Anda di halaman 1dari 15

Pembesaran Kerapu Sunu

PENELITIAN PENDAHULUAN PEMBESARAN KERAPU SUNU (Plectropomus leopardus) DALAM KERAMBA JARING APUNG.

ABSTRAK
Kerapu sunu merupakan komoditas andalan memiliki nilai ekonomis penting sebagi komoditas. Harga kerapu sunu hidup ukuran konsumsi ditingkat pembudidaya antara Rp. 200.000 hingga Rp.250.000 per kg. Teknologi budidaya telah diperoleh secara utuh baik perbenihan, pendederan dan pembesaran, masing-masing merupakan komponen bisnis yang menguntungkan. Teknologi pembesaran bisa dilakukan dalam Keramba Jaring Apung (KJA)-laut dengan pemberian pakan pelet Masa pemeliharaan berkisar 10 bulan tergantung ukuran tebar awal. Produktivitas KJA berkisar antara 5-10 kg per m3 dengan padat tebar antara 10 40 ekor per m3. Satu unit KJA yang dipergunakan terdiri dari 6 cages ukuran masing-masing 2x2x2m, dengan target produksi sekitar 200 400 kg per unit keramba. Keberhasilan ini juga ditunjang oleh ketepatan memilih lokasi, dan kemudahan pengadaan saprodi. Kata kunci: kerapu sunu, pembesaran di KJA, padat tebar, produktivitas KJA.

ABSTRACT
Coral trout, (Plectropomus leopardus) is a prospective commodity with high economical value for export. Under farm level the price is around Rp.200.000 to Rp.250.000,- per kg alive. Technology of coral trout culture has been completed for seed production, nursery or juvenile production as well as for grows out in the Floating Net Cages (FNC) in coastal waters. The juvenile production and grow out in the FNC fed with pellet. The rearing period 10 month depending on the initial size stocked. The productivity of cage has been obtained between 5 to 10 kg per m3 with the stocking density of 10 to 20 seed per m3. One unit FNC consist of six cages with the size of 2x2x2m and the production target is around 200 to 500 kg could be obtained. The success also depending on the right site selection, and the availability of production inputs.

Key words: Coral trout, grow-out, stocking density, productivity of FNC.

PENDAHULUAN Ikan kerapu sunu tergolong kedalam famili Seranidae, hidup diperairan coral reef, penyebaran meliputi daerah tropis dan subtropics mulai Pasifik Barat dari Jepang bagian Selatan hingga Palau, Guam, New Caledonia, Queensland Selatan, Australia dan lautan India Timur dari Nicobar hingga Broome, Australia Barat (Heemstra dan Randall, 1993). Di Indonesia kerapu dijumpai di perairan Teluk Banten, Ujung Kulon, Kepulauan Riau, Pulau Seribu, Kepulauan Karimun Jawa, Madura, Kalimantan dan Nusa Tenggara (Evalawati dkk. 2001). Ikan ini dikenal sebagai jenis ikan komsusi yang merupakan ikan laut yang mempunyai prospek pengembangan yang cukup cerah. Permintaan pasar dalam keadaan hidup terhadap species ini baik didalam maupun diluar negeri sangat tinggi. Budidaya kerapu sunu memiliki prospek masa depan yang cukup baik, karena teknologi perbenihan masal telah dikuasai, bahkan berkembang ditingkat petani Hatchery Skala Rumah Tangga (HSRT) di Gondol, Bali. Sehingga kebutuhan benih bisa disuplai dari hatchery dengan ukuran relatif seragam dari umur yang sama sehingga persaingan pakan bisa dikurangi dan variasi ukuran panen bisa ditekan. Selama melakukan kegiatan budidaya ternyata terjadi beberapa masalah. Antara lain sintasan kerapu yang dibudidayakan terutama kerapu sunu, pada saat ini masih jauh lebih rendah daripada ikan laut lainnya seperti kerapu bebek dan kerapu macan. Untuk kerapu sunu sintasan hanya 10-30% pada umumnya terjadi di lapangan, bahkan kadang-kadang gagal total/ sintasan 0% (hasil wawancara dengan petani). Pembudidaya umumnya menyatakan bahwa kendala terbesar adalah wabah penyakit.

Pengetahuan dan informasi tentang ikan kerapu sunu serta teknik budidayanya dewasa ini dirasa sangat kurang, sehingga perlu dilaksanakannya penelitian tentang berbagai aspek biologi teknik pemeliharaan dan permasalahan yang ada. Paper ini membahas berbagai aspek teknis maupun non-teknis yang harus dipertimbangkan sebelum melangkah jauh kepada investasi budidaya pembesaran kerapu sunu di KJA-laut. Tulisan ini dipersiapkan berdasarkan hasil penelitian dan pengalaman budidaya kerapu di keramba jaring apung

PEMILIHAN LOKASI, DISAIN TATA LETAK DAN KONSTRUKSI

Pemilihan lokasi
Pemilihan lokasi budidaya laut yang dilakukan dengan benar, merupakan langkah awal keberhasilan budidaya. Pemilihan lokasi yang salah sebaliknya mengakibatkan kegagalan dan budidaya laut tidak berlanjut. Dalam pemilihan lokasi dua aspek teknis penting yaitu penilaian kelayakan lahan budidaya dan aspek daya dukung lahan budidaya. Kelayakan fisik diperoleh dengan mempertimbangkan faktor-faktor kunci seperti pasang surut, kedalaman (batimetri), keterlidungan, arus, gelombang, mutu air memberikan informasi karakteristik lahan terhadap kebutuhan biologis ikan yang akan dipelihara.

Tata Letak
Jumlah unit KJA dan tata letak KJA berhubungan erat antara lain dengan: (a) Kelayakan dan daya dukung lahan; (b) Target produksi dalam rencana pengembangan budidaya; (c) Arah arus, gelombang dan pemecahan gelombang; (d) kedalaman lokasi. Keseluruh pertimbangan tersebut adalah untuk perolehan sirkulasi air yang baik, kemudahan operasional dan keberlanjutan usaha. Misalnya dalam satu kawasan akan ditarget produksi satu ton per siklus produksi 1 tahun, maka pertimbangannya adalah (a) ukuran tebar awal agar setelah satu tahun mencapai ukuran pasar; (b) Jumlah unit keramba agar target produksi satu ton per bulan bisa tercapai; (c) Suplai benih secara kontinue; (d) jumlah jaring dan ukuran jaring untuk pendederan, penjarangan dan penggantian jaring.

Tata letak dibuat sedemikian rupa sehingga mendapat arus yang cukup untuk pergantian air, diciptakan lingkungan kerja yang rapih dan higinis atau menyehatkan. Tempat kerja pembersihan jaring terpisah agar bau tidak sedap pada saat pengeringan dan pembersihan tidak mengganggu lingkungan kerja di KJA.

Konstruksi
Desain dan kontruksi KJA telah banyak di kaji diantaranya oleh Anonim (1985), Ahmad (1991), Imanto (1993), Mayunar dan Ahmad (1990), Tonnek et al., (1991). keramba jaring apung dapat dibuat dalam berbagai ukuran, desain dan bahan tergantung pada kemudahan penanganan, daya tahan bahan baku, harga dan faktor lainnya. Jaring atau wadah untuk pemeliharaan ikan di laut dibuat dari polyethylen. Bentuk dan ukuran bervariasi dan sangat dipengaruhi oleh jenis ikan yang dibudidayakan, ukuran ikan, kedalaman perairan serta faktor kemudahan dalam pengelolaan, (Beveridge, 1987; Christenseng 1989). Untuk konstruksi wadah budidaya di KJA-laut salah satu hal penting yang harus diperhatikan yaitu untuk menghindari sebanyak mungkin menggunakan bahan yang mudah berkarat akibat air laut atau uap air laut. Baut dan paku yang dipergunakan sebagai bahan bantu dipilih yang anti karat, tali pengikat dari palstik lebih baik dari plastik dari pada kawat atau bahan lain yang berkarat. Bahan dominan lainnya yaitu kayu dipilih dari bahan kayu yang tahan panas dan air seperti kayu bengkirai, kayu kelapa yang sudah tua dll demikian pula bahan konstruksi rumah jaga, gudang, dapur dan tempat kerja. Disarankan untuk membuat unit keramba tidak terlalu besar agar mudah melakukan pemindahan bila diperlukan, mudah operasional dan penempatan secara seri sehingga diperlukan jangkar lebih sedikit.

Jenis dan Ukuran Jaring

Jenis jaring yang dipergunakan bervariasi, tetapi sebagai pedoman umum untuk ikan ukuran kecil (benih) dipergunakan jaring yang halus tanpa simpul, sedangkan semakin besar ukuran ikan bisa dipergunakan jaring poly ethylen (PE) dengan ukuran mesh yang berbeda. Ukuran jaring disesuaikan dengan ukuran ikan yang dipelihara,

PENGELOLAAN BUDIDAYA Hasil uji coba pembesaran kerapu sunu dalam keramba jarring apung yang dilakukan oleh Balai Besar Riset Perikanan Budidaya laut Gondol di teluk Pegametan Kab. Buleleng Bali, menunjukkan bahwa budidaya kerapu sunu dalam KJA layak untuk dikembangkan. Dalam mengembangkan budidaya di keramba jaring apung, BBRPBL melakukan pemilihan lokasi yang bebas dari bahan-bahan pencemar, terlindung dari pengaruh angin, arus, gelombang besar dan sirkulasi air akibat pasang surut tidak begitu kuat, kedalaman perairan berkisar antara 10-20 m, terhindar dari penempelan organisme air, fluktuasi salinitas tidak terlalu besar, arus air yang optimum yaitu antara 20-50 cm/s dan penempatan keramba jaring apung tegak lurus dengan arah arus. Sementara lokasi yang lain masih perlu pengkajian Pendederan Pada saat ini sebagian besar pembudidaya pembenihan kerapu sunu mulai di pasarkan untuk dibesarkan setelah berumur 60 hari ber ukuran 3-5 cm. Disisi lain pembudidaya pembesaran dalam keramba jaring apung menginginkan ukuran > 12 cm agar lebih aman. Ukuran benih kerapu sunu 12 cm atau lebih merupakan ukuran yang baik untuk memulai ditebar di KJA laut.. Bila ukuran ikan yang lebih kecil kematian cukup tinggi karena benih belum mampu mengatasi pengaruh lingkungan perairan yang berarus dan bergelombang (Sutarmat, et al. 2006). Pada budidaya ikan selama pemeliharaan biasanya benih yang kecil kondisinya lemah dan mudah terserang penyakit, kemudian berkembang secara intensif dan kemudian penyakit menular pada ikan yang sehat. Mengingat tingkat kematiannya tinggi, maka pemeliharaan harus dilakukan secara khusus di bak-bak terkontrol dengan menggunakan sand filter dan air mengalir. Pendederan kerapu sunu dilakukan di bak terkontrol akan mempermudah penanganan dan pengawasan benih. Pendederan benih kerapu sunu terdapat dua tahap pendederan di bak. Pada tahap pertama padat penebaran 200 ekor/ m3 (berat awal 1,64 0,71 g dan panjang 4,69 0,63 cm) dengan lama pemeliharaan 30 dapat mencapai 3,5 5,3 g dan panjang total 6- 7 cm, dengan sintasan 81 %. Tahap kedua

100 ekor dengan bobot rataan 5 g/ekor dengan lama pemeliharaan 68 hari dapat mencapai ukuran 19,50 28,75 g dan panjang total 11-13 cm, dengan sintasan 95 %. Selama pemeliharaan sepenuhnya menggunakan pakan buatan (pelet). Pemberian pakan dilakukan metoda satiasi (sekitar 90 % ikan dalam kondisi kenyang) dan sedikit demi sedikit, agar pakan tidak banyak terbuang dan efektif. Penyiphonan sisa metabolisme dan sisa pakan pada dasar dilakukan pagi dan sore 30 menit setelah dilakukan pemberian pakan. Tabel. 1. Metoda pemberian pakan pada pendederan kerapu sunu Bentuk/Ukuran Berat tubuh Panjang total Jumlah pakan Frekuensi peberian (mm) (g) (cm) (%) pakan/hari Pelet 1,2 0,5 -1 3-5 10 - 8 8-6 Pelet 2,2 1 -5 5-7 8-6 6-4 Pelet 3,0 5 - 10 7-9 6-4 4-3 Pelet 5,0 10 - 30 9 - 12 4-3 3-2 Pembesaran Pada pembesaran ikan kerapu sunu di KJA disarankan menggunakan benih ukuran >12g sehingga masa pemeliharaan bisa dipercepat. Untuk mendapatkan benih ukuran tersebut bisa dilakukan dengan membeli dari usaha pendederan. Ada juga pembudidaya yang memerlukan ukuran lebih besar dengan berat antara 50-100 gram. Tentunya hal ini akan memperpendek waktu pemeliharaan untuk mencapai ukuran panen, namun harga benih dengan ukuran ini relatif mahal.

Pengadaan Benih
Pemilihan benih yang benar tepat ukuran, tepat waktu dan sehat sangat membantu keberhasilan budidaya selanjutnya. Benih yang sehat dengan pakan yang cukup akan tumbuh normal, sebaliknya benih yang tidak sehat baik sakit atau karena deformity (tidak normal) maka meskipun diberikan pakan yang baik dan cukup akan mengalami gangguan pertumbuhan.

Pembelian benih ukran besar >12cm dan dilakukan seleksi pada saat pembelian merupakan cara yang terbaik, namun biasanya harganya akan lebih tinggi. Biasanya deformity bisa diamati dari kondisi tubuhnya, kepala, insang, bentuk tubuh, ekor dan tulang punggung. Sering terjadi adanya kematian benih pada saat penebaran dan atau pada saat transportasi. Penanganan setelah transportasi sebelum penebaran sangat penting untuk menekan kematian pada saat penebaran di KJA.

Padat penebaran
Padat penebaran sangat tergantung pada ukuran ikan, wadah budidaya dan bisnis yang sedang dilakukan. Pada padat penebaran tinggi, setelah ikan ditebar bisanya akan terjadi persaingan pakan karena ukuran dan vitalitas yang berbeda. Biasanya semakin lama pemeliharaan perbedaan tersebut akan semakin nyata sehingga perlu dilakukan grading untuk memisahkan antara yang besar dan kecil kalau perlu tiga ukuran dipisahkan. Dengan ukuran ikan seragam maka pertumbuhan akan lebih normal. Pemberian pakan Pemberian pakan pelet memiliki beberapa kelebihan antara lain: (a) mudah diperoleh dalam jumlah banyak dan kontinyu; (b) mudah penyimpanan, tidak memakan banyak tempat; (c) mudah memperbaiki mutu melalui produsen (pabrik). Permasalahan yang dihadapi sekarang adalah masih kurangnya pilihan pakan buatan yang dinilai baik serta ekonomis untuk pembesaran ikan serta belum adanya jaminan mutu produk formulasi pakan yang bisa melindungi konsumen. Dewasa ini terdapat pakan ikan kerapu sunu yang telah diuji cobakan hingga ukuran konsumsi. Ikan yang akan diberi pakan buatan pada waktu pembesaran, harus sudah dibiasakan diberi pakan buatan sejak benih. Perubahan pakan ikan rucah ke pakan buatan perlu waktu, sementara dari pakan buatan ke pakan ikan rucah lebih respon. Sebagai acuan dosis dan frekuensi pemberian pakan dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Metoda pemberian pakan dengan pelet pada budidaya kerapu sunu Bentuk/ukuran (mm) Ukuran ikan (g) Dosis pakan (% BW) Frekuensi pemberian/hari

Pelet-5 Pelet-7 Pelet-10 Pelet-12

20 - 50 50 - 100 100 - 200 >200

1,5 - 2,0 1,2 - 1,5 1,0 - 1,2 0.8 - 1,0

3 2 2 2

Pertumbuhan Heemstra dan Randall (1993) mengindifikasikan bahwa pertumbuhan dari kerapu adalah sangat lambat Mishina dan Gonzares (1994) melaporkan bahwa benih kerapu tumbuh hingga mencapai 33 cm (berat badan 500 gram) dalam waktu 2 tahun. Menurut pengamatan yang dilakukan di Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut, Gondol, ternyata benih ukuran 10,4 gram/ekor mencapai ukuran 500 - 600 gram dalam waktu 9 bulan, mungkin pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh kondisi budidaya (Gambar 1). Hasil pengamatan terhadap hubungan panjang dan berat pada ikan kerapu sunu yang dipelihara di KJA merupakan persamaan eksponensial Y = 0.0122X3.045 dan pertumbuhan Y=4.883X2+15,19+10,39 (Gambar.1). Pola pertumbuhan kerapu sunu yang dipelihara di KJA adalah isometri (b=3), berarti pertambahan panjang dengan perubahan berat seimbang.

Gambar. 1. Hubungan antara panjang total dan berat serta pertumbuhan ikan kerapu sunu

yang

dibudidayakan

oleh

BBRPBL-

Gondol ( berat awal : 10,40 gram/ekor)


Hasil uji coba pembesaran kerapu bebek dalam KJA yang dilakukan oleh Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol di Teluk Pegametan Kabupaten Buleleng Bali Utara dengan melakukan percobaan dengan beberapa tahapan berdasarkan ukuran ikan Pada tahap 1 ukuran benih berat rata-rata 25 gram/ekor dengan kepadatan 80 ekor/m3 dalam jangka 60 hari dapat mencapai 49,5 gram/ekor dengan produksi rata-rata 2,89 kg/m3, konversi pakan 1,23dan sintasan 72,92 %. Dan pada tahap 2 ukuran benih berat rata-rata 46 gram/ekor dengan dengan kepadatan 40 ekor/ m3 selama pemeliharan 60 hari dapat mencapai 145 gram/ekor dengan produksi rata-rata 4,47kg/m3, konversi pakan 1,28 dan sintasan 77,08 %. Tahap 3 ukuran benih berat rata-rata 149 gram/ekor dengan dengan kepadatan 20 ekor/ m3 selama pemeliharan 60 hari dapat mencapai 287 gram/ekor dengan produksi rata-rata 5,21 kg/m3, konversi pakan 1,42 dan sintasan 90,83 %. Sedangkan ukuran benih saat tebar pada ukuran 294 gram/ekor dengan kepadatan 15 ekor/ m3, maka dalam waktu 90 hari dapat dihasilkan kerapu bebek siap panen berukuran 509 gram/ekor, dengan produksi rata-rata 7,82 kg/m3, konversi pakan 1,53 dan sintasan 96,67 %. Untuk lengkapnya disajikan pada Tabel. 1. Tabel.1 Pertumbuhan, konversipakan, produksi dan sintasan kerapu sunu yang dipelihara di KJA dengan beberapa tahapan. Ukuan ikan (gram) Parameter 25-50 50-150 150-300 300-500 Pen Lama pemeliharaan (hari) 60 60 60 90 gen Kepadatan (ekor/m3) 80 40 20 15 Berat tubuh rata-rata awal (gram) 25 46 149 294 dali Berat tubuh rata-rata akhir (gram) 49,5 145 287 509 an Pertambahan berat rata-rata (gram) 25 99 138 215 pen Laju pertumbuhan (g/ekor/hari) 0,41 1,65 2,30 2,31 Specific growth rate (%/day) 1,24 1,91 1,09 0,59 yaki Konversi pakan 1,23 1,28 1,43 1,53 t Produksi (kg/m3) 2,89 4,47 5,21 7,38 Sintasan (%). ktis 50,92 77,08 90,83 96,67 pra

Walaupun Balai Gondol telah melakukan berbagai usaha pengendalian penyakit ikan kerapu di KJA melalui kegiatan pencegahan yang baik, tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa kasus penyakit masih sering terjadi. Akan tetapi kehilangan akibat serangan penyakit jauh lebih rendah dibanding yang lain-lain. Di sini diterangkan strategi pengendalian penyakit di Balai Gondol: Prinsip yang dilakukan Balai Gondol dalam pengendalian penyakit adalah deteksi secara dini dan ambil tindakan secara cepat. Teknisi yang sudah terlatih dan berpengalaman sangat membantu dalam penerapan prinsip ini. Sebagai tambahan, pengelolaan usaha budidaya yang baik, terutama persiapan secara baik, mendukung terwujudnya prinsip ini. Di KJA Balai Gondol, seluruh obat-obatan dan bahan-bahan yang diperlukan untuk treatmen selalu disimpan untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi. Kematian yang terbanyak pada ukuran tebar terkecil sedangkan pada ukuran yang lebih besar kematian terjadi tiap hari. Kematian karena penyakit infeksi bakteri gram negatif merupakan penyakit utama pada kerapu sunu (Zafran komunikasi pribadi). Umumnya gejala kematian yang ditemui adalah ditandai dengan ikan tidak mau makan dan lemah berenang dipermukaan, menyendiri, adanya luka dipermukaan kulit (Gambar 1) dan kematian.

Gambar :1. Ikan kerapu sunu yang terserang penyakit infeksi bakteri gram negatif Penangulangan yang telah dilakukan adalah perendaman dengan formalin 100 ppm selama 1 jam. Dan memisahkan yang sakit serta dilakukan perendaman dalam larutan streptomysin 1 g dalam 100 liter air laut selama 1 jam. Penanggulangan tersebut pada kerapu sunu belum memperoleh hasil yang memuaskan. Berdasarkan pengamatan dan informasi yang dikumpulkan dari pembudidaya yang memelihara

ikan kerapu di teluk Pegametan diketahui bahwa umumnya serangan penyakit terjadi pada musim Timur yang dimulai bulan Maret-Agustus dengan puncak antara bulan Mei-Juli. Serangan wabah penyakit membawa akibat yang merugikan. Untuk itu salah satu cara untuk mengatasinya adalah dengan menghindari tebar ikan kerapu sunu yang ukurannya > 12 cm pada saat musim tersebut. Penyakit bakterial di KJA selalu terjadi dihubungkan dengan terjadinya infestasi parasit. Parasit biasanya terjadi pertama akan tetapi pada ikan yang terinfeksi bakteri akan dengan mudah berkembang cacing kulit. Jika tidak parah, semua infeksi bakteri yang terjadi di KJA dapat diatasi dengan treatmen secara berkala setiap 2 minggu sekali harus dilakukan. Untuk mengobati penyakit bacterial, adalah sangat penting untuk menyeimbangkan kombinasi perendaman dengan formalin 100 ppm dan pemberian antibiotik. Jika tingkat serangannya tinggi maka perendaman dilakukan sebelum pemberian antibiotik secara oral. Akan tetapi, metode pengobatan ini memerlukan banyak penanganan sehingga menyebabkan stress bagi ikan. Karena itu disarankan untuk tidak melaksanakan metode ini secara kaku. Apa yang harus dilakukan untuk pengendalian penyakit bacterial adalah mendeteksi penyakit tersebut sebelum nafsu makan terganggu.

ANALISIS USAHA
Komponen penting dalam analisis usaha adalah biaya investasi, biaya tetap dan biaya variable atau tidak tetap. Analisis usaha akan sangat dipengaruhi oleh harga pasar pada saat itu dan di lokasi tertentu Sedangkan harga pasar sendiri akan berbeda di satu lokasi dengan lokasi yang lain. Oleh karena itu analisis usaha yang dilakukan dengan kondisi di Gondol, sebagai acuan karena nilainya bisa berubah. Analisis ekonomi pada usaha budidaya ikan kerapu dalam KJA pada satu unit KJA terdiri dari 4 lobang jaring dengan ukuran 2x2x2m3 dengan kepadatan 20 dan 40 ekor/m3. Satuan waktu analisis adalah satu periode dalam satu tahun. Satu musim tanam berlangsung selama 10 bulan. Kontruksi rakit yang dijadikan sample adalah rakit kayu. Data yang digunakan sebagai model untuk perbandingan analisis ekonomi dari kepadatan 20 dan 40 ekor/m3, dalam 1 unit KJA untuk lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Asumsi yang mendasari model dalam 1 unit KJA dengan kepadatan yang berbeda
Komponen Jumlah jaring per unit Padat penebaran (ekor/jaring) Jumlah benih per unit (ekor) Harga benih per ekor (Rp) Ukuran tebar (cm) Ukuran panen per ekor (kg) Sintasan (%) Lama pemeliharaan (bulan) Konversi pakan Jumlah pakan (kg) Harga pakan per kg (Rp) Produksi per periode (kg) Produksi (kg/m2) Harga jual ikan per kg (Rp) Kepadatan ekor/ m3 40 4 250 1,000 15,000 12 600 70 10 1.50 630 12,000 420 13 200,000 20 4 120 480 15,000 12 600 80 10 1.50 346 12,000 230 7 200,000

Produksi, nilai produksi dan keuntungan usaha. Salah satu karakteristik dalam budidaya kerapu sunu adalah dibutuhkannya waktu 10 bulan untuk mencapai ukuran konsumsi (>500 g), disamping itu biaya investasi dan produksi cukup tinggi. Berikut adalah analisis biaya dan pendapatan usaha pembesaran kerapu macan yang dilakukan: Secara teoritis keuntungan bersih dalam usaha budidaya kerapu macan di KJA dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu: produksi ikan, harga jual, dan biaya produksi. Kebutuhan biaya untuk memproduksi benih kerapu siap tebar terdiri atas biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap yang diperlukan dalam proses produksi hanya biaya penyusutan KJA dan biaya penyusutan alat, sedangkan biaya tidak tetap terdiri atas pembelian benih, pakan, tenaga kerja, dan obat-obatan. Uraian komponen biaya dan keuntungan dalam usaha pembesaran kerapu sunu disajika pada pada Tabel 3. Pada Tabel 3 menunjukkan bahwa kepadatan 40 ekor/m3, mampu memproduksi ikan kerapu 13 kg/m2 sedangkan pada kepadatan 20 ekor/m3 adalah 7 kg/m2. Sedangkan keuntungan per kg ikan pada kepadatan 40 dan 20 ekor/m3 masing-masing adalah Rp.132.476,- dan Rp.125.576,-. Tabel 3. Perbandingan pendapatan, biaya dan keuntungan usaha budidaya kerapu sunu dalam 1 unit KJA dengan kepadatan yang berbeda.

Komponen 1. Biaya investasi 2. Depresiasi 3. Biaya Produksi a. Benih b. Pakan c. Tenaga d. Sarana produksi 4. Jumlah biaya (2+3) 5. Pendapatan 6. Laba per periode (5-4) 7. Biaya per kg ikan 8. Laba per kg ikan

Kepadatan ekor/ m3 40 9.000.000 1.800.000 15,000,000 7,560,000 3,000,000 1,000,000 28,360,000 84,000,000 55,640,000 67,524 132,476 20 9.000.000 1.800.000 7.000.000 9.746.400 6.000.000 2.000.000 17,147,200 46,080,000 28,932,800 74,424 125,576

PENUTUP
Probabilitas sukses budidaya pembesaran kerapu sunu di KJA akan tinggi bila memperhatikan aspek penting dengan pengelolaan yang tepat dan benar dari aspek-aspek berikut: siapkan fasilitas di lokasi yang terpilih, pilih benih yang sehat, berikan pakan yang berkualitas dan kontrol penyakit (parasit dan bakteri), disertai dengan perbaikan pengelolaan budidaya secara utuh. DAFTAR PUSTAKA Kohno H., P.T. Imanto, S. Dani, B. Slamet and P. Sunyoto (1990). Reproductive performance and early life history of the grouper. Epinephelus fuscogutatus. Bul, Penel, Perikanan Spec. Eds (1) 27-36). Sutarmat. T, A. Hanafi, Suko Ismi dan Kawahara (2002). Pendederan Kerapu bebek (Chromileptes altivelis) yang dipelihara keramba jaring apung dengan frekuensi pemberian pakan yang berbeda. Laporan Penelitian Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol (Inpress) Sutarmat. T, Suko Ismi. A. Hanafi dan Kawahara (2002). Study frekuensi pemeberian pakan ikan Kerapu bebek (Chromileptes altivelis) dengan ukuran yang berbeda. Laporan Penelitian Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol (inpress) Sutarmat. T, A. Hanafi K. Suwirya, Suko Ismi, Wardoyo dan Kawahara (2002). Pengaruh beberapa jenis pakan terhadap performansi ikan kerapu bebek (Chromileptes altivelis) Di keramba jaring apung. Laporan Penelitian Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol (Inpress)

Sutarmat. T, A. Hanafi, Suko Ismi dan Kawahara (2002). Penggelondongan benih ikan kerapu macan (Ephinephelus fuscogutataus) di keramba jaring apung pada berbagai tingkat kepadatan. Laporan Penelitian Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol (Inpress).

utarmat. T, A. Hanafi, Wawan Adriyanto dan Kawahara (2003a). Study pendahuluan pengaruh pakan buatan terhadap performansi ikan kerapu macan (Ephinephelus fuscogutataus) di keramba jaring apung. Laporan Penelitian Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol (Inpress).

utarmat. T, A. Hanafi, Wawan Adriyanto dan Kawahara (2003b). Pendederan Kerapu bebek (Chromileptes altivelis) di keramba jaring apung sebagai salah satu alternatif peningkatan pendapatan pembudidaya. Laporan Penelitian Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol (Inpress).

utarmat. T, A. Hanafi dan Kawahara (2003). Leaflet Budidaya kerapu macan (Ephinephelus fuscogutataus) dalam keramba jaring apung. Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol bekerja sama dengan Japan International Cooperation Agency).
http://pembesarankerapusunu.blogspot.com/ 2011. Ghorif

Pulau Tekoli (MN): Potensi perairan yang ada di Kepri, utamanya budidaya ikan sangat banyak dikembang secara maksimal oleh nelayan setempat. Budidaya ikan kerapu diperairan Pulau Tekoli, Desa Pulau Batang, Kec.Senayang, Kab.Lingga, Kepri, cukup menjanjikan. Salah satu pemanfaatan laut pantai yang menjanjikan prospek bagus adalah budidaya ikan kerapu. Karena permintaan dari dalam dan luar negeri, seperti Singapura cukup tinggi. harganya cukup tinggi. Untuk jenis Ikan Kerapu Sunu antara 500 gram-1000 gram harga pasarannya Rp.230 ribu dan lebih dari 1200 gram, dihitung per-ekor kisaran Rp.210 ribu per-kilo gramnya,Abdul Wahab saat diwawancarai melewati telepon seluler, usaha sendiri, Kamis (22/3). Usaha yang Ia kembangkan semenjak Tahun 2008 hingga sekarang. Abdul Wahab mengatakan, melalui usahanya sendiri, nelayan bukan hanya pintar mencari ikan ke laut. Tapi, juga pintar budidaya ikan untuk meningkatkan kesejahteraan keluarganya,ungkapnya. Ikan Kerapu Sunu Merah Ia menceritakan penangkapan ikan karang mulai dilakukan nelayan pada awal tahun 1990-an seperti Ikan Sunu, Ikan Kerapu lainnya yang lokasinya tersebar di kawasan Pulau Tekoli. Penangkapan ikan karang hidup semakin meningkat, karena mempunyai nilai ekonomi tinggi dan tingginya permintaan, yang ditandai oleh datangnya kapal-kapal Singapura secara reguler untuk membeli dan mengangkut ikan karang hidup tersebut ke Singapura. Meningkatnya permintaan karang hidup dan meningkatnya harga ikan menyebabkan semakin banyaknya nelayan mencari ikan karang hidup di sekitar terumbu karang di kawasan Pulau Tekoli. Modal awal yang dikeluarkan sekitar 10 juta, dari jaring (atom), kayu-kayu, tali, sampai kepembibitan. Per-kilo bibit sekitar Rp.120 ribu berkisaran 5 atau 6 ekor. Perolehan pembibitan berasal dari lokal yang dibeli dari nelayan-nelayan sekitar yang tidak memiliki usaha keramba. Alhamdulillah hasil yang dipanen cukup baik, mencapai 100-200 kilo gram per-tahun,ujar Abdulah Wahab.

Hambatan dan kesulitan yang dihadapi, resiko mati saat pertama kali dimasukkan kedalam keramba untuk beradaptasi, dilingkungan yang baru sekitar 1 atau 2 bulan. Kadang juga ada kalau jaring yang robek ikan bisa keluar apabila tidak diperiksa secara rutin. Untuk periharaan Kerapu Ikan Sunu menggunakan anak-anak ikan dari hasil tangkapan yang didapat. Ikan Kerapu Sunu ini diberikan makan 1 hari tergantung dari pasang air laut. Penangkapan ikan yang dimiliki nelayan yaitu menggunakan perahu/kapal dan alat tangkap. Alat tangkap, nelayan dikawasan Pulau Tekoli masih menggunakan teknologi penangkapan ikan yang masih sederhana. Armada tangkap yang digunakan nelayan terdiri dari perahu motor (pompong) dengan kapasitas motor yang masih terbatas dan perahu tanpa motor (sampan) sedangkan alat tangkap masih sederhana berupa pancing, bubu, kelong dan bagan. Keramba merupakan tempat yang digunakan untuk membesarkan ikan, terutama ikan yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Keramba ikan ini, berupa petakan dengan ukuran tertentu misalnya: 3x4 meter ( kecil), terbuat dari jaring (atom) yang dilengkapi dengan tali pengikat, kayu tiang pancang dan batu-batu untuk menimpa kaki jarring bagian bawah agar tidak terangkat ke atas.(Herizan).
http://mam-mamar.blogspot.com/2012/03/budidaya-ikan-kerapu-sunu-yang.html \

Anda mungkin juga menyukai