Anda di halaman 1dari 6

SINUSITIS

November 30, 2008 oleh Dr. Kris

PENDAHULUAN Seperti diketahui, meskipun data-data yang akurat belum ada di Indonesia tetapi sinusitis merupakan masalah kesehatan yang banyak dijumpai pada praktek seharihari. Di USA kurang lebih 32 juta orang setiap tahun menderita sinusitis dan hampir sebesar USD150 juta (1989) dipakai untuk pengobatan sinusitis. Menurut American Academy of Otolaryngology Head & Neck Surgery 1996 istilah sinusitis diganti dengan rinosinusitis karena dianggap lebih akurat dengan alasan : 1). Secara embriologis mukosa sinus merupakan lanjutan mukosa hidung 2). Sinusitis hampir selalu didahului dengan rinitis 3). Gejala-gejala obstruksi nasi, rinore dan hiposmia dijumpai pada rinitis ataupun sinusitis. Rinosinusitis didefinisikan sebagai peradangan lapisan mukoperiosteum hidung maupun sinus. Konsep yang telah diketahui bersama yang memegang peranan penting terjadinya rinosinusitis adalah komplek osteomeatal. Dimana inflamasi pada mukosa osteomeatal, terganggunya aerasi-drainase sinus dan kegagalan fungsi transpor mukosiliar merupakan penyebab rinosinusitis. Penyakit ini merupakan penyakit umum yang dapat mengenai anak-anak ataupun dewasa, pada pria dan wanita tidak ada perbedaan yang bermakna. Untuk mendiagnosis rinosinusitis akut lebih mudah oleh karena adanya tanda dan gejala yang cukup jelas. Rinosinusitis kronik jauh lebih menantang karena sering tersamarkan oleh penyakit yang lain, demikian juga penanganannya. Berbagai perbedaan pendapat masih banyak terjadi mulai dari menentukan diagnosis, sarana diagnosis dan penanganannya, oleh karena itu diperlukan standarisasi yang jelas. PATOFISIOLOGI Rinosinusitis pada umumnya didahului dari infeksi saluran nafas atas akut yang disebabkan virus, biasanya infeksi bakteri merupakan lanjutan infeksi virus. Infeksi

virus tidak menunjukkan gejala sinusitis, tetapi menyebabkan inflamasi pada mukosa sinus, dan akan membaik tanpa terapi setelah 2 minggu. Infeksi tersebut menyebabkan inflamasi mukosa termasuk mukosa komplek osteo meatal sehingga terjadi obstruksi ostium sinus yang menyebabkan gangguan aerasi dan drainase sinus. Keadaan ini menyebabkan perubahan tekanan O2 didalamnya, terjadi tekanan negatif, permeabilitas kapiler meningkat, sekresi kelenjar meningkat dan terjadi transudasi yang menyebabkan fungsi silia terganggu, retensi sekret yang terjadi merupakan media yang baik untuk pertumbuhan kuman. Virus yang sering menjadi penyebab adalah virus influenza, corona virus dan rinovirus. Seringkali infeksi virus ini diikuti infeksi kuman terutama kuman kokus (steptokokus pneumonia, stapilokokus aureus) dan Haemophilus Influenza. Kadang infeksi jamur dapat menyebabkan rinosinusitis terutama pada orang-orang dengan imunodefisiensi. Faktor predisposisi lokal yang harus dicermati adalah : 1). adanya septum deviasi (sekat hidung yang bengkok) 2). konka bulosa 3). massa (tumor) 4). adanya gangguan fungsi silia 5). pemasangan tampon yang lama. GEJALA Task Force yang dibentuk oleh American Academy of Otolaryngology (AAOA) dan American Rhinologic Society (ARS) membuat klasifikasi rinosinusitis pada dewasa berdasar kronologi penyakit. : Rinosinusitis akut (RSA) bila gejala berlangsung sampai dengan 4 minggu, rinosinusitis akut berulang (rekuren) gejala sama dengan yang akut tetapi akan memburuk pada hari ke 5 atau kambuh setelah mereda. Rinosinusitis subakut gejala berlangsung lebih dari 4 minggu, merupakan kelanjutan RSA yang tidak menyembuh tetapi gejala yang tampak lebih ringan. Rinosinusitis kronik bila gejala telah berlangsung lebih dari 12 minggu. Rinosinusitis kronik eksaserbasi akut adalah keadaan dimana terjadi serangan/infeksi akut pada infeksi kronik. Berdasarkan kualitas gejala RSA dapat dibagi : ringan, sedang dan berat. Gejala RSA ringan : adanya rinore, hidung buntu, batuk-batuk, sakit kepala/wajah

tergantung lokasi sinus yang terkena. Sakit kepala daerah dahi menunjukkan adanya infeksi daerah sinus frontal, rasa sakit daerah rahang atas, gigi dan pipi menunjukkan sinusitis maksila, sedangkan etmoiditis menyebabkan odem di sekitar mata dan nyeri diantara dua mata dengan atau tanpa disentuh, pada sfenoid lokasi nyeri di puncak kepala dan sering disertai sakit telinga, sakit leher, demam. Pada keadaan yang berat gejala seperti tersebut di atas tetapi lebih berat (rinore purulen, hidung buntu, sakit kepala/wajah berat tergantung lokasi, odem periorbita dan demam tinggi) (Brook, 2001). Kriteria gejala RSA menurut AAOA dan ARS Gejala mayor : sakit daerah muka, hidung buntu, ingus purulen/post nasal drip, gangguan penciuman, demam. Gejala minor : batuk-batuk, lendir ditenggorok, nyeri kepala, nyeri geraham, halitosis. RSA dicurigai bila didapatkan 2 gejala mayor atau lebih , atau 1 gejala mayor dan 2 minor. DIAGNOSIS KLINIK Penting untuk melakukan anamnesis yang cermat agar dapat menentukan kriteria dengan benar. Diagnosis awal memang agak sulit oleh karena sering kali merupakan suatu common cold biasa. Pada penderita perlu diketahui dengan baik, adanya underlying diseases : alergi, kelainan anatomi, lingkungan (polusi), asma dll. Pemeriksaan fisik dengan rinoskopi anterior pada RSA tampak jelas terlihat adanya hiperemis dan odem di sekitar hidung dan mata, terlebih pada anak-anak.

http://thtkl.files.wordpress.com/2008/11/588a20edcbf43fb6.jpg Pemeriksaan penunjang : transiluminasi dapat dilakukan, sedang pemeriksaan radiologi, endoskopi ataupun pungsi/aspirasi sebaiknya dilakukan setelah tanda akut mereda. KOMPLIKASI Meskipun komplikasi rinosinusitis sudah jarang dijumpai pada era antibiotik sekarang ini, komplikasi serius masih dapat terjadi. Yang harus diingat komplikasi rinosinusitis akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas bila tidak mendapatkan penanganan yang baik dan adekuat. Letak sinus paranasal yang berdekatan dengan mata dan kranial sangat berperan pada infeksi rinosinusitis akut ataupun kronik. Beberapa faktor yang diduga sebagai penyebab terjadinya komplikasi antara lain karena : 1). terapi yang tidak adekuat, 2). daya tahan tubuh yang rendah dilakukan. Komplikasi ke mata Secara anatomi perbatasan daerah mata dan sinus sangat tipis : batas medial sinus etmoid dan sfenoid, batas superior sinus frontal dan batas inferior sinus maksila. Rinosinusitis merupakan salah satu penyebab utama infeksi orbita. Pada era pre antibiotik hampir 50 % terjadi komplikasi ke mata, 17 % berlanjut ke meningen dan 20 % terjadi kebutaan. Komplikasi ke orbita dapat terjadi pada segala usia, tetapi pada anak-nak lebih sering. Intervensi tindakan operatif lebih banyak dilakukan pada anak-anak yang lebih besar dan dewasa. Etmoiditis sering menimbulkan komplikasi ke orbita, diikuti sinusitis frontal dan maksila. Komplikasi dapat melalui 2 jalur : 1. Direk/langsung : melalui dehisensi konginetal ataupun adanya erosi barier terutama lamina papirasea. 2. Retrograde tromboplebitis :melalui anyaman pembuluh darah yang berhubungan langsung antara wajah, rongga hidung, sinus dan orbita. pada tulang 3). virulensi kuman dan 4). penanganan tindakan operatif (yang seharusnya) terlambat

Klasifikasi ada 5 kategori (Chandler at al) : 1. Selilitis periorbita : gejala yang tampak adanya odem dan hiperemis daerah periorbita. 2. Selulitis orbita : tampak adanya proptosis, kemosis, penurunan gerak ekstra okuler. 3. Abses subperiosteal : tertimbunnya pus diantara periorbita dan dinding tulang orbita. Gejala proptosis lebih jelas dan penurunan gerak. 4. Abses orbita : pus tertimbun di dalam orbita, gejalnya optalmoplegi, proptosis dan kebutaan. 5. Trombosis sinus kavernosus : sama dengan gejala nomor 4 disertai tanda-tanda meningitis. Komplikasi intrakranial Penyebab tersering komplikasi intrakranial adalah sinusitis frontal, diikuti sinusitis etmoid, sfenoid dan maksila. Komplikasi intrakranial dapat terjadi pada infeksi sinus yang akut, ekaserbasi akut ataupun kronik. Komplikasi ini lebih sering pada laki-laki dewasa diduga ada faktor predileksi yang berhubungan dengan pertumbuhan tulang frontal dan meluasnya sistem anyaman pembuluh darah yang terbentu. Beberapa jalur untuk terjadinya infeksi ini antara lain : 1. direk melalui jalan alami 2. melalui anyaman pembuluh darah. Beberapa tahap komplikasi intrakranial yang dikenal : 1. Osteomielitis : penyebaran infeksi melalui anyaman pembuluh darah ke tulang kranium menyebabkan osteitis yang akan mengakibatkan erosi pada bagian anterior tulang frontal. Gejala tampak odem yang terbatas pada dahi di bawah kulit dan penimbunan pus di superiosteum. 2. Epidural abses terdapat timbunan pus diantara duramater dan ruang kranium yang sering tampak pada tulang frontal dimana duramater melekat longgar pada tulang dahi. Gejala sangat ringan, tanpa ada gangguan neurologi, ada nyeri kepala yang makin lama dirasakan makin berat dan sedikit demam. 3. Subdural empiema, terjadi karena retrograde tromboplebitis ataupun penyebaran langsung dari abses epidural. Gejala nyeri kepala hebat, ada tandatanda iskemik/infark kortek seperti hemiparesis, hemiplegi, paralisis n.Facialis, kejang, peningkatan tekanan intrakranial, demam tinggi, lekositosis dan akhirnya kesadaran menurun. 4. Abses otak. Lokasi di daerah frontal paling sering disebabkan sinusitis frontal dengan penyebaran retrograde, septik emboli dari anyaman pembuluh darah. Bila abses timbul perlahan, gejala neurologi tak jelas tampak, bila odem terjadi di sekitar otak, tekanan intrakranial akan meningkat, gejala-gejala neurologi jelas tampak, ancaman kematian segera terjadi bila abses ruptur. 5. Meningitis. Sinusitis frontal jarang menyebabkan meningitis tetapi seringkali karena infeksi sekunder dari sinus etmoid dan sfenoid. Gejala-gejala tampak jelas : adanya demam, sakit kepala, kejang, diikuti kesadaran menurun sampai koma. KESIMPULAN Diagnosis dini dan penanganan awal yang adekuat akan dapat mengatasi rinosinusitis akut hampir pada semua kasus. Penting untuk memberikan penjelasan

berbagai tahap untuk penanganan RSA ataupun RSK. Penanganan yang tepat dan adekuat akan mencegah terjadinya komplikasi yang fatal. Tetapi bila komplikasi telah terjadi harus segera dipertimbangkan pengobatan segera ataupun tindakan operasi darurat.

Anda mungkin juga menyukai