Anda di halaman 1dari 60

2) Untuk setiap campuran beton yang berbeda, baik dari aspek

material yang digunakan ataupun proporsi campurannya, harus


dilakukan pengujian.
3) Proporsi beton, termasuk rasio air-semen, dapat ditetapkan
sesuai dengan 7.3 atau sebagai alternatif 7.4 dan harus
memenuhi ketentuan pasal 6 (Gambar 1).
7.3 Perancangan proporsi campuran berdasarkan pengalaman
lapangan dan/atau hasil campuran uji
1) Deviasi standar
(1) Nilai deviasi standar dapat diperoleh jika fasilitas produksi
beton mempunyai catatan hasil uji. Data hasil uji yang akan
dijadikan sebagai data acuan untuk perhitungan deviasi standar
harus: a) Mewakili jenis material, prosedur pengendalian mutu
dan kondisi yang serupa dengan yang diharapkan, dan
perubahan-perubahan pada material ataupun proporsi campuran
dalam data pengujian tidak perlu dibuat lebih ketat dari yang
digunakan pada pekerjaan yang akan dilakukan.
b) Mewakili beton yang diperlukan untuk memenuhi kekuatan
yang disyaratkan atau kuat
tekan f
c
'
pada kisaran 7 MPa dari yang ditentukan untuk
pekerjaan yang akan dilakukan.
c) Terdiri dari sekurang-kurangnya 30 contoh pengujian
berurutan atau dua kelompok pengujian berurutan yang
jumlahnya sekurang-kurangnya 30 contoh pengujian seperti
yang ditetapkan pada 7.6(2(4)), kecuali sebagaimana yang
ditentukan pada 7.3(1(2)). (2) Jika fasilitas produksi beton tidak
mempunyai catatan hasil uji yang memenuhi 7.3(1(1)), tetapi
mempunyai catatan uji dari pengujian sebanyak 15 contoh
sampai 29 contoh secara berurutan, maka deviasi standar
ditentukan sebagai hasil perkalian antara nilai deviasi standar
yang dihitung dan faktor modifikasi pada Tabel 4. Agar dapat
diterima, maka catatan hasil pengujian yang digunakan harus
memenuhi persyaratan (a) dan (b) dari 7.3(1(1)), dan hanya
mewakili catatan tunggal dari pengujian-pengujian yang
berurutan dalam periode waktu tidak kurang dari 45 hari
kalender.
2) Kuat rata-rata perlu (1) Kuat tekan rata-rata perlu f
c
'
r
yang
digunakan sebagai dasar pemilihan proporsi
campuran beton harus diambil sebagai nilai terbesar dari
persamaan 1 atau persamaan 2 dengan nilai deviasi standar
sesuai dengan 7.3(1(1)) atau 7.3(1(2)).
23 dari 278
Tabel 4 Faktor modifikasi untuk deviasi standar jika jumlah pengujian
kurang dari 30 contoh


Faktor modifikasi untuk deviasi standar

Jumlah pengujian


Kurang dari 15 contoh Gunakan Tabel 5
15 contoh 1,16
20 contoh 1,08
25 contoh 1,03
30 contoh atau lebih 1,00
CATATAN: Interpolasi untuk jumlah pengujian yang berada di antara nilai-nilai di atas
f
c
'
r
=f
c
'
+1,34s (1) atau
f
c
'
r
= f
c
'
+ 2,33s 3,5 (2) Bila fasilitas produksi beton tidak
mempunyai catatan hasil uji lapangan untuk
perhitungan deviasi standar yang memenuhi ketentuan pada
7.3(1(1)) atau 7.3(1(2)), maka kuat rata-rata perlu f
c
'
r
harus
ditetapkan berdasarkan Tabel 5 dan pencatatan data kuat rata-
rata harus sesuai dengan persyaratan pada 7.3(3).
Tabel 5 Kuat tekan rata-rata perlu jika data tidak tersedia untuk
menetapkan deviasi standar
(2)
Persyaratan kuat tekan, f
c
'
MPa
Kuat tekan rata-rata perlu, f
c
'
r
MPa
Kurang dari 21
f
c
'
+7,0
21 sampai dengan 35
f
c
'
+8,5
Lebih dari 35
f
c
'
+ 1 0 , 0
3) Pencatatan data kuat rata-rata Catatan proporsi campuran
beton yang diusulkan untuk menghasilkan kuat tekan rata-rata
yang sama atau lebih besar daripada kuat tekan rata-rata perlu
(lihat 7.3(2)) harus terdiri dari satu catatan hasil uji lapangan,
beberapa catatan hasil uji kuat tekan, atau hasil uji campuran
percobaan.
24 dari 278
(1) Bila catatan uji dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa
proporsi campuran beton yang diusulkan akan menghasilkan
nilai kuat rata-rata perlu f
c
'
r
(lihat 7.3(2)), maka catatan terse-
but harus mewakili material dan kondisi yang mirip dengan
kondisi dimana campuran terse- but akan digunakan. Perubahan
pada material, kondisi, dan proporsi dari catatan tersebut tidak
perlu dibuat lebih ketat dari yang akan dihadapi pada pekerjaan
yang akan dilakukan. Untuk tujuan pencatatan potensial kuat
rata-rata, catatan hasil uji yang kurang dari 30 contoh tetapi tidak
kurang dari 10 contoh pengujian secara berurutan dapat diterima
selama catatan pengujian tersebut mencakup periode waktu
tidak kurang dari 45 hari. Proporsi campuran beton yang
diperlukan dapat ditentukan melalui interpolasi kuat tekan dan
proporsi dari dua atau lebih contoh uji yang masing-masing
memenuhi persyaratan pada butir ini.
(2) Jika tidak tersedia catatan hasil uji yang memenuhi kriteria,
maka proporsi campuran beton yang diperoleh dari campuran
percobaan yang memenuhi batasan-batasan berikut dapat
digunakan: a) Kombinasi bahan yang digunakan harus sama
dengan yang digunakan pada pekerjaan yang akan dilakukan.
b) Campuran percobaan yang memiliki proporsi campuran dan
konsistensi yang diperlukan untuk pekerjaan yang akan
dilakukan harus dibuat menggunakan sekurang-kurangnya tiga
jenis rasio air-semen atau kandungan semen yang berbeda-
beda untuk menghasilkan suatu
kisaran kuat tekan beton yang mencakup kuat rata-rata perlu f
c
'
r
.
c) Campuran uji harus direncanakan untuk menghasilkan
kelecakan dengan kisaran 20 mm dari nilai maksimum yang
diizinkan, dan untuk beton dengan bahan tambahan penambah
udara, kisaran kandungan udaranya dibatasi 0,5% dari
kandungan udara maksimum yang diizinkan.
d) Untuk setiap rasio air-semen atau kadar semen, sekurang-
kurangnya harus dibuat tiga buah contoh silinder uji untuk
masing-masing umur uji dan dirawat sesuai dengan SNI 03-
2492-1991, Metode pembuatan dan perawatan benda uji beton di
laboratorium. Silinder
harus diuji pada umur 28 hari atau pada umur uji yang
ditetapkan untuk penentuan f
c
'
.
e) Dari hasil uji contoh silinder tersebut harus diplot kurva yang
memperlihatkan hubungan antara rasio air-semen atau kadar
semen terhadap kuat tekan pada umur uji yang ditetapkan. f)
Rasio air-semen maksimum atau kadar semen minimum untuk
beton yang akan digunakan pada pekerjaan yang akan
dilakukan harus seperti yang diperlihatkan pada kurva untuk
menghasilkan kuat rata-rata yang disyaratkan oleh 7.3(2),
kecuali bila rasio air-semen yang lebih rendah atau kuat tekan
yang lebih tinggi disyaratkan oleh pasal 6. Gambar 1
memperlihatkan diagram alir untuk perancangan proporsi
campuran.
25 dari 278

Fasilitas produksi beton mempunyai catatan uji kuat tekan lapangan untuk mutu yang
disyaratkan atau dalam kisaran 7 MPa dari mutu beton yang disyaratkan.

Tidak Ya
30 contoh uji berurutan
Tidak
Tidak
Ya
(Tidak
Tidak
ada data


Dua kelompok uji berurutan ( total 30 )

Ya

Ya
untuk s)
atau
Hitung s
Hitung s rata-
rata
Hitung s dan koreksi menggunakan Tabel 4
15 hingga 29 uji berurutan


Kuat tekan rata-rata perlu dari Tabel 5

Kuat tekan rata-rata perlu dari persamaan 1 atau 2

Tersedianya catatan lapangan dari sekurang- kurangnya sepuluh hasil uji
berurutan dengan menggunakan bahan yang sama dan pada kondisi sama.

atau

Tidak Ya
Tidak Ya
Tidak Ya

Buat campuran percobaan yang menggunakan sekurang-kurangnya tiga rasio
air-semen atau kadar bahan semen yang berbeda sesuai 7.3(3(2))

Hasil mewakili satu proporsi campuran

Plot grafik kuat tekan rata-rata terhadap proporsi campuran dan lakukan
interpolasi untuk mendapatkan kuat tekan rata-rata perlu

Hasil mewakili dua atau lebih campuran

Tentukan proporsi campuran menurut pasal 7.4 (membutuh- kan izin khusus)

kuat tekan rata-rata kuat rata-rata perlu
Plot grafik kuat rata-rata terhadap proporsi campuran dan lakukan interpolasi untuk
mendapatkan kuat rata-rata perlu


Persetujuan
Gambar 1 Diagram alir untuk perancangan proporsi campuran 26 dari
278
7.4 Perancangan campuran tanpa berdasarkan data lapangan atau
campuran percobaan
1) Jika data yang disyaratkan pada 7.3 tidak tersedia, maka
proporsi campuran beton harus ditentukan berdasarkan
percobaan atau informasi lainnya, bilamana hal tersebut
disetujui oleh pengawas lapangan. Kuat tekan rata-rata perlu, f
c
'
r
, beton yang dihasilkan dengan bahan yang mirip dengan yang
akan digunakan harus sekurang-kurangnya 8,5 MPa lebih besar
daripada kuat tekan f
c
'
yang disyaratkan. Alternatif ini tidak boleh
digunakan untuk beton dengan kuat tekan yang disyaratkan
lebih besar dari 28 MPa.
2) Campuran beton yang dirancang menurut butir ini harus
memenuhi persyaratan keawetan pada pasal 6 dan kriteria
pengujian kuat tekan pada 7.6.
7.5 Reduksi kuat rata-rata
Dengan tersedianya data selama pelaksanaan konstruksi, maka
diizinkan untuk mereduksi besar nilai selisih antara f
c
'
r
terhadap f
c
'
yang disyaratkan, selama:
1) Tersedia 30 contoh atau lebih data hasil uji, dan hasil uji rata-
rata melebihi ketentuan yang disyaratkan oleh 7.3(2(1)) yang
dihitung menggunakan deviasi standar sesuai dengan 7.3(1(1)),
atau
2) Tersedia 15 contoh hingga 29 contoh data hasil uji, dan hasil
uji rata-rata melebihi ketentuan yang disyaratkan oleh 7.3(2(1))
yang dihitung menggunakan deviasi standar sesuai dengan
7.3(1(2)), dan
3) Persyaratan khusus mengenai pengaruh lingkungan pada
pasal 6 dipenuhi.
7.6 Evaluasi dan penerimaan beton
1) Beton harus diuji dengan ketentuan 7.6(2) hingga 7.6(5).
Teknisi pengujian lapangan yang memenuhi kualifikasi harus
melakukan pengujian beton segar di lokasi konstruksi,
menyiapkan contoh-contoh uji silinder yang diperlukan dan
mencatat suhu beton segar pada saat menyiapkan contoh uji
untuk pengujian kuat tekan. Teknisi laboratorium yang
mempunyai kualifikasi harus melakukan semua pengujian-
pengujian laboratorium yang disyaratkan.
27 dari 278
2) Frekuensi pengujian (1) Pengujian kekuatan masing-masing
mutu beton yang dicor setiap harinya haruslah dari satu contoh
uji per hari, atau tidak kurang dari satu contoh uji untuk setiap
120 m
3
beton, atau tidak kurang dari satu contoh uji untuk setiap
500 m
2
luasan permukaan lantai atau dinding. (2) Pada suatu
pekerjaan pengecoran, jika volume total adalah sedemikian
hingga frekuensi pengujian yang disyaratkan oleh 7.6(2(1))
hanya akan menghasilkan jumlah uji kekuatan beton kurang dari
5 untuk suatu mutu beton, maka contoh uji harus diambil dari
paling sedikit 5 adukan yang dipilih secara acak atau dari
masing-masing adukan bilamana jumlah adukan yang digunakan
adalah kurang dari lima. (3) Jika volume total dari suatu mutu
beton yang digunakan kurang dari 40 m
3
, maka pengujian kuat
tekan tidak perlu dilakukan bila bukti terpenuhinya kuat tekan
diserahkan dan disetujui oleh pengawas lapangan. (4) Suatu uji
kuat tekan harus merupakan nilai kuat tekan rata-rata dari dua
contoh uji silinder yang berasal dari adukan beton yang sama
dan diuji pada umur beton 28 hari atau
pada umur uji yang ditetapkan untuk penentuan f
c
'
.
3) Benda uji yang dirawat di laboratorium (1) Contoh untuk uji
kuat tekan harus diambil menurut SNI 03-2458-1991, Metode
pengujian dan pengambilan contoh untuk campuran beton segar. (2)
Benda uji silinder yang digunakan untuk uji kuat tekan harus
dibentuk dan dirawat di laboratorium menurut SNI 03-4810-1998,
Metode pembuatan dan perawatan benda uji di lapangan dan diuji
menurut SNI 03-1974-1990, Metode pengujian kuat tekan
beton. (3) Kuat tekan suatu mutu beton dapat dikategorikan
memenuhi syarat jika dua hal berikut dipenuhi: a) Setiap nilai
rata-rata dari tiga uji kuat tekan yang berurutan mempunyai nilai
yang sama
atau lebih besar dari f
c
'
. b) Tidak ada nilai uji kuat tekan yang
dihitung sebagai nilai rata-rata dari dua hasil uji contoh silinder
mempunyai nilai di bawah f
c
'
melebihi dari 3,5 MPa.
(4) Jika salah satu dari persyaratan pada 7.6(3(3)) tidak
terpenuhi, maka harus diambil langkah-langkah untuk
meningkatkan hasil uji kuat tekan rata-rata pada pengecoran
beton berikutnya. Persyaratan pada 7.6(5) harus diperhatikan
jika ketentuan 7.6(3(3b)) tidak terpenuhi.
(7.6 Evaluasi dan penerimaan beton) 4) Perawatan benda uji di
lapangan
28 dari 278
(1) Jika diminta oleh pengawas lapangan, maka hasil uji kuat
tekan benda uji silinder yang dirawat di lapangan harus
disiapkan. (2) Perawatan benda uji di lapangan harus mengikuti
SNI 03-4810-1998, Metode pembuatan dan perawatan benda uji di
lapangan.
(3) Benda-benda uji silinder yang dirawat di lapangan harus
dicor pada waktu yang bersamaan dan diambil dari contoh
adukan beton yang sama dengan yang digunakan untuk uji di
laboratorium. (4) Prosedur untuk perlindungan dan perawatan
beton harus diperketat jika kuat tekan
beton yang dirawat di lapangan menghasilkan nilai f
c
'
yang
kurang dari 85% kuat tekan beton pembanding yang dirawat di
laboratorium. Batasan 85% tersebut tidak berlaku jika kuat tekan
beton yang dirawat di lapangan menghasilkan nilai yang
melebihi f
c
'
sebesar minimal 3,5 MPa.
5) Penyelidikan untuk hasil uji kuat tekan beton yang
rendah (1) Jika suatu uji kuat tekan [lihat 7.6(2(4))] benda uji
silinder yang dirawat di laboratorium menghasilkan nilai di bawah
f
c
'
sebesar minimal 3,5 MPa [lihat 7.6(3(3b))] atau bila uji kuat
tekan benda uji yang dirawat di lapangan menunjukkan
kurangnya perlindungan dan perawatan pada benda uji [lihat
7.6(4(4))], maka harus dilakukan analisis untuk menjamin bahwa
tahanan struktur dalam memikul beban masih dalam batas yang
aman. (2) Jika kepastian nilai kuat tekan beton yang rendah
telah diketahui dan hasil perhitungan menunjukkan bahwa
tahanan struktur dalam memikul beban berkurang secara
signifikan, maka harus dilakukan uji contoh beton uji yang
diambil dari daerah yang dipermasalahkan sesuai SNI 03-2492-
1991, Metode pengambilan benda uji beton inti dan SNI 03-3403-
1994, Metode pengujian kuat tekan beton inti. Pada uji contoh beton
inti tersebut harus diambil paling sedikit tiga benda uji untuk
setiap uji kuat tekan yang mempunyai nilai 3,5 MPa di
bawah nilai persyaratan f
c
'
. (3) Bila beton pada struktur berada
dalam kondisi kering selama masa layan, maka benda uji beton
inti harus dibuat kering udara (pada temperatur 15 C hingga 25
C, kelembaban
relatif kurang dari 60%) selama 7 hari sebelum pengujian, dan
harus diuji dalam kondisi kering. Bila beton pada struktur berada
pada keadaan sangat basah selama masa layan, maka beton
inti harus direndam dalam air sekurang-kurangnya 40 jam dan
harus diuji dalam kondisi basah.
(4) Beton pada daerah yang diwakili oleh uji beton inti harus
dianggap cukup secara struktur jika kuat tekan rata-rata dari tiga
beton inti adalah minimal sama dengan 85% f
c
'
, dan tidak
29 dari 278
ada satupun beton inti yang kuat tekannya kurang dari 75% f
c
'
.
Tambahan pengujian beton
inti yang diambil dari lokasi yang memperlihatkan hasil kekuatan
beton inti yang tidak beraturan diperbolehkan. (5) Bila kriteria
7.6(5(4)) tidak dipenuhi dan bila tahanan struktur masih
meragukan, maka pengawas lapangan dapat meminta untuk
dilakukan pengujian lapangan tahanan struktur beton sesuai
dengan pasal 22 untuk bagian-bagian struktur yang bermasalah
tersebut, atau melakukan langkah-langkah lainnya yang
dianggap tepat.
7.7 Persiapan peralatan dan tempat penyimpanan
Persiapan sebelum pengecoran beton meliputi hal berikut: (1)
Semua peralatan untuk pencampuran dan pengangkutan beton
harus bersih. (2) Semua sampah atau kotoran harus
dihilangkan dari cetakan yang akan diisi beton. (3) Cetakan
harus dilapisi zat pelumas permukaan sehingga mudah
dibongkar. (4) Bagian dinding bata pengisi yang akan
bersentuhan dengan beton segar harus dalam kondisi
basah. (5) Tulangan harus benar-benar bersih dari lapisan
yang mengganggu. (6) Sebelum beton dicor, air harus dibuang
dari tempat pengecoran kecuali bila digunakan tremie. (7)
Semua kotoran dan bagian permukaan yang dapat lepas atau
yang kualitasnya kurang baik harus dibersihkan sebelum
pengecoran lanjutan dilakukan pada permukaan beton yang
telah mengeras.
7.8 Pencampuran
1) Semua bahan beton harus diaduk secara seksama dan harus
dituangkan seluruhnya sebelum pencampur diisi kembali.
2) Beton siap pakai harus dicampur dan diantarkan sesuai
persyaratan SNI 03-4433-1997, Spesifikasi beton siap pakai atau
Spesifikasi untuk beton yang dibuat melalui penakaran volume dan
pencampuran menerus (ASTM C 685).
3) Adukan beton yang dicampur di lapangan harus dibuat
sebagai berikut: (1) Pencampuran harus dilakukan dengan
menggunakan jenis pencampur yang telah disetujui. (2) Mesin
pencampur harus diputar dengan kecepatan yang disarankan
oleh pabrik pembuat.
30 dari 278
SNI - 03 - XXXX - 2002
(3) Pencampuran harus dilakukan secara terus menerus selama
sekurang-kurangnya 112 menit setelah semua bahan berada
dalam wadah pencampur, kecuali bila dapat diperlihatkan bahwa
waktu yang lebih singkat dapat memenuhi persyaratan uji
keseragaman campuran SNI 03-4433-1997, Spesifikasi beton siap
pakai.
(4) Pengolahan, penakaran, dan pencampuran bahan harus
memenuhi aturan yang berlaku pada SNI 03-4433-1997,
Spesifikasi beton siap pakai. (5) Catatan rinci harus disimpan
dengan data-data yang meliputi: a) jumlah adukan yang
dihasilkan;
b) proporsi bahan yang digunakan; c)
perkiraanlokasipengecoranpadastruktur; d) tanggal dan waktu
pencampuran dan pengecoran.
7.9 Pengantaran
1) Beton harus diantarkan dari tempat pencampuran ke lokasi
pengecoran dengan cara- cara yang dapat mencegah terjadinya
pemisahan (segregasi) atau hilangnya bahan.
2) Peralatan pengantar harus mampu mengantarkan beton ke
tempat pengecoran tanpa pemisahan bahan dan tanpa sela
yang dapat mengakibatan hilangnya plastisitas campuran.
7.10 Pengecoran
1) Beton harus dicor sedekat mungkin pada posisi akhirnya
untuk menghindari terjadinya segregasi akibat penanganan
kembali atau segregasi akibat pengaliran.
2) Pengecoran beton harus dilakukan dengan kecepatan
sedemikian hingga beton selama pengecoran tersebut tetap
dalam keadaan plastis dan dengan mudah dapat mengisi ruang
di antara tulangan.
3) Beton yang telah mengeras sebagian atau beton yang telah
terkontaminasi oleh bahan lain tidak boleh digunakan untuk
pengecoran.
4) Beton yang ditambah air lagi atau beton yang telah dicampur
ulang setelah pengikatan awal tidak boleh digunakan, kecuali
bila disetujui oleh pengawas lapangan.
5) Setelah dimulainya pengecoran, maka pengecoran tersebut
harus dilakukan secara menerus hingga mengisi secara penuh
panel atau penampang sampai batasnya, atau sambungan yang
ditetapkan sebagaimana yang diizinkan atau dilarang oleh 8.4.
31 dari 278
SNI - 03 - XXXX - 2002
6) Permukaan atas cetakan vertikal secara umum harus datar.
7) Jika diperlukan siar pelaksanaan, maka sambungan harus
dibuat sesuai 8.4.
8) Semua beton harus dipadatkan secara menyeluruh dengan
menggunakan peralatan yang sesuai selama pengecoran dan
harus diupayakan mengisi sekeliling tulangan dan seluruh celah
dan masuk ke semua sudut cetakan.
7.11 Perawatan beton
1) Beton (selain beton kuat awal tinggi) harus dirawat pada suhu
di atas 10 C dan dalam kondisi lembab untuk sekurang-
kurangnya selama 7 hari setelah pengecoran, kecuali jika
dirawat menurut 7.11(3).
2) Beton kuat awal tinggi harus dirawat pada suhu di atas 10 C
dan dalam kondisi lembab untuk sekurang-kurangnya selama 3
hari pertama kecuali jika dirawat menurut 7.11(3).
3) Perawatan dipercepat (1) Perawatan dengan uap
bertekanan tinggi, penguapan pada tekanan atmosfir, panas dan
lembab, atau proses lainnya yang dapat diterima, dapat
dilakukan untuk mempercepat peningkatan kekuatan dan
mengurangi waktu perawatan. (2) Percepatan waktu perawatan
harus memberikan kuat tekan beton pada tahap pembebanan
yang ditinjau sekurang-kurangnya sama dengan kuat rencana
perlu pada tahap pembebanan tersebut. (3) Proses perawatan
harus sedemikian hingga beton yang dihasilkan mempunyai
tingkat keawetan paling tidak sama dengan yang dihasilkan oleh
metode perawatan pada 7.11(1) atau 7.11(2).
4) Bila diperlukan oleh pengawas lapangan, maka dapat
dilakukan penambahan uji kuat tekan beton sesuai dengan
7.6(4) untuk menjamin bahwa proses perawatan yang dilakukan
telah memenuhi persyaratan.
7.12 Persyaratan cuaca panas
Selama cuaca panas, perhatian harus lebih diberikan pada
bahan dasar, cara produksi, penanganan, pengecoran,
perlindungan, dan perawatan untuk mencegah terjadinya
temperatur beton atau penguapan air yang berlebihan yang
dapat memberi pengaruh negatif pada mutu beton yang
dihasilkan atau pada kemampuan layan komponen atau struktur.
32 dari 278
SNI - 03 - XXXX - 2002
8 Cetakan, pipa tertanam, dan siar pelaksanaan 8.1 Perencanaan
cetakan
1) Cetakan harus menghasilkan struktur akhir yang memenuhi
bentuk, garis, dan dimensi komponen struktur seperti yang
disyaratkan pada gambar rencana dan spesifikasi.
2) Cetakan harus mantap dan cukup rapat untuk mencegah
kebocoran mortar.
3) Cetakan harus diperkaku atau diikat dengan baik untuk
mempertahankan posisi dan bentuknya.
4) Cetakan dan tumpuannya harus direncanakan sedemikian
hingga tidak merusak struktur yang dipasang sebelumnya.
5) Perencanaan cetakan harus menyertakan pertimbangan
faktor-faktor berikut: (1) Kecepatan dan metode pengecoran
beton. (2) Beban selama konstruksi, termasuk beban-beban
vertikal, horisontal, dan tumbukan. (3) Persyaratan-persyaratan
cetakan khusus untuk konstruksi cangkang, pelat lipat, kubah,
beton arsitektural, atau elemen-elemen sejenis.
6) Cetakan untuk elemen struktur beton prategang harus
dirancang dan dibuat sedemikian hingga elemen struktur dapat
bergerak tanpa menimbulkan kerusakan pada saat gaya
prategang diaplikasikan.
8.2 Pembongkaran cetakan dan penopang, serta penopangan
kembali
1) Pembongkaran cetakan
Cetakan harus dibongkar dengan cara-cara yang tidak
mengurangi keamanan dan kemampuan layan struktur. Beton
yang akan dipengaruhi oleh pembongkaran cetakan harus
memiliki kekuatan cukup sehingga tidak akan rusak oleh operasi
pembongkaran.
2) Pembongkaran penopang dan penopangan
kembali Ketentuan-ketentuan pada 8.2(2(1)) sampai dengan
8.2(2(3)) berlaku untuk pelat dan balok kecuali bila komponen
struktur tersebut dicor pada permukaan tanah.
(1) Sebelum dimulainya pekerjaan konstruksi, kontraktor harus
membuat prosedur dan jadwal untuk pembongkaran penopang
dan pemasangan kembali penopang dan untuk
33 dari 278
penghitungan beban-beban yang disalurkan ke struktur selama
pelaksanaan pembongkaran tersebut. (a) Analisis struktur dan
data kekuatan beton yang dipakai dalam perencanaan dan
pembongkaran cetakan dan penopang harus diserahkan oleh
kontraktor kepada pengawas lapangan apabila diminta.
(b) Tidak boleh ada beban konstruksi yang bertumpu pada, juga
tidak boleh ada penopang dibongkar dari, suatu bagian struktur
yang sedang dibangun kecuali apabila bagian dari struktur
tersebut bersama-sama dengan cetakan dan penopang yang
tersisa memiliki kekuatan yang memadai untuk menopang berat
sendirinya dan beban yang ditumpukan kepadanya.
(c) Kekuatan yang memadai tersebut harus ditunjukkan melalui
analisis struktur dengan memperhatikan beban yang diusulkan,
kekuatan sistem cetakan dan penopang, serta data kekuatan
beton. Data kekuatan beton harus didasarkan pada pengujian
silinder beton yang dirawat di lokasi konstruksi, atau bilamana
disetujui pengawas lapangan, didasarkan pada prosedur lainnya
untuk mengevaluasi kekuatan beton.
(2) Beban konstruksi yang melebihi kombinasi beban mati
tambahan ditambah beban hidup tidak boleh ditopang oleh
bagian struktur yang sedang dibangun tanpa penopang, kecuali
jika analisis menunjukkan bahwa bagian struktur yang dimaksud
memiliki kekuatan yang cukup untuk memikul beban tambahan
tersebut.
(3) Penopang cetakan untuk beton prategang tidak boleh
dibongkar sampai kondisi gaya prategang yang telah
diaplikasikan mencukupi bagi komponen struktur prategang
tersebut untuk memikul beban matinya dan beban konstruksi
yang diantisipasi.
8.3 Saluran dan pipa yang ditanam dalam beton
1) Saluran, pipa, dan selubung yang terbuat dari material yang
tidak berbahaya bagi beton dan dalam batasan-batasan 8.3
diperbolehkan untuk ditanam dalam beton dengan persetujuan
perencana struktur, asalkan bahan-bahan tersebut tidak
dianggap menggantikan secara struktural bagian beton yang
dipindahkan.
2) Saluran dan pipa yang terbuat dari aluminium tidak boleh
ditanam dalam beton kecuali bila diberi pelapis atau dibungkus
dengan baik untuk mencegah terjadinya reaksi aluminium
dengan beton atau aksi elektrolitik antara baja dan aluminium.
3) Saluran, pipa, dan selubung yang menembus pelat, dinding,
atau balok tidak boleh menurunkan kekuatan konstruksi secara
berlebihan.
34 dari 278
4) Saluran dan pipa, bersama kaitnya, yang ditanam pada kolom
tidak boleh menempati lebih dari 4 persen luas penampang yang
diperlukan untuk kekuatan atau untuk perlindungan terhadap
kebakaran.
5) Kecuali gambar-gambar untuk saluran dan pipa telah disetujui
oleh perencana struktur, saluran dan pipa yang tertanam pada
pelat, dinding atau balok (selain saluran dan pipa yang hanya
menembus) harus memenuhi ketentuan berikut: (1) Dimensi
luarnya tidak boleh lebih besar dari 1/3 tebal keseluruhan pelat,
dinding, atau balok dimana bahan-bahan tersebut ditanam.
(2) Bahan-bahan tersebut tidak boleh dipasang dengan spasi
sumbu ke sumbu lebih kecil daripada 3 diameter atau lebar. (3)
Bahan-bahan tersebut tidak boleh menurunkan kekuatan
konstruksi secara berlebihan.
6) Saluran, pipa, dan selubung boleh dianggap menggantikan
secara struktural beton yang dipindahkan yang berada dalam
kondisi tekan asalkan: (1) Bahan-bahan tersebut terlindung dari
karat atau kerusakan lain. (2) Bahan-bahan tersebut terbuat
dari besi atau baja yang tidak dilapisi atau yang digalvanisasi
dan tidak lebih tipis dari pipa baja struktural standar.
(3) Bahan-bahan tersebut mempunyai diameter dalam nominal
tidak lebih dari 50 mm dan dipasang dengan spasi yang tidak
kurang dari 3 diameter dari sumbu ke sumbu.
7) Pipa dan kaitnya harus direncanakan untuk memikul
pengaruh-pengaruh material, tekanan, dan temperatur yang
akan dialaminya.
8) Cairan, gas, atau uap, kecuali air yang suhunya tidak melebihi
30 C dan tekanannya tidak melebihi 0,3 MPa, tidak boleh
diisikan pada pipa hingga beton telah mencapai
kekuatan rencananya.
9) Semua pemipaan pada pelat masif, kecuali bila dipasang
untuk pemanasan radiasi, harus dipasang di antara tulangan
atas dan bawah.
10) Selimut beton untuk pipa, saluran, dan kaitnya tidak boleh
kurang daripada 40 mm untuk beton yang berhubungan dengan
tanah atau cuaca, dan tidak kurang daripada 20 mm untuk beton
yang tidak berhubungan dengan tanah atau cuaca.
11) Penulangan dengan luas yang tidak kurang dari 0,002 kali
luas penampang beton harus disediakan tegak lurus terhadap
pemipaan.
35 dari 278
12) Pemipaan dan saluran harus difabrikasi dan dipasang
sedemikian hingga pemotongan, pembengkokan, atau
pemindahan tulangan dari tempat yang seharusnya tidak
diperlukan.
8.4 Siar pelaksanaan
1) Permukaan beton pada siar pelaksanaan harus dibersihkan
dari serpihan dan kotoran lainnya.
2) Sesaat sebelum beton baru dicor, semua siar pelaksanaan
harus dibasahi dan air yang tergenang harus dibuang.
3) Siar pelaksanaan harus dibuat dan ditempatkan sedemikian
hingga tidak mengurangi kekuatan struktur. Perangkat untuk
menyalurkan geser dan gaya-gaya lain melalui siar pelaksanaan
harus direncanakan. Lihat 13.7(9).
4) Siar pelaksanaan pada sistem pelat lantai harus ditempatkan
dalam daerah sepertiga bentang tengah pelat, balok, dan balok
induk. Siar pelaksanaan pada balok induk harus diletakkan pada
jarak minimum sebesar dua kali lebar balok yang memotongnya
dari posisi muka perpotongan tersebut.
5) Balok, balok induk, atau pelat yang ditumpu oleh kolom atau
dinding tidak boleh dicor atau dipasang hingga beton pada
komponen struktur vertikal penumpu tidak lagi bersifat plastis.
6) Balok, balok induk, voute, penebalan (drop) panel, dan kepala
kolom harus dicor monolit sebagai bagian dari sistem pelat
lantai, kecuali bila ditunjukkan lain pada gambar rencana atau
spesifikasi.
36 dari 278
9 Detail penulangan 9.1 Kaitstandar
Pembengkokan tulangan harus memenuhi ketentuan sebagai
berikut:
1) Bengkokan 180 ditambah perpanjangan 4db, tapi tidak kurang
dari 60 mm, pada ujung bebas kait.
. 2) Bengkokan 90 ditambah perpanjangan 12db pada ujung
bebas kait.
. 3) Untuk sengkang dan kait pengikat:
a) Batang D-16 dan yang lebih kecil, bengkokan 90 ditambah
perpanjangan 6db pada ujung bebas kait, atau b) Batang D-19,
D-22, dan D-25, bengkokan 90 ditambah perpanjangan 12db
pada ujung bebas kait, atau c) Batang D-25 dan yang lebih
kecil, bengkokan 135 ditambah perpanjangan 6db pada ujung
bebas kait.
4) Untuk kait gempa adalah sebagaimana yang didefinisikan
pada 23.1.
9.2 Diameter bengkokan minimum
1) Diameter bengkokan yang diukur pada bagian dalam batang
tulangan tidak boleh kurang dari nilai dalam Tabel 6. Ketentuan
ini tidak berlaku untuk sengkang dan sengkang ikat dengan
ukuran D-10 hingga D-16.
2) Diameter dalam dari bengkokan untuk sengkang dan
sengkang ikat tidak boleh kurang dari 4db untuk batang D-16 dan
yang lebih kecil. Untuk batang yang lebih besar daripada D- 16,
diameter bengkokan harus memenuhi Tabel 6.
3) Diameter dalam untuk bengkokan jaring kawat baja las (polos
atau ulir) yang digunakan untuk sengkang dan sengkang ikat
tidak boleh kurang dari 4d
b
untuk kawat ulir yang lebih besar dari
D7 dan 2db untuk kawat lainnya. Bengkokan dengan diameter
dalam kurang dari 8db tidak boleh berada kurang dari 4db dari
persilangan las yang terdekat.
37 dari 278
Tabel 6 Diameter bengkokan minimum

Ukuran tulangan

Diameter minimum

D-10 sampai dengan D-25 6db
D-29, D-32, dan D-36 8db
D-44 dan D-56 10db
9.3 Cara pembengkokan
1) Semua tulangan harus dibengkokkan dalam keadaan dingin,
kecuali bila diizinkan lain oleh pengawas lapangan.
2) Tulangan yang sebagian sudah tertanam di dalam beton tidak
boleh dibengkokkan di lapangan, kecuali seperti yang ditentukan
pada gambar rencana, atau diizinkan oleh pengawas lapangan.
9.4 Kondisi permukaan baja tulangan
1) Pada saat beton dicor, tulangan harus bebas dari lumpur,
minyak, atau segala jenis zat pelapis bukan logam yang dapat
mengurangi kapasitas lekatan. Pelapis epoksi yang sesuai
dengan acuan baku pada 5.5(3(7)) dan 5.5(3(8)) boleh
digunakan.
2) Kecuali untuk tendon prategang, tulangan yang mengandung
karat, kulit giling (mill scale), atau gabungan keduanya, boleh
dipergunakan selama dimensi minimum (termasuk tinggi ulir)
dan berat benda uji yang telah dibersihkan menggunakan sikat
baja tidak lebih kecil dari ketentuan yang berlaku (lihat 5.5).
3) Tendon prategang harus bersih dan bebas dari minyak,
kotoran, kulit giling, cacat permukaan dan karat yang berlebihan.
Tendon yang teroksidasi sedikit boleh digunakan.
9.5 Penempatan tulangan
1) Tulangan, tendon prategang, dan selongsong prategang
harus ditempatkan secara akurat dan ditumpu secukupnya
sebelum beton dicor, dan harus dijaga agar tidak tergeser
melebihi toleransi yang diizinkan dalam 9.5(2).
2) Bila tidak ditentukan lain oleh pengawas lapangan, tulangan,
tendon prategang, dan selongsong prategang harus ditempatkan
dengan toleransi berikut:
38 dari 278
(1) Toleransi untuk tinggi d dan selimut beton minimum dalam
komponen struktur lentur, dinding dan komponen struktur tekan
harus memenuhi ketentuan berikut:
Tabel 7 Toleransi untuk tinggi selimut beton
kecuali bahwa ketentuan toleransi untuk jarak bersih terhadap
sisi-dalam cetakan harus sebesar minus 6 mm dan toleransi
untuk selimut beton tidak boleh melampaui minus 1/3 kali selimut
beton minimum yang diperlukan dalam gambar rencana atau
spesifikasi. (2) Toleransi letak longitudinal dari bengkokan dan
ujung akhir tulangan harus sebesar 50 mm kecuali pada ujung
tidak menerus dari komponen struktur dimana toleransinya harus
sebesar 13 mm.
(3) Jaring kawat las (dengan ukuran kawat yang tidak
melampaui P6 atau D6) yang digunakan dalam pelat dengan
bentang yang tidak melampaui 3 m boleh dilengkungkan mulai
dari titik dekat sisi atas pelat di atas tumpuan hingga suatu titik
dekat sisi bawah pelat pada tengah bentang, asalkan tulangan
tersebut menerus atau diangkur dengan baik di daerah tumpuan.
(4) Penyatuan atau penyambungan batang tulangan yang
bersilangan dengan menggunakan las tidak diperkenankan
kecuali bila diizinkan oleh pengawas lapangan.
9.6 Batasan spasi tulangan
1) Jarak bersih antara tulangan sejajar dalam lapis yang sama,
tidak boleh kurang dari db ataupun 25 mm. Lihat juga ketentuan
5.3(2).
2) Bila tulangan sejajar tersebut diletakkan dalam dua lapis atau
lebih, tulangan pada lapis atas harus diletakkan tepat di atas
tulangan di bawahnya dengan spasi bersih antar lapisan tidak
boleh kurang dari 25 mm.
3) Pada komponen struktur tekan yang diberi tulangan spiral
atau sengkang pengikat, jarak bersih antar tulangan longitudinal
tidak boleh kurang dari 1,5d
b
ataupun 40 mm.




Toleransi untuk d

Toleransi untuk selimut beton
minimum

d 200mm d
>200mm
+ 10 mm + 13 mm

- 10 mm - 13 mm
39 dari 278
4) Pembatasan jarak bersih antar batang tulangan ini juga
berlaku untuk jarak bersih antara suatu sambungan lewatan
dengan sambungan lewatan lainnya atau dengan batang
tulangan yang berdekatan.
5) Pada dinding dan pelat lantai yang bukan berupa konstruksi
pelat rusuk, tulangan lentur utama harus berjarak tidak lebih dari
tiga kali tebal dinding atau pelat lantai, ataupun 500 mm.
6) Bundel tulangan: (1) Kumpulan dari tulangan sejajar yang
diikat dalam satu bundel sehingga bekerja dalam satu kesatuan
tidak boleh terdiri lebih dari empat tulangan per bundel.
. (2) Bundel tulangan harus dilingkupi oleh sengkang atau
sengkang pengikat.
. (3) Pada balok, tulangan yang lebih besar dari D-36 tidak
boleh dibundel.
. (4) Masing-masing batang tulangan yang terdapat dalam satu
bundel tulangan yang
berakhir dalam bentang komponen struktur lentur harus diakhiri
pada titik-titik yang berlainan, paling sedikit dengan jarak 40db
secara berselang. (5) Jika pembatasan jarak dan selimut beton
minimum didasarkan pada diameter tulangan db, maka satu unit
bundel tulangan harus diperhitungkan sebagai tulangan tunggal
dengan diameter yang didapat dari luas ekuivalen penampang
gabungan.
7) Tendon dan selongsong prategang: (1) Spasi sumbu ke
sumbu antar tendon prategang pada tiap ujung suatu komponen
struktur tidak boleh kurang dari 4db untuk kawat untai (strand),
atau 5db untuk kawat tunggal, kecuali bahwa jika kuat tekan
beton minimum pada saat transfer prategang, fci, adalah 28
MPa, maka spasi sumbu-ke-sumbu minimum dari strand haruslah
45 mm untuk strand berdiameter 12,7 mm atau lebih kecil, dan 50
mm untuk strand berdiameter 15,2 mm. Lihat juga 5.3(2).
Pengaturan spasi vertikal yang lebih rapat dan pembundelan
tendon diperbolehkan pada daerah lapangan dari suatu
bentang. (2) Selongsong yang digunakan pada sistem pasca
tarik boleh dibundelkan bila dapat diperlihatkan bahwa beton
dapat dicor dengan sempurna dan bila telah dilakukan
pengamanan untuk mencegah pecahnya selongsong pada saat
penarikan tendon.
9.7 Pelindung beton untuk tulangan
1) Untuk beton bertulang, tebal selimut beton minimum yang
harus disediakan untuk tulangan harus memenuhi ketentuan
berikut:
40 dari 278

Tebal selimut minimum
(mm)
a) Beton yang dicor langsung di atas tanah dan selalu berhubungan dengan tanah 75
b) Beton yang berhubungan dengan tanah atau cuaca: Batang D-19 hingga D-
56..................................................................... Batang D-16, jaring kawat polos P16 atau
kawat ulir D16 dan yang lebih kecil
......................................................................................................
50 40
c) Beton yang tidak langsung berhubungan dengan cuaca atau beton tidak langsung
berhubungan dengan tanah: Pelat, dinding, pelat berusuk: Batang D-44 dan D-
56.......................................................................... Batang D-36 dan yang lebih
kecil......................................................... Balok, kolom:
Tulangan utama, pengikat, sengkang, lilitan spiral............................... Komponen struktur
cangkang, pelat lipat: Batang D-19 dan yang lebih besar
....................................................... Batang D-16, jaring kawat polos P16 atau ulir D16
dan yang lebih kecil

40 20
40
20 15
2) Untuk beton pracetak (dibuat dengan mengikuti proses
pengawasan pabrik), tebal minimum selimut beton berikut harus
disediakan untuk tulangan:

Tebal selimut minimum
(mm)
a) Beton yang berhubungan dengan tanah atau cuaca: Panel dinding: Batang D-44 dan
batang D-56.............................................................. Batang D-36 dan batang yang lebih
kecil ............................................. Komponen struktur lainnya: Batang D-44 dan batang
D-56.............................................................. Batang D-19 sampai batang D-36
........................................................ Batang D-16, jaring kawat polos P16 atau ulir D16
dan yang lebih kecil

40 20
50 40 30
Tebal selimut minimum
41 dari 278

(mm)
b) Beton yang tidak langsung berhubungan dengan cuaca atau tanah: Pelat, dinding,
pelat berusuk: Batang D-44 dan batang D-56..............................................................
Batang D-36 dan batang yang lebih kecil ............................................. Balok, kolom:
Tulangan utama ................................................................................... Sengkang
pengikat, sengkang, lilitan spiral ......................................... Komponen cangkang, pelat
lipat: Batang D-19 dan batang yang lebih besar ........................................... Batang D-
16, jaring kawat polos P16 atau kawat ulir D16 dan yang lebih kecil
......................................................................................................

30 15
a 10
15 10
a
db (tetapi tidak kurang dari 15 dan tidak perlu lebih dari 40)
3) Beton prategang. (1) Tebal penutup beton minimum berikut
harus disediakan untuk tulangan prategang ataupun non-
prategang, selongsong, dan penutup-ujung, kecuali untuk
kondisi yang dicantumkan dalam 9.7(3(2)) dan 9.7(3(3)).
Tebal selimut minimum (mm)
a) Beton yang dicor langsung di atas tanah dan selalu
berhubungan dengan tanah
75
b) Beton yang berhubungan dengan tanah atau berhubungan
dengan cuaca: Dinding panel, slab, balok
berusuk....................................................... Komponen struktur
lain.........................................................................
25 40
20
Tebal selimut
minimum
(mm)


c) Beton yang tidak langsung berhubungan dengan tanah atau
tidak langsung berhubungan dengan cuaca:
(9.7 Pelindung beton untuk tulangan) Pelat, dinding, pelat berusuk
................................................................
42 dari 278
Balok, kolom: Tulangan utama....................................................................................
Sengkang pengikat, sengkang, lilitan spiral ......................................... Komponen struktur
cangkang, pelat lipat: Batang D-16, jaring kawat polos P16 atau ulir D16 dan yang lebih
kecil Tulangan lainnya ..................................................................................

40 25
10 a
a
db (tetapi tidak kurang dari 20)
(2) Untuk komponen struktur beton prategang yang
berhubungan dengan tanah, cuaca, atau lingkungan yang
korosif, dan dimana tegangan tarik izin yang ditetapkan pada
20.4(2(3)) dilampaui, maka tebal selimut beton minimum harus
dinaikkan 50 %. (3) Untuk komponen struktur beton prategang
yang dibuat di bawah kondisi pengawasan pabrik, tebal penutup
beton minimum untuk tulangan non-prategang harus diambil
seperti yang tercantum dalam 9.7(2).
4) Bundel tulangan. Untuk bundel tulangan, tebal selimut beton
minimum harus diambil sama dengan diameter ekuivalen bundel
yang bersangkutan, tetapi tidak perlu lebih besar dari 50 mm;
kecuali untuk beton yang dicor langsung di atas tanah dan selalu
berhubungan dengan tanah dimana tebal penutup minimum
harus diambil sebesar 75 mm.
5) Lingkungan korosif. Di dalam lingkungan yang korosif atau
lingkungan lain yang merusak, tebal selimut beton harus
ditingkatkan secukupnya, dan kepadatan serta kekedapan
selimut beton harus diperhatikan, atau harus diadakan bentuk
perlindungan yang lain.
6) Perluasan di kemudian hari. Untuk tulangan dan bagian
sambungan yang terbuka, yang khusus disediakan untuk
penyambungan dengan struktur tambahan di kemudian hari,
harus dilindungi terhadap kemungkinan korosi.
7) Perlindungan terhadap kebakaran. Bila tebal selimut beton
dipersyaratkan lebih daripada yang ditetapkan dalam 9.7 oleh
peraturan lainnya, maka ketentuan tersebut harus diikuti.
9.8 Detail tulangan khusus untuk kolom
1) Batang tulangan pada daerah hubungan balok-kolom
43 dari 278
Batang tulangan longitudinal yang ditekuk pada daerah
hubungan balok-kolom harus memenuhi ketentuan sebagai
berikut: (1) Kemiringan dari bagian tekukan pada batang
tulangan tersebut terhadap sumbu kolom tidak boleh melebihi
1:6.
(2) Bagian dari batang tulangan yang terletak di atas dan
terletak di bawah daerah hubungan balok-kolom harus sejajar
dengan sumbu kolom. (3) Kekangan horizontal pada tekukan
batang tulangan tersebut harus disediakan oleh ikatan-ikatan
lateral, spiral, atau bagian dari konstruksi lantai. Kekangan
horizontal tersebut harus direncanakan mampu memikul gaya
sebesar 1,5 kali komponen horizontal dari gaya yang bekerja
pada bagian tersebut. Ikatan lateral atau spiral, jika digunakan,
harus diletakkan tidak lebih dari 150 mm dari titik awal tekukan.
(4) Batang tulangan tersebut harus sudah ditekuk sebelum
dipasang dalam cetakan. Lihat ketentuan dalam 9.3. (5) Bila
penyimpangan lateral muka kolom melebihi 80 mm, maka
tulangan longitudinal tidak boleh ditekuk. Dalam hal ini harus
disediakan pasak khusus yang disambung lewatkan pada
tulangan longitudinal yang berada di dekat sisi muka kolom
tersebut. Sambungan lewatan ini harus memenuhi ketentuan
pada 14.17.
2) Inti baja. Penyaluran beban dalam struktur inti baja dari
komponen struktur tekan komposit harus dilakukan sebagai
berikut: (1) Permukaan ujung komponen baja dari struktur inti
baja harus diratakan secara cermat untuk memungkinkan
penyambungan inti baja secara konsentrik, sehingga pertemuan
tersebut mampu berfungsi sebagai sambungan tumpu. (2)
Pada sambungan tumpu tersebut di atas, tumpuan hanya dapat
dianggap efektif menyalurkan tidak lebih dari 50 % gaya tekan
total yang bekerja pada komponen inti baja. (3) Penyaluran gaya
antara alas kolom dan fondasi telapak harus direncanakan
sesuai dengan ketentuan 17.8. (4) Penampang alas kolom
struktur baja harus direncanakan mampu menyalurkan beban
total dari seluruh komponen struktur komposit ke fondasi tapak;
atau penampang alas tersebut boleh juga direncanakan hanya
untuk menyalurkan beban dari inti baja saja, asalkan luas beton
pada penampang komposit tersebut lebih dari cukup untuk
menyalurkan bagian dari beban total yang dipikul oleh
penampang beton bertulang ke fondasi telapak sebagai gaya
tekan pada beton dan tulangan.
44 dari 278
9.9 Sambungan
1) Pada pertemuan dari komponen-komponen rangka utama
(misalnya pertemuan balok dan kolom), sambungan lewatan
tulangan yang menerus dan pengangkuran tulangan yang
berakhir pada pertemuan itu harus dilindungi dengan sengkang
pengikat yang baik.
2) Sengkang pengikat pada pertemuan tersebut di atas, dapat
berupa beton eksternal atau sengkang pengikat tertutup internal,
spiral atau sengkang.
9.10 Tulangan lateral pada komponen struktur tekan
1) Tulangan lateral pada komponen struktur tekan harus
memenuhi ketentuan pada 9.10(4) dan 9.10(5), dan pada tempat
dimana dibutuhkan tulangan geser atau torsi juga harus
memenuhi ketentuan pasal 13.
2) Ketentuan untuk tulangan lateral pada komponen struktur
tekan komposit harus memenuhi 12.16. Ketentuan mengenai
tulangan lateral pada komponen struktur prategang harus
memenuhi 20.11.
3) Ketentuan tulangan lateral pada 9.10, 12.16, dan 20.11 boleh
tidak diikuti, jika hasil pengujian dan analisis struktur
menunjukkan bahwa sistem memiliki kekuatan yang cukup dan
konstruksinya dapat dilaksanakan.
4) Spiral. Tulangan spiral pada komponen struktur tekan harus
memenuhi 12.9(3) dan ketentuan berikut: (1) Spiral harus terdiri
dari batang tulangan yang menerus atau kawat dengan ukuran
yang sedemikian dan dipasang dengan spasi yang sama
sehingga dapat diangkat dan diletakkan tanpa menimbulkan
penyimpangan dari ukuran yang telah direncanakan. (2) Untuk
konstruksi yang dicor di tempat, ukuran diameter batang spiral
tidak boleh kurang dari 10 mm. (3) Jarak bersih antar tulangan
spiral tidak boleh melebihi 75 mm dan juga tidak kurang dari 25
mm. (4) Penjangkaran tulangan atau kawat spiral harus
disediakan dengan memberikan 112 lilitan ekstra pada tiap
ujung dari unit spiral. (5) Penyambungan spiral harus dilakukan
dengan menggunakan salah satu dari beberapa metode di
bawah ini:
45 dari 278
a) Sambungan lewatan yang tidak kurang dari pada nilai
terbesar dari 300 mm dan panjang yang dihasilkan dari salah
satu ketentuan-ketentuan berikut ini:
Batang atau kawat ulir tanpa lapisan 48db
Batang atau kawat polos tanpa lapisan 72db
Batang atau kawat ulir berlapis 72db
Batang atau kawat polos tanpa lapisan dengan kait standar atau kait pengikat (yang sesuai
dengan ketentuan 9.1(3)) pada ujung-ujung tulangan spiral yang disambung lewatkan. Kait-
kait tersebut harus tertanam di dalam inti beton yang terkekang oleh tulangan spiral yang
dimaksud
48d
b

Batang atau kawat ulir berlapis epoksi dengan sengkang atau sengkang ikat standar (yang
sesuai 9.1(3)) pada ujung-ujung tulangan spiral yang disambung lewatkan. Kait tersebut
harus tertanam di dalam inti beton yang terkekang oleh tulangan spiral yang dimaksud
48d
b

b) Sambungan mekanis dan las penuh yang sesuai dengan
ketentuan 14.14(3).
(6) Tulangan spiral harus menerus mulai dari tepi atas fondasi
telapak atau pelat pada setiap tingkat bangunan hingga
ketinggian dari tulangan horizontal terendah dari komponen
struktur yang ditumpu di atasnya. (7) Dimana balok atau konsol
pendek tidak merangka pada semua sisi kolom, sengkang ikat
harus menerus mulai dari atas titik pengakhiran spiral hingga
batas bawah pelat atau penebalan panel.
(8) Pada kolom dengan kepala kolom, tulangan spiral harus
mencapai ketinggian dimana diameter atau lebar kepala kolom
adalah dua kali diameter atau lebar kolom tersebut. (9) Spiral
harus diikat dengan baik di tempatnya, dan betul-betul terletak
pada posisi rencananya dengan menggunakan pengatur jarak
vertikal.
(10) Untuk batang tulangan atau kawat spiral yang diameternya
kurang dari 16 mm, dibutuhkan minimum dua pengatur jarak
untuk diameter lingkaran spiral kurang dari 500 mm, tiga
pengatur jarak untuk diameter lingkaran spiral 500 sampai 800
mm, dan empat pengatur jarak untuk diameter lingkaran spiral
lebih dari 800 mm.
5) Sengkang pengikat. Penulangan sengkang pengikat untuk
komponen struktur tekan harus memenuhi ketentuan berikut
(Gambar 2): (1) Semua batang tulangan non-prategang harus
diikat dengan sengkang dan sengkang ikat lateral, paling sedikit
ukuran D-10 untuk tulangan longitudinal lebih kecil dari D-32,
dan
46 dari 278
paling tidak D-13 untuk tulangan D-36, D-44, D-56, dan bundel
tulangan longitudinal. Sebagai alternatif boleh juga digunakan
kawat ulir atau jaring kawat las dengan luas penampang
ekuivalen. (2) Spasi vertikal sengkang dan sengkang ikat tidak
boleh melebihi 16 kali diameter tulangan longitudinal, 48 kali
diameter batang atau kawat sengkang/sengkang ikat, atau
ukuran terkecil dari komponen struktur tekan tersebut.
(3) Sengkang dan sengkang ikat harus diatur sedemikian hingga
setiap sudut dan tulangan longitudinal yang berselang harus
mempunyai dukungan lateral yang didapat dari sudut sebuah
sengkang atau kait ikat yang sudut dalamnya tidak lebih dari
135 dan tidak boleh ada batang tulangan di sepanjang masing-
masing sisi sengkang atau sengkang ikat yang jarak bersihnya
lebih dari 150 mm terhadap batang tulangan yang didukung
secara lateral. Jika tulangan longitudinal terletak di sekeliling
perimeter suatu lingkaran, maka sengkang berbentuk lingkaran
penuh dapat dipergunakan.
(4) Sengkang dan sengkang ikat harus diletakkan secara vertikal
tidak lebih dari 1/2 jarak spasi sengkang dan sengkang ikat di
atas fondasi telapak atau lantai pada tiap tingkat, sedangkan di
bawah tulangan horizontal terbawah dari panel atau drop panel
yang berada di atas harus berjarak tidak lebih dari 1/2 jarak
spasi sengkang.
150 mm


150 mm

Maksimum 135
o



boleh lebih dari 150 mm

Gambar 2 Spasi antara tulangan-tulangan longitudinal kolom
(5) Jika terdapat balok atau konsol pendek yang merangka pada
keempat sisi suatu kolom, sengkang dan sengkang ikat boleh
dihentikan pada lokasi tidak lebih dari 75 mm di bawah tulangan
terbawah dari balok atau konsol pendek yang paling kecil
dimensi vertikalnya.
9.11 Penulangan lateral untuk komponen struktur lentur
1) Tulangan tekan balok harus diikat dengan sengkang atau
sengkang ikat yang memenuhi ketentuan ukuran dan jarak spasi
menurut 9.10(5) atau dengan jaring kawat las yang
47 dari 278
mempunyai luas penampang ekuivalen. Sengkang atau
sengkang ikat tersebut harus disediakan di sepanjang daerah
yang membutuhkan tulangan tekan.
2) Tulangan lateral untuk komponen lentur pada struktur rangka
yang menerima tegangan bolak-balik atau yang mengalami torsi
pada perletakan harus terdiri dari sengkang tertutup, sengkang
ikat tertutup, atau tulangan spiral yang menerus di sekeliling
tulangan lentur.
3) Sengkang ikat atau sengkang tertutup boleh dibentuk dalam
satu unit dengan cara menumpang-tindihkan ujung-ujung kait
sengkang standar atau sengkang ikat mengelilingi tu- langan
longitudinal, atau terbuat dari satu atau dua unit yang disambung
lewatkan dengan sambungan lewatan sepanjang 1,3ld, atau
diangkurkan sesuai dengan 14.13.
9.12 Tulangan susut dan suhu
1) Pada pelat struktural dimana tulangan lenturnya terpasang
dalam satu arah saja, harus disediakan tulangan susut dan suhu
yang arahnya tegak lurus terhadap tulangan lentur tersebut. (1)
Tulangan susut dan suhu harus disediakan berdasarkan
ketentuan pada 9.12(2) atau 9.12(3).
(2) Bila pergerakan akibat susut dan suhu terkekang, maka
persyaratan pada 10.2(4) dan 11.2(7) harus dipertimbangkan.
2) Tulangan ulir yang digunakan sebagai tulangan susut dan
suhu harus memenuhi ketentuan berikut: (1) Tulangan susut
dan suhu harus paling sedikit memiliki rasio luas tulangan
terhadap luas bruto penampang beton sebagai berikut, tetapi
tidak kurang dari 0,001 4:
a) Pelat yang menggunakan batang tulangan ulir mutu 300 0,002 0
b) Pelat yang menggunakan batang tulangan ulir atau jaring kawat las (polos atau ulir)
mutu 400
0,001 8
c) Pelat yang menggunakan tulangan dengan tegangan leleh melebihi 400 MPa yang
diukur pada regangan leleh sebesar 0,35%
0,001 8 x 400/ f
y

(2) Tulangan susut dan suhu harus dipasang dengan jarak tidak
lebih dari lima kali tebal pelat, atau 450 mm.
48 dari 278
(3) Bila diperlukan, tulangan susut dan suhu pada semua
penampang harus mampu mengembangkan kuat leleh tarik f
y
sesuai dengan ketentuan pada pasal 14.
3) Tendon prategang sesuai 5.5(5) yang digunakan sebagai
tulangan susut dan suhu harus mengikuti ketentuan berikut: (1)
Tendon harus diproporsikan untuk memberikan suatu tegangan
tekan rata-rata minimum sebesar 1,0 MPa pada luas
penampang beton bruto dengan menggunakan prategang
efektif, setelah kehilangan tegangan, sesuai dengan ketentuan
20.6.
(2) Spasi tendon tidak boleh lebih dari 2 m.
(3) Bila spasi antar tendon lebih dari 1,4 m, di antara tendon-
tendon yang terletak pada tepi pelat harus disediakan tambahan
tulangan non-prategang yang memenuhi 9.12(2) yang dipasang
pada daerah dari tepi pelat sampai sejauh jarak spasi tendon.
9.13 Tulangan khusus untuk integritas struktur
1) Dalam pendetailan penulangan dan sambungan-sambungan,
komponen-komponen struktur harus dihubungkan atau diikat
secara efektif menjadi satu kesatuan untuk meningkatkan
integritas struktur secara menyeluruh. (1) Pada konstruksi
balok berusuk, paling tidak terdapat satu batang tulangan bawah
yang menerus atau harus disambung lewat di atas tumpuan
dengan menggunakan teknik sambungan lewatan tarik
sepanjang 1,0ld dan pada tumpuan yang tidak menerus
diangkurkan dengan suatu kait standar.
(2) Balok yang berada pada perimeter struktur harus memiliki
paling tidak seperenam dari tulangan momen negatif yang
diperlukan pada tumpuan dan seperempat dari tulangan momen
positif yang diperlukan di tengah bentang yang dibuat menerus
ke sekeliling perimeter struktur dan diikat dengan sengkang
tertutup, atau sengkang yang diangkurkan di sekeliling tulangan
momen negatif dengan kait yang memiliki tekukan paling tidak
135. Sengkang tidak perlu diteruskan ke daerah joint. Bila
diperlukan sambungan lewatan, kebutuhan kontinuitas dapat
diberikan melalui penempatan sambungan lewatan tulangan
atas pada tengah bentang dan sambungan lewatan tulangan
bawah dekat atau pada tumpuan dengan sambungan lewatan
sepanjang 1,0l
d
.
(3) Pada balok yang bukan balok perimeter, bila tidak
menggunakan sengkang tertutup, paling tidak seperempat dari
luas tulangan momen positif yang diperlukan di tengah bentang
harus dibuat menerus atau disambung lewatkan di atas tumpuan
dengan menggunakan
49 dari 278
teknik sambungan lewatan tarik sepanjang 1,0ld dan pada
tumpuan yang tidak menerus harus diangkur dengan suatu kait
standar.
(4) Untuk konstruksi pelat dua arah lihat 15.3(8(5)).
2) Untuk konstruksi beton pracetak, ikatan tarik harus dipasang
pada arah tegak, memanjang, melintang, dan di sekeliling
perimeter struktur, untuk mengikat dan menyatukan elemen-
elemen pracetak secara efektif. Dalam hal ini, ketentuan pada
18.5 harus dipenuhi.
3) Untuk konstruksi pelat angkat lihat 15.3(8(6)) dan 20.12(6).
50 dari 278
10 Analisis dan perencanaan 10.1 Perencanaan
Perencanaan komponen struktur beton bertulang mengikuti
ketentuan sebagai berikut:
1) Semua komponen struktur harus direncanakan cukup kuat
sesuai dengan ketentuan yang dipersyaratkan dalam tata cara
ini, dengan menggunakan faktor beban dan faktor reduksi
kekuatan yang ditentukan dalam 11.2 dan 11.3.
2) Komponen struktur beton bertulang non-prategang boleh
direncanakan dengan menggunakan metode beban kerja dan
tegangan izin sesuai dengan ketentuan dalam pasal 24.
10.2 Pembebanan
Prosedur dan asumsi dalam perencanaan serta besarnya beban
rencana mengikuti ketentuan berikut ini:
1) Ketentuan mengenai perencanaan dalam tata cara ini
didasarkan pada asumsi bahwa struktur direncanakan untuk
memikul semua beban kerjanya.
2) Beban kerja diambil berdasarkan SNI 03-1727-1989-F, Tata
cara perencanaan pembebanan untuk rumah dan gedung, atau
penggantinya.
3) Dalam perencanaan terhadap beban angin dan gempa,
seluruh bagian struktur yang membentuk kesatuan harus
direncanakan berdasarkan tata cara ini dan juga harus
memenuhi SNI 03-1726-1989, Tata cara perencanaan ketahanan
gempa untuk rumah dan gedung atau penggantinya.
4) Harus pula diperhatikan pengaruh dari gaya prategang, beban
kran, vibrasi, kejut, susut, perubahan suhu, rangkak, perbedaan
penurunan fondasi, dan beban khusus lainnya yang mungkin
bekerja.
10.3 Metodeanalisis
Analisis komponen struktur harus mengikuti ketentuan berikut:
1) Semua komponen struktur rangka atau struktur menerus
direncanakan terhadap pengaruh maksimum dari beban terfaktor
yang dihitung sesuai dengan metode elastis, atau
51 dari 278
mengikuti pengaturan khusus menurut ketentuan 10.4.
Perencanaan juga dapat dilakukan berdasarkan metode yang
lebih sederhana menurut 10.6 hingga 10.9.
2) Kecuali untuk beton prategang, metode pendekatan untuk
analisis rangka portal boleh digunakan untuk bangunan dengan
tipe konstruksi, bentang, dan tinggi tingkat yang umum.
3) Sebagai alternatif, metode pendekatan berikut ini dapat
digunakan untuk menentukan momen lentur dan gaya geser
dalam perencanaan balok menerus dan pelat satu arah, yaitu
pelat beton bertulang dimana tulangannya hanya direncanakan
untuk memikul gaya-gaya dalam satu arah, selama:
(1) Jumlah minimum bentang yang ada haruslah minimum
dua, (2) Memiliki panjang-panjang bentang yang tidak terlalu
berbeda, dengan rasio panjang bentang terbesar terhadap
panjang bentang terpendek dari dua bentang yang bersebelahan
tidak lebih dari 1,2, (3) Beban yang bekerja merupakan beban
terbagi rata, (4) Beban hidup per satuan panjang tidak melebihi
tiga kali beban mati per satuan panjang, dan (5) Komponen
struktur adalah prismatis. Momen positif pada bentang-bentang
ujung:
Tumpuan ujung terletak bebas
W
u
l
n
2
11

Tumpuan ujung menyatu dengan struktur
pendukung
W
u
l
n
2
14

Momen positif pada bentang-bentang dalam

W
u
l
n
2
16
Momen negatif pada sisi luar dari tumpuan dalam pertama:
Dua bentang
W
u
l
n
2
9

Lebih dari dua bentang
W
u
l
n
2
10

Momen negatif pada sisi-sisi lain dari tumpuan-tumpuan
dalam

W
u
l
n
2
11
52 dari 278
Momen negatif pada sisi semua tumpuan untuk:
Momen negatif pada sisi dalam dari tumpuan yang untuk
komponen struktur yang dibuat menyatu (monolit) dengan
struktur pendukung:
Pelat dengan bentang tidak lebih dari 3 m dan balok dengan rasio dari jumlah
kekakuan kolom terhadap kekakuan balok melebihi delapan pada masing-masing
tumpuan
W
u
l
n
2
12
Struktur pendukung adalah balok spandrel
W
u
l
n
2
24

Struktur pendukung adalah kolom
W
u
l
n
2
16

Gaya geser pada sisi dari tumpuan dalam pertama
1,15 W
u
l
n
2

Gaya geser pada sisi dari semua tumpuan-tumpuan lainnya

W
u
l
n 2
tumpuan ujung
tumpuan dalam tumpuan dalam
bentang ujung bentang dalam


sisi luar dari tumpuan dalam
pertama
sisi lainnya dari tumpuan dalam
sisi dalam tumpuan ujung
Gambar 3 Terminologi balok/pelat satu arah di atas banyak
tumpuan 10.4 Redistribusi momen negatif pada balok lentur non-
prategang menerus
1) Bila tidak digunakan nilai momen pendekatan maka momen
negatif tumpuan yang didapat dari metode perhitungan elastis
pada balok-balok lentur non-prategang menerus untuk semua
konfigurasi pembebanan dapat direduksi atau diperbesar tidak
lebih dari nilai berikut ini:
' | 1

|x20%
b. 53 dari 278

Kriteria redistribusi momen untuk komponen struktur beton
prategang dapat dilihat pada 20.10(4).
2) Momen negatif yang telah dimodifikasi harus digunakan untuk
menghitung momen lapangan dari bentang yang ditinjau.
3) Redistribusi momen negatif hanya boleh dilakukan bila
penampang yang momennya direduksi direncanakan
sedemikian hingga - ' tidak melebihi 0,50b, dimana
0,85f
'

600
|

b
=
1 c


|

(3)

f
y

600+f
y
.
10.5 Modulus elastisitas
Nilai modulus elastisitas beton, baja tulangan, dan tendon
ditentukan sebagai berikut: 1) Untuk nilai wc di antara 1 500
kg/m
3
dan 2 500 kg/m
3
, nilai modulus elastisitas beton Ec
1,5 ' dapat diambil sebesar (w ) 0,043 f
sebesar 4 700 f
c
'
. 2) Modulus elastisitas untuk tulangan non-
prategang Es boleh diambil sebesar 200 000
MPa.
3) Modulus elastisitas untuk tendon prategang, Es, ditentukan
melalui pengujian atau dari data pabrik.
10.6 Kekakuan
1) Setiap asumsi yang dapat dipertanggungjawabkan boleh
digunakan untuk menghitung kekakuan lentur dan torsi dari
sistem kolom, dinding, lantai, dan atap. Asumsi tersebut harus
digunakan secara konsisten dalam seluruh analisis.
2) Pengaruh dari voute harus diperhitungkan dalam menentukan
momen dan dalam merencanakan komponen struktur.
10.7 Panjang bentang
Panjang bentang komponen struktur ditentukan menurut butir-
butir berikut:

cc
(dalam MPa). Untuk beton normal E dapat diambil c

54 dari 278
1) Panjang bentang dari komponen struktur yang tidak menyatu
dengan struktur pendukung dihitung sebagai bentang bersih
ditambah dengan tinggi dari komponen struktur. Besarnya
bentang tersebut tidak perlu melebihi jarak pusat ke pusat dari
komponen struktur pendukung yang ada.
2) Dalam analisis untuk menentukan momen pada rangka atau
struktur menerus, panjang bentang harus diambil sebesar jarak
pusat ke pusat komponen struktur pendukung.
3) Untuk balok yang menyatu dengan komponen struktur
pendukung, momen pada bidang muka tumpuan dapat
digunakan sebagai dasar dalam perencanaan penampang.
4) Pelat atau pelat berusuk, yang bentang bersihnya tidak lebih
dari 3 m dan yang dibuat menyatu dengan komponen struktur
pendukung dapat dianalisis sebagai pelat menerus di atas
banyak tumpuan dengan jarak tumpuan sebesar bentang bersih
pelat dan pengaruh lebar struktur balok pendukung dapat
diabaikan.
10.8 Kolom
1) Kolom harus direncanakan untuk memikul beban aksial
terfaktor yang bekerja pada semua lantai atau atap dan momen
maksimum yang berasal dari beban terfaktor pada satu bentang
terdekat dari lantai atau atap yang ditinjau. Kombinasi
pembebanan yang menghasilkan rasio maksimum dari momen
terhadap beban aksial juga harus diperhitungkan.
2) Pada konstruksi rangka atau struktur menerus, pengaruh dari
adanya beban yang tak seimbang pada lantai atau atap
terhadap kolom luar ataupun dalam harus diperhitungkan.
Demikian pula pengaruh dari beban eksentris karena sebab
lainnya juga harus diperhitungkan.
3) Dalam menghitung momen akibat beban gravitasi yang
bekerja pada kolom, ujung-ujung terjauh kolom dapat dianggap
terjepit, selama ujung-ujung tersebut menyatu (monolit) dengan
komponen struktur lainnya.
4) Momen-momen yang bekerja pada setiap level lantai atau
atap harus didistribusikan pada kolom di atas dan di bawah
lantai tersebut berdasarkan kekakuan relatif kolom dengan juga
memperhatikan kondisi kekangan pada ujung kolom.
55 dari 278
10.9 Pengaturan beban hidup
Beban hidup yang bekerja pada komponen struktur, diatur
menurut ketentuan berikut:
1) Beban hidup dapat dianggap hanya bekerja pada lantai atau
atap yang sedang ditinjau, dan ujung-ujung terjauh kolom dapat
dianggap terjepit, selama ujung-ujung tersebut dibuat menyatu
(monolit) dengan komponen struktur lainnya.
2) Pengaturan beban hidup dapat dilakukan dengan kombinasi
berikut: (1) Beban mati terfaktor pada semua bentang dengan
beban hidup penuh terfaktor yang bekerja pada dua bentang
yang berdekatan. (2) Beban mati terfaktor pada semua bentang
dengan beban hidup penuh terfaktor pada bentang yang
berselang-seling.
10.10 Konstruksi balok-T
1) Pada konstruksi balok-T, bagian sayap dan badan balok
harus dibuat menyatu (monolit) atau harus dilekatkan secara
efektif sehingga menjadi satu kesatuan.
2) Lebar pelat efektif sebagai bagian dari sayap balok-T tidak
boleh melebihi seperempat bentang balok, dan lebar efektif
sayap dari masing-masing sisi badan balok tidak boleh melebihi:
. (1) delapan kali tebal pelat, dan
. (2) setengah jarak bersih antara balok-balok yang
bersebelahan.
3) Untuk balok yang mempunyai pelat hanya pada satu sisi,
lebar efektif sayap dari sisi badan tidak boleh lebih dari:
. (1) seperduabelas dari bentang balok,
. (2) enam kali tebal pelat, dan
. (3) setengah jarak bersih antara balok-balok yang
bersebelahan.
4) Balok-T tunggal, dimana bentuk T-nya diperlukan untuk
menambah luas daerah tekan, harus mempunyai ketebalan
sayap tidak kurang dari setengah lebar badan balok, dan lebar
efektif sayap tidak lebih dari empat kali lebar badan balok.
5) Bila tulangan lentur utama pelat, yang merupakan bagian dari
sayap balok-T (terkecuali untuk konstruksi pelat rusuk), dipasang
sejajar dengan balok, maka harus disediakan penulangan di sisi
atas pelat yang dipasang tegak lurus terhadap balok
berdasarkan ketentuan berikut:
56 dari 278
(1) Tulangan transversal tersebut harus direncanakan untuk
memikul beban terfaktor selebar efektif pelat yang dianggap
berperilaku sebagai kantilever. Untuk balok-T tunggal, seluruh
lebar dari sayap yang membentang harus diperhitungkan. Untuk
balok-T lainnya, hanya bagian pelat selebar efektifnya saja yang
perlu diperhitungkan.
(2) Tulangan transversal harus dipasang dengan spasi tidak
melebihi lima kali tebal pelat dan juga tidak melebihi 500 mm.
10.11 Konstruksi pelat rusuk
1) Konstruksi pelat rusuk terdiri dari kombinasi monolit sejumlah
rusuk dengan jarak beraturan dan pelat atas yang membentang
dalam satu arah atau dua arah yang ortogonal.
2) Rusuk mempunyai lebar minimum 100 mm dan mempunyai
tinggi tidak lebih dari 3,5 kali lebar minimumnya.
3) Jarak bersih antar rusuk tidak boleh melebihi 750 mm.
4) Konstruksi pelat rusuk yang tidak memenuhi batasan-batasan
pada 10.11(1) hingga 10.11(3) harus direncanakan sebagai pelat
dan balok biasa.
5) Bila digunakan bahan pengisi permanen berupa lempung
bakar atau ubin beton yang mempunyai kuat tekan minimal
sama dengan kuat tekan beton yang digunakan pada konstruksi
pelat rusuk, maka: (1) Bagian dinding vertikal dari bahan
pengisi yang berhubungan dengan rusuk boleh disertakan dalam
perhitungan kuat geser dan kuat lentur negatif. Bagian lain dari
bahan pengisi tidak boleh disertakan dalam perhitungan
kekuatan.
(2) Tebal pelat di atas bahan pengisi permanen tidak boleh
kurang dari seperduabelas jarak bersih antar rusuk dan tidak
boleh kurang dari 40 mm. (3) Pada pelat rusuk satu arah, harus
dipasang tulangan pelat dalam arah tegak lurus terhadap rusuk
sesuai dengan ketentuan 9.12.
6) Bila digunakan cetakan yang dapat dilepaskan atau bahan
pengisi tidak memenuhi ketentuan 10.11(5) maka: (1) Tebal
pelat tidak boleh kurang dari seperduabelas jarak bersih antar
rusuk dan tidak boleh kurang dari 50 mm.
(2) Tulangan pelat dalam arah tegak lurus terhadap rusuk harus
disediakan sesuai dengan perhitungan lentur, dengan
memperhatikan beban terpusat, bila ada, tetapi tidak boleh
kurang dari jumlah yang diperlukan berdasarkan 9.12.
57 dari 278
7) Bila ada saluran atau pipa yang ditanam di dalam pelat sesuai
dengan ketentuan yang berlaku maka tebal pelat di setiap
tempat paling sedikit harus 25 mm lebih besar daripada tebal
total saluran atau pipa tersebut. Saluran atau pipa tersebut tidak
boleh mengurangi kekuatan konstruksi secara berlebihan.
8) Kuat geser beton Vc untuk konstruksi rusuk boleh diambil 10
% lebih besar daripada ketentuan yang diberikan pasal 13. Kuat
geser boleh dinaikkan dengan memberi tulangan geser atau
dengan memperlebar ujung komponen rusuk.
10.12 Penutup lantai yang terpisah
Penutup lantai pada komponen struktur diatur sebagai berikut:
1) Penutup lantai tidak boleh diperhitungkan sebagai bagian dari
komponen struktur bila tidak dipasang secara monolit dengan
pelat lantai atau tidak direncanakan sesuai dengan ketentuan
pasal 19.
2) Semua penutup lantai beton boleh dianggap sebagai bagian
dari selimut beton atau tebal total untuk pertimbangan non-
struktural.
58 dari 278
11 Ketentuan mengenai kekuatan dan kemampuan layan 11.1
Umum
1) Struktur dan komponen struktur harus direncanakan hingga
semua penampang mempunyai kuat rencana minimum sama
dengan kuat perlu, yang dihitung berdasarkan kombinasi beban
dan gaya terfaktor yang sesuai dengan ketentuan tata cara ini.
2) Komponen struktur juga harus memenuhi ketentuan lain yang
tercantum dalam tata cara ini untuk menjamin tercapainya
perilaku struktur yang cukup baik pada tingkat beban kerja.
11.2 Kuat perlu
1) Kuat perlu U untuk menahan beban mati D paling tidak harus
sama dengan
U = 1,4 D (4)
Kuat perlu U untuk menahan beban mati D, beban hidup L, dan
juga beban atap A atau beban hujan R, paling tidak harus sama
dengan
U=1,2D+1,6L +0,5(AatauR) (5)
2) Bila ketahanan struktur terhadap beban angin W harus
diperhitungkan dalam perencanaan, maka pengaruh kombinasi
beban D, L, dan W berikut harus ditinjau untuk menentukan nilai
U yang terbesar, yaitu:
1) 2)

U=1,2D +1,0L1,6W+0,5(AatauR) (6) Kombinasi beban juga harus
memperhitungkan kemungkinan beban hidup L yang penuh
dan kosong untuk mendapatkan kondisi yang paling berbahaya,
yaitu:
1)

U = 0,9 D 1,6 W (7)
Perlu dicatat bahwa untuk setiap kombinasi beban D, L, dan W,
kuat perlu U tidak boleh kurang dari persamaan 5. 3) Bila
ketahanan struktur terhadap beban gempa E harus
diperhitungkan dalam perencanaan, maka nilai kuat perlu U
harus diambil sebagai:
2)

U = 1,2 D + 1,0 L 1,0 E (8)
1)
Faktor beban untuk W boleh dikurangi menjadi 1,3 bilamana beban
angin W belum direduksi oleh faktor arah.
2)
Faktor beban untuk L boleh
direduksi menjadi 0,5 kecuali untuk ruangan garasi, ruangan pertemuan,
dan semua ruangan yang beban hidup L-nya lebih besar daripada 500
kg/m
2
.

59 dari 278
atau
U = 0,9 D 1,0 E (9) dalam hal ini nilai E ditetapkan berdasarkan
ketentuan SNI 03-1726-1989-F, Tata cara
perencanaan ketahanan gempa untuk rumah dan gedung, atau
penggantinya.
4) Bila ketahanan terhadap tekanan tanah H diperhitungkan
dalam perencanaan, maka pada persamaan 5, 7 dan 9
ditambahkan 1,6H, kecuali bahwa pada keadaan dimana aksi
struktur akibat H mengurangi pengaruh W atau E, maka beban H
tidak perlu ditambahkan pada persamaan 7 dan 9.
5) Bila ketahanan terhadap pembebanan akibat berat dan
tekanan fluida, F, yang berat jenisnya dapat ditentukan dengan
baik, dan ketinggian maksimumnya terkontrol, diperhitungkan
dalam perencanaan, maka beban tersebut harus dikalikan
dengan faktor beban 1,4, dan ditambahkan pada persamaan 4,
yaitu:
U = 1,4 (D + F) (10) Untuk kombinasi beban lainnya, beban F
tersebut harus dikalikan dengan faktor beban 1,2
dan ditambahkan pada persamaan 5. 6) Bila ketahanan
terhadap pengaruh kejut diperhitungkan dalam perencanaan
maka
pengaruh tersebut harus disertakan pada perhitungan beban
hidup L.
7) Bila pengaruh struktural T dari perbedaan penurunan fondasi,
rangkak, susut, ekspansi beton, atau perubahan suhu sangat
menentukan dalam perencanaan, maka kuat perlu U minimum
harus sama dengan:
U =1,2(D+T)+1,6L+0,5(AatauR) (11)
Perkiraan atas perbedaan penurunan fondasi, rangkak, susut,
ekspansi beton, atau perubahan suhu harus didasarkan pada
pengkajian yang realistis dari pengaruh tersebut selama masa
pakai.
8) Untuk perencanaan daerah pengangkuran pasca tarik harus
digunakan faktor beban 1,2 terhadap gaya penarikan tendon
maksimum.
9) Jika pada bangunan terjadi benturan yang besarnya P, maka
pengaruh beban tersebut dikalikan dengan faktor 1,2.
60 dari 278
11.3 Kuat rencana
1) Kuat rencana suatu komponen struktur, sambungannya
dengan komponen struktur lain, dan penampangnya,
sehubungan dengan perilaku lentur, beban normal, geser, dan
torsi, harus diambil sebagai hasil kali kuat nominal, yang dihitung
berdasarkan ketentuan dan asumsi dari tata cara ini, dengan
suatu faktor reduksi kekuatan dalam 11.3(2).
2) Faktor reduksi kekuatan ditentukan sebagai berikut:
. (1) Lentur, tanpa beban aksial
............................................................ 0,80
. (2) Beban aksial, dan beban aksial dengan lentur. (Untuk
beban aksial dengan lentur,
kedua nilai kuat nominal dari beban aksial dan momen harus
dikalikan dengan nilai tunggal yang sesuai):
. (a) Aksial tarik dan aksial tarik dengan lentur
..................................... 0,80
. (b) Aksial tekan dan aksial tekan dengan lentur:
Komponen struktur dengan tulangan spiral yang sesuai dengan
12.9.3 0,70 Komponen struktur
lainnya................................................................... 0,65 Kecuali
untuk nilai aksial tekan yang rendah, nilai boleh ditingkatkan
berdasarkan aturan berikut: Untuk komponen struktur dimana f
y
tidak melampaui 400 MPa, dengan tulangan simetris,
dan dengan (hd
'
d
s
)/h tidak kurang dari 0,70, maka nilai boleh
ditingkatkan secara
linear menjadi 0,80 seiring dengan berkurangnya nilai Pn dari
0,10f
c
'
A
g
ke nol.
Untuk komponen struktur beton bertulang yang lain, nilai boleh
ditingkatkan secara linear menjadi 0,80 seiring dengan
berkurangnya nilai Pn dari nilai terkecil antara 0,10f
c
'
A
g
dan
Pb ke nilai nol. (3)
Geserdantorsi..............................................................................
0,75 Kecuali pada struktur yang bergantung pada sistem
rangka pemikul momen khusus atau sistem dinding khusus
untuk menahan pengaruh gempa: (a) Faktor reduksi untuk
geser pada komponen struktur penahan gempa yang
kuat geser nominalnya lebih kecil dari pada gaya geser yang
timbul sehubungan dengan pengembangan kuat lentur
nominalnya................................................ 0,55 (b) Faktor
reduksi untuk geser pada diafragma tidak boleh melebihi faktor
reduksi minimum untuk geser yang digunakan pada komponen
vertikal dari sistem pemikul beban lateral. (c) Geser pada
hubungan balok-kolom dan pada balok perangkai yang diberi
tulangan diagonal
................................................................................ 0,80
61 dari 278
(4) Tumpuan pada beton kecuali untuk daerah pengangkuran
pasca tarik 0,65 (5) Daerah pengangkuran pasca
tarik................................................. 0,85 (6) Penampang lentur
tanpa beban aksial pada komponen struktur pratarik dimana
panjang penanaman strand-nya kurang dari panjang penyaluran
yang ditetapkan
14.9.1.1..........................................................................................
....... 0,75 3) Perhitungan panjang penyaluran sesuai dengan
pasal 14 tidak memerlukan faktor reduksi . 4) Faktor reduksi
kekuatan untuk lentur, tekan, geser dan tumpu pada beton
polos struktural (Pasal 24) harus diambil sebesar 0,55.
11.4 Kuat rencana tulangan
Perencanaan tidak boleh didasarkan pada kuat leleh tulangan fy
yang melebihi 550 MPa kecuali untuk tendon prategang.
11.5 Kontrol terhadap lendutan
1) Komponen struktur beton bertulang yang mengalami lentur
harus direncanakan agar mempunyai kekakuan yang cukup
untuk membatasi lendutan/deformasi apapun yang dapat
memperlemah kekuatan ataupun mengurangi kemampuan layan
struktur pada beban kerja.
2) Konstruksi satu arah (non-prategang): (1) Tebal minimum
yang ditentukan dalam Tabel 8 berlaku untuk konstruksi satu
arah yang tidak menahan atau tidak disatukan dengan partisi ata
u konstruksi lain yang mungkin akan rusak akibat lendutan yang
besar kecuali bila perhitungan lendutan menunjukkan bahwa
ketebalan yang lebih kecil dapat digunakan tanpa menimbulkan
pengaruh yang merugikan. (2) Bila lendutan harus dihitung,
maka lendutan yang terjadi seketika sesudah bekerjanya beban
harus dihitung dengan metode atau formula standar untuk
lendutan elastis, dengan memperhitungkan pengaruh retak dan
tulangan terhadap kekakuan komponen struktur. (3) Bila nilai
kekakuan tidak dihitung dengan cara analisis yang lebih
mendetail dan teliti, maka besarnya lendutan seketika akibat
pembebanan harus dihitung dengan menggunakan nilai modulus
elastisitas beton Ec sesuai dengan ketentuan pada 10.5(1) (untuk
beton normal ataupun beton ringan) dan dengan momen inersia
efektif berikut, tapi tidak lebih besar dari

I
g
.
M |
3

M |
3
(
I
e
=

cr
|

l
g
+1

cr
|

(l
cr

(12)

M
a.

M
a.
(

62 dari 278
dengan M
cr
=
f
r
l
g
(13) y
t
dan untuk beton normal, f
r
=0,7 f
c
'
(14)
Bila digunakan beton dengan agregat ringan, maka harus
dilakukan salah satu modifikasi berikut: (a) Bila fct sudah
ditentukan dan betonnya dirancang berdasarkan ketentuan 7.2,
maka fr
harus diubah dengan menggantikan 1,8fct untuk f
c
'
, tapi nilai 1,8fct
tidak boleh melebihi f
c
'
.
(b) Bila fct tidak ditentukan, maka fr harus dikalikan dengan 0,75
untuk beton ringan-total dan dengan 0,85 untuk beton ringan
pasir. Interpolasi linear boleh digunakan bila dilakukan
penggantian pasir secara parsial.
Tabel 8 Tebal minimum balok non-prategang atau pelat satu arah bila
lendutan tidak dihitung





Tebal minimum, h
Komponen
struktur


Dua tumpuan sederhana



Satu ujung menerus



Kedua ujung menerus

Kantilever


Komponen yang tidak menahan atau tidak disatukan dengan partisi atau konstruksi lain yang mungkin akan rusak oleh
lendutan yang besar
Pelat masif
satu arah
l /20 l /24 l /28 l /10
Balok atau
pelat rusuk
satu arah
l /16 l /18,5 l /21 l /8
CATATAN
Panjang bentang dalam mm. Nilai yang diberikan harus digunakan langsung untuk komponen struktur dengan beton normal (wc
= 2 400 kg/m
3
) dan tulangan BJTD 40. Untuk kondisi lain, nilai di atas harus dimodifikasikan sebagai berikut:
. (a) Untuk struktur beton ringan dengan berat jenis di antara 1 500 kg/m
3
sampai 2 000 kg/m
3
, nilai tadi harus dikalikan dengan
(1,65 - 0,000 3 wc) tetapi tidak kurang dari 1,09, dimana wc adalah berat jenis dalam kg/m
3
.
. (b) Untuk f
y
selain 400 MPa, nilainya harus dikalikan dengan (0,4 + fy/700).
63 dari 278
(4) Untuk komponen struktur menerus, nilai momen inersia
efektifnya boleh diambil sebagai nilai rata-rata yang diperoleh
dari persamaan 12 untuk penampang-penampang dimana
momen negatif dan positifnya kritis. Momen inersia efektif untuk
komponen struktur prismatis boleh diambil sesuai dengan nilai
yang diperoleh dari persamaan 12 untuk penampang di tengah
bentang pada kondisi bentang sederhana dan bentang menerus,
dan untuk penampang di daerah tumpuan pada struktur
kantilever.
(5) Bila tidak dihitung dengan cara yang lebih mendetail dan
teliti, maka penambahan lendutan jangka panjang akibat
rangkak dan susut dari komponen struktur lentur (untuk beton
normal ataupun beton ringan) harus dihitung dengan mengalikan
lendutan seketika, akibat beban tetap yang ditinjau, dengan
faktor:
=

(15) 1+50'
dengan ' adalah nilai pada tengah bentang untuk balok
sederhana dan balok menerus, dan nilai pada tumpuan untuk
balok kantilever. Faktor konstanta ketergantungan waktu
untuk beban tetap harus diambil sebesar:
(6) Lendutan yang dihitung berdasarkan ketentuan dalam
11.5(2(2)) hingga 11.5(2(5)) tidak boleh melebihi nilai
yang.ditetapkan dalam Tabel 9.
3) Konstruksi dua arah (non-prategang): (1) 11.5(3) ini
menentukan tebal minimum dari pelat atau konstruksi dua arah
lainnya yang direncanakan berdasarkan ketentuan pasal 15 dan
memenuhi ketentuan 15.6(1(2)). Tebal pelat tanpa balok interior
yang membentang antara tumpuan-tumpuan pada semua
sisinya harus memenuhi salah satu ketentuan dari 11.5(3(2))
atau 11.5(3(4)). Tebal pelat dengan balok yang membentang
antara tumpuan-tumpuan pada semua sisinya harus memenuhi
salah satu ketentuan dari 11.5(3(3)) atau 11.5(3(4)). (2) Tebal
minimum pelat tanpa balok interior yang menghubungkan
tumpuan-tumpuannya dan mempunyai rasio bentang panjang
terhadap bentang pendek yang tidak lebih dari dua, harus
memenuhi ketentuan Tabel 10 dan tidak boleh kurang dari nilai
berikut: (a) Pelat tanpa penebalan seperti yang didefinisikan
dalam 15.3(7(1)) dan
15.3(7(2)).......................................................................................
....... 120 mm

5 tahun atau
lebih
2,0
12 bulan 1,4
6 bulan 1,2
3 bulan 1,0
64 dari 278
(b) Pelat dengan penebalan seperti yang didefinisikan dalam
15.3(7(1)) dan
15.3(7(2)).......................................................................................
....... 100 mm
Tabel 9 Lendutan izin maksimum

Jenis komponen struktur


Lendutan yang diperhitungkan

Batas lendutan

Atap datar yang tidak menahan atau tidak disatukan
dengan komponen nonstruktural yang mungkin akan
rusak oleh lendutan yang besar
Lendutan seketika akibat beban hidup
(L)
l
a
180

Lantai yang tidak menahan atau tidak disatukan dengan
komponen nonstruktural yang mungkin akan rusak oleh
lendutan yang besar
Lendutan seketika akibat beban hidup
(L)
l
360

Konstruksi atap atau lantai yang menahan atau disatukan
dengan komponen nonstruktural yang mungkin akan
rusak oleh lendutan yang besar
Bagian dari lendutan total yang terjadi
setelah pemasangan komponen
nonstruktural (jumlah dari lendutan
jangka panjang, akibat semua beban
tetap yang bekerja, dan lendutan
seketika, akibat penambahan beban
hidup)
c

l
b
480

Konstruksi atap atau lantai yang menahan atau disatukan
dengan komponen nonstruktural yang mungkin tidak akan
rusak oleh lendutan yang besar.
l
d
240

a
b
c
d
Batasan ini tidak dimaksudkan untuk mencegah kemungkinan penggenangan air. Kemungkinan penggenangan air harus diperiksa dengan
melakukan perhitungan lendutan, termasuk lendutan tambahan akibat adanya penggenangan air tersebut, dan mempertimbangkan pengaruh
jangka panjang dari beban yang selalu bekerja, lawan lendut, toleransi konstruksi dan keandalan sistem drainase.
Batas lendutan boleh dilampaui bila langkah pencegahan kerusakan terhadap komponen yang ditumpu atau yang disatukan telah
dilakukan. Lendutan jangka panjang harus dihitung berdasarkan ketentuan 11.5(2(5)) atau 11.5(4(2)), tetapi boleh dikurangi dengan nilai
lendutan yang terjadi sebelum penambahan komponen non-struktural. Besarnya nilai lendutan ini harus ditentukan berdasarkan data teknis
yang dapat diterima berkenaan dengan karakteristik hubungan waktu dan lendutan dari komponen struktur yang serupa dengan komponen
struktur yang ditinjau.
Tetapi tidak boleh lebih besar dari toleransi yang disediakan untuk komponen non-struktur. Batasan ini boleh dilampaui bila ada lawan lendut
yang disediakan sedemikian hingga lendutan total dikurangi lawan lendut tidak melebihi batas lendutan yang ada.
(3) Tebal pelat minimum dengan balok yang menghubungkan
tumpuan pada semua sisinya harus memenuhi ketentuan
sebagai berikut: (a) Untuk m yang sama atau lebih kecil dari
0,2, harus menggunakan 11.5(3(2)) (b) Untuk m lebih besar
dari 0,2 tapi tidak lebih dari 2,0, ketebalan pelat minimum harus
memenuhi
65 dari 278

f
y
|
l
n
0,8 +
1500
|


h=
.
(16) 36+5(
m
0,2)
dan tidak boleh kurang dari 120 mm (c) Untuk m lebih besar
dari 2,0, ketebalan pelat minimum tidak boleh kurang dari:
36+9
dan tidak boleh kurang dari 90 mm (d) Pada tepi yang tidak
menerus, balok tepi harus mempunyai rasio kekakuan tidak
kurang dari 0,8 atau sebagai alternatif ketebalan minimum yang
ditentukan persaman 16 atau persamaan 17 harus dinaikan
paling tidak 10 % pada panel dengan tepi yang tidak menerus.
Tabel 10 Tebal minimum pelat tanpa balok interior
satuan dalam milimeter


f
y
|
l
n
0,8 +
1500
|


h=


.
(17)


Tanpa penebalan
b



Dengan penebalan
b


Panel luar


Panel dalam

Panel luar

Panel dalam

Tegangan leleh
f
a

MPa
y
Tanpa balok
pinggir
Dengan balok
pinggir
c


Tanpa balok
pinggir
Dengan balok
pinggir
c










300 l
n
/33 l
n
/36 l
n
/36 l
n
/36 l
n
/40 l
n
/40
400 l
n
/30 l
n
/33 l
n
/33 l
n
/33 l
n
/36 l
n
/36
500 l
n
/28 l
n
/31 l
n
/31 l
n
/31 l
n
/34 l
n
/34
a
b c
Untuk tulangan dengan tegangan leleh di antara 300 MPa dan 400 MPa atau di antara 400 MPa dan 500 MPa, gunakan interpolasi
linear. Penebalan panel didefinisikan dalam 15.3(7(1)) dan 15.3(7(2)). Pelat dengan balok di antara kolom kolomnya di sepanjang tepi luar.
Nilai untuk balok tepi tidak boleh kurang dari 0,8.

66 dari 278
(4) Pelat dengan tebal kurang dari tebal minimum yang
ditetapkan dalam 11.5(3(1)), 11.5(3(2)), dan 11.5(3(3)) boleh
digunakan bila dapat ditunjukkan dengan perhitungan bahwa
lendutan yang terjadi tidak melebihi batas lendutan yang
ditetapkan dalam Tabel 9. Lendutan tersebut harus ditentukan
dengan memperhitungkan pengaruh dari ukuran dan bentuk
panel, kondisi tumpuan, dan keadaan kekangan pada sisi panel.
Untuk perhitungan lendutan, modulus elastisitas Ec beton harus
dihitung berdasarkan ketentuan 10.5(1). Momen inersia efektif
harus dihitung sesuai dengan persamaan 12; harga lain boleh
dipakai bila perhitungan lendutan yang didapat dengan
menggunakan harga tersebut mendekati hasil yang didapat dari
pengujian yang menyeluruh dan lengkap. Lendutan jangka
panjang tambahan harus dihitung berdasarkan ketentuan
11.5(2(5)).

Anda mungkin juga menyukai