Anda di halaman 1dari 11

MANIFESTASI KLINIS, PENEMUAN HEMATOLOGI DAN SEROLOGI PADA ANAK DENGAN INFEKSI DENGUE Mulya Rahma Karyanti ABSTRAK

LATAR BELAKANG. Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit endemik di Indonesia dan masih merupakan masalah kesehatan masyarakat, dengan insiden tertinggi pada anak. Ada beberapa laporan pada data klinis, hematologi dan serologi pada anak dengan demam berdarah. TUJUAN. Untuk menilai profil klinis dan laboratorium anak-anak dengan infeksi dengue di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Indonesia. METODE. Klinis, informasi hematologi, dan serologi dari anak-anak yang didiagnosis infeksi dengue di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, dikumpulkan mulai tahun 2007-2009. HASIL. Dari 611 anak-anak dengan demam berdarah, 143 (23,4%) mengidap Demam Dengue (DD), 252 (41,2%) memiliki nilai DBD I dan II, dan 216 (35,4%) memiliki DBD grade III dan IV. Dari 81 kasus dimana serotipe dengue diidentifikasi, 12,3% adalah DENV-1, 35,8% adalah DENV-2, 48,2% adalah DENV-3 dan 3,7% adalah DENV-4. Usia rata-rata subjek adalah 8,9 tahun (SD 4,4), dan 48,4% kasus adalah anak laki-laki. Panjang mean demam sebelum masuk rumah sakit adalah 4,2 hari (SD 1.1) dan panjang mean untuk tinggal di rumah sakit adalah 4 hari (SD 2,7). Gejala umum yang diamati adalah petekie, epistaksis dan hepatomegali. Komplikasi yang banyak ditemui pada pasien dengan Dengue Shock Syndrome (DSS) adalah hematemesis (30 kasus, 4,9% dari semua pasien), ensefalopati (19 kasus, 3,1%) dan melena (17 kasus, 2,8%). KESIMPULAN. Tanda dan gejala demam, manifestasi perdarahan dan trombositopenia muncul pada anak dengan DD dan DBD, sementara tanda-tanda peningkatan permeabilitas pembuluh darah ditemukan hanya pada mereka dengan DBD. Ensefalopati dan perdarahan gastrointestinal ditemukan sebagian besar dalam kasus DSS. Saat masuk, leukopenia lebih banyak ditemukan pada pasien DD daripada pasien DBD. Tidak adanya leukopenia mungkin merupakan tanda infeksi dengue yang lebih berat.

PENDAHULUAN Infeksi Dengue merupakan salah satu penyakit yang paling penting di dunia yang dibawa oleh nyamuk. World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa sekitar 2,5 milyar orang hidup di negara-negara subtropis telah terinfeksi dengan satu atau lebih virus dengue. Sekitar 50100 juta orang terinfeksi setiap tahun, dan sekitar 500.000 dirawat di rumah sakit setiap tahun. Banyak faktor yang dianggap bertanggung jawab atas meningkatnya insiden DD dan DBD, seperti perubahan demografi, iklim, virulensi dari virus dengue, dan pertumbuhan penduduk. Anak-anak memiliki risiko demam berdarah parah 40 kali lebih tinggi daripada orang dewasa, karena permeabilitas pembuluh darah meningkat selama infeksi sekunder. DBD masih merupakan penyebab utama kematian pada anak. Dalam beberapa tahun terakhir, DBD telah terjadi terutama pada anak usia kurang dari 15 tahun dengan tingkat serangan tertinggi usia 5-9 tahun. Karena data klinis dan laboratorium pada anak-anak di Indonesia sudah langka, studi ini akan melaporkan presentasi klinis, temuan hematologi dan serologis dari semua anak yang dicurigai infeksi dengue di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta pada tahun 2007 hingga 2009.

METODE Sebuah studi kohor retrospektif dilakukan pada semua anak suspek dengue yang datang ke Bagian Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (IKA RSCM). Diagnosis DD/DBD/DSS dibuat berdasarkan kriteria WHO (1997). Demam dengue adalah sebuah penyakit demam akut yang diikuti dengan gejala khas: sakit kepala, nyeri retroorbital, mialgia, arthralgia, ruam di

wajah, dan manifestasi perdarahan (epistaksis, peteki, atau perdarahan gusi), dengan trombositopenia. DBD didiagnosis dengan demam dan manifestasi perdarahan termasuk uji torniket positif dan fenomena perdarahan baik minor maupun mayor, hepatomegali, serta trombositopenia (< 100.000/mL3) dan hemokonsentrasi (meningkat > 20%) atau bukti yang objektif

permeabilitas kapiler dalam bentuk pancaran pleural. DSS didiagnosis dengan daftar kriteria untuk DBD, serta

dikombinasikan dengan hipotensi atau nadi yang melemah (< 20 mmHg). Beberapa kasus DBD lebih lanjut dibagi dalam grade I-IV, berdasarkan pedoman WHO 1997. DBD dengan grade III dan IV didiagnosis sebagai DSS. Untuk semua pasien, berdasarkan hemogram, hematokrit dengan teknik mikrosentrifuge, dan hitung jumlah platelet absolut dengan alat hitung sel, diukur. Pemeriksaan lainnya seperti elektrolit serum,

transaminase serum, Prothrombin Time dan foto X-ray dada dekubitus lateral kanan, dilakukan ketika ada indikasi. Serum diambil untuk isolasi virus dan diuji dengan uji serologi cepat, IgM dan IgG Denguo Duo, untuk menegakkan diagnosis. Data dikumpulkan dari rekam medis departemen IKA RSCM dan disetujui oleh Komisi Etik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Statistik Deskriptif digunakan untuk menganalisis distribusi karakter pasien, tanda dan gejala, serta parameter imunologi dan serologi. Temuan klinis dan laboratoris kasus DD, DBD dan DSS dibandingkan dengan uji Chi-square dan ANNOVA. Semua analisis dilakukan dengan

menggunakan uji SPSS versi 17.

HASIL Sebanyak 611 anak yang diduga menderita demam berdarah dirawat di RSCM dari Januari 2007 sampai December 2009. Setelah konfirmasi klinis dan serologis, 415 (68%) anak didiagnosis memiliki

infeksi virus dengue. Puncak kasus DBD ditemukan pada bulan April, setelah musim hujan. Usia rata-rata subjek adalah 8,9 tahun (SD 4.4). Demam dengue (DD), DBD tanpa syok (DBD kelas I dan II), dan DBD dengan syok (DBD kelas III dan IV, atau DSS) telah didiagnosis masingmasing: 143 (23,4%), 252 (41,2%), dan 216 (35,4%) anak. Durasi ratarata demam sebelum masuk rumah sakit adalah 4,2 hari (SD 1.1). Lama mean tinggal di rumah sakit adalah 4 hari (SD 2,7). Tabel 1 menunjukkan karakteristik dasar pasien demam berdarah diklasifikasikan menjadi demam dengue, DBD tanpa syok dan DBD dengan syok.

Tabel 1. Karakteristik Dasar Pasien DD, DBD, dan DSS Ciri-ciri Klinis Demam Dengue Jumlah Kasus, n (%) Usia Rata-rata, tahun (SD) Jenis Kelamin (perempuan/laki-laki) Durasi demam rata-rata, hari (SD) Durasi mondok, hari (SD) 3.8 (1.7) 3.9 (2.7) 4.4 (3.2) 4.06 (1.2) 4.10 (1.2) 4.36 (1.0) 143 (23.4) 8.6 (4.2) 74/69 DBD Tanpa Syok 252 (41.2) 10.4 (4.3) 128/124 216 (35.4) 7.4 (3.9) 113/103 DSS

Tabel 2. Manifestasi Klinis Pasien Dengue Ciri-ciri Klinis Demam Dengue Jumlah kasus, n Petekie, n (%) Epistaksis, n (%) Perdarahan Gusi, n (%) Hematemesis, n (%) Melena, n (%) Uji Torniket Positif, n (%) Hepatomegali, n (%) Efusi Pleura, n (%) Ensefalopati, n (%) 143 37 (25.9) 11 (7.7) 4 (2.8) 0 0 62 (43.4) 18 (12.6) 0 0 DBD Tanpa Syok 252 121 (48.0) 29 (11.5) 4 (1.6) 3 (1.2) 1 (0.4) 138 (54.8) 45 (17.9) 3 (1.2) 2 (0.8) 216 114 (52.8) 11 (5.1) 13 (6.0) 27 (12.5) 16 (7.4) 84 (38.9) 87 (40.3) 5 (2.3) 17 (7.9) DSS

Manifestasi klinis dari pasien demam berdarah ditunjukkan pada Tabel 2. Demam kecenderungan perdarahan, dan trombositopenia tampak pada anak dengan DD dan DBD, sedangkan efusi pleura, hepatomegali dan perdarahan gastrointestinal hanya dilaporkan pada mereka dengan DBD. Anak yang mengalami epistaksis, uji tourniquet positif dan petekie, sebagian besar dalam kategori DBD tanpa syok masing-masing terdiri dari 56,9%, 48,6% dan 44,5%. Namun, pada anakanak mengalami melena, hematemesis dan ensefalopati, sebagian besar berada di kategori DSS, masing-masing terdiri dari 94,1%, 90,0% dan 89,5%. Dari pasien dengan perdarahan gusi, ada pasien DSS yang lebih signifikan dibandingkan dengan DBD tanpa syok (61,9% vs 19%, P = 0,030). Demikian pula, pada pasien dengan hematemesis (90% vs 10%, P <0,0010), melena (94,1% vs 5,9%, P <0,001), hepatomegali (58% vs 30%, P <0,001), dan ensefalopati vs (89,5% 10,5%, P <0,001), pasien DSS secara signifikan lebih besar.

Grafik di atas menunjukkan tingkat hemoglobin, hematokrit, leukosit, dan trombosit dalam penelitian ini. Pada saat masuk (hari keempat demam), rata-rata hematokrit DSS adalah 41,4%, DBD tanpa syok 40,7% dan DD 36,8%. Dengan demikian, saat masuk (Hari keempat demam), rata-rata hematokrit secara signifikan lebih tinggi pada kelompok DSS dibandingkan dengan kelompok lain (P = 0,003). Penghitungan leukosit rata-rata saat masuk dalam DSS, DBD tanpa syok dan DD masing-masing adalah 5925, 4214, dan 4497/mm3.

Selanjutnya, saat masuk, jumlah trombosit rata-rata pada anak dengan DSS, DBD tanpa syok, dan DD masing-masing adalah 76.216, 94.273, dan 111.429 / mm3. Mayoritas anak-anak yang membutuhkan darah atau produk darah didiagnosis dengan DSS. Dari 611 anak yang dirawat karena demam berdarah diduga 7 anak (1,15%) meninggal. Dari data kematian, semua anak yang dirawat di rumah sakit terlambat dalam perjalanan penyakit, dan semua menderita perdarahan gastrointestinal berat.

Tabel 3. Uji Serologi Uji Serologi DD DBD Tanpa Syok Infeksi Primer 26 (38.8%) 21 (31.3%) DBD dengan Syok 20 (29.9%)

Infeksi Sekunder

63 (18.1%)

146 (42.0%)

139 (39.9%)

Tabel 4. Isolasi Virus pada tahun 2007-2009 Serotype Total n=81 DENV-1 10 (12.3%)

DENV-2

29 (35.8%)

DENV-3

39 (48.2%)

DENV-4

3 (3.7%)

Hasil uji serologi positif (n = 415) disajikan pada Tabel 3. Tes menunjukkan bahwa kebanyakan pasien dengan demam berdarah 8

mengalami infeksi primer, sedangkan pasien dengan kedua DBD dan DSS lebih sering mengalami infeksi sekunder. Tabel 4 menunjukkan hasil isolasi virus positif dalam 81 kasus dari 209 isolat tahun 2007-2009. Dengue serotipe 3 (DENV-3) ditemukan pada 39 (48,2%) dari isolat positif, diikuti oleh DENV-2 pada 29 (35,8%) dari isolat positif, DENV-1 pada 10 (12,3%) dari isolat positif , dan DENV-4 dalam 3 (3,7%) dari isolat positif.

PEMBAHASAN Dalam 3 tahun terakhir, dari 611 total anak tersangka dengue yang datang ke RSCM dari januari 2007 sampai Desember 2009, ada 415 (68%) anak yang didiagnosis terinfeksi virus dengue. Jumlah kasus DD, DBD tanpa syok (DBD grade I dan II), dan DBD grade III dan IV, atau DSS) didiagnosis berturut-turut 143 (23,4%), 252 (41,2%), dan 216 (35,4%) anak. Dalam populasi pediatri, usia rata-rata pasien adalah 8,9 tahun (SD 4.4). Pasien datang ke Rumah Sakit dengan durasi demam rata-rata 4,2 hari (SD 1.1). Rata-rata lama tinggal di Rumah Sakit adalah 4 hari (SD 2.7). Hasil yang sama juga ditemukan di dua penelitian di Thai. Rata-rata usia penelitian ini sama juga dengan penelitian sebelumnya di Nikaragua dan Thailand. Di Taiwan dan Saudi Arabia, pasien terbanyak adalah dewasa. Laporan peningkatan usia pada kasus DBD dapat dijelaskan dengan transisi demografis, penurunan angka kelahiran dan kematian. Uji torniket positif ada pada 62 (43,4%) kasus DD, 138 (54,8%) kasus DBD tanpa syok, dan 84 (38,9%) kasus DSS. Dalam kelompok DSS, didapatkan uji torniket positif yang lebih rendah, mungkin disebabkan hipotensi. Akan tetapi, uji torniket bisa menjadi positif setelah pengembalian volume intravaskuler yang kosong. Sensitivitas yang rendah dari uji torniket pada DBD juga dilaporkan karena kesulitan dalam melakukan uji pada anak yang sakit dan mudah iritasi. Selain itu, manset pengukur tekanan darah untuk pediatri mungkin tidak tersedia.

Pemeriksaan fungsi pengisian kapiler lambat sebagai sebuah marker pengganti untuk tekanan darah rendah yang diukur dengan

sphygmomanometer bisa terjamin. Beberapa perdarahan gastrointestinal biasanya terjadi setelah pasien menuju ke arah syok. Temuan ini tidak sesuai dengan penelitian lain yang menunjukkan perdarahan intestinal yang terjadi sebelum onset syok dan tanpa hemokonsentrasi. Hal ini juga telah dinyatakan bahwa tipe akhir kondisi perdarahan mungkin memiliki patogenesis yang berbeda dari DBD/DSS klasik. Beberapa penemuan dalam penelitian ini sama dengan laporan dari Asia, yang kadang-kadang dapat dibandingkan dengan penelitian di Amerika. Adanya perbedaan yang berarti ini diperlukan untuk mempelajari ciri-ciri klinis spesifik regional dari infeksi Dengue. Ditemukannya

perdarahan gusi, hematemesis, melena, hepatomegali, dan ensefalopati biasanya dihubungkan dengan sakit yang seius. Ensefalopati Dengue pada DBD/DSS mungkin disebabkan oleh perdarahan intrakranial, ketidakseimbangan elektrolit atau ensefalopati iskemik hipoksia akibat kegagalan sirkulasi yang sangat besar. Pada area endemik, virus dengue dianggap sebagai agen etiologi yang menyebabkan ensefalopati pada anak. Akan tetapi, belum adanya percobaan isolasi virus atau pengukuran antibody IgM dalam cairan cerebrospinal. Ketika pengukuran di awal perawatan, rata-rata hematokrit lebih tinggi pada kelompok DSS. Hitung platelet rata-rata lebih rendah pada kelompok DSS, sedangkan hitung leukosit lebih rendah pada kelompok DD. Pada anak-anak, semakin tinggi derajat trombositopenia atau hemokonsentrasi, semakin besar pula keparahan dengue diobservasi. Dalam memprediksi keparahan lebih awal dengan menggunakan ciri-ciri klinis itu sulit, akan tetapi hitung sel darah perifer membantu memprediksi keparahan ini, yang mana berguna bagi Rumah Sakit pedesaan atau yang lebih kecil, dimana sumber daya terbatas. Sebuah penelitian di Thailand menunjukkan bahwa ketiadaan leukopenia dan presentase limfosit yang

10

rendah adalah faktor yang dapat memprediksi beberapa penyakit dengue. Parameter hematologi sederhana dapat digunakan untuk menekan masuknya pasien suspek infeksi dengue yang tidak perlu, tanpa lebih banyak menggunakan alat prediksi yang canggih. Pada penelitian ini, presentase DD yang lebih besar disebabkan oleh infeksi primer dibandingkan dengan DBD atau DSS. Pada tiga kelompok, infeksi sekunder lebih biasa daripada primer. Indonesia adalah daerah endemic untuk virus dengue dan banyak anak memiliki pengalaman terinfeksi dengue lebih awal. Observasi ini disetujui oleh penelitian lain yang mencatat peningkatan keparahan dihubungkan dengan infeksi sekunder. Status imun sekunder adalah faktor risiko untuk beberapa penyakit dengue. Ada sejumlah teori yang menggambarkan faktor potensial yang ikut serta dengan tingkat keparahan penyakit, salah satunya adalah teori infeksi tentang perbaikan yang tergantung dengan antibody. Teori ini menyatakan bahwa infeksi sekunder virus dengue dengan serotipe yang berbeda meningkatkan risiko perkembangan DBD. Di Nicaragua, mayoritas terbesar kasus dengue dikarenakan infeksi sekunder; 59% pada anak usia 1 tahun, dan pada anak usia 3 tahun. lebih dari 90% yang dikonfirmasi kasus positif DEN juga dikarenakan infeksi sekunder. Isolasi virus adalah 81 positif, dari 209 sampel, yang sebagian besar adalah serotipe 3 (DENV-3). Hasil tes RT-PCR negatif tidak

menyingkirkan diagnosis infeksi dengue, karena sampel darah diambil setelah satus viremia (setelah 5 hari demam) yang memberikan hasil negatif. Penemuan ini sama dengan penelitian Thai dimana mayoritas kasus dengue adalah DENV-3. Akan tetapi, pada penelitian di Nikaragua, Delhi, dan Taiwan, dinyatakan bahwa DENV-2 sebagai serotipe yang

mendominasi dan berhubungan degan infeksi sekunder. Penelitian ini menyajikan informasi perbandingan infeksi dengue pada anak dan perbedaan penting dalam manifestasi klinis, penemuan hematologi dan serologi yang mana dapat diaplikasikan dalam tempat

11

yang terpencil dimana sumber daya dan fasilitas untuk melakukan uji yang lebih jauh sangat terbatas. Akan tetapi, sebagai penelitian retrospektif, beberapa keterbatasan perlu dikemukakan. Pertama, penelitian

diselenggarakan di sebuah rumah sakit dan populasi pasien bisa dibiaskan dengan pola pemilihan yang sesuai. Kedua, uji laboratorium dan foto dapat dibiaskan oleh seleksi dari klinisi berdasarkan pengenalan personal tentang penyakit dengue klinis, yang mengarahkan pada informasi lanjutan yang tidak tersedia. Kesimpulannya, tanda dan gejala demam, manifestasi perdarahan dan trombositopenia pada anak dengan DD dan DBD, dengan tanda peningkatan permeabilitas vaskuler (seperti hemokonsentrasi, efusi pleura, dan hepatomegali) hanya ditemukan pada DBD. Ensefalopati dan perdarahan gastrointestinal paling sering ditemukan pada pasien dengan DSS. Tanda leukopenia lebih sering ditemukan pada pasien DD dibandingkan DBD. Oleh karena itu, Ketiadaan leukopenia mungkin menjadi sebuah tanda sebagian besar infeksi dengue.

12

Anda mungkin juga menyukai