Anda di halaman 1dari 3

Bagaimana Mencintai Pemimpin Muslim ? Oleh: T.

Saiful Akbar Sungguh tak ada manusia di muka bumi ini yang lebih sayang kepada orang beriman selain Muhammad Saw. Penderitaan orang-orang beriman adalah penderitaannya. Bahkan, kesusahan orang-orang beriman ia rasakan lebih perih, seakan ia pusat saraf paling peka dari sebuah tubuh. Keselamatan dan kebahagiaan orang-orang adalah kebahagiannya. Muhammad saw. sangat sayang dan tulus kepada orang-orang yang beriman. Apa yang ia beri tak pernah ia harap kembali. Dialah yang tak pernah menjual nasihat demi sekadar mereguk nikmat, syahwat atau pangkat, juga tidak pernah gila hormat. Sungguh pribadi agung ini telah Allah swt. gambarkan akan sifatnya: telah datang kepada kalian seorang rasul dari kaummu sendiri. Berat baginya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) atas kalian, dan amat penuh belas kasih sayang terhadap orang-orang beriman. (at-Taubah: 128) Ya, dialah orang paling jujur dan amanah serta tulus menasihati umat. Lisannya terjaga penuh, bukan mengikuti hawa nafsu, melainkan di bawah bimbingan wahyu. Dan sebagaimana yakinnya kita akan kelengkapan dan kesempurnaan Islam, yakin pula kita akan lengkap dan sempurnanya bimbingan Nabi saw. Dan tentu saja bimbingan itu meliputi ragam macam masalah yang bakal kita hadapi, sepanjang masa. Dalam urusan diri, keluarga, atau masyarakat. Yang bahkan sahabatnya punAbu Dzarbersaksi, Rasulullah saw. telah meninggalkan kami. Dan tidaklah burung yang terbang di udara dengan kedua sayapnya kecuali telah sampai kepada kami ilmu tentangnya. Lebih dari itu. Amalan dan perkara yang dapat mendekatkan kita ke surga dan menyelamatkan kita dari neraka pun telah dia jelaskan! Di dalam kehidupan masyarakat, di sana ada pihak yang mengatur, ada pula yang diatur. Islam bukan hanya membimbing para pengatur, bagaimana cara mengatur orang banyak. Islam juga membimbing pihak yang diatur, bagaimana cara bertutur kepada pengatur. Ya, salah satu kekasih Allah yang paling mengerti urusan umatnya dan paling sayang kepada mereka menasihati dan membimbing agar mereka menyadari bahwa para pengatur mereka itu juga manusia yang tak luput dari kekeliruan atau kesalahan. Karena itu, mereka harus saling menasihati. Barangsiapa memiliki nasihat bagi penguasa, hendaknya tidak ia sampaikan secara terang-terangan. Pegang tanganya dan bicarakan berdua. Seandainya penguasa itu mau menerima, itulah yang diharapkan. Jika tidak, yang menasihati itu telah menunaikan kewajibannya, sedang penguasa itu bertanggung jawab atas kewajibannya.(HR. Ahmad: Al-Musnad, Baihaqi: As-Sunan Al-Kubra) Menasihati penguasa bukan dengan cara membuat orasi-orasi di mimbar-mimbar bebas, yang kata merekadengan gagahnya, Seutama-utama jihad adalah menyampaikan kebenaran di hadapan penguasa yang jahat. Hendaknya mereka memerhatikan betul kata di hadapan penguasa, yakni hendaknya (sejalan dengan hadits di atas) menyampaikan nasihat itu tidak di hadapan orang banyak.

Bagaimana akan menerima nasihat, jika telah lebih dahulu dipermalukan, dibeberkan aib, dan dilukai hatinya. Membeberkan kesalahan dengan cara semacam ini justru akan membuat mereka semakin sulit menerima nasihat. Ingatlah pesan Rasulullah saw, jangan kalian bantu setan menguasai saudaramu. Gara-gara salah di dalam cara menasihati, hasilnya bahkan semakin parah. Setan semakin kuat memeluk dan menguasainya. Tidak sedikit datangnya kebrutalan kaki tangan penguasa justru diundang oleh cara-cara mereka yangkatanyaingin menasihati penguasa. Keadaan semacam di atas, sungguh sangat mungkin terjadi disebabkan ulah penasihat yang tidak hikmah. Memaksakan kehendak agar semua nasihat didengar, diterima dan dijalankan saat itu juga. Apalagi jika telah terang-terangan melanggar rambu-rambu nasihat. Kita lupa mungkin, masing-masing kitaketika ingin mengubah kemungkaranharus tetap berada di atas posisi yang benar. Keluar dari posisi berarti juga telah berbuat kemungkaran. Bagaimana mungkin kemungkaran bisa diubah dengan cara yang mungkar? Para penguasa mengubah kemungkaran dengan kekuasaan dan kekuatannya, di situlah posisinya. Para ulama, dai atau guru mengubah kemungkaran lewat nasihat-nasihatnya, disitulah posisinya. Orang awam semacam kita, yang tidak berilmu juga tak memiliki kekuasaan mengubah kemungkaran dengan hati, berupa doa dan pengingkaran hati, di situlah posisinya. Inilah yang dimaksud dari sabda Nabi saw. Barangsiapa melihat kemungkaran, hendaknya ia ubah dengan tangannya. Jika tidak sanggup, dengan lisannya. Jika tidak sanggup dengan hatinya. Itulah selemah-lemah iman. (HR. Muslim dari Abu Said alKhudri) Dan hendaknya kita sadar, bahwa setan menggoda siapa saja. Ahli maksiat digoda sehingga semakin tenggelam di dalam kemaksiatannya. Ahli ibadah juga digoda sehingga semakin tenggelam di dalam keasyikan beribadah yang bercampur dengan syirik dan kebidahan, tanpa mereka sadari. Mereka yang beramar maruf dan nahi mungkar juga tak luput dari godaannya. Digoda dengan semangat dan sikap berlebih-lebihan sehingga keluar dari posisinya. Manakala telah keluar dari posisi serta mengambil yang bukan porsinya, tinggallah menunggu saatnya mereka terjerumus ke dalam sikap selalu beroposisi kepada penguasa, yang berujung kepada pengkafiran dan pemberontakan. Dan bukan ini yang dikehendaki dari mencegah kemungkaran. Betul, kita diperintahkan untuk mencegah kemungkaran: dari Anas bin Malik, dari Nabi saw, ia berkata, Tolonglah saudaramu yang berbuat zalim dan yang dizalimi. Beliau ditanya, Ya, Rasulullah, kami mengerti tentang menolong yang dizalimi. Akan tetapi, bagaimana cara menolong yang berbuat zalim? Nabi saw. menjawab, Cegahlah dia dari perbuatan zalim tersebut. Demikianlah cara kaliam menolong mereka.(HR. al-Bukhari/atTirmidzi. Dan ini lafaz at-Tirmidzi) Namun, ketika orang yang paling mengerti urusan umat dan paling sayang kepada mereka ini mengungkapkan kata cegah dengan tolong, itu artinya perbuatan tersebut haruslah dilandasi kasih sayang, bukan kebencian! Ya, orang yang paling mengerti umat dan paling sayang kepada mereka ini telah menasihati kita agar tulus dan ikhlas. Dari Anas bin Malik, bahwasanya Nabi saw. telah

bersabda, Sesungguhnya kelak akan kalian dapati penguasa yang hanya mementingkan dirinya. Para sahabat bertanya, Apa yang harus kami perbuat (jika mendapati hal itu), wahai Rasulullah? Rasulullah saw. menjawab, Tunaikan kewajiban kalian kepada mereka, dan mintalah hak-hak kalian kepada Allah!(HR. al-Bukhari) Habibullah yang paling mengerti urusan umatnya dan paling sayang kepada mereka menasihati dan membimbing agar mereka senantiasa taat kepada orang-orang yang diserahi tanggung jawab mengurus umat, tanpa pamrih tawar-menawar ketaatan, selama bukan dalam urusan maksiat. Beliau tidak mengajari kita mengatakan, Kami taati kalian kalau kalian memenuhi tuntutan kami. Bahkan, meskipun orang-orang tersebut memakan harta atau memukul punggung mereka. Dari Ubadah bin Shamit, ia berkata, Rasulullah saw. telah memanggil kami, maka kami pun berbaiat dan beliau mengambil janji dari kami untuk mendengar dan taat dalam senang atau terpaksa, dalam kelapangan atau kesempitan. Dan tidak mencabut ketaatan. Kemudian Rasulullah saw. berkata, Kecuali jika kalian melihat kekufuran yang nyata yang menjadi bukti bagimu di hadapan Allah.(HR. al-Bukhari). Pada riwayat Ahmad dan Ibnu Hibban ada tambahan, Meskipun mereka memakan hartamu dan memukuli punggungmu. Perhatikanlah, wahai orang yang mengaku pengikut Muhammad saw(meskipun mereka memakan hartamu dan memukuli punggungmu!). Jangan lupa, bahwa yang mengatakan ini adalah yang tidak berkata-kata kecuali di bawah bimbingan wahyu. Begitu pula ketika umat ditimpa paceklik, barang langka harga melambung, sebagaimana kejadian semacam ini dijadikan momentum untuk menyadarkanumat akan haknya, Sang Kekasih Allah ini justru mengingatkan kita untuk kembali kepada Allah. Dari Anas bin Malik, ia berkata, Pernah di zaman Nabi saw. harga melambung. Para sahabat berkata, Ya Rasulullah, turunkan harga! Rasulullah saw. menjawab, Sesungguhnya Allah-lah yang menetapkan harga. Dia-lah Yang menaikkan, menurunkan dan memberi rezeki. Sungguh aku berharap dapat berjumpa dengan Rabb-ku dalam keadaan tak seorang pun diantara kalian menuntutku karena ketidakadilanku dalam urusan darah dan harta. (HR. at-Tirmidzi dan Ibnu Majah). Beliau tidak pernah menyuruh umatnya untuk turun ke jalan membawa alat dapur, memukul-mukulnya agar riuh kedengarannya, menarik perhatian orang banyak seraya berteriak-teriak menuntut turunnya harga. Sebagian lagi bertindak anarkis, asyik bermainmain dengan api di jalan tempat orang berlalu lalang, membuat semua orang kegerahan karena macet. Padahal salah satu cabang iman adalah menghilangkan duri dari jalan kaum Muslimin. Akankah kita katakan bahwa Muhammad saw. tidak mengerti penderitaan umatnya? Alangkah jeleknya prasangka yang menganggap Beliau saw. kejam, membiarkan umatnya dizalimi? Apakah para provokator lebih tulus nasihatnya dan lebih arif pertimbangannya dibandingkan Muhammad saw.?

Penulis adalah PNS Pada Kua Kec. Trienggadeng Kab. Pidie Jaya

Anda mungkin juga menyukai