Anda di halaman 1dari 46

ANALISIS KEBIJAKAN DEDUCTIBLE EXPENSE FOR CSR EXPENDITURE DALAM UU PPh NO.

36 TAHUN 2008 DAN IMPLIKASINYATERHADAP CSR DISCLOSURE PERUSAHAAN TAMBANG YANG TERDAFTAR DI BEI

Ketua Peneliti: Verani Carolina, S.E., M.Ak., Ak.

Anggota Peneliti: Endah Purnama Sari Eddy, S.E., M.Ak., Ak.

JURUSAN AKUNTANSI UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG 2012

LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN LAPORAN PENELITIAN

1. Judul Penelitian:

Analisis Kebijakan Deductible Expense For CSR Expenditure Dalam UU PPh No. 36 Tahun 2008 Dan Implikasinya Terhadap CSR Disclosure Perusahaan Tambang Yang Terdaftar Di BEI 2 orang Ekonomi/Akuntansi Akuntansi

2. Jumlah Peneliti: 3. Fakultas/Jurusan: 4. Pusat/Bidang Studi: 5. Tim Peneliti a. Verani Carolina, S.E., M.Ak., Ak.: b. Endah P.S. Eddy, S.E., M.Ak., Ak.: 6. Lokasi Penelitian:

510717 510732 Perusahaan Tambang yang Terdaftar di BEI Universitas Kristen Maranatha Rp -Oktober 2012

7. Sumber Dana Penelitian: 8. Biaya Penelitian: 9. Lama Penelitian:

Bandung, Oktober 2012 Menyetujui Dekan Fakultas Ekonomi, Ketua Jurusan Akuntansi,

Se Tin, S.E., M.Si., Ak. Mengetahui Ketua LPPM,

Hanny, S.E., M.Si., Ak.

Prof. Dr. Ir. Benjamin Soenarko, MSME. ii

iii

ABSTRACT

This research aims to examine whether there are differences of Corporate Social Responsibility (CSR) disclosures, before and after the implementation of the Undang-Undang Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008 (UU PPh No. 36 Tahun 2008). The annual reports of mining companies listed on the Indonesia Stock Exchange were used as samples. The period used is 2008 and 2009. 2008 was the year prior to the implementation of the UU PPh 36 Tahun 2008, while the year 2009 was the first year of implementation of these law. In this law there are new rules related to CSR such as the permissibility of certain costs related to CSR to be deductible expense. This study measured using CSR Disclosure Index and then index in 2008 compared to 2009. The results of empirical study show that there are significant differences in CSR disclosure mining company listed on the Indonesia Stock Exchange before and after the implementation of the UU PPh No. 36 Tahun 2008. Keywords: CSR, CSR Disclosure, and UU PPh No. 36 Tahun 2008.

iv

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah terdapat perbedaan pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) sebelum dan sesudah penerapan UndangUndang Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008 (UU PPh No. 36 Tahun 2008). Sampel yang digunakan adalah laporan tahunan perusahaan tambang yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk periode tahun 2008 dan 2009. Tahun 2008 merupakan tahun sebelum penerapan UU PPh No. 36 Tahun 2008 sedangkan tahun 2009 merupakan tahun pertama penerapan undang-undang tersebut, di mana dalam undang-undang tersebut terdapat aturan-aturan baru terkait CSR antara lain diperbolehkannya biaya-biaya tertentu terkait CSR untuk menjadi pengurang penghasilan. Pengujian ini diukur dengan menggunakan indeks pengungkapan CSR atau CSR Disclosure Index, kemudian membandingkan indeks tahun 2008 dengan tahun 2009. Hasil pengujian empirik membuktikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada CSR disclosure perusahaan tambang yang terdaftar di BEI sebelum dan sesudah penerapan UU PPh No. 36 Tahun 2008. Kata Kunci: CSR, Pengungkapan CSR, dan UU PPh No. 36 Tahun 2008.

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ..........................................................................................i LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN LAPORAN PENELITIAN.........ii ABSTRACT..............................................................................................iii INTISARI...................................................................................................iv DAFTAR ISI ...............................................................................................v DAFTAR TABEL....................................................................................vii DAFTAR GAMBAR..................................................................................viii

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................1 1.1 Latar Belakang Penelitian ......................................................................1 1.2 Rumusan Masalah..................................................................................5 1.3 Tujuan Penelitian...................................................................................5 1.4 Manfaat Penelitian.................................................................................5 1.5 Kontribusi Penelitian......................................................................6 1.6 Sistematika Penulisan.....................................................................6

BAB II LANDASAN TEORITIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS..........8 2.1 Corporate Social Responsibility (CSR)..............................................8 2.2 CSR dan Pajak............................................................................11 2.3 Hipotesis..................................................................................15

BAB III METODE PENELITIAN..............................................................16 3.1 Subjek Penelitian, Populasi, dan Sampel.......................................16 3.2 Definisi dan Pengukuran Variabel................................................16

vi

BAB IV HASIL EMPIRIS............................................................................24 4.1 Uji Normalitas............................................................................24 4.2 Pembahasan.................................................................................25 4.3 Hasil Pengujian Hipotesis-Uji Berpasangan (Paired Samples T-Test)...............................................................28 4.4 Pengaruh Kebijakan Deductible Expense for CSR Expenditure dalam UU PPh No. 36 Tahun 2008 terhadap CSR Disclosure............29

BAB V SIMPULAN......................................................................................31 5.1 Simpulan...................................................................................31 5.2 Keterbatasan Penelitian................................................................31 5.3 Implikasi Penelitian.......................................................................32

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................34 LAMPIRAN..............................................................................................36

vii

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 3.1 Indeks Pengungkapan CSR..............................................................17 Tabel 4.1 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test............................................36 Tabel 4.2 CSR Disclosure Indeks Perusahaan Tambang Sebelum dan Sesudah Penerapan UU PPh No. 36 Tahun 2008..................................37 Tabel 4.3 Paired Samples Test........................................................................37 Tabel 4.4 Descriptive Statistics.....................................................................38

viii

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Ruang Lingkup CSR...................................................................9

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian Pemerintah Indonesia terus mengupayakan program seperti pengentasan kemiskinan, peningkatan mutu pendidikan bahkan peningkatan kualitas

lingkungan hidup. Pelaksanaan program tersebut di atas tentu saja tidak hanya diperankan oleh pemerintah. Perusahaan-perusahaan besar (yang mempekerjakan banyak masyarakat) juga memiliki peran yang sangat besar dalam membantu terlaksananya program pemerintah tersebut. Menurut Grayson dan Hodges dalam Mangoting (2007), bahwa perusahaan tidak beroperasi di dalam ruang kosong, melainkan dalam kondisi interaksi yang kompleks dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, situasi politik, pembangunan sosial dan ekonomi, juga risiko-risiko yang mungkin timbul. Dengan kata lain, semua yang dilakukan perusahaan akan berpengaruh pada masyarakat sekitar, lingkungan, dan pada akhirnya pada perusahaan itu sendiri. Perusahaan beroperasi untuk menghasilkan barang atau produk dengan mempekerjakan masyarakat dan dengan memanfaatkan lingkungan untuk menghasilkan barang atau produk tersebut sehingga jika perusahaan mampu untuk meningkatkan daya beli masyarakat serta memelihara lingkungan maka hasilnyapun akan dirasakan oleh perusahaan itu sendiri. Tidak dapat dipungkiri bahwa dunia bisnis memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap kehidupan masyarakat melalui barang dan jasa, serta lapangan

pekerjaan yang dihasilkannya. Terutama bagi perusahaan-perusahaan raksasa yang memiliki kekuatan dominan akan memberikan dampak yang signifikan terhadap kualitas masyarakat juga terhadap lingkungan. Fenomena inilah yang kemudian memunculkan istilah Corporate Social Responsibility (selanjutnya disebut CSR) atau yang biasa disebut tanggung jawab sosial perusahaan kemudian muncul di mana istilah tersebut dapat diartikan sebagai cara perusahaan mengatur proses produksi yang berdampak positif pada komunitas. Maraknya isu CSR membuat perusahaan melakukannya dalam bentuk sumbangan bagi kaum miskin, korban bencana alam, maupun sumbangan pendidikan. Konsep CSR muncul berdasarkan prinsip kesukarelaan dan didefinisikan sebagai berikut a concept whereby companies integrate social and

environmental concerns in their business operations and in their interaction with their stakeholders on a voluntary basis (European Commision). CSR berhubungan erat dengan "pembangunan berkelanjutan", di mana ada argumentasi bahwa suatu perusahaan dalam melaksanakan aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya tidak semata berdasarkan faktor keuangan, misalnya keuntungan atau dividen melainkan juga harus berdasarkan konsekuensi sosial dan lingkungan untuk saat ini maupun untuk jangka panjang. Namun sepertinya perusahaan melakukan CSR hanya sebatas pemenuhan kewajiban disertai dengan harapan bahwa image perusahaannya menjadi baik di mata masyarakat dan bukannya sebagai inisiatif untuk mensejahterakan masyarakat dan memelihara lingkungan hidup yang akan berpengaruh pada kelangsungan hidup perusahaan itu sendiri.

Dunia bisnispun ditegaskan dengan munculnya Undang-undang Perseroan Terbatas (UU PT) No. 40 Tahun 2007 dan Undang-undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang mengatur secara tegas mengenai pelaksanaan CSR. UU tersebut mewajibkan perseroan yang bidang usahanya di bidang atau terkait dengan bidang sumber daya alam untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Munculnya undang-undang ini dilatarbelakangi rusaknya lingkungan yang diakibatkan oleh kegiatan operasional perusahaan yang tidak memperhatikan lingkungan hidup dan masyarakat disekitarnya. Pada kenyataannya CSR masih dianggap hal kecil dan dilakukan hanya untuk mendapatkan perhatian masyarakat. Pro kontra munculnya undang-undang tersebut menunjukkan bahwa hanya sedikit perusahaan yang menyadari manfaat CSR bagi kelangsungan hidup perusahaan. Upaya pemerintah dalam mendorong perusahaan untuk melakukan CSR demi terciptanya kesejahteraan masyarakat dan terjaganya lingkungan hidup, tidak hanya melalui penerapan undang-undang yang mewajibkan perusahaan untuk melakukan CSR dan mengenai sanksi pada perusahaan yang tidak melakukannya. Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak juga memberikan apresiasi atau insentif bagi perusahaan yang melakukan CSR antara lain dengan menerapkan kebijakan deductible expense for CSR expenditure sebagaimana yang tertuang dalam Undang-undang Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008 (selanjutnya disebut UU PPh). Pasal 6 ayat 1 huruf g, i, j, k, l, dan m UU PPh menyatakan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap,

ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk: biaya beasiswa, magang, dan pelatihan; sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; biaya pembangunan infrastuktur sosial yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; sumbangan fasilitas

pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah. Selain itu di dalam penjelasan pasal 6 ayat 1 huruf g UU PPh mengenai biaya beasiswa, magang, dan pelatihan adalah bahwa biaya yang dikeluarkan untuk keperluan beasiswa, magang, dan pelatihan dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan dengan memperhatikan kewajaran, termasuk beasiswa yang dapat dibebankan sebagai biaya adalah beasiswa yang diberikan kepada pelajar, mahasiswa, dan pihak lain. Penjelasan ini tidak diatur dalam UU PPh No. 17 Tahun 2000. Terlebih lagi, di dalam UU PPh No. 7 Tahun 1983 tidak mengatur seperti UU PPh No. 36 Tahun 2008 pasal 6 ayat 1 huruf g, i, j, k, l, dan m. Hal tersebut di atas menunjukkan pemerintah terus melakukan upaya untuk semakin mendorong perusahaan untuk melaksanakan CSR yaitu dengan pembaharuan undang-undang yang mengatur tentang CSR. Berdasarkan uraian di atas maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan

yang signifikan pada CSR disclosure perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) sebelum diberlakukannya UU PPh No.36 Tahun 2008 (tahun 2006-2008) dan sesudah diberlakukannya undang-undang tersebut (tahun 20092011).

1.2 Rumusan Masalah Sesuai dengan latar belakang yang telah diungkapkan, masalah penelitian yang dirumuskan adalah apakah terdapat perbedaan yang signifikan pada CSR disclosure perusahaan tambang yang terdaftar di BEI sebelum dan sesudah penerapan UU PPh No. 36 Tahun 2008.

1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini antara lain untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang signifikan pada CSR disclosure perusahaan tambang yang terdaftar di BEI sebelum dan sesudah penerapan UU PPh No. 36 Tahun 2008.

1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti empiris mengenai perbedaan signifikan pada CSR disclosure perusahaan tambang yang terdaftar di BEI sebelum dan sesudah penerapan UU PPh No. 36 Tahun 2008. Dengan demikian, hal tersebut dapat dijadikan masukan bagi badan penyusun kebijakan perpajakan terkait CSR.

1.5 Kontribusi Penelitian Penelitian mengenai CSR disclosure telah banyak dilakukan di Indonesia. Penelitian-penelitian tersebut juga membandingkan CSR disclosure antara perusahaan dengan skala kecil dengan skala besar. Akan tetapi, penelitian mengenai CSR disclosure terkait pajak belum banyak dilakukan. Dengan demikian pentingnya penelitian mengenai CSR disclosure yang dikaitkan dengan pajak ini didasari oleh karena masih kurangnya penelitian yang menguji CSR disclosure dikaitkan dengan kebijakan perpajakan di Indonesia. Penelitian ini mencoba untuk menguji apakah terdapat perbedaan CSR disclosure yang dilakukan oleh perusahaan sebelum dan sesudah diterapkannya UU PPh No.36 Tahun 2008, karena di dalam undang-undang tersebut terdapat aturan baru terkait dengan CSR perusahaan yang boleh menjadi pengurang penghasilan. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai efektivitas penerapan aturan yang telah diberlakukan. Oleh karena itu, hal ini sekaligus juga merupakan kontribusi penelitian.

1.6 Sistematika Penulisan Penulisan ini disusun dalam lima bab, yaitu: Bab I: Merupakan pendahuluan yang menguraikan alasan/latar

belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan kontribusi penelitian. Bab II: Merupakan tinjauan literatur yang melandasi pembentukan

hipotesis penelitian yang akan diuji.

Bab III:

Menjelaskan metode yang akan digunakan dalam penelitian, meliputi sampel, data, sumber data, definisi operasional dan pengukuran variabel, model dan analisis statistik.

Bab IV:

Menjelaskan analisis yang

akan

dilakukan

untuk

menguji

hipotesis serta membahas hasil pengolahan data. Bab V: Simpulan, keterbatasan serta pengembangan penelitian berikutnya.

BAB II LANDASAN TEORITIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

2.1 Corporate Social Responsibility (CSR) Beberapa definisi dari CSR antara lain: 1. A concept whereby companies integrate social and environmental concerns in their business operations and in their interaction with their stakeholders on a voluntary basis (European Commision). 2. The social responsibility of business encompasses the economic, legal, ethical, and discretionary expectations that society has of organizations at a given point in time (Carrol, 1979). 3. UK Government: essentially how business takes account of its economic, social and environmental impacts in the way it operates maximising the benefits and minimising the downsides These three (overlapping) strands of thought economic, social and environmentalare sometimes referred to as the triple bottom line (Williams, 2007). 4. Yang dimaksud dengan tanggung jawab sosial perusahaan adalah tanggung jawab yang melekat pada setiap perusahaan penanaman modal untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat (UU No. 25 Tahun 2007). Carrol (1991) mengemukakan Konsep Piramida Tanggung Jawab Sosial dalam CSR antara lain:

1. Make a Profit, tanggung jawab menghasilkan laba/keuntungan sebagai prasyarat berkembangnya perusahaan. 2. Obey the Law, dalam mencapai tujuan (mencari keuntungan) sebuah perusahaan harus mentaati hukum yang berlaku. 3. Be Ethical, perusahaan berkewajiban menjalankan hal yang baik, benar dan adil. Norma dalam masyarakat harus menjadi rujukan dan tolak ukur langkahlangkah bisnis perusahaan. 4. Be a Good Citizenship, perusahaan harus memberikan kontribusi kepada publik. Lebih lanjut, peta ruang lingkup CSR yang mencakup (1) Organizational governance; (2) Human rights; (3) Labour practices; (4) Environment; (5) Fair operating practices; (6) Consumer issues; (7) Social development (www.iso.org).

Gambar 2.1: Ruang Lingkup CSR

UU No. 40 Tahun 2007 menyatakan bahwa laporan tahunan perusahaan harus memuat laporan pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Lebih lanjut diuraikan pula tentang tanggung jawab sosial dan lingkungan khususnya bagi perseroan yang usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam, yaitu sebagai berikut: (1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. (2) Tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan

memperhatikan kepatuhan dan kewajaran. (3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan

perundangundangan. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Selain itu, di dalam UU No. 25 Tahun 2007 juga dinyatakan bahwa setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan serta bertanggung jawab menjaga kelestarian lingkungan hidup.

10

2.2 CSR dan Pajak Menurut Williams (2007) membayar pajak merupakan salah satu bentuk kegiatan CSR. Karena sesuai dengan definisi dan fungsi pajak yaitu pajak yang dipungut digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pajak digunakan untuk membangun infrastruktur dan lain sebagainya. Kemudian, tanggung jawab perusahaan kepada salah satu external stakeholders adalah pemerintah (governance), sehingga pembayaran pajak merupakan bentuk CSR kepada pemerintah (Carolina et al., 2011). Christensen dan Murphy (2004) menyatakan bahwa mematuhi regulasi merupakan salah satu bentuk CSR yang dilakukan perusahaan. Membayar pajak adalah kegiatan CSR. Munculnya kewajiban untuk melaksanakan CSR menjadi beban tambahan bagi perusahaan, dimana perusahaan menganggap bahwa dirinya telah melaksanakan CSR dalam bentuk pembayaran pajak, dan sekarang mereka dibebani lagi dengan kewajiban melaksanakan CSR (Williams, 2007). Dengan adanya konsep tersebut, dunia usaha merasa terbebani dengan munculnya undang-undang yang mewajibkan mereka melakukan CSR. Hal ini juga dianggap bertentangan dengan prinsip dasar CSR yaitu kesukarelaan. Akibatnya perusahaan melaksanakan CSR hanya sebagai formalitas. Negara memang akan terbantu dalam tugasnya meratakan kesejahteraan apabila perusahaan secara aktif melaksanakan CSR, namun peraturan yang mewajibkan perusahaan melaksanakan CSR ini perlu diimbangi dengan pemberian kemudahan-kemudahan bagi perusahaan yang menjalankan CSR. Salah satu yang dapat dilakukan pemerintah adalah melalui kebijakan perpajakan agar mereka

11

dapat mendorong perusahaan melaksanakan praktik CSR (David, 2009). Dalam hal ini pemerintah dapat mengarahkan perilaku perusahaan dalam melaksanakan CSR (Yonah, 2006). Di Indonesia, pelaksanaan kegiatan CSR dirumuskan dalam Undangundang Perseroan Terbatas No. 40 Tahun 2007 yang mewajibkan setiap perseroan yang bidang usahanya di bidang atau terkait dengan bidang sumber daya alam untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Perhatian pemerintah terhadap CSR tidak hanya dituangkan dalam UU PT ini saja, melainkan di dalam undang-undang perpajakan yakni UU Pajak Penghasilan. Beberapa kali UU PPh ini mengalami perubahan terkait dengan aturan mengenai biaya CSR yang boleh menjadi pengurang laba perusahaan (Pasal 6 ayat 1). Di dalam pasal 6 ayat 1 UU PPh No. 7 Tahun 1983 yang berlaku mulai 1 Januari 1984 disebutkan besarnya penghasilan kena pajak, ditentukan oleh penghasilan bruto dikurangi: a. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan itu, meliputi biaya pembelian bahan, upah, dan gaji karyawan termasuk bonus atau gratifikasi, honorarium, bunga, sewa, royalti, biaya perjalanan, piutang yang tidak dapat ditagih, premi asuransi, biaya administrasi, dan pajak, kecuali Pajak Penghasilan; b. Penyusutan atas biaya untuk memperoleh harta berwujud perusahaan dan amortisasi atas biaya untuk memperoleh hak dan/atau biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11;

12

c. Iuran kepada dana pensiun yang mendapat persetujuan Menteri Keuangan; d. Kerugian yang diderita karena penjualan atau pengalihan barang dan/atau hak yang dimiliki dan dipergunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan itu; e. Sisa Hasil Usaha koperasi sehubungan dengan kegiatan usahanya yang semata-mata dari dan untuk anggota. Kemudian, beberapa huruf diubah dan ditambahkan ke dalam pasal 6 ayat 1 melalui UU PPh No. 17 Tahun sehingga isi pasal 6 ayat 1 adalah sebagai berikut: Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi: a. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasitan, termasuk biaya pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang, bunga, sewa, royalti, biaya perjalanan, biaya pengolahan limbah, premi asuransi, biaya administrasi, dan pajak kecuali Pajak Penghasilan; b. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11A; c. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan;

13

d. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan; e. Kerugian dari selisih kurs mata uang asing; f. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia; g. Biaya bea siswa, magang, dan pelatihan; h. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dengan syarat tertentu. Sedangkan pada pasal 6 ayat 1 UU PPh No. 36 yang mulai berlaku 1 Januari 2009, mengatur lebih banyak lagi biaya sehubungan dengan CSR antara lain ditambahkan beberapa huruf sebagai berikut: i. Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang

ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; j. Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; k. Biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; l. Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; m. Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga dengan Peraturan Pemerintah. Disamping itu, pada UU PPh No. 36 Tahun 2008 ini ditambahkan penjelas pada huruf g yang tidak terdapat pada UU PPh No. 17 Tahun 2000 yaitu biaya yang dikeluarkan untuk keperluan beasiswa, magang, dan pelatihan dalam rangka yang ketentuannya diatur

14

peningkatan kualitas sumber daya manusia dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan dengan memperhatikan kewajaran, termasuk beasiswa yang dapat dibebankan sebagai biaya adalah beasiswa yang diberikan kepada pelajar, mahasiswa, dan pihak lain. Diharapkan dengan kebijakan pemerintah melalui pasal 6 ayat 1 UU PPh ini dapat menyadarkan perusahaan-perusahaan bahwa CSR bukanlah suatu beban tambahan bagi perusahaan melainkan adanya manfaat pajak (tax benefit) yang timbul karena pengeluaran-pengeluaran sehubungan dengan CSR boleh menjadi pengurang laba. Hal inilah yang kemudian menjadi dasar pemikiran peneliti untuk meneliti apakah perusahaan memanfaatkan tax benefit yang diberikan pemerintah, atau dengan kata lain perusahaan semakin berlomba-lomba untuk melaksanakan CSR dan mengungkapkannya secara luas dalam laporan tahunan mereka setelah kebijakan tersebut diberlakukan.

2.3 Hipotesis H0: Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada CSR disclosure perusahaan tambang yang terdaftar di BEI sebelum dan sesudah penerapan UU PPh No. 36 Tahun 2008. Ha: Terdapat perbedaan yang signifikan pada CSR disclosure perusahaan tambang yang terdaftar di BEI sebelum dan sesudah penerapan UU PPh No. 36 Tahun 2008.

15

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Subjek Penelitian, Populasi, dan Sampel Yang menjadi subjek penelitian adalah perusahaan-perusahaan yang

melaksanakan CSR. Kemudian, peneliti memilih populasi penelitian yaitu perusahaan yang terdaftar di BEI, dengan sampel perusahaan yaitu perusahaan Mining and Mining Services. Pemilihan sampel yaitu perusahaan tambang ini didasarkan pada Pasal 74 UU Perseroan Terbatas No. 40 Tahun 2007 yang menyatakan bahwa perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.

3.2 Definisi dan Pengukuran Variabel CSR disclosure dalam laporan tahunan merupakan salah satu cara perusahaan untuk membangun, mempertahankan, dan melegitimasi kontribusi perusahaan dari sisi ekonomi dan politis. Tujuannya adalah untuk mentaati peraturan yang ada, untuk memperoleh keunggulan kompetitif melalui penerapan CSR, untuk memenuhi ketentuan kontrak pinjaman dan memenuhi ekspektasi masyarakat, untuk melegitimasi tindakan perusahaan, dan untuk menarik investor (Sayekti dan Wondabio, 2007). CSR disclosure diukur dengan menggunakan CSR Disclosure Indeks (CSRDI). Instrumen ini mengacu pada instrumen berdasarkan

16

www.globalreporting.org yang mengelompokkan informasi CSR kedalam kategori yaitu economic, environmental, labor practices, human rights, society, dan product responsibility. Total item CSR sebanyak 79. Pendekatan untuk menghitung CSRDI pada dasarnya menggunakan pendekatan dikotomi yaitu setiap item CSR dalam instrumen penelitian diberi score 1 jika diungkapkan, dan score 0 jika tidak diungkapkan. Rumus yang dipergunakan dalam perhitungan CSRDI: CSRDIj = Xij nj Notasi: CSRIj : Corporate Social Responsibility disclosure Indeks perusahaan j nj : Jumlah item untuk perusahaan j, nj 79 Xij : Nilai 1 = jika item i diungkapkan; 0 = jika item i tidak diungkapkan Adapun indikator CSR yang digunakan disajikan dalam tabel di bawah ini: Tabel 3.1 Indeks Pengungkapan CSR Indeks Pengungkapan CSR berdasarkan GRI Indicators Economic Performance Indicator Description Direct economic value generated and distributed, including revenues, EC1 operating costs, employee compensation, donations and other community investments, retained earnings, and payments to capital providers and governments. EC2 EC3 Financial implications and other risks and opportunities for the organization's activities due to climate change. Coverage of the organization's defined benefit plan obligations.

17

Performance Description Indicator EC4 Significant financial assistance received from government. EC5 Range of ratios of standard entry level wage compared to local minimum wage at significant locations of operation. Policy, practices, and proportion of spending on locally-based suppliers at significant locations of operation. Procedures for local hiring and proportion of senior management hired from the local community at significant locations of operation. Development and impact of infrastructure investments and services EC8 provided primarily for public benefit through commercial, in-kind, or pro bono engagement. EC9 Understanding and describing significant indirect economic impacts, including the extent of impacts. Environmental Performance Description Indicator EN1 Materials used by weight or volume. EN2 EN3 EN4 EN5 Percentage of materials used that are recycled input materials. Direct energy consumption by primary energy source. Indirect energy consumption by primary source. Energy saved due to conservation and efficiency improvements. Initiatives to provide energy-efficient or renewable energy based EN6 products and services, and reductions in energy requirements as a result of these initiatives. EN7 EN8 EN9 EN10 Initiatives to reduce indirect energy consumption and reductions achieved. Total water withdrawal by source. Water sources significantly affected by withdrawal of water. Percentage and total volume of water recycled and reused.

EC6

EC7

18

Performance Indicator EN11

Description Location and size of land owned, leased, managed in, or adjacent to, protected areas and areas of high biodiversity value outside protected areas. Description of significant impacts of activities, products, and services

EN12

on biodiversity in protected areas and areas of high biodiversity value outside protected areas.

EN13 EN14

Habitats protected or restored. Strategies, current actions, and future plans for managing impacts on biodiversity. Number of IUCN Red List species and national conservation list species with habitats in areas affected by operations, by level of extinction risk. Total direct and indirect greenhouse gas emissions by weight. Other relevant indirect greenhouse gas emissions by weight. Initiatives to reduce greenhouse gas emissions and reductions achieved. Emissions of ozone-depleting substances by weight. NOx, SOx, and other significant air emissions by type and weight. Total water discharge by quality and destination. Total weight of waste by type and disposal method. Total number and volume of significant spills. Weight of transported, imported, exported, or treated waste deemed

EN15 EN16 EN17 EN18 EN19 EN20 EN21 EN22 EN23

EN24

hazardous under the terms of the Basel Convention Annex I, II, III, and VIII, and percentage of transported waste shipped internationally. Identity, size, protected status, and biodiversity value of water bodies

EN25

and related habitats significantly affected by the reporting organization's discharges of water and runoff.

EN26

Initiatives to mitigate environmental impacts of products and services, and extent of impact mitigation. Percentage of products sold and their packaging materials that are reclaimed by category.

EN27

19

Performance Indicator EN28

Description Monetary value of significant fines and total number of non-monetary sanctions for non-compliance with environmental laws and regulations. Significant environmental impacts of transporting products and other

EN29

goods and materials used for the organization's operations, and transporting members of the workforce.

EN30

Total environmental protection expenditures and investments by type. Social: Labor Practices and Decent Work

Performance Description Indicator LA1 Total workforce by employment type, employment contract, and region. LA2 Total number and rate of employee turnover by age group, gender, and region. Benefits provided to full-time employees that are not provided to temporary or part-time employees, by major operations. Percentage of employees covered by collective bargaining agreements. Minimum notice period(s) regarding significant operational changes, including whether it is specified in collective agreements. Percentage of total workforce represented in formal joint managementLA6 worker health and safety committees that help monitor and advise on occupational health and safety programs. LA7 Rates of injury, occupational diseases, lost days, and absenteeism, and number of work-related fatalities by region. Education, training, counseling, prevention, and risk-control programs LA8 in place to assist workforce members, their families, or community members regarding serious diseases. LA9 Health and safety topics covered in formal agreements with trade unions. Average hours of training per year per employee by employee category.

LA3 LA4 LA5

LA10

20

Performance Indicator LA11

Description Programs for skills management and lifelong learning that support the continued employability of employees and assist them in managing career endings.

LA12

Percentage of employees receiving regular performance and career development reviews. Composition of governance bodies and breakdown of employees per

LA13

category according to gender, age group, minority group membership, and other indicators of diversity.

LA14

Ratio of basic salary of men to women by employee category. Social: Human Rights

Performance Indicator HR1

Description Percentage and total number of significant investment agreements that include human rights clauses or that have undergone human rights screening.

HR2

Percentage of significant suppliers and contractors that have undergone screening on human rights and actions taken. Total hours of employee training on policies and procedures concerning

HR3

aspects of human rights that are relevant to operations, including the percentage of employees trained.

HR4

Total number of incidents of discrimination and actions taken. Operations identified in which the right to exercise freedom of

HR5

association and collective bargaining may be at significant risk, and actions taken to support these rights. Operations identified as having significant risk for incidents of child

HR6

labor, and measures taken to contribute to the elimination of child labor. Operations identified as having significant risk for incidents of forced or

HR7

compulsory labor, and measures to contribute to the elimination of forced or compulsory labor.

21

Performance Indicator HR8

Description Percentage of security personnel trained in the organization's policies or procedures concerning aspects of human rights that are relevant to operations.

HR9

Total number of incidents of violations involving rights of indigenous people and actions taken. Social: Society

Performance Indicator SO1

Description Nature, scope, and effectiveness of any programs and practices that assess and manage the impacts of operations on communities, including entering, operating, and exiting.

SO2

Percentage and total number of business units analyzed for risks related to corruption. Percentage of employees trained in organization's anti-corruption policies and procedures. Actions taken in response to incidents of corruption. Public policy positions and participation in public policy development and lobbying. Total value of financial and in-kind contributions to political parties, politicians, and related institutions by country. Total number of legal actions for anti-competitive behavior, anti-trust, and monopoly practices and their outcomes. Monetary value of significant fines and total number of non-monetary sanctions for non-compliance with laws and regulations. Social: Product Responsibility

SO3 SO4 SO5

SO6

SO7

SO8

Performance Indicator PR1

Description Life cycle stages in which health and safety impacts of products and services are assessed for improvement, and percentage of significant products and services categories subject to such procedures.

22

Performance Indicator PR2

Description Total number of incidents of non-compliance with regulations and voluntary codes concerning health and safety impacts of products and services during their life cycle, by type of outcomes. Type of product and service information required by procedures, and

PR3

percentage of significant products and services subject to such information requirements. Total number of incidents of non-compliance with regulations and

PR4

voluntary codes concerning product and service information and labeling, by type of outcomes.

PR5

Practices related to customer satisfaction, including results of surveys measuring customer satisfaction. Programs for adherence to laws, standards, and voluntary codes related

PR6

to marketing communications, including advertising, promotion, and sponsorship. Total number of incidents of non-compliance with regulations and

PR7

voluntary codes concerning marketing communications, including advertising, promotion, and sponsorship by type of outcomes.

PR8

Total number of substantiated complaints regarding breaches of customer privacy and losses of customer data. Monetary value of significant fines for non-compliance with laws and regulations concerning the provision and use of products and services.

PR9

Sumber: www.globalreporting.org.

23

BAB IV HASIL EMPIRIS

4.1 Uji Normalitas Kerlinger (1990:463) menyatakan asumsi paling terkenal yang melatarbelakangi penggunaan banyak statistik parametrik ialah asumsi normalitas. Ketika uji normalitas dilakukan terhadap data penelitian, dan jika hasilnya menunjukkan bahwa data penelitian yang digunakan berdistribusi secara normal, maka hal itu akan semakin meningkatkan keyakinan terhadap sampel penelitian yang digunakan. Menurut Ghozali (2006:110), uji statistik yang dapat digunakan untuk menguji normalitas adalah uji statistik non-parametrik Kolmogorov-Smirnov (KS). Uji K-S dilakukan dengan membuat hipotesis: H0 = Data residual berdistribusi normal. Ha = Data residual tidak berdistribusi normal. Adapun syarat penerimaan dan penolakan hipotesis tersebut adalah apabila nilai Asymp. Sig. (2-tailed) > , maka H0 diterima atau dengan kata lain data berdistribusi normal. Di mana = 5%. Hasil pengujian Kolmogorov-Smirnov yang disajikan pada tabel 4.1 (dalam lampiran) menunjukkan bahwa nilai Asymp. Sig. (2-tailed) > 5% sehingga dapat disimpulkan bahwa data dalam penelitian ini berdistribusi normal. Oleh karena itu, penelitian ini dapat menggunakan pengujian parametrik.

24

4.2 Pembahasan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat dijelaskan deskripsi variabel yang digunakan dalam penelitian ini. Deskripsi ini didasarkan pada indikator yang telah ditentukan dari parameter teori sebagai standar pengukuran. Sebelum dilakukan pengujian statistik, peneliti menyajikan terlebih dahulu hasil perbandingan CSR Disclosure Indeks sebelum dan sesudah penerapan UU PPh No. 36 Tahun 2008, seperti yang dirangkum pada tabel 4.2 (dalam lampiran). Berikut ini rekapitulasi mengenai hasil yang dicapai perusahaanperusahaan tambang yang terdaftar di BEI sebelum dan sesudah penerapan UU PPh No. 36 Tahun 2008 melalui CSR disclosure Indeks tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Perbandingan antara CSR Disclosure Indeks untuk perusahaan Adaro Energy sebelum dan sesudah penerapan UU PPh No. 36 Tahun 2008 menunjukkan indeks sebesar 0,37 dan 0,44. Hal ini menunjukkan terjadinya peningkatan atas pengungkapan CSR dalam laporan keuangan perusahaan ini sesudah diterapkannya UU PPh No. 36 Tahun 2008 sebesar 7%. 2. Perbandingan antara CSR Disclosure Indeks untuk perusahaan Aneka Tambang sebelum dan sesudah penerapan UU PPh No. 36 Tahun 2008 menunjukkan indeks sebesar 0,24 dan 0,32. Hal ini menunjukkan terjadinya peningkatan atas pengungkapan CSR dalam laporan keuangan perusahaan ini sesudah diterapkannya UU PPh No. 36 Tahun 2008 sebesar 8%. 3. Perbandingan antara CSR Disclosure Indeks untuk perusahaan ATPK sebelum dan sesudah penerapan UU PPh No. 36 Tahun 2008 menunjukkan indeks

25

sebesar 0,24 dan 0,35. Hal ini menunjukkan terjadinya peningkatan atas pengungkapan CSR dalam laporan keuangan perusahaan ini sesudah diterapkannya UU PPh No. 36 Tahun 2008 sebesar 11%. 4. Perbandingan antara CSR Disclosure Indeks untuk perusahaan Byan sebelum dan sesudah penerapan UU PPh No. 36 Tahun 2008 menunjukkan indeks sebesar 0,29 dan 0,48. Hal ini menunjukkan terjadinya peningkatan atas pengungkapan CSR dalam laporan keuangan perusahaan ini sesudah diterapkannya UU PPh No. 36 Tahun 2008 sebesar 19%. 5. Perbandingan antara CSR Disclosure Indeks untuk perusahaan Bukit sebelum dan sesudah penerapan UU PPh No. 36 Tahun 2008 menunjukkan indeks sebesar 0,42 dan 0,59. Hal ini menunjukkan terjadinya peningkatan atas pengungkapan CSR dalam laporan keuangan perusahaan ini sesudah diterapkannya UU PPh No. 36 Tahun 2008 sebesar 17%. 6. Perbandingan antara CSR Disclosure Indeks untuk perusahaan Bumi Resources sebelum dan sesudah penerapan UU PPh No. 36 Tahun 2008 menunjukkan indeks sebesar 0,25 dan 0,48. Hal ini menunjukkan terjadinya peningkatan atas pengungkapan CSR dalam laporan keuangan perusahaan ini sesudah diterapkannya UU PPh No. 36 Tahun 2008 sebesar 23%. 7. Perbandingan antara CSR Disclosure Indeks untuk perusahaan Timah sebelum dan sesudah penerapan UU PPh No. 36 Tahun 2008 menunjukkan indeks sebesar 0,22 dan 0,51. Hal ini menunjukkan terjadinya peningkatan atas pengungkapan CSR dalam laporan keuangan perusahaan ini sesudah diterapkannya UU PPh No. 36 Tahun 2008 sebesar 29%.

26

8. Perbandingan antara CSR Disclosure Indeks untuk perusahaan Medco Energy sebelum dan sesudah penerapan UU PPh No. 36 Tahun 2008 menunjukkan indeks sebesar 0,39 dan 0,46. Hal ini menunjukkan terjadinya peningkatan atas pengungkapan CSR dalam laporan keuangan perusahaan ini sesudah diterapkannya UU PPh No. 36 Tahun 2008 sebesar 7%. 9. Perbandingan antara CSR Disclosure Indeks untuk perusahaan Gas Negara sebelum dan sesudah penerapan UU PPh No. 36 Tahun 2008 menunjukkan indeks sebesar 0,24 dan 0,30. Hal ini menunjukkan terjadinya peningkatan atas pengungkapan CSR dalam laporan keuangan perusahaan ini sesudah diterapkannya UU PPh No. 36 Tahun 2008 sebesar 6%. 10. Perbandingan antara CSR Disclosure Indeks untuk perusahaan Indo Tambang Energy sebelum dan sesudah penerapan UU PPh No. 36 Tahun 2008 menunjukkan indeks sebesar 0,27 dan 0,49. Hal ini menunjukkan terjadinya peningkatan atas pengungkapan CSR dalam laporan keuangan perusahaan ini sesudah diterapkannya UU PPh No. 36 Tahun 2008 sebesar 22%. 11. Perbandingan antara CSR Disclosure Indeks untuk salah satu perusahaan Grup Bakrie yakni ENRG, sebelum dan sesudah penerapan UU PPh No. 36 Tahun 2008 menunjukkan indeks sebesar 0,25 dan 0,48. Hal ini menunjukkan terjadinya peningkatan atas pengungkapan CSR dalam laporan keuangan perusahaan ini sesudah diterapkannya UU PPh No. 36 Tahun 2008 sebesar 23%. 12. Perbandingan antara CSR Disclosure Indeks untuk perusahaan Elnusa sebelum dan setelah Penerapan UU PPh No. 36 Tahun 2008 menunjukkan indeks

27

sebesar 0,20 dan 0,29. Hal ini menunjukkan terjadinya peningkatan atas pengungkapan CSR dalam laporan keuangan perusahaan ini sesudah diterapkannya UU PPh No. 36 Tahun 2008 sebesar 9%. 13. Perbandingan antara CSR Disclosure Indeks untuk perusahaan Indika Energy sebelum dan sesudah penerapan UU PPh No. 36 Tahun 2008 menunjukkan indeks sebesar 0,28 dan 0,44. Hal ini menunjukkan terjadinya peningkatan atas pengungkapan CSR dalam laporan keuangan perusahaan ini sesudah diterapkannya UU PPh No. 36 Tahun 2008 sebesar 16%. 14. Perbandingan antara CSR Disclosure Indeks untuk perusahaan GTBO (Garda Tujuh Buana) sebelum dan sesudah penerapan UU PPh No. 36 Tahun 2008 menunjukkan indeks sebesar 0,20 dan 0,30. Hal ini menunjukkan terjadinya peningkatan atas pengungkapan CSR dalam laporan keuangan perusahaan ini sesudah diterapkannya UU PPh No. 36 Tahun 2008 sebesar 10%.

4.3 Hasil Pengujian Hipotesis-Uji Berpasangan (Paired Samples T-Test) Menurut Santoso (2010), pengujian paired samples t-test dilakukan pada sebuah sampel dengan subyek yang sama namun mengalami dua perlakuan atau pengukuran yang berbeda. Tujuan dari pengujian ini adalah untuk menguji dua sampel yang berpasangan, apakah mempunyai rata-rata yang secara nyata berbeda ataukah tidak. Dalam penelitian ini, pengungkapan CSR yang dilakukan perusahaan diberi dua perlakuan yang berbeda yaitu sebelum dan sesudah penerapan kebijakan mengenai CSR di dalam UU PPh No. 36 Tahun 2008,

28

tujuannya adalah untuk melihat apakah CRS disclosure antara keduanya memiliki rata-rata yang secara nyata berbeda atau tidak. Hasil pengujian paired samples t-test yang disajikan pada tabel 4.3 (dalam lampiran) menunjukkan bahwa nilai Sig. (2-tailed) < 5% sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada CSR disclosure perusahaan tambang yang terdaftar di BEI sebelum dan sesudah penerapan UU PPh No. 36 Tahun 2008

4.4 Pengaruh Kebijakan Deductible Expense for CSR Expenditure dalam UU PPh No. 36 Tahun 2008 terhadap CSR Disclosure Seperti yang telah dibahas pada sub bab sebelumnya, CSR disclosure perusahaan pada periode sesudah diterapkannya UU PPh No.36 Tahun 2008 yaitu tahun 2009 mengalami peningkatan dibandingkan pada periode sebelum diterapkannya UU PPh No.36 Tahun 2008 yaitu tahun 2008. Secara umum, rata-rata CSR disclosure index tahun 2008 dan 2009 disajikan pada tabel 4.4 (dalam lampiran). Tahun 2008 rata-rata CSR disclosure index dari perusahaan sampel sebesar 0,2757 yang kemudian meningkat di tahun 2009 sebesar 0,4236. Hasil tersebut didukung pula oleh pengujian secara empiris dengan nilai signifikan 0,000 yang berarti CSR disclosure perusahaan sebelum diterapkannya UU PPh No.36 Tahun 2008 berbeda secara nyata dengan CSR disclosure sesudah diterapkannya UU PPh No.36 Tahun 2008. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Yonah (2006) yang menyatakan bahwa pemerintah dapat mengarahkan perilaku perusahaan dalam melaksanakan CSR, serta penelitian David (2009)

29

yang menyatakan dengan tegas bahwa pemerintah dapat mendorong perusahaan untuk melaksanakan praktik CSR melalui kebijakan perpajakan. Diterapkannya UU PPh No. 36 Tahun 2008 ternyata dapat memberikan perbedaan pada CSR disclosure perusahaan. Semakin banyak dan jelasnya poinpoin mengenai biaya CSR yang dapat dibiayakan pada undang-undang tersebut dapat mendorong perusahaan untuk melakukan CSR. Perusahaan tidak menganggap bahwa CSR merupakan suatu beban tambahan. Hal tersebut dijadikannya tax benefit atau manfaat pajak yang timbul karena biaya-biaya terkait CSR dapat menjadi pengurang penghasilan kena pajak perusahaan.

30

BAB V SIMPULAN

5.1 Simpulan Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan menemukan bukti empiris mengenai perbedaan yang signifikan pada CSR disclosure perusahaan tambang yang terdaftar di BEI sebelum dan sesudah penerapan UU PPh No. 36 Tahun 2008. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah laporan tahunan perusahaanperusahaan tambang yang terdaftar di BEI untuk tahun 2008 dan 2009. Pengambilan sampel tahun 2008 dimaksudkan untuk menguji periode sebelum penerapan UU PPh No. 36 Tahun 2008, di mana tahun 2009 merupakan periode pertama penerapan undang-undang tersebut. Penelitian ini mendukung hipotesis yang diajukan yaitu terdapat perbedaan yang signifikan pada CSR disclosure perusahaan tambang yang terdaftar di BEI sebelum dan sesudah penerapan UU PPh No. 36 Tahun 2008. CSR disclosure index pada tahun 2009 mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2008.

5.2 Keterbatasan Penelitian Peneliti menyadari adanya beberapa keterbatasan dalam penelitian ini, antara lain: 1. Jumlah sampel tidak dilakukan secara random, tetapi mensyaratkan kriteriakriteria tertentu (purposive sampling), yaitu dengan membatasi kriteria sampel hanya untuk perusahaan-perusahaan tambang. Oleh karena itu, hasil penelitian ini tidak dapat digeneralisasikan untuk sektor di luar perusahaan tambang.

31

2. Jumlah perusahaan yang menjadi sampel penelitian relatif sedikit, yaitu hanya 14 perusahaan. Sedikitnya sampel ini disebabkan karena beberapa kendala antara lain ketidaklengkapan laporan tahunan beberapa perusahaan tambang yang terdaftar di BEI. Hal ini menyebabkan perusahaan-perusahaan tersebut tidak dapat dijadikan sampel dalam penelitian ini. 3. Periode pengujian sampel terbatas hanya tahun 2008 dan 2009. Hal ini dikarenakan ketidaktersediaannya akses beberapa laporan tahunan perusahaan untuk periode tahun 2008 ke belakang, sehingga hanya 14 perusahaan yang dapat diakses tahun 2008 maupun 2009 sajalah yang dijadikan sampel dalam penelitian ini.

5.3 Implikasi Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan ide untuk pengembangan penelitian berikutnya. Berdasarkan keterbatasan yang ada, penelitian selanjutnya dapat mempertimbangkan hal-hal berikut: 1. Jumlah sampel dilakukan secara acak/random, dan tidak mensyaratkan kriteriakriteria tertentu. Sampel penelitian tidak hanya perusahaan tambang, tetapi juga perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang lainnya, sehingga penelitian ini diharapkan memberikan hasil yang dapat digeneralisasikan untuk perusahaan di Indonesia. 2. Jumlah perusahaan yang dijadikan sampel dapat ditambah untuk semakin mewakili populasinya. Apabila penelitian selanjutnya dapat mengambil sampel

32

untuk semua jenis perusahaan, maka tidak sulit untuk menambah perusahaan yang dapat dijadikan sampel penelitian. 3. Jangka waktu/periode riset dapat diperpanjang (tidak hanya tahun 2008 dan 2009). Penelitian ini bersifat membandingkan dan menunjukkan perbedaan di dua periode yang berbeda. Peneliti selanjutnya dapat meneliti lebih dalam untuk periode setelah penerapan UU PPh No. 36 Tahun 2008, misalnya 20092011.

33

DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, Fr. Reni Retno. 2006. Pengungkapan Informasi Sosial dan FaktorFaktor yang mempengaruhi Pengungkapan Informasi Sosial dalam Laporan Keuangan Tahunan (Studi Empiris pada Perusahaan-Perusahaan yang terdaftar Bursa Efek Jakarta). Simposium Nasional Akuntansi 9 Padang KAKPM 24: 1-21. Carolina, Verani, Riki Martusa, dan Meythi. 2011. Undang-Undang Perpajakan: Solusi Pelaksanaan Corporate Social Responsibility di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Problematika Hukum dalam Implementasi Bisnis dan Investasi (Perspektif Multidisipliner): 134-144. Carroll, A.B. 1979. A Three-Dimensional Conceptual Model of Corporate Social Performance. Academy of Management Review 4 (4): 497-505. -------------------. 1991. The Pyramid of Corporate Social Responsibility: Toward the Moral Management of Organizational Stakeholders. Business Horizons July-August. Christensen, John and Richard Murphy. 2004. The Social Irresponsibility of Corporate Tax Avoidance: Taking CSR to the bottom line Development. Society for International Development 47(3): 3744. David, Fatima and Isabel Gallego. 2009. The Interrelationship Between Corporate Income Tax and Corporate Social responsibility. Journal of Applied Accounting Research 10 (3): 208-223. European Commision, http://ec.europa.eu. Diakses tanggal 24 November 2011. Ghozali, Imam. 2006. Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Dipenogoro. ISO 26000:2010. www.iso.org. Diakses tanggal 24 November 2011. Kerlinger, F. N. 1990. Asas-asas Penelitian Behavioral. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Mangoting, Yenni. 2007. Biaya Tanggung Jawab Sosial Sebagai Tax Benefit. Jurnal Akuntansi dan Keuangan 9 (1): 35-42. Perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983: Undang-Undang Republik Indonesia Nomor. 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan. Perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983: Undang-Undang Republik Indonesia Nomor. 17 Tahun 2000 Tentang Pajak Penghasilan Santoso, Singgih. 2010. Mastering SPSS 18. Jakarta: Elex Media Komputindo.

34

Sayekti, Yosefa, dan Ludovicus Sensi Wondabio. 2007. Pengaruh CSR Disclosure Terhadap Earning Response Coefficient (Suatu Studi Empiris Pada Perusahaan yang Terdaftar Di Bursa Efek Jakarta). Simposium Nasional Akuntansi X Makassar AKPM-08: 1-35. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor. 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan. Williams, David F. 2007. Tax and Corporate Social Responsibility. A Discussion Paper, KPMGs Tax Business School. www.globalreporting.org. Yonah, Reuven Avi. 2006. Corporate Social Responsibility and Strategic Tax Behavior. Public Law And Legal Theory Working Paper Series No. 69.

35

LAMPIRAN

Tabel 4.1 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test sebelum N Normal Parameters Most Extreme Differences
a

sesudah 14 .4236 .09427 .212 .150 -.212 .793 .555

14 Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative .2757 .06947 .216 .216 -.138 .807 .532

Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal.

36

Tabel 4.2 CSR Disclosure Indeks Perusahaan Tambang Sebelum dan Sesudah Penerapan UU PPh No. 36 Tahun 2008 CSR Disclosure Indeks Sebelum UU PPh Setelah UU PPh No. 36 Tahun 2008 No. 36 Tahun 2008 0,37 0,44 0,24 0,32 0,24 0,35 0,29 0,48 0,42 0,59 0,25 0,48 0,22 0,51 0,39 0,46 0,24 0,30 0,27 0,49 0,25 0,48 0,20 0,29 0,28 0,44 0,20 0,30

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

Perusahaan Tambang ADRO ANTM ATPK BYAN BUKIT BUMI TINS MEDCO PGAS ITMG ENRG ELNUSA INDIKA GTBO

Tabel 4.3 Paired Samples Test Paired Differences Std. Std. Mean Error Deviation Mean Pair sebelum -.14786 1 - sesudah .07485 .02000 95% Confidence Interval of the Difference Lower -.19108 Upper -.10464 -7.391 13 .000 t df Sig. (2tailed)

37

Tabel 4.4 Descriptive Statistics N sebelum sesudah Valid N (listwise) 14 14 14 Minimum Maximum .20 .29 .42 .59 Mean .2757 .4236 Std. Deviation .06947 .09427

38

Anda mungkin juga menyukai