receptor
spesifik pada
permukaan bakteri, sehingga bakteri dapat menempel pada akar rambut kedelai.
Pelekatan Bradyrhizobium pada bulu-bulu akar bergantung pada ketepatan senyawa
makromolekul yang dikeluarkan oleh tanaman dengan polisakarida yang terdapat
pada permukaan sel bakteri Bradyrhizobium. Salah satu jenis lektin yang sering
dikeluarkan akar tanaman legum adalah adalah trifolin, sedangkan polisakarida yang
sering terdapat pada permukaan sel bakteri bintil akar tersebut adalah 2-
Nurhayati : Tanggap Tanaman Kedelai Di Tanah Gambut Terhadap Pemberian Beberapa J enis Bahan Perbaikan
Tanah, 2008
USU Repository 2008
47
deoksiglukosa dan secara selektif berinteraksi dengan lectin asal akar tanaman legum
tertentu. Penggabungan kedua senyawa ini dapat membentuk suatu ikatan yang kuat,
sehingga terjadi pelekatan bakteri pada bulu-bulu akar. Triptofan yang dikeluarkan
bakteri kemudian diubah menjadi Indoleacetic acid (IAA). Senyawa IAA inilah yang
merangsang pembengkokan bulu akar, setelah terjadi pembengkokan Bradyrhizobium
akan masuk ke dalam bulu-bulu akar dan segera membentuk benang-benang saluran
infeksi. Bradyrhizobium akan masuk ke dalam sel kortek dari akar, di dalam sel
kortek bakteri akan menempati sitoplasma, membentuk sel yang disebut bakteroid,
dan menghasilkan stimulan yang menyebabkan sel kortek aktif membelah sehingga
menghasilkan sel-sel poliploid. Pembentukan sel ini akan menyebabkan
pembengkakan jaringan, kemudian membentuk struktur bintil yang berisi bakteri
Bradyrhizobium, dan menonjol sampai di luar akar tanaman inangnya. Struktur ini
berasosiasi sangat erat dengan jaringan pembuluh akar disebut sebagai bintil akar
atau nodul.
Bakteroid adalah suatu struktur yang menggembung serta dapat mengikat
nitrogen dari udara dan terdapat pada pusat bintil akar dikelilingi oleh sel kortek dan
merupakan tempat penambatan nitrogen dari udara. Di dalam bintil yang aktif
menambat nitrogen, kehadiran bakteroid ini menunjukkan warna kemerah-merahan
karena adanya leghemoglobin, yaitu pigmen merah yang mirip dengan haegmoglobin
yang terakumulasi pada sel-sel bintil akar tepatnya antara bakteroid dan selubung
memberan pembungkusnya (Brown et al. 1995). Menurut Salisbury dan Ross (1995)
bakteroid mempunyai enzim nitrogenase yang merupakan kunci utama dalam reaksi
Nurhayati : Tanggap Tanaman Kedelai Di Tanah Gambut Terhadap Pemberian Beberapa J enis Bahan Perbaikan
Tanah, 2008
USU Repository 2008
48
penambatan nitrorogen. Enzim tersebut dikenal juga dengan nama kompleks
nitrogenase yaitu suatu enzim yang terdiri dari dua rantai polipeptida dan tersusun
dari dua komponen utama yaitu:
(1) Komponen nitrogenase yang mempunyai rantai Fe-S-Mo-polipeptida dengan
berat molekul sebesar 200.000.
(2) Komponen reduktase yang mempunyai rantai Fe S-Polipeptida dengan berat
molekul sebesar 60.000.
Proses reduksi N
2
adalah sebagai berikut:
N
2
+ 6 e
-
+ 12 ATP + 12 H
2
O 2 NH
4
+
+ ADP + 12 Pi + 4 H
+
Pada reduksi N
2
oleh enzim nitrogenase memerlukan energi yang berasal dari
ATP (adenosine triphosphate) yang dihasilkan melalui fosforilasi oksidatif, ion Mg,
agen pereduksi sebagai sumber elektron dan kondisi aerobik. Energi yang diperlukan
untuk mereduksi N
2
menjadi NH
3
setara dengan 12 molekul ATP untuk setiap
molekul N
2
. Agar kebutuhan energi yang tinggi dapat dipenuhi maka bakteroid
melakukan respirasi aerob dan membutuhkan O
2,
akan tetapi konsentrasi O
2
harus
sangat rendah karena O
2
dalam konsentarsi yang tinggi dapat menghambat
penambatan nitrogen karena nitrogenase sangat sensitif terhadap oksigen bebas.
Konsentrasi O
2
di dalam bintil akar diatur oleh leghemoglobin sebagai suatu senyawa
protein yang dapat mengikat O
2.
Hasil reduksi N
2
adalah NH
3
yang kemudian akan
tergabung membentuk asam glutamat, glutamin, asam aspartat dan alanin. Hasil
sintesis asam amino itu kemudian akan ditransportasikan ke bagian tanaman melalui
Nurhayati : Tanggap Tanaman Kedelai Di Tanah Gambut Terhadap Pemberian Beberapa J enis Bahan Perbaikan
Tanah, 2008
USU Repository 2008
49
jaringan xilem sehingga dapat dipakai oleh tanaman inang (Rao 1994; Brown et al.
1995; Killham dan Foster 1995).
Selain itu bakteri bintil akar ini juga mempunyai enzim nitrogenase yang
dapat mengoksidasi H
2
menjadi ion H
+
dan elektron sehingga keduanya dapat
digunakan kembali untuk mereduksi N
2
dan pembentukan ATP. Pembawa elektron
dalam struktur bakteroid bakteri bintil akar adalah feredoksin dan flavodoksin. Asam
B-hidroksibutirat merupakan suatu senyawa yang diakumulasikan dalam jumlah
besar sebagai suatu polimer dalam bakteroid dan mempunyai kemampuan untuk
memberikan donor elektron kepada N melalui koenzim NaDH (Rao 1994).
Pada simbiosis antara bakteri dan tanaman inang, tanaman inang
(makrosimbion) akan memberikan subtrat karbon sebagai sumber energi, dan bakteri
mereduksi N
2
menjadi NH
3
yang kemudian ditransportasi ke jaringan tanaman untuk
sintesis protein (Rao 1994). Kemampuan bakteri bintil akar menyusup ke dalam akar
rambut dan membentuk bintil akar dinyatakan sebagai infektivitas. Kemampuan
bakteri bintil akar menambat N
2
disebut efektivitas. efektivitas inokulan dapat
diperiksa dengan mencabut dan melihat bintil akar pada umur 20 hari. Strain bakteri
bintil akar yang tidak efektif akan membentuk bintil akar yang tidak efektif juga.
Bintil akar yang tidak efektif umumnya berukuran kecil, bulat, putih dan menyebar
pada seluruh sistem perakaran. Sebaliknya, strain bakteri bintil akar yang efektif akan
membentuk bintil akar yang efektif. Strain ini hanya membentuk beberapa bintil
tetapi berukuran lebih besar, berwarna pink dan berbentuk memanjang dan letaknya
cenderung menggumpal pada leher dan daerah-daerah sekitarnya (Rao 1994).
Nurhayati : Tanggap Tanaman Kedelai Di Tanah Gambut Terhadap Pemberian Beberapa J enis Bahan Perbaikan
Tanah, 2008
USU Repository 2008
50
Pembentukan bintil akar dan penambatan nitrogen dipengaruhi oleh faktor
genetik, biologis dan faktor lingkungan.
Faktor genetik. Suatu strain bakteri bintil adalah spesifik untuk suatu genus
atau suatu spesies leguminosa, artinya mampu membentuk bintil akar pada tanaman
legum tersebut walaupun bintil bintil tersebut tidak mempunyai kemampuan
menambat N.
Menurut Rao (1994), Keefektifan menambat nitrogen tergantung dari strain
bakteri bintil akar dan varietas legum dimana antara keduanya terdapat
ketergantungan genetik. Efisiensi simbiosis penambatan nitrogen hayati tergantung
kepada kecocokan dari kedua patner yaitu mikrosimbion dan makrosimbon dan
keduanya dipengaruhi pula oleh sejumlah faktor lingkungan rhizosphere.
Faktor biologis. Pembentukan bintil akar di dalam tanah dipengaruhi oleh
adanya musuh alami seperti nematoda, serangga, serta rhizofag (virus untuk bakteri
bintil akar) dan bakteri yang merupakan parasit terhadap bakteri bintil akar.
Faktor lingkungan yang mempengaruhi infektivitas dan efektivitas bakteri
terutama sekali pH tanah, kandungan hara, kelembaban, suhu.
Mikroorganisme Selulolitik
Gambut terbentuk dari serasah organik oleh karena itu menurut Noor (2001)
komposisi senyawa kimia tanah gambut terdiri dari hemiselulosa, selulose, lignin,
protein, dan senyawa dapat larut dalam ether, alkohol dan air. Biomasa lignoselulosa
Nurhayati : Tanggap Tanaman Kedelai Di Tanah Gambut Terhadap Pemberian Beberapa J enis Bahan Perbaikan
Tanah, 2008
USU Repository 2008
51
umumnya sulit dihidrolisis baik secara kimia maupun secara enzimatis (Darnoko
1994).
Dekomposisi senyawa organik merupakan proses biodegradasi (perombakan
secara biologis) terhadap senyawa organik dan mikroorganisme tanah mempunyai
peranan penting dalam proses ini. Mikroorganisme yang berperan dalam perombakan
bahan organik yang mengandung selulosa dinamakan mikroorganisme selulolitik
yang dapat berupa fungi, bakteri, aktinomisetes maupun protozoa. Diantara
mikroorganisme selulolitik yang sudah banyak dipelajari adalah dari golongan jamur
antara lain (Chaetonium sp., Tricoderma sp., Aspergillus sp,. dan Humicola sp.), dari
golongan bakteri (Cellumonas sp., Cytophage sp., Clostridium sp.), dari golongan
aktinomycetes (Nocardia sp., dan Streptomyces sp.) (Rao 1994).
Mikroorganisme selulolitik mempunyai kemampuan tumbuh pada selulosa
dan dapat mendekomposisi bahan-bahan selulosa sebagai respon terhadap adanya
selulosa dalam lingkungan tempat hidupnya, karena mikroorganime selulolitik ini
dapat menghasilkan enzim selulase yang berperan sebagai katalisator dalam proses
hidrolisis selulosa.
Mikroorganisme selulolitik seperti jamur, bakteri, dan aktinomicetes banyak
terdapat pada-tanah pertanian, hutan, jaringan hewan atau tumbuhan yang telah
membusuk. Beberapa diantaranya seperti aktinomisetes dan myxobakteria meliputi
genus Imperfekti Cyitophage dan Sporocytophage dapat dengan mudah merombak
selulosa seperti penambahan inokulasi pada pembuatan kompos adalah usaha untuk
mempercepat proses pengomposan (Azhari 2000).
Nurhayati : Tanggap Tanaman Kedelai Di Tanah Gambut Terhadap Pemberian Beberapa J enis Bahan Perbaikan
Tanah, 2008
USU Repository 2008
52
Kondisi tanah gambut yang miskin hara dengan nisbah C/N yang tinggi maka
untuk mempercepat proses dekomposisi perlu penambahan mikroorganisme
selulolitik yang berfungsi merombak selulosa yang terdapat pada tanah gambut
sehingga dapat meningkatkan ketersediaan hara tanaman dan memacu tingkat
kematangan tanah gambut. Munir (1995) mengemukakan bahwa tingkat kematangan
tanah gambut perlu diperhatikan, karena dengan tingkat kematangan ini sifat fisik,
kimia tanah gambut akan lebih baik bila sudah lanjut.
Mikoriza
Pengertian Mikoriza
Mikoriza adalah suatu struktur sistem perakaran yang termasuk sebagai
manifestasi adanya simbiosis mutualisme antara cendawan (Mices) dan perakaran
(Rhiza) tumbuhan tinggi. Dalam fenomena ini jamur menginfeksi dan mengkoloni
akar tanpa menimbulkan nekrosis sebagaimana biasa terjadi pada infeksi jamur
patogen, dan mendapatkan pasokan nutrisi secara teratur dari tanaman (Rao 1994).
Dalam hal ini cendawan tidak merusak atau membunuh tanaman inangnya tetapi
memberi suatu keuntungan kepada tanaman inang (host) dimana tanaman inang
menerima hara mineral, sedangkan cendawan memperoleh senyawa karbon dari hasil
fotosintesis tanaman inangnya. Hubungan kedua mahluk ini hanya terjadi pada akar
tanaman khususnya pada akar yang halus dan masih muda, dan tidak pernah terjadi
pada bagian yang lain. Mengapa hubungan ini hanya terjadi pada akar lateral yang
muda, masih belum ada jawaban yang pasti. Mungkin kemampuan infeksi hifa
Nurhayati : Tanggap Tanaman Kedelai Di Tanah Gambut Terhadap Pemberian Beberapa J enis Bahan Perbaikan
Tanah, 2008
USU Repository 2008
53
cendawan hanya pada sel korteks atau dinding sel yang masih lembut, atau ada
enzim-enzim tertentu yang dimiliki oleh hifa cendawan yang hanya mampu
menembus dinding sel tumbuhan pada batas umur tertentu.
Berdasarkan struktur tubuh dan cara infeksi terhadap tanaman inang, mikoriza
dapat digolongkan menjadi 2 kelompok besar yaitu ektomikoriza dan endomikoriza.
Endomikoriza dibedakan lebih lanjut menjadi 4 tipe yaitu :
1. phicomicetes atau lebih dikenal sebagai MVA
2. orcidaceous
3. ericoid
4. arbutoid (ektendomikoriza)
Diantara tipe-tipe ini MVA memiliki daerah sebaran yang sangat luas, baik
sektor pertanian, perkebunan maupun kehutanan. Hal ini mungkin disebabkan
manfaat yang diberikan oleh tipe asosiasi mikoriza ini dalam meningkatkan produksi
atau pertumbuhan ketiga sektor tersebut, dimana secara tidak langsung akan
meningkatkan kesejahteraan umat manusia, sehingga keduanya selalu menjadi
perhatian.
Jenis-jenis jamur yang membentuk MVA adalah dari genus-genus
Acauospora, Gigaspora, Glomus, dan Sclerocystis dari famili Endogonaceae, kelas
Phycomycetes. Jamur-jamur tersebut belum dapat ditumbuhkan dalam media buatan
tanpa tanaman inang (Mosse 1981, Gianinazzi-Pearson dan Diem 1982). Jamur
Nurhayati : Tanggap Tanaman Kedelai Di Tanah Gambut Terhadap Pemberian Beberapa J enis Bahan Perbaikan
Tanah, 2008
USU Repository 2008
54
ektomikoriza pada umumnya tergolong ke dalam kelompok Ascomycetes dan
Basidiomycetes.
Mikoriza dan Pertumbuhan Tanaman
Secara umum tanaman yang bermikoriza mempunyai pertumbuhan yang lebih
baik. Hubungan timbal balik antara cendawan mikoriza dengan tanaman inangnya
mendatangkan manfaat positif bagi keduanya. Karenanya inokulasi cendawan
mikoriza dapat dikatakan sebagai 'biofertilization", baik untuk tanaman pangan,
perkebunan, kehutanan maupun tanaman penghijauan (Killham 1994).
Mikoriza mempunyai kemampuan untuk berasosiasi dengan hampir 90 %
jenis tanaman (pertanian, kehutanan, dan perkebunan). Tanaman pertanian yang telah
dilaporkan terinfeksi MVA adalah kedelai, barley, bawang, kacang tunggak, nenas,
padi, kacang tanah, legum penutup dan lain-lain. Khusus untuk kedelai MVA yang
terdapat pada kedelai adalah Glomus macrocarpus, Gigaspora calosporaan.
Prinsip kerja dari mikoriza ini adalah menginfeksi sistem perakaran tanaman
inang, memproduksi jalinan hifa secara intensif sehingga tanaman yang mengandung
mikoriza akan mampu meningkatkan kapasitas dalam penyerapan unsur hara. Secara
umum manfaat pupuk hayati mikoriza menurut Nuhamara (1994) adalah :
1. Memperbaiki struktur tanah.
2. Meningkatkan absorpsi hara dan meningkatkan ketahanan tanaman terhadap
stres air.
3. Proteksi dari patogen dan unsur toksik.
Nurhayati : Tanggap Tanaman Kedelai Di Tanah Gambut Terhadap Pemberian Beberapa J enis Bahan Perbaikan
Tanah, 2008
USU Repository 2008
55
4. Produksi hormon.
Dalam kaitan dengan pertumbuhan tanaman, Munyanziza et el. (1997)
mengusulkan suatu formula yang dikenal dengan istilah "relatif field mycorrhizal
depedency" (RFMD) :
RFMD = [ (BK. tanaman bermikoriza - BK. tanaman tanpa mikoriza) / BK. Tanaman
tanpa mikoriza ] x 100 %
Infektivitas diartikan sebagai daya jamur untuk menginfeksi dan mengkoloni
akar tanaman. Infektifitas dalam hal ini dinyatakan sebagai proporsi akar tanaman
yang terinfeksi. Efektifitas menunjukkan perbandingan besarnya peranan atau
pengaruh mikoriza.
Infektivitas dan efektivitas mikoriza dipengaruhi spesies cendawan, tanaman
inang, interaksi mikrobial, tipe perakaran tanaman inang, dan kompetisi antara
cendawan mikoriza yang disebut sebagai faktor biotik, dan faktor lingkungan tanah
yang disebut sebagai faktor abiotik (Solaiman dan Hirata 1995).
Walau MVA tidak mempunyai spesifitas tertentu tanaman inang, namun
kemampuan menginfeksi dan mengkoloni akar berbeda antar spesies yang satu
dengan yang lainnya. Hal ini diduga karena perbedaan dalam daya adaptasi terhadap
kondisi tanah, keberlimpahan propagul dan sifat fisiologi propagul serta
perkembangan jamur di dalam akar setelah infeksi (Mosse 1981).
Jenis tanaman yang berbeda akan menunjukkan reaksi yang berlainan
terhadap infeksi mikoriza dan secara tak langsung mempengaruhi perkembangan
Nurhayati : Tanggap Tanaman Kedelai Di Tanah Gambut Terhadap Pemberian Beberapa J enis Bahan Perbaikan
Tanah, 2008
USU Repository 2008
56
infeksi dan kolonisasi jamur mikoriza. Perbedaan reaksi tersebut sangat dipengaruhi
oleh aras kepekaan tanaman terhadap infeksi dan sifat ketergantungan tanaman pada
mikoriza dalam serapan hara terutama di tanah yang kekurangan P. Kedua sifat
tersebut ada kaitannya dengan tipe perakaran dan keadaan fisiologi atau
perkembangan tanaman (Mosse 1981).
Faktor lingkungan tanah yang mempengaruhi MVA terutama sekali bahan
organik dan residu akar, unsur hara, pH, suhu, serta kadar air tanah (Gianinazzi-
Pearson 1982).
Tanaman Kedelai
Tanaman kedelai merupakan tanaman yang hidup di daerah tropis, tanaman
ini memerlukan unsur hara untuk pertumbuhannya. Unsur hara yang dibutuhkan
tanaman terutama unsur hara N, P dan K disamping beberapa macam unsur hara
makro dan mikro lainnya. Pemupukan untuk tanaman kedelai pada tanah gambut
berbeda dengan pemupukan pada tanah mineral, hal ini dikarenakan kandungan hara
yang rendah pada tanah gambut. Dosis untuk tanaman kedelai yaitu 45 kg N/ha, 60
kg P
2
O
5
kg/ha dan 60 kg K
2
O/ha (Noor, 2001).
Tanaman kedelai dapat diusahakan di dataran rendah mulai dari 0 500 m
d.p.l. dengan curah hujan relatif rendah (suhu tinggi), tetapi membutuhkan air yang
cukup untuk pertumbuhan tanamannya. Sebagai barometer untuk mengetahui apakah
keadaan iklim di suatu daerah, cocok atau tidak untuk tanaman kedelai, dapat
Nurhayati : Tanggap Tanaman Kedelai Di Tanah Gambut Terhadap Pemberian Beberapa J enis Bahan Perbaikan
Tanah, 2008
USU Repository 2008
57
dibandingkan dengan tanaman jagung yang tumbuh di daerah tersebut. Apabila
tanaman jagung dapat tumbuh baik dan hasilnya juga baik, berarti iklim di daerah
tersebut sesuai untuk tanaman kedelai. Namun kedelai mempunyai daya tahan yang
lebih baik daripada jagung.
Hal terpenting yang diperhatikan dalam pemilihan lokasi atau lahan untuk
penanaman kedelai adalah tata air (drainase) dan tata udara (aerasi) tanahnya baik,
bebas dari wabah nematoda dan reaksi tanah yang ideal adalah 5.07.0. Sementara
tanah gambut memiliki pH antara 2.8-4.5. Berbagai upaya dapat dilakukan untuk
menurunkan derajat kemasaman tanah tersebut, antara lain dengan pemberian bahan
perbaikan tanah seperti kapur dan lumpur laut. Pada tanah yang masam (pH<5.0)
perlu dilakukan pengapuran dengan kapur pertanian (Adisarwanto 2005).
Selain itu untuk meningkatkan status hara tanah gambut adalah dengan
inokulasi mikroba yang bermanfaat seperti mikroorganisme selulolitik, mikroba
pelarut P, mikroba penambat N simbiotik, dan jamur mikoriza. Hasil-hasil penelitian
menunjukkan bahwa Bradyrhizobium dapat meningkatkan ketersediaan unsur
nitrogen melalui simbiosanya dengan tanaman inang, mikroorganisme selulolitik
menigkatkan hara melalui proses dekomposisi bahan organik, mikoriza dapat
meningkatkan ketersediaan fosfat.
Kedelai merupakan salah satu tanaman leguminosa yang mampu
memanfaatkan sumber energi secara biologis. Simbiosa leguminosa-rhizobia mampu
menambat N
2
udara sehingga kebutuhan tanaman akan N dapat terpenuhi. Simbiosa
Nurhayati : Tanggap Tanaman Kedelai Di Tanah Gambut Terhadap Pemberian Beberapa J enis Bahan Perbaikan
Tanah, 2008
USU Repository 2008
Nurhayati : Tanggap Tanaman Kedelai Di Tanah Gambut Terhadap Pemberian Beberapa J enis Bahan Perbaikan
Tanah, 2008
USU Repository 2008
58
leguminosa-mikoriza mampu meningkatkan ketersediaan fosfat bagi tanaman. Agar
simbiosa dapat berjalan baik, maka faktor tumbuh dan berkembang kedelai perlu
diperhatikan
Tanaman muda memerlukan persentase P yang lebih tingi dibandingkan
dengan stadia kemudian, bila tanaman kekurangan P akan terlihat sebelum tanaman
setinggi lutut karena itu distribusi P melalui pemupukan akan segera dapat
menanggulangi keadaan ini (Suprapto 1994).
Tanaman kedelai untuk dapat tumbuh dengan baik terutama membutuhkan
sifat fisik tanah yang baik, termasuk drainase yang baik. Penggunaan tanah gambut
untuk budidaya kedelai hanya dapat dimungkinkan apabila masalah drainase terlebih
dahulu dapat dibenahi, termasuk menurunkan permukaan air tanahnya.
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Tanah, Laboratorium
Sentral, dan rumah kaca Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Penelitian ini dimulai dari bulan Maret sampai dengan November 2007 dengan
jadwal kegiatan penelitian seperti pada lampiran 1.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada penelitiaan ini adalah tanah gambut jenis
hemik yang diambil dari Ajamu daerah Rantau Prapat, Sumatera Utara, benih
kedelai varietas Anjasmoro, koleksi inokulum Bradyrhizobium asal tanah gambut,
koleksi mikroorganisme selulolitik asal tanah gambut (jamur, bakteri,
aktinomycetes), inokulum mikoriza asal tanah gambut dan tanah mineral., kapur
dolomit, lumpur laut dari daerah Belawan, rock fosfat (32 % P
2
O
5
), KCl (60 %
K
2
O), pupuk mikro fitonik, fungisida Dupon Delsene Mx-80 WP, Delouse 200 SL
dan insektisida Chlormite 400 EC , aquades, dan sejumlah bahan kimia yang
digunakan untuk analisis tanah dan analisis tanaman.
Alat yang digunakan antara lain: pot plastik warna hitam, baskom plastik,
hand sprayer, timbangan analitik, ayakan, cangkul, pH meter, oven, dan peralatan
laboratorium lainnya untuk analisis tanah, dan analisis tanaman.
59
60
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) non
faktorial dengan 13 perlakuan dan 2 ulangan. Faktor yang diteliti adalah beberapa
jenis bahan perbaikan tanah yaitu:
AO = kontrol
A1 = kapur dolomit sebanyak 74.70 g/pot (dosis kapur ditentukan dengan
metode kurva Ca(OH)
2
pH 6
A2 = lumpur laut sebanyak 5.07 kg/pot (setara dengan Ca kapur).
A3 = kapur + lumpur laut (1:1)
A4 = Bradyhizobium 10 cc/pot
A5 = mos 10 cc/pot
A6 = mikoriza isolat tanah gambut (isolat campuran Glomus) 100 g
propagul/pot
A7 = mikoriza isolat tanah mineral 100 g propagul/pot
A8 = Bradyrhizobium 10 cc/pot+ mos 10 cc/pot
A9 = Bradyrhizobium 10 cc/pot+ mikoriza isolat tanah gambut 100 g
propagul/pot
(isolat campuran Glomus).
A10 = mos 10 cc/pot+ mikoriza isolat tanah gambut 100 g propagul/pot
(isolat campuran Glomus)
A11 = Bradyrhizobium 10 cc/pot+ mos 10 cc/pot + mikoriza isolat tanah
gambut 100 g propagul/pot (isolat campuran Glomus)
A12 = Bradyrhizobium 10 cc/pot+ mos 10 cc/pot + mikoriza isolat tanah
mineral 100 g propagul/pot
Nurhayati : Tanggap Tanaman Kedelai Di Tanah Gambut Terhadap Pemberian Beberapa J enis Bahan
Perbaikan Tanah, 2008
USU Repository 2008
61
1 cc = 10
8
sel
Dengan demikian terdapat 26 satuan percobaan.
Model matematika rancangan percobaan yang digunakan:
Y
ik
= +
k
+
i
+
ik
Y
ijk
= Angka pengamatan dari pengaruh pemberian amandemen dan
pupuk hayati taraf ke i, dalam ulangan ke k.
= nilai rata-rata umum.
I
= pengaruh pemberian amandemen dan pupuk hayati yang ke i.
k
= pengaruh ulangan (blok) yang ke k
ik
= Pengaruh kesalahan keseluruhan percobaan pada pemberian
amandemen ke i dalam ulangan ke k.
Data yang diperoleh secara statistik diuji dengan sidik ragam (uji F), dan uji
lanjutan bagi perlakuan yang nyata atau sangat nyata menggunakan Uji Beda
Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf nyata 5 % dan 1%.
Pelaksanaan
Penelitian ini terdiri dari beberapa tahap yaitu :
a. Tahap Persiapan Media Tumbuh
Tanah gambut diambil dari Ajamu daerah Rantau Parapat, Sumatera
Utara. Pengambilan sampel tanah dilakukan dengan menggunakan metoda
komposit pada kedalaman 0-20 cm. Tanah gambut dibersihkan secara manual
dilakukan analisis awal terhadap beberapa aspek kimia untuk mengetahui status
hara, selanjutnya dimasukkan ke dalam polibag sebanyak 10 kg/pot. Pot-pot
tersebut diletakkan di atas baskom yang berisi air kemudian disusun di rumah
kaca. Pot-pot tersebut dipisahkan dalam dua kelompok. Kelompok pertama untuk
Nurhayati : Tanggap Tanaman Kedelai Di Tanah Gambut Terhadap Pemberian Beberapa J enis Bahan
Perbaikan Tanah, 2008
USU Repository 2008
62
tanaman yang dipanen pada fase akhir vegetatif (40 hst), sedangkan kelompok
kedua untuk tanaman yang dipanen pada masa reproduktif.
b. Inkubasi Pengapuran Dan Pemberian Lumpur Laut
Lumpur laut sebelum diaplikasikan terlebih dahulu dikering udarakan
selama 4 minggu kemudian dianalisis status haranya. Kapur dan lumpur laut
dicampur dengan tanah secara homogen dan diinkubasi selama 8 minggu.
c. Pemupukan
Pemupukan P yang berasal dari rock fosfat diberikan sebanyak 800 kg
P
2
O5/ha (42 g/pot) dan KCl sebanyak 60 kg K
2
O/ha (1.67 g/pot) diberikan secara
tugal bersamaan dengan penanaman. Takaran rock fosfat berdasarkan penelitian
Triana (2003). Pupuk mikro diberikan dalam bentuk larutan yang disemprotkan
melalui daun tanaman. Penyemprotan dilakukan mulai pada saat tanaman berumur
15 hst dengan interval satu minggu sekali sampai tanaman berumur 40 hst. Pupuk
hayati (mos, Bradyrhizobium) diberikan ke tanah dalam bentuk cairan dengan
dosis sesuai perlakuan. Mos diberikan pada saat tanam, sedangkan
Bradyrhizobium diberikan pada saat tanaman berumur 7 hst dan inokulum
mikoriza diberikan dalam bentuk inokulum tanah atau propagul cendawan yang
terdiri dari spora, hypa, dan akar yang terifeksi diletakkan di sekitar perakaran
tanaman dan diberikan pada saat tanam.
d. Penanaman dan Pemeliharaan
Nurhayati : Tanggap Tanaman Kedelai Di Tanah Gambut Terhadap Pemberian Beberapa J enis Bahan
Perbaikan Tanah, 2008
USU Repository 2008
63
Benih kedelai sebelum ditanam direndam dahulu dengan air selama 1 jam.
Setiap pot percobaan ditanam 3 butir dengan kedalaman tanam 3 cm dari
permukaan tanah. Penjarangan dilakukan 2 minggu setelah tanam dengan
meninggalkan 2 tanaman/pot yang pertumbuhannya dianggap baik. Pemeliharaan
tanaman meliputi penyiraman untuk menjaga ketinggian air genangan di dalam
baskom, penyiangan dan pemberantasan hama penyakit.
e. Pemanenan.
Pemanenan dilakukan dua kelompok. Kelompok pertama pemanenan untuk
tanaman yang dipanen pada fase akhir vegetatif (40 hst). Kelompok kedua untuk
tanaman yang dipanen setelah masak.
Peubah yang Diamati
A. Pada Fase Vegetatif
1. Tinggi tanaman umur 2, 3, 4 dan 5 Minggu Setelah Tanam (MGST)
Tinggi tanaman diukur dari mulai bagian tanaman di atas tanah dengan
diikat plastik penanda atau mulai dari sisa kotiledon pertama sampai titik
tumbuh yang tertinggi.
2. Diameter batang
Pengukuran diameter batang dilakukan pada akhir vegetatif (5 MGST).
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan jangka sorong pada ruas
kedua, ketiga, keempat kemudian dirata-ratakan.
Nurhayati : Tanggap Tanaman Kedelai Di Tanah Gambut Terhadap Pemberian Beberapa J enis Bahan
Perbaikan Tanah, 2008
USU Repository 2008
64
3. Berat tajuk kering tanaman
Tanaman dipotong pada leher akar dekat permukaan tanah atau mulai sisa
kotiledon pertama, kemudian dibersihkan dan dimasukkan dalam kantong
kertas lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 70
0
C selam 48 jam
kemudian dimasukkan eksikator selama 15 menit lalu ditimbang.
4. Berat akar kering
Sisa dari potongan berat tajuk kering tanaman (bagian akar) dicuci bersih
dengan air lading dan diovenkan sama halnya dengan berat tajuk kering.
5. Jumlah bintil Akar
Jumlah bintil akar yang terbentuk pada akar tanaman kedelai dihitung
untuk masing-masing perlakuan.
6. pH tanah
Pengukuran pH tanah dilakukan dengan menggunakan pH meter (pH H
2
O
1: 2.5).
7. Kandungan C dan N tanah
Analisis kandungan C tanah dilakukan dengan metoda Walkley and Black
dan untuk N dengan metoda Kjedhal.
8. Nilai C/N tanah
9. Daya Hantar Listrik (DHL) tanah
Pengukuran DHL tanah dilakukan dengan metoda elektrometri
Nurhayati : Tanggap Tanaman Kedelai Di Tanah Gambut Terhadap Pemberian Beberapa J enis Bahan
Perbaikan Tanah, 2008
USU Repository 2008
65
10. P tersedia tanah
Pengukuran kadar P tersedia tanah dengan cara ekstraksi dengan 0.03 N
NH
4
F dan 0.025 N HCL (metoda Bray II) dan N total tanah dengan
metode Kjeldahll.
11. Analisis kadar N dan P jaringan tanaman
Bagian tanaman (batang, daun) dikering ovenkan pada suhu 70
0
C selama
48 jam, selanjutnya digiling halus. Kadar hara N dan P tanaman dianalisi
dengan menggunakan metoda destruksi basah menggunakan H
2
SO
4
dan
H
2
O
2
untuk P tanaman menggunakan alat Spectrofotometer dan untuk N
tanaman menggunakan metode Kjeldhall.
B. Pada Fase Generatif (Tanaman Masak Panen Buah)
1. Jumlah polong (buah/pot) dan berat polong kering (g/pot).
Hasil tanaman dipanen setelah biji matang ditandai dengan 90 % polong
telah berwarna coklat, daun telah gugur dan batang sudah mengering.
Jumlah polong yang terbentuk dihitung untuk masing-masing perlakuaan
kemudian ditimbang beratnya.
2. Berat biji kering (g/pot)
Hasil biji ditimbang untuk setiap perlakuan.
3. Persentase infeksi akar oleh mikoriza
Persentase infeksi akar diukur dengan melihat akar yang terinfeksi oleh
mikoriza. Derajat infeksi mikoriza menyatakan pengukuran persentase
akar yang terinfeksi atau sebagai indikator eksistensi mikoriza pada akar
Nurhayati : Tanggap Tanaman Kedelai Di Tanah Gambut Terhadap Pemberian Beberapa J enis Bahan
Perbaikan Tanah, 2008
USU Repository 2008
Nurhayati : Tanggap Tanaman Kedelai Di Tanah Gambut Terhadap Pemberian Beberapa J enis Bahan
Perbaikan Tanah, 2008
USU Repository 2008
66
tanaman. Preparasi contoh akar yang akan diamati dilakukan dengan
penjernihan secara dingin di dalam larutan KOH 10 % selama 24 jam, dan
kemudian pewarnaan dengan acid fuchsin 0.1% dalam lactofenol secara
dingin (direndam selama lebih dari 24 jam) (Kormanik dan Mc. Graw
1982). Sedangkan persentase derajat infeksi akar ditentukan menurut
prosedur visual dari Geovanetti dan Mosse (1980). Contoh akar yang
diamati diambil secara acak dari dua pertiga bagian akar yang terletak di
bagian bawah dan pengamatan dilakukan terhadap akar tanaman yang
mempunyai diameter lebih kecil dari 2.0 mm.
Derajad infeksi = pengamatan jumlah akar yang terinfeksi x 100 %
total akar yang diamati
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pengaruh Beberapa Jenis Bahan Perbaikan Tanah Terhadap Beberapa Sifat
Tanah Gambut
Sifat-sifat tanah gambut yang dianalisis dalam penelitian ini adalah pH, DHL,
% C, C/N, N-total, dan P tersedia tanah. Hasil pengukuran terhadap sifat-sifat
tersebut disajikan pada Lampiran 12, Lampiran 14, Lampiran 16, Lampiran 18,
Lampiran 20, dan Lampiran 22. Sedangkan sidik ragamnya disajikan pada lampiran
13, Lampiran 15, Lampiran 17, Lampiran 19, Lampiran 21, dan Lampiran 23.
Kemasaman (pH Tanah) dan DHL Tanah
Hasil analisis sidik ragam (uji F) (Lampiran 13 dan 15) pemberian beberapa
jenis bahan perbaikan tanah berpengaruh sangat nyata terhadap pH tanah dan nyata
terhadap DHL tanah. Hasil uji beda rataan pengaruh beberapa jenis bahan perbaikan
tanah terhadap pH tanah dan DHL tanah disajikan pada Tabel 3.
67
68
Tabel 3. Pengaruh Beberapa Jenis Bahan Perbaikan Tanah Terhadap pH Tanah dan
DHL Tanah
Perlakuan pH Tanah DHL Tanah
A0 = kontrol 4.14 AB 5.50 abcd
A1 = kapur 5.52 D 3.25 a
A2 = lumpur laut 3.57 A 8.50 e
A3 = kapur+lumpur laut 4.56 BC 7.00 de
A4 = Bradyrhizobium 4.30 ABC 5.25 abcd
A5 = mos 4.11 AB 5.50 abcd
A6 = mikoriza isolat tanah gambut 4.28 ABC 4.50 abcd
A7 = mikoriza isolat tanah mineral 4.06 AB 5.00 abcd
A8 = Bradyrhizobium+mos 4.09 AB 6.75 cde
A9 = Bradyrhizobium+mikoriza isolat tanah
gambut
4.25 ABC 4.25 abc
A10 = mos+mikoriza isolat tanah gambut 4.06 AB 6.00 bcde
A11 = Bradyrhizobium+mos+mikoriza isolat
tanah gambut
5.09 CD 3.75 ab
A12 = Bradyrhizobium+mos+mikoriza isolat
tanah mineral
4.16 BC 4.00 ab
Nurhayati : Tanggap Tanaman Kedelai Di Tanah Gambut Terhadap Pemberian Beberapa J enis Bahan Perbaikan
Tanah, 2008
USU Repository 2008
69
Keterangan : Angka yang diikuti oleh notasi yang sama tidak berbeda nyata menurut
Uji Beda Rataan Duncan pada P <.05 dan P<0.1
Tabel 3 terlihat bahwa perlakuan unggulan pertama terhadap parameter pH
tanah adalah perlakuan pemberian kapur dolomit (A1) yang menghasilkan pH tanah
tertinggi (5.52) dengan peningkatan pH tanah sebesar 33.33 % lebih tinggi dari
perlakuan kontrol (A0). Perlakuan unggulan kedua adalah perlakuan inokulasi
gabungan Bradyrhizobium+mos+mikoriza isalat tanah gambut (A11) yang
menghasilkan pH tanah (5.09), dengan peningkatan pH tanah 23 % lebih tinggi dari
perlakuan kontrol (A0), namun tidak berbeda nyata pula dengan perlakuan A1. A3
A4, A6, A9 dan A12. Pada Perlakuan lumpur laut (A2) cenderung terjadi penurunan
pH tanah yang menghasilkan pH tanah (3.57), dengan penurunan pH tanah masing-
masing 13.77 % lebih rendah dari perlakuan kontrol (A0).
Untuk DHL tanah dari Tabel 3 terlihat bahwa perlakuan unggulan pertama
terhadap penurunan DHL tanah adalah perlakuan pemberian kapur dolomit (A1)
menghasilkan DHL terendah (3.25 mmhos/cm) dengan penurunan DHL tanah
sebesar 40.91 % lebih rendah dari perlakuan kontrol (A0). Perlakuan unggulan kedua
terhadap penurunan DHL tanah adalah perlakuan inokulasi gabungan
Bradyrhizobium+mos+mikoriza isolat tanah gambut (A11) menghasilkan DHL tanah
3.75 mmhos/cm dengan penurunan DHL tanah 31.82 % lebih rendah dari perakuan
kontrol (A0), namun tidak berbeda nyata pula dengan perlakuan A0, A1, A4, A5,
A6, A7, A9, A10 dan A12. Pada Perlakuan kombinasi lumpur laut+kapur dolomit
Nurhayati : Tanggap Tanaman Kedelai Di Tanah Gambut Terhadap Pemberian Beberapa J enis Bahan Perbaikan
Tanah, 2008
USU Repository 2008
70
(A3) dan perlakuan lumpur laut (A2) cenderung terjadi peningkatan DHL tanah yang
menghasilkan DHL tanah masing-masing 7.00 mmhos/cm dan 8.50 mmhos/cm,
dengan peningkatan DHL tanah masing-masing 27.27 %, 54.55 % lebih tinggi dari
perlakuan kontrol (A0).
C Organik Tanah, C/N Tanah, N Total Tanah dan P Tersedia Tanah
Hasil analisis sidik ragam (uji F) (Lampiran 17, 19, 22 dan 23) pemberian
beberapa jenis bahan perbaikan tanah berpengaruh tidak nyata terhadap C organik
tanah, C/N tanah, N total tanah dan P tersedia tanah. Pengaruh beberapa jenis bahan
perbaikan tanah terhadap C organik tanah, C/N tanah, N total tanah dan P tersedia
tanah disajikan pada Tabel 4 dan Tabel 5.
Nurhayati : Tanggap Tanaman Kedelai Di Tanah Gambut Terhadap Pemberian Beberapa J enis Bahan Perbaikan
Tanah, 2008
USU Repository 2008
71
Tabel 4. Pengaruh Beberapa Jenis Bahan Perbaikan Tanah Terhadap C-Organik
Tanah dan C/N Tanah
Perlakuan C-Organik Tanah
(%)
C/N
Tanah
A0 = kontrol 6.48 19.12
A1 = kapur 5.00 16.83
A2 = lumpur laut 5.69 31.67
A3 = kapur+lumpur laut 5.00 21.54
A4 = Bradyrhizobium 5.14 19.35
A5 = mos 4.63 19.62
A6 = mikoriza isolat tanah gambut 6.95 22.24
A7 = mikoriza isolat tanah mineral 6.13 26.49
A8 = Bradyrhizobium+mos 5.22 17.88
A9 = Bradyrhizobium+mikoriza isolat tanah gambut 6.55 18.28
A10 = mos+mikoriza isolat tanah gambut 3.76 19.59
A11 = Bradyrhizobium+mos+mikoriza isolat tanah
gambut
5.18 13.99
A12 = Bradyrhizobium+mos+mikoriza isolat tanah
mineral
6.05 16.76
Nurhayati : Tanggap Tanaman Kedelai Di Tanah Gambut Terhadap Pemberian Beberapa J enis Bahan Perbaikan
Tanah, 2008
USU Repository 2008
72
Tabel 5. Pengaruh Beberapa Jenis Bahan Perbaikan Tanah Terhadap N Total
Tanah dan P Tersedia Tanah
Perlakuan N Total
Tanah
(%)
P Tersedia
Tanah
(ppm)
A0 = kontrol 5.00 137.50
A1 = kapur 6.47 153.00
A2 = lumpur laut 5.69 93.00
A3 = kapur+lumpur laut 6.48 147.00
A4 = Bradyrhizobium 5.14 74.00
A5 = mos 4.63 134.00
A6 = mikoriza isolat tanah gambut 6.95 147.00
A7 = mikoriza isolat tanah mineral 6.13 81.00
A8 = Bradyrhizobium+mos 5.22 148.00
A9 = Bradyrhizobium+mikoriza isolat tanah gambut 6.55 113.00
A10 = mos+mikoriza isolat tanah gambut 3.76 152.50
A11 = Bradyrhizobium+mos+mikoriza isolat tanah
gambut
5.18 178.50
A12 = Bradyrhizobium+mos+mikoriza isolat tanah
mineral
6.05 161.00
Nurhayati : Tanggap Tanaman Kedelai Di Tanah Gambut Terhadap Pemberian Beberapa J enis Bahan Perbaikan
Tanah, 2008
USU Repository 2008
73
Pengaruh Beberapa Jenis Bahan Perbaikan Tanah Terhadap Serapan Hara
Tanaman Kedelai
Analisis serapan hara dalam penelitian ini adalah serapan N tanaman, dan
serapan P tanaman. Hasil pengukuran terhadap serapan N tanaman dan serapan P
tanaman disajikan pada Lampiran 24 dan Lampiran 26. Sedangkan sidik ragamnya
disajikan pada Lampiran 25 dan Lampiran 27.
Hasil analisis sidik ragam (uji F) (Lampiran 25 dan Lampiran 27) pemberian
beberapa jenis bahan perbaikan tanah berpengaruh tidak nyata terhadap serapan N
tanaman dan serapan P tanaman. Pengaruh beberapa jenis bahan perbaikan tanah
terhadap serapan N tanaman dan serapan P tanaman disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Pengaruh Beberapa Jenis Bahan Perbaikan Tanah Terhadap Serapan Hara N
dan P Tanaman
Perlakuan Serapan N
Tanaman
(%)
Serapan P
Tanaman
(%)
A0 = kontrol 492.75 45.45
A1 = kapur 773.20 65.15
A2 = lumpur laut 199.85 13.55
Nurhayati : Tanggap Tanaman Kedelai Di Tanah Gambut Terhadap Pemberian Beberapa J enis Bahan Perbaikan
Tanah, 2008
USU Repository 2008
74
A3 = kapur+lumpur laut 323.55 28.95
A4 = Bradyrhizobium 578.25 48.45
A5 = mos 496.40 48.65
A6 = mikoriza isolat tanah gambut 584.90 54.20
A7 = mikoriza isolat tanah mineral 557.05 54.25
A8 = Bradyrhizobium+mos 700.10 51.10
A9 = Bradyrhizobium+mikoriza isolat
tanah gambut
366.40 63.10
A10 = mos+mikoriza isolat tanah
gambut
545.30 57.40
A11 = Bradyrhizobium+mos+mikoriza
isolat tanah gambut
584.10 86.85
A12 = Bradyrhizobium+mos+mikoriza
isolat tanah mineral
727.35 74.30
Nurhayati : Tanggap Tanaman Kedelai Di Tanah Gambut Terhadap Pemberian Beberapa J enis Bahan Perbaikan
Tanah, 2008
USU Repository 2008
75
Pengaruh Beberapa Jenis Bahan Perbaikan Tanah Terhadap Pertumbuhan
Vegetatif Tanaman Kedelai
Parameter pertumbuhan vegetatif yang diukur dalam penelitian ini adalah
tinggi tanaman umur 2 minggu setelah tanam, 3 minggu setelah tanam, 4 minggu
setelah tanam dan 5 minggu setelah tanam, diameter batang umur 5 minggu setelah
tanam, berat tajuk kering dan berat akar kering.
Hasil pengukuran terhadap parameter-parameter tersebut disajikan pada
Lampiran 28, Lampiran 30, Lampiran 32, Lampiran 34, Lampiran 36, Lampiran 38
dan Lampiran 40, sedangkan sidik ragamnya disajikan pada lampiran 37, Lampiran
39, Lampiran 41, Lampiran 43, Lampiran 45, Lampiran 47 dan Lampiran 49.
Tinggi Tanaman dan Diameter Batang
Hasil analisis sidik ragam (uji F) (Lampiran 29 dan Lampiran 31 ) pemberian
beberapa jenis bahan perbaikan tanah berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman
umur 5 minggu setelah tanam dan berpengaruh tidak nyata terhadap diameter batang
umur 5 minggu setelah tanam. Pengaruh beberapa jenis bahan perbaikan tanah
terhadap tinggi tanaman umur 5 minggu setelah tanam dan diameter batang umur 5
minggu setelah tanam disajikan pada Tabel 7.
Nurhayati : Tanggap Tanaman Kedelai Di Tanah Gambut Terhadap Pemberian Beberapa J enis Bahan Perbaikan
Tanah, 2008
USU Repository 2008
76
Tabel 7. Pengaruh Beberapa Jenis Bahan Perbaikan Tanah Terhadap Tinggi
Tanaman Umur 5 Minggu Setelah Tanam dan Diameter Batang Umur 5
Minggu Setelah Tanam
Perlakuan Tinggi Tanaman
Umur 5 Minggu
Setelah Tanam
(cm)
Diameter Batang
Umur 5 Minggu
Setelah Tanam
(mm)
A0 = kontrol 81.25ab 0.23
A1 = kapur 128.25 e 0.36
A2 = lumpur laut 71.50 a 0.19
A3 = kapur+lumpur laut 86.00 abc 0.21
A4 = Bradyrhizobium 107.25 bcde 0.24
A5 = mos 111.50 cde 0.26
A6 = mikoriza isolat tanah gambut 119.00 de 0.24
A7 = mikoriza isolat tanah mineral 118.75 de 0.26
A8 = Bradyrhizobium+mos 113.50 cde 0.27
A9 = Bradyrhizobium+mikoriza isolat
tanah gambut
116.25 de 0.28
Nurhayati : Tanggap Tanaman Kedelai Di Tanah Gambut Terhadap Pemberian Beberapa J enis Bahan Perbaikan
Tanah, 2008
USU Repository 2008
77
A10 = mos+mikoriza isolat tanah
Gambut
93.50 abcd 0.24
A11 = Bradyrhizobium+mos+mikoriza
solat tanah gambut
119.00 de 0.32
A12 = Bradyrhizobium+mos+mikoriza
isolat tanah mineral
118.75 de
0.31
Tabel 7 terlihat bahwa perlakuan unggulan pertama terhadap parameter
tinggi tanaman umur 5 MGST adalah perlakuan pemberian kapur dolomit (A1) yang
menghasilkan tinggi tanaman tertinggi (128.25 cm) dengan peningkatan tiinggi
tanaman sebesar 49.13 % lebih tinggi dari perlakuan kontrol (A0). Perlakuan
unggulan kedua adalah perlakuan inokulasi gabungan
Bradyrhizobium+mos+mikoriza isalat tanah gambut (A11) yang menghasilkan tinggi
tanaman (119.00 cm), dengan peningkatan tinggi tanaman 46.46 % lebih tinggi dari
perlakuan kontrol (A0), namun tidak berbeda nyata pula dengan perlakuan A4, A5,
A6, A7, A8, A9, A10 dan A12. Pada Perlakuan kombinasi lumpur laut+kapur
dolomit (A3) dan perlakuan lumpur laut tanpa kapur (A2) cenderung terjadi
penurunan tinggi tanaman yang menghasilkan tinggi tanaman masing-masing (86.00
Nurhayati : Tanggap Tanaman Kedelai Di Tanah Gambut Terhadap Pemberian Beberapa J enis Bahan Perbaikan
Tanah, 2008
USU Repository 2008
78
cm) dan (71.5 cm), dengan penurunan tinggi tanaman masing-masing lebih rendah
5.85 % dan 12..31% dari perlakuan kontrol (A0).
Berat Tajuk Kering dan Berat Akar Kering
Hasil analisis sidik ragam (uji F) (Lampiran 39 dan Lampiran 41 ) pemberian
beberapa jenis bahan perbaikan tanah berpengaruh tidak nyata terhadap berat tajuk
kering dan berat akar kering. Pengaruh beberapa jenis bahan perbaikan terhadap berat
tajuk kering dan berat akar kering disajikan pada Tabel 8.
Nurhayati : Tanggap Tanaman Kedelai Di Tanah Gambut Terhadap Pemberian Beberapa J enis Bahan Perbaikan
Tanah, 2008
USU Repository 2008
79
Tabel 8. Pengaruh Beberapa Jenis Bahan Perbaikan Tanah Terhadap Berat
Tajuk Kering dan Berat Akar Kering
Perlakuan Berat Tajuk
Kering
(g)
Berat Akar
Kering
(g)
A0 = kontrol 10.85 0.95
A1 = kapur 17.15 2.85
A2 = lumpur laut 4.45 0.30
A3 = kapur+lumpur laut 8.55 0.70
A4 = Bradyrhizobium 15.05 1.35
A5 = mos 12.80 1.40
A6 = mikoriza isolat tanah gambut 14.30 1.70
A7 = mikoriza isolat tanah mineral 12.60 1.65
A8 = Bradyrhizobium+mos 15.75 1.40
A9 = Bradyrhizobium+mos 11.30 1.55
A10 = Bradyrhizobium+mikoriza isolat tanah gambut 12.50 1.45
A11= Bradyrhizobium+mos+mikoriza isolat tanah
gambut
15.55 2.00
A12= Bradyrhizobium+mos+mikoriza isolat tanah
mineral
15.15 1.80
Nurhayati : Tanggap Tanaman Kedelai Di Tanah Gambut Terhadap Pemberian Beberapa J enis Bahan Perbaikan
Tanah, 2008
USU Repository 2008
80
Pengaruh Beberapa Jenis Bahan Perbaikan Tanah Terhadap Pertumbuhan
Generatif Tanaman Kedelai
Parameter pertumbuhan generatif yang diukur dalam penelitian ini adalah
jumlah polong/pot, berat polong kering/pot, dan berat biji
kering/pot. Hasil
pengukuran terhadap parameter-parameter tersebut disajikan pada Lampiran 42,
Lampiran 44 dan Lampiran 46. Sedangkan sidik ragamnya disajikan pada Lampiran
43, Lampiran 45 dan Lampiran 47.
Hasil analisis sidik ragam (uji F) (Lampiran 43, Lampiran 45 dan Lampiran
47) pemberian beberapa jenis bahan perbaikan tanah berpengaruh nyata terhadap
jumlah polong/pot dan , dan berat biji kering/pot sedangkan terhadap berat polong
kering/pot berpengaruh sangat nyata. Hasil uji beda rataan pengaruh beberapa jenis
bahan perbaikan tanah terhadap jumlah polong/pot, berat polong kering/pot
,
dan
berat biji kering/pot disajikan pada Tabel 9.
Nurhayati : Tanggap Tanaman Kedelai Di Tanah Gambut Terhadap Pemberian Beberapa J enis Bahan Perbaikan
Tanah, 2008
USU Repository 2008
81
Tabel 9. Pengaruh Beberapa Jenis Bahan Perbaikan Tanah Terhadap Jumlah
Polong/Pot, Berat Polong Kering/Pot dan Berat Biji Kering/Pot
Perlakuan Jumlah Polong
(buah /pot)
Berat Polong
Kering
(g/pot)
Berat Biji Kering
(g/pot)
A0 = kontrol 22.50 abc 12.50 AB 8.40 ab
A1 = kapur 50.00 e 21.15 C 16.40 c
A2 = lumpur laut 15.50 a 6.55 A 4.60 a
A3 = kapur+lumpur laut 22.50 ab 11.55 AB 4.80 a
A4 = Bradyrhizobium 34.00 bcd 16.55 BC 11.95 bc
A5 = mos 36.50 cde 15.50 BC 11.00 bc
A6 = mikoriza isolat
tanah gambut
38.50 de 13.55 ABC 9.30 ab
A7 = mikoriza isolat
tanah mineral
37.00 cde 10.75 AB 9.25 ab
A8 = Bradyrhizobium+
mos
26.00 abcd 12.05 AB 8.05 ab
A9 = Bradyrhizobium+
mikoriza isolat
32.50 bcd 14.10 BC 9.90 ab
Nurhayati : Tanggap Tanaman Kedelai Di Tanah Gambut Terhadap Pemberian Beberapa J enis Bahan Perbaikan
Tanah, 2008
USU Repository 2008
82
tanah gambut
A10 = mos+mikoriza
isolat tanah gambut
29.00 abcd 16.55 BC 9.10 ab
A11 = Bradyrhizobium+
mos + mikoriza
isolat tanah gambut
40.50 de 17.45 BC 12.25 bc
A12 = Bradyrhizobium+
mos+mikoriza
isolat tanah mineral
39.00 de 16.65 BC 12.05 bc
Keterangan : Angka yang diikuti oleh notasi yang sama tidak berbeda nyata menurut
Uji Beda Rataan Duncan pada P<.05 dan P<.0.01
Tabel 9 terlihat bahwa perlakuan unggulan pertama terhadap parameter
jumlah polong/pot adalah perlakuan pemberian kapur dolomit (A1) yang
menghasilkan jumlah polong (50 buah/pot )
dengan peningkatan sebesar 122.22 %
lebih tinggi dari perlakuan kontrol (A0). Perlakuan unggulan kedua adalah perlakuan
inokulasi gabungan Bradyrhizobium+mos+mikoriza isolat tanah gambut (A11) yang
menghasilkan jumlah polong (40.50 buah/pot), dengan peningkatan jumlah
polong/pot 80 % lebih tinggi dari perlakuan kontrol (A0), namun tidak berbeda nyata
pula dengan perlakuan A1, A4, A5, A6, A7, A8, A9, A10 dan A12. Pada Perlakuan
kombinasi lumpur laut+kapur dolomit (A3) dan perlakuan lumpur laut tanpa kapur
(A2) cenderung terjadi penurunan jumlah polong/pot yang menghasilkan jumlah
Nurhayati : Tanggap Tanaman Kedelai Di Tanah Gambut Terhadap Pemberian Beberapa J enis Bahan Perbaikan
Tanah, 2008
USU Repository 2008
83
polong masing-masing (20 buah/pot) dan (15 buah/pot) dengan penurunan jumlah
polong/pot masing-masing lebih rendah 11.11 % dan 33.33 % dari perlakuan kontrol
(A0).
Untuk parameter berat polong kering/pot dari Tabel 9 terlihat bahwa
perlakuan unggulan pertama adalah perlakuan pemberian kapur dolomit (A1) yang
menghasilkan berat polong kering (21.15 g/pot) dengan peningkatan berat polong
kering/pot 72 % lebih tinggi dari perlakuan kontrol (A0). Perlakuan unggulan kedua
adalah perlakuan inokulasi gabungan Bradyrhizobium+mos+mikoriza isolat tanah
mineral (A11) yang menghasilkan berat polong kering (17.45 g/pot) dengan
peningkatan berat polong kering/pot 39.60 % lebih tinggi dari kontrol (A0) namun
tidak berbeda nyata pula dengan perlakuan A0, A1, A3, A4, A5, A6, A7, A8, A9,
A10 dan A12.
Pada Perlakuan kombinasi lumpur laut+kapur dolomit (A3) dan perlakuan
lumpur laut tanpa kapur (A2) cenderung terjadi penurunan berat polong kering /pot
yang menghasilkan berat polong kering masing-masing (11.55 g/pot) dan (6.55
g/pot), dengan penurunan berat polong kering/pot masing-masing 8.23 % dan 47.60
% lebih rendah dari perlakuan kontrol (A0).
Untuk parameter berat biji kering/pot dari Tabel 9 terilihat bahwa perlakuan
unggulan pertama adalah perlakuan pemberian kapur dolomit (A1) menghasilkan
berat biji kering tertinggi yaitu (16.40 g/pot) atau 0.98 ton/ha dengan peningkatan
produksi 95.24 % lebih tinggi dari perlakuan kontrol (A0). Perlakuan unggulan
Nurhayati : Tanggap Tanaman Kedelai Di Tanah Gambut Terhadap Pemberian Beberapa J enis Bahan Perbaikan
Tanah, 2008
USU Repository 2008
84
kedua adalah perlakuan inokulasi gabungan Bradyrhizobium+mos+mikoriza isolat
tanah gambut (A11) menghasilkan berat biji kering 12.25 g/pot
atau 0.74 ton/ha
dengan peningkatan produksi 45.83 % lebih tinggi dari perlakuan kontrol (A0) ,
namun tidak berbeda nyata pula dengan perlakuan A0, A1, A4, A5, A6, A7, A8, A9,
A10 dan A12. Pada perlakuan kombinasi lumpur laut+kapur dolomit (A3) dan
perlakuan lumpur laut (A2) cenderung terjadi penurunan berat biji kering/pot yang
menghasilkan berat biji kering masing-masing (4.80 g/pot) atau 0.29 ton/ha dan (4.60
g/pot ) atau 0.28 ton/ha dengan penurunan berat biji kering/pot masing-masing
42.86 % dan 45.24 % lebih rendah dari perlakuan kontrol (A0).
Pengaruh Pemberian Beberapa Jenis Bahan Perbaikan Tanah Terhadap
Infektivitas Bradyrhizobium dan Mikoriza
Parameter infektivitas mikroba yang diamati dalam penelitian ini adalah
jumlah bintil akar/pot, dan derajat infeksi mikoriza. Hasil pengukuran terhadap
parameter-parameter tersebut disajikan pada Lampiran 48 dan Lampiran 50.
Sedangkan sidik ragamnya disajikan pada Lampiran 49 dan Lampiran 51.
Hasil analisis sidik ragam (uji F) ( Lampiran 49 dan Lampiran 51)
pemberian beberapa jenis bahan perbaikan tanah berpengaruh sangat nyata terhadap
jumlah bintil akar, dan derajat infeksi mikoriza. Hasil uji beda rataan pengaruh
beberapa jenis bahan perbaikan tanah terhadap jumlah bintil akar, dan derajat infeksi
mikoriza disajikan pada Tabel 10.
Nurhayati : Tanggap Tanaman Kedelai Di Tanah Gambut Terhadap Pemberian Beberapa J enis Bahan Perbaikan
Tanah, 2008
USU Repository 2008
85
Tabel 10. Pengaruh Beberapa Jenis Bahan Perbaikan Tanah Terhadap Jumlah Bintil
Akar
dan Derajat Infeksi Mikoriza
Perlakuan Jumlah Bintil
Akar
(buah/pot)
Derajat Infeksi
Mikoriza
(%)
A0 = kontrol 43.00 AB 30.00 A
A1 = kapur 131.00 BC 96.00 B
A2 = lumpur laut 1.50 A 10.00 A
A3 = kapur+lumpur laut 2.00 A 17.00 A
A4 = Bradyrhizobium 98.50 BC 20.00 A
A5 = mos 55.00 AB 27.00 A
A6 = mikoriza isolat tanah
gambut
64.50 ABC
80.00 B
A7 = mikoriza isolat tanah
mineral
59.50 ABC 85.00 B
A8 = Bradyrhizobium+mos 106.00 BC 25.00 A
A9 =Bradyrhizobium+mikoriza
isolat tanah gambut
80.00 ABC 86.00 B
A10 = mos mikoriza isolat tanah 43.00 AB 85.00
Nurhayati : Tanggap Tanaman Kedelai Di Tanah Gambut Terhadap Pemberian Beberapa J enis Bahan Perbaikan
Tanah, 2008
USU Repository 2008
86
gambut
A11 = Bradyrhizobium+mos+
mikoriza isolat tanah
gambut
154.50 C 99.00 B
A12 = Bradyrhizobium+ mos+
mikoriza isolat tanah
mineral
112.00 BC 97.00 B
Keterangan : Angka yang diikuti oleh notasi yang sama tidak berbeda nyata
menurut Uji Beda Rataan Duncan pada P <.01
Tabel 10 terlihat bahwa perlakuan unggulan pertama terhadap jumlah bintil
akar adalah perlakuan inokulasi gabungan Bradyrhizobium+mos+mikoriza isolat
tanah gambut (A11) yang menghasilkan jumlah bintil akar tertinggi (154.50
buah/pot) dengan peningkatan jumlah bintil akar 259.30 % lebih tinggi dari perlakuan
kontrol (A0). Perlakuan unggulan kedua terhadap jumlah bintil akar/pot adalah
perlakuan pemberian kapur dolomit (A1) yang menghasilkan jumlah bintil akar
(131/pot)
dengan peningkatan jumlah bintil akar/pot sebesar 204.65 % lebih tinggi
dari perlakuan kontrol (A0), namun tidak berbeda nyata pula dengan perlakuan A0,
A4, A5, A6, A7, A8, A9, A10, A11 dan A12. Pada perlakuan kombinasi lumpur
laut+kapur dolomit (A3) dan perlakuan lumpur laut (A2) cenderung terjadi penurunan
jumlah bintil akar yang menghasilkan jumlah bintil akar masing-masing (2 buah/pot)
Nurhayati : Tanggap Tanaman Kedelai Di Tanah Gambut Terhadap Pemberian Beberapa J enis Bahan Perbaikan
Tanah, 2008
USU Repository 2008
Nurhayati : Tanggap Tanaman Kedelai Di Tanah Gambut Terhadap Pemberian Beberapa J enis Bahan Perbaikan
Tanah, 2008
USU Repository 2008
87
dan (1.50 buah/pot) dengan penurunan jumlah bintil akar/pot masing-masing 95.35
% dan 96.51 % lebih rendah dari perlakuan kontrol (A0).
Untuk parameter derajat infeksi mikoriza dari Tabel 10 terilihat bahwa
perlakuan unggulan pertama terhadap derajad infeksi akar adalah perlakuan
inokulasi gabungan Bradyrhizobium+mos+mikoriza isolat tanah gambut (A11) yang
menghasilkan derajad infeksi akar tertinggi (99 %) dengan peningkatan derajat
infeksi akar 230 % lebih tinggi dari perlakuan kontrol (A0). Perlakuan unggulan
kedua terhadap derajad infeksi akar adalah perlakuan pemberian kapur dolomit (A1)
yang menghasilkan derajat infeksi akar 96 %
dengan peningkatan derajat infeksi akar
sebesar 220 % lebih tinggi dari perlakuan kontrol (A0), namun tidak berbeda nyata
pula dengan perlakuan A6, A7, A9 A10, A11 dan A12. Pada perlakuan kombinasi
lumpur laut+kapur dolomit (A3) dan perlakuan lumpur laut (A2) cenderung terjadi
penurunan derajat infeksi akar yang menghasilkan derajat infeksi akar masing-
masing (17 % ) dan (10 % ) dengan penurunan derajat infeksi akar masing-masing
43.33 dan 66.67 % lebih rendah dari perlakuan kontrol (A0).
88
Tabel 11. Rangkuman Pengaruh Beberapa Jenis Bahan Perbaikan Tanah (Kapur, Lumpur Laut dan Beberapa Jenis Pupuk Hayati )
Terhadap Aspek Fisik, Kimia Tanah, Mikrobiologi Tanah, serta Aspek Vegetatif dan Generatif Tanaman
Aspek Tanah Aspek Mikrobiologi Tanah Aspek Vegetatif dan Generatif Tanaman
Perlakuan pH DHL Jlh Bintil
Akar
Infeksi
Mikoriza
Tinggi
Tanaman
Jumlah
Polong/Pot
Berat
PolongKering
/ Pot
Berat Biji
Kering /
Pot
Jumlah Efek
Unggul
A0 = kontrol AB abcd AB A abe abc AB ab -
A1 = kapur dolomit D a BC B e e C c 6
A2 = lumpur laut A e A A a a A a 1
A3 = kapur dolomit+lumpur
laut
BC de A A abc ab AB A -
A4 = Bradyrhizobium ABC abcd BC A bcde bcd BC bc -
A5 = mos AB abcd AB A cde cde BC bc -
A6 = mikoriza isolat tanah
gambut
ABC abcd ABC B de de ABC ab 1
A7 = mikoriza isolat tanah
mineral
AB abcd B B de cde AB ab -
A8 = Bradyrhizobium +mos AB cde A A cde abcd AB ab -
A9 = Bradyrhizobium
+mos+mikoriza isolat
tanah gambut
ABC abc B B de bcd BC ab -
A10 = mos+mikoriza isolat
tanah gambut
AB bcde B
B abcd abcd BC ab -
A11 = Bradyrhizobium
+mos+mikoriza isolat
tanah ganbut
CD ab C B de de BC bc 4
A12 = Bradyrhizobium +
mos + mikoriza isolat
tanah mineral
BC ab BC B de de BC bc 2
2 1 1 3 1 4 1 1 14
Catatan :
1. Huruf yang ditebalkan dan dikursif-kan menandakan hasil yang diharapkan.
2. Perlakuan unggulan pertama adalah perlakuan kapur dolomit (A1), diikuti dengan perlakuan inokulasi gabungan Bradyrhizobium+mos+mikoriza isolat tanah gambut
(A11) yang merupakan perlakuan unggulan kedua
61
PEMBAHASAN
Pengaruh Kapur Dolomit
Hasil penelitian menunjukkan perlakuan unggulan pertama adalah
perlakuan kapur dolomit (A1) terhadap parameter pengamatan pH tanah, DHL
tanah, tinggi tanaman umur 5 minggu setelah tanam, jumlah polong/pot
,
,
,
berat
polong kering/pot, dan berat kering biji/pot, sedangkan untuk parameter jumlah
bintil akar/pot, derajat infeksi mikoriza, perlakuan kapur dolomit merupakan
perlakuan unggulan kedua.
Hasil penelitian menunjukkan perlakuan kapur dolomit menghasilkan pH
tanah tertinggi bila dibandingkan dengan perlakuan lainnya, seperti yang disajikan
pada Tabel 3. Hal ini disebabkan kapur dolomit mengandung unsur Ca dan Mg,
dimana kedua jenis unsur ini melalui reaksi hidrolisis dapat melepaskan ion OH
-
yang berpengaruh terhadap peningkatan pH tanah (Nyakpa dkk. 1988).
Hasil penelitian Tabel 4 perlakuan kapur dolomit dapat menurunkan DHL
tanah. Fenomena ini disebabkan peningkatan pH tanah akibat pemberian kapur
dolomit dapat meningkatkan aktifitas mikroorganisme tanah pada tanah gambut
yang menghasilkan asam-asam organik sebagai hasil sekresi mikroba dan sangat
berperanan dalam penurunan DHL tanah, mungkin melalui proses pengkhelatan
anion dan kation yang berpotensi meningkatkan kadar garam tanah. Hal ini
ditunjukkan oleh koefisien korelasi antara pH tanah dengan DHL tanah
berkorelasi negatip (r=-0.58). Menurut UN-FAO (2005), DHL tanah memberikan
indikasi tentang jumlah elektrolit dalam larutan tanah, artinya semakin tinggi
nilainya semakin banyak pula garam yang terlarut dalam larutan tersebut.
89
90
Perlakuan kapur dolomit dapat meningkatkan secara nyata hasil tanaman
kedelai (jumlah polong/pot, berat polong kering/pot dan berat biji kering/pot) dan
pertumbuhan vegetatif tanaman kedelai yaitu tinggi tanaman umur 5 minggu
setelah tanam. Hal ini disebabkan karena kapur dolomit mengandung Ca dan Mg.
Kedua unsur hara ini penting untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan
tanaman. Fenomena ini dapat dilihat pada Gambar 3, Gambar 4 dan Gambar 5
dengan perlakuan kapur dolomit pertumbuhan vegetatif maupun pertumbuhan
generatif tanaman tampak paling baik dari perlakuan lainnya. Kandungan Ca dan
Mg yang tinggi pada kapur dolomit dapat meningkatkan pH tanah dan
menyediakan Ca lebih banyak untuk tanaman. Secara fisiologis calsium terdapat
sebagai calsium pectinaat pada lamela-lamela tengah dari dinding sel, endapan-
endapan dari calsium oksalat, calsium karbonat, dan sebagai ion di dalam air sel.
Fungsi ion calsium yang penting adalah mengatur permeabilitas dinding sel yang
bersifat antagonis dengan peranan ion kalium yang mempertinggi permeabilitas
dinding sel, sedangkan peranan ion calsium adalah sebaliknya. Selain itu calsium
juga berperan terhadap pertumbuhan ujung-ujung akar dan pembentukan bulu-
bulu akar. Sedangkan peranan Mg pada tanaman adalah sebagai bagian dari
klorofil maupun sebagai ion dalam air sel yang tidak dapat digantikan oleh unsur
lain. Selain itu adanya penurunan KTK dan peningkatan KB tanah gambut akibat
perlakuan dolomit. Hal ini dapat dilihat pada Lampiran 4 dan Lampiran 8 yang
memperlihatkan terjadinya penurunan KTK dari 151.70 me/100 g (hasil analisis
awal tanah gambut) menjadi 40.43 me/100g (hasil analisis tanah gambut setelah
diikubasi 8 minggu) dan peningkatan KB tanah gambut dari 18,56 (hasil analisis
Nurhayati : Tanggap Tanaman Kedelai Di Tanah Gambut Terhadap Pemberian Beberapa J enis Bahan
Perbaikan Tanah, 2008
USU Repository 2008
91
awal tanah gambut) menjadi 110.59 (hasil analisis tanah gambut setelah
diinkubasi selam 8 minggu). Pada kondisi alami tanah gambut memiliki KB yang
rendah, sehingga menghambat penyediaan hara bagi tanaman terutama K, Ca, dan
Mg (Hardjowigeno, 1997). Hasil penelitian Institute Pertanian Bogor (1986 dalam
Saeri Sagiman, 2001), mengungkapkan bahwa perbaikan produksi pertanian
melalui pendekatan gatra hara tidak memberikan hasil yang memuaskan.
Hambatan tumbuh pada tanah gambut terutama bersumber dari KB yang sangat
rendah. Tanaman dapat menghasilkan setelah KB gambut ditingkatkan melalui
penambahan kapur. Tanaman akan tumbuh normal pada tanah gambut jika nilai
KB sekitar 25-30 %. Peningkatan KB tersebut akan menyebabkan basa-basa
seperti K, Ca dan Mg dapat meningkat. Hal ini dapat dipahami karena kapur
dolomit mengandung Ca dan Mg. Menurut (Nurhaida, 1988) pemberian kapur
dolomit pada tanah gambut selain dapat menaikkan pH tanah, juga meningkatkan
ketersediaan P, K dan Mg tukar sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan dan
juga hasil tanaman kedelai. Hal ini ditunjukkan oleh koefisien korelasi antara pH
tanah dengan tinggi tanaman umur 5 minggu setelah tanam yang berkorelasi
positip dan nyata (r=0,69) dan dengan berat biji kering/pot (r =0.71). Sedangkan
menurut Soeprapto (1994), tanaman kedelai dapat tumbuh baik pada tingkat
kemasaman tanah 5.0-7.0. Hal ini sangat sesuai dimana dengan perlakuan kapur
nilai pH tanah 5.52 (Tabel 3). Menurut Hasibuan (1999), peningkatan
petumbuhan vegetatif dan produksi tanaman yang diberi kapur terutama
diperkirakan karena adanya perbaikan penyediaan hara bagi tanaman karena
peranan kapur dolomit menciptakan kondisi pH yang sesuai bagi aktivitas
Nurhayati : Tanggap Tanaman Kedelai Di Tanah Gambut Terhadap Pemberian Beberapa J enis Bahan
Perbaikan Tanah, 2008
USU Repository 2008
92
mikorganisme tanah yang berperan dalam dekomposisi bahan organik tanah.
Sejalan dengan pendapat van Leierop et al. (1980 dalam Sagiman, 2001)
penggunaan kapur menyebabkan dekomposisi meningkat, karena meningkatnya
kegiatan mikroorganime tanah. Fenomena ini ditunjukkan dari hasil pengukuran
pH masa akhir vegetatif 5.52 (Tabel 3) cenderung menurun dibandingkan dengan
hasil analisis pH tanah setelah masa inkubasi 7.02 (Lampiran 7), ini suatu
indikasi seiring dengan waktu adanya dekomposisi aktif bahan organik tanah yang
menghasilkan asam-asam organik sehingga pH tanah menjadi lebih rendah.
Pemberian kapur dolomit dapat meningkatkan pH tanah yang akan
memacu proses dekomposisi bahan organik yang menghasilkan senyawa fosfat
organik, selanjutnya senyawa fosfat organik dapat terkonversi menjadi fosfat an
organik melalui melalui proses dekomposisi yang lebih sempuran. Soepardi
(1983) mengemukakan peranan P antara lain penting untuk pertumbuhan sel,
pembentukan akar dan rambut akar.
Disamping itu dengan pengapuran laju mineralisasi bahan organik dapat
meningkat sehingga tanah memiliki aerasi yang baik dengan pemberian kapur,
diduga hal ini menyebabkan meningkatnya N-NO
-
3
. Selain itu dari hasil penelitian
Sagiman (2001) pengapuran pada tanah gambut dapat meningkatkan kadar N-
NH
4
+
.
Sedangkan Tabel 10 menunjukkan pemberian kapur dolomit sangat nyata
meningkatkan pembentukan bintil akar. Hal ini dapat dimengerti karena pengaruh
kapur akan meningkatkan pH tanah dan pembentukan bintil dan memperkecil
pengaruh H
+
terhadap tanaman. Selain itu pengapuran dapat meningkatkan
Nurhayati : Tanggap Tanaman Kedelai Di Tanah Gambut Terhadap Pemberian Beberapa J enis Bahan
Perbaikan Tanah, 2008
USU Repository 2008
93
ketersediaan Ca, Mg, P dan Mo. Ca diperlukan untuk mempermudah infeksi
bakteri pada akar tanaman dan pembentukan bintil akar (Sagiman 2001). Kondisi
ini sangat mendukung keberadaan dan aktivitas Bradyrhizobium native dalam
tanah. Hal ini ditunjukkan oleh koefisien korelasi yang erat antara pH tanah
dengan jumlah bintil akar berkorelasi positip (r =0,59).
Hasil penelitian ini Tabel 10 menunjukkan perlakuan kapur dolomit sangat
nyata meningkatkan derajad infeksi mikoriza. Hal ini diperediksikan adanya
mikoriza native dalam tanah. Menurut Setiadi (1996), bahwa penyebaran MVA
dapat terjadi melalui aliran air dan angin. Faktor lainnya yang mendukung adalah
kemasaman tanah yang dapat mempengaruhi hampir semua tahap perkembangan
dan aktivitas mikoriza, yaitu sejak perkecambahan spora, pertumbuhan buluh
kecambah dan hifanya dari spora, proses penetrasi, infeksi dan kolonisasi akar
tanaman inang, keberlimpahan dan agihan propagulnya didalam tanah sampai
dengan peranannya pada pertumbuhan tanaman. Hal ini ditunjukkan oleh
koefisien korelasi yang sangat erat antara pH tanah dengan derajat infeksi
mikoriza (r=0.61). Sesuai dengan pernyataan Nurlaeny dkk (1996) bahwa
pengapuran dapat meningkatkan derajat infeksi akar oleh MVA pada tanaman
jagung dan kedelai.
Nurhayati : Tanggap Tanaman Kedelai Di Tanah Gambut Terhadap Pemberian Beberapa J enis Bahan
Perbaikan Tanah, 2008
USU Repository 2008
94
Pengaruh Pupuk Hayati
Hasil penelitian menunjukkan perlakuan inokulasi gabungan
Bradyrhizobium+mos+mikoriza isolat tanah gambut (A11) adalah perlakuan
unggulan kedua terhadap parameter pengamatan pH tanah, DHL tanah, tinggi
tanaman umur 5 minggu setelah tanam, jumlah polong/pot, berat polong kering/
pot, berat biji kering/pot, sedangkan untuk parameter jumlah bintil akar/pot,
derajat infeksi mikoriza, perlakuan inokulasi gabungan
Bradyrhizobium+mos+mikoriza isolat tanah gambut adalah perlakuan unggulan
pertama.
Perlakuan inokulasi gabungan Bradyrhizobium + mos + mikoriza isolat
tanah gambut (A11) cenderung lebih baik dari perlakuan Bradyrhizobium + mos +
mikoriza isolat tanah mineral (A12). Dengan demikian dapat disimpulkan
mikoriza isolat tanah gambut memberikan respon lebih baik dibandingkan
mikoriza isolat tanah mineral terhadap parameter beberapa sifat fisik, kimia tanah
gambut, infektivitas Bradyrhizobium dan mikoriza, pertumbuhan dan hasil
tanaman kedelai. Fenomena ini dapat dipahami bahwa terdapat perbedaan tingkat
kompatibilitas antara mikoriza isolat tanah gambut dan mikoriza isolat tanah
mineral pada tanah gambut. Menurut Bianciotto et al. (1989), kompabatibilitas
mikoriza dengan tanaman inang sangat bervariasi bergantung pada sepesies
mikoriza, spesies tanaman inang dan kondisi lingkungannya.
Hasil penelitian ini mikoriza isolat tanah gambut lebih kompatibel
daripada mikoriza isolat tanah mineral yang ditunjukkan oleh efektivitasnya dan
Nurhayati : Tanggap Tanaman Kedelai Di Tanah Gambut Terhadap Pemberian Beberapa J enis Bahan
Perbaikan Tanah, 2008
USU Repository 2008
95
infektivitas yang lebih tinggi pada MVA isolat tanah gambut seperti terlihat pada
Tabel 6 dan Tabel 10.
Perlakuan inokulasi gabungan Bradyrhizobium + mos + mikoriza isolat
tanah gambut (A11) dapat meningkatkan pH seperti disajikan pada Tabel 3. Hal
ini dikarenakan peranan dari masing-masing mikroorganisme tersebut sangat
mendukung terhadap peningkatan pH tanah gambut. Bradyrhizobium, mos dan
mikoriza dalam aktivitas dan proses metabolismenya melepaskan senyawa-
senyawa organik. Senyawa-senyawa organik ini berpeluang untuk mengikat
kation-kation logam penyebab kemasaman dalam tanah. Menurut Tan (1997),
senyawa-senyawa organik mampu mengikat kation-kation di dalam kompleks
jerapan, sehingga konsentrasi basa tanah menjadi tinggi, dan pH tanah menjadi
naik.
DHL tanah dengan perlakuan inokulasi gabungan Bradyrhizobium +
mos + mikoriza isolat tanah gambut dapat menurun seperti yang disajikan pada
Tabel 3. Hal ini sangat relevansi dengan meningkatnya peranan mikoriza dengan
adanya Bradyrhizobium dan mos. Mikoriza berperan sebagai penetralisir garam-
garam ataupun unsur-unsur toksik dalam larutan tanah. Hal ini sesuai dengan
pendapat Killham (1994) bahwa mekanisme perlindungan terhadap logam berat
dan unsur toksik oleh mikoriza dapat melalui efek filtrasi, menonaktifkan secara
kimiawi atau penimbunan unsur tersebut dalam hifa cendawan.
Hasil penelitian pada Tabel 7 dan Tabel 9 diketahui bahwa perlakuan
inokulasi gabungan Bradyrhizobium+mos+mikoriza isolat tanah gambut dapat
meningkatkan secara nyata pertumbuhan vegetatif (tinggi tanaman umur 5
Nurhayati : Tanggap Tanaman Kedelai Di Tanah Gambut Terhadap Pemberian Beberapa J enis Bahan
Perbaikan Tanah, 2008
USU Repository 2008
96
minggu setelah tanam) dan pertumbuhan generatip (jumlah polong/pot, berat
polong kering/pot dan jumlah biji kering/pot). Fenomena ini dapat dilihat pada
Gambar 3 dan Gambar 5. Hal ini dapat dipahami bahwa pada kondisi ini terjadi
hubungan yang sinergis antara ketiga jenis mikroba tersebut. Aktivitas mos dapat
meningkat dengan adanya Bradyrhizobium dan mikoriza, dimana peranan
Bradyrhizobium sebagai penyumbang hara N, sedangkan mikoriza dapat
meningkatkan ketersediaan hara P dan unsur mineral lainnya yang merupakan
sumber energi bagi mikroorganisme selulolitik. Kondisi ini tentu akan memacu
perombakan bahan organik oleh mos. Hasil Penelitian Komariah et al. (1994)
menunjukkan penggunaan mikroorganisme perombak selulosa dapat
meningkatkan ketersediaan hara dan perombakan gambut, tetapi belum mampu
menurunkan nisbah C/N tanah. Lambatnya perombakan pada tanah gambut
karena aktivitas mikroorganisme yang rendah. Hal ini dipengaruhi antara lain
oleh potensial redoks, nisbah C/N, pH, suhu dan kelembaban. Kemudahan
dekomposisi bahan organik berkaitan erat dengan nisbah C/N bahan organik. Hal
ini ditunjukkan oleh koefisien korelasi yang sangat erat antara C/N tanah dengan
C-organik tanah (r=0.73). Secara umum, makin rendah nisbah C/N bahan organik,
akan semakin mudah dan cepat mengalami dekomposisi.
Mos dalam proses mineralisasi bahan organik tentu menyumbangkan
berbagai hara ke dalam tanah seperti, N, P, K, Ca, Mg, Mo dan lain-lain yang
dapat meningkatkan aktivitas Bradyrhizobium.
Kondisi lainnya yang mendukung adalah suhu rataan di rumah kaca
berkisar 36
0
C sehingga mikroorganisme aerob seperti mos terpacu untuk
Nurhayati : Tanggap Tanaman Kedelai Di Tanah Gambut Terhadap Pemberian Beberapa J enis Bahan
Perbaikan Tanah, 2008
USU Repository 2008
97
melakukan mineralisasi bahan organik, karena suhu optimum bagi aktivitas
mikrobia aerob adalah 30-36
0
C (Handayani et al. 2001).
Selain itu juga disebabkan adanya peningkatan pH tanah dan penurunan
DHL tanah memacu aktivitas mos dalam proses biodegradasi bahan organik
tanah. Hal ini ditunjukkan pula oleh koefisien korelasi antara pH tanah dengan
C/N tanah berkorelasi negatip (r =-0.44).
Dekomposisi bahan organik tanah yang dipacu oleh mos menghasilkan
berbagai bentuk P organik seperti inositol, fosfolipid, asam nukleat, nukleotida,
dan gula fosfat. Bentuk-bentuk P organik ini bila dipacu dengan dekomposisi
yang lebih sempurna lagi maka akan menghasilkan bentuk P anorganik yang
sangat berpotensi dalam peningkatan kadar P tersedia tanah, maupun suplai hara P
ke dalam jaringan tanaman. Walaupun tanaman dapat mengkonsumsi bentuk-
bentuk P organik, namun persentasenya sangat rendah. Selain itu aktivitas
Bradyrhizobium, mos, dan mikoriza juga menghasilkan asam-asam organik yang
sangat berperanan untuk menonaktifkan agen-agen yang aktif mengikat P seperti
Al, Fe, Ca, sehingga ketersedian P tanah dan serapan P tanaman meningkat yang
akan meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman.
Sementara mikoriza perananan spesifiknya dalam penyediaan hara P.
Diketahui pula bahwa mikoriza adalah perekondisi untuk terjadi nodulasi yang
efektif pada banyak legum (Subba Rao, 1994). Dengan demikian keberadaan mos
dan mikoriza dapat meningkatkan aktivitas Bradyrhizobium, yang sangat relevan
dengan status N tanaman.
Nurhayati : Tanggap Tanaman Kedelai Di Tanah Gambut Terhadap Pemberian Beberapa J enis Bahan
Perbaikan Tanah, 2008
USU Repository 2008
98
Bradyrhzobium meningkatkan serapan N tanaman secara langsung melalui
aktivitas bakteroid di dalam bintil akar (Rao 1994) dan Hanum (1997)
menjelaskan bahwa di dalam bintil akar terdapat suatu zona bakteroid yang
didalmnya terdapat aktvitas nitrogenase dan pigmen merah (leghaemoglobin)
yang berfungsi sebagai tempat absobsi dan reduksi nitrat yang selanjutnya bentuk
N reduksi ini akan ditransportasi ke dalam jaringan tanaman kedelai. Hal ini dapat
dimengerti peranan Bradyrhizobium mensuplai N kepada tanaman, yang sangat
berperanan terhadap pertumbuhan vegetatif selanjutnya berpengaruh terhadap
pertumbuhan generatip. Demikian pula mos peranannya dalam memineralissasi
bahan organik dengan membebaskan berbagai hara untuk memacu pertumbuhan
dan perkembangan tanaman. Disisi lain keberadaan mikoriza dapat memacu
sintesis fitohormon yang berperanan dalam proses fotosintesis, merangsang
nodulasi, dan penambatan nitrogen pada legum dan memberi perlindungan akar
dari infeksi patogen. Fungsi mikoriza dapat memberikan hormon seperti auxsin,
cytokinin, dan gibberelin, selain itu zat pengatur tumbuh seperti vitamin kepada
inangnya (Setiadi, 1996). Kondisi inilah yang mendukung pertumbuhan tanaman
yang bermikoriza lebih baik dari tanpa mikoriza. Didukung oleh Sieverding (1991
dalam Hara Karti 2003) bahwa spora mikoriza di dalam tanah terjadi pada
kisaran pH 3.8-8.0. Berdasarkan penelitian Fransiska (2005) bahwa tanaman pada
media tanah gambut memiliki derajad infeksi akar, serapan P dan tinggi tanaman
yang lebih baik dibandingkan tanaman yang ditanam pada media tanam tanah
ultisol. Hal ini menunjukkan bahwa mikoriza sangat sesuai untuk lingkungan
yang ekstrim. Toleransi dan kemampuan tanaman tumbuh pada tanah yang
Nurhayati : Tanggap Tanaman Kedelai Di Tanah Gambut Terhadap Pemberian Beberapa J enis Bahan
Perbaikan Tanah, 2008
USU Repository 2008
99
masam ada kemungkinan karena asosiasi kolonisasi mikoriza dengan tanaman dan
kemampuan mikoriza beradaptasi terhadap kondisi pH tanah yang rendah.
Fenomena ini menyebakan tanaman yang bermikoriza (perlakuan A6, A7, A9,
A10, A11, dan A12) secara visual dapat dillihat pada Gambar 3, Gambar 4 dan
Gambar 5, dimana pertumbuhan vegetatif dan generatip yang hebat meskipun
nilai pH masih kriteri rendah berkisar 4 seperti disajikan pada Tabel 3.
Selain itu hal ini berhubungan dengan peranaan mikoriza untuk
meningkatkan pertumbuhan tanaman melalui peningkatan absobsi hara terutama P
karena status hara tanaman tersebut dapat ditingkatkan dan diperbaiki disebabkan
oleh P terbebas dari fiksasi Al maupun akibat terlarutnya ikatan Ca-P pada pupuk
rock fosfat. Fenomena ini dapat terjadi melalui berbagai mekanisme antara lain:
1. Enzim fosfatase yang dihasilkan oleh MVA mampu melepaskan P dari ikatan-
ikatan spesifik. Mekanisme ini dirangsang oleh keberadaan asam-asam
fosfatase yang terdapat pada hifa MVA , sehingga P anorganik dibebaskan
dari sumber P organik pada daerah dekat permukaan sel akar, sehingga dapat
diserap melalui proses serapan hara. Aktivitas enzim fosfatase dipacu dengan
adanya asam-asam fosfatase yang terdapat pada hifa MVA yang sedang aktif.
2. Melalui proses pelarutan dari bentuk P terfiksasi maupun terikat dalam
senyawa Ca-P pada rock fosfat. Hal ini disebabkan karena MVA dapat
menghasilkan asam-asam organik yang berperan dalam hal ini yaitu asam
oksalat yang dapat mengkhelat ion Ca ataupun ion Al dan menyingkirkan dari
larutan tanah dalam bentuk senyawa Ca-oksalat, ataupun Al-oksalat, sehingga
P anorganik dapat terbebas ke larutan tanah.
Nurhayati : Tanggap Tanaman Kedelai Di Tanah Gambut Terhadap Pemberian Beberapa J enis Bahan
Perbaikan Tanah, 2008
USU Repository 2008
100
3. Dalam keadaan tanah non steril, diduga mikoriza mampu berinteraksi dengan
bakteri dan jamur pelarut fosfat. Mikoriza akan menyerap P yang dibebaskan
oleh bakteri dan jamur pelarut fosfat , sehingga P yang terbebas itu tidak akan
terfiksasi oleh agen-agen pengikat P. Menurut Husin (1995) bahwa seiring
dengan peningkatan P tersedia tanah, serapan P tanaman juga meningkat.
Disinilah peranan mikoriza yang dominan, dimana mikoriza tidak dapat
menggantikan pupuk P, tetapi membebaskan P menjadi tersedia dan efesiensi
pupuk lebih meningkat.
Disamping itu peranan mikoriza mampu meningkatkan serapa hara,
disebabkan disamping membentuk hifa interna, mikoriza juga membentuk hifa
eksterna. Pada hifa ekterna akan terbentuk spora, yang merupakan bagian penting
dari mikoriza yang berada di luar akar. Fungsi utama dari hifa ini adalah untuk
menyerap unsur hara dan air dari dalam tanah. P yang terakumulasi pada hifa
ekterna akan segera dirubah menjadi senyawa polifosfat dengan adanya enzim
fosfatase. Senyawa polifosfat ini kemudian dipindahkan ke hifa interna dan
arbuskula. Di dalam arbuskula senyawa polifosfat dipecah menjadi fosfat
anorganik yang kemudian dilepaskan kedalam jaringan tananam inang.
Menurut Salisbury dan Ross (1995), keuntungan MVA pada tumbuhan
yang dikenal baik, dengan meningkatkan penyerapan fosfat, meskipun hara
lainnya sering meningkat pula. Peningkatan serapan P oleh akar yang bermikoriza
ini sebagian besar disebabkan oleh perluasan sistem penyerapan yang diberikan
oleh misellia fungi. Hifa jamur yang meluas dalam tanah menyerap ion-ion P yang
terbebas dari mineral tanah atau organisme lain dan mentranlokasikan ke
Nurhayati : Tanggap Tanaman Kedelai Di Tanah Gambut Terhadap Pemberian Beberapa J enis Bahan
Perbaikan Tanah, 2008
USU Repository 2008
101
perakaran inang. Dijelaskan oleh severding (1991) bahwa mikoriza yang
menginfeksi sistem perakaran tanaman inang akan memproduksi jalinan hifa
secara intensif sehingga akar tanaman yang bermikoriza akan mampu
meningkatkan kapasitasnya dalam menyerap unsur hara dan air. Penyerapan unsur
hara khususnya P sangat dipengaruhi oleh panjang total hifa yang hidup,
penyebaran hifa di dalam tanah dan oleh energi kenetik penyebaran hifa (Jakobsen
1992 dalam Hapsoh, 2003). Hifa eksternal mikoriza berperan dalam penyerapan
unsur hara anorganik oleh akar tanaman, distribusi hifa ini ketempat yang kaya
unsur hara dan diduga sangat efektif berkompetisi dengan mikroba tanah lainnya
(Smith dan Read 1997). Dilaporkan peningkatan penyerapan unsur hara oleh
mikoriza dapat merupakan penyerapan hifa secara langsung dan secara tidak
langsung yang disebabkan oleh adanya perubahan morfologi dan fisiologi akar-
akar tumbuhan (Persad-Chinney dan Chinnery 1996 dalam Hapsoh,
2003).Volume tanah yang dapat dieksplorasi oleh hifa eksternal mikoriza
meningkat 5-200 kali dibandingkan dengan eksplorasi akar tanpa mikoriza
(Seiverding 1991). Kondisi inilah yang menyebabkan pertumbuhan dan
perkembangan tanaman yang bermikoriza cenderung lebih baik. Selain hara P hifa
eksternal mikoriza dapat meningkatkan penyerapan unsur hara lain seperti N, K,
Ca dan Mg (Sieverding 1991; Bago et al. 1996). Bahkan unsur-unsur mikro
seperti Zn, Cu, B, Mo juga meningkat penyerapannya (Smith dan Read, 1997).
Sedangkan menurut (Sieverding 1991) kadar Fe, Mn dan Cl juga ada dalam
konsentrasi tinggi pada tanaman yang bermikoriza meskipun belum diketahui
mekanismenya. Mikoriza yang menginfeksi sistem perakaran tanaman inang akan
Nurhayati : Tanggap Tanaman Kedelai Di Tanah Gambut Terhadap Pemberian Beberapa J enis Bahan
Perbaikan Tanah, 2008
USU Repository 2008
102
memproduksi jalinan hifa secara intensif, sehingga tanaman yang bermikoriza
akan mampu meningkatkan kapasitas dalam penyerapan unsur hara dan air,
sehingga memperbaiki pertumbuhan dan produksi tanaman. Berdasarkan
penelitian Johanis (2003) bahwa pemberian inokulum MVA campuran dapat
meningkatkan produksi sorgum dibandingkan isolat tunggal. Selanjutnya
berdasarkan penelitian Hapsoh (2003), menyebutkan bahwa jenis MVA yang
kompatibel untuk pertumbuhan tanaman kedelai adalah Glomus etunicum. Hal ini
sesuai dengan penelitian ini yaitu menggunakan isolat campuram MVA dari
beberapa genus Glomus. Selain itu glomus merupakan spora yang paling dominan
pada tanah gambut.
MVA dapat meningkatkan hasil tanaman melalui perbaikan ketersediaan
hara P. Kenyataan ini berdasarkan atas hasil penelitian bahwa mikoriza yang
menginfeksi tanaman dibagian jaringan tanaman banyak mengandung P, daripada
tanaman yang tidak mengandung mikoriza.
Selanjutnya Tabel 10 menunjukkan perlakuan inokulasi gabungan
Bradyrhizobium+mos+mikoriza isolat tanah gambut (A11) sangat nyata
meningkatkan jumlah bintil akar dan derajat infeksi mikoriza. Ini menunjukkan
telah terjadinya hubungan sinergistik yang baik antara Bradyrhizobium, mos, dan
mikoriza dalam pembentukan bintil akar, dan kolonisasi mikoriza. Aktivitas mos
memacu mineralisasi bahan organik dan membebaskan berbagai nutrisi yang
sangat mendukung perkembangan Bradyrhizobium dan mikoriza. Pembentukan
bintil akar terjadi sejak terbentukknya akar tanaman yang menurut literatur pada
umur satu minggu setelah tanam. Hal ini menunjukkan asosiasi yang erat antara
Nurhayati : Tanggap Tanaman Kedelai Di Tanah Gambut Terhadap Pemberian Beberapa J enis Bahan
Perbaikan Tanah, 2008
USU Repository 2008
103
Bradyrhizobium dan mikoriza, dimana mikoriza berperanan terhadap
perkembangan akar. Konsekuensinya semakin banyak volume akar yang
terbentuk semakin banyak pula jumlah bintil akar. Hal ini ditunjukkan oleh
koefisien korelasi yang sangat erat antara derajat infeksi mikoriza dengan jumlah
bintil akar (r=0.75). Pada penelitian ini tidak menggunkan pupuk N, tetapi hanya
diberikan pupuk rock fosfat sebagai pupuk dasar. Kondisi ini turut mendukung
juga pembentuka bintil akar. Diketahui pula bahwa mikoriza adalah perekondisi
untuk terjadi nodulasi yang efektif pada banyak legum.
Kolonisasi oleh mikoriza meningkat bila tanaman kedelai juga diinokulasi
dengan bakteri penambat N, B. japonicum (Rao, 1994). N hasil fiksasi
Bradyrhizobium sangat mempengaruhi infektivitas mikoriza. Bradyrhizobium
dapat mensuplai kebutuhan N tanaman, sehingga pertumbuhan vegetatif tanaman
akan lebih baik. Kondisi ini akan berhubungan dengan eksudat-eksudat hasil
sekresi di perakaran yang akan mempengaruhi pula asosiasi mikoriza dengan
perakaran tanaman inang (Hanum 1997). Fakuara (1988) menyatakan bahwa
intensitas infeksi MVA dipengaruhi oleh faktor pemupukan, pestisida, intensitas
cahaya, musim, kelembaban tanah dan tingkat kerentanan tanaman. Brundrett
(1991 dalam Hapsoh, 2003) juga menjelaskan bahwa intensitas matahari dan suhu
sangat berpengaruh terhadap kapasitas derajat infeksi MVA pada akar tanaman.
Smith dan Read (1997) menyatakan bahwa derajad infeksi tergantung dari spesies
MVA dan jenis tanaman inang.
Selain itu kemasaman tanah dilaporkan mempengaruhi hampir semua
tahap perkembangan dan aktivitas mikoriza, yaitu sejak perkecambahan spora,
Nurhayati : Tanggap Tanaman Kedelai Di Tanah Gambut Terhadap Pemberian Beberapa J enis Bahan
Perbaikan Tanah, 2008
USU Repository 2008
104
pertumbuhan buluh kecambah dan hifanya dari spora, proses penetrasi, infeksi
dan kolonisasi akar tanaman inang, keberlimpahan dan agihan propagulnya
didalam tanah sampai dengan peranannya pada pertumbuhan tanaman.
Sieverding (1991 dalam Hara Karti 2003) mengemukakan bahwa spora cendawan
mikoriza arbuskular di dalam tanah terjadi pada kisaran pH 3.8-8.0. pH tanah pada
kondisi ini 4.06 (Tabel 3) ini mendukung eksistensi mikoriza pada kondisi ini.
Hasil penelitian ini terlihat seiring dengan meningkatnya derajad infeksi
mikoriza pada tanaman maka efektivitas mikoriza juga meningkat, dan hal ini
analog dengan terjadinya peningkatan serapan P tanaman seiring dengan
meningkatnya derajat infeksi. Hal ini ditunjukan oleh koefisien korelasi yang erat
antara derajat infeksi mikoriza dengan P tersedia tanah (r=0.82) dan dengan
serapan P tanaman (r=0.85). Fenomena ini dapat terjadi karena kondisi
lingkungan, atau pengaruh isolat campuran, atau terdapat kompatibilitas antara
mikoriza dengan tanaman kedelai sehingga mampu mendukung perkembangan
dan aktivitas mikoriza.
Nurhayati : Tanggap Tanaman Kedelai Di Tanah Gambut Terhadap Pemberian Beberapa J enis Bahan
Perbaikan Tanah, 2008
USU Repository 2008
105
Pengaruh Lumpur Laut
Perlakuan yang buruk dan yang paling buruk adalah masing-masing
perlakuan lumpur laut+kapur (A3), dan perlakuan lumpur laut tanpa kapur (A2),
dimana akibat perlakuan-perlakuan itu terjadi respon positip terhadap peningkatan
DHL tanah dengan nyata yang mengakibatkan respon negatif dengan sangat
nyata terhadap penurunan parameter pH tanah, jumlah bintil akar, derajad infeksi
mikoriza, berat polong kering/pot, dan nyata terhadap tinggi tanaman umur 5
MGST, jumlah polong/pot, berat biji kering/pot.
Hal ini diperediksikan tindakan pengelolan terhadap lumpur laut belum
tepat, dalam pengendalian kadar pirit dan tingkat salinitas pada lumpur laut,
sehingga memberikan efek buruk terhadap semua parameter pengamatan. Dari
hasil analisis lumpur laut kering udara 8 minggu (Lampiran 11) terlihat kadar Fe
3+
dan SO
4
2-
kriteria tinggi. Kondisi ini sangat berpotensi dalam pembentukan
senyawa pirit (FS
2
), dan adanya indikasi oksidasi pirit yang dicirikan adanya
SO
4
2-
pada lumpur laut yang digunakan.
Pirit dalam keadaan aerob akan teroksidasi menghasilkan ion hidrogen
(H
+
) dan ion sulfat (SO
4
2-
). Kondisi inilah yang menyebabkan rendahnya pH
tanah akibat perlakuan lumpur laut seperti ditampilkan pada Tabel 3. Kondisi ini
dapat menghambat aktivitas mikroorganisme yang berperanan dalam mineralisasi
bahan organik baik yang berasal dari tanah gambut maupun bahan organik yang
terdapat pada lumpur laut yang dicirikan buruknya beberapa sifat tanah gambut,
rendahnya serapan hara dan menghambat pertumbuhan vegetatif dan generatif
tanaman.
Nurhayati : Tanggap Tanaman Kedelai Di Tanah Gambut Terhadap Pemberian Beberapa J enis Bahan
Perbaikan Tanah, 2008
USU Repository 2008
106
Laju penguraian bahan organik tergantung pada beberapa faktor seperti
ukuran partikel, kelembaban, aerasi, rasio C/N dan ketersedian mikroorganisme
pengurai. Oleh karena pada kondisi ini pH tanah baik yang diukur pada fase akhir
vegetatip 4.06 (Tabel 3) maupun yang diukur setelah diikubasi selama 8 minggu
3.45 (Lampiran 7) tidak mendukung aktivitas mikroorganisme pengurai.
Didukung pula suhu rataan di rumah kaca sekitar 25-36
0
C. Kondisi ini
jelas dapat memacu suasana aerob dan meningkatkan aktivitas mikroorganisme
aerob yang berperanan dalam proses oksidasi senyawa pirit (FeS
2
)
Menurut Adhi et al. (1997) ciri-ciri adanya pirit adalah tanah berbau
busuk menandakan zat asam belerangnya banyak, dan bongkah tanah becak-becak
kuning. Sedangkan gejala keracunan Fe, daun tanaman menguning jingga, pucuk
daun mengering, tanaman kerdil dan hasil tanaman rendah. Untuk keracunan
belerang tanaman mudah terserang penyakit, tanaman lebih mudah kena
keracunan besi dan hasil yang rendah. Fenomena-fenomena ini terlihat secara
visual pada penelitin ini yaitu tanaman dengan diperlakukan lumpur laut baik
tanpa atau dengan kapur menunjukkan gejala seperti yang dikemukan di atas
(Gambar 3).
Hasil penelitian Bastoni (1999) penambahan lumpur laut pada tanah
gambut mengakibatkan pH menurun drastis akibat oksidasi pirit hingga mencapai
2-3.5, yang selanjutnya akan berdampak buruk terhadap pertumbuhan tanaman
dan perkembangan akar. Berdasarkan hasil penelitian Sustika et al. (2006) tentang
pengaruh aplikasi tanah mineral berpirit pada tanah gambut dapat meningkatkan
pertumbuhan dan hasil tanaman padi. Namun dalam penelitiannya dilakukan
Nurhayati : Tanggap Tanaman Kedelai Di Tanah Gambut Terhadap Pemberian Beberapa J enis Bahan
Perbaikan Tanah, 2008
USU Repository 2008
107
pencucian terhadap pencampuran tanah gambut dan bahan mineral berpirit baik
sebelum diinkubasi maupun setelah peroses inkubasi selama satu bulan dimana
pencucian setelah masa inkubasi memberikan pengaruh lebih baik dibandingkan
dengan pencucian sebelum diinkubasi. Hal inilah yang menyebabkan
pertumbuhan dan hasil tanaman lebih baik. Dengan pencucian diperediksikan
akan menurunkan kadar SO
4
2-
tersedia, sehingga ion Fe
3+
yang terkandung pada
lumpur laut dapat berperan menonaktifkan asam organik seperti asam fenol. Oleh
karena dalam penelitian ini tidak dilakukan pencucian terhadap media tanam,
maka hal inilah yang menyebabkan efek buruk perlakuan lumpur laut baik
terhadap beberapa sifat tanah gambut, maupun terhadap pertumbuhan dan
produksi tanaman kedelai.
Dengan tidak adanya tindakan pencucian diperediksikan pengaruh racun
asam fenol sangat dominan memberikan efek buruk terhadap pertumbuhan
tanaman dan produksi tanaman. Hal ini dapat dimengerti karena peranan Fe
3+
untuk menonaktifkan asam-asam organik seperti asam fenol pada gambut
mengacu terhadap pembentukan pirit dengan adanya sulfur. Hal ini dilandasi oleh
pemikiran bahwa kation polivalen seperti Fe
3+
akan membentuk senyawa komplek
dengan asam-asam organik yang tadinya berbentuk monomer, akan berubah
menjadi polimer (Stevenso 1994, Tan 1997). Dengan terbentuknya senyawa
komplek akan mengurangi daya meracun dari asam organik. Diantara kation
polivalen ternyata ion Fe
3+
memiliki affinitas yang paling tinggi terhadap asam-
asam organik dibandingkan dengan Cu
2+
, Ca
2+
, Zn
2+
, Mn
2+
, dan Al
3+
(Saragih
1996). Menurut Tadano et al.. (1992) asam asam fenolat terutama asam -
Nurhayati : Tanggap Tanaman Kedelai Di Tanah Gambut Terhadap Pemberian Beberapa J enis Bahan
Perbaikan Tanah, 2008
USU Repository 2008
108
hidroksibenzoat dengan konsentrasi >0.01 mM dapat menurunkan bobot kering
tanaman padi dan biji pada saat panen. Konsentarsi asam-asam fenolat 0,1-1mM
termasuk tinggi dalam selang yang meracuni tanaman. Vaughan et al. (1985)
menambahkan bahwa asam-asam fenolat yang bersifat fitotoksik terhadap
pertumbuhan tanaman melalui mekanisme gangguan pada metabolisme seperti
respirasi atau sintesa asam nukleat atau protein. Patrich (1971) mengemukakan
bahwa bahan-bahan fitotoksik hasil dekomposisi bahan organik, berpengaruh
terhadap permeabilitas sel tanaman, sehingga asam-asam amino dan bahan lain
mengalir ke luar sel. Disamping itu senyawa fitotoksik ini dapat menghambat
pertumbuhan akar, mengakibatkan tanaman menjadi kerdil (Gambar 3 dan
Gambar 5) dan mengganggu serapan hara N, P tanaman (Tabel 6) sehingga secara
keseluruhan menghambat perkembangan tanaman dan hasil tanaman (Tabel 7,
Tabel 8 dan Tabel 9).Takajima (1964 dalam Tsutsuki, 1984) menambahkan
bahwa konsentrasi asam fenolat sebesar 0,6-3,0 mM dapat menghambat
pertumbuhan akar padi sampai 50 %.
Selain itu pengaruh buruk dari lumpur laut ini disebabkan pengaruh
tingginya salinitas pada lumpur laut sehinga dapat menghambat aktivitas
mikroorganisme tanah dalam aktivitasnya terhadap mineralisasi bahan organik
tanah yang ditunjukkan oleh nilai koefisien korelasi tanah antara DHL tanah
dengan C/N tanah yang berkorelasi negatip dan nyata (r=-0.66), sehingga
ketersedian hara dan serapan hara seperti N dan P terhambat pula, selanjutnya
menyebabkan rendahnya pertumbuhan dan hasil tanaman.
Nurhayati : Tanggap Tanaman Kedelai Di Tanah Gambut Terhadap Pemberian Beberapa J enis Bahan
Perbaikan Tanah, 2008
USU Repository 2008
109
Tingginya DHL tanah menunjukkan tingginya kegaraman (salinitas)
tanah yang dapat menggangu fisiologi tanaman. Hal ini dapat ditunjukan dengan
koefisien korelasi antara DHL tanah dengan parameter-parameter pengamatan
lainnya yang berkorelasi negatip (Lampiran 53).
Disamping itu kadar garam yang tinggi di daerah perakaran tanaman,
menyebabkan tekanan osmotik yang tinggi (Bernstein 1975), sehingga rendahnya
serapan hara seperti N dan P tanaman (Tabel 6). Salinitas tanah akan menghambat
pembentukan akar-akar baru dan akar tanaman mengalami kesukaran dalam
menyerapa air karena tingginya tekanan osmotik larutan tanah. Keadaan ini
selanjutnya akan menyebabkan terjadinya kekeringan pada tanaman. Hal ini dapat
dilihat pada Gambar 3 dan Gambar 5 dimana pertumbuhan tanaman dan
perkembangan akar terhambat, sehingga absorbsi unsur-unsur hara dan air
menjadi terhambat menyebabkan tanaman tumbuh kerdil akibat perlakuan lumpur
laut (A2) maupun lumpur laut+kapur (A3). Menurut (Doorenbos, 1979)
kemampuan tanaman menyerap air pada lingkungan bergaram akan berkurang
sehingga gejala yang ditimbulkan mirip dengan gejala kekeringan. Gejala-gejala
yang tampak seperti daun cepat menjadi layu, terbakar, berwarna biru kehijau-
hijauan, pertumbuhan daun yang kecil, penurunan jumlah daun dan stomata
persatuan luas daun dan pada akhirnya tanaman akan mati kekeringan. Gejala-
gejala ini terjadi pada tanaman yang diperlakukan dengan lumpur laut baik tanpa
maupun dengan kapur (Gambar 3). Tanaman yang tumbuh di tanah bergaram
akan mengalami dua tekanan fisiologis berbeda. Pertama pengaruh racun dari
beberapa ion tertentu seperti sodium dan klorida yang lazim terdapat pada tanah
Nurhayati : Tanggap Tanaman Kedelai Di Tanah Gambut Terhadap Pemberian Beberapa J enis Bahan
Perbaikan Tanah, 2008
USU Repository 2008
110
bergaram, yang akan menghancurkan struktur enzim dan makromolekul lainnya,
merusak organel sel, mengganggu fotosintesis dan respirasi, dan memacu
kekurangan ion. Poljakoff-Mayber dan Gale (1975 dalam Delfian 2004)
menyatakan salinitas tanah dapat menekan laju fotosintesis persatuan luas daun
pada beberapa jenis tanaman seperti kacang-kacangan, barley, gandum, tomat,
onion, kapas dan jagung. Secara umum laju fotosintesis berkurang sebanding
dengan peningkatan salinitas tanah. Mekanisme utama penekanan laju fotosintesis
terjadi karena menutupnya stomata sebagai akibat tidak seimbangnya air.
Sebaliknya peningkatan salinitas tanah akan meningkatkan laju respirasi akar dan
jaringan tanaman lainnya. Fenomena inilah yang menyebabkan rendahnya hasil
tanaman dengan pemberian lumpur laut baik tanpa atau dengan kapur. Kedua,
tanaman akan dihadapkan potensial osmotik yang rendah dari larutan tanah
bergaram akan terkena resiko physiological drought karena tanaman tersebut
harus mempertahankan potensial internal osmotik yang lebih rendah dalam rangka
untuk mencegah pergerakan air akibat osmosis dari akar ke tanah. Tanaman
mungkin akan menyerap ion untuk mempertahankan potensial osmotik internal
yang rendah, namun hal ini akan menyebabkan kelebihan ion yang pada akhirnya
mengakibatkan terjadinya penurunan pertumbuhan pada beberapa tanaman.
Tingginya konsentrasi garam akan menyebabkan penurunan permiabilitas akar
tehadap air dan mengakibatkan penurunan laju masuknya air ke dalam tanaman.
Selanjutnya dinyatakan oleh Yoshida (1981 dalam Delfian, 2004), jika salinitas
tanah meningkat secara tiba-tiba maka kemampuan akar tanaman untuk menyerap
air, akan berkurang karena tingginya tekanan osmotik larutan tanah. Dalam
Nurhayati : Tanggap Tanaman Kedelai Di Tanah Gambut Terhadap Pemberian Beberapa J enis Bahan
Perbaikan Tanah, 2008
USU Repository 2008
111
keadaan ini tanaman akan berusaha menyesuaikan tekanan osmotik selnya dengan
maksud untuk mencegah dehidrasi dan kematian. Proses ini disebut penyesuaian
osmotik. Tingginya salinitas selain bermasalah terhadap tekanan osmotik yang
merugikan pertumbuhan tanaman, seringkali juga terjadi ketidakseimbangan
ketersediaan hara tanaman. Hal ini disebabkan karena kadar hara tertentu tersedia
dalam jumlah yang tinggi dan dapat menekan ketersediaan unsur hara lainnya.
Disamping itu adanya bahaya racun dari natrium, chlorida dan ion-ion lainnya.
Menurut Bumbla dan Abrol (1981 dalam Delfian 2004) tanaman sampai batas-
batas tertentu masih toleran dengan tingginya tekanan osmotik karena tingginya
kandungan garam dalam tanah.
Nilai DHL 1 mmhos/cm akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman yang
peka, dan 6-8 mmhos/cm baru akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman yang
toleran terhadap salinitas. Hal ini sangat relevan dengan hasil penelitian ini,
dimana nilai DHL tanah dengan perlakuan lumpur laut tanpa atau dengan kapur
mempunyai DHL masing-masing 8.5 mmhos/cm dan 7 mmhos/cm, oleh karena
itu pada kondisi ini pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman sangat buruk,
seperti terlihat pada Gambar 3 dan Gambar 5.
Selain itu garam terlarut mungkin secara langsung mempengaruhi
organisme tanah melalui pengaruh toksisitas spesifik dari ion-ion dalam
konsentrasi yang tinggi seperti sodium atau klorida, atau oleh efek non spesifik zat
terlarut terhadap potensial osmotik atau potensial air. Semakin rendah (lebih
negatif) potensial air tanah, maka semakin sulit organisme untuk menyerap air
dari dalam tanah. Fenomena ini merupakan petunjuk bahwa rendahnya aktivitas
Nurhayati : Tanggap Tanaman Kedelai Di Tanah Gambut Terhadap Pemberian Beberapa J enis Bahan
Perbaikan Tanah, 2008
USU Repository 2008
112
mikroba tanah akibat salinitas yang tinggi, hal ini sangat berkaitan dengan
rendahnya infektivitas Bradyrhizobium dan mikoriza native yang ditunjukkan oleh
terhambatnya pembentukan bintil dan rendahnya derajat infeksi mikoriza (Tabel
10).
Disisi lain sifat yang menguntungkan dari lumpur laut adalah kandungan
beberapa unsur hara makro dan mikro tertentu dalam jumlah banyak, kejenuhan
basanya tinggi, tetapi kapasitas tukar kation rendah. Sewajarnya pengaruh lumpur
laut dapat mempebaiki sifat-sifat kimia tanah gambut, pertumbuhan dan hasil
tanaman kedelai, tetapi hasil penelitian ini sangat bertolak belakang dengan
pernyataan di atas.
Hasil penelitian Sagiman (2001) pencampuran lumpur laut dengan
gambut secara nyata dapat meningkatkan kandungan kation-kation (Ca, Mg, K
dan Na) dapat tukar, kejenuhan basa dan pH, tetapi menurunkan KTK dan P
tersedia tanah. Kemudian hasil penelitian Bastoni (1999), pencampuran lumpur
laut : gambut dengan rasio 1:5 hingga 1: 2 menunjukkan bahwa pencampuran
lumpur laut dengan gambut secara nyata dapat meningkatkan kandungan kation-
kation Ca, Mg, K dan Na dapat ditukar, kejenuhan basa dan pH, tetapi
menurunkan KTK dan P tersedia. Perpanjangan priode masa inkubasi dari 2
hingga 8 minggu dapat meningkatkan kadar P tersedia, pH , kejenuhan basa dan
kation-kation tertukar terutama Ca dan Mg, tetapi menurunkan KTK tanah.
Kandungan unsur hara tanah (terutama unsur-unsur basa) dari campuran gambut
+lumpur laut lebih tinggi dibandingklan gambut tanpa lumpur. Dalam hal ini
penambahan lumpur disarankan untuk tidak melebihi dari 30 %, adanya tindakan
Nurhayati : Tanggap Tanaman Kedelai Di Tanah Gambut Terhadap Pemberian Beberapa J enis Bahan
Perbaikan Tanah, 2008
USU Repository 2008
113
pengelolaan terhadap penurunan salinitas dan kadar pirit pada lumpur laut., karena
lumpur laut umumnya mengandung pirit tinggi.
Nurhayati : Tanggap Tanaman Kedelai Di Tanah Gambut Terhadap Pemberian Beberapa J enis Bahan
Perbaikan Tanah, 2008
USU Repository 2008
114
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian beberapa jenis bahan
perbaikan tanah (kapur, lumpur laut, dan beberapa jenis pupuk hayati)
berpengaruh sangat nyata terhadap peningkatan parameter pH tanah, berat polong
kering/pot, jumlah bintil akar/pot, derajat infeksi mikoriza, dan berpengaruh nyata
terhadap penurunan parameter Daya Hantar Listrik tanah, dan peningkatan tinggi
tanaman umur 5 minggu setelah tanam, jumlah polong/pot dan berat biji
kering/pot.
Pengaruh perlakuan bahan perbaikan tanah berdasarkan peubah peubah
tertentu, dari pengaruh yang terbaik ke yang baik, hingga yang paling buruk
diurutkan sebagai berikut : (1) Perlakuan unggulan pertama adalah perlakuan
kapur (A1), dimana telah terjadi respon positip terhadap perlakuan pengapuran
dengan dolomit (A1) pada tanah gambut percobaan pot dengan sangat nyata
terhadap peningkatan-peningkatan pH tanah, jumlah bintil akar, derajat infeksi
mikoriza, berat polong/pot, sedangkan pengaruh pengapuran dolomit itu nyata
terhadap tinggi tanaman umur 5 MGST, jumlah polong/pot
, berat biji kering
pot
dan berpengaruh nyata terhadap penurunan DHL tanah.
(2) Perlakuan unggulan
kedua adalah inokulasi gabungan Bradyrhizobium+mos+mikoriza isolat tanah
gambut (A11), dengan sangat nyata meningkatkan pH tanah, jumlah bintil akar,
derajat infeksi mikoriza, berat polong kering/pot, serta dengan nyata
meningkatkan tinggi tanaman umur 5 MGST, jumlah polong/pot, berat biji kering/
pot dan berpengaruh nyata terhadap penurunan DHL tanah. 3) Perlakuan yang
Nurhayati : Tanggap Tanaman Kedelai Di Tanah Gambut Terhadap Pemberian Beberapa J enis Bahan
Perbaikan Tanah, 2008
USU Repository 2008
87
Nurhayati : Tanggap Tanaman Kedelai Di Tanah Gambut Terhadap Pemberian Beberapa J enis Bahan
Perbaikan Tanah, 2008
USU Repository 2008
115
buruk dan yang paling buruk adalah masing-masing perlakuan lumpur laut+kapur
(A3), dan perlakuan lumpur laut tanpa kapur (A2), dimana akibat perlakuan-
perlakuan itu terjadi respon negatif terhadap penurunan yang sangat nyata pada
parameter pH tanah, jumlah bintil akar, derajad infeksi mikoriza, berat polong
kering/pot, dan berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman umur 5 MGST, jumlah
polong/pot, berat biji kering/pot, sedangkan akibat perlakuan-perlakuan itu
dengan nyata terjadi peningkatan DHL tanah.
Saran
Dari hasil penelitian ini pengaruh pemberian lumpur laut tanpa atau
dengan kapur cenderung kurang efektif terhadap kesuburan tanah gambut,
pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman kedelai. Fenomena ini kemungkinan
disebabkan dosis pemberian lumpur laut atau perbandingan lumpur laut+kapur
atau pengeloloan terhadap penurunan kadar pirit dan penurunan tingkat salinitas
pada lumpur yang belum tepat. Untuk itu perlu dilakukan penelitian lanjutan
dengan mencoba berbagai dosis atau dengan berbagai perbandingan
lumpur+kapur, dan berbagai teknik pengeloloan untuk menurunkan kadar pirit
dan penurunan tingkat salinitas lumpur laut.
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat direkomendasikan bahwa perlakuan
unggulan pertama adalah kapur dolomit dan unggulan kedua kedua
Bradyrhizobium+mos+mikoriza isolat tanah gambut dapat diterapkan secara
bersama untuk meningkatkan kesuburan tanah gambut, pertumbuhan dan produksi
kedelai di tanah gambut.
DAFTAR PUSTAKA
Adhi, W. 1976. Chemical Characteristics of the Upper 30 cms of Peat Soil From
Riau. In:Final Report ATA 106. Soil Res. Inst. Bogor.
Alexander. 1978. Introduction to Soil Microbiology. Jhon Wileey and Sonc, Inc.
New York.
Al-Raddad AM. 1995. Mass Production of Glomus mosseae Spores. Mycorrhiza.
Anas, I, Wiwyastuti, R., Hifnalisa. 2002. Bakteri penambat nitrogen dan mikroba
pelarut fosfat dari gambut Kalimantan Tengah. Agrista Vo. 6 No.3.
Asmah, A. E. 1995. Effect of Phosphorus Source and Rate of Aplication on VAM
Fungal, Infection and Growth of Maize. Mycorrhyza.
Anonim. 2002. Kalimantans Peatland Disaster. Inside Indonesia.
Anggraini, T., dan A. Sahar. 2003. Respon Kedelai Terhadap Pemberian Pupuk
Hayati dan Amandemen di Tanah Gambut. Tesis Program Pascasarjana
USU. Medan.
Bernstein L. 1975. Effect of Salinity and Sodicity on Plant Growth. Annu. Rev.
Phytopthol.
Bianciotto V. Palazzo D, Bonfante- Fasolo P. 1989. Germination process and
hyphal growth of vesicular-arbuscular mycorrhizal fungus.Alionia.
Basri, H., 1991. Pengaruh Stres Garam Terhadap Pertumbuhan dan Produksi
Empat Varietas Kedelai. Tesis Program Pasca Sarjana IPB. Bogor.
Brockwell, J., P. J. Bottomley and J. E. Thies. 1995. Manipulation of Rhizobia
Microflora for Improving Legum Productivity and Soil Fertility : Acritical
Assesmen Plant and Soil.
Brown, S., K. J. Opaska, J.L. Sprent, and K. B. Walsh. 1995. Symplastic
Transport in Soybean Root Nudules. Soil Biol. Biochem.
Bago B, Vierheiling H, Piche Y, Azcon-Aguilar C. 1996. Nitrate Delation and pH
Changes Induced by the Extraradical mycellium of the
Arbuscularmychorrhizal fungus Glomus Interadices grown in monoxenic
culture. New Phytol.
Beauchamp, E.G and D. J. Hume. 1997. Agriculture soil manipulation: The use of
bacteria, manuring and plowing. In Modern soil microbiology. J.D. Van
Elsas., J.T. Trevors and E.M.H.
116
117
Bastoni. 1999. Studi Aspek Kimia dan Kesuburan Campuran Tanah Organik
(Gambut) dan Mineral (Lumpur) yang digunakan untuk Media Tumbuh .
Bulletin Reboisasi.
Basyaruddin, 2001. Tanah Gambut. Medan.
Driessen, P.M. 1978. Peat Soil. Soil and Rice. IRRI. Los Banos. Philiphines.
Dorrenbos J dan Kassam AH. 1979. Yiel Response to Water. Food and
Agriculture Organization of the United Nation. Rome.
Daniels BA. Trappe JM. 1980. Factors Affecting Spore Germination of the
Vesicular-Arbuscular Mycorrhizal Fungus,Glomus Epigaeus. Mycologia
Darnoko. 1994. Potensi Pemanfaatan Limbah Lignoselulosa Kelapa Sawit Melalui
Biokonversi. Berita Penelitian Perkebunan. Vol 2 (2). Puslitbun (RISPA)
Medan.
Delfian, 2004. Respon Pertumbuhan dan Hasil Perkembangan Cendawan
Mikoriza Arbuskular dan Tanaman Terhadap Salinitas Tanah. Karya Tulis.
Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan.
Elfiati, D. 2000. Penggunaan Rhizobium dan Mikroba Pelarut Fosfat pada Tanah
Mineral Masam dalam Meningkatkan Pertumbuhan Anakan Sengon.
Disertasi. Program Pascasarjana Bogor. Bogor.
Fakuara, M. Y, Y. Setiadi.1990. Aplikasi Mikoriza Dalam Pembangunan Hutan
Tanaman Industeri. Prosiding Seminar Bioteknologi Hutan. Fakultas
Kehutanan -UGM. Yokyakarta.
Fukoka, M., 1994. Empat Azas Bertani Alami . Kyusei Nature Farming, 03 (2)
: 42 46.
Fransiska, E. 2005. Uji Kompatibilitas Mikoriza Vesikular Arbuskula Terhadap
Pembibitan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) pada Media Tanam
Ultisol dan Histosol. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara. Medan.
Gianinazzi-Pearson, V and H. G. Diem. 1982. Endomycorrhizae in The Tropical
Soil. In Y. R. Dommergues and H. G. Diem (eds). Microbiollogy of
Tropical Soil and Plant Productivity. Martinus Nijholf/Dr . W. Junk Pub.
London. P. 37-73.
Hasibuan, E. B., Adiwiganda, T. Y., Ritonga, D. M., Rotinga, M. 1989. Pengaruh
Pemupukan N, P, dan K Serta Pengapuran Terhadap Pertumbuhan dan
Produksi Tanaman Jagung pada Tanah Gambut.Kumpulah Makalah
Seminar Tanah Gambut untuk Perluasana Pertanian. Fakultas Pertanian
Islam Sumatera Utara. Medan.
117
118
Husin EF. 1992. Perbaikan Beberapa Sifat Kimia Tanah Podsolik Merah Kuning
dengan Pemberian Pupuk Hijau Sesbania rostrata dan Inokulasi Mikoriza
Vesikular Arbuskular serta Efeknya terhadap Serapan Hara dan Hasil
Tanaman Jagung. Disertasi Program Pasca sarjana Universitas
Padjadjaran. Bandung.
Hanum,. H. 1997. Inokulasi Ganda Rhizobium dan Mikoriza-VA untuk
Meningkatkan Ketersediaan Hara N dan P Berkaitan dengan Produksi
Kedelai pada Tanah Tambunan A Langkat. Tesis Program Pascasarjana
USU.Medan.
Hardjowigeno, S. 1997. Pemanfaatan Gambut Berwawasan Lingkungan. dalam :
Alami 2 (!) : 3-6. BPP. Tehnologi Jakarta.
Halvin, J.L., J. D. Beaton, S. L. Tisdale., and W. L. Nelson. 1999. Soil Fertility
and Fertilizer. An Introduction to Nutrient Management. Sixth ed. Prentice
Hall. New Jersey.
Handayani, P. I. 2001. Studi Pemanfaatan Gambut Asal Sumatera:Tinjauan
Fungsi Gambut sebagai Bahan Ekstraktif, Media Budidaya dan
Peranannya dalam Retensi Carbon. Fakultas Pertanian Universitas
Bengkulu. Bengkulu. Sumatera.
Hartatik, W., dan Nugroho. 2001. Effect of Different Ameliorant Sources to
Maize Growth in Plant Soil From Air Sugihan Kiri, South Sumatera.
Dalam Proceeding of the International Syimposium on Tropical Peat
Lands. J.O. Riely and S.E. Jakarta.
Hapsoh. 2003. Kompabilitas MVA dan Beberapa Genotip Kedelai pada Berbagai
Tingkat Cekaman Kekeringan Tanah
Hara Karti P. D. M. 2003. Respon Morfologi Rumput Toleran dan Peka
Aluminium terhadap Penambahan Mikrorganisme dan Pembenah Tanah.
Disertasi. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Pedalaman
Johanis. 2003. Pemanfaatan Berbagai MVA pada Pertumbuhan Sorgum. Tesis.
IPB. Bogor.
Illmer, P., A. Barbato dan F. Schinner. 1995. Solubilizing of hardly soluble AlPO
4
with P-solubilizing micoorganism. Soil Biol. Biochem.
IPB. 1998. Gambut untuk Lahan Pertanian. Dinas Pertanian Tanaman Pangan
Kalimantan Tengah. Fakultas Pertanian IPB.
Komariah, S. Prihatini, T. dan Suryadi, M.E. 1994. Aktivitas Mikroorganisme
dalam Reklamasi Tanah Gambut Dalam: Pros. Pertemuan Teknis
118
119
Penelitian Tanah dan Agroklimat: Bidang Kesuburan dan Produktivitas
Tanah. Puslit Tanah dan Agroklimat. Bogor.
Killham, K. and R. Foster. 1995. Soil Ecology. Cambridge University Press.
Kompas, 1997. Lumpur Laut Bisa Suburkan Lahan Gambut. http://www.pu.go.id/
publik/pengum-1/buletin/Jan/970.
Lindsay, P. 1994. Pengaruh Fungi Pelarut Fosfat Terhadap Serapan Hara P dan
Pertumbuhan Tanaman Jagung. Skripsi. Fakultas Pertanian IPB. Bogor.
Lopulisa, C., Jafar Siddieq, 1998. Karakteristik Lahan Gambut di Daerah Pesisir
Barat Pulau Muna, Sultra dan Klasifikasinya Menurut Soil Taxonomi.
Prosiding Seminar Nasional Gambut III. HGI, Untan, Pemda Kalimantan
Barat, BPPT. Pontianak.
Limin, S., Layuniati., Jamal, Y., 2000. Utilization of Inland Peat for Food Crop
Commodity Developmeny Reguires High Input and is Detrimental to Peat
Swamp Forest Ecisytem. Proc. International Syimposium on Tropical
Peatlands. Bogor- Indonesia.
Mosse, B. 1981. Vesikular-Arbuskular Mycorrizha Research for Tropical
Agriculture Tress. Bull. Hawai. Inst. Trop. Agric. And Human
Resource.82 p.
Munir, M, 1995, Tanah-Tanah Utama Indonesia. Penerbit Pustaka Jaya.
Murayama, S. Zahari Abu Bakar, 1996. Decomposition of Tropical Peat Soil. 2.
Estimation of in situ Decomposition b y Measurement of CO
2
Flux. JARQ.
Vol. 30.
Munyanziza, E., H. K. Kehri, and D. J. Bagyaraj. 1997. Agriculture Intensification
., H.K. Kehri, and D.J. Bagyaraj, 1997. Agricultural intensification, soil
biodeversity and agro-ecosystem function in the tropics : the role of
mycorrhiza in crops and trees. Applied Soil Ecology 6 : 77-85.
Nuhamara, S.T., 1994. Peranan mikoriza untuk reklamasi lahan kritis. Program
Pelatihan Biologi dan Bioteknologi Mikoriza.
Nyakpa. M. Y. dkk. 1988. Kesuburan Tanah. Universitas Lampung.
Nurlaeny, N. H. H. Marschener and E. George. 1996. Effect of Liming and
Mychorrhizal Colinization on Soil Phosphate Deplation on Phosphate by
Maize and Soybean Grown and Nutrient Uptake of Sugar Maple
Seedlings. Plant and Soil.
Noor, M., 2001. Pertanian Lahan Gambut.Kanisius. Yokyakarta.
119
120
Olse, S. R., W. D. Kemper and R. D. Jackson. 1962. Phosphate Difusion to Plant
Growth. Soil Sci. Soc. Amer. Proc. 26.,222-227.
Omar, A.M.N., Henlin, T., Wcinhard, P., Alaa el Din, M.N., Balandream. 1998.
Field Inokulation of Rice With in Vitro Selected Plan Growth Promoting
Rhozobacteria. Agronomic.
Patrich, Z. A. 1971. Phytotoxic Substance Associated with Decomposition in Soil
of Plant Residues. Soil Science.
Premono, E.M. 1994. Jasad renik pelarut fosfat, pengaruhnya terhadap P tanah
dan efisiensi pemupukan P tanaman tebu. Disertasi Program
Pascasarjana IPB.
Prasetyo, T. B. 1996. Perilaku Asam-Asam Organik Meracun pada Tanah Gambut
yang Diberi Garam Na dan Beberapa Unsur Mikro Dalam Kaitannya
dengan Hasil Padi. Disertasi Doktor Program Pascasarjana. Institute
Pertanian Bogor.
Pamungkas, A.H. and G. Soepardi. 1997. Practical Aspects of Developing Inland
Peat for Productive and Sustainable Agriculture.In: J.O., Rieley and S.E.
Biodiversity and Sustainability of Tropical Peatlands. Procedings of
International Syimposium on Biodiversity, Environmental Importance and
Sustainability of Tropical Peat and Peatlands, Held in Palangkaraya.
Indonesia
Pakpahan, I. D. 2004. Isolasi, Identifikasi Mikoriza Vesikular Arbuskular Tanah
Gambut serta Uji Kesesuaian ke Beberapa Tanaman Inang. Skripsi
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medsan.
Pronoto, E. 2005. Uji Pemberian Dolomit, Lumpur Laut, dan Beberapa Strain
Rhizobia Terhadap Pertumbuhan dan hasil Tanaman Kedelai (Glycine max
L. Merril) pada tanah Gambut. Skripsi. Fakultas Pertanian USU. Medan.
Rice, W.A., P.E. Olsen and M.E. Legget. 1994. Co-culture of Rhizobium meliloti
and phosphorus solubilizing fungus (Penicillium bilaii) in sterile peat.
Soil biol Biochem.
Rachim, A. 1995. Penggunaan Kation-Kation Polivalen dalam Kaitannya dengan
Ketersediaan Fosfat untuk Meningkatkan Produksi Jagung pada Tanah
Gambut. Disertasi Doktor Program Pascasarjana IPB.
Rianto, F., Suyadi., dan J. Gunawan, 1997. Penggunaan Lumpur Laut dan Bakteri
Bintil Akar dalm Upaya Peningkatan Produksi Kedelai di Lhan Gambut.
Proseding Seminar Gambut III. HGI. UISU Medan.
120
121
Radjagukguk, B, dan Setiadi, B. 1998. Strategi Pemanfatan Gambut di Indonesia.
dalam : Pros. Sem. Tanah Gambut untuk Perluasan Pertanian. Fakultas
Pertanian, Univ. Islam Sumatra Utara. Medan.
Sieverding E. 1991. Vesicular Arbuscular Mychorrhiza Management in Tropical
Agrosystem. Eschbom: Deutsche GHTZ Gmbh.
Setiadi, Y.1996. Pemanfaatan Mikroorganisme dalam Kehutanan. PAU
Bioteknologi IPB. Bogor.
Setiadi, B.1992. Study on the Effect of Mixing Volcanic ash with Peat on the
Yield of Soybean. In Aminuddin, S. L. Tan, B. Aziz, J. Samy, Z. Salmah,
H. Siti Petimah and S.T. Choo (eds). Tropical Peat. Proceeding of
International Syimposium on Tropical Peatland. Kuching. Serawak.
Malaysia.
Sagiman, S. dan Pujiano. 1994. Lumpur Laut Sebagai Pembenah Gambut untuk
Produksi Tanaman Kedelai. Seminar Nasional 25 tahun Pemanfaatan
Gambut dan Pengembangan Kawasan Pasang Surut. BPPT. Jakarta.
_______. 2001.Peningkatan Produksi Kedelai di Tanah Gambut Melalui Inokulasi
Bradyrhizobium Japonicum Asal Gambut dan Pemanfaatan Bahan
Amelioran (Lumpur dan Kapur). Disertasi Program Pasca Sarjana Institute
Pertanian Bogor.
Somasegaran, P. and H. J. Hoben. 1994. Handbook for Rhizobia Methods in
Legume-Rhizobium Technology. Springer Verlag. New York. Suyadi,
1995. Influence of Coastal Sedimen and Lime on Peat Chemical Properties
in Relation to Soybean CultivATION. Thesis for Master of Science in
Agriculture. Institute of Agronomy in the Tropics Faculty of Agriculture
Georg-August-University-Gotingen, Germany.
Suprapto, H.S. 1994. Bertanam Kedelai. Penebar Swadaya. Jakarta.
Subba Rao, N.S. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman.
Universitas Indonesia. UI-Press.
Stevenson, F.J.1994. Humus Chemistry. Genesis Composition, Reaction. John
Wiley and Son Inc, New York.
Salisbury, F. B dan C. W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Terjemahan D. R.
Lukman dan Sumaryono. Penerbit ITB. Bandung.
Solaiman, M.Z., and H. Hirata, 1995. Effect of indigenous arbuscular mycorrhizal
fungi in paddy fields on rice growth and NPK nutrition under different
water regimes. Soil Sci. Plant Nutr., 41 (3) : 505-514.
Suhardi. 1995. Mikoriza dan Seluk Beluknya. Jurnal Ilmiah.
121
122
Suyadi, 1995. Influence of Coastal Sedimen and Lime on Peat Chemical
Properties in Relation to Soybean Cultivation. Thesis for Master of
Science in Agriculture. Institute of Agronomy in the Tropics Faculty of
Agriculture Georg-August-University-Gotingen, Germany
Saragih, E.S. 1996. Pengendalian Asam Asam Fenol Meracun dengan
Penambahan Fe (III) pada Tanah Gambut dari Daerah Jambi, Sumatera.
Tesis Program Pasacasarjana IPB.
Sabiham, S., T. B. Prasetyo, S. Dohng. 1997. Phenolic Acid in Indonesia Peat. pp.
289-292. In: J. O., Rieley and S. E. Page (eds), Biodiversity and
Sustainablility of Tropical Peatlands. Procedings opf International
Syimposium on Biodiversity, Environmental Importance and
Sustainability of Tropical Peat and Peatlands, held in Palangkaraya.
Indonesia.
Simanungkalit RDM. 1997. Effectiveness of 10 Species of Arbuscular
Mychorrhizal (AM) Fungi Isolated from West Java and Lampung on
Maize and soybean. Di dalam: Jenie UA et al. Editor. Challenges of
Biotechnology in the 21 th Century. Proceding of the Indonesia
Biotechnology Conference Vol II; 17-19 Jun 1997. Jakarta: The
Indonesian Biotechnology Consortium. Soepardi, G. 1983.
_______. 1997. Gambut, Kekeringan, dan Pola Penanganannya. Dalam :Surat
Kabar Harian Kompas. Jakarta.
Smith S. E. Read D. S, 1997. Mycorrhizal Syimbiosis. Second Edition. Academic
Press, Harcourt Brale and Company Publisher, London.
Soil SurveyStaff. 1998. Soil Taxonomi. Agr. Handbook, USDA. Washington.
Sutanto, R. 2002. Pertanian Organik.Penerbit Kanisius. Yokyakarta.
Sipayung, R. 2003. Stres Garam dan Mekanisme Toleransi Tanaman. Fakultas
Pertanian Jurusan Budidaya Pertanian. Universitas Sumatera Utara.
Medan.
Sustika, W. I., Sabihan, S., Ardi, D., 2006. Pengaruh Pencampuran Tanah Mineral
Berpirit pada Tanah Gambut Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman
Padi. Jurnal Pertanian Indonesia. ISSN 1411-0067. Volume 8. No.2,2006.
Tsutsuki, K. 1984. Volatile Products and Low Molucular Weight Phenolic
Products of the Anaerobic Decomposition of Organic Matter. In: Organic
matter and Rice IRRI. Los Banos. Phillipines.
Tie, Y. L., J. S. Lim. 1992. Characteristics and Clasification of Organic Soil in
Malaysia. Dalam:Tropical Peat, Procedings of the International
Syimposium on Tropical Peatland. Kuching. Malaysia.
122
123
Tan, K.H.1997. Principle of Soil Chemistry. Marcel Dekker. Inc, New York.
_______ 1998. Principles of Soil Chemistry. Revised and Explanded Ed. Marcel.
Dekker, New York.
Todano, T., K. Yonebayosi and Saito. 1992.Effect of Phenolic acid on the
Growth and Occurance of Sterility in Crop Plants. In Kyuma, P.
Vijarnsorn and A. Zakaria (eds). Coastal Low Land Ecosystem in Southern
Thailand and Malaisia. Showodo Printing Co. Skayutu. Kyoto.
UN-FAO. 2005. 20 Hal Untuk Diketahui Tentang Dampak Air Laut Pada Lahan
Pertanian di Propinsi NAD. Panduan Lapang FAO. Nanggroe Aceh
Darussalam.
Vaughan, D., R. E. Malcolm, and B.G. Ord.1985. Influence of Humic Substances
on Biochemichal Processes in Plants. In Organic Matter and Rice. IRRI.
Los Banos, Philipines.
Wellington . Marcel Dekker, New York. Brockwell, J., P. J. Bottomley and J. E.
Thies. 1995. Manipulation of Rhizobia Microflora for Improving Legum
Productivity and Soil Fertility : Acritical Assesmen Plant and Soil
Widada J. Kabirun S. 1997. Peranan Mikoriza Vesikular Arbuskular dalam
Pengelolaan Tanah Mineral Masam Tropica. Dalam:Pros. Kongres
Nasional IV HITI
123
124
A2 A7
A0 A1
A1 A5
A5 A2
A4 A6
A7 A4
A6 A8
A8 A3
Gambar 1. Bagan Areal Penelitian
Ulangan I Ulangan II
124
125
Gambat 2. Gambar Peta Ajamu Labuhan Batu
125
126
Gambar 3. Gambar Tanaman Kedelai Fase Vegetatif
A0 A1 A2 A3
A7 A5 A6
A4
A8 A9 A10 A11 A12
126
127
127
Gambar 4. Gambar Tanaman Kedelai Fase Generatif
A0 A1 A2 A3
A4 A5 A6 A7
A8 A9 A10 A11 A12
Gambar 5. Gambar Perkembangan Akar Tanaman Kedelai
A1 A0 A2
A3
A4 A5 A6 A7
A8 A9 A10 A11 A12
128
129
Gambar 6. Gambar Akar yang Terinfeksi
129
130
130
Gambar 7. Gambar Pot Percobaan
131
132
Lampiran 1. Jadwal Kegiatan Penelitian
Bulan ke NO
Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Kering Udara Rumput Laut
2 Percobaan Rumah Kaca
a. Inkubasi tanah gambut
b. Percobaan dan pengamatan
c. Analisis
3 Penyusunan Laporan
132
133
Lampiran 2. Bagan Alur Proses Penelitian
Pengambilan sampel lumpur laut dan kering udara lumpur laut
Pengambilan sampel tanah Gambut
Aplikasi tanah gambut + kapur dan lumpur laut
Inkubasi 8 minggu
Aplikasi tanah gambut kapur + lumpur laut + Bradyrhizobium +mos + mikoriza
Pemeliharaan
Pengamatan
Analisis data
Interpestasi hasil analisis
133
134
Lampiran 3. Prosedur Pengamatan Derajat Infeksi Mikoriza
Tujuan : Untuk melihat keberadaan atau eksistensi mikoriza pada
tanaman
- Akar dipotong 1 cm sebanyak 10 buah
- Direndam KOH 10% 10 ml (1-2 hari)
- Dicuci bersih dengan aquades 3X
- Direndam HCL 2 % semalam
- Dicuci bersih dengan aquades 3X
- Staining dengan trippan blue 1 malam
- Distaining hari 1 malam dengan glyserol, asam laktat dan
aquades
- Diamati derajat infeksi dengan bantuan mikroskop binokuler
- Setelah pengamatan jelas lalu difoto dengan menggunakan kamera
yang telah tersedia pada mikroskop
Derajat Infeksi = jumlah akar yang terinfeksi x 100%
10
134
135
Lampiran 4. Hasil Analisis Awal Tanah Gambut Asal Ajamu
No Jenis Analisis Nilai Kteriteria Metode
1 pH 3.91 SangatRendah pH meter
2 DHL (mmhos/cm) 5.00 Sedang Konduktometer
3 C-organik (%) 31.47 Sangat Tinggi Spectrophotometri
4 N-total (%) 0.86 Sangat Tinggi Kjeldahl
5 C/N 36.59 Sangat Tinggi
6 P-available (ppm) 12.96 Rendah Spectrophotometri
7 P HCl 25 % 0.008 Spectrophotometri
8 Na-dd (me/100g) 0.98 Tinggi AAS
9 Ca-dd (me/100g) 15.59 Tinggi AAS
10 Mg-dd (me/100g) 11.39 Sangat Tinggi AAS
11 K-dd (me/100g) 0.19 Rendah AAS
12 KTK (me/100g) 151.70 Sangat Tinggi AAS
13 KB (%) 18.56 SangatRendah
16 KA (%) 282.14 Gravimetri
Keterangan : Dianalisis di Laboratorium Sentral Fakultas Pertanian USU
135
136
Lampiran 5. Hasil Analisis Awal Lumpur Laut
No Jenis Analisis Nilai Kriteria Metode
1 pH (H
2
O) 6.50 Sedang pH meter
2 DHL (mmhos/cm) 12.00 Tinggi Konduktometer
3 C-Organik (%) 3.53 Agak Tinggi Spectrophotometri
4 N-Total 0.21 Sedang Kjeldhal
5 C/N 16.81 Sedang
6 Bahan Organik 6.086
7 Ca-dd (me/100g) 8.30 Sedang AAS
Keterangan : Dianalisis di Laboratorium Sentral Fakultas Pertanian USU
136
137
Lampiran 6: Hasil Analisis Lumpur Laut Kering Udara 4 Minggu
No Jenis Analisa Hasil Kriteria Metode
1 Ph 6.12 Sedang pH meter
2 DHL 10.50 Tinggi Konduktometer
(mmhos/cm)
3 C (%) 3.59 Tinggi Spectrophotometri
4 N (%) 0.22 Sedang Kjeldhal
5 C/N 16.32 Tinggi
6 P-available (ppm) 67.50 Sangat Tinggi Spectrophotometri
7 P-HCl (25 %) (%) 0.103 Sangat Tinggi Spectrophotometri
8 Na-dd (me/100g) 8.43 Sangat Tinggi AAS
9 Ca-dd (me/100g) 15.96 Sangat Tinggi AAS
10 Mg-dd (me/100g) 24.50 Sangat Tinggi AAS
11 K-dd (me/100) 3.69 Sangat Tinggi AAS
12 KB (%) 186.32 Sangat Tinggi AAS
13 KTK (me/100g) 28.22 Tinggi AAS
14 Cu (ppm) 0.55
15 B (ppm) 7.00
16 Fe (ppm) 152.00
17 SO
4
2-
(ppm) 14988.00
Keterangan: Dianalisis di Laboratorium Sentral Fakultas Pertanian USU
137
138
Lampiran 7: Hasil Analisis Tanah Gambut Setelah Perlakuan Inkubasi 8 Minggu
Jenis Analisis A0 A1 A2 A3
Ph 5.80 7.02 3.45 5.70
DHL(mmhos/cm) 5.00 2.00 8.00 7.50
C-Organik (%) 6.34 6.49 10.94 12.48
N-Total (%) 0.17 0.19 0.19 0.24
C/N 37.20 34.16 57.58 52.04
P Bray 2 (ppm) 8.10 79.65 4.05 55.08
P
2
O
5
HCl 25 %
(%)
0.0040 0.005 0.003 0.038
Kdd (me/100g) 0.07 1.12 0.11 0.14
Nadd (me/100g) 0.55 0.12 46.41 1.07
Cadd (me/100g) 2.14 19.17 11.16 19.14
Mgdd (me/100g) 2.90 30.94 24.88 6.09
KTK (me/100g) 20.35 40.43 23.81 24.07
KB (%) 25.70 110.59 183.62 530.79
Cu (ppm) 0.13 0.08 0.23 0.28
B (ppm) 7.00 9.00 6.00 6.00
138
139
Lampiran 8. Keriteria Unsur Hara Tanah
Unsur/tetapan N i l a I
s. rendah rendah sedang tinggi s.tinggi
pH (pH H
2
O) < 4.5 4.5-5.5 5.6-6.5 6.6-7.5 > 7.5
C (%) < 1.0 1.0-2.0 2.1-3.0 3.1-5.0 > 5.5
N (%) < 0.10 0.1-2.0 2.1-3.0 0.31-0.50 > 0.5
C/N < 5.0 5.0-7.9 8.0-12.0 12.1-17.0 > 17.0
P-av (ppm Bray2) < 8.0 8.0-15.0 16-30 31-35 > 35
K-dd (me/100 g) < 0.2 0.2-0.3 0.4-0.7 0.8-1.0 > 1.0
Na-dd (me/100 g) < 0.1 0.1-0.3 0.4-0.7 0.8-1.0 > 1.0
Ca-dd (me/100 g) < 2.0 2.0-5.0 6.0-10.0 11-20 > 20
Mg-dd (me/100 g) < 0.2 0.2-0.3 0.4-0.5 0.6-1.0 > 1.0
KTK (me/100 g) < 5.0 5.0-12 1.-25 26-40 > 40
KB (%) < 20 20-40 41-60 61-80 > 80
Sumber : Laboratorium Sentral Fakultas Pertanian USU
139
140
Lampiran 9. Prosedur Penetapan Dosis Kapur Berdasarkan Kurva Ca (OH)
2
Tujuan : Untuk menetralisir H
+
yang ada dalam tanah
Untuk menetapkan kebutuhan kapur berdasarkan pH dari bahan yang
diinginkan.
Prosedur : - Disediakan 10 botol kocok
- TKU 10 g untuk tiap botol kocok
- Tambahkan kapur ke masing-masing botol sebanyak 1 g, 2 g, 3 g,
4 g, 5g, 6g, 7g, 8g, 9g dan 10g.
- Tambahkan H
2
O 25 CC dan HgCl
2
/ Toluen 2 tetes.
- Kocok masing-masing botol selama 5 menit.
- Inkubasi selama 1 minggu.
- Setelah inkubasi, aduk sebentar, diukur pH.
- Dibuat kurva hubungan antara dosis dolomit dengan pH
Perhitungan dosis dolomit:
Penetapan berat Ca (OH)
2
pada pH 6
Gram 0.00 0.01 0.02 0.03 0.04 0.08 0.16
Ca (OH)
2
pH 4.00 4.82 5.53 6.24 6.00 6.80 7.45
Dosis dolomit = BM dolomit x berat tanah/pot
x kebutuhan Ca (OH)
2
pH 6
BM Ca (OH) berat contoh tanah
184 x 2500 g x 0.03 = 74.70 g/pot
74 10
= 0.07 kg/pot
= 4.2 ton/ha
140
141
Lampiran 10. Perhitungan Dosis Lumpur Laut
Misalkan : Ca lumpur laut = X %
Ca dolomit = Y%
Dosis dolomit = W ton/ha
Maka dosis lumpur laut = Y/X x W
% Ca dolomit (Y) = Ba Ca x 100 %
BM dolomit
= 40 x 100 % = 21,7 %
184
% Ca lumpur laut (X) = Ca dd lumpur laut x Ba Ca
valensi Ca
penyetaraan % Ca = 1 me x 1/100 g = 1x Ba atom X = .me/100 g tanah
valensi X
jadi 15.96 me Ca/100 g lumpur laut = 15.96 x 40 mg/100 g
2
= 319.2 mg/100g Ca lumpur laut
mg/1000 g = ppm maka 319.2 mg/100 g Ca lumpur laut = 3192 ppm
1 ppm = 10
-4
% maka % Ca lumpur laut = 3192 ppm x 10
-4
%
= 3192 x 0.0001 %
= 0.3192 %
jadi dosis lumpur laut/pot = % Ca dolomit x dosis dolomit
% Ca lumpur laut
= 21.7 x 74.70 g/pot
0.3192
= 5078.106 g/pot
= 5.07 kg/pot
= 304.2 ton/ha
141
142
Lampiran 11. Deskripsi Kedelai Varietas Anjasmoro
Tanggal pelepasan : 22 Oktober 2001
SK Mentan : 573/Kpts/Tp. 240/10/2001
Nomor galur : Mansuria 395-49-4
Asal : Seleksi massa dari populasi galur murni mansuria
Daya hasil : 2,03-2,25 ton/ha
Warna hipokotil : ungu
Warna epikotil : ungu
Warna daun : hijau
Warna bulu : putih
Warna bunga : ungu
Warna kulit biji : kuning
Warna polong masak : coklat muda
Tinggi Tanaman : 64-68 cm
Percabangan : 2,9-5,6 batang
Jumlah buku batang utama : 12,9-14,8
Bobot 100 butir biji : 14,8-15,3 g
Kandungan protein : 41,8- 42,1 %
Kandungan lemak : 17,2-18,6%
Kerebahan : tahan rebah
Ketahanan terhadap penyakit : moderat terhadap daun
Sifat-sifat lain : polong tidak muda pecah
Pemulia : Takashi Sanbuichi, Nagaki Sekia, Jamaluddin M.,
Susanto, Darman M.A., dan M. Muchlish Adie
Sumber : Deskripsi Varietas Unggul Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian oleh
Suhartina, Balai Penelitian Tanaman Kacang-Kacangan dan Umbi-
Umbian.
142
143
Lampiran 12. Data Pengamatan pH Tanah
Perlakuan BLOK
I II Total Rataan
A0 4.26 4.02 8.28 4.14
A1 5.30 5.73 11.03 5.52
A2 3.24 3.89 7.13 3.57
A3 4.42 4.69 9.11 4.56
A4 4.12 4.47 8.59 4.30
A5 4.12 4.10 8.22 4.11
A6 4.02 4.54 8.56 4.28
A7 4.03 4.08 8.11 4.06
A8 4.00 4.18 8.18 4.09
A9 4.48 4.01 8.49 4.25
A10 4.03 4.08 8.11 4.06
A11 4.75 5.42 10.17 5.09
A12 4.27 4.04 8.31 4.16
Total 55.04 57.25 112.29
Rataan 4.23 4.40 4.32
Lampiran 13. Analisis Ragam pH Tanah
SK DB JK KT F.hit F.05 F.01
Blok
Perlakuan
Galad
1
12
12
0.19
5.89
0.76
0.19
0.49
0.06
3.17 tn 4.75
2.69
9.33
4.15 8.17 **
Total 25 6.83
Keterangan : tn = Tidak Berbeda Nyata KK = 5.67 %
** = Berbeda Sangat Nyata
143
144
Lampiran 14. Data Pengamatan DHL Tanah (mmhos/cm)
Perlakuan BLOK
I II Total Rataan
A0 6.00 5.00 11.00 5.50
A1 3.00 3.50 6.50 3.25
A2 8.50 8.50 17.00 8.50
A3 5.00 9.00 14.00 7.00
A4 4.50 6.00 10.50 5.25
A5 5.50 5.50 11.00 5.50
A6 4.50 4.50 9.00 4.50
A7 5.00 5.00 10.00 5.00
A8 7.00 6.50 13.50 6.75
A9 5.50 3.00 8.50 4.25
A10 5.00 7.00 12.00 6.00
A11 3.50 4.00 7.50 3.75
A12 3.00 5.00 8.00 4.00
Total 66.00 72.50 138.50
Rataan 5.08 5.58 5.33
Lampiran 15. Analisis Ragam DHL Tanah
SK DB JK KT F.hit F.05 F.01
Blok
Perlakuan
Galad
1
12
12
1.63
51.85
15.50
1.63
4.32
1.29
1.26 tn 4.75
2.69
9.33
4.15 3.35 *
Total 25 68.97
Keterangan : tn = Tidak Berbeda Nyata KK = 21.31 %
* = Berbeda Nyata
144
145
Lampiran 16. Data Pengamatan C Organik Tanah (%)
Perlakuan BLOK
I II Total Rataan
A0 6.73 6.22 12.95 6.48
A1 4.13 5.87 10.00 5.00
A2 5.69 5.69 11.38 5.69
A3 4.13 5.87 10.00 5.14
A4 5.01 5.27 10.28 5.63
A5 4.41 4.84 9.25 4.63
A6 6.73 7.16 13.89 6.95
A7 9.15 3.10 12.25 6.13
A8 5.34 5.10 10.44 5.22
A9 6.55 6.55 13.10 6.55
A10 3.98 3.53 7.51 3.76
A11 4.66 5.69 10.35 3.76
A12 8.29 3.80 12.09 5.18
Total 74.80 68.69 143.49 6.05
Rataan 5.75 5.28 5.52
Lampiran 17 Analisis Ragam C Organik Tanah
SK DB JK KT F.hit F.05 F.01
Blok
Perlakuan
Galad
1
12
12
1.44
18.97
30.98
1.44
1.58
2.58
0.56 tn
0.61 tn
4.75
2.69
9.33
4.15
Total 25 51.39
Keterangan : tn = Tidak Berbeda Nyata KK = 29.09
145
146
Lampiran 18. Data Pengamatan C/N Tanah
Perlakuan BLOK
I II Total Rataan
A0 21.97 16.26 38.23 19.12
A1 11.95 21.70 33.65 16.83
A2 30.59 32.74 63.33 31.67
A3 22.76 20.32 43.08 21.54
A4 25.12 13.57 38.69 19.35
A5 17.28 21.96 39.24 19.62
A6 31.55 12.92 44.47 22.24
A7 30.59 22.38 52.97 26.49
A8 15.71 20.04 35.75 17.88
A9 18.77 17.79 36.56 18.28
A10 20.47 18.71 39.18 19.59
A11 13.27 14.71 27.98 13.99
A12 18.38 15.13 33.51 16.76
Total 278.41 248.23 526.64
Rataan 21.42 19.09 20.26
Lampiran 19. Analisis Ragam C/N Tanah
SK DB JK KT F.hit F.05 F.01
Blok
Perlakuan
Galad
1
12
12
35.03 35.03
41.73
28.06
1.25 tn
1.49 tn
4.75
500.75
336.70
2.69
9.33
4.15
Total 25 872.49
Keterangan : tn = Tidak Berbeda Nyata KK = 26.15 %
146
147
Lampiran 20. Data Pengamatan N Total Tanah (%)
Perlakuan BLOK
I II Total Rataan
A0 4.13 5.87 10.00 5.00
A1 7.25 5.69 12.94 6.47
A2 5.69 5.69 11.38 5.69
A3 6.73 6.22 12.95 6.48
A4 5.01 5.27 10.28 5.14
A5 4.41 4.84 9.25 4.63
A6 6.73 7.16 13.89 6.95
A7 9.15 3.10 12.25 6.13
A8 5.34 5.10 10.44 5.22
A9 6.55 6.55 13.10 6.55
A10 3.98 3.53 7.51 3.76
A11 4.66 5.69 10.35 5.18
A12 8.29 3.80 12.09 6.05
Total 77.92 68.51 146.43
Rataan 5.99 5.27 5.63
Lampiran 21. Analisis Ragam N Total Tanah
SK DB JK KT F.hit F.05 F.01
Blok
Perlakuan
Galad
1
12
12
3.41
19.91
28.72
3.41
19.91
28.72
1.42 tn
0.69 tn
4.75
2.69
9.33
4.15
Total 25 52.03 52.03
Keterangan : tn = Berbeda Tidak Nyata KK = 27.47 %
147
148
148
149
Lampiran 22. Data Pengamatan P tersedia Tanah (ppm)
Perlakuan BLOK
I II Total Rataan
A0 129.00 146.00 275.00 137.50
A1 143.00 163.00 306.00 153.00
A2 101.00 85.00 186.00 93.00
A3 128.00 166.00 294.00 147.00
A4 115.00 33.00 148.00 74.00
A5 106.00 162.00 268.00 134.00
A6 128.00 166.00 294.00 147.00
A7 109.00 53.00 162.00 81.00
A8 163.00 144.00 307.00 153.00
A9 157.00 69.00 226.00 113.00
A10 164.00 193.00 357.00 178.50
A11 155.00 167.00 322.00 161.00
A12 137.00 167.00 304.00 152.00
Total 1.735.00 1.713.00 3.449.00
Rataan 133.46 131.77 132.65
Lampiran 23. Analisis Ragam P Tersedia Tanah
SK DB JK KT F.hit F.05 F.01
Blok
Perlakuan
Galad
1
12
12
18.62
18316.15
20271.38
18.62
1526.35
1689.28
0.01 tn 4.75
2.69
9.33
4.15 0.90 tn
Total 25 38606.15
Keterangan : tn = Berbeda Tidak Nyata KK = 30.98
149
150
Lampiran 24. Data Pengamatan Serapan N Tanaman (ppm)
Perlakuan BLOK
I II Total Rataan
A0 415.10 570.40 985.50 492.75
A1 826.60 719.80 1.546.40 773.20
A2 142.80 256.90 399.70 199.85
A3 379.40 267.70 647.10 323.55
A4 578.60 577.90 1.156.50 578.25
A5 578.60 414.20 992.80 496.40
A6 491.00 678.80 1.169.80 584.90
A7 620.10 494.00 1.114.10 557.05
A8 749.40 650.80 1.400.20 700.10
A9 348.50 384.30 732.80 366.40
A10 282.10 808.50 1.090.60 545.30
A11 348.50 819.70 1.168.20 584.10
A12 706.30 748.40 1.454.70 727.35
Total 6.118.70 7.391.40 13.858.40
Rataan 497.46 568.57 577.49
Lampiran 25. Analisis Ragam Serapan N Tanaman
SK DB JK KT F.hit F.05 F.01
Blok
Perlakuan
Galad
1
12
12
62298.67
67189.02
336496.83
62298.67
5599.09
28041.40
2.22 tn 4.75
2.69
9.33
4.15 0.19 tn
Total 25 1205063.74
Keterangan : tn = Berbeda Tidak Nyata KK = 28.99 %
150
151
Lampiran 26. Data Pengamatan Serapan P Tanaman (ppm)
Perlakuan BLOK
I II Total Rataan
A0 42.50 48.40 90.90 45.45
A1 35.00 73.50 130.30 65.15
A2 9.50 17.60 27.10 13.55
A3 33.70 24.20 57.90 28.95
A4 45.90 51.00 96.90 48.45
A5 42.20 55.10 97.30 48.65
A6 41.20 67.20 108.40 54.20
A7 35.00 73.50 108.50 54.25
A8 32.90 69.30 102.20 51.10
A9 52.50 73.70 126.20 63.10
A10 64.10 50.70 114.80 57.40
A11 133.00 40.70 173.70 86.85
A12 66.00 82.60 148.60 74.30
Total 665.60 720.20 1.382.80
Rataan 50.97 55.40 53.18
Lampiran 27. Analisis Ragam Serapan P Tanaman
SK DB JK KT F.hit F.05 F.01
Blok
Perlakuan
Galad
1
12
12
127.61
8212.01
6519.67
127.61
684.33
543.31
0.23 tn 4.75
2.69
9.33
4.15 1.26 tn
Total 25 14859.29
Keterangan : tn = Berbeda Tidak Nyata KK = 43.83 %
151
152
Lampiran 28. Data Pengamatan Tinggi Tanaman Umur 2 Minggu Setelah Tanam (cm)
Perlakuan BLOK
I II Total Rataan
A0 25.00 26.50 51.50 25.75
A1 26.50 34.00 60.50 30.25
A2 29.00 25.50 54.50 27.25
A3 25.50 27.50 53.00 26.50
A4 28.50 30.50 59.00 29.50
A5 27.70 26.40 54.10 27.05
A6 32.50 37.00 69.50 34.75
A7 31.50 33.00 64.50 32.25
A8 27.50 23.00 50.50 25.25
A9 30.50 27.90 58.40 29.20
A10 30.50 28.00 58.50 29.25
A11 29.00 32.50 61.50 30.75
A12 27.00 32.00 59.00 29.50
Total 370.70 383.80 754.50
Rataan 28.52 29.52 29.02
Lampiran 29. Analisis Ragam Tinggi Tanaman Umur 2 Minggu Setelah Tanam
SK DB JK KT F.hit F.05 F.01
Blok
Perlakuan
Galad
1
12
12
6.60
173.18
80.12
6.60
14.43
6.68
0.99 tn 4.75
2.69
9.33
4.15 2.16 tn
Total 25 259.90
Keterangan : tn = Berbeda Tidak Nyata KK = 8.91 %
152
153
Lampiran 30. Data Pengamatan Tinggi Tanaman Umur 3 Minggu Setelah Tanam (cm)
Perlakuan BLOK
I II Total Rataan
A0 31.50 59.00 90.50 45.25
A1 47.50 51.00 98.50 49.25
A2 33.50 67.50 101.00 50.50
A3 41.00 39.00 80.00 40.00
A4 48.50 58.50 107.00 53.50
A5 57.50 57.00 114.50 57.25
A6 61.50 56.00 117.50 58.75
A7 62.50 55.00 117.50 58.75
A8 48.00 46.00 94.00 47.00
A9 51.00 43.00 94.00 47.00
A10 49.50 63.50 113.00 56.50
A11 38.50 50.50 89.00 44.50
A12 50.50 57.50 108.00 54.00
Total 621.00 703.50 1207.00
Rataan 47.77 54.12 50.94
Lampiran 31. Analisis Ragam Tinggi Tanaman Umur 3 Minggu Setelah Tanam
SK DB JK KT F.hit F.05 F.01
Blok
Perlakuan
Galad
1
12
12
261.78
872.54
1024.35
261.78
72.71
85.36
3.07 tn 4.75
2.69
9.33
4.15 0.85 tn
Total 25 2158.66
Keterangan : tn = Berbeda Nyata Nyata KK = 18.14 %
153
154
Lampiran 32. Data Pengamatan Tinggi Tanaman Umur 4 Minggu Setelah Tanam (cm)
Perlakuan BLOK
I II Total Rataan
A0 37.00 64.00 101.00 50.50
A1 65.50 94.00 159.50 79.75
A2 83.00 76.00 159.00 79.50
A3 57.50 52.50 110.00 55.00
A4 73.00 88.50 161.50 80.75
A5 85.50 85.50 171.00 85.50
A6 85.50 92.00 177.50 88.75
A7 78.00 92.50 170.50 85.25
A8 95.50 68.50 164.00 82.00
A9 77.00 59.00 136.00 68.00
A10 93.00 95.50 188.50 94.25
A11 65.00 77.50 142.50 71.25
A12 73.00 72.00 145.00 72.50
Total 968.50 1.017.50 1.986.00
Rataan 74.50 78.27 76.38
Lampiran 33. Analisis Ragam Tinggi Tanaman Umur 4 Minggu Setelah Tanam
SK DB JK KT F.hit F.05 F.01
Blok
Perlakuan
Galad
1
12
12
92.35
3888.90
1569.90
92.35
324.08
130.83
0.71 tn 4.75
2.69
9.33
4.15 2.48 tn
Total 25 5551.15
Keterangan : tn = Berbeda Tidak Nyata KK = 14.97 %
154
155
Lampiran 34. Data Pengamatan Tinggi Tanaman Umur 5 Minggu Setelah Tanam (cm)
Perlakuan BLOK
I II Total Rataan
A0 76.50 86.00 162.50 81.25
A1 136.50 120.00 256.60 128.25
A2 72.00 71.00 143.00 71.50
A3 89.00 83.00 172.00 86.00
A4 96.50 118.00 214.50 107.25
A5 110.00 113.00 223.00 111.50
A6 114.00 124.00 238.00 119.00
A7 109.50 128.00 237.50 118.75
A8 127.50 99.50 227.00 113.50
A9 127.00 105.50 232.50 116.25
A10 107.00 80.00 187.00 93.50
A11 114.00 124.00 238.00 119.00
A12 109.50 128.00 237.50 119.00
Total 1.389.00 1.380.00 2.769.00
Rataan 106.85 106.15 106.50
Lampiran 35. Analisis Ragam Tinggi Tanaman Umur 5 Minggu Setelah Tanam
SK DB JK KT F.hit F.05 F.01
Blok
Perlakuan
Galad
1
12
12
3.12
7414.25
1862.13
3.12
617.85
0.02 tn
3.98 *
4.75
2.69
9.33
4.15
Total 9279.50
Keterangan : tn = Berbeda Tidak Nyata KK = 11. 95 %
* = Berbeda Nyata
155
156
Lampiran 36. Data Pengamatan Diameter Batang 5 Minggu Setelah Tanam (mm)
Perlakuan BLOK
I II Total Rataan
A0 0.26 0.19 0.45 0.23
A1 0.46 0.26 0.72 0.36
A2 0.18 0.19 0.37 0.19
A3 0.22 0.20 0.42 0.21
A4 0.19 0.29 0.48 0.24
A5 0.29 0.23 0.52 0.26
A6 0.23 0.24 0.47 0.24
A7 0.26 0.25 0.51 0.26
A8 0.27 0.27 0.54 0.27
A9 0.24 0.32 0.56 0.28
A10 0.19 0.29 0.48 0.24
A11 0.28 0.36 0.64 0.32
A12 0.35 0.27 0.62 0.31
Total 3.42 3.36 6.78
Rataan 0.26 0.26 0.26
Lampiran 37. Analisis Ragam Diameter Batang 5 Minggu Setelah Tanam
SK DB JK KT F.hit F.05 F.01
Blok
Perlakuan
Galad
1
12
12
0.000138
0.054785
0.044062
0.000138
0.004565
0.003672
0.04 tn 4.75
2.69
9.33
4.15 1.24 tn
Total
Keterangan : tn = Berbeda Tidak Nyata KK = 23.31 %
156
157
Lampiran 38. Data Pengamatan Berat Tajuk Kering (g)
Perlakuan BLOK
I II Total Rataan
A0 7.00 14.70 21.70 10.85
A1 17.70 16.60 34.30 17.15
A2 3.40 5.50 8.90 4.45
A3 10.20 6.90 17.10 8.55
A4 13.30 16.80 30.10 15.05
A5 15.90 9.70 25.60 12.80
A6 12.40 16.20 28.60 14.30
A7 14.80 10.40 25.20 12.60
A8 17.80 13.70 31.50 15.75
A9 14.30 8.30 22.60 11.30
A10 8.80 16.20 25.00 12.50
A11 14.60 16.50 31.10 15.55
A12 14.90 15.40 30.30 15.15
Total 165.10 166.90 332.00
Rataan 12.70 12.84 12.77
Lampiran 39. Analisis Ragam Berat Tajuk Kering
SK DB JK KT F.hit F.05 F.01
Blok
Perlakuan
Galad
1
12
12
0.12
283.96
135.74
0.12
23.66
11.31
0.01 tn 4.75
2.60
9.33
4.15 2.09 tn
Total 25 419.82
Keterangan : tn = Berbeda Tidak Nyata KK = 26.34 %
157
158
Lampiran 40. Data Pengamatan Berat Akar Kering (g)
Perlakuan BLOK
I II Total Rataan
A0 0.20 1.70 1.90 0.95
A1 2.30 3.40 5.70 2.85
A2 0.40 0.20 0.60 0.30
A3 0.40 1.00 1.40 0.70
A4 1.50 1.20 2.70 1.35
A5 1.30 1.50 2.80 1.40
A6 2.80 0.60 3.40 1.70
A7 1.80 1.50 3.30 1.65
A8 1.00 1.80 2.80 1.40
A9 1.40 1.70 3.10 1.55
A10 2.30 0.60 2.90 1.45
A11 2.10 1.90 4.00 2.00
A12 3.00 0.60 3.60 1.80
Total 20.50 23.33 38.20
Rataan 1.58 1.79 1.47
Lampiran 41. Analisis Ragam Berat Akar Kering
SK DB JK KT F.hit F.05 F.01
Blok
Perlakuan
Galad
1
12
12
0.30
9.29
8.87
0.30
0.77
0.74
0.41 tn 4.75
2.69
9.33
4.15 1.05 tn
Total 25 18.46
Keterangan : Berbeda Tidak Nyata KK = 58.51
158
159
Lampiran 42. Data Pengamatan Jumlah Polong/pot
Perlakuan BLOK
I II Total Rataan
A0 23.00 27.00 50.00 25.00
A1 39.00 61.00 100.00 50.00
A2 10.00 21.00 31.00 15.50
A3 21.00 24.00 45.00 22.50
A4 38.00 30.00 68.00 34.00
A5 40.00 33.00 73.00 36.50
A6 43.00 34.00 77.00 38.50
A7 40.00 34.00 74.00 37.00
A8 23.00 29.00 52.00 26.00
A9 37.00 28.00 65.00 32.50
A10 29.00 29.00 58.00 29.00
A11 40.00 41.00 81.00 30.50
A12 48.00 30.00 59.00 39.00
Total 434.00 421.00 855.00
Rataan 33.38 32.38 32.88
Lampiran 43. Analisis Ragam Jumlah Polong
SK DB JK KT F.hit F.05 F.01
Blok
Perlakuan
Galad
1
12
12
0.15
1876.00
515.85
0.15
156.33
42.99
tn 4.75
2.69
9.33
4.15 3.64 *
Total 25 2392.00
Keterangan : tn = Berbeda Tidak Nyata KK = 19.94 %
* = Berbeda Nyata
159
160
Lampiran 44. Data Pengamatan Berat Polong Kering/pot (g)
Perlakuan BLOK
I II Total Rataan
A0 13.00 12.00 25.00 12.50
A1 17.60 24.70 42.30 21.15
A2 3.60 9.50 13.10 6.55
A3 8.20 13.30 23.10 11.55
A4 10.80 13.30 33.10 16.55
A5 18.30 15.00 31.00 15.55
A6 15.40 15.60 27.10 13.55
A7 16.40 10.70 21.50 10.75
A8 14.80 13.40 24.10 12.05
A9 10.90 12.20 28.20 14.10
A10 13.20 19.90 33.10 16.55
A11 15.80 19.10 34.90 17.45
A12 15.93 17.37 33.30 16.65
Total 186.17 292.37 875.60
Rataan 14.32 22.49 33.68
Lampiran 45. Analisis Ragam Berat Polong Kering
SK DB JK KT F.hit F.05 F.01
Blok
Perlakuan
Galad
1
12
12
27.39
662.90
70.87
27.39
55.24
5.91
4.64 tn 4.75
2.69
9.33
4.15 9.35 **
Total 25 761.16
Keterangan : tn = Berbeda Tidak Nyata KK=7.22%
** = Berbeda Sangat Nyata
160
161
Lampiran 46. Data Pengamatan Berat Biji Kering/ pot (g)
Perlakuan BLOK
I II Total Rataan
A0 8.10 8.70 16.80 8.40
A1 13.00 19.80 32.80 16.40
A2 2.00 7.20 9.20 4.60
A3 5.50 4.10 9.60 4.80
A4 13.40 10.50 23.90 11.95
A5 10.40 11.60 22.00 11.00
A6 11.60 7.00 18.60 9.30
A7 7.70 10.80 18.50 9.25
A8 6.80 9.30 16.10 8.05
A9 11.20 8.60 19.80 9.90
A10 7.90 10.30 18.20 9.10
A11 8.90 15.60 24.50 12.25
A12 11.00 13.10 24.10 12.05
Total 117.50 136.60 254.10
Rataan 9.04 10.51 9.77
Lampiran 47. Analisis Ragam Berat Biji Kering/Pot
SK DB JK KT F.hit F.05 F.01
Blok
Perlakuan
Galad
1
12
12
14.03
237.09
78.11
14.03
19.76
6.51
2.16 tn 4.75
2.69
9.33
4.15 3.04 *
Total 25 329.73
Keterangan : tn = Berbeda Tidak Nyata KK = 26.12 %
* = Bebeda Nyata
161
162
Lampiran 48. Data Pengamatan Jumlah Bintil Akar
Perlakuan BLOK
I II Total Rataan
A0 55.00 31.00 86.00 43.00
A1 185.00 77.00 262.00 131.00
A2 1.00 2.00 3.00 1.50
A3 1.00 3.00 4.00 2.00
A4 89.00 108.00 197.00 98.50
A5 40.00 70.00 110.00 55.00
A6 90.00 39.00 129.00 64.50
A7 61.00 58.00 119.00 59.50
A8 152.00 60.00 212.00 106.00
A9 96.00 64.00 160.00 80.00
A10 55.00 31.00 86.00 43.00
A11 160.00 149.00 309.00 154.50
A12 132.00 92.00 224.00 112.00
Total 1.117.00 784.00 1.901.00
Rataan 85.92 60.31 73.12
Lampiran 49. Analisis Ragam Jumlah Bintil Akar
SK DB JK KT F.hit F.05 F.01
Blok
Perlakuan
Galad
1
12
12
4264.96
51694.15
9685.54
4264.96
4307.85
807.13
5.28 * 4.75
2.60
9.33
4.15 5.34 **
Total 25 65644.65
Keterangan : tn = Berbeda Tidak Nyata KK = 38.85 %
* = Berbeda Nyata
** = Berbeda Sangat Nyata
162
163
163
Lampiran 50. Data Pengamatan Derajad Infeksi Mikoriza (%)
Perlakuan BLOK
I II Total Rataan
A0 25.00 35.00 60.00 30.00
A1 98.00 94.00 192.00 96.00
A2 9.00 11.00 20.00 10.00
A3 19.00 15.00 34.00 17.00
A4 21.00 19.00 40.00 20.00
A5 28.00 26.00 54.00 27.00
A6 90.00 70.00 160.00 80.00
A7 80.00 90.00 170.00 85.00
A8 22.00 28.00 50.00 25.00
A9 88.00 84.00 169.00 84.50
A10 95.00 75.00 172.50 86.00
A11 99.00 99.00 198.00 99.00
A12 99.00 95.00 194.00 97.00
Total 773.00 741.00 1.514.00
Rataan 59.23 57.00 58.23
Lampiran 51. Analisis Ragam Derajat Infeksi Mikoriza
SK DB JK KT F.hit F.05 F.01
Blok
Perlakuan
Galad
1
12
12
32.34
30562.15
1611.50
32.34
2546.85
134.29
0.24 tn
18.97 **
4.75
2.69
9.33
4.15
Total 25 32205.99
Keterangan : tn = Berbeda Tidak Nyata KK = 19.90 %
** = Berbeda Sangat Nyata
164
Lampiran 52. Ringkasan Koefisien Korelasi pada Parameter yang Diamati
pH DHL C/N C-
Organik
P-AV N Tanah Serapan N Serapan P Tinggi
Tanaman
Diameter
Batang
Berat
Akar
Kering
Berat
Tajuk
Kering
Jumlah
Polong
Berat
Polong
Kering
Berat
Biji
Kering
Jumlah
Bintil
Akar
Ph 1.00
DHL -0.58 1.00
C/N -0.44 -0.66 1.00
C-Organik 0.18 0.22 0.20 1.00
P-AV 0.68 -0.75 0.58 0.33 1.00
N Tanah -0.14 -0.22 0.17 0.67 0.20 1.00
Serapan N 0.57 -0.79 0.63 0.09 0.39 0.28 1.00
Serapan P 0.58 -0.81 0.70 0.05 0.17 0.01 0.68 1.00
Tinggi Tanaman 0.69 -0.82 0.54 0.12 0.14 0.32 0.73 0.80 1.00
Diameter Batang 0.82 0.83 0.70 0.05 0.35 0.17 0.73 0.81 0.82 1.00
Berat Akar Kering 0.72 -0.62 0.70 0.05 0.33 0.17 0.79 0.72 0.88 0.92 1.00
Berat Tajuk Kering 0.73 0.76 0.62 0.10 0.33 0.02 0.91 0.73 0.85 0.78 0.85 1.00
Jumlah Polong 0.56 0.56 0.76 0.02 0.20 0.24 0.72 0.79 0.89 0.85 0.95 0.82 1.00
Berat Polong Kering 0.64 0.82 0.56 0.30 0.41 0.07 0.69 0.69 0.66 0.81 0.84 0.81 0.84 1.00
Berat Biji Kering 0.71 0.66 0.82 0.10 0.17 0.02 0.73 0.73 0.77 0.83 0.83 0.82 0.92 0.92 1.00
Jumlah Bintil Akar 0.59 0.75 0.66 0.01 0.22 0.14 0.96 0.82 0.80 0.88 0.82 0.87 0.75 0.75 0.82 1.00
Derajat Infeksi
Mikoriza
0.61 0.80 0.41 0.14 0.82 0.22 0.49 0.85 0.68 0.71 0.78 0.53 0.73 0.73 0.61 0.57
164
Lampiran 53. Ringkasan Pengaruh Perlakuan Terhadap Parameter yang Diamati
Parameter Pengaruh Beberapa Jenis Bahan
Perbaikan Tanah
pH Tanah **
DHL Tanah *
C Organik Tanah tn
C/N Tanah tn
N Total Tanah tn
P Tersedia Tanah tn
Serapan N Tanaman tn
Serapan P Tanaman tn
Tinggi Tanaman Umur 5 Minggu Setelah
Tanam
tn
Diameter Batang Umur 5 Minggu Setelah
Tanam
tn
Berat Kering Tajuk Tanaman tn
Berat Kering Akar Tanamn tn
Jumlah Polong/pot
*
Berat polong kering/pot
**
Berat Biji Kering/pot
*
Jumlah bintil akar/pot
**
Derajat Infeksi Mikoriza **
Keterangan : tn = tidak nyata
* =nyat
**=sangat nyata
165
166
167
167
168
168