadaran hukum seseorang terhadap peraturan lalu lintas dan angkutan jalan meliputi faktor manusianya sendiri, kendaraan, jalan, dan lingkungan. Selanjutnya dipertegas oleh J. Salusu (dalam Kokom Kumalasari, 1998 : 147) bahwa seseorang melanggar peraturan lalu lintas dan angkutan jalan karena berbagai alasan internal. Apa yang dibuatnya itu sebenarnya dianggap itulah yang terbaik bagi dirinya pada saat itu. Pelanggaran lalu lintas dapat juga terjadi karena hal-hal yang berada diluar jangkauannya, sedang ada perubahan jalan.tidak ada trotoar, rambu-rambu lalu lintas tidak lengkap, terlalu banyak kendaraan. Semuanya merupakan faktor eksternal. 2.4. Usaha-usaha Yang Dilakukan Oleh Kepolisian Dalam Meningkatkan Kesadaran Hukum Masyarakat Sebagai Pengguna Jalan di Kota Denpasar Peranan polisi lalu lintas sangatlah penting karena merupakan sebuah lembaga formal, mempunyai misi untuk mensosialisasikan Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan kepada para pengendara sepeda motor agar mengetahui peraturan dan tata tertib berlalu lintas di jalan raya. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan salah satu anggota Satlantas Polresta Denpasar yaitu D. D. Gonzales bahwa p olisi lalu lintas berperan sebagai pencegah dan sebagai penindak, agar tercipta warga negara khususnya pengendara sepeda motor yang baik yang sadar dan patuh terhadap hukum yang berlaku maka pihak kepolisian melakukan sosialisasi Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 15

tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Sosialisasi ini berupa penyuluhan atau seminar hukum yang meliputi informasi tentang lalu lintas jalan, peraturan, dan kecelakaan. Sosialisasi Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan kepada para pengendara sepeda motor diadakan secara rutin dengan menyelenggarakan penyuluhan ke organisasi-organisasi baik swasta maupun negeri, tujuannya mengingatkan kembali para pengendara sepeda motor tentang Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 yaitu mengenai tata cara berlalu lintas sehingga para pengendara sepeda motor mengetahui secara langsung bagaimana cara sopan santun berlalu lintas yang baik dan benar, biasanya penyuluhan tersebut dilakukan secara berkala dan kadang pihak kepolisian itu sendiri diundang oleh beberapa organisasi yang salah satunya adalah sebagai narasumber pada seminar-seminar di perguruan tinggi, biasanya pihak-pihak yang mengikuti penyuluhan tersebut dikoordinasi sendiri oleh organisasi tersebut. Menurut anggota Satlantas Polresta Denpasar yaitu Sandra Dewi bahwa kegiatan tersebut disambut dengan baik, akan tetapi keterlibatan para pengendara sepeda motor masih kurang. Selain kegiatan penyuluhan, bentuk sosialisasi lain yang dilakukan pihak kepolisian yaitu membagi-bagikan selebaran atau brosur mengenai tata cara berlalu lintas dan juga memasang spanduk-spanduk mengenai imbauan tertib berlalu lintas yang di pasang di beberapa tempat sepanjang jalan By Pass Ngurah Rai. Menurut anggota polisi lalu lintas yaitu D. D. Gonzales dan Sandra Dewi serta berdasarkan penelitian di lapangan terungkap pula bahwa selain upaya preventif, pihak kepolisian pun melakukan upaya represif yaitu menerapkan peraturan lalu lintas dengan tegas, melakukan razia/operasi secara rutin dan menindak pelanggaran dengan tilang agar pengendara sepeda motor jera. Dari upaya-upaya tersebut pihak kepolisian ( berdasarkan hasil wawancara dengan D. D. Gonzales pada tanggal 12 Juli 2012) menilai bahwa pengadaan razia atau operasi secara rutin dinilai lebih efektif untuk meminimalisir pelanggaran yang dilakukan pengendara sepeda motor dibanding dengan upaya lainnya, karena dengan kehadiran polisi lalu lintas di lapangan, 16

para pengendara sepeda motor cenderung mentaati peraturan lalu lintas dan lebih memperhatikan kelengkapan surat-surat kendaraan mereka. Berdasarkan uraian-uraian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kesadaran hukum masyarakat, salah satunya adalah faktor penegak hukum dalam hal ini yaitu polisi lalu lintas. Sebagaimana yang di kemukakan oleh D. D. Gonzales pada wawancara hari kamis 12 Juli 2012 bahwa polri khususnya satuan lalu lintas telah berupaya secara terus menerus baik melalui kegiatan preventif meliputi kegiatan penjagaan, pengaturan, patroli dan dikmas lantas berupa penyuluhan tentang pengetahuan lalu lintas maupun kegiatan dalam penegakan hukum berupa penindakan terhadap para pelaku pelanggaran lalu lintas sebagai salah satu upaya untuk menumbuhkan efek jera dalam melakukan pelanggaran lalu lintas.
Usaha dalam rangka mewujudkan keselamatan jalan raya merupakan tanggung jawab bersama antara pengguna jalan dan aparatur negara yang berkompeten terhadap penanganan jalan raya baik yang bertanggung jawab terhadap pengadaan dan pemeliharaan infra dan supra struktur, sarana dan prasarana jalan maupun pengaturan dan penegakkan hukumnya hal ini bertujuan untuk tetap terpelihara serta terjaganya situasi Kamseltibcar Lantas di jalan raya secara terarah dan mencapai sasaran yang diharapkan, partisipasi aktif dari pemakai jalan terhadap etika. Sopan santun dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku merupakan suatu hal yang paling penting guna terwujudnya keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas, sesuai dengan sistem perpolisian modern menempatkan masyarakat sebagai subjek dalam menjaga keselamatan pribadinya akan berdampak terhadap keselamatan maupun keteraturan bagi pengguana jalan lainnya, untuk mewujudkan hal tersebut perlu dilakukan beberapa perumusan dalam bentuk 5 (lima) Strategi penanganannya, berupa : 1) Engineering Wujud strategi yang dilakukan melalui serangkaian kegiatan pengamatan, penelitian dan penyelidikan terhadap faktor penyebab gangguan / hambatan keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas serta memberikan saran-saran berupa langkah-langkah perbaikan dan penangulangan serta

17

pengembangannya kepada instansiinstansi yang berhubungan dengan permasalahan lalu lintas. 2) Education Segala kegiatan yang meliputi segala sesuatu untuk menumbuhkan pengertian, dukungan dan pengikutsertaan masyarakat secara aktif dalam usaha menciptakan keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran berlalu lintas dengan sasaran masyarakat terorganisir dan masyarakat tidak terorganisir sehingga menimbulkan kesadaran secara personal tanpa harus diawasi oleh petugas. 3) Enforcement Merupakan segala bentuk kegiatan dan tindakan dari polri dibidang lalu lintas agar Undang-undang atau ketentuan perundang-undangan lalu lintas lainnya ditaati oleh semua para pemakai jalan dalam usaha menciptakan Kamseltibcar lantas. a. Preventif Segala usaha dan kegiatan untuk memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, memelihara keselamatan orang, benda, masyarakat termasuk memberikan perlindungan dan pertolongan khususnya mencegah terjadinya pelanggaran yang meliputi pengaturan lalu lintas, penjagaan lalu lintas, pengawalan lalu lintas dan patroli lalu lintas. b. Represif Merupakan serangkaian tindakan penyidik untuk mencari dan menemukan sesuatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana yang meliputi penindakan pelanggaran lalu lintas dan penyidikan kecelakaan lalu lintas. 4) Encouragement Encouragement bisa diartikan : desakan/pengobar semangat. Bahwa untuk mewujudkan kamseltibcar Lantas juga dipengaruhi oleh faktor individu setiap pemakai jalan, dimana Kecerdasan Intelektual individu / kemampuan memotivasi dalam diri guna menumbuhkan kesadaran dalam dirinya untuk beretika dalam berlalu lintas dengan benar sangat dibutuhkan untuk mewujudkan hal tersebut. Menumbuhkan motivasi dalam diri bisa dipengaruhi oleh faktor Internal (kesadaran diri seseorang) maupun eksternal (lingkungan sekitarnya). Selain dari pada itu desakan semangat untuk menciptakan situasi lau lintas harus dimiliki oleh semua stake holder yang berada pada struktur pemerintahan maupun non pemerintah yang

18

berkompeten

dalam

bidang

lalu

lintas

sehingga

semua

komponen

yang

berkepentingan serta pengguna jalan secara bersama memiliki motivasi dan harapan yang sama dengan mengaplikasikannya didalam aksi nyata pada kehidupan berlalu lintas di jalan raya. 5) Emergency Preparedness and Response Kesiapan dalam tanggap darurat dalam menghadapi suatu permasalahan lalu lintas harus menjadi prioritas utama dalam upaya penanganannya, kesiapan seluruh komponen stake holder bidang lalu lintas senantiasa mempersiapkan diri baik sumber daya manusia, sarana dan prasarana serta hal lainnya dalam menghadapi situasi yang mungkin terjadi, pembernayaan kemajuan informasi dan teknologi sangat bermanfaat sebagai pemantau lalu lintas jalan raya disamping keberadaan petugas dilapangan, dalam mewujudkan Emergency Preparedness and response ini perlu adanya konsignes yang jelas di seluruh stake holder dan dalam pelaksanaannya harus dapat bekerja sama secara terpadu sesuai dengan S.O.P yang telah ditetapkan bersama.

Kegiatan pembinaan masyarakat tentang lalu lintas dapat dijalankan dengan baik terus menerus konsisten dan berkesinambungan sehingga pada gilirannnya masyarakat dapat menyadari bahwa masalah lalu lintas adalah merupakan kepentingan bersama. Pendidikan masyarakat tentang lalu lintas yang disingkat Dikmas Lantas adalah kegiatan yang meliputi segala usaha untuk menumbuhkan pengertian, dukungan dan pengikut serta meliputi segala usaha peran serta masyarakat secara aktif dalam usaha menciptakan keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas. Tujuannya yaitu untuk memperdalam dan memperluas pengertian pada masyarakat terhadap masalah-masalah lalu lintas yang dihadapi serta menyadarkan masyarakat untuk membantu rencana kebijaksanaan dan cara-cara yang ditempuh dalam menyelesaikan masalah-maslah lalu lintas, sehingga dapat menemukan kesadaran masyarakat pemakai jalan pada umumnya dan para pengemudi pada khususnya. 3. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 19

a. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesadaran hukum masyarakat yaitu : 1. Pengetahuan masyarakat terhadap peraturan-peraturan yang berkaitan dengan lalu lintas. 2. Pemahaman tentang peraturan lalu lintas menyangkut masalah pemahaman masyarakat tentang tujuan dari peraturan lalu lintas, hal-hal yang diatur dalam peraturan tersebut, sehingga masyarakat tahu apa yang harus dilakukan, boleh dilakukan dan yang dilarang oleh hukum. 3. Perilaku hukum, yaitu sikap masyarakat terhadap peraturan lalu lintas. b. Usaha-usaha yang dilakukan kepolisian dalam meningkatkan kesadaran hukum masyarakat antara lain : 1) Upaya Preventif yaitu Sosialisasi Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan kepada para pengendara sepeda motor diadakan secara rutin dengan menyelenggarakan penyuluhan ke organisasi-organisasi baik swasta maupun negeri. 2) Upaya Represif yaitu menerapkan peraturan lalu lintas dengan tegas, melakukan razia/operasi secara rutin dan menindak pelanggaran dengan tilang agar pengendara sepeda motor jera. Daftar Pustaka Abdul Manan, 2005, Aspek-Aspek Pengubah Hukum, Kencana Prenada Media, Jakarta. Achmad Kosasih Djahiri, 1985, Strategi Pengajaran Afektif Nilai Moral VCT dan Game Terhadap VCT, IKIP, Bandung. Arif Budiarto dan Mahmudah, 2007, Rekayasa Lalu Lintas, UNS Press, Surakarta. H.R. Ojte Salman Soemodiningrat, 1989, Beberapa Aspek Sosiologi Hukum, Alumni, Bandung. --------------------- , 2009, Filsafat Hukum (Perkembangan dan Dinamika Masalah), Refika Aditama, Bandung. Kokom Komalasari, 1998, Pengaruh Motif Berafiliasi Status Sosial Ekonomi dan Proses Pembelajaran Terhadap Tingkat Kesadaran Hukum Lalu Lintas dan

20

Angkutan Jalan Anggota Kesadaran di Kotamadya Bandung, Tesis, IKIP, Bandung Muslan Abdurrahman, 2009, Sosiologi dan Metode Penelitian Hukum, UMM Press, Malang. Rony Hanitijo Sumitro, 1990, Permasalahan Hukum di Dalam Masyarakat, Alumni, Bandung. Soerjono Soekanto, 1982, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum, Rajawali Press, Jakarta. ---------------------, 1990, Polisi dan Lalu Lintas, Mandar Maju, Bandung. ---------------------, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta.

21

Anda mungkin juga menyukai