Anda di halaman 1dari 5

Awan Mendung Penanggungan

Dahulu terdapat sebuah desa bernama Desa Sukoreno warganya hidup dengan makmur. Hasil bumi yang melimpah ruah membuat wargamya hidup dalam berkecukupan. Semua yang dibutuhkan tinggal memetik di kebun dan sawah sendiri. Sehingga setiap musom panen mereka mengadakan suatu acara semacam selamatan sebagai tanda syukur kepada Tuhan YME atas segala hasil bumi yang diberikan. Namun ketenangan itu berlangsung lama hingga sekawanan perampok bersenjata tak dikenal dating seminggu sekali dan bertindak semau mereka sendiri. Mereka menetapkan aturan bahwa setengah dari hasil pertanian dan perkebunan akan menjadi milik para perampok. Bagi mereka yang menentang, maka senapanlah ujung- ujungnya. Pak, ayo pergi berunding dengan Pak Lurah untuk mengatasi kawanan perampokperampok itu! pinta seorang pemuda bernama Jaka Sambang pada bapaknya. Buat apa kita susah susah. Warga desa sudah pernah melawan, tapi tak ada hasilnya,jawab bapaknya pasrah. Sudah, tidur sana! lanjutnya. Saat tidur Jaka bermimpi. Dalam mimpinya ia bertemu dengan seorang kakek.Pergilah bertapa di puncak gunung besar itu. Di sana kau akan mendapat petunjuk bagaimana cara mengusir para penjahat itu dari desamu. Perintah kakek itu. Tak lama kemudian Jaka bangun dan menceritakan mimpinya kepada orang tuanya. Pada mulanya kedua orang tuanya tak menyetujuinya. Tapi lama-kelamaan nerubah pikiran.Aku akan bertapa selama tujuh hari tujuh malam bu, Jaka pergi dulu ya! Ini bekalmu. Hati hati Nak, cepat pulang ya! pesan ibu. Jaka mulai neranjak meninggalkan desanya dan memulai perjalanannya. Untuk mencapai puncak gunung. Jaka harus melewati nenerapa sungai, jalanan terjal, dan bukit bukit. Di tengah perjalanan Jaka bertemu seekor burung alap alap yang terluka . Kasihan, engkau pasti sakit sekali. Untunglah tadi ibu membawakan perban dalam tasku,gumam Jaka. Setelah menolong, sejenak ia beristirahat dan bersandar pada sebuah batu sambil menikmati indahnya pemandangan. Hmmmm,, enak sekali masakannya. Setelah tenaganya terisi kembali dan burung alap-alap yang ditemukan agak baikan, Jaka berdiri dan akan melanjutkan perjalanannya, ia bermaksud melepaskan burung tersebut, tetapi ia merasa kasihan karena kondisi burung itu belum benar benar baik. Baiklah, aku akan mengajakmu ke puncak! sahut Jaka. Sesampainya di puncak. Jaka langsung bertapa di sebuah kawah yang luasnya mencapai dua hektar. Ia memiliki tempat yang untuk bertapa. Kapan anak kita pulang, Pak? rintih ibu Jaka. Sabar Bu, kalau tidak salah Jaka bertapa di gunung itu selama tujuh hari tujuh malam. Ini kan baru lima hari. Jadi kurang dua hari lagi Bu, jawab ayah Jaka. Tapi Ibu takut ada apa-apa.

Sudahlah, semuanya akan baik-baik saja. Serahkan saja semuanya pada Yang Kuasa Bu. Dokdokdok buka pintunya. Buka pintunya, cepat! suara perampok di nalik pintu. Rasa takut dan gelisa selalu dating setiap kali para perampok itu datang. Mereka selalu memintah jatah panen setiap penduduk desa. Sehingga pendapatan warga menurum. Inihasil panen kami! ucap bapak Jaka. Pada hari ketujuh Jaka mendapat sebuah pesan dalam tapanya. Ia mendapat perintah untuk menjajahi kawasan gunung besar ini beserta anak anak gunung (bukit) di sekitarnya yang belum pernah disinggahi. Jaka juga diharuskan mempelajari apa saja yang ditemuinya. Setiap hal hal yang baru akan sangat bermanfaat nantinya. Dengan rasa percaya diri Jaka mulai berjalan menuruni gunung bersama burung alap alapnya. Baru beberapa menit berjalan, awan gelap menyelimuti gunung sebesar itu. Dipastikan akan turun hujan yang amat lebat. Jaka segera berlari mencari temapt berteduh. Akhirnya ia berlindung di dalam gua untuk beberapa saat hingga hujan reda. Secara tak sengaja, Jaka terus menyusuri Lorong yang semakin lebar itu. Terkejutlah ia setelah melihat bahwa di depannya terdapat sebuah pemakaman yang sangat menyeramkan dan beraroma mistis. Hei kalian berdua, ada keperluan apa kalian datang kemari. Geram sesosok makhluk putih yang melayang layang di antara kegelapan. Ma...........maaf, kami tak bermaksud mengganggumu. Kami hanya menumpang berteduh. Di luar hujannya lebat sekali. Jawab Jaka ketakutan. Pantas saja semua teman temanku yang ada di sini merasa gelisah dengan suara air hujan yang tak kunjung reda. Kami sangatlah benci pada hujan yang turun terlalu deras,keluh makhluk itu. Kami juga begitu! jawab Jaka. Bisakah kau hentikan hujan ini! Jika kau berhasil menghentikan hujan ini, akan kuberi hadiah apa saja! pinta makhluk putih itu . Baiklah, bila berhasil aku meminta kau beserta teman temanmu membunuh manusia manusia bersenjata yang akan datang lusa nanti.jawab Jaka. Bergegaslah Jaka melawan derasnya hujan untuk kembali lagi ke puncak gunung. Di sana Jaka kaget setelah melihat kawah yang sebelumnya ia gunakan sebagai tempat bertapa sekarang telah terisi oleh air. Dalam sekejap menjadi sebuah danau. Anehnya lagi, ia melihat sekawanan wanita- wanita cantik berendam di sana. Wahai Putri, siapa pun engkau, tolonglah saya! Hentikanlah hujan ini! pinta Jaka memelas. Siapa kau, seenaknya saja memerintah- merintah? bentak sang putrid. Saya Jaka Sambang dari Desa Sukoreno yang berada di kaki bukit gunung ini. Saya melakukan perjalanan untuk mempertahankan ketentraman desa saya dari keonaran para perampok. Tolong saya, hentikan hujan ini dan turunkan hujan lebat seperti ini lusa nanti! pinta Jaka. Apa balasannya untuk kami setelah kami melakukan itu? Wahai Putri-putri, engkau dapat menggunakan kawah ini sewakatu-waktu dan sepuasnya untuk tempat berendam setelah semua keonaran itu usai! jawab Jaka.

Baiklah, akan kukabulkan keinginanmu demi desa yang kau cintai, tutur sang putrid langsung menghilang. Tak lama kemudian hujan pun reda. Dalam sekejap pula danau yang di penuhi air itu mongering perlahan. Langit cerah kembali dan tampaklah pelangi yang begitu indah. Jaka kembali menuruni gunung bersama burung alap-alapnya. Jalan yang terjal dan curam pun berhadil Mereka melewati, di tempat ini mereka bertemu dengan pemburu. Semua binatang apapun pasti diburuhnya. Mereka kemudian lari secara sembunyi-sembunyi, tapi si alapalap sudah menjadi incaran. Lari kesana kemari pun mereka tak tak dapat tenang. Si pemburu itu selalu menemukan di mana saja mereka bersembunyi. Dordor.....kena kau! seketika Jaka kaget dengan suara tembakan itu. Setelah diselidiki, ternyata burung alap alap yang selama ini menemani perjalanannya sekarat terkenah timah panas. Tidak...................bagaimana ini! rintih Jaka Jangan pedulikan aku, lanjutkan perjalananmu. Tinggalkan aku sendiri di sini. Satu pesan untukmu, janganlah kau lewati jurang ini lagi, aku akan menghantui siapa pun yang melewati jurang ini. Maka bawalah kawanan perampok itu kemari. Pasti akan kuhantui mereka satu persatu, sekarang pergilah! Percayalah aku akan selalu berada di dekatmu, di sampingmu, dan di hatimu. Pesan alap-alap terakhir. Perlahan tapi pasti, Jaka melanjutkan perjalanannya kembali. Saat ini dia sudah dekat dengan desanya. Namun haruslah melewati dan mendaki anak gunung (bukit) dihadapannya. Saat diatas puncak bukit itu, ia berjumpa dengan seorang kakek yang pernah mendatanginya sewaktu mimpi. Bagaimana keadaanmu? Tanya sang kakek. Baik-baik saja kek, jawabnya. Jaka bawalah perampok-perampok itu kemari. Pada hari-hari tertentu bukit ini dipenuhi dengan emas-emas yang berserakan. Tapi semua emas-emas itu hanya khayalan saja dan semuanya palsu. Bagi mereka yang jahat dan serakah, maka setelah emas itu diambil akan berubah menjadi malapetaka yang menghancurkan, Nasihat sang kakek. Baik kek, pasti kulakukan, jawab Jaka senang. Setelah itu sang kakek langsung menghilang. Jaka juga cepat-cepat menuruni bukit itu. Akhirnya, perjalanan ini usai sudah, ucapnya dengan tertatih-tatih. Selesailah tugasnya dan ia telah berhasil pulang dengan selamat. Segalanya ia ceritakan pada warga desanya termasuk orangtuanya. Keesokan harinya, Jaka berdiskusi dan berbagi tugas dengan warga. Agar kegiatan ini berjalan lancar, semua penduduk haruslah berpartisipasi. Penduduk desa terbagi menjadi empat kelompok. Kelompok pertama pergi kekawah dipuncak gunung, kelopmok kedua pergi ke gua misterius yang letaknya tak terlalu jauh dari puncak, kelopmok ketiga pergi kejurang alap-alap dan kelompok ke empat pergi kebukit emas, usulnya. Setelah semua warga menyetujui dan mengetahui tugasnya masing-masing, mereka mempersiapkan segala sesuatunya untuk esok hari. Mereka juga di jelaskan secara menditail oleh jaka sehingga persiapan mereka matang. Sang fajar mulai menampakkan wajahnya, semua warga telah siap mempertahankan ketentraman desanya.Kelompok kelompok yang sudah terbentuktelah siap siaga di masing masing gapura Desa. Mereka menyebar kea rah timur, barat, utara, dan selatan untuk mencegah para perampok agar tidak memasuki desa dari arah manapun.

Tibalah saatnya beraksi. Semua kelompok berhasil mengelabui para perampok. Mereka digiring bagai domba ke tempat yang telah direncanakan sebelumnya. Jaka tidak ikut dalam kelompok manapun. Ia sudah mempercayakan pada warga desa sehingga tinggallah ia sendiri di desanya. Semua yang dilaksanakan berjalan lancer. Kelompok pertama berhasil mengajak perampok yang dating dari timur ke tengah-tengah kawah gunung di puncak. Tuan, mari kita ke puncak. Di sana buahnya masih segar-segar dan siap di panen, tipu warga. Perampok-perampok itu tak curiga sedikit pun. Kelompok kedua juga berhasil mengajak perampok yang berasal dari barat ke dalam gua dengan alasan di gua tersebut terdapat tambang timah yang baru ditemukan oleh warga. Tanpa basah-basih lagi perampok-perampok itu menyerbu tempat itu. Apakah tuan-tuan ingin memetik buah hasil panen yang masih segar dan ranum dari langsung pohonya di atas puncak bersama kami? bujuk warga. Baiklah! Tapi hasilnya harus kalian serahkan pada kami setengahnya! jawab perampok. Ya tuan. Kita harus melewati jembatan di atas jurang alap-alap, hanya itu satusatunya jalan. Kalua begitu silakan tuan duluan! tipu warga terhadap perampok yang dating dari utara. Demikian pula dengan kelompok keempat juga berhasil mengajak perampok yang berasal dari selatan menuju Bukit Emas yang terkenal dengan emasnya. Di saat semua warga bertugas, Jaka sendirian di desa. Ia dikagetkan dengan kedatangan tiga orang tak dikenal dari luar desa. Mau apa kalian kemari ? gertak Jaka. Kami mau mengambil bibit jagung manis milik warga di sini kata orang itu. Enak saja kalian! jawab Jaka. Hajar saja dia! kata seseorang yang tak dikenal itu. Setelah dihajar Jaka tak sadarkan diri. Tak lama kemudian awan tebal menyelimuti gunung itu. Semua perampok yang serakah itu tak memperdulikannya dan tetap mengurusi harta di depan mata mereka. Sementara semua warga bergegas pulang. Hujan lebat mulai turun. Dalm sekejap kawah di atas gunung berubah menjadi danau, sehingga para perampok itu mati tenggelam. Sementara perampok yang berada di dalam gua mati dibunuh kawanan hantu. Perampok di jurang dihantui satu persatu oleh alap-alap hingga mereka tersesat dan tercebur ke dalam jurang. Begitu pula dengan perampok di atas bukit, malapetaka berupa badai menghantam mereka. Semua perampok itu mati dalam sekejap. Namun semua warga desa pulang dengan selamat dan bahagia. Jaka, Jaka. Kenapa sampai babak belur begini? Tanya ibunya. Tadi saya di datangi tiga orang tak dikenal, jawab Jaka. Lho! Mereka itu siapa ? balas bapaknya. Entahlah, aku juga tak tahu. Mereka bertiga bermaksud mengambil bibit jagung manis milik warga, lalu Jaka larang. Dan akhirnya babak belur deh! Karena takut, mereka langsung kabur dan bibit jagungnya tak jadi diambil, jawabnya.

Orang tua Jaka mengajak melawan orang tak dikenal itu dengan cara seprti kemarin yaitu dibujuk agar pergi ke gunung, Tidak, hal itu mustahil. Pertama, sihir-sihir itu sudah lenyap dan tak seorang pun tahun kapan kembali. Kedua, mereka belum mengambil bibit jagung! sangkal Jaka. Ya sudah, saat mereka kembali ajak saja berunding baik-baik. Lalu beri saja mereka bibitnya, beres kan! tutur ibunya. Setelah damai beberapa hari, Jaka menanyakan nama gunung besar yang pernah di dakinya. Tapi tak seorang pun mengetahuinya. Timbullah ide dalam benak Jaka, untuk member nama gunung ini. Semua hal buruk yang dating menimpa gunung ini, dapat terselesaikan dengan tuntas. Buktinya perampok jahat terkalahkan juga berkat kawah berdanau, gua, Bukit Emas, dan jursng Alap-alapyang terkandung dalam gunung itu sendiri. Maka dipastikan gunung ini benci keonaran. Bagaimana kalau namanya Penanggungan, usul Jaka. Penaggungan? sahut bapaknya. Ya, gunung ini dapat menagnggung semua bebannya sendiri, bahkan orang-orang yang hidup di sekitar gunung ini selalu mendapatkan kenyamana, jelasnya. Bicara apa kau Jaka , Tanya ibunya. Tak tak tahu bu! jawabnya. Tak lama kemudian muncul kakek tua dari tubuh Jaka. Ternyata kakek itulah yang berbicara demikian melalui perantara Jaka. Faktanya memang benar, sehingga saat ini kehidupan masyarakat di kaki Gunung Penanggungan aman-aman saja. Kebiasaan warga desa untuk acara selamatan itu pun berlangsung hingga saat ini. Selamatan itu sekarang lebih dikenal dengan sebutan sendekahan. Bahkan dari sederet peristiwa yang terjadi, gunung ini masih menyisihkan kejadian yang terbilang cukup unik dan menarik. Peristiwa ini merupakjan kejadian alam, bukan sihir atau suatu kebetulan. Jika puncak Penaggungan tertutup awan/mendung di pagi hari. Dapat dipaastiokan daerah Pasuruan pada siang/sore harinya akan mendung juga. Dan besar kemungkinan akan turun hujan. Hal tersebut merupakan symbol yang dipercayai oleh penduduk dan warga sekitar Gunung Penaggungan hungga saat ini. Fenomena semacam ini sangatlah membantu. Cuaca di daerah sekitar Gunung Penanggungan dapat dilihat secara nyata tanpa melalui media radio maupun televisi

*Penulis Berasal dari Jogosari, Pandaan, Pasuruan

Anda mungkin juga menyukai