Anda di halaman 1dari 14

JURNAL HUKUM PELAKSANAAN PENDAFTARAN BEKAS TANAH MILIK ADAT DI KABUPATEN MAROS

Oleh RISWAN DWI PUTRA (B11106741) Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin

Abstrak
Pelaksanaan pendaftaran tanah bekas milik adat di Desa Moncong Loe Lappara, Kecamatan Moncong Loe, Kabupaten Maros dibedakan dua hal, pertama, pendaftaran sukarela yaitu pendaftaran yang terjadi atas permintaan orang yang bersangkutan yang memiliki tanah dengan kesadaran sendiri dan kedua pendaftaran wajib yaitu pendaftaran karena warisan, pendaftaran karena warisan yang akan diperjualbelikan dan pendaftaran karena jual beli. Adapun upaya yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Maros dalam pelaksanaan pendaftaran tanah bekas milik adat yaitu menambah peralatan teknis di Kantor Pertanahan dalam rangka menambah kapasitas pemberian sertifikat serta meningkatkan pemberian pelayanan kepada masyarakat, serta memberikan

ceramah/penyuluhan kepada seluruh camat dan selanjutnya menginstruksikan kepada camat untuk memberikan ceramah kepada Kepala Desa agar disampaikan kepada masyarakat setempat guna meningkatkan kesadaran masyarakat akan arti pentingnya pendaftaran tanah, secara rutin diadakan penyuluhan tentang prosedur, syarat pendaftaran dan lain-lain yang berkaitan dengan pendaftaran tanah terutama bagi masyarakat yang kurang informasi tentang pendaftaran tanah.

Penguasaan dan penataan penguasaan tanah oleh negara diarahkan pemanfaatannya untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Penguasaan tanah oleh negara, sesuai dengan tujuan pemanfaatannya perlu memperhatikan kepentingan masyarakat

luas dan tidak menimbulkan sengketa tanah. Penataan penggunaan tanah dilaksanakan berdasarkan rencana tata ruang wilayah untuk mewujudkan kemakmuran rakyat dengan memperhatikan hak-hak rakyat atas tanah, fungsi sosial hak atas tanah, batas maksimum kepemilikan tanah khususnya tanah pertanian termasuk berbagai upaya lain untuk mencegah pemusatan penguasaan tanah dan penelantaran tanah. Penataan penguasaan dan penggunaan tanah untuk pembangunan nasional dan daerah dilaksanakan dengan tetap mempertimbangkan aspek politik, sosial, pertahanan keamanan serta pelestarian lingkungan hidup. Penataan penguasaan dan penggunaan tanah melalui kegiatan redistribusi tanah atau konsolidasi tanah yang disertai pemberian kepastian hak atas tanah diarahkan untuk menunjang dan mempercepat pengembangan wilayah. UndangUndang nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, dalam Pasal 19 ayat (1) memerintahkan diselenggarakan pendaftaran tanah dalam rangka menjamin kepastian hukum. Pasal 1 menentukan kepastian hukum atas tanah perlu diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah negara Indonesia. Ayat (2) menentukan bahwa pendaftaran tanah yang dimaksud dalam ayat (1) meliputi : a. b. c. Pengukuran, pemetaan dan pembukuan tanah. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihannya. Pemberian surat tanda bukti hak, yang berlaku yang sebagai alat pembuktian yang kuat. Pasal 19 ayat (3) menentukan bahwa pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan negara dan masyarakat, keperluan lalu lintas sosial ekonomis serta kemungkinan penyelenggaraannya, menurut pertimbangan Menteri Agraria, peraturan tentang pendaftaran tanah selain di atur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 juga

diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang pendaftaran tanah dan telah di ubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yang sampai saat ini menjadi dasar kegiatan pendaftaran tanah. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Pasal (1) yang dimaksud pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan, teratur meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, penyajian, serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidangbidang tanah dan satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya, dan dilaksanakan melalui pendaftaran tanah secara sistematik dan pendaftaran tanah secara sporadik. Tanah adat yang seperti Hak Milik Adat meskipun konversinya telah terjadi sejak berlakunya UUPA yaitu pada tanggal 24 September 1960 namun pada saat pendaftaran perlu dilakukan pengesahan konversi. Berarti bahwa setelah berlakunya UUPA sudah tidak ada lagi tanah dengan Hak Milik Adat, tetapi menjadi tanah hak milik. Bagi tanah Hak Milik Adat tersebut sampai saat ini sudah ada yang didaftar sehingga pemiliknya telah memperoleh sertifikat, ada pula yang belum didaftarkan dan buktinya masih berupa petuk pajak bumi atau letter d/c. Sertifikat sangat penting fungsinya bagi masyarakat yang merupakan alat bukti yang kuat atas pemilikan tanah. Masih banyak tanah-tanah yang tunduk pada hukum adat antara lain Hak Milik Adat yang terdaftar di Kantor Kepala Desa yang dikenal sebagai leter c/d dan belum atau tidak terdaftar di Kantor Pertanahan Kabupaten/Kodya. Surat yang dimiliki oleh pemilik tanah berupa Ketitir atau Petuk. Surat-surat tersebut bukan merupakan bukti hak

yang kuat. Tanah-tanah yang masih berstatus hak milik adat yang belum memiliki sertifikat tanah, maka jaminan kepastian hukum atas tanahnya belum kuat terutama mengenai tanah bekas milik adat. Hal ini disebabkan karena pengukuran dilakukan bukan bertujuan untuk kepastian hukum melainkan untuk dasar penarikan pajak sehingga tentunya pengukurannya kurang teliti dibandingkan dengan pengukuran untuk pembuatan sertifikat tanah. Berdasarkan uraian masalah tersebut diatas maka dapat diuraikan rumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah proses pendaftaran bekas tanah milik adat dalam sistem pendaftaran tanah di Desa Moncongloe Lappara Kabupaten Maros? 2. Bagaimanakah upaya Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Maros dalam sertifikasi bekas tanah milik adat? Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui proses pendaftaran bekas tanah milik adat dalam sistem pendaftaran tanah di Desa Moncongloe Lappara Kabupaten Maros. Serta untuk mengetahui upaya Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Maros dalam sertifikasi bekas tanah milik adat. Pendaftaran tanah dapat dilakukan melalui pendaftaran tanah secara sistematis dan sporadis yaitu kegiatan pendaftaran tanah yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua bidang tanah di suatu wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan, baik tanah dipunyai dengan suatu hak atas tanah maupun tanah negara. Yang dimaksud dengan suatu hak adalah hak atas tanah menurut hukum adat dan hak atas tanah menurut UUPA. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, bahwa pelaksanaan pendaftaran tanah meliputi pendaftaran tanah untuk pertama kali dan

pemeliharaan data pendaftaran tanah. Dalam hal pendaftaran tanah pertama kali Prosedurnya sebagai berikut: 1. Pemohon mengajukan permohonan dengan mengisi blangko formulir permohonan pendaftaran tanah yang telah disediakan oleh Kantor Pertanahan, dengan melampirkan alat bukti sebagai berikut : Alat Pembuktian hak baru (Pasal 23 PP No. 24 tahun 1997); a. Penetapan pemberian hak dari pejabat yang berwenang memberikan hak yang bersangkutan, menurut ketentuan yang berlaku apabila pemberian hak tersebut berasal dari Tanah Negara/Tanah Hak Pengelolaan; b. Asli akta PPAT yang memuat pemberian hak tersebut oleh pemegang hak milik kepada penerima hak yang bersangkutan, apabila mengenai hak guna bangunan dan hak pakai di atas hak milik; c. Hak pengelolaan dibuktikan dengan penetapan pemberian hak pengelolaan oleh pejabat yang berwenang ; d. Tanah wakaf dibuktikan dengan akta ikrar wakaf; e. hak milik atas satuan rumah susun dibuktikan dengan akta pemisahan; f. Pemberian hak tanggungan dibuktikan dengan akta pemberian hak tanggungan. Alat bukti hak lama (Pasal 24 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 jo Pasal 60, 76 PMNA/Kepala BPN Nomor 3 tahun 1997): Kepemilikan hak atas tanah yang selama ini belum mempunyai bukti sertifikat dari Kantor Pertanahan Kabupaten Maros, melainkan hanya berdasar pada bukti kepemilikan hak yang teradministrasi di Desa Moncong Loe Lappara, Kecamatan Moncong Loe seperti Letter c sebagai alat bukti tertulis wajib dilakukan pendaftarannya hak atas tanah untuk

pertama kali ke Kantor Pertanahan terkait, agar segera memperoleh sertifikat bukti

kepemilikan hak atas tanah.


Penjelasan mengenai isi buku letter c ini ada beberapa pendapat antara lain yaitu : 1. Pengalaman bapak Zainuddin, salah seorang warga Desa Moncong Loe Lappara, Kecamatan Moncong Loe, Kabupaten Maros dalam berpendapat mengenai isi buku letter c yang ia miliki adalah : a. Mengenai luas dan kelas tanah serta nomor persil b. Nama pemilik dengan nomor urut c. Besarnya pajak 2. Isi buku Letter c adalah : a. Daftar tanah b. Nama pemilik dengan nomor urut c. Besarnya pajak 101 3. Serta contoh buku letter c itu sendiri yang isinya adalah ; a. Nama Pemilik b. Nomor urut pemilik c. Nomor Bagian persil d. Kelas Desa e. Menurut daftar pajak bumi yang terdiri atas : 1) Luas, Hektar (Ha) dan area (m2) 2) Pajak Rp (rupiah) dan S (sen)

f. Sebab dan tanggal perubahan g. Mengenai Kepala Desa / Kelurahan yaitu tanda tangan dan stempel desa Hal ini menunjukkan bahwa semakin jelas buku letter c sebagai alat bukti untuk memperoleh dan untuk pendaftaran atas tanah yaitu sebagai bukti tertulis dan disamping itu masyarakat seringkali mengaku berhak atas suatu tanah yang hanya dengan bermodalkan petuk pajak/letter c, sebagai dasar hak kepemilikannya. Padahal secara administrasi pemerintahan, semua itu hanyalah merupakan bukti penagihan pajak oleh pemerintah kepada masyarakat. Di Desa Moncong Loe Lappara yang memiliki luas wilayah 9,61 km dengan jumlah penduduk sekitar 7581 jiwa, ternyata masih banyak yang belum memiliki sertifikat tanah dengan jumlah 650 jiwa penduduk dengan luas 250 hektar. Pelaksanaan pendaftaran tanah bekas milik adat di Desa Moncongloe Lappara Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros dibedakan dalam 2 (dua) hal, yaitu : 1. Pendaftaran yang sukarela Pendaftaran yang sukarela terjadi atas permintaan orang yang bersangkutan yang memiliki tanah dengan kesadarannya sendiri. Berdasarkan keterangan dari Kepala Desa Moncongloe Lappara Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros masih sedikit permintaan mengenai pendaftaran secara sukarela. Hal ini disebabkan karena tingkat kesadaran masyarakat yang relatif rendah dan juga masyarakat belum banyak mengetahui akan arti pentingnya sertifikat tanah. Hal ini berarti masyarakat setempat menganggap bahwa dengan sudah dicatatkan tanahnya di kantor desa/lurah sudah menjadi sah atas kepemilikan tanahnya dan dapat

digunakan sebagai alat bukti yang kuat di desa. Sedangkan untuk memperoleh pinjaman uang untuk modal usaha atau untuk modal pertanian, lebih memilih mengajukan pinjaman modal di pedesaan dari pada meminjam uang di Bank. Hal ini disebabkan karena prosedur pinjaman uang pedesaan sangat sederhana, dimana tidak memerlukan jaminan berupa sertifikat tanah dan ada pula yang tanpa jaminan apapun, hanya cukup mendaftarkan nama kemudian uang pinjaman dapat diperoleh. Pinjaman desa tersebut yaitu: 1) KPTTG yaitu pinjaman dari JPS untuk tehnologi tepat guna atau untuk perdagangan, 2) PDMDKE yaitu pinjaman yang diberikan untuk pengusaha kecil dan 3) KUT yaitu pinjaman untuk usaha persawahan. Ini mendorong masyarakat setempat enggan untuk mensertifikatkan tanahnya, sehingga tanpa mensertifikatkan tanahnya, mereka dapat memperoleh pinjaman uang. Di samping itu karena masalah biaya untuk penyertipikatan tanah yang dianggap relatif tinggi bagi mereka, juga masyarakat setempat banyak yang tidak mengetahui prosedur dan syarat permohonan serta lamanya proses tunggu penerbitan sertifikat. 2. Pendaftaran yang wajib. Pendaftaran tanah yang wajib, dibedakan atas : a. Pendaftaran karena warisan. Untuk pendaftaran hak karena warisan bagi tanah yang belum dibukukan permohonannya kepada Kantor Pertanahan harus dilampiri surat, antara lain : 1) Surat permohonan yang dibuat oleh orang yang bersangkutan dan diketahui oleh Kepala Desa dan Camat.

2) Surat keterangan yang dibuat oleh Kepala Desa dan dikuatkan oleh Camat mengenai tanah tersebut. 3) Petuk pajak atau Surat Pajak Bumi dan Bangunan atau salinannya yang disahkan oleh Kepala Desa. 4) Surat Kematian dari desa. 5) Surat Keterangan Warisan yang dibuat oleh Kepala Desa yang dikuatkan oleh Camat dengan dua orang saksi. 6) Untuk lebih dari satu orang ahli waris, maka ditambah dengan akta pemisahan dan pembagian harta warisan yang dibuat dihadapan PPAT dan ditandatangani oleh semua ahli waris. b. Pendaftaran karena warisan yang akan diperjual belikan. c. Pendaftaran karena jual beli.

Upaya Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Maros dalam sertifikasi bekas tanah milik adat dilakukan melalui kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah. Diketahui bahwa dalam penyelenggaraan pendaftaran tanah, yang harus diperhatikan bukan hanya pada pelaksanaan pendaftaran tanah, tetapi juga pemeliharaan data pendaftaran tanah, yang dilakukan apabila terjadi perubahan, baik pada data fisik maupun data yuridis dari obyek pendaftaran tanah yang sudah terdaftar. Dan ini menjadi tugas Kantor Pertanahan Kabupaten Maros dalam kegiatan sertifikasi tanah bekas milik adat. Pemeliharaan data adalah perubahan data yuridis dan perubahan data fisik yang wajib didaftar telah disebutkan dalam pasal 94 ayat (2) dan (3) PMNA/Kepala BPN No. 3 tahun 1997. Tidak wajib tetapi diperlukan apabila dimohon oleh pemegang hak adalah : pengganti

sertifikat hilang, sertifikat rusak, dan perubahan wialayah administrasi karena pemekaran wilayah. Perlu diketahui bahwa 2 (dua) jenis pemeliharaan data, yaitu :

1. Perubahan Data Yuridis, seperti : a. Peralihan hak karena jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan, dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya; b. Peralihan hak karena pewarisan; c. Peralihan hak karena penggabungan atau peleburan perseroan atau koperasi; d. Pembebanan hak tanggungan; e. Peralihan hak tanggungan; f. Hapusnya hak atas tanah, Hak Pengelolaan, Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, dan Hak Tanggungan; g. Pembagian Hak bersama; h. Perubahan data pendaftaran tanah berdasarkan putusan pengadilan atau penetapan Ketua Pengadilan; i. Perubahan nama akibat pemegang hak yang ganti nama; j. Perpanjangan jangka waktu hak atas tanah. 2. Perubahan data fisik, seperti : a. Pemecahan bidang tanah; b. Pemisahan sebagian atau beberapa bagian dari bidang tanah; c. Penggabungan dua atau lebih bidang tanah

Berdasarkan hal tersebut diketahui bahwa upaya-upaya dalam menanggulangi masyarakat di Desa Moncong Loe Lappara, Kecamatan Moncong Loe, Kabupaten Maros yang enggan mendaftarkan tanah hak milik adatnya di Kantor Pertanahan adalah dengan koordinasi antara PPAT dengan Camat dan Kepala Desa. Karena Camat dan Kepala Desa sebagai pemimpin masyarakat yang tentu mempunyai kedekatan dengan masyarakat untuk memberikan penyuluhan pentingnya pendaftaran/ pensertifikatan tanah dibuat dengan akta PPAT yang berwenang dan didaftarkan ke Kantor Pertanahan agar tercipta kepastian hukum bagi masyarakat. Peran Camat sebagai kepala wilayah banyak membantu dengan mengadakan program sosialisasi di wilayah Kecamatannya, sedangkan PPAT hanya melakukan bimbingan, nasehat dan bantuan kepada masyarakat yang menghadap kepadanya untuk kepentingan pembuatan akta tanahnya serta mendaftarkan akta tersebut sesuai ketentuan peraturan

perundangundangan yang berlaku. Untuk mengatasi adanya hambatan dan kesulitan tersebut di atas, maka jalan yang dianggap paling baik adalah menyadarkan masyarakat akan arti serta fungsi dari sertifikat tanah yaitu melalui program pemerintah daerah (Pemda) dan bekerja sama dengan Kantor Pertanahan setempat untuk menyelenggarakan penyuluhan hukum ke desa-desa, serta mengadakan program prioritas pensertifikatan massal dengan meminimalkan biaya pensertifikatan, dimana diambilkan dari subsidi dari kas Pemda dan Kantor Pertanahan setempat dengan perbandingan sepertiga dari biaya keseluruhan ditanggung oleh subsidi pemerintah. Untuk program pensertifikatan massal pernah di selenggarakan dua kali di Kabupaten Maros dan itupun terbatas untuk 100 pendaftar sertifikat pertama dan

menghilangkan asumsi masyarakat yang menganggap bahwa dengan petuk pajak hak seseorang atas tanahnya sudah merupakan bukti kuat di desa dan menghilangkan anggapan masyarakat bahwa seolah-olah pemerintah yang membutuhkan sertifikat tanah tersebut. Berdasarkan uraian-uraian tersebut maka upaya yang diterapkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Maros dalam pelaksanaan pendaftaran tanah dalam menjamin kepastian hukum di Desa Moncong Loe Lappara, Kecamatan Moncong Loe, Kabupaten Maros antara lain : 1. Menambah peralatan teknis di Kantor Pertanahan Kabupaten Maros dalam rangka menambah kapasitas pemberian sertifikat serta meningkatkan pemberian pelayanan kepada masyarakat sehingga penyelenggaraan pendaftaran tanah dapat berjalan sebagaimana diharapkan. 2. Memberikan ceramah/penyuluhan kepada Camat Moncong Loe, yang selanjutnya menginstruksikan kepada camat untuk memberikan ceramah kepada Kepala Desa yang membawahi wilayah Desa Moncong Loe Lappara agar disampaikan kepada masyarakat setempat guna meningkatkan kesadaran masyarakat akan arti pentingnya pendaftaran tanah. 3. Secara rutin diadakan penyuluhan tentang prosedur, syarat pendaftaran dan lain-lain yang berkaitan dengan pendaftaran tanah terutama bagi masyarakat yang kurang informasi tentang pendaftaran tanah. 4. Pihak kantor setempat menginstruksikan kepada Kepala Desa agar setiap ada pertemuan sesudah selesai disinggung masalah arti penting dan tujuan pendaftaran tanah.

5. Kantor pertanahan telah memberikan kebijaksanaan kepada masyarakat untuk meningkatkan kesadarannya akan kewajiban mendaftarkan tanah miliknya, dengan diselenggarakannya pendaftaran tanah. 6. Meningkatkan sumber daya manusia untuk para aparat/petugas di Kantor Pertanahan. Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas, disimpulkan sebagai berikut: 1. Pelaksanaan Pendaftaran bekas tanah milik adat dilakukan melalui penegasan konversi atau pengakuan hak dengan tujuan memberi kepastian dan perlindungan hukum bagi pemilik atas tanah, pihak lain yang berkepentingan maupun pemerintah demi terwujudnya tertib administrasi pertanahan. Pelaksanaan pendaftaran tanah milik adat di Desa Moncong Loe Lappara, Kecamatan Moncong Loe, Kabupaten Maros dibedakan dua hal, pertama, pendaftaran sukarela yaitu pendaftaran yang terjadi atas permintaan orang yang bersangkutan yang memiliki tanah dengan kesadaran sendiri dan kedua pendaftaran wajib yaitu pendaftaran karena warisan, pendaftaran karena warisan yang akan diperjualbelikan dan pendaftaran karena jual beli. 2. Upaya yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Maros dalam pelaksanaan pendaftaran tanah bekas milik adat yaitu menambah peralatan teknis di Kantor Pertanahan dalam rangka menambah kapasitas pemberian sertifikat serta meningkatkan pemberian pelayanan serta memberikan ceramah/penyuluhan kepada masyarakat

setempat guna meningkatkan kesadaran masyarakat akan arti pentingnya pendaftaran tanah, secara rutin diadakan penyuluhan tentang prosedur, syarat pendaftaran dan lainlain yang berkaitan dengan pendaftaran tanah terutama bagi masyarakat yang kurang informasi tentang pendaftaran tanah.

Berdasarkan kesimpulan tersebut, disarankan bahwa Badan Pertanahan Nasional (BPN) sebagai pelaksana dalam pendaftaran tanah di daerah merupakan Kantor Pertanahan untuk memproses pendaftaran tanah perlu dengan ketelitian dan kehati-hatian oleh aparat pertanahan mengingat sistem pemilikan tanah menurut adat yang tidak menganut bukti tertulis. Pelaksanaan pendaftaran tanah secara sistematik dengan biaya yang murah perlu terus ditingkatkan guna mensukseskan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia. Serta perlu penyuluhan hukum yang sifatnya terpadu yang dilakukan pihak Badan Pertanahan Nasional sebagai upaya untuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakat tentang pendaftaran tanah perlu dilakukan lebih intensif oleh aparat terkait yang berwenang dalam pelaksanaan pendaftaran tanah.

Anda mungkin juga menyukai