Anda di halaman 1dari 2

Meri pada usia 11 tahun sudah menduduki bangku SMP.

Ia berada di kelas 2, bukan kelas 2 biasa, namun ia berada di dalam kelas unggul, yang memang di dalamnya berisi anak-anak yang memiliki kelebihan dalam berbagai hal. Ada yang memiliki kelebihan dalam pelajaran fisika, biologi, matematika, seni,ataupun olah raga.Meri, memiliki kelebihan lainnya, yaitu kelebihan dalam strategi menaklukkan setiap ujian. Ia dengan lihai bisa menaklukkan ujian dengan sangat hati-hati, benar-benar hati hati dalam melakukannya. Ia dengan lincah memainkan panca indranya untuk menyelesaikan ujian, matanya aktif memantau setiap gerak-gerik pengawas ujian, telinganya tajam untuk mendengar tiap derap langkah yang akan menghalanginya, hidungnya juga kembang kempis lincah untuk menciumi parfum yang mungkin saja parfum orang yang bisa menghadang langkahnya,lidahnya ditata dalam posisi sempurna di dalam rongga mulut sehingga tidak memunculkan bunyi-bunyian yang bisa memunculkan kecurigaan, dan jari-jarinya aktif membuka lembar demi lembar buku di dalam laci mejanya. Dengan kelebihannya untuk mendayagunakan semua panca inderanya, Meri selalu berada dalam urutan tiga besar. Teman-teman Meri sebenarnya tahu kalau Meri selalu curang dalam ujian. Namun mereka tidak memiliki keberanian untuk mengatakan pada guru mereka. Mereka lebih memilih diam daripada membahas Meri kepada guru mereka. Karena jika mereka melaporkannya, mereka juga akan terkena imbasnya. Mereka semua juga mendayakan diri mereka dalam ujian, tidak hanya otak namun juga panca indera seperti Meri, namun selalu saja gagal. 95% kegagalan mereka adalah karena ketidak beranian mereka untuk menjalankan aksinya, alias masih ragu-ragu dan takut-takut dalam mencontek ataupun membuat kecurangan lainnya. 5% adalah karena nasib mereka yang selalu tidak sukses dalam bertindak, atau ketahuan selalu dengan guru-guru. Sedangkan Meri, ia sangat lihai dalam hal itu, sehingga ia tidak pernah terdeteksi dalam menjalankan aksinya. Di kelas, hanya 2 anak yang benar-benar belajar dan jujur dalam ujian. Yang selalu menduduki peringkat pertama dan kedua adalah Popi dan Tika. Namun mereka berdua adalah anak-anak yang penurut dan sangat hati-hati dalam menjaga sikap, terutama kepada Meri. Mereka takut kepada Meri. Pernah sekali mereka dikerjai oleh Meri karena berani melawan Meri, setelah itu mereka menerima teror selama 1 minggu berturut-turut, kalau saja mereka tidak minta maaf pada Meri, mungkin teror itu akan menjadi teror seumur hidup mereka. Meri pernah memasukkan kecoa, cicak, tikus, bahkan kucing, Karena kedua anak tersebut takut kucing, ke dalam tas mereka. Meri pernah menempelkan permen karet di bangku mereka, dan meletakkan saus tomat di dalam laci sehingga mengotori buku-buku mereka. Akhirnya mereka memilih untuk diam karena tidak tahan dengan hal itu. Mereka hanya mampu berkata pada orang tua mereka tentang sikap Meri, sehingga orang tua mereka datang ke sekolah dan memarahi Meri. Namun Meri selalu dibela oleh guru-guru. Di depan guru-guru, Meri bertingkah sangat sopan dan baik hati, sehingga tak kan mungkin seorang pun percaya kalau ia adalah anak yang nakal. Di tambah lagi, semua teman di kelasnya sangat mendukung Meri. Entah apa daya pikat Meri, sebenarnya Meri tidak memiliki daya pikat, kecuali dalam membayar teman-temannya untuk tutup mulut. Dengan uang yang ia kumpulkan selama SD dari pertaruhannya dengan teman-temannya, ia mengalokasikan dananya dulu tersebut untuk biaya tutup mulut mereka. Mereka pun senang dan mau untuk mendukung Meri. Meri 11 tahun adalah anak yang paling kecil di kelasnya saat itu. Teman-temannya berusia 13, 14 bahkan ada yang 15 tahun. Namun postur tubuh Meri bisa menyembunyikan kalau ia adalah anak yang sangat muda dibanding teman-temannya, bahkan ia terlihat lebih besar dari pada teman sekelasnya. Hal

ini bisa dihubungkan dengan kasih ibunya yang selalu menyuapkan makan Meri, bahkan 3x sehari. Jika Meri belum pulang pada jam 2, ibunya akan langsung menelpon Meri untuk segera pulang ke rumah, atau nanti ibunya akan datang ke tempat Meri untuk menyuapinya. Kalau hal itu terjadi, reputasi Meri bisa turun, Meri akan malu, dan pada akhirnya ia memutuskan untuk pulang ke rumah saja secepatnya setelah sekolah, sehingga akhirnya, ia mulai lupa dengan kegiatan yang selalu ia lakukan di pulang sekolah, yaitu taruhan seperti yang selalu ia lakukan dulu. (bersambung.)

Anda mungkin juga menyukai