Anda di halaman 1dari 25

BAB I PENDAHULUAN 1.1.

Latar Belakang Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung reseptor yang menerima rangsangan cahaya. Retina manusia merupakan suatu struktur yang sangat terorganisir, yang terdiri dari lapisan-lapisan badan sel dan prosesus sinaptik. Walaupun ukurannya kompak dan tampak sederhana apabila dibandingkan dengan struktur saraf misalnya korteks serebrum, retina memiliki daya pengolahan yang sangat canggih. Pengolahan visual retina diuraikan oleh otak, dan persepsi warna, kontras, kedalaman, dan bentuk berlangsung di korteks.(1,6) Retina merupakan jaringan neurosensoris yang terbentuk dari perpanjangan sistem saraf pusat sejak embriogenesis. Retina berfungsi untuk mengubah energi cahaya menjadi impuls listrik yang kompleks yang kemudian ditransmisikan melalui saraf optik, chiasma optik, dan traktus visual menuju korteks occipital sehingga menghasilkan persepsi visual. Bagian sentral retina atau daerah makula sebagian besar terdiri dari fotoreseptor kerucut yang digunakan untuk penglihatan sentral dan warna (penglihatan fotopik), sedangkan bagian perifer retina sebagian besar terdiri dari fotoreseptor batang yang digunakan untuk penglihatan perifer dan malam.(1,,6,8) Istilah ablasio retina (retinal detachment) menandakan pemisahan retina yaitu fotoreseptor dan lapisan bagian dalam, dari epitel pigmen retina dibawahnya. Lepasnya retina atau sel kerucut dan batang dari koroid atau sel pigmen epitel akan mengakibatkan gangguan nutrisi retina dari pembuluh darah koroid yang bila berlangsung lama akan mengakibatkan gangguan fungsi penglihatan yang menetap. Terdapat tiga jenis utama : ablasio regmatogenosa, ablasio traksi dan ablasio serosa atau hemoragik.(1,2) Bentuk tersering dari ketiga jenis ablasio retina adalah ablasio retina regmatogenosa. Menurut penelitian, di Amerika Serikat insiden ablasio retina 1 dalam 15.000 populasi dengan prevalensi 0,3%. Sedangkan insiden per tahun kira-kira 1 diantara 10.000 orang dan lebih sering terjadi pada usia lanjut kira-kira umur 40-70 tahun. Pasien dengan miopia yang tinggi (>6D) memiliki 5% kemungkinan resiko terjadinya ablasio retina, afakia sekitar 2%, komplikasi ekstraksi katarak dengan hilangnya vitreus dapat meningkatkan angka kejadian ablasio hingga 10%.(1,2,5)

1.2.Tujuan penulisan Makalah ini bertujuan untuk menambah pengetahuan dan memahami tentang ablasio retina.

1.3.Batasan masalah Pembahasan penulisan ini dibatasi pada anatomi, fisiologi retina, definisi, epidemiologi, etiologi, klasifikasi,,patofisiologi, diagnosis, komplikasi, penatalaksanaan dan prognosis ablasio retina.

1.4 Metode penulisan Metode penulisan makalah ini berupa tinjauan kepustakaan yang merujuk kepada berbagai literatur.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Retina Anatomi Retina

Gambar 2.1 Anatomi Retina Retina merupakan membran yang tipis, halus dan tidak berwarna, tembus pandang. Yang terlihat merah pada fundus adalah warna koroid. Retina terdiri dari macam-macam jaringan, jaringan saraf dan jaringan pengokoh yang terdiri dari serat-serat Mueller, membrane limitans interna dan eksterna, serta sel-sel glia.(1,6)

Lapisan-lapisan retina dari dalam ke luar, adalah sebagai berikut : o Membran limitans interna, merupakan membran hialin antara retina dan badan kaca. o Lapisan sel saraf, merupakan lapisan akson sel ganglion menuju ke arah saraf optik. Di dalam lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh darah retina. o Lapisan sel ganglion, merupakan lapis badan sel daripada neuron kedua. o Lapisan pleksiformis dalam, merupakan lapisan aseluler yang merupakan tempat sinaps sel bipolar, sel amakrim dengan sel ganglion. o Lapisan inti dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal, dan sel Muller, lapisan ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral. o Lapisan pleksiformis luar, merupakan lapisan aseluler dan merupakan tempat sinaps sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal. o Lapisan inti luar, merupakan susunan lapis nukleus sel kerucut dan sel batang. o Membran limitans eksterna, merupakan membran ilusi. o Lapisan fotoreseptor terdiri atas sel batang yang mempunyai bentuk ramping, dan sel kerucut, merupakan sel fotosensitif. o Epitel pigmen retina.

Gambar 2.2 Lapisan-LapisanRetina

Pada kehidupan embrio, dari optic vesicle terbentuk optic cup, di mana lapisan luar membentuk lapisan epitel pigmen dan lapisan dalam membentuk lapisan dalam lainnya. Di antara kedua lapisan ini terdapat celah potensial. Bila terjadi robekan di retina, maka cairan
4

badan kaca akan melalui robekan ini, masuk ke dalam celah potensial dan melepaskan lapisan batang dan kerucut dari lapisan epitel pigmen, maka terjadilah ablasio retina. Keadaan ini tidak boleh berlangsung lama, oleh karena lapisan batang dan kerucut mendapat makanan dari kapiler koroid, sedang bagian-bagian lain dari retina mendapat nutrisi dari pembuluh darah retina sentral, yang cabang-cabangnya terdapat di dalam lapisan urat saraf. Retina menjalar ke depan dan makin ke depan, lapisannya berubah makin tipis dan berakhir di ora serrata, di mana hanya didapatkan satu lapisan nuklear. Makin ke perifer makin banyak batang daripada kerucut, batang-batang itu telah mengadakan modifikasi menjadi tipis-tipis. Epitel pigmen dari retina kemudian meneruskan diri menjadi epitel pigmen yang menutupi badan siliar dan iris. Di mana aksis mata memotong retina, terletak makula lutea. Di tengahtengahnya terdapat lekukan dari fovea sentralis. Pada funduskopi, tampak makula lutea lebih merah dari sekitarnya dan pada tempat fovea sentralis seolah-olah ada cahaya, yang disebut refleks fovea, yang disebabkan lekukan pada fovea sentralis. Besar makula lutea 1-2 mm. Daerah ini daya penglihatannya paling tajam, terutama di fovea sentralis.(6,8) Struktur makula lutea:(1,6) 1. Tidak ada serat saraf; 2. Sel-sel ganglion sangat banyak dipinggir-pinggirnya, tetapi di makula sendiri tidak ada; 3. Lebih banyak kerucut daripada batang dan telah bermodifikasi menjadi tipis-tipis. Di fovea sentralis hanya terdapat kerucut. Nasal dari makula lutea, kira-kira pada jarak 2 diameter papil terdapat papilla nervi optisi, yaitu tempat di mana N II menembus sklera. Papil ini hanya terdiri dari serabut saraf, tidak mengandung sel batang dan kerucut sama sekali. Bentuk papil lonjong, berbatas tegas, pinggirnya lebih tinggi dari retina sekitarnya. Bagian tengahnya ada lekukan yang tampak agak pucat, besarnya 1/3 diameter papil, yang disebut ekskavasi fisiologis. Dari tempat inilah keluar arteri dan vena sentral yang kemudian bercabang-cabang ke temporal dan ke nasal, juga ke atas dan ke bawah.

Gambar 2.3 Gambar Fundus normal Pada pemeriksaan funduskopi, dindin g pembuluh darah tidak dapat dilihat. Yang tampak pada pemeriksaan adalah kolom darah. Arteri diameternya lebih kecil, dengan perbandingan a:v = 2:3. Warnanya lebih merah, bentuknya lebih lurus-lurus, di tengahnya terdapat refleks cahaya. Vena lebih besar, warna lebih tua, bentuk lebih berkelok-kelok.(1,6,8) A. retina sentralis mengurus makanan lapisan-lapisan retina sampai dengan membrana limitans eksterna. Di daerah makula lutea, yang terutama terdiri dari sel batang dan sel kerucut tidak terdapat cabang dari A. retina sentralis, oleh karena daerah ini mendapat nutrisi dari kapiler koroid.(1,6,8) Fisiologi Retina Retina adalah jaringan paling kompleks di mata. Untuk melihat, mata harus berfungsi sebagai suatu alat optis, sebagai suatu reseptor kompleks, dan sebagai suatu transducer yang efektif. Sel-sel batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor mampu mengubah rangsangan cahaya menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh lapisan serat saraf retina melalui saraf optikus da n akhirnya ke korteks penglihatan. Makula bertanggung jawab untuk ketajaman penglihatan yang terbaik dan untuk penglihatan warna, dan sebagian besar selnya adalah sel kerucut. Di fovea sentralis, terdapat hubungan hampir 1:1 antara fotoreseptor kerucut, sel ganglionnya, dan serat saraf keluar, dan hal ini menjamin penglihatan yang paling tajam. Macula terutama digunakan untuk penglihatan sentral dan warna (penglihatan fotopik) sedangkan bagian retina lainnya, yang sebagian besar terdiri dari fotoreseptor batang, digunakan terutama untuk penglihatan perifer dan malam (skotopik).(1,8) Fotoreseptor kerucut dan batang terletak di lapisan terluar yang avaskuler pada retina sensorik dan merupakan tempat berlangsungnya reaksi kimia yang mencetuskan proses
6

penglihatan. Setiap sel fotoreseptor kerucut mengandung rodopsin, yang merupakan suatu pigmen penglihatan fotosensitif yang terbentuk sewaktu molekul protein opsin bergabung dengan 11-sis-retinal. Sewaktu foton cahaya diserap oleh rodopsin, 11-sis-retinal segera mengalami isomerisasi menjadi bentuk all-trans. Rodopsin adalah suatu glikolipid membran yang separuhnya terbenam di lempeng membran lapis ganda pada segmen paling luar fotoreseptor.(1,6) Penglihatan skotopik seluruhnya diperantarai oleh fotoreseptor sel batang. Pada bentuk penglihatan adaptasi gelap ini, terlihat bermacam-macam nuansa abu-abu, tetapi warna tidak dapat dibedakan(1,6,8) Penglihatan siang hari terutama diperantarai oleh fotoreseptor kerucut, jika senja hari diperantarai oleh kombinasi sel kerucut dan batang, dan penglihatan malam oleh fotoreseptor batang.(1,6,8) 2.2 Definisi Ablasio Retina Ablasio retina adalah suatu kelainan pada mata yang disebabkan karena terpisahnya lapisan Neuroretina dari lapisan Epitel Pigmen retina sehingga terdapat cairan didalam rongga subretina atau karena adanya suatu tarikan pada retina oleh jaringan ikat atau membran vitreoretina.(2,4) Istilah ablasio retina menandakan pemisahan retina sensorik, yaitu foto reseptor dan lapisan jaringan dibagian dalam, dari epitel pigmen retina dibawahnya. Biasanya Ablasio retina ini adalah suatu kelainan yang berhubungan dengan meningkatnya usia dan miopia tinggi, dimana akan terjadi perubahan degeneratif pada retina dan vitreous.(1,3)

Gambar 2.4 Ablasio Retina


7

2.3 Epidemiologi Insiden ablasio retina di Amerika Serikat adalah 1:15.000 populasi dengan prevalensi 0,3%. Sumber lain menyatakan bahwa insiden ablasio retina di Amerika Serikat adalah 12,5 dari 100.000 kasus per tahun atau sekitar 28.000 kasus per tahun.(6) Adapun faktor-faktor penyebab ablasio retina yang paling umum adalah miopia 4050%, operasi katarak dengan implan lensa (afakia, pseudofakia) 30-40%, dan trauma okuli 10-20%. Diperkirakan 15 % pasien dengan ablasio retina pada salah satu mata akan mengalami ablasio pada mata lainnya. Risiko ablasio bilateral meningkat (25-30%) pada pasien yang telah menjalani ekstraksi katarak bilateral.(6,9) Insiden ablasio retina relatif lebih sering pada orang etnis Yahudi dan relatif rendah pada bangsa kulit hitam. Ablasio retina lebih banyak terjadi pada usia 40-70 tahun, tetapi bisa terjadi pada anak-anak dan remaja dengan penyebab lebih banyak karena trauma. Pada pasien ablasio retina usia di bawah 45 tahun, 60% laki-laki dan 40% perempuan.(6,9) Ablasio retina regmatogenosa merupakan ablasio retina yang paling sering terjadi. Sekitar 1 dari 10.000 populasi normal akan mengalami ablasio retina regmatogenosa.(9) Kemungkinan ini akan meningkat pada pasien yang memiliki miopia tinggi; Telah menjalani operasi katarak, terutama jika operasi ini mengalami komplikasi kehilangan vitreus; Pernah mengalami ablasio retina pada mata kontralateral; Baru mengalami trauma mata berat.

2.4

Patogenesis Ruangan potensial antara neuroretina dan epitel pigmennya sesuai dengan rongga

vesikel optik embriogenik. Kedua jaringan ini melekat longgar pada mata yang matur dan dapat terpisah. Pemisahan retina sensoris dari lapisan epitel retina disebabkan oleh tiga mekanisme dasar. Tiga mekanisme dasar pemisahan retina sensoris dari lapisan epitel retina ialah (5):

1. Lubang atau robekan pada retina yang menyebabkan cairan vitreous masuk dan memisahkan antara lapisan neuro retina dan lapisan epitel pigmen. (ablasio retina regmatogenosa). 2. Jika retina tertarik oleh serabut jaringan kontraktil pada permukaan retina (misalnya seperti pada retinopati proliferatif pada diabetes mellitus (ablasio retina traksional). 3. Pengeluaran eksudat kedalam ruang subretina. Eksudat ini berasal dari pembulu darah retina, yang disebabkan oleh karena hipertensi, oklusi vena retina setralis, vaskulitis, atau papiledema. (ablasio retina eksudatif)

Gambar 2.5 Mekanisme Dasar Ablasio Plasenta

Ablasio retina idiopatik (regmatogen) terjadinya selalu karena adanya robekan retina atau lubang retina. Sering terjadi pada miopia, pada usia lanjut, dan pada mata afakia. Perubahan yang merupakan faktor prediposisi adalah degenerasi retina perifer (degenerasi kisi-kisi/lattice degeration), pencairan sebagian badan kaca yang tetap melekat pada daerah retina tertentu, cedera, dan sebagainya.(1,5,13) Perubahan degeneratif retina pada miopia dan usia lanjut juga terjadi di koroid. Sklerosis dan sumbatan pembuluh darah koroid senil akan menyebabkan berkurangnya perdarahan ke retina. Hal semacam ini juga bisa terjadi pada miopia karena teregangnya dan menipisnya pembuluh darah retina. Perubahan ini terutama terjadi di daerah ekuator, yaitu tempat terjadinya 90% robekan retina. Terjadinya degenerasi retina pada mata miopia 10 sampai 15 tahun lebih awal daripada mata emetropia. Ablasi retina delapan kali lebih sering terjadi pada mata miopia daripada mata emetropia atau hiperopia. Ablasi retina terjadi sampai 4% dari semua mata afakia, yang berarti 100 kali lebih sering daripada mata afakia.(1,10,12)

Terjadinya sineresis dan pencairan badan kaca pada mata miopia satu dasawarsa lebih awal daripada mata normal. Depolimerisasi menyebabkan penurunan daya ikat air dari asam hialuron sehingga kerangka badan kaca mengalami disintegrasi. Akan terjadi pencairan sebagian dan ablasi badan kaca posterior. Oleh karenanya badan kaca kehilangan konsistensi dan struktur yang mirip agar-agar, sehingga badan kaca tidak menekan retina pada epitel pigmen lagi. Dengan gerakan mata yang cepat, badan kaca menarik perlekatan vireoretina. Perlekatan badan kaca yang kuat biasanya terdapat di daerah sekeliling radang atau daerah sklerosis degeneratif. Sesudah ekstraksi katarak intrakapsular, gerakan badan kaca pada gerkan mata bahkan akan lebih kuat lagi.Sekali terjadi robekan retina, cairan akan menyusup di bawah retina sehingga neuroepitel akan terlepas dari epitel pigmen dan koroid.(1,5)

2.5 Klasifikasi Klasifikasi ablasio retina berdasarkan etiologinya, terdiri atas (1,5,13): 1. Ablasio retina regmatogenosa Bentuk tersering dari ketiga jenis ablasio retina adalah ablasio retina regmatogenosa. Pada ablasio retina regmatogenosa dimana ablasio terjadi akibat adanya robekan pada retina sehingga cairan masuk ke belakang antara sel pigmen epitel dengan retina. Terjadi pendorongan retina oleh badan kaca cair (fluid vitreous) yang masuk melalui robekan atau lubang pada retina ke rongga subretina sehingga mengapungkan retina dan terlepas dari lapis epitel pigmen koroid.(1,5,13) Karakteristik ablasio regmatogenosa adalah pemutusan total (full-thickness) di retina sensorik, traksi korpus vitreum dengan derajat bervariasi, dan mengalirnya korpus vitreum cair melalui defek retina sensorik ke dalam ruang subretina. Ablasio retina regmatogenosa spontan biasanya didahului atau disertai oleh pelepasan korpus vitreum. Miopia, afakia, degenerasi lattice, dan trauma mata biasanya berkaitan dengan ablasio retina jenis ini. Ablasio retina akan memberikan gejala terdapatnya gangguan penglihatan yang kadang-kadang terlihat sebagai tabir yang menutup. Terdapatnya riwayat adanya pijaran api (fotopsia) pada lapangan penglihatan.(5,13) Ablasio retina yang berlokalisasi di daerah supratemporal sangat berbahaya karena dapat mengangkat makula. Penglihatan akan turun secara akut pada ablasio retina bila dilepasnya retina mengenai makula lutea.(5,13)
10

Pada pemeriksaan fisik dapat terlihat Cell dan flare dibilik depan mata pada ablasio retina regmatogenosa, serta terdapat pigmen dalam vitreous anterior (tobacco dusting atau Shaffer sign).(13) Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang terangkat berwarna pucat dengan pembuluh darah di atasnya dan terlihat adanya robekan retina berwarna merah. Pemeriksaan yang teliti biasanya memperlihatkan satu atau lebih pemutusan retina total misalnya robekan berbentuk tapal kuda, lubang atrofik bundar, atau robekan sirkumferensial anterior (dialisis retina). Letak pemutusan retina bervariasi sesuai dengan jenis; robekan tapal kuda paling sering terjadi di kuadran superotemporal, lubang atrofik di kuadran temporal, dan dialisis retina di kuadran inferotemporal. Apabila terdapat robekan retina multipel, maka defek biasanya terletak dalam 90 derajat satu sama lain. Pada ablasio retina regmatogenosa kronis dapat disertai dengan penipisan retina, kista intraretinal, dan fibrosis subretinal.(13,16) Bila bola mata bergerak akan terlihat retina yang lepas (ablasio) bergoyang. Kadangkadang terdapat pigmen di dalam badan kaca. Pada pupil terlihat adanya defek aferen pupil akaibat penglihatan menurun. Tekanan bola mata rendah dan dapat meninggi bila telah terjadi neovaskular glaukoma pada ablasio yang telah lama.(1,5)

Gambar 2.6. Ablasio Retina Regmatogenosa

2. Ablasio retina tarikan atau traksi Ablasio retina traksi adalah lepasnya jaringan retina yang terjadi akibat tarikan jaringan parut pada korpus vitreous dan disertai penglihatan turun tanpa rasa sakit.4 Ablasio retina akibat traksional adalah jenis tersering kedua dan terutama disebabkan oleh retinopati diabetes proliferatif, vitreoretinopati proliferatif, retinopati pada prematuritas, atau trauma
11

mata, kontraktil vitreoretina, epiretina, intraretina (sangat jarang) atau subretina membran yang mendorong neurosensory retina menjauh dari epitel pigmen retina.(7,13) Berbeda dengan penampakan konveks pada ablasio regmatogenosa, ablasio retina akibat traksi yang khas memiliki permukaan yang lebih konkaf dan cenderung lebih lokal, biasanya tidak meluas ke ora serata. Gaya-gaya traksi yang secara aktif menarik retina sensorik menjauhi epitel pigmen di bawahnya disebabkan oleh adanya membran vitreosa, epiretina, atau subretina yang terdiri dari fibroblas dan sel glia atau sel epitel pigmen retina.
(13,16)

Pada ablasio retina akibat traksi pada diabetes, kontraksi korpus vitreum menarik jaringan fibrovaskular dan retina di bawahnya ke arah anterior menuju dasar korpus vitreum. Pada awalnya pelepasan mungkin terbatas di sepanjang arkade-arkade vaskular, tetapi dapat terjadi perkembangan sehingga kelainan melibatkan retina midperifer dan makula.(1,13) Proses patologik dasar pada mata yang mengalami vitreoretinopati proliferatif adalah pertumbuhan dan kontraksi membran selular di kedua sisi retina dan di permukaan korpus vitreum posterior. Traksi fokal dari membran selular dapat menyebabkan robekan retina dan menimbulkan kombinasi ablasio retina regmatogenosa-traksional.

2.7.Ablasio Retina Traksi

3. Ablasio retina eksudatif Ablasio retina eksudatif adalah ablasio yang terjadi akibat tertimbunnya eksudat di bawah retina dan mengangkat retina. Penimbunan cairan subretina sebagai akibat keluarnya cairan dari pembuluh darah retina dan koroid (ekstravasasi). Hal ini disebabkan penyakit
12

koroid. Kelainan ini dapat terjadi pada skleritis, koroiditis, tumor retrobulbar, radang uvea, idiopati, toksemia gravidarum. Cairan di bawah retina tidak dipengaruhi oleh posisi kepala. Permukaan retina yang terangkat terlihat cincin. Pada ablasio tipe ini penglihatan dapat berkurang dari ringan sampai berat. Ablasio ini dapat hilang atau menetap bertahun-tahun setelah penyebabnya berkurang atau hilang.(1,5,13) Komposisi cairan interstisial choroidal memainkan peranan penting dalam patogenesis dari ablasio retina eksudatif. Komposisi cairan interstisial choroidal pada gilirannya dipengaruhi oleh tingkat permeabilitas vaskular koroidalis. Setiap proses patologis yang mempengaruhi permeabilitas pembuluh darah choroidal berpotensi menyebabkan ablasi retina eksudatif. Akan tetapi kerusakan pada epitel pigmen retina dapat mencegah pemompaan cairan dan dapat menyebabkan akumulasi cairan dalam ruang

subretinal. Beberapa inflamasi, infeksi, pembuluh darah, kondisi patologis degeneratif, ganas, atau ditentukan secara genetik telah diakui menyebabkan ablasio retina eksudatif.(1,5,13)

2.8 Ablasio Retina Eksudatif Gambaran Diagnosis Dari Tiga Tipe Ablasio Retina Regmatogenus Riwayat penyakit Afakia, myopia, trauma tumpul, photopsia, floaters, gangguan lapangan pandang yang Traksi Diabetes, premature,trauma tembus, penyakit sel sabit, oklusi vena. Eksudatif Factor-faktor sistemik seperti hipertensi maligna, eklampsia, gagal ginjal.

13

progresif, dengan keadaan umum baik. Kerusakan retina Terjadi pada 90-95 % Kerusakan primer kasus Perluasan ablasi Meluas dari oral ke discus, batas dan permukaan cembung tergantung gravitasi tidak ada Tidak meluas menuju Tergantung volume Tidak ada

ora, dapat sentral atau dan gravitasi, perifer perluasan menuju oral bervariasi, dapat sentral atau perifer

Pergerakan retina

Bergelombang atau terlipat

Retina tegang, batas dan permukaan cekung, Meningkat pada titik tarikan

Smoothly elevated bullae, biasanya tanpa lipatan

Bukti kronis

Terdapat garis pembatas, makrosis intra retinal, atropik retina

Garis pembatas

Tidak ada

Pigmen pada vitreous Perubahan vitreous

Terlihat pada 70 % kasus Sineretik, PVD, tarikan pada lapisan yang robek

Terlihat pada kasus trauma Penarikan vitreoretinal

Tidak ada

Tidak ada, kecuali pada uveitis

Cairan sub retinal

Jernih

Jernih atau tidak ada perpindahan

Dapat keruh dan berpindah secara cepat tergantung pada perubahan posisi kepala.

Massa koroid

Tidak ada

Tidak ada

Bisa ada

14

Tekanan intraocular Transluminasi

Rendah Normal

Normal Normal

Bervariasi Transluminasi terblok apabila ditemukan lesi pigmen koroid

Keaadan yang menyebabkan ablasio

Robeknya retina

Retinopati diabetikum proliferative, post traumatis vitreous traction

Uveitis, metastasis tumor, melanoma maligna, retinoblastoma, hemangioma koroid, makulopati eksudatif senilis, ablasi eksudatif post cryotherapi atau dyathermi.

2.6 Manifestasi Klinis Keluhan yang klasik dan sering dilaporkan adalah photopsia dan floaters sebesar 60 % setelah beberapa saat penderita mengeluh kehilangan lapang pandangan perifer kemudian berlanjut menjadi kehilangan penglihatan sentral.(9,10,13,16) 1. Photopsia/ light flashes (kilatan cahaya) Yaitu sensasi subjektif yang dikeluhkan penderita sebagai kilatan cahaya yang umumnya terjadi sewaktu mata digerakkan dalam keremangan cahaya atau dalam keadaan gelap. Keadaan ini disebabkan oleh tarikan pada vitreo retina di daerah perifer dan bisa terjadi pada orang normal jika terjadi cedera tumpul pada mata. Hal ini disebabkan oleh tarikan pada vitreo retina di daerah perifer. 2. Floaters. Yaitu gerakan kekeruhan vitreous yang memberikan bayangan pada retina, (terlihat benda melayang-layang), yang terjadi karena adanya kekeruhan di vitreus oleh adanya darah, pigmen retina yang lepas atau degenerasi vitreus itu sendiri. Kadang-kadang penderita merasa
15

ada tabir atau bayangan yang datang dari perifer (biasanya dari sisi nasal) meluas dalam lapangan pandang. Tabir ini bergerak bersama-sama dengan gerakan mata dan menjadi lebih nyata. Pada stadium awal, penglihatannya membaik di malam hari, dan memburuk di siang hari, terutama sesudah stres fisik (membungkuk, mengangkat) atau mengendarai mobil di jalanan yang bergelombang. Ada tiga bentuk floaters yang sering dijumpai yakni : a. Lingkaran besar ( Weiss ring ) b. Cobwebs c. Bintik-bintik kecil. 3. Defek Lapang Pandangan. Hilangnya lapangan pandang disebabkan oleh: menyebarnya cairan sub retina ke daerah ekuator, defek ini kadang menghilang pada saat bangun pagi dan timbul lagi sesudah bekerja atau jalan pada siang hari 4. Penurunan visus Pada pasien ablasio yang belum mengenai makula visus pasien bisa normal. Akan tetapi lama kelamaan akan mengalami penurunan sampai akhirnya visus menurun total (O) pada ablasio retina total. 5. Metamorfopsia. Adalah terjadinnya distorsi bergelombang dari objek yang dilihat pasien, yang terjadi apabila ablasio retina sudah mengenai makula.

2.7 Diagnosis Diagnosis ablasio retina bisa ditegakkan dengan anamnesis yang baik mengenai keluhan pasien, perjalanan penyakit, faktor-faktor pencetus penyakit diikuti pemeriksaan mata mulai dari visus , lapangan pandangan, pemeriksaan warna, pemeriksaan segmen depan mata, segmen belakang mata dengan oftalmoskop dan pemeriksaan penunjang lainnya seperti laboratorium, radiologis, imaging dll. a. Anamnesis Sebagian besar pasien datang dengan keluhan melihat bayangan berupa photopsi, floater pada awal penyakit, diikuti dengan penyempitan lapangan pandangan perifer kemudian bila proses berlanjut pasien akan kehilangan lapangan penglihatan sentral. Pada
16

pasien ablasio retina regmatogenosa perlu pula ditanyakan adanya riwayat operasi mata seperti ektraksi katarak, afakia, myopia, trauma tumpul dll. Kelainan sistemik pada pasien berupa hipertensi berat, eklampsia, atau gagal ginjal sering terjadi pada pasien dengan ablasio retina eksudatifa. Diabetes mellitus, retinopati prematuritas dan trauma tembus perlu juga dicari pada ablasio retina traksional.(10,13) b. Pemeriksaan oftalmologi 1. Pemeriksaan visus atau tajam penglihatan Pada pasien ablasio retina dapat terjadi penurunan tajam penglihatan akibat terlibatnya makula lutea ataupun terjadi kekeruhan media penglihatan atau badan kaca yang menghambat sinar masuk. Tajam penglihatan akan sangat menurun bila makula lutea ikut terangkat. Jika makula lutea tidak terlibat, penglihatan pasien tidak terganggu sehingga visus pasien bisa normal. 2. Pemeriksaan lapangan pandang Kelainan pada lapangan pandangan bisa terjadi pada ablasio yang telah lanjut. Pemeriksaan ini bisa juga mendeteksi lokasi dari ablasio retina. Apabila ablasio retina terjadi pada posterior ekuator bisanya keluhan penyempitan pada lapangan pandangan belum

ditemukan sampai terjadi defek pada kutup posterior dan makula. Ablasio retina yang terjadi pada bagian anterior retina tidak bisa ditentukan dengan pemeriksaan lapangan pandangan. Pasien dengan defek lapangan pandangan pada bagian superior menandakan ablasio pada bagian inferior retina, akan tetapi pemeriksaan ini lebih bermakna menentukan diagnosis dan lokasi ablasio pada kelainan yang sudah lanjut.(5,7,12,16) 3. Pemeriksaan segmen anterior mata Pemeriksaan ini dimulai dengan inspeksi mata pasien apakah ada tanda-tanda trauma pada segmen depan mata yang bisa dijadikan petunjuk adanya kemungkinan kelainan yang berhubungan dengan trauma yamg mencetuskan ablasio retina. Pemeriksaan selanjutnya dapat digunakan slit lamp. Segmen depan mata biasanya normal. Pemeriksaan tekanan intra okuler menurun pada ablasio retina regmatogenosa, normal pada ablasio retina traksional dan bervariasi pada ablasio retina eksudativa.(5,7,12,16) 4. Pemeriksaan pada segmen posterior mata Kelainan pada segmen posterior berupa kelainan vitreus dan retina dapat dilakukan dengan menggunakan oftalmoskop.

17

Kelainan yang bisa ditemukan pada vitreous berupa : (5,7,12,16) Tobacco dust atau shafer sign yaitu sel berpigmen pada vitreus. Tanda ini patognomonis terjadi pada sebagian besar kasus robekan retina tanpa adanya riwayat operasi. Membrane pada vitreus terutama pada proliferatif vitreoretinopathy Darah didalam vitreous terutama di dalam ruangan retrohyaloid.

Kelainan yang ditemukan pada retina berupa : Robekan retina bisa berbentuk tapal kuda bila terdapat pada segmen superior temporal, dan superior nasal. Lobang pada retina (hole) sering ditemukan pada kelainan pada segmen superior temporal dan segmen inferior nasal Konfigurasi retina biasanya berbentuk konveks (mencembung), retina yang lepas berwarna keabu-abuan, pucat, keruh, serta kehilangan bayangan konfigurasi pembuluh darah koroid. Jika terdapat akumulasi cairan bermakna pada ruang subretina, didapatkan pergerakkan undulasi retina ketika mata bergerak. Pembuluh darah retina yang terlepas dari dasarnya berwarna gelap, berkelok-kelok, dan membengkok di tepi ablasio. Pada retina yang mengalami ablasio terlihat lipatan-lipatan halus. Suatu robekan pada retina terlihat agak merah muda karena terdapat pembuluh koroid di bawahnya. Mungkin didapatkan debris terkait pada vitreous yang terdiri dari darah dan pigmen atau kelopak lubang retina (operkulum) dapat ditemukan mengambang bebas.(3,4,11,14) Mobilitas retina biasanya bergerak bebas,undulasi (+) kecuali bila sudah terjadi PVR Macular pseudohole berupa keadaan yang terjadi akibat tipisnya retina pada fovea dimana polus posterior retina terlepas.

Gambar 2.9 Gambaran Funduskopi Ablasio Retina


18

C. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan laboratorium digunakan untuk menentukan penyakit yang bisa menyebabkan ablasio retina (underlying diseases) seperti hemoglobin dan slide darah tepi pada pasien dengan anemia sel sabit, pemeriksaan gula darah serologis, protein urin dll.(5,7,13) 2. Pemeriksaan ultrasonografi (ocular B-Scan ultrasonografi). Apabila retina tidak bisa dilihat karena adanya defek pada kornea seperti sikatrik, kekeruhan pada lensa (katarak) ataupun kekeruhan pada vitreus akibat adanya sel-sel radang ataupun membran(uveitis) dan perdarahan vitreus maka USG bisa membantu kita dalam menentukan adanya ablasio retina, jenis ablasio dan faktor-faktor yang menyebabkan

timbulnya ablasio retina serosa seperti tumor pada koroid, sub retinal tumor ataupun perdarahan koroid.(5,7,13) Selain itu ultrasonografi juga digunakan untuk mengetahui kelainan yang menyebabkan ablasio retina eksudatif misalnya tumor dan posterior skleritis.(2,4,6,14) 3. Amsler grid Pada pemeriksaan amsler grid bisa ditemukan makropsia, mikropsia ataupun metamorfopsia akan membantu kita dalam menentukan ablasio retina yang sudah sampai ke makula.(5,13)

2.8 Diagnosis Banding Beberapa kelainan pada retina ataupun bagian mata lainnya yang menyerupai ablasio retina adalah : (1,3,7,14) 1. Retinoskisis Retinoskisis dapat dibedakan dari ablasio retina dengan membandingkan

permukaannya yang rata, biasanya tidak ditemukan perdarahan atau pigmen di dalam vitreus, selalu muncul dengan skotoma, Biasanya mengalami perbaikan dengan fotokoagulasi, tidak ada pergerakan cairan seperti pada ablasio retina. 2. Tumor koroid Tumor koroid disini termasuk melanoma malignan koroid, metastasis tumor ganas dari tempat lain, atau hemangioma koroid. Oftalmoskop direk sukar membedakan
19

dengan ablasio karena adanya elevasi dari neurosensorik dan epitel pigmen retina. Akan tetapi dengan pemeriksaan lebih lanjut seperti ultrasonografi oftalmoskop indirek akan terlihat massa dalam koroid, tidak ditemukan robekan retina. 3. Ablasio koroid Sering terjadi setelah operasi katarak. Berbeda dengan ablasio retina cairan pada ablasio koroid ini terus ke anterior melewati ora serata sehingga pars plana dan ora serata terlihat lebih jelas dari biasanya. 4. Perdarahan retrohyaloid massif Biasanya terdapat pada pasien diabetes mellitus dimana darah akan masuk ke dalam rongga retrohyaloid membentuk membrane bullosa berwarna merah sehingga menyerupai retina akan tetapi bila dilihat lebih lanjut akan terlihat membran ini tidak mempunyai pembuluh darah seperti halnya retina. 5. Subretinal Cysticerus Pada subretinal cysticerus terlihat retina berwarna abu-abu, dengan cairan dalam kista yang menyerupai cairan subretinal akan tetapi di dalam cairan ini bisa terlihat parasit penyebabnya. 6. Oklusi Retina sentralis Pada funduskopi terlihat retina sangat pucat, putih sehingga menyerupai ablasio yang berwarna abu-abu, Perlu dicari tanda lain yang tidak terdapat pada ablasio retina seperti cattle track appearance atau cherry red spot.

2.9

Tatalaksana Penatalaksanaan ablasio retina saat ini hanya dapat dilakukan dengan operasi,

penatalaksanaan medika mentosa biasa tidak dapat mengobati penyakit ini. Beberapa teknik operasi pada ablasio retina : (7,15,10) Scleral buckle Metode ini paling banyak digunakan pada ablasio retina regmatogenosa terutama tanpa disertai komplikasi lainnya. Prosedur meliputi lokalisasi posisi robekan retina, menangani robekan dengan cryoprobe, dan selanjutnya dengan scleral buckle (sabuk). Sabuk ini biasanya terbuat dari spons silikon atau silikon padat. Ukuran dan bentuk sabuk yang digunakan tergantung lokasi dan jumlah robekan retina. Pertama-tama dilakukan cryoprobe
20

atau laser untuk memperkuat perlengketan antara retina sekitar dan epitel pigmen retina. Sabuk dijahit mengelilingi sklera sehingga terjadi tekanan pada robekan retina sehingga terjadi penutupan pada robekan tersebut. Penutupan retina ini akan menyebabkan cairan subretinal menghilang secara spontan dalam waktu 1-2 hari.(7,15,10)

Gambar 2.10 Metode Scleral Buckle

Pneumatic retinopexi Pneumatic retinopexi merupakan metode yang juga sering digunakan pada ablasio

retina regmatogenosa terutama jika terdapat robekan tunggal pada bagian superior retina. Teknik pelaksanaan prosedur ini adalah dengan menyuntikkan gelembung gas ke dalam rongga vitreus. Gelembung gas ini akan menutupi robekan retina dan mencegah pasase cairan lebih lanjut melalui robekan. Jika robekan dapat ditutupi oleh gelembung gas, cairan subretinal biasanya akan hilang dalam 1-2 hari. Robekan retina dapat juga dilekatkan dengan kriopeksi atau laser sebelum gelembung disuntikkan. Pasien harus mempertahankan posisi kepala tertentu selama beberapa hari untuk meyakinkan gelembung terus menutupi robekan retina.(7,15,10)

21

Gambar 2.11 Metode Pneumatic Retinopexi

Vitrektomi Vitrektomi merupakan cara yang paling banyak digunakan pada ablasio akibat

diabetes, dan juga digunakan pada ablasio regmatogenosa yang disertai traksi vitreus atau perdarahan vitreus. Cara pelaksanaannya yaitu dengan membuat insisi kecil pada dinding bola mata kemudian memasukkan instrumen hingga ke cavum vitreous melalui pars plana. Setelah itu dilakukan vitrektomi dengan vitreus cutter untuk menghilangkan berkas badan kaca (vitreous strands), membran, dan perlekatan-perlekatan. Teknik dan instrumen yang digunakan tergantung tipe dan penyebab ablasio.(10,15)

22

Gambar 2.12 Metode Virektomi

Post operatif manajemen :(15) Mobilisasi pasien secepat mungkin seperti menyisir rambut sendiri, mandi, bercukur akan tetapi apabila operasi dilakukan dengan memasukkan gas atau udara ke dalam vitreus maka pasien harus tirah baring total. Pengukuran tekanan intraokuler dengan tonometer aplanasi karena bila operasi yang digunakan skleral buckling maka rigiditas sclera akan menurun. Atropin 1% diberikan 2 kali sehari Antibiotik-kortikosteroid 3 kali sehari Analgesik diberikan sesuai dengan ambang nyeri pasien. Ada yang membutuhkan analgetik oral dosis rendah rendah, tinggi, bahkan pemberian intramuscular. Pasien dipulangkan setelah 3 atau 4 hari post operatif dan disuruh kontrol kembali setelah 1 minggu.(2,11,13)

2.10

Komplikasi Penurunan ketajaman penglihatan dan kebutaan merupakan komplikasi yang paling

umum terjadi pada ablasio retina. Penurunan penglihatan terhadap gerakan tangan atau persepsi cahaya adalah komplikasi yang sering dari ablasio retina yang melibatkan makula.(5,6)

23

Jika retina tidak berhasil dilekatkan kembali dan pembedahan mengalami komplikasi, maka dapat timbul perubahan fibrotik pada vitreous (vitreoretinopati proliferatif, PVR). PVR dapat menyebabkan traksi pada retina dan ablasio retina lebih lanjut (6,10)

2.11

Prognosis Prognosis tergantung luasnya robekan retina, jarak waktu terjadinya ablasio,

diagnosisnya dan tindakan bedah yang dilakukan.9 Terapi yang cepat prognosis lebih baik. Prognosis lebih buruk bila mengenai makula atau jika telah berlangsung lama. Jika makula melekat dan pembedahan berhasil melekatkan kembali retina perifer, maka hasil penglihatan sangat baik. Jika makula lepas lebih dari 24 jam sebelum pembedahan, maka tajam penglihatan sebelumnya mungkin tidak dapat pulih sepenuhnya.(2,6,12)

24

BAB IV KESIMPULAN

Ablasio retina adalah suatu kelainan pada mata yang disebabkan karena terpisahnya lapisan Neuroretina dari lapisan Epitel Pigmen retina akibat adanya cairan di dalam rongga subretina atau akibat adanya suatu tarikan pada retina oleh jaringan ikat atau membran vitreoretina. Ablasio retina merupakan suatu kegawat daruratan karena dapat menyebabkan kebutaan bagi penderitanya. Ablasio retina berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi tiga, ialah ablasio retina regmantogenosa, ablasio retina traksional dan ablasio retina eksudatif. Manifestasi klinis untuk ablasio retina ini berupa photopsia, floaters, defek lapangan pandang, penurunan visus, metamorfopsia. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan oftalmologi yang dilakukan pada ablasio retina berupa pemeriksaan visus, pemeriksaan lapangan pandang, pemeriksaan pada segmen anterior dan segmen posterior mata. Pemeriksaan laboratorium, USG mata, dan pemeriksaan amsler grid merupakan pemeriksaan penunjang yang dapat membantu dalam menegakkan diagnosis. Penatalaksanaan ablasio retina saat ini hanya dapat dilakukan dengan operasi, penatalaksanaan medika mentosa biasa tidak dapat mengobati penyakit ini. Terdapat beberapa teknik dalam operasi ablasio retina antara lain, Sklera buckling ,pneumatic retinopexi, dan Vitrektomi. Prognosis tergantung luasnya robekan retina, jarak waktu terjadinya ablasio, diagnosisnya dan tindakan bedah yang dilakukan. Terapi yang cepat prognosis lebih baik. Prognosis lebih buruk bila mengenai makula atau jika telah berlangsung lama.

25

Anda mungkin juga menyukai